• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kekuatan Kapal Bambu Laminasi dan Pengaruhnya Terhadap Ukuran Konstruksi dan Biaya Produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kekuatan Kapal Bambu Laminasi dan Pengaruhnya Terhadap Ukuran Konstruksi dan Biaya Produksi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak -- Semakin mahal dan langkanya bahan kayu

sebagai material utama kapal ikan telah mendorong para praktisi untuk meneliti bahan alternatif pengganti kayu. Bambu laminasi memiliki sifat mekanis yang lebih besar daripada kayu jati, sehingga dinilai mampu menggantikan kayu jati sebagai bahan utama kapal ikan. Namun masih ada keraguan jika material ini digunakan pada kapal dengan kapasitas yang besar. Sehingga muncul pertanyaan sampai ukuran berapakah kapal dengan bahan utama bambu laminasi mampu dibangun berdasarkan aspek kekuatan dan ekonomis. Perhitungan diawali dengan menentukan ukuran utama kapal yang dilanjutkan dengan menghitung ukuran komponen konstruksi kapal berdasarkan BKI tahun 2013. Analisis kekuatan dilakukan dengan pemodelan kapal 3D menggunakan pendekatan Finite Element Method (FEM). Sedangkan analisis ekonomis dilakukan dengan membandingkan kapal berbahan bambu laminasi ori dan betung, dengan kapal berbahan kayu jati. Hasil dari perhitungan dan analisis kekuatan menunjukkan bahwa kapal dengan kapasitas 20 sampai 60 GT berbahan bambu laminasi memenuhi kriteria kekuatan, yakni tidak melebihi tegangan sebesar 142 Mpa untuk bambu laminasi ori dan 120 Mpa untuk bambu laminasi betung. Hasil perhitungan dan analisis ekonomis menunjukkan bahwa kapal berbahan bambu laminasi memiliki biaya produksi lebih rendah daripada kapal kayu jati. Selisih biaya produksi paling rendah terdapat pada kapal 20 GT sebesar Rp 178.191.571,- dan semakin besar kapasitas kapal maka selisih biaya produksi menjadi semakin besar. Kapal berkapasitas 60 GT memilki selisih paling besar, yakni Rp 383.428.715,-. Berdasarkan kondisi aktual dimana kapal kayu paling besar yang umumnya dibangun hanya sampai kapasitas 60 GT, maka perhitungan dan analisis dicukupkan pada kapasitas 60 GT.

Kata kunci -- kapal ikan, bambu, laminasi, gross tonnage (GT), kekuatan, ukuran konstruksi

I. PENDAHULUAN

APAL perikanan atau yang sering disebut kapal ikan bisa jadi merupakan unsur terpenting dalam mendukung

keberhasilan operasi penangkapan ikan. Walaupun aspek nelayan dan alat penangkap ikan masih terus dikembangkan, namun kapal perikanan sebagai sarana pendukung utama menjadi penting untuk mendapat sorotan. Di Indonesia sendiri umumnya pembuatan kapal perikanan masih bersifat tradisional, yakni hanya didasarkan pada kebiasaan masyarakat secara turun-menurun tanpa adanya dasar perhitungan arsitektur perkapalan (naval architect) dan gambar rancangan lainnya, yang pada kenyataannya sangat penting dalam pembuatan kapal.

Namun saat ini, produksi kayu dari hutan di Indonesia semakin menurun. Laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun waktu 2000-2005, yang membuat Indonesiamenempati peringkat ke-2 dari sepuluh negara dengan laju kerusakan tertinggi di dunia [1]. Hal ini mendorong para peneliti untuk mencari material alternatif yang bisa menggantikan peran kayu.

