• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SULAWESI SELATAN

4.1

Pendahuluan

Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai ekonomi dengan menggunakan teknologi, baik yang sederhana maupun yang lebih kompleks. Dengan demikian perikanan tangkap adalah suatu proses produksi yang memiliki nilai ekonomi yang melibatkan berbagai komponen, dimana komponen utama adalah manusia, unit penangkapan, dan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan.

Keterkaitan antara komponen utama dalam perikanan tangkap akan menentukan keadaan perikanan tangkap pada setiap kawasan perairan yang menjadi lokasi penangkapan. Keadaan perikanan tangkap menyangkut jumlah produksi ikan, jumlah upaya penangkapan ikan, dan komposisi produksi jenis ikan. Produksi ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan mencapai 48,21% atau 46 301,3 ton dari total produksi ikan pelagis kecil Sulawesi Selatan. Demikian juga produksi ikan pelagis kecil yang mencapai 55,6% dari kelompok jenis ikan lainnya (pelagis besar dan demersal) di perairan pantai barat Sulawesi Selatan (Laporan statistik perikanan Sulawesi Selatan 2006). Presentase produksi ikan pelagis kecil tersebut mengindikasikan ketersediaan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan lebih besar dibandingkan perairan pantai lainnya di Sulawesi Selatan.

Produksi ikan pelagis kecil diperoleh dari beragam unit penangkapan, sehingga perlu dideskripsikan untuk mengetahui aktivitas penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan yang memiliki tipikal berbeda. Aktivitas penangkapan adalah metode pengoperasian alat tangkap, produksi ikan, baik jumlah maupun komposisi jenis ikan, dan lokasi penangkapan. Jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis kecil antara lain, pukat cincin, payang, bagan perahu, bagan tetap, jaring insang hanyut, jaring insang tetap,

(2)

jaring insang lingkar (Widodo et al 1994; Zarohman et al. 1996; Pet Soede et al. 1999).

Wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Selatan di bagian utara yang mencakup kabupaten Polewali Mandar, Majene, dan Mamuju saat ini merupakan Provinsi Sulawesi Barat. Namun deskripsi unit penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten Polewali Mandar, Majene dan Mamuju tetap dievaluasi dalam penelitian ini.

4.2 Tujuan

Mendeskripsikan spesifikasi alat tangkap ikan, metode pengoperasian dan lokasi penangkapan, serta produksi berdasarkan jenis ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan.

4.3 Metodologi

Deskripsi alat tangkap ikan pelagis kecil yang dioperasikan di perairan

pantai barat Sulawesi Selatan dilakukan berdasarkan 4 jenis alat tangkap, yaitu pukat cincin, bagan rambo, bagan perahu, dan payang. Pemilihan alat tangkap berdasarkan kondisi di lapangan yang berkaitan dengan kemudahan akses untuk mendapatkan data produksi.

4.3.1 Lokasi pengamatan

Pengamatan alat tangkap ikan pelagis kecil dilakukan di Kabupaten Barru (zona A), Polewali Mandar (zona B), dan Majene (zona C). Pengamatan dilakukan mulai bulan Mei hingga Desember 2007. Jenis alat tangkap yang diamati di kabupaten Barru adalah bagan rambo dan pukat cincin. Bagan rambo berpangkalan di desa Sumpang Binangae dan pukat cincin di desa Siddo. Alat tangkap yang diamati di kabupaten Polewali Mandar adalah bagan perahu yang berpangkalan di desa Tonyaman dan pukat cincin di desa Massangan. Alat tangkap yang diamati di Kabupaten Majene adalah payang yang berpangkalan di desa Banggae. Pengambilan data penangkapan di lokasi pengamatan dibantu oleh beberapa orang. Pemilihan lokasi pengamatan berdasarkan dimana terdapat konsentrasi nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ikan pelagis kecil.

(3)

4.3.2 Analisis data

Spesifikasi alat tangkap dan kapal yang diamati diketahui berdasarkan wawancara dengan nelayan. Hasil wawancara kemudian dibuat sketsa konstruksi alat tangkap. Sketsa spesifikasi pukat cincin mengikuti Sudrajat et al. (1995), sedangkan payang mengikuti Sudrajat et al. (1995) dan Najamuddin (2004) (Lampiran 5). Produksi dari masing-masing alat tangkap yang diamati diketahui dengan memberikan buku catatan produksi kepada nelayan untuk diisi. Buku catatan produksi berisi tanggal, jenis ikan, jumlah hasil tangkapan (kg), dan lokasi penangkapan. Kendala dalam pengisian buku catatan produksi adalah terdapat unit penangkapan yang tidak beroperasi, misalnya karena kerusakan mesin kapal, seperti pada pukat cincin yang berpangkalan di desa Siddo, kabupaten Barru, sedangkan pukat cincin di desa Massangan, kabupaten Polewali Mandar mulai melakukan pencatatan produksi bulan Juni. Bagan perahu yang berpangkalan di desa Binuang tidak melakukan pencatatan mulai bulan Oktober hingga Desember. Payang yang berpangkalan di desa Banggai tidak melakukan operasi penangkapan pada bulan Mei. Kendala tersebut menyebabkan perbedaan pencatatan produksi dari setiap unit penangkapan yang diamati. Produksi ikan dari setiap unit penangkapan ikan dianalisis secara deskriptif menggunakan grafik.

Metode pengoperasian alat tangkap dan posisi geografi daerah penangkapan ikan ditentukan dengan mengikuti langsung operasi penangkapan ikan pada setiap unit penangkapan di lokasi amatan. Penentuan posisi geografi menggunakan Global Positioning System (GPS). Posisi geografi daerah penangkapan kemudian dipetakan dengan menggunakan peta dasar rupa bumi skala 1:50000 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) tahun 1991.

