JURNAL ILMIAH EKONOMI AKUNTANSI MANAJEMEN PELITA ILMU-VOL 11. NO.1 – April 2017
Tulisan 4, Oleh: Nani Hartati & Rina Cahyani Page
ANALISIS PENGARUH PERPUTARAN KAS, PERPUTARAN PIUTANG DAN
PERPUTARAN SEDIAAN TERHADAP LIKUIDITAS PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2013 – 2015
Oleh:
Nani Hartati & Rina Cahyani
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji mengetahui pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan terhadap Likuiditas perusahaan yang diukur menggunakan
Current Ratio (CR). Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor 3 yaitu
di bidang Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar di BEI pada periode 2013-2015. Variabel independen penelitian ini adalah Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan. Variabel dependen penelitian ini adalah Likuiditas atau Current Ratio. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis dengan model regresi linear berganda. Hasil penelitian secara parsial adalah Perputaran Kas berpengaruh signifikan negative terhadap Likuiditas, Perputaran Piutang berpengaruh signifikan positif terhadap Likuiditas dan Perputaran Persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap Likuiditas perusahaan. Dan untuk hasil uji simultan adalah Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan berpengaruh signifikan terhadap Likuiditas Perusahaan.
Kata Kunci: Perputaran Kas, Perputaran Piutang, Perputaran Persediaan dan Likuiditas.
ABSTRAC
This research aims to examine the influence of Cash Turnover, Receivable Turnover and Inventory Turnover to Liquidity of Company measured use the Current Ratio (CR). The population of this research is a manufacturing company sector 3 is Basic Industries and Chemicals listed on BEI in the period 2013-2015. The independent variable of this reseacrh is Cash Turnover, Receivable Turnover and Inventory Turnover. The dependent variable of this
research is Liquidity or CR. Data analysis was performed with the classical assumption and hypothesis testing with multiple linear regression model. The results are partially test is Proportion of Cash Turnover negative significant on Liquidity, Receivable Turnover positive significant on Liquidity, and Inventory Turnover no significant on Liquidity. And for the simultaneous test result is Cash Turnover, Receivable Turnover and Inventory Turnover significant on Liquidity.
Keyword : Cash Turnover, Receivable Turnover, Inventory Turnover and Liquidity.
I. PENDAHULUAN
Masalah globalisasi
perekonomian dunia menyebabkan
peningkatan perkembangan dunia usaha di Indonesia. Perkembangan ini menimbulkan persaingan yang ketat, khusunya antar perusahaan sejenis. Kondisi demikian
menuntut perusahaan untuk selalu
memperbaiki dan menyempurnakan bidang
usahanya agar dapat mencapai tujuan
perusahaan dan mempertahankan
kelangsungan hidup (going concern) secara berkelanjutan. Pengelola perusahaan juga dituntut agar mampu mengkoordinasikan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien sehingga keputusan yang dihasilkan adalah tepat. Investor perlu melakukan analisis
dalam proses pengambilan keputusan yang
mampu membantu perusahaan dalam
mencapai tujuannya di masa akan datang, karena semakin besar suatu perusahaan semakin banyak pula kegiatannya, sehingga semakin kompleks pula permasalahannya.
Didasari oleh pentingnya peranan dunia usaha dalam mewujudkan keinginan masyarakat, maka setiap badan usaha harus memiliki posisi keuangan dan kinerja yang baik yang akan menjadi dasar bagi perusahaan untuk mempertahankan dan menjamin kelangsungan usahanya dimasa
yang akan datang. Usaha untuk
mempertahankan dan mengembangkan perusahaan yaitu pengelolaannya yang harus dilakukan secara profesional dengan memperhatikan aspek-aspek (likuiditas perusahaan, modal kerja, kas, piutang dan
persediaan) yang mendukung
kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang.
Salah satu komponen untuk menilai keuangan perusahaan adalah rasio likuiditas. Likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu perusahaan
memenuhi kewajiban-kewajiban
keuangannya dalam jangka pendek atau yang harus segera di bayar (Munawir, 2002:93). Artinya apabila perusahaan di tagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi hutang tersebut, terutama
hutang yang sudah jatuh tempo.
Perusahaan yang mempunyai cukup
kemampuan dalam membayar hutangnya dalam jangka pendek disebut perusahaan yang likuid. Sedangkan perusahaan yang
tidak memiliki kemampuan dalam
membayar hutang jangka pendeknya yang cukup di sebut illikuid. Apabila suatu perusahaan tidak lagi berkemampuan cukup dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya maka eksistensi perusahaan akan di ragukan. Jika eksistensi perusahaan di ragukan berarti penilaian
terhadap aspek-aspek lain dalam
perusaahaan itu tidak lagi bernanfaat untuk pihak-pihak yang berkepentingan.
Tinggi rendahnya tingkat likuiditas perusahaan dapat di tunjukan oleh asset
likuid yang dapat di konversi menjadi kas, bank, piutang, surat-surat berharga dan persediaan. Dengan asset likuid ini, dapat di gunakan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasinya untuk membeli bahan mentah yang kemudian diproses menjadi barang jadi untuk dijual kepada para pelanggannya, baik secara tunai maupun kredit.
Salah satu permasalahan dalam kebijaksanaan keuangan yang sering kali dihadapi oleh suatu perusahaan yaitu masalah mengenai efisiensi kas. Riyanto (2002:94) mengemukakan Kas merupakan aktiva lancar yang paling tinggi tingkat likuiditasnya, artinya dengan ketersediaan kas yang cukup maka perusahaan tidak akan kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya”. Dengan kata lain, semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan semakin tinggi pula likuiditasnya. Menilai ketersediaan kas dapat dihitung dari perputaran kas. Tingkat perputaran kas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka
pendek dengan kas yang tersedia. Suatu perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi karena adanya kas dalam jumlah besar berarti tingkat perputaran kas tersebut
rendah dan mencerminkan adanya
kelebihan kas. Sebaliknya apabila jumlah kas relatif kecil berarti perputaran kas tinggi sehingga perusahaan akan atau dapat berada dalam keadaan illikuid.
Selain kas, aktiva lancar lain yang likuid adalah piutang adalah piutang. Piutang terjadi jika perusahaan melakukan penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pihak lain. Piutang merupakan tagihan penjualan dan pembeli sebesar nilai transaksi penjualan. Piutang juga bisa timbul apabila perusahaan memberi pinjaman sejumlah transaksi uang kepada pihak lain. Dengan demikian, piutang pada hakekat nya merupakan hak untuk menerima sejumlah uang di waktu yang akan datang yang timbul dari transaksi pada saat ini.
