BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko, merupakan sesuatu yang lumrah dalam kehidupan kita, karena unsur risiko tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Namum dari pada itu risiko dapat kita kurangi, kita cegah, atau bahkan kita dapat hilangkan. Menghilangkan risiko dapat dengan cara mengalihkan risiko ke asuransi.
Asuransi menurut undang-undang No.2 tahun 1992 adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Risiko dan asuransi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, karena sesuatu yang dapat dilindungi oleh asuransi dari pengertian diatas adalah risiko dari kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Jadi asuransi sangat berguna untuk menghilangkan risiko pada kehidupan kita sehari hari, seperti risiko kecelakaan, kebakaran, kematian dsb.
Selain berguna dalam kehidupan sehari hari, asuransi juga berguna untuk
menunjang pembangunan nasional di bidang sarana dan prasarana bangunan fisik
seperti jembatan, gedung, jalan raya, perumahan, taman, dan lain-lain.
Pembangunan bangunan fisik juga biasa disebut proyek, proyek ini dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak dibidang pemborongan, dan setelah itu perusahaan pemborongan menyerahkan pelaksanaan proyek itu pada kontraktor, dalam proyek yang didanai oleh APBN/APBD dan bantuan luar negeri untuk memulai pelaksanaan suatu proyek tersebut, pemilik proyek harus menyaratkan adanya jaminan kepada kontraktor, jaminan dalam hal ini dapat berupa Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank ataupun berupa Surety Bond yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi, keduanya dapat digunakan jika kontraktor tersebut wanprestasi.
Surety Bond timbul dari adanya kebutuhan bisnis yang semakin meningkat,
karenanya bisnis tersebut tidak mungkin dijalankan oleh satu pihak saja melainkan harus ada dua pihak atau lebih, maka dari itu interaksi bisnis harus dilandasi oleh kepercayaan antara pihak yang satu dengan yang lain, maka dari itu Surety Bond muncul sebagai penengah agar kepercayaan antara pihak tersebut
dapat terjalin dengan baik dan sekaligus untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan seperti kegagalan maupun wanprestasi dalam melaksanakan kewajiban antara rekan bisnisnya.
Perjanjian Surety adalah merupakan suatu sarana kepercayaan yang pada
mulanya dipakai untuk menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban usaha
berdasarkan suatu perjanjian pemberian jaminan dimana seseorang menjadi
bertanggung jawab melindungi pihak ketiga untuk mengganti kerugian yang
ditimbulkan dari kelalaiann pihak kedua di dalam memenuhi perikatannya. Pihak
yang mengikatkan diri untuk bertanggung jawab atas kerugian itu disebut Surety dan pihak untuk perbuatan siapa Surety bertanggung jawab disebut Principal atau obligor sedangkan orang yang dilindungi adalah pihak yang disebut Obligee
1.
Jadi perjanjian Surety tersebut akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak asuransi selaku penjamin (Surety) terhadap pihak penerima jaminan (Obligee/kreditur) sebagai konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin (Principal/debitur) tersebut. Kesuksesan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk penjaminan atau penanggungan tersebut akan sangat ditentukan oleh kepastian pembayaran oleh pihak asuransi itu sendiri sebagai guarantor atau yang lebih dikenal dengan Surety.
Sebagai contoh, proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah, penawaran pengerjaannya kepada para kontraktor selalu dilakukan melalui tender. Umumnya, selalu mensyaratkan adanya jaminan dari kontraktor yang memenangkan tender tersebut terhadap kepastian dan kualitas dari pelaksanaan proyek yang dimenangkannya tersebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Surety Bond di Indonesia diperkenalkan sejak tahun 1980 dengan keluarnya
Keppres No.14/A/1980 tanggal 14 April 1980 tentang Pelaksanaan APBN/APBD dan bantuan luar negeri. Selanjutnya dikeluarkan surat Keputusan Menteri Keuangan No.271/KMK.011/1980 tanggal 7 Mei 1980 yang isinya mengenai penunjukkan 53 Lembaga Keuangan Bank yang dapat memberikan jaminan bank garansi dan 1 perusahaan asuransi yang memberikan jaminan dalam bentuk Surety
1
Prof.Emmy Pangaribuan Simanjuntak,S.H., 1986, Bentuk Jaminan (Surety-Bond, Fidelity
Bond) dan Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance), Liberty, Yogyakarta, hal.8Bond.
2Kini dalam perkembangannya, terdapat 42 perusahaan asuransi di
Indonesia yang dapat memberikan jaminan dalam bentuk Surety Bond yang didasarkan melalui keputusan Menteri Keuangan No: KEP-632/KM.10/2012 tentang daftar perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk asuransi pada lini usaha Suretyship. Adapun beberapa keputusan pemerintah yang menjadi dasar penerbitan Surety Bond, sebagai berikut:
31. Keputusan Presiden RI Nomor 16 tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang diperbolehkannya perusahaan asuransi kerugian yang memiliki program Surety Bond untuk menerbitkan jaminan proyek;
2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Nomor KEP- 166/MK.3/1994 dan Ketua Bappenas/Meneg PPN Nomor KEP- 27/KET/8/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keppres RI No. 16 Tahun 1994 yang secara khusus mempertegas diperbolehkannya perusahaan asuransi menerbitkan jaminan atau Surety Bond;
3. Khusus untuk kontraktor golongan ekonomi lemah (GEL), besarnya jaminan urang muka maksimum adalah 40% dari nilai kontrak, sesuai dengan Surat Edaran Bersama antara Badan Perencanaan Pembangungn Nasional (BPPN) dengan Departemen Keuangan No. SE- 144/A/21/1098/5522/D.IV/10/1998.