4.4 Hasil

4.4.1 Spesifikasi alat tangkap (1) Payang

Spesifikasi payang (Lampiran 2) terdiri dari sayap, badan, dan kantong. Bagian sayap mencapai panjang total 65 m, menggunakan bahan jaring yang terbuat dari nylon mulfilament nomor 210/D15 dan terdiri dari 3 bagian yang berbeda ukuran mata jaring, yaitu 30 cm, 45 cm dan 60 cm.

(4)

Badan jaring terletak antara sayap dan kantong menggunakan bahan nylon multifilament nomor 210D/12. Panjang total badan jaring 35,5 m dan terbagi atas 4 bagian dengan ukuran mata jaring yang berbeda, yaitu 7 cm, 10 cm, 15 cm, 30 cm. Bagian pertama adalah mulut jaring sampai bagian kedua memiliki ukuran mata jaring 30 cm, bagian kedua mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil, yaitu 15 cm, bagian ketiga ukuran mata jaring 10 cm dan bagian keempat yang berhubungan dengan kantong memiliki ukuran mata jaring 7 cm.

Bagian kantong pada payang merupakan tempat menampung ikan hasil tangkapan. Jaring pada bagian kantong terbuat dari bahan nylon multifilament nomor 210 D/9 dengan panjang 17 m. Ukuran mata jaring pada setiap potongan jaring berbeda, dimana ukuran mata jaring akan semakin kecil ke arah bawah kantong dengan ukuran 0,5 cm, 1,5 cm, 2,5 cm, dan 5 cm.

Konstruksi payang menggunakan beberapa jenis tali dengan fungsi yang berbeda. Tali ris atas berfungsi sebagai tempat untuk mengikat jaring yang terbuat dari bahan multifilamen nomor 3, selain itu juga digunakan untuk mengikat pelampung. Tali ris bawah untuk mengikat pemberat terbuat dari bahan multifilamen nomor 4. Panjang tali ris atas 150 meter dan panjang tali ris bawah 130 meter. Selain tali ris juga terdapat tali selambar yang dalam pengoperasian payang digunakan untuk menarik jaring. Panjang tali selambar 100 m pada bagian sayap kiri dan kanan.

Terdapat 2 jenis pelampung, yaitu pelampung tanda dan pelampung utama. Pelampung tanda terbuat dari bahan plastik berbentuk bola, dengan diameter 30 cm, sebanyak satu buah. Pelampung utama yang terbuat dari kayu bakau (Rhyzopora) berbentuk batang, dengan ukuran panjang 32,5 cm berdiameter 26 mm, sebanyak 6 buah. Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan bagian tertentu jaring, menahan perubahan bentuk jaring dari pengaruh arus, demikian juga dengan pelampung memberi bentuk pada jaring serta menjaga mulut jaring agar selalu terbuka selama berlangsungnya penarikan jaring. Pemberat ini terbuat dari bahan timah berbentuk silinder dengan panjang 15 cm dengan diameter 3 cm, berjumlah 6 buah, dengan berat masing-masing 2 kg yang diikat pada bagian tengah mulut jaring bagian bawah.

(5)

Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang (Lampiran 1) mempunyai ukuran panjang: 16,5 meter, lebar: 2 meter dan tinggi: 1,10 meter dengan kapasitas muatan 7,05 ton. Kapal yang digunakan menggunakan mesin berkekuatan 29,5 PK menggunakan bahan bakar solar.

2) Pukat cincin

Pukat cincin terdiri dari tiga bagian, yaitu sayap, badan dan kantong. Panjang jaring umumnya 300-400 meter dan lebar 40-50 meter dengan ukuran mata jaring pada bagian sayap dan badan 1,25 inci, pada bagian kantong 1 inci. Benang yang digunakan pada bagian sayap dan badan terbuat dari bahan nylon multifilament nomor benang 210 D/6 dan nomor 210 D/9 pada bagian kantong.

Tali ris atas dan tali pelampung terbuat dari polyethylene (PE) diameter 12 dan 10 mm, demikian pula untuk tali ris bawah dan tali pemberat. Tali kolor (purse line) berfungsi untuk mengkerucutkan bagian kantong, terbuat dari bahan PE berdiameter 14 mm.

Pelampung terbuat dari bahan plastik berbentuk bola berdiameter 8 cm yang dipasang pada bagian atas jaring, sedangkan untuk pemberat menggunakan timah hitam berbentuk cincin dengan berat 1 kg, yang juga berfungsi sebagai tempat lewatnya tali kolor. Alat bantu penangkapan yang umum digunakan adalah lampu dan rumpon, atau kombinasi keduanya. Lampu yang digunakan umumnya lampu petromaks, diletakkan sisi kiri dan kanan pada perahu lampu atau sekoci, jumlah setiap perahu lampu sebanyak 6-12 unit.

Kapal pukat cincin (Lampiran 1) umumnya berukuran panjang: 14-16 m, lebar: 2,5-3,8 m, serta tinggi: 1-1,8 m. Mesin penggerak yang digunakan sebanyak 2 unit dengan kekuatan masing-masing 30 PK dan 24 PK. Penarikan tali kolor menggunakan mesin roller berkekuatan 18 PK. Perahu lampu berukuran panjang 5-7 m, lebar 1,3-1,5 m, dan tinggi 0,5-0,7 m. Tempat penyimpanan ikan menggunakan peti berukuran panjang 2 m, lebar 2,5-3,3 m dan tinggi 1-1,8 m.