Bambu dinilai bisa menjadi solusi dalam mengatasi keterbatasan kayu. Berbagai karakteristik yang dimiliki bambu, memungkinkannya menjadi alternatif di saat produk berbahan baku kayu mulai langka dan mahal harganya. Kekuatan bambu menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan sebelum pembuatan kapal berbahan dasar bambu, karena akan mempengaruhi ukuran konstruksi dan biaya produksi. Namun timbul keraguan tentang kemampuan bambu bila digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kapal ikan. Sehingga timbul pertanyaan, apabila bambu digunakan digunakan sebagai pengganti kayu dalam pembuatan kapal ikan, sampai ukuran berapa kapal bambu dapat dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini difokuskan kepada studi kekuatan kapal berbahan bambu laminasi dan pengaruhnya terhadap ukuran konstruksi di dalamnya dan juga biaya dalam produksinya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang kekuatan kapal berdasarkan ukuran konstruksinya, dan juga biaya produksinya. Sehingga penulis mengambil judul “ Analisis

Kekuatan Kapal Bambu Laminasi dan Pengarunya Terhadap Ukuran Konstruksi dan Biaya Produksi”.

II. METODOLOGIPENELITIAN

Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dimulai dengan membaca dan mencari referensi studi literatur terkait dengan penelitian yang telah dikerjakan. Studi literatur

Analisis Kekuatan Kapal Bambu Laminasi

dan Pengaruhnya Terhadap Ukuran Konstruksi

dan Biaya Produksi

Ahmad Purnomo, Heri Supomo

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arif Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: hsupomo@na.its.ac.id

(2)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) dilakukan guna lebih memahami permasalahan yang ada,

sehingga memunculkan dugaan awal yang selanjutnya bisa disusun menjadi sebuah hipotesa.Studi literatur yang dilakukan adalah yang berkaitan dengan pemahaman teori dan konsep dari pembangunan kapal ikan kayu secara tradisional. Kemudian dilakukan juga studi literatur terkait dengan penggunaan bambu laminasi sebagai konstruksi pada kapal kayu dan proses produksinya.

Pengumpulan data yang menyangkut objek dari penelitian ini didapatkan dari penelitian sebelumnya. Namun sebelumnya dilakukan terlebih dahulu perencanaan dalam pengumpulan data. Data yang dibutuhkan dalam pengerjaan penelitian ini diantaranya hasil pengujian kuat dan tarik dari bambu ori dan betung, termasuk berat jenis dan karakteristik lainnya. Regulasi yang digunakan dalam laporan Tugas Akhir ini adalah rule BKI 1996 dan BKI 2013, sehingga aturan yang berkaitan dengan semua perhitungan yang ada mengacu pada regulasi tersebut.

Pemodelan dilakukan dengan menggunakan software MSC Patran 2010, sedangkan untuk metode analisis menggunakan software MSC Nastran 2010. Kapal yang dijadikan studi kasus untuk pemodelan dan analisis adalah kapal ikan tradisional, dengan jenis kasko hard chin bottom.

Ukuran utama kapal didapatkan dengan (1), dimana hasil tiap ukuran utama harus mempertimbangkan koefisien bentuk kapal. Perhitungan dilakukan dengan ukuran Gross Tonnage (GT) yang telah ditentukan sebagai variabel konstan. Pendekatan dari FAO untuk kapal kurang dari 24 meter [2] pada

= × × × × 0.353 (1) dengan GT adalah kapasitas kapal yang direpresentasikan sebagai volume ruang tertutup pada kapal, baik lambung maupun bangunan atas. Panjang kapal direpresentasikan sebagai L, sedangkan B adalah lebar kapal yang diambil pada lebar terbesar dari keseluruhan badan kapal. Besaran D adalah tinggi kapal yang diukur dari baseline, sedangkan Cb merupakan koefisien blok kapal yang diukur berdasarkan bentuk kapal terhadap balok yeng mengelilinginya.

Penentuan ukuran penampang konstruksi kapal kayu (scantling) didasarkan pada angka penunjuk Z dalam (2) yang disesuaikan dengan tabel yang telah ditentukan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Tahun 1996. Hasil yang didapatkan berupa dimensi penampang komponen konstruksi kapal.