Menurut Gitosudarmo (2002:81)
piutang merupakan aktiva lancar
perusahaan yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya praktik penjualan kredit.
Piutang memerlukan waktu yang
lebih pendek untuk diubah menjadi kas.
Posisi piutang dan taksiran
waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut. Tingkat perputaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya untuk mengubah piutang menjadi kas. Perputaran piutang dihitung dengan membagi penjualan bersih dengan saldo rata-rata piutang. Saldo rata-rata piutang dihitung dengan menjumlahkan saldo awal dan saldo akhir dan kemudian membaginya menjadi dua. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang maka semakin cepat pula menjadi kas dan apabila piutang telah menjadi kas berarti kas dapat digunakan kembali dalam operasional perusahaan serta resiko kerugian piutang dapat diminimalkan sehingga perusahaan akan di kategorikan perusahaan likuid. Sebaliknya, apabila tingkat perputaran piutang rendah, maka akan terjadi kelebihan piutang dan perusahaan akan mengalami keadaan illikuid.
Aktiva lancar lain yang bersifat likuid adalah persediaan. Beberapa pakar mengartikan bahwa persediaan sebagai suatu sumberdaya yang menganggur dari berbagai jenis yang memiliki nilai ekonomis yang potensial. Definisi ini
memungkinkan seseorang untuk
menganggap peralatan atau
pekerja-pekerja yang menganggur sebagai
persediaan, tetapi kita menganggap semua sumberdaya yang menganggur selain daripada bahan sebagai kapasitas.
Sedangkan menurut Rangkuti
(2004:1) persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang
menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Persediaan merupakan unsur dari aktiva lancar yang merupakan unsur yang aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah, dan kemudian dijual kepada konsumen. Dengan adanya pengelolaan persediaan yang baik, maka perusahaan dapat segera mengubah persediaan yang tersimpan menjadi laba melalui penjualan yang kemudian bertransformasi menjadi kas atau piutang. Semakin tingginya tingkat perputaran persediaan menyebabkan
perusahaan semakin cepat dalam
melakukan penjualan barang dagang sehingga semakin cepat pula bagi perusahaan dalam memperoleh dana baik dalam bentuk uang tunai (kas) ataupun piutang. Besar kecilnya aktiva lancar
tersebut nantinya akan turut
mempengaruhi rasio lancarnya.
Manajer harus mampu melakukan perencanaan dan pengendalian aktiva lancar dan hutang lancarnya sedemikian
rupa dapat meminimalkan resiko
ketidakmampuan perusahaan dalam
memenuhi hutang hutang jangka
pendeknya selain harus pula menghindari investasi dalam aktiva lancar yang berlebihan (Eljellry, 2004: 48).
Penelitian ini merujuk pada
penelitian terdahulu, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menurut Lastiur Monalisa tahun 2012, perputaran kas secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas perusahaan, sedangkan menurut Imam Fatkhurridlo tahun 2015, secara parsial perputaran kas tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas perusahaan.
2. Menurut Anastasia V. Puspitasari tahun 2013, variable perputaran piutang berpengaruh positif signifikan terhadap variable likuiditas. Sedangkan menurut Yessi Ezwita tahun 2014, Lastiur Monalisa tahun 2012 dan Imam Fatkhurridlo tahun 2015, variable
perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas.
3. Menurut Yessi Ezwita tahun 2014, secara signifikan perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap likuiditas suatu perusahaan, sedangkan menurut
Imam Fatkhurridlo tahun 2015,
perputaran persediaan tidak cukup
mampu untuk dapat menjelaskan
likuiditas perusahaan.
Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah perputaran kas berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah perputaran piutang
berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah perputaran persediaan
berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan
secara simultan mempengaruhi
likuiditas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Likuiditas
Menurut Fred Weston dalam bukunya Kasmir (2012:129) menyebutkan bahwa rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Likuiditas digunakan untuk menggambarkan seberapa
likuidnya suatu perusahaan serta
kemampuan perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar. Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak dari ketidak mampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan likuiditas perusahaan yaitu:
1. Besarnya investasi pada aktiva tetap dibandingkan dengan seluruh dana jangka panjang. Pemakaian dana untuk pembelian aktiva tetap adalah salah satu sebab utama dari keadaan tidak likuid. Apabila makin banyak dana perusahaan yang dipergunakan untuk aktiva tetap,
maka sifatnya untuk membiayai
kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit. Oleh sebab itu, rasio likuiditas menurun. Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah dana
jangka panjang untuk menutup
kebutuhan aktiva tetap yang meningkat.
2. Volume kegiatan perusahaan.
Peningkatan volume kegiatan
perusahaan akan menambah kebutuhan dana untuk membiayai aktiva lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan meningkatkan hutang-hutang, tetapi jika hal-hal lain tetap, investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan.
3. Pengendalian aktiva lancar. Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam piutang dan
persediaan menyebabkan adanya
investasi yang melebihi daripada yang seharusnya, maka sekali lagi rasio akan turun dengan tajam, kecuali apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang.
Dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan dapat dilihat dari rasio likuiditasnya. Menurut Hanafi dan Halim (2005:79) ”Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan)”. Rasio – rasio likuiditas banyak sekali macamnya karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Rasio – rasio likuiditas yang banyak dan sering digunakan antara lain :
1. Rasio Lancar ( Current Ratio )
Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dapat digunakan untuk menutupi kewajiban jangka pendek /
hutang lancar. Semakin besar
perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar maka semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendek.
2. Rasio Cepat ( Quick Ratio )
Rasio ini merupakan rasio uji cepat
yang menunjukkan kemampuan
perusahaan membayar kewajiban
jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan karena persediaan memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan disbanding asset lain. Quick asset ini terdiri dari piutang dan surat-surat berharga yang dapat direlisir menjadi uang dalam waktu relatif pendek. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik. 3. Rasio Kas ( Cash Ratio )
Rasio ini merupakan alat untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar hutang yang dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti
rekening giro. Semakin besar
perbandingan kas atau setara kas dengan hutang lancar semakin baik. 4. Inventory to Net Working Capital
Rasio ini digunakan untuk mengukur dan membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari pengurangan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan perhitungan likuiditasnya dengan menggunakan rasio lancar ( current
assets ).