2
Ramli Samsul, 2014, Mengatas Aneka Masalah Teknis PengadanBarang/Jasa Pemerintah , Visimedia, Jakarta, hlm.9
3
Ibid, hlm,10
Tujuan yang ingin dicapai pemerintah dengan diperkenalkannya perusahaan asuransi menerbitkan Surety Bond antara lain:
41. Memperluas jaminan yang dapat digunakan oleh para kontraktor dengan memberikan alternatif pemilihan jaminan dalam pengerjaan pemborongan dan/atau pembelian, sehingga para kontraktor berkesempatan memakai jaminan dengan biaya lebih murah;
2. Menciptakan pasar jaminan yang kompetitif, sehingga tidak dimonopoli oleh perbankan saja dan mendorong para pemberi jaminan memberikan pelayanan yang lebih baik;
3. Memberikan kesempatan kepada kontraktor yang memiliki kemampuan teknis yang baik, tetapi memiliki kekuarangan modal kerja dengan cara memberikan uang muka;
4. Penunjukan perusahaan asuransi sebagai pengelola Surety Bond dimaksudkan agar insurance minded dikalangan masyarakat, khususnya bagi kontraktor/ pemborong/ pemasok dapat semakin bertambah.
Tujuan Surety Bond pada intinya adalah mempermudah dan memberi pilihan kepada masyarakat untuk mendapatkan jaminan untuk proyek pembangunan fisik selain jaminan dari bank garansi yang persaratannya sulit dan membutuhkan jaminan sebesar nilai proyeknya.
Surety Bond dapat diartikan sebagai suatu bentuk perjanjian antara dua pihak
yaitu antara pemberi jaminan (Surety) yakni perusahaan asuransi yang memberikan jaminan untuk pihak kontraktor atau pelaksana proyek (Principal)
4
Ibid. hlm.11
untuk kepentingan pemilik proyek (Obligee). Bahwa apabila pihak yang dijamin yaitu Principal yang oleh suatu sebab lalai atau gagal melaksanakan kewajibannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang diperjanjikan kepada Obligee, maka pihak Surety sebagai penjamin akan menggantikan kedudukan hukum pihak Principal untuk membayar ganti rugi kepada Obligee maksimum sampai jumlah
yang diberikan Surety.
5Adapun dasar hukum dari pada perjanjian pemberian jaminan dalam bentuk Surety Bond adalah perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur di dalam buku
ke tiga KUH Perdata tentang perikatan pada umumnya dan karena perjanjian pemberian jaminan ini adalah juga bersifat perjanjian tambahan (asesor) terhadap perjanjian pokok maka ditegaskan pula pengaturannya dalam buku ketiga KUHPerdata pada penjelasan tentang perjanjian/persetujuan yang disebut penanggungan, dalam bahasa Belanda disebut borghtochten seperti yang diatur dalam pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata.
6Menurut keputusan Menteri Keuangan No: KEP-632/KM.10/2012 tentang daftar perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk asuransi pada lini usaha Suretyship, terdapat 42 nama perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk Surety Bond konstruksi di Indonesia. Karena Surety Bond merupakan salah satu produk yang dilahirkan oleh asuransi yang sudah mempunyai ketentuan-ketentuan sebagaimana yang sudah diatur dalam KUH Dagang, dan Undang-undang No.2 Tahnun 1992 tentang peansuransian, maka
5
J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, 2003, Surety Bonds Sebagai Alternatif Dari Bank Garansi, CV. Dharmaputera, Jakarta, hlm.11
6
Ibid, hml 13.
Surety Bond juga tunduk dalam ketentuan sebagaimana yang mengatur asuransi
tersebut.
Namun pada keyataannya Surety Bond mempunyai permasalahan, hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang menyimpang dalam ketentuan Surety Bond yang pada dasarnya harus mengacu pada ketentuan yang terdapat pada asuransi, karena Surety Bond ini merupakan produk asuransi. Adapun ketentuan yang menyimpang yaitu jika dilihat dari pihak pada Surety Bond itu sendiri melibatkan tiga pihak yaitu : Obligee, Principal dan Surety Company, namun Surety Bond ini berbeda dengan asuransi yang hanya memiliki dua pihak yaitu: tertanggung dan penanggung, padahal Surety Bond termasuk dalan suatu produk dari asuransi yang berarti Surety Bond itu sendiri harus mengikuti prinsip dasar yang berlaku pada asuransi.
Dari salah satu pemasalahan diatas, mengenai perbedaan pihak dalam asuransi
dan pihak salam Surety Bond, muncul permasalahan baru dibidang asas subrogasi