= + (2) = (3) dimana besaran Z adalah angka penunjuk (index) yang digunakan untuk mendapatkan dimensi komponen konstruksi kapal. Panjang konstruksi kapal direpresentasikan sebagai L yang didapatkan dari rata-rata antara panjang galadak kapal L1

dan panjang garis air kapal L2. Besaran B dan H merujuk pada

(1).

Ukuran konstruksi kapal dipengaruhi oleh jenis bahan laminasi, dimana perhitungan didasarkan pada (4) yang mengacu pada BKI Tahun 2013 Volume VII. Ukuran lunas,

linggi, dan galar balok diberikan tabel dengan angka penunjuk penjang masing-masing elemen konstruksi.

Perhitungan modulus sangat dipengaruhi oleh besarnya beban yang bekerja pada bagian konstruksi tertentu. Pada perhitungan konstruksi kapal kosong, beban yang bekerja diasumsikan sebagai beban luar yang bekerja akibat air laut. Yang mana, dibagi menjadi dua yakni beban lambung dan baban geladak. Masing-masing beban dibagi menjadi bagian-bagian yang berbeda sesuai area kerja beban. Beban lambung memiliki area kerja 0.4 L fore dan after, yang terbagi juga menjadi area side dan botttom. Sedangkan beban geladak memiliki area kerja main deck dan deck within cabin/deckhouse. Besarnya beban sangat bergantung pada nilai L (panjang konstruksi kapal) kerana pada BKI Tahun 2013, formula yang digunakan dalam meghitung beban kulit dan geladak menggunakan fungsi L. Sehingga semakin besar nilai L maka beban pada kapal akan semakin besar.

Dimensi wrang, gading, dan penguatan sekat didapatkan dari pendekatan dengan fungsi modulus penampang dan beban lambung kapal. Untuk tebal kulit, geladak, dan sekat ditentukan menggunakan

= 0.0452 × × × [ ] (4) dengan t merupakan tebal dari konstruksi berbentuk papan pada kapal, sperti kulit dan geladak. Besaran b adalah span atau panjang yang tidak ditumpu oleh bagian konstruksi yang saling berdekatan. Faktor untuk pelat yang dilengkung direpresentasikan dengan fk, dan beban yang bekerja pada

komponen konstruksi kapal direpresentasikan dengan Pd.

Sedangkan σRM adalah ultimate bending strength material,

yang mana dalam penelitian ini adalah bambu laminasi ori dan betung.

Perhitungan gading, wrang, galar kim, dan penguatan sekat, luaran yang didapatkan adalah modulus penampang dari masing-masing komponen konstruksi. Untuk penentuan dimensi face dan web pada kapal, dilakukan pendekatan menggunakan formula :

= (5) = (6) dengan W sebagai besaran utamayang menunjukkan modulus penampang komponen konstruksi. Besaran INA adalah momen inersia yang didapatkan dari (6). Face dan web dari penampang komponen konstruksi direpresentasikan dengan b dan h.

Dalam pemodelan struktur kapal, diperlukan adanya bentuk struktur kapal yang akan dimodelkan. Bentuk struktur dari kapal dibuat dalam model dasar yang terdiri dari rangkaian geometri yang saling terhubung. Selanjutnya katagori meterial dibuat sebagai persiapan sebelum diterapkan pada geometri yang telah ditentukan. Pada pemodelan struktur pemberian kondisi batas (constraint) menjadi bagian yang penting sebelum dilakukan pembebanan karena kondisi batas ini berupa tumpuan yang berguna pada saat proses perhitungan agar proses perhitungan dapat dilakukan dan tegangan dapat ditampilkan. Setelah proses pembebanan struktur selesai,

(3)

lan in pe ya de an da di m ma de ya as ha GT di ka de di an di ka ka ol ka A. pe uk re ko ka P (L p (L p le ti sy k ter ya be ka ngkah selanju i dilakukan embebanan. R ang nantinya engan perhitun Tahap perhitu ntara balok kay ari harganya lakukan deng menggunakan b aterial dan b engan biaya pr III Analisis dila ang menjadi spek kekuatan asil running d T. Yang ked lakukan berd ayu jati, bambu