2.2. Kas
Menurut Martono dan Harjito
(2002:116) ”Kas merupakan salah satu bagian dari aktiva yang memiliki sifat paling lancar (paling likuid) dan paling mudah berpindah tangan dalam suatu transaksi”. Sedangkan menurut Harahap
(2004:258) kas adalah sebagai berikut: Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diuangkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memenuhi syarat sebagai berikut, (1) setiap saat dapat ditukar menjadi kas, (2) tanggal jatuh temponya sangat dekat, (3) kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat harga. Kas sangat berperan dalam menentukan kelancaran kegiatan perusahaan. Adapun menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:21) kas yaitu ”Kas adalah mata uang kertas dan logam baik rupiah maupun valuta asing
yang masih berlaku sebagai alat
pembayaran yang sah, termasuk pula dalam kas adalah mata uang rupiah yang ditarik dari peredaran dan masih dalam masa tenggang untuk penukarannya ke Bank Indonesia”.
2.1.2.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi ketersediaan kas
Menurut Riyanto (2001:289)
perubahan yang efeknya menambah dan mengurangi kas dan dikatakan sebagai
sumber-sumber penerimaan dan
pengeluaran kas adalah sebagai berikut: 1. Berkurang Dan Bertambahnya Aktiva
Lancar Selain Kas
Berkurangnya aktiva lancar selain kas berarti bertambahnya dana atau kas, hal ini dapat terjadi karena terjualnya barang tersebut, dan hasil penjualan tersebut merupakan sumber dana atau kas bagi perusahaan itu. Bertambahnya aktiva lancar dapat terjadi karena pembelian
barang, dan pembelian barang
membutuhkan dana.
2. Berkurang Dan Bertambahnya Aktiva Tetap
Berkurangnya aktiva tetap berarti bahwa sebagian dari aktiva tetap itu dijual dan hasil penjualannya merupakan sumber dana dan menambah kas perusahaan. Bertambahnya aktiva tetap dapat terjadi karena adanya pembelian aktiva tetap dengan menggunakan kas. Penggunaan kas tersebut mengurangi jumlah kas perusahaan.
3. Bertambah Dan Berkurangnya Setiap Jenis Hutang
Bertambahnya hutang, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang berarti adanya tambahan kas yang diterima oleh perusahaan. Berkurangnya hutang, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang dapat terjadi karena perusahaan telah melunasi atau
mengangsur hutangnya dengan
menggunakan kas sehingga mengurangi jumlah kas.
4. Bertambahnya Modal
Bertambahnya modal dapat menambah kas misalnya disebabkan karena adanya emisi saham baru, dan hasil penjualan
saham baru. Berkurangnya modal
dengan menggunakan kas dapat terjadi karena pemilik perusahaan mengambil kembali atau mengurangi modal yang tertanam dalam perusahaan sehingga jumlah kas berkurang.
5. Adanya Keuntungan Dan Kerugian Dari Operasi Perusahaan
Apabila perusahaan mendapatkan
keuntungan dari operasinya berarti terjadi penambahan kas bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga penerimaan
kas perusahaan pun bertambah.
Timbulnya kerugian selama periode tertentu dapat menyebabkan ketersediaan kas berkurang karena perusahaan
memerlukan kas untuk menutup
kerugian. Dengan kata lain, pengeluaran kas bertambah sehingga ketersediaan kas menjadi berkurang.
2.1.2.2 Perputaran Kas
Rahardjo (2007:117) menyatakan
bahwa perputaran kas merupakan
perbandingan antara jumlah penjualan dengan jumlah kas (termasuk yang tersimpan di Bank dan surat berharga atau efek yang segera dapat dijual atau diuangkan).
Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk membayar tagihan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputaran kas suatu perusahaan
maka semakin efisien tingkat penggunaan kas dan jika sebaliknya semakin rendah tingkat perputaran kas suatu perusahaan maka semakin tidak efisien, karena semakin banyaknya kas yang berhenti atau tidak dipergunakan.
2.3. Piutang
piutang timbul akibat adanya kebijakan penjualan secara kredit yang dilakukan oleh perusahaan. Pemberian kredit tersebut tentunya tidak akan langsung menghasilkan penerimaan berupa kas bagi perusahaan, namun akan
menimbulkan suatu piutang yang
kemudian akan berubah menjadi kas pada saat terjadi pelunasan atas piutang tersebut. Piutang menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:64) adalah hak atau klaim terhadap pelanggan atau pihak lain atas uang, barang dan jasa”. Sedangkan menurut Menurut Hery (2011:36) piutang mengacu pada sejumlah tagihan yang akan diterima oleh perusahaan dari pihak lain, baik sebagai akibat penyerahan barang dan jasa secara kredit, memberikan pinjaman
maupun sebagai akibat kelebihan
pembayaran kas kepada pihak lain (untuk piutang pajak). Ikatan Akuntan Indonesia, (2007:65-67) mengklasifikasikan menjadi: 1. Piutang Dagang dan Piutang Non
Dagang (trade and nontrade
receivable) Piutang dagang adalah
piutang terbuka yang tidak dijamin yang seringkali hanya disebut sebagai piutang usaha. Piutang non dagang timbul akibat transaksi seperti: penjualan sekuritas, pembayaran di muka atas pembelian, piutang dividen dan bunga dan sebagainya.
2. Piutang Lancar dengan Piutang Tak Lancar Piutang lancar mencakup semua piutang yang diidentifikasikan dapat tertagih dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal,
sedangkan piutang tak lancar
merupakan piutang yang
diidentifikasikan dapat tertagih dalam jangka waktu yang lebih dari satu tahun.
2.1.3.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi Dalam Piutang
Menurut Gitosudarmo (2002:82), beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang adalah sebagai berikut:
1. Volume penjualan kredit. Semakin besar jumlah penjualan kredit dari
keseluruhan penjualan akan
memperbesar jumlah piutang dan sebaliknya semakin kecil jumlah penjualan kredit dari keseluruhan piutang akan memperkecil jumlah piutang.
2. Syarat pembayaran bagi penjualan kredit. Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah piutangnnya dan semakin pendek batas waktu pembayaran kredit berarti semakin kecil besarnya jumlah piutang.
3. Ketentuan tentang batas volume penjualan kredit. Apabila batas maksimal volume penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah yang relatif besar maka besarnya piutang juga semakin besar.