(3) Bagan rambo

Bagan rambo atau juga disebut bagan perahu listrik memiliki ukuran yang besar. Apabila akan pindah lokasi penangkapan dibutuhkan kapal lain untuk menarik, dengan demikian bagan rambo dalam pengoperasiannya tidak sama dengan bagan perahu yang dilengkapi mesin penggerak. Komponen bagan rambo

(6)

(Lampiran 1) adalah perahu, rangka bagan, jaring, bingkai jaring, roller, generator, lampu, rumah bagan.

Jaring yang digunakan berbentuk segiempat dengan ukuran 29 m x 29 m dan terbuat dari bahan waring hitam (polypropylene) dengan ukuran mata jaring 0,5 cm, dimana pada tepi jaring di pasang bingkai agar jaring tetap berbentuk segiempat. Tali ris terbuat dari bahan polyethilene dengan diameter 1 cm sebagai penguat. Pada bingkai tersebut dipasang jaring dan tali penggantung yang dihubungkan ke roller jaring dan pada setiap sudut jaring di pasang pemberat 20 kg agar jaring tetap berbentuk segiempat pada saat dioperasikan.

Rangka bagan rambo dirakit pada sisi kanan dan kiri kapal. Fungsi dari rangka adalah: 1) tempat menggantungkan jaring, 2) menjaga keseimbangan perahu, 3) tempat untuk melakukan setting dan hauling, 4) tempat menggantungkan lampu, 5) tempat dudukan roller. Ukuran rangka umumnya 30 m x 30 m. Dua buah tiang yang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) berbentuk bulat dengan tinggi 13 m dan diameter 30 cm dipasang pada tengah perahu untuk menahan rangka bagan. Tiang tersebut diikat dengan kawat baja sebagai penggantung rangka pada tiang.

Roller pada bagan rambo sebanyak 3 unit dengan fungsi yang berbeda, yaitu 1) roller untuk menurunkan dan menaikkan jangkar, 2) roller rangka untuk menurunkan dan menaikkan jaring, dan 3) roller pemberat untuk menurunkan dan menaikkan pemberat yang terdapat disetiap sudut jaring. Lampu yang digunakan berdaya antara 14-20 kW. Dua buah lampu dengan intensitas masing-masing 400 watt warna putih dipasang setinggi 6 m pada tiang kapal menghadap ke haluan dan buritan perahu. Lampu berwarna putih sebanyak 10 buah, masing-masing dengan intensitas 400 watt dipasang pada ketinggian 4 m di bagian terluar rangka bagan. Fungsi lampu ini untuk memikat gerombolan ikan dari jarak jauh. 40 buah lampu dengan intensitas masing-masing 250 watt dan 10 buah diantaranya berwarna kuning yang dipasang pada bagian bawah rangka bagan berfungsi untuk memikat dan menggiring ikan masuk ke area penangkapan. Dua buah lampu berkekuatan 500 watt dan 2 lainnya berkekuatan 300 watt berfungsi untuk mengkonsentrasikan ikan pada areal jaring. Generator yang dipasang pada

(7)

lambung kapal berfungsi untuk menyalakan lampu dengan kapasitas daya bervariasi pada setiap bagan yaitu antara 15-67 KVA.

Berdasarkan fungsi, terdapat 2 kategori perahu pada bagan rambo, yaitu 1) perahu sebagai sebagai penopang utama bangunan bagan, dan 2) perahu yang digunakan sebagai alat transportasi dan berfungsi juga untuk menarik bagan pada saat akan pindah lokasi penangkapan. Perahu yang berfungsi untuk bangunan bagan berbentuk pipih memanjang dengan ukuran panjang 20-29 m, lebar 2-2,5 m, serta tinggi 1,5-2,5 m. Jenis kayu yang digunakan antara lain adalah kayu bayam (Intsia bijuga) dan kayu meranti (Shorea spp). Perahu ini dilengkapi dengan jangkar beton berukuran panjang 2 m dengan berat sekitar 200 kg atau jangkar besi dengan berat sekitar 50 kg. Perahu pengantar selain berfungsi untuk memindahkan bagan juga sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil tangkapan dan mengantar jemput nelayan dan perlengkapan yang diperlukan untuk operasional bagan rambo. Ukuran perahu pengantar adalah panjang 17-18,5 m, lebar 1,5-1,85 m, dan tinggi 0,85-1 m. Sebagai penggerak menggunakan 2 mesin penggerak berkekuatan 30 PK.

(4) Bagan perahu

Komponen bagan perahu (Lampiran 1) sama dengan bagan rambo yang terdiri dari, perahu bagan, rangka bagan, jaring, lampu, generator listrik dan mesin penggerak bagan. Perbedaan dengan bagan rambo, ukuran bagan perahu lebih kecil dan bergerak aktif mencari lokasi penangkapan.

Rangka bagan perahu berukuran panjang 20 m dan lebar 17 m dirangkai pada sisi kiri dan kanan perahu. Balok kayu berukuran 15 x 10 cm melintang pada rangka bagan, sedangkan kayu balok berukuran 5 x 10 cm membujur pada rangka bagan. Pada bagian tengah perahu bagan terdapat dua buah tiang besar terbuat dari kayu bulat dengan tinggi 5-6 m dan diameter 15 cm. Tiang ini berfungsi menahan seluruh beban yang terdapat pada rangka bagan. Rangka bagan dan tiang dihubungkan dengan kawat baja berdiameter 5 mm. Pemasangan tali penggantung diupayakan menyebar rata agar rangka bagan lebih kuat dan stabil.