Analisis dila engan mengan lanjutkan ke nalisis pada sa lanjutkan pada apal dipengaru apal, sedangk eh jumlah keb apal. Analisis Tek Data struktu endekatan men kuran Gross T gulasi BKI onstruksi kapa apal bambu lam

Ukuran Utama Panjang Kapal

Loa)

panjang garis air Lwl) panjnag geladak ebar kapal ( B ) inggi kapal ( H) yarat ( T ) kecepatan Perhitungan rhadap kapal d akni kayu jat etung. Kemud apal kayu den

utnya adalah p n untuk m Reaksi ini ada

hasil dari s ngan manual y ungan ekonom yu jati utuh de untuk kapasit gan cara me bambu lamin biaya tenaga roduksi kapal I. HASILDA akukan dengan pertimbangan n kapal, diman dari model kap dua adalah as asarkan biaya u laminasi ori akukan denga nalisis kapal i kapasitas yan atu kapal mem a kapal beriku uhi oleh tegan kan hasil dari butuhan mater

knis Hasil Per ur dalam pe nggunakan fo Tonnage (GT) tahun 1996 al kayu, dan minasi. Tabel 1. Ukura K 20 3 18 20 14,5 18 17,5 20 3,8 3 1,7 2 1,1 1 8 8 ukuran komp dengan 3 (tiga ti, bambu lam dian dilakuka

gan kapal bam

proses solusi p mendapatkan alah tegangan

simulasi ini yang telah dila mis akan mem engan balok la tas GT yang enghitung bia

asi yang terd kerja. Kemu dengan bahan ANPEMBAHA n memperhati n utama. Yan na analisis dila pal pada kapa spek ekonom a produksi pa , dan bambu l an metode d ikan dengan ng lebih besar menuhi kriteria, utnya. Hasil da ngan maksima i analisis eko rial dan biaya p

rhitungan engujian dida ormula dari F ), kemudian m 6 untuk mr regulasi BKI an utama kapal Kapasitas Kapal (G 30 40 5 0,3 21,7 2 8,1 18,6 2 0,3 21,7 2 ,6 4,4 ,6 2,8 2 ,8 2,1 1 8 8 onen konstruk a) jenis bahan minasi ori, da an perbanding mbu laminasi pembebanan. P reaksi ter sisa dan defo akan dibandi akukan. mbahas perband aminasi bila d sama. Perhit aya produksi

diri dari biay udian dibandi n dasar balok u ASAN ikan 2 (dua) ng pertama a akukan berda asitas 20 samp mis, dimana a

ada kapal ber aminasi betun down to uo,

kapasitas kec . Apabila has , maka analisi ari analisis kek al yang dialam onomis dipen

per meter kub

apatkan dari FAO dengan v menggunakan rndapatkan u I tahun 2013 ikan GT) S 50 60 2,3 23,3 m 1,6 22,7 m 2,3 23,3 m 5 5 m 2,9 3,2 m 1,8 2 m 8 8 ksi kapal dila dasar yang be an bambu lam gan dimensi

ori, dan kapa Proses rhadap ormasi ingkan dingan ditinjau tungan kapal ya raw ingkan utuh. aspek adalah sarkan pai 60 analisis rbahan ng. yakni cil dan sil dari is akan kuatan mi oleh ngaruhi ik dari hasil variasi n dasar ukuran untuk Satuan meter meter meter meter meter meter knot akukan erbeda, minasi antara al kayu den selu perh Kons lunas lingg gadin jarak wran galar galar kulit gelad balok gelad T pad seba mem kap tarik terb H ditu men dare terja war ditu pad Gam T pad kap diba tega mak izin dan mas