4. Kebijakan membayar para pelanggan kredit. Apabila kebiasaan membayar para pelanggan dari penjualan kredit
mundur dari waktu yang
dipersyaratkan maka besarnya jumlah piutang semakin besar.
5. Kegiatan penagihan piutang dari pihak perusahaan bersifat aktif dan pelanggan melunasinya maka besarnya jumlah piutang relatif kecil, tetapi apabila kegiatan penagihan piutang bersifat pasif, maka besarnya jumlah piutang relatif besar.
2.1.3.2 Klasifikasi Piutang
Menurut Hery (2011), Penggolongan dari piutang terdiri dari:
1. Piutang Usaha.
Piutang usaha timbul dari penjualan secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa kepada pelanggan. Transaksi paling umum
yang menciptakan piutang usaha adalah penjualan barang dan jasa secara kredit. Piutang tersebut dicatat dengan mendebit akun piutang usaha. Piutang usaha semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relative pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan di neraca sebagai aktiva lancar.
2. Wesel Tagih
Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di saat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam
setahun. Maka biasanya
diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit lebih dari 60 hari. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan. Bila wesel tagih dan piutang usaha berasal dari transaksi penjualan maka hal itu kadang-kadang disebut piutang dagang (trade
receivable).
3. Piutang Lain – Lain
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari
satu tahun maka piutang ini
diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan dibawah judul investasi. Piutang lain-lain (other
receivable) meliputi piutang bunga,
piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan.
2.1.3.3 Perputaran Piutang
Menilai berhasil tidaknya kebijakan penjualan kredit suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara melihat tingkat perputaran piutang. Menurut Warren, Reeve dan Fees (2005) ”Perputaran piutang adalah usaha untuk mengukur
seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun”.
Berdasarkan definisi tersebut, rasio
perputaran piutang yang tinggi
mencerminkan kualitas piutang yang
semakin baik. Tinggi rendahnya
perputaran piutang tergantung pada besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Semakin cepat perputaran piutang berarti semakin cepat modal kembali. 2.4. Persediaan
Persediaan adalah barang-barang yang biasanya dapat dijumpai di gudang tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik berupa bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan operasi, atau barang-barang untuk keperluan suatu proyek (Indrajit, 2003). 2.1.3.3 Metode Penilaian Persediaan
Menurut Baridwan (2011) metode-metode penilaian persediaan yang paling umum ada 4 macam,yaitu :
1. Identifikasi Khusus (Spesific
Identification)
Biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode identifikasi khusus
memerlukan suatu cara untuk
mengidentifikasikan biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang. Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan terdiri dari berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya.
2. Biaya Rata-rata (average weight) Metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit.
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga.. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan metode biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan
manipulasi keuntungan. Tetapi,
keterbatasan dari metode biaya rata-rata ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode di mana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat.
3. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (First-in, First-out, FIFO)
Metode masuk pertama, keluar
pertama (first-in, first-out, FIFO)
didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam FIFO, unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode (end-of-period replacement cost).
4. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (Last-in, First-out, LIFO)
Metode masuk terakhir, keluar pertama (last-in, first-out, LIFO) didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. LIFO menghasilkan nilai lama dalam neraca dan dapat
memberikan angka harga pokok
penjualan yang aneh ketika tingkat persediaan menurun. Namun, LIFO adalah metode yang paling baik dalam pengaitan biaya persediaan saat ini dengan pendapatan saat ini.
Menurut Baridwan (2011) ada dua
metode dalam melakukan
1. Metode Persediaan Perpetual
Dalam metode perpetual, perusahaan akan mencatat setiap mutasi yang terjadi pada persediaan barangnya. Jadi akun Persediaan akan selalu menunjukkan nilai persediaan pada setiap saat.
2. Metode Persediaan Periodik
Dalam metode periodik, perusahaan tidak selalu mencatat mutasi yang terjadi pada persediaan yang dimilikinya. Akibatnya, pada akhir periode, perusahaan harus melakukan perhitungan secara fisik untuk mengetahui jumlah persediaan yang dimiliki pada saat itu.
2.1.4.2 Akibat Kelebihan dan Kekurangan Persediaan
Dalam suatu perusahaan sering kali terjadi suatu masalah persediaan terutama perusahaan dibidang manufaktur. Masalah persediaan diperusahaan manufaktur biasanya terjadi kelebihan persediaan dan kekurangan persediaan sehingga akan mengakibatkan perusahaan rugi. Akibat kelebihan dan kekurangan persediaan adalah sebagai berikut :
a. Akibat Kelebihan Persediaan. 1) Beban bunga meningkat.
2) Biaya penyimpanan dan
pemeliharaan digudang. 3) Resiko rusak.
4) Kualitas menurun.
b. Akibat Kekurangan Persediaan. 1) Proses produksi tergangggu.
2) Ada kapasitas mesin yang tidak terpakai.
3) Pesanan tidak dapat dipenuhi. Berdasarkan akibat-akibat dari
persediaan baik kelebihan maupun
kekurangan, persediaan dapat dijelaskan apabila persediaan kelebihan maka persediaan akan mnggangur digudang sehingga mengakibatkan persediaan usang karena tidak terpakai. Sebaliknya apabila persediaan kekurangan maka persediaan akan habis digudang sehingga pesanan tidak dapat dipenuhi dan mengakibatkan perusahaan rugi.
2.1.4.3 Perputaran Persediaan
Menurut Riyanto (2008) menyatakan bahwa Perputaran persediaan menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam persediaan berputar dalam satu periode tertentu. Sedangkan menurut Rahardjo (2007) menyatakan bahwa perputaran persediaan merupakan perbandingan antara jumlah penjualan dengan rata-rata jumlah persediaan selama satu tahun.
Apabila rasio perputaran sediaan yang di peroleh tinggi, ini menunjukkan perusahaan bekerja secara efisien dan likuid persediaan semakin baik. Demikian pula apabila perputaran sediaan rendah berarti perusahaan bekerja secara tidak efisien atau tidak produktif dan banyak barang sediaan
yang menumpuk. Hal ini akan
mengakibatkan investasi dalam tingkat pengembalian yang rendah.
III.