Jaring bagan perahu berbentuk segiempat. Jaring terbuat dari bahan waring polyprophylene (PP) dengan mesh size 0,5 cm dengan ukuran panjang 20 m, lebar 17 m dan tinggi 10 m. Sisi atas diberi bingkai dari bahan kayu dan pada bingkai

(8)

tersebut dipasang tali penggantung yang dihubungkan langsung dengan roller. Bagian bawah jaring dipasang 4 buah pemberat dan sudut-sudut bingkai juga diberi pemberat dari batu dengan tujuan mempercepat penurunan jaring. Roller utama pada bagan perahu sebanyak 1 buah dan dipasang membujur dari buritan sampai haluan kapal pada sisi kiri perahu bagan. Selain itu juga terdapat 4 unit roller lain yang dipasang di keempat sisi rangka bagan untuk mengangkat batu pemberat pada saat penarikan jaring.

Lampu yang digunakan pada bagan perahu umumnya jenis lampu merkuri dengan daya 250 watt tiap bola lampu. Lampu dipasang pada rangka bagan dan dilengkapi dengan reflektor atau tutup lampu cahaya yang terbuat dari aluminium dengan diameter 30 cm. Berdasarkan fungsinya, lampu bagan dapat dibedakan atas lampu sebagai pemikat dan lampu untuk mengkonsentrasikan ikan. Lampu pemikat jumlahnya bervariasi antara 40 - 45 buah dengan daya 250 watt yang ditata sedemikian rupa pada rangka bagan yang terdapat pada kedua sisi perahu. Lampu untuk mengkonsentrasikan sebanyak 2 buah dengan daya masing-masing 500 watt dipasang pada sisi kiri dan kanan perahu bagan. Menggunakan generator sebagai sumber listrik dengan kapasitas 15-20 kVA yang digerakkan dengan motor penggerak berkekuatan 30 PK.

Perahu bagan merupakan penopang bagunan utama bagan perahu dan juga berfungsi untuk bergerak. Konstruksi perahu bagan berbentuk pipih memanjang dengan ukuran panjang 15-18 m, lebar 2,5-3 m, dan tinggi 1,5-2 m. Mesin penggerak bagan perahu yang digunakan umumnya mesin mobil dengan kekuatan sekitar 100 PK.

4.4.2 Metode pengoperasian, lokasi penangkapan, dan produksi ikan (1) Payang

Payang yang dioperasikan di perairan Majene menggunakan alat bantu rumpon. Rumpon yang digunakan adalah rumpon tetap, dimana lokasi rumpon ada yang dekat dan jauh. Pengoperasian payang pada rumpon jauh dilakukan pada subuh hari, sedangkan pada rumpon dekat pengoperasian payang dilakukan pada sore hari. Setelah jaring disiapkan, 1–2 orang ke rumpon untuk melepaskan rumpon dari pelampung, kemudian rumpon diikatkan dengan seutas tali yang dikendalikan oleh salah seorang anak buah kapal (ABK) yang berada di kapal.

(9)

ABK tersebut bertugas mengendalikan rumpon pada saat pengoperasian berlangsung. Sebelum jaring diturunkan, pimpinan operasi penangkapan mempertimbangkan keadaan arus, ini dilakukan untuk menentukan posisi pada saat penurunan jaring, karena arus akan berpengaruh terhadap bukaan jaring.

Operasi penangkapan dilakukan dengan cara kapal mengelilingi rumpon sambil menurunkan jaring yang dimulai dari penurunan pelampung bola yang diikat pada tali selambar, disusul penurunan jaring sayap, pelampung, pemberat, badan, dan kantong. Selanjutnya penurunan sayap berikutnya dan tali selambar, dimana posisi bukaan jaring menghadap arah arus. Kemudian kapal mengelilingi rumpon untuk mempertemukan kedua tali selambar dan segera ditarik ke arah kapal. Penarikan tali selambar kiri dan kanan masing-masing ditarik oleh 3 sampai 4 orang. Posisi kapal, rumpon, dan jaring tetap dalam posisi lurus agar keberadaan ikan di bawah rumpon dapat dijangkau oleh mulut jaring. Pada saat kantong sudah mendekati rumpon, maka salah seorang ABK yang berada di atas rumpon menarik daun kelapa agar tidak tersangkut mulut jaring. Kemudian kantong ditarik ke atas kapal, dan hasil tangkapan diletakkan dalam palka.

Lama operasi mulai dari penurunan jaring (setting) sampai penarikan jaring (hauling) berkisar antara 15–30 menit, tergantung pada kondisi perairan dan jumlah ikan yang berada dalam kantong jaring. Operasi penangkapan ikan dianggap selesai jika rumpon telah diikat kembali pada pelampung. Lokasi penangkapan berjarak sekitar 3-10 mil dari pangkalan payang, bergantung pada posisi rumpon. Posisi geografi lokasi penangkapan ikan pada 1180 22’48”-118036’00” BT dan 2055’48”-3012’00”LS (Gambar 8).

Produksi payang dalam kurun waktu bulan Juni-Desember 2007, terendah sebesar 1 005,5 kg di bulan November dan tertinggi sebesar 40 929,5 kg di bulan Oktober. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah layang (Decapterus spp) sebesar 53%. Produksi layang tertinggi sebesar 25 801,5 kg pada bulan Oktober dan terendah sebesar 1 005,5 kg pada bulan November (Gambar 9).