gan kapal bam uruh kompone hitungan yang Tabel 2. Ukur struksi K face s 305 gi haluan 255 ng 220 k gading 540 ng 160 r kim 63 r balok 88 t 57 dak 62 k dak 320 Tabel 2 menun da kapasitas 6 agian besar ba miliki ukuran al kayu. Hal t k dan tekuk besar terjadi pa Hasil analisis unjukkan pad nunjukkan ben eah lambung. adi pada elem rna, maka s unjukkan, beg da hasil analisi mbar 1. Hasil an Tinjauan tegan da sambungan al. Tegangan andingkan de angan tertingg ka kapal diang n pada bambu 120.69 Mpa sing kapal tert

mbu laminasi en konstruksi g telah didapatk ran konstruksi u Kayu Jati web 450 385 110 250 285 430 65 njukkan ukura 60 GT. Pada agian konstru n konstruksi j tersebut dipen dari bambu l ada konstruksi s menggunak da Gambar ntuk kapal den

Warna terseb men tertentu da

amakin besa gitu juga seba s menggunaka nalisis FEM ngan dilakuka n yang telah d tertinggi yan engan tegang gi lebih keci ggap memenu laminasi ori d a [4]. Nilai te

era pada Tabe

betung. Perb utama kapal kan.

utama kapal ika

Bambu Laminasi Ori face web 274 165 64 64 60 123 540 60 123 80 121 80 160 51 31 40 55 an konstruksi a tabel terseb uksi pada kapa

jauh lebih ke ngaruhi oleh b laminasi. Pen i linggi haluan kan software 1. Pada ngan warna-w but menunjukk alam suatu are ar pula nilai aliknya. Tegan an satuan Pa a an pada daer ditentukan un ng terjadi pad gan yang d il dibandingka uhi kriteria ke dan betung se egangan tertin el 3 di bawah i andingan mel berdasarkan an 60 GT (mm) Bambu Laminasi Betun face we 284 16 67 67 60 13 540 60 13 60 13 80 16 51 31 40 59 utama kapal ut terlihat ba al bambu lam ecil dibanding besarnya nilai ngurangan dim n kapal. e MSC Na gambar ters warna pada dae kan tegangan y ea. Semakin g i tegangan y ngan yang te atau N/m2.

rah hot spot ntuk setiap ga da tiap-tiap k dizinkan. Ap an tegangan ekuatan. Tegan ebesar 142.07 nggi pada mas

ini. liputi hasil ng eb 5 7 3 3 1 6 9 ikan ahwa minasi gkan kuat mensi stran sebut erah-yang gelap yang ertera area ading kapal abila izin, ngan Mpa

(4)

sing-JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Tabel 3. Tegangan maksimum pada kapal ikan

Kapasitas Tegangan Maksimal (Mpa) Bambu Ori Bambu Betung 20 23,8 20,6 30 25,4 21,4 40 16,7 16,2 50 18,9 17,5 60 23,8 23,4

Pada Tabel 3 terlihat bahwa tegangan maksimum pada masing-masing kapal berbeda, namun memiliki selisih yang relatif rendah. Kapal bambu laminasi ori memiliki rata-rata tegangan lebih besar dibandingkan kapal bambu laminasi betung. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk kapal dan besarnya beban yang bekerja pada kapal. Semakin tinggi tegangan menunjukkan reaksi bambu laminasi dalam mengakomodir beban yang terjadi. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa kapal bambu laminasi memenuhi kriteria kekuatan yang ditentukan, yakni berdasarkan tegangan maksimum pada kapal untuk kapasitas 20 sampai 60 GT yang tidak melebihi tegangan izin yang telah ditentukan.

B. Analisis Ekonomis Perbandingan Bambu Laminasi Terhadap Kayu

Pada hasil perhitungan bambu laminasi, dilakukan perhitungan dengan asumsi volume laminasi bambu sebesar 1 m3. Perhitungan tersebut meliputi kebutuhan bambu laminasi,

serta biaya tenaga kerja untuk menghasilkan bambu laminasi per m3.