METODE
PENELITIAN 3.1. Kerangka BerfikirKerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Perputaran kas (X1) H
1
Perputaran piutang (X2) H2 Likuiditas (Y)
Perputaran sediaan (X3) H3
Berdasarkan kerangka pemikiran
yang dikembangkan maka dapat
dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha1 = Perputaran kas memiliki pengaruh positif terhadap likuiditas pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha2 = Perputaran piutang memiliki
pengaruh positif terhadap likuiditas pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha3 = Perputaran persediaan memiliki pengaruh positif terhadap likuiditas
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha4 = Perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan secara
3.2. Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2013-2015, data yang diambil
adalah data laporan keuangan
perusahaan manufaktur sektor 3 Industri Dasar & Kimia sedangkan pemilihan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling, yaitu teknik
penentuan sampel dengan
pertimbangan atau sesuai kriteria tertentu. Adapun kriteria yang
digunakan dalam penentuan sampel penelitian sebagai berikut:
1. Perusahaan yang dijadikan sampel adalan perusahaan Manufaktur pada Sektor 3 yaitu Sektor Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015.
2. Perusahaan yang terdaftar di BEI harus menggunakan mata uang Rupiah.
3. Perusahaan tersebut
mempublikasikan laporan
keuangan yang lengkap terutama laporan laba rugi dan neraca yang telah diaudit selama periode tahun 2013, 2014 dan 2015.
Tabel 3.1
Daftar Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di BEI 2013-2015
No. Nama Perusahaan Kode Jenis Industri
1 Indocement Tunggal Prakarsa Tbk INTP
Semen
2 Semen Baturaja Tbk SMBR
3 Holcim Indonesia Tbk SMCB
4 Semen Indonesia Tbk SMGR
5 Wijaya Karya Beton Tbk WTON
6 Asahimas Flat Glass Tbk AMFG
Keramik, Porselen dan Kaca
7 Arwana Citra Mulia Tbk ARNA
8 Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk IKAI
9 Keramika Indonesia Assosiasi Tbk KIAS
10 Mulia Industrindo Tbk MLIA
11 Surya Toto Tbk TOTO
12 Alaska Industrindo Tbk ALKA
Logam dan
Sejenisnya
13 Alumindo Light Metal Industry Tbk ALMI
14 Saranacentral Bajatama Tbk BAJA
15 Beton Jaya Manunggal Tbk BTON
16 Citra Turbindo Tbk CTBN
Logam dan
Sejenisnya
17 Gunawan Dianjaya Steel Tbk GDST
18 Indal Alumunium Industry Tbk INAI
19 Steel Pipe Industri of Indonesia Tbk ISSP
20 Jakarta Kyoei Steel Work Tbk JKSW
21 Jayapari Steel Tbk JPRS
22 Krakatau Steel Tbk KRAS
24 Lionmesh Prima Tbk LMSH
25 Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL
26 Pelangi Indah Canindo Tbk PICO
27 Tembaga Mulia Semanan Tbk TBMS
28 Barito Pacific Tbk BPRT
Kimia
29 Budi Strach & Sweetner Tbk BUDI
30 Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS
31 Ekadharma International Tbk EKAD
32 Eterindo International Tbk ETWA
Kimia
33 Intan Wijaya International Tbk INCI
34 Sorini Agro Asia Corporindo Tbk SOBI
35 Indo Acitama Tbk SRSN
36 Chandra Asri Petrochemical Tbk TPIA
37 Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC
38 Alam Karya Unggul Tbk AKKU
Plastik dan Keemasan
39 Argha Karya Prima Industry Tbk AKPI
40 Asiaplast Industries Tbk APLI
41 Berlina Tbk BRNA
42 Lotte Chemical Titan Tbk FPNI
43 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR
44 Impack Pratama Industry Tbk IMPC
Plastik dan Keemasan
45 Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL
46 Sekawan Intipratama Tbk SIAP
47 Siwani Makmur Tbk SIMA
48 Tunas Alfin Tbk TALF
49 Trias Sentosa Tbk TRST
50 Yana Prima Hasta Persada Tbk YPAS
51 Charoen Pokphand Industry Tbk CPIN
Pakan Ternak
52 Japfa Comfeed Indonesia Tbk JPFA
53 Malindo Feedmil Tbk MAIN
54 Sierad Produce Tbk SIPD
55 SLJ Global Tbk SULI Kayu dan
Pengolahannya
56 Tirta Mahakam Resource Tbk TIRT
57 Alkindo Naratama Tbk ALDO
Pulp dan
Kertas
58 Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk DAJK
59 Fajar Surya Wisesa Tbk FASW
60 Indah Kiat Pulp & Paper Tbk INKP
Pulp dan
Kertas
61 Toba Pulp Lestari Tbk INRU
62 Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk KBRI
63 Kedawung Setia Industrial Tbk KDSI
64 Suparma Tbk SPMA
65 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk TKIM
JURNAL ILMIAH EKONOMI AKUNTANSI MANAJEMEN PELITA ILMU-VOL 11. NO.1 – April 2017
Tulisan 4, Oleh: Nani Hartati & Rina Cahyani Page
3.3. Metode Analisis
Pengujian analisis terhadap penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi berganda, yaitu teknik
analisis yang digunakan untuk
mengungkapkan apakah ada pengaruh antara dua variabel atau lebih dimana memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor. Formula pada regresi linear (regresi linear berganda) yang umum disimpulkan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Model analisis regresi linear berganda yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
CRi,t = α + β1 CT i,t + β2 RT i,t + β3 IT i,t + ε i,t
Keterangan :
CRi,t = Current Ratio
CT i,t = Cash Turnover
RT i,t = Receivable Turnover
IT i,t = Inventory Turnover
α = Konstanta Persamaan
Regresi
β = Koefisien Regresi
ε = Error
Dalam penelitian ini, peneliti juga akan menganalisa data menggunakan: (1) Statistik Deskriptif, (2) Uji Asumsi Klasik , (3) Uji Hipotesis. Penelitian ini menggunaka program SPSS 20 untuk pengolahan data.