(2) Pukat cincin

Pengoperasian pukat cincin menggunakan lampu sebagai alat bantu. Lampu yang digunakan umumnya lampu petromaks, dimana setiap unit penangkapan akan membawa 2-3 unit perahu lampu dan tiap perahu berisi 6-8 unit lampu

(10)

petromaks. Operasi penangkapan dimulai sekitar pukul 16.00 hingga pukul 02.00 dinihari dan umumnya penarikan jaring (hauling) dilakukan sebanyak 2 kali. Setelah tiba di lokasi penangkapan, lampu petromaks dinyalakan selama 4-5 jam sebelum dilakukan pelingkaran jaring. Pemilihan lokasi penangkapan dilakukan berdasarkan pengalaman atau informasi dari nelayan lainnya.

Pelingkaran jaring dilakukan setelah mendapat isyarat dari ABK yang berada di perahu lampu, selanjutnya segera dilakukan penurunan jaring (setting), dengan menandai ujung jaring dengan pelampung tanda. Pada saat pelingkaran telah mencapai pelampung tanda, maka kapal dihentikan. Tahapan berikutnya adalah penarikan jaring (hauling) dengan menggulung tali kolor dan secara bertahap dilakukan pengangkatan badan jaring dan pemberat hingga keseluruhan badan jaring dinaikkan. Proses penurunan jaring hingga penarikan jaring membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Selanjutnya bagian kantong dibuka untuk mengeluarkan hasil tangkapan. Lokasi penangkapan berjarak 3-7 mil laut atau 1.5-2 jam jarak tempuh dari pangkalan di desa Siddo, kabupaten Barru pada posisi geografi 118040'26"-119031'48"BT dan 406'0"-4027'0"LS (Gambar 10). Pukat cincin yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar berjarak 3-7 mil laut dari pangkalan di desa Massangan, berada pada posisi 119019'30,6"-119029'40,0"BT dan 3027'32,4"-3033'48.9"LS (Gambar 13).

Total produksi pukat cincin yang dioperasikan di perairan Barru dalam kurun waktu bulan Juni sampai Desember 2007 menunjukkan tertinggi sebesar 36 903,5 kg pada bulan November dan terendah sebesar 690 kg pada bulan Juni. Jenis ikan dominan yang tertangkap pukat cincin di perairan Barru adalah jenis ikan kembung (Rastrelliger sp) sebesar 40,7% dan layang (Decapterus spp) sebesar 41,5%. Produksi ikan kembung tertinggi sebesar 22 560 kg pada bulan November dan terendah sebesar 60 kg pada bulan Juni, sedangkan produksi layang tertinggi sebesar 13 832 kg pada bulan September dan terendah sebesar 1 064 kg pada bulan Juli (Gambar 11). Total produksi tertinggi pukat cincin yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar sebesar 15 305 kg pada bulan November, sedangkan terendah sebesar 2 501 kg pada bulan Juni. Jenis ikan yang dominan tertangkap pukat cincin yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar adalah tembang (Sardinella fimbriata) sebesar 36,4%. Selain itu juga tertangkap

(11)

tenggiri (Scomberomorus commerson) yang merupakan kelompok ikan pelagis besar yang mencapai 25,3% dari total produksi (Gambar 14).

(3) Bagan Rambo

Operasi penangkapan diawali dengan pemasangan lampu sekitar pukul 18.00 dan menurunkan jaring sampai kedalaman 30-40 m. Setelah sekitar 4 jam penyalaan lampu dilakukan pemadaman secara bertahap, dimulai lampu paling luar dari rangka bagan dan selang beberapa saat lampu di bagian tiang utama dipadamkan. Selang waktu pemadaman antara lampu bagian luar dan tengah berkisar 30-60 menit. Selanjutnya lampu untuk mengkonsentrasikan ikan dinyalakan selama 15-20 menit dan ABK telah siap pada posisi masing-masing sesuai tugas dan fungsinya untuk melakukan penarikan jaring.

Penarikan jaring menggunakan roller dan membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Kemudian dilakukan pengangkatan bagian jaring secara perlahan-lahan dimulai dari bagian haluan hingga membentuk kantong agar mudah untuk mengangkat hasil tangkapan. Selanjutnya hasil tangkapan diangkat ke atas kapal dan disortir berdasarkan jenis, kemudian dimasukkan dalam peti dan diberi es. Proses penangkapan dapat dilakukan satu sampai tiga kali dalam semalam dan ini bergantung pada musim ikan. Lokasi penangkapan ikan berjarak 3-7 mil dari pantai dengan kondisi perairan dasar berlumpur pada posisi geografi 119013'12,0"-119032'24,0"BT dan 4015'6,0"-4026'24,0"LS (Gambar 10).

Produksi bagan rambo di perairan Barru (zona A dalam penelitian ini) dalam kurun waktu bulan Mei sampai Desember 2007, tertinggi sebesar 8 970 kg pada bulan Juni dan terendah sebesar 1 517,5 kg pada bulan Desember. Hasil tangkapan dominan adalah layang sebesar 65,1%, selain itu jenis ikan teri (Stolephorus spp) mencapai 20,8%. Produksi tertinggi layang sebesar 7 242,5 kg pada bulan Mei dan terendah sebesar 937,5 kg pada bulan Juli, sedangkan jenis teri banyak tertangkap pada bulan Oktober sampai Desember (Gambar 12).