Kebutuhan bambu laminasi berupa bilah bambu serta lem yang menutupi permukaan bambu untuk laminasi jenis tumpuk bata (carvel). Perhitungan yang dilakukan berupa banyaknya bilah, jumlah bambu, serta jumlah lem yang digunakan. Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan yaitu berupa proses pemotongan bambu, pembersihan bambu, perataan bagian sisi bilah, pembentukan bilah, hingga terbentuknya bambu laminasi. Dalam penelitian ini, biaya tenaga kerja diasumsikan sebesar Rp 75.000,-. Total biaya bambu laminasi per m3 tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Total biaya laminasi bambu per m3

Biaya Total Laminasi 1 m3 Laminasi

Ori Rp 1.358.826,87 + Rp 8.588.035,87 Rp 9.946.862,65 Betung Rp 1.358.826,87 + Rp 8.987.301,5 Rp 10.346.128,37 Total biaya laminasi bambu betung pada Tabel 4 lebih besar dibandingkan dengan bambu ori dengan selisih sebesar Rp 399.266,-. Hal ini dipengaruhi oleh harga bambu dipasaran dimana bambu ori lebih murah dibandingkan bambu betung. Kebutuhan material kapal bambu laminasi dihitung berdasarkan ukuran konstruksi kapal dikalikan dengan panjang dan luasan pada masing-masing bagian konstruksi, sehingga didapatkan volume dari masing-masing kapal. Dari volume kebutuhan material kemudian dapat dihitung biaya produksi kapal. Biaya produksi dipengaruhi oleh

besarnya kebutuhan material, biaya material dan biaya tenaga kerja. Hasil perhitungan biaya produksi kapal perikanan tertera pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Total biaya produksi kapal perikanan

Kapasitas Total biaya produksi kapal (Rp) Kayu jati Bambu Ori Bambu betung 20 233.970.737 60.227.307 63.765.372 30 332.149.051 98.466.407 104.635.454 40 453.447.654 113.135.119 120.306.657 50 510.235.813 132.439.609 141.156.604 60 515.425.551 150.859.602 160.580.252 Pada tabel 5 terlihat bahwa biaya produksi kapal bambu laminasi jauh lebih besar dibandingkan kapal kayu jati. Hal ini dipengaruhi oleh lebih rendahnya kebutuhan material dan biaya pengerjaan bambu laminasi. Selain itu seiring dengan naiknya kapasitas kapal menunjukkan semakin besarnya selisih biaya produksi antara kapal kayu jati dengan kapal bambu laminasi. Hal tersebut dikarenakan trend dari selisih ukuran konstruksi dan kebutuhan material yang menunjukkan kecenderungan semakin membesar berdasarkan kenaikan kapasitas kapal.

Analisis dilakukan pada kapal kapasitas 20 hingga 60 GT, dikarenakan pada umumnya kapal perikanan yang dibangun di Indonesia adalah kapal dengan kapasitas dalam range tersebut. Selain itu kapal dengan kapasitas GT yang lebih besar akan memerlukan metode perhitungan yang berbeda untuk ukuran konstruksi, karena klasifikasi hanya mengatur perhitungan konstruksi pada kapal kecil hingga panjang 24 meter saja. Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa kapasitas maksimum kapal bambu laminasi, baik bambu laminasi ori maupun betung adalah pada kapasitas 60 GT. Selain itu dapat diketahui juga berdasarkan hasil perhitungan komponen konstruksi, bahwa kuat tarik dan tekuk dari bambu laminasi berpengaruh besar terhadap ukuran konstruksi kapal bambu laminasi. Semakin besar nilai kuat tarik dan tekuk material bambu laminasi, maka modulus dan ukuran konstruksi kapal akan semakin kecil. Hal tersebut mempengaruhi biaya produksi, karena jumlah kebutuhan material akan semakin berkurang seiring berkurangnya ukuran konstruksi kapal.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan pada pelaksanaan penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dimensi komponen konstruksi kapal bambu laminasi lebih kecil dibandingkan dengan komponen konstruksi pada kapal kayu pada kapasitas GT (gross tonnage) yang sama.