3.4. Statistik Deskriptif Data
Penelitian ini menggunakan Outlier dikarenakan adanya data yang menyimpang atau nilai yang terlalu jauh dengan yang lainnya sehingga ada 3 perusahaan (PT. Jayapari Steel Tbk, PT. Intan Wijaya International Tbk dan PT. Suparma Tbk) yang tidak terpakai sehingga penelitian ini hanya terdiri dari 33 sampel per tahun atau menjadi 99 sampel selama tiga tahun. Hasil analisis deskriptif variabel penelitian disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Descriptive Statistics
N Min Max Mean Std. Deviation CTO 99 .62 222.79 30.2461 34.92650 RTO 99 .43 64.82 8.6283 7.65985 ITO 99 .94 70.41 6.3089 10.08571 CR 99 .09 13.35 2.7842 2.83584 Valid N (listwis e) 99
Sumber : Hasil olah data SPSS 20
Berdasarkan tabel 4.3 hasil terhadap Perputaran Kas (CTO) menunjukkan nilai terkecil adalah 0,64 yang terdapat di PT. Semen Baturaja Tbk pada tahun 2014 yang berarti bahwa dalam sampel (perusahaan) tersebut terjadi perputaran kas hanya 1 kali dan nilai terbesar adalah 222,79 pada PT. Pelangi Indah Canindo Tbk pada tahun 2015 yang berarti dalam perusahaan tersebut terjadi perputaran kas sebanyak 223 kali. Perputaran kas memiliki rata-rata 30,2461 yang berarti perputaran kas terjadi 30 kali. Dengan standar deviasi sebesar 34,92650
menunjukan ukuran perputaran kas
cenderung heterogen, karena lebih besar daripada nilai rata-ratanya.
Hasil analisis deskriptif terhadap
variabel perputaran piutang (RTO)
menunjukan nilai terkecil 0,43 pada PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk pada tahun 2013 dan nilai terbesar 64,82 pada PT. Semen Baturaja Tbk tahun 2013. Rata-rata perputaran piutang adalah sebesar 8,6283 yang berarti perputaran piutang adalah 9 kali. Dengan demikian pada PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dapat dikatakan penagihan piutang dianggap tidak berhasil karena hamper tidak terjadi penagihan (0,4). Namun, untuk PT. Semen Baturaja Tbk tahun 2013 dianggap berhasil karena melebihi rata-rata perputaran piutang industry. Dengan standar deviasi 7,65985 menunjukan tingkat perputaran piutang cenderung homogen, karena lebih kecil daripada nilai rata-ratanya.
Hasil analisis deskriptif dari variabel perputaran sediaan (ITO) menunjukan nilai terkecil 0,94 pada PT. Semen Indonesia Tbk tahun 2013 dan nilai terbesar adalah 70,41 pada PT. Alaska Industrindo Tbk tahun 2013. Nilai rata-rata untuk ITO adalah 6,3089 yang artinya sediaan barang dagangan di ganti 6 kali dalam setahun. Jika nilai
perputaran sediaan < 6 kali maka dapat dikatakan sediaan pada perusahaan tersebut kurang baik, sedangkan jika nilai perputaran sediaan > 6 kali maka dapat dikatakan sediaan pada perusahaan tersebut lebih baik karena perusahaan tidak menahan sediaan dalam jumlah yang berlebihan. Dengan standar deviasi 10,08571 menunjukan penyebaran perputaran sediaan cenderung heterogen, karena lebih besar daripada nilai rata-ratanya.
Hasil analisis terhadap variabel
Current Ratio (CR) menyatakan bahwa
nilai terkecil adalah 0,09 yaitu pada PT. Saranacentral Bajatama Tbk pada tahun 2014 dan nilai terbesar 13,35 pada PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk pada tahun 2015. CR juga memiliki nilai rata-rata 2,7842 dengan nilai standar deviasi 2,83584 yang artinya CR cenderung heterogen, karena lebih besar daripada nilai rata-ratanya.
IV. PENGUJIAN HIPOTESIS DAN PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis akan dijabarkan sebagai berikut:
4.1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik merupakan syarat utama untuk menilai apakah persamaan regresi yang digunakan sudah memenuhi syarat BLUE (Best
Linear Unbiased Estimator). Untuk
itu, maka harus dilakukan pengujian terhadap empat asumsi klasik berikut ini:
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data variabel independen dan data variabel dependen pada persamaan regresi berdistribusi normal atau tidak.
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Sumber : Hasil olah data SPSS 20 Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa p-p plot bisa dikatakan segaris yang artinya data tersebut lulus dari uji normalitas. 2) Uji Autokorelasi
Uji autokarelasi bertujuan uutuk mengetahui apakah dalam model regresi linear bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear terdapat koreksi antara pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1) (Ghozali, 2005). Alat analisis yang digunakan adalah uji Durbin-Watson.
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb Mo del R R Squa re Adjust ed R Square Std. Error of the Estimat e Durbi n-Wats on 1 .41 3a .171 .145 2.6228 1 1.95 0 a. Predictors: (Constant), ITO, RTO, CTO b. Dependent Variable: CR
Sumber : Hasil olah data SPSS 20 Berdasarkan tabel 4.5 di atas nilai nilai Durbin-Watson 1,950 yang bisa disimpulkan bahwa DU < DW < 4-DU yang berarti 1,7355 < 1,950 < 2,2645 (4 – 1,7355) terbebas dari autokorelasi. Dengan tabel Durbin Watson terdapat K-3, DL = 1,6108 dan DU = 1,7355 dengan N = 99. 3) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat masalah
multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolineritas dapat dilihat pada nilai Variance Inflation
Faktor (VIF) dan Tolerance.
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolineritas Coefficientsa
Model t Sig. Collinearity Statistics Toleran ce VIF 1 (Consta nt) 5.725 .000 CTO -2.937 .004 .899 1.112 RTO 2.642 .010 .987 1.013 ITO -.461 .646 .910 1.099 a. Dependent Variable: CR
Sumber: Hasil olah data sekunder SPSS 20
Tabel di atas menunjukkan bahwa
semua variabel bebas
multikolinearitas dari yang dilihat dari nilai VIF di bawah 10 dan
Tolerance di atas 0,10 sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.
4) Uji Heterokedastisitas
Menurut Imam Ghozali, uji
heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya Model regresi yang baik tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk
melihat ada atau tidaknya
heterokedastisitas dapat dilihat dengan grafik scatterplot dibawah ini:
Gambar 4.2
Hasil Uji Heterokedastisitas
Sumber : Hasil olah data sekunder SPSS 20
Berdasarkan grafik scatterplot diatas terlihat bahwa diagram pencar tidak
membentuk pola tertentu tetapi menyebar secara acak serta tersebar baik dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heterokedastisitas.
4.2. Uji Regresi Linear Berganda Tabel 4.7
Hasil Uji Regresi Linear Berganda Coefficientsa Model Unstandardiz ed Coefficients Standa rdized Coeffic ients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Cons tant) 2.782 .486 5.725 .000 CTO -.023 .008 -.289 -2.937 .004 RTO .092 .035 .248 2.642 .010 ITO -.013 .028 -.045 -.461 .646 a. Dependent Variable: CR
Sumber : Hasil olah data sekunder SPSS 20
Berdasarkan hasil perhitungan regresi secara keseluruhan, diperoleh hasil persamaan regresi sebagai berikut : CR = 2,782 – 0,023 CTO + 0,092 RTO – 0,013 ITO
α = nilai konstanta Likuiditas (Current Ratio) yaitu sebesar 2,782 artinya likuiditas memiliki nilai koefisien regresi sebesar 2,782. β1 = koefisien regresi variabel jumlah
Cash Turnover (X1) sebesar
-0,023 artinya setiap kenaikan 1 persen perputaran kas, pengaruh Likuiditas mengalami penurunan
sebesar 0,023 persen, ini
menunjukkan adanya hubungan yang tidak searah antara Perputaran Kas
(X1) dengan Likuiditas (Y), dengan asumsi variabel lain konstan.
β2 = koefisien regresi variabel
Receivable Turnover (X2) sebesar
0,092 artinya setiap kenaikan 1 persen perputaran piutang, pengaruh Likuiditas akan bertambah sebesar 0,092 persen, ini menunjukkan adanya hubungan yang searah antara Perputaran Piutang (X2) dengan Likuiditas (Y), dengan asumsi variabel lain konstan.
β3 = koefisien regresi variabel
Inventory Turnover (X3) sebesar
-0,013 artinya setiap kenaikan 1 persen perputaran sediaan, pengaruh Likuiditas mengalami penurunan
sebesar 0,013 persen, ini
menunjukkan adanya hubungan yang tidak searah antara Perputaran Sediaan (X3) dengan Likuiditas (Y), dengan asumsi variabel lain konstan. 4.3. Uji Hipotesis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda. Analisis ini untuk
menguji kemampuan variabel
perputaran kas (X1), perputran piutang (X2) dan perputaran sediaan (X3) mempengaruhi Likuiditas (Y). 1) Uji Koefisien Determinasi (R²)
Menghitung (R²) digunakan untuk mengukur ketepatan yang paling baik dari analisis regresi linier berganda. Jika (R²) yang diperoleh mendekati 1 (satu) maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut dalam menerangkan variasi variabel bebas terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika (R²) mendekati 0 (nol) maka semakin lemah variasi variabel-variabel bebas menerangkan variabel terikat.
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb Mo del R R Squar e Adjusted R Square Std. Error of the Estimat e Durbi n-Watso n 1 .413a .171 .145 2.62281 1.950
a. Predictors: (Constant), ITO, RTO, CTO b. Dependent Variable: CR
Sumber : Hasil olah data sekunder SPSS 20
Berdasarkan tabel 4.8, terdapat nilai
Adjusted R Square sebesar 0,145 atau
sebesar 14,5 % hal tersebut menunjukan bahwa perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran
sediaan berpengaruh terhadap
Likuiditas (CR) sebesar 14,5%, sedangkan sisanya 85,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
2) Uji Parsial (Uji Statistik T) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel X (perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran sediaan) terhadap variabel Y (Likuiditas). Uji statistik ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi yang diperoleh masing-masing variabel.
Tabel 4.9 Hasil Uji Statistik T Coefficientsa Model Unstandardiz ed Coefficients Standa rdized Coeffici ents t Sig. B Std. Error Beta 1 (Const ant) 2.782 .486 5.725 .000 CTO -.023 .008 -.289 -2.937 .004 RTO .092 .035 .248 2.642 .010 ITO -.013 .028 -.045 -.461 .646 a. Dependent Variable: CR
Sumber : Hasil olah data sekunder SPSS 20
Ha1 : Peputaran Kas berpengaruh signifikan positif terhadap Likuiditas Dari hasil perhitungan secara parsial diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,004 Karena nilai signifikan yang diperoleh < 0,05 maka Perputaran kas berpengaruh signifikan terhadap likuiditas. Koefisien perputaran kas dengan nilai -0,023 yang menunjukan bahwa perputaran kas bernilai negatif terhadap likuiditas. Hal ini berarti Ha1 ditolak.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Lastiur Monalisa (2012) yang menyatakan bahwa perputaran kas merupakan salah satu ukuran dari pengembalian aktiva lancar menjadi
kas melalui penjualan yang
merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui sejumlah kas yang
dimiliki perusahaan, dimana
perputaran kas berpengaruh
menurunkan terhadap likuiditas. Walaupun perputaran kas yang dimiliki perusahaan tinggi namun kas yang dimiliki perusahaan rendah akibat dari kurang efektifnya perputaran persediaan yang rendah dan mengakibatkan menimbunnya persediaan yang belum dapat terjual dan tercairkan menjadi kas, sehingga dalam membayar kewajiban jangka pendek perusahaan tidak mampu membayar hutangnya. Hal ini juga menolak penelitian yang dilakukan oleh Siwimerta (2010) dan Imam Fatkhurridlo (2015) yang menyatakan
bahwa perputaran kas tidak
berpengaruh signifikan terhadap likuiditas.
Ha2 : Peputaran Piutang berpengaruh signifikan positif terhadap Likuiditas Dari hasil perhitungan secara parsial diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,010. Karena nilai signifikan yang diperoleh < 0,05 maka Perputaran piutang berpengaruh signifikan terhadap likuiditas. Koefisien perputaran piutang dengan nilai 0,092 yang menunjukan bahwa perputaran piutang bernilai positif terhadap likuiditas. Hal ini berarti Ha2 diterima.
Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Anastasia V.
Puspitasari (2013) dan Sriwimerta (2010) yang menyatakan bahwa perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap likuiditas. Menurut teori yang dikemukakan oleh Kasmir (2013) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi perputaran piutang menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin rendah dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin baik. Hal ini berarti semakin tinggi perputaran piutang maka semakin cepat tagihan yang masuk sehingga perusahaan dapat mengkonversikan tagihan yang masuk menjadi kas. Kas ini dapat
digunakan perusahaan untuk
membiayai kewajiban jangka
pendeknya. Hal ini juga menolak penelitian yang dilakukan oleh Lastiur Monalisa (2012), Yessi Ezwita (2014) dan Imam Fatkhurridlo (2015) yang menyatakan bahwa perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas.