(4) Bagan perahu

Pengoperasian bagan perahu membutuhkan 10-12 ABK dan dipimpin oleh seorang punggawa kapal yang juga menentukan waktu dan lokasi penangkapan berdasarkan posisi rumpon, periode bulan, jumlah hasil tangkapan nelayan lain yang beroperasi pada waktu itu, dan keadaan cuaca. Setelah bagan berada di

(12)

lokasi yang ditentukan, operasi penangkapan dilakukan dengan terlebih dahulu menyalakan lampu sekitar pukul 18.00. Selang 30-60 menit jaring diikatkan pada bingkai jaring, selanjutnya diturunkan dengan menggunakan roller sampai kedalaman sekitar 30-40 m. Setelah 2-4 jam lampu dinyalakan, dilakukan pemadaman secara bertahap. Pemadaman diawali lampu paling luar dan selanjutnya pada bagian tengah dengan selang waktu 5-20 menit, namun beberapa lampu di bagian tengah tetap menyala. Selanjutnya lampu pada bagian tengah dipadamkan sehingga lampu fokus yang berada dikedua sisi perahu bagan tetap menyala guna mengkonsentrasikan kawanan ikan. Lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsentrasikan ikan berkisar antara 10-20 menit.

Sebelum dilakukan pengangkatan jaring seluruh ABK telah bersiap pada posisi masing-masing, dimana 10 orang bertugas untuk memutar roller. Setelah ada isyarat dari punggawa kapal, tali penggantung jaring mulai digulung dengan menggunakan roler sehingga bingkai jaring sedikit demi sedikit terangkat ke permukaan. Waktu pemutaran roler sehingga bingkai jaring berada di permukaan sekitar 5-15 menit tergantung pada kecepatan arus. Total waktu yang dibutuhkan selama proses operasi penangkapan, dimulai dari pemadaman lampu pertama sampai jaring terangkat berkisar 60-90 menit. Lokasi penangkapan ikan berjarak 3-5 mil dari pangkalan di desa Tonyaman pada posisi geografi 1190 16'20"-119029'24"BT dan 3027'06"-3041'24"LS (Gambar 13).

Produksi bagan perahu di perairan Polewali Mandar dalam kurun waktu bulan Mei sampai September 2007, tertinggi sebesar 18 509 kg pada bulan Agustus dan terendah sebesar 12 250 kg pada bulan Juni. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah tembang sebesar 32,7%, selain itu teri 25,7% dan kembung 26,6%. Produksi tembang tertinggi sebesar 9 129,6 kg pada bulan Juni dan terendah sebesar 825 kg pada bulan Agustus (Gambar 15).

(13)

Gambar 8 Lokasi daerah penangkapan ikan armada payang yang beroperasi dan berpangkalan di Majene.

Gambar 9 Produksi dan jumlah hari operasi payang yang beroperasi dan berpangkalan di Majene. 0 5 10 15 20 25 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju m lah h ar i o p er as i P ro d u k si (to n )

(14)

0 5 10 15 20 25 0 5000 10000 15000 20000 25000

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju m lah h ar i o p er as i P ro d u k si (k g)

tembang kembung layang selar hari operasi

Gambar 10 Lokasi daerah penangkapan ikan armada bagan rambo dan pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Barru.

Gambar 11 Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Barru.

(15)

0 5 10 15 20 25 30 35 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju m lah h ar i o p er as i P ro d u k si (k g)

teri tembang kembung sibula

layang selar hari operasi

Gambar 12 Produksi dan jumlah hari operasi bagan rambo yang beroperasi dan berpangkalan di Barru.

Gambar 13 Lokasi daerah penangkapan ikan armada bagan perahu dan pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Polewali Mandar.

(16)

0 5 10 15 20 25 30 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju m lah h ar i o p er as i P ro d u k si (k g)

kembung tembang layang selar

tenggiri cepa hari operasi

0 5 10 15 20 25 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Mei Juni Juli Agustus September

Ju m lah h ar i o p er as i P ro d u k si (k g)

teri tembang kembung layang hari operasi

Gambar 14 Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Polewali Mandar.

Gambar 15 Produksi dan jumlah hari operasi bagan perahu yang beroperasi dan berpangkalan di Polewali Mandar.

(17)

4.5 Pembahasan

Pengamatan pada 4 jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil menunjukkan kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan menggunakan berbagai teknologi alat bantu penangkapan untuk meningkatkan produksi ikan. Alat bantu penangkapan ikan yang umum digunakan adalah lampu dan rumpon yang bertujuan untuk mengefisienkan operasi penangkapan sehingga meningkatkan produksi ikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan secara ekonomi. Kegiatan penangkapan ikan saat ini bukanlah semata mengumpulkan ikan sebagaimana awalnya manusia memulai menangkap ikan, tetapi seiring dengan perkembangan, kegiatan penangkapan ikan telah menjadi kegiatan ekonomi (von Brandt 2005). Penggunaan alat bantu penangkapan juga dapat meningkatkan upaya penangkapan armada penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, karena upaya penangkapan ikan bukan hanya ditentukan oleh jumlah unit penangkapan tetapi juga berkaitan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan sehingga mengefisienkan operasi penangkapan (Gulland 1983; Widodo 2001b).

Efisiensi operasi penangkapan ikan dengan menambah ukuran alat tangkap di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, adalah bagan rambo yang mengalami perubahan signifikan dalam menggunakan alat bantu penangkapan ikan. Bagan rambo adalah bagan perahu yang telah dimodifikasi sehingga mempunyai ukuran lebih besar dan menggunakan lampu listrik dengan kapasitas daya yang besar (Baskoro et al. 2004). Bagan rambo hanya terdapat di Kabupaten Barru (zona A dalam penelitian ini) yang mulai beroperasi semenjak tahun 1987 yang awalnya berukuran 22 m x 21 m dan berkembang menjadi berukuran 33 m x 31 m. Permasalahan dalam pengoperasian bagan rambo adalah ukuran mata jaring yang kecil sehingga ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan juga tertangkap. Selain itu penggunaan lampu dengan daya yang besar berpengaruh terhadap berbagai jenis ikan yang bersifat fototaksis terkonsentrasi pada area penangkapan (catchable area) bagan rambo yang mengakibatkan tertangkap ikan yang bukan tujuan penangkapan (Sudirman 2003).