2. Secara teknis, ditinjau dari hasil analisis software MSC Nastran, kapal dengan bahan dasar bambu laminasi cukup kuat dan dinyatakan memenuhi dalam aspek kekuatan kapal. Yakni tegangan maksimum pada kapal tidak lebih dari 142,07 Mpa untuk bambu laminasi ori, dan 120,69.

(5)

Secara ekonomis, ditinjau dari hasil perhitungan biaya produksinya, kapal dengan bahan bahan bambu laminasi lebih ekonomis daripada kapal kayu pada kapasitas GT yang sama. Total biaya produksi kapal bambu ori 20 GT sebesar Rp 52.696.772, untuk bambu betung Rp 55.779.166, sedangkan untuk kapal kayu jati sebesar Rp 233.970.737. Total biaya produksi kapal bambu ori 30 GT sebesar Rp 86.154.637, untuk bambu betung Rp 91.530.532, sedangkan untuk kapal kayu jati sebesar Rp 332.149.051. Total biaya produksi kapal bambu ori 40 GT sebesar Rp 98.989.242, untuk bambu betung Rp 105.239.018, sedangkan untuk kapal kayu jati sebesar Rp 453.447.654. Total biaya produksi kapal bambu ori 50 GT sebesar Rp 115.879.991, untuk bambu betung Rp 123.477.641, sedangkan untuk kapal kayu jati sebesar Rp 510.235.813. Dan total biaya produksi kapal bambu ori 60 GT sebesar Rp 131.996.836, untuk bambu betung Rp 140.468.602, sedangkan untuk kapal kayu jati sebesar Rp 515.425.551.

3. Kapasitas kapal ikan dengan bahan dasar bambu laminasi maksimum yang bisa dibangun di Indonesia adalah 60 GT. Yang mana didasarkan pada kondisi aktual dimana umumnya kapal ikan yang dibangun Indonesia adalah pada kapsitas 20 sampai 60 GT.

UCAPANTERIMAKASIH

Ucapan terima kasih Penulis tujukan , yang pertama kepada Bapak Ir. Heri Supomo, M. Sc. selaku dosen pembimbing, Bapak Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D. sebagai dosen wali Penulis. Kedua kepada Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan doa dan biaya demi terselesaikannya penelitian ini. Ketiga kepada teman-teman dan pihak-pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu.

DAFTARPUSTAKA [1] BBC. (2013, June 3). Available: http://www.bbc.co.uk.

[2] Ayodhyoa, A. (1972). Craft and Gear. Jakarta: Correspondance Course Center.

[3] BKI (2013). Vol. VII; Rules for Small Vessel Up to 24 M. Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia.

[4] BKI Kapal Kayu (1996). Peraturan Kapal Kayu. Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia.

[5] Jansssen, J.J.A. 1991. Mechanical properties of bamboo. Kluwer Academic Publishers, The Netherlands. 134 pp.

[6] Supomo, H. 2014. Studi Inovasi Material Alternatif Bambu untuk

Produksi Kapal Kecil Berbasis Efisiensi dan Berwawasan Lingkungan.

Gambar

Tabel 4. Total biaya laminasi bambu per m 3

Referensi

Dokumen terkait

(3) Perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), berpedoman pada Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja

Dalam menentukan jurnal yang sesuai bagi paper tersebut untuk dipublikasikan, hal yang paling penting adalah mengetahui dimana apakah issue yang diangkat dalam

Gerald (2004), menghujahkan bahawa ini disebabkan oleh banyak penyelidikan yang sedia ada berkaitan dengan kaunseling dan bunuh diri menunjukkan hubungan yang rumit dan tidak jelas

a) Menjadikan arus lalu lintas di persimpangan, pada jalan utama dan jalan minor bergerak bebas, tidak terjadi konflik tegak lurus, persilangan diatasi dengan

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Fungsi dan Arti

(d) Pada kelompok siswa dengan kemampuan spasial tinggi, sedang atau rendah, siswa yang dikenai model pembelajaran PBL memberikan prestasi belajar yang lebih baik

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Terpaan Tayangan

Error of the Estimate Predictors: (Constant), Suitability, Credibility,..