Ha3 : Peputaran Persediaan
berpengaruh signifikan positif terhadap Likuiditas
Dari hasil perhitungan secara parsial diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,646. Karena nilai signifikan yang diperoleh > 0,05 maka Perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas. Koefisien perputaran persediaan dengan nilai
-0,013 yang menunjukan bahwa
perputaran persediaan bernilai negatif terhadap likuiditas. Hal ini berarti Ha3 ditolak.
Hasil ini mendukung penelitian Imam Fatkhurridlo (2015) yang menyatakan bahwa adanya persediaan yang terlalu
besar dibandingkan dengan
kebutuhan akan memperbesar beban
bunga, memperbesar biaya
penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, keusangan, sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan. Sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil dalam inventory akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga,
karena kekurangan material
dengan luas produksi yang optimal. Hal ini juga menolak penelitian yang di lakukan oleh Yessi Ezwita (2014) yang menyatakan bahwa perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap likuiditas.
3) Uji Simultan (Uji Statistik F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel X (Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Sediaan) secara bersamaan terhadap variabel Y (Likuiditas).
Tabel 4.10 Hasil Uji Statistik F ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Squar e F Sig. 1 Regres sion 134.597 3 44.866 6.522 .000 b Residu al 653.518 95 6.879 Total 788.115 98 a. Dependent Variable: CR
b. Predictors: (Constant), ITO, RTO, CTO
Sumber : Hasil Olah Data Sekunder SPSS 20
Dari tabel 4.10 diatas, maka hasil regresi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Ha4 : Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Sediaan berpengaruh signifikan positif terhadap Likuiditas
Dari hasil perhitungan secara simultan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai signifikan yang diperoleh < 0,05 maka Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Sediaan berpengaruh signifikan terhadap Likuiditas. Dan Koefisien Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Sediaan
sebesar 6,522 yang menunjukan bahwa Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Sediaan bernilai positif terhadap Likuiditas. Hal ini berarti Ha4 diterima.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis pada penelitian ini maka dapat diambil kesimpulannya, yaitu:
1. Perputaran Kas berpengaruh signifikan negatif terhadap Likuiditas. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi perputaran kas maka tingkat likuiditas pada perusahaan Industri Dasar dan Kimia akan semakin rendah. 2. Perputaran Piutang berpengaruh
signifikan positif terhadap Likuiditas. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi perputaran piutang maka tingkat ikuiditas pada perusahaan Industri Dasar dan Kimia akan semakin tinggi.
3. Perputaran Sediaan tidak
berpengaruh signifikan positif terhadap Likuiditas. Hal ini menunjukan bahwa Perputaran
sediaan tidak memberikan
pengaruh terhadap Likuiditas dan semakin tinggi tingkat perputaran sediaan maka tingkat likuiditas pada perusahaan Industri Dasar dan Kimia akan semakin tinggi. 4. Perputaran Kas, Perputaran
Piutang dan Perputaran Sediaan secara simultan dan signifikan mempengaruhi tingkat likuiditas pada perusahaan Industri Dasar dan Kimia sebesar 14,5 % dan
sisanya sebesar 85,5 %
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini.
Bambang Riyanto. 2001. Hlm: 289. Dasar –
Dasar Pembelanjaan Perusahaan.
Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: YBPFE UGM.
Baridwan, Zaki. 2011. Intermediate Accounting. Edisi Kedelapan.
Cetakan Keempat. Yogyakarta:
BPFE.
Darmansyah. 2015. Pengantar Akuntansi 2, (Online)
(http://darmansyah.weblog.esaunggul.
ac.id/2015/03/21/metode-pencatatan-persediaan/ di akses tanggal 05
Desember 2016)
Ezwita, Yesi. 2014. Pengaruh Perputaran
Piutang, Perputaran Persediaan, Return On Assets dan Rasio Utang terhadap Likuiditas pada Perusahaan Industri Dasar dan Kimia yang Listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013. Tanjungpinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji. Fatkhurridlo, Imam. 2015. Pengaruh
Perputaran Kas, Perputaran Persediaan, Perputaran Piutang dan Debt to Equity Ratio terhadap Likuiditas pada Perusahaan Konsumsi Bidang Farmasi yang terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES) periode 2010-2014.
Pekalongan : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).
Hery. 2011. Akuntansi (Aktiva, Utang dan
Modal). Jakarta : Gava Media.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Kasmir. 2013. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mahendra, Giri. 2013. Uji Asumsi Klasik
(Sebagai Syarat Uji Regresi Linear
Berganda), (Online),
(http://girimahendra.blogspot.co.id/20
13/05/uji-asumsi-klasik-sebagai-syarat-uji.html diakses tanggal 25
Desember 2016).
Monalisa, Lastiur. 2012. Pengaruh
Perputaran Kas dan Perputaran Piutang terhadap Likuiditas.
Bandung : Universitas Komputer Indonesia.
Olah, Data. 2012. Uji Hipotesis
Menggunakan Regresi Berganda, Uji F, Uji T, dan Adjusted R Squared, (Online),
(http://dataolah.blogspot.co.id/2012/0
8/regresi-berganda-uji-f-uji-t-dan.html diakses tanggal 25
Desember 2016)
Priady, Wahyu. 2015. Uji Hipotesis : Uji Simultan atau Uji F Dengan SPSS 20, (Online),
(http://jempolbayek.blogspot.co.id/20
15/11/uji-hipotesis-uji-simultan-atau-uji-f.html diakses tanggal 26
Desember 2016).
Puspitasari, Anastasia V. 2013. Analisis
Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Perputaran Piutang, Rasio Hutang dan Operating Cycle terhadap Likuiditas. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Pustaka dWipeda. 2002. Pengertian Piutang
Dalam Akuntansi, (Online)
(http://pustaka.dwipena.com/ekonomi
/pengertian-piutang-dalam-akuntansi/ di akses tanggal 05 Desember 2016)
Saputra, Mochamad Ali Dwi. 2015.
Pengertian Kas Dalam Akuntansi,
(Online)
(http://alicyborg.blogspot.co.id/2015/
12/pengertian-kas-dalam-akuntansi.html di akses tanggal 05 Desember 2016)
Sutrisno. 2009. Hlm : 220. Manajemen
Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi, Edisi Pertama, Cetakan
Ketujuh. Yogyakarta : Penerbit Ekonisia.
http://www.idx.co.id/ di akses tanggal 8