Unit penangkapan ikan pelagis kecil yang diamati dalam penelitian ini umumnya dioperasikan pada perairan pantai dengan jarak dari pangkalan sekitar

(18)

2-7 mil laut dengan waktu operasi penangkapan berlangsung dalam satu hari (one day trip). Waktu operasi dari armada perikanan pelagis di perairan pantai barat Sulawesi Selatan yang one day trip menunjukkan bahwa trip penangkapan diantara jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil sama. Terdapat perbedaan karena frekuensi dan jumlah kapal yang beroperasi tidak sama dalam suatu waktu tertentu, artinya jika pukat cincin dalam sebulan 20 trip, maka bagan perahu juga akan 20 trip dalam sebulan. Lama operasi dan jarak tempuh ke lokasi penangkapan menunjukkan kemampuan operasi penangkapan terbatas pada perairan pantai. Penelitian Pet-Soede (2000) di Kepulauan Spermonde, pantai barat Sulawesi Selatan bagian selatan (dalam penelitian ini adalah zona A) menunjukkan ukuran kapal yang digunakan pukat cincin, panjang 14-20 m dan jarak lokasi penangkapan yang dicapai adalah 10 mil, dimana jangkauan lokasi penangkapan lebih jauh dibandingkan penangkapan lainnya. Walaupun jangkauan operasi penangkapan pukat cincin lebih jauh, namun perlu diketahui bahwa perairan Spermonde merupakan gugusan pulau-pulau dengan kawasan terumbu karang yang mencapai luas 400 000 ha (Umbgrove 1930 dalam Pet-Soede et al. 1999). Dengan demikian wilayah operasi pukat cincin di zona A tetap berada pada kawasan pantai, walaupun dalam jarak yang lebih jauh dibandingkan unit penangkapan lainnya.

Lokasi penangkapan pukat cincin dan bagan rambo di perairan Barru (zona A) maupun pukat cincin dan bagan perahu yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar (zona B), berada pada areal yang relatif sempit di perairan pantai. Lokasi penangkapan ikan pelagis kecil yang berada di wilayah pantai mengindikasikan perairan pantai adalah lokasi sebaran ikan pelagis kecil, yang mendiami bagian neritik pelagik, namun beberapa jenis ikan lainnya bersifat oseanik (misalnya, jenis layang). Lapisan renang ikan pelagis kecil yang mendiami bagian neritik pada kedalaman 10-70 m, sedangkan yang bersifat oseanik lapisan renang dapat mencapai kedalaman sampai 150 m (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005). Sebaran lokasi penangkapan dari 4 unit penangkapan ikan di setiap zona mengindikasikan tidak terdapat perbedaan berdasarkan jarak tempuh dari pangkalan. Jarak tempuh dari pangkalan yang berkisar 3-7 mil menunjukkan perairan pantai merupakan daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang potensil.

(19)

Selain itu tidak terdapat perbedaan sebaran daerah penangkapan ikan, karena kemampuan jelajah dari kapal yang digunakan hanya memungkinkan kapal beroperasi dalam satu trip (one day trip). Kemampuan jelajah dari kapal yang digunakan menyebabkan daerah penangkapan ikan pelagis di perairan pantai barat Sulawesi Selatan terkonsentrasi pada perairan lepas pantai.

Jumlah hari operasi pukat cincin di zona A tinggi pada bulan September-November, sedangkan bagan rambo tinggi pada bulan Mei-Juni. Perbedaan jumlah hari operasi dapat disebabkan oleh faktor teknis dan keadaan cuaca. Faktor teknis berkaitan dengan kesiapan kapal dan alat tangkap. Keadaan cuaca berkaitan dengan keberhasilan pengoperasian alat tangkap, karena pada saat munson barat terjadi kondisi laut yang dapat menyebabkan alat tangkap tidak dapat dioperasikan dengan baik, sehingga nelayan akan tidak melakukan operasi penangkapan akibatnya jumlah hari operasi berkurang. Namun jumlah hari operasi tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah produksi, yaitu meningkatnya jumlah hari operasi akan meningkatkan produksi. Misalnya pukat cincin di zona A, pada bulan Juni total produksi ikan 690 kg dengan jumlah hari operasi 11 hari dan di bulan Agustus dengan jumlah hari operasi 10 hari mampu menghasilkan total produksi 21 578 kg. Demikian juga pukat cincin yang beroperasi di zona B, pada bulan Juli dan Agustus jumlah hari operasi 22 hari, namun total produksi bulan Agustus sebesar 8 266 kg yang lebih rendah dari bulan Juli yang mencapai 15 305 kg. Pada bulan Desember, jumlah hari operasi pukat cincin di zona B selama 25 hari dengan total produksi 10 510 kg. Deskripsi jumlah hari operasi dan produksi pukat cincin tersebut mengindikasikan kegiatan penangkapan ikan memiliki ketidakpastian. Ketidakpastian dalam kegiatan penangkapan ikan berhubungan dengan distribusi ikan, karena distribusi ikan menentukan peluang dari sejumlah upaya penangkapan ikan untuk memperoleh produksi.

Komposisi jenis ikan dari pukat cincin di zona A dominan jenis ikan kembung dan layang, sedangkan bagan rambo dominan menangkap ikan layang dan teri pada bulan Juni hingga Desember tahun 2007. Daerah penangkapan ikan pukat cincin dan bagan rambo di zona A relatif berdekatan namun jumlah produksi diantara kedua alat tangkap tersebut berbeda. Perbedaan jumlah produksi diantara kedua alat tangkap tersebut, karena prinsip penangkapan.

(20)

Prinsip penangkapan pukat cincin adalah melingkari gerombolan ikan, sedangkann bagan rambo mengkonsentrasikan ikan pada area penangkapan menggunakan alat bantu lampu dengan intensitas tinggi. Dengan demikian pukat cincin akan memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan produksi dibandingkan bagan rambo. Selain itu pada daerah penangkapan bagan rambo dapat diduga telah terjadi penipisan ketersediaan ikan akibat kegiatan penangkapan ikan bagan rambo bersifat statis. Namun dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk membuktikan dugaan penipisan ketersediaan ikan, mengingat data yang tersedia terbatas untuk dapat mengevaluasi ketersediaan ikan pada daerah penangkapan ikan.

Produksi ikan pelagis merupakan indikasi distribusi ikan pelagis kecil, dimana setiap zona menunjukkan jenis ikan yang sama tertangkap pukat cincin, bagan rambo, dan bagan perahu. Kecuali pada zona C jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap payang dominan ikan layang. Walaupun jenis ikan yang tertangkap relatif sama, terdapat perbedaan ikan yang dominan tertangkap di setiap zona. Dominannya jenis ikan tertentu pada setiap zona mengindikasikan dinamika hasil tangkapan pada setiap zona berbeda, perbedaan tersebut dapat diduga secara teoritis bahwa setiap spesies yang menyusun masing-masing komunitas dan ekosistim berbeda sesuai dengan daerah geografiknya (Odum 1994, Nybakken 1982). Demikian juga dengan jenis ikan layang merupakan ikan pelagis kecil yang bersif oseanik dan berada pada kisaran kedalaman 40-275m (http://www.fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?id=374), namun tertangkap di setiap zona. Sebaran ikan layang yang terdapat di setiap zona yang berbeda karakteristik pantai perlu identifikasi guna menentukan apakah terdapat kesamaan jenis layang di setiap zona. Namun distribusi ikan pelagis kecil dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya suhu, salinitas, ketersediaan makanan, sehingga keberadaan ikan layang di zona A dan B merupakan bagian dari fungsi ekologi pada ekosistim. Fungsi ekologi adalah tingkatan tropik yang juga berkaitan dengan kondisi lingkungan (Nybakken 1982), sehingga dapat diduga bahwa dominansi jenis ikan tertentu pada setiap zona disebabkan fungsi ekologi dalam ekosistim di perairan pantai barat Sulawesi Selatan (Weatherley 1972; Grahame 1987; Odum 1994; Nybakken 1982; Smith dan Link 2005) yang daam

(21)

penelitian ini tidak dianalisis. Namun demikian dinamika hasil tangkapan di setiap zona berbeda yang mengindikasikan perbedaan kondisi perairan pantai berdampak terhadap produksi dari unit penangkapan ikan pelagis kecil.

4.6 Kesimpulan

Keadaan perikanan tangkap pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Perikanan tangkap pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan diupayakan oleh berbagai jenis alat tangkap dengan pola operasi penangkapan one day trip.

(2) Armada penangkapan ikan pelagis dalam pengoperasian menggunakan teknologi alat bantu penangkapan ikan berupa lampu dan rumpon.

(3) Lokasi penangkapan armada perikanan pelagis kecil di zona A dan B berada di perairan pantai yang berjarak 3-7 mil laut dari pangkalan, sedangkan di zona C lokasi penangkapan dapat mencapai 10 mil laut dari pangkalan.

(4) Jenis ikan yang dominan tertangkap di zona A adalah jenis ikan layang, teri, dan kembung yang tertangkap pukat cincin dan bagan rambo. Zona B yang dominan jenis ikan tembang, kembung, dan teri yang tertangkap pukat cincin dan bagan perahu. Jenis ikan layang dominan di zona C yang tertangkap payang.

Gambar

Gambar 8     Lokasi daerah penangkapan ikan armada payang yang beroperasi dan  berpangkalan di Majene
Gambar  11    Produksi  dan  jumlah  hari  operasi  pukat  cincin  yang  beroperasi  dan   berpangkalan di Barru
Gambar  12    Produksi  dan jumlah  hari  operasi  bagan  rambo  yang  beroperasi  dan   berpangkalan di Barru
Gambar 14  Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi   dan  berpangkalan di Polewali Mandar

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, perubahan hak menjadi konsep izin dalam UU No.1 Tahun 2014 perlu dikaji, agar keberadaan konsep IP-3 tidak hanya sekedar ganti konsep dari yang

Media sosial merupakan bagian dari Computer – Mediated Communiation dimana pada saat berkomunikasi para pengguna menggunakan jaringan internet. Salah satu fungsi dari

Hasil dari NPM variabel tenaga kerja menunjukkan masih perlu ditambah setidaknya untuk tenaga kerja yang dapat digantikan dengan teknologi atau upah yang dikeluarkan dikurangi

DAS atau daerah aliran sungai merupakan salah satu saluran terbuka yang memiliki DAS atau daerah aliran sungai merupakan salah satu saluran terbuka yang memiliki  fungsi

Jamalus (1988, 1) berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui

Central Registry melakukan pencatatan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas nama Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui Bank Indonesia untuk memiliki

o Fitur Manager berfungsi untuk mengatur visibilitas user (karyawan) dan project yang akan muncul pada Slide Show.. o Fitur Slide Show yang muncul seperti slide show

Untuk posisi bass dalam teknik Slap biasanya berada di posisi yang agak tinggi, sejajar dengan perut di bawah dada adalah posisi yang pas untuk kebanyakan orang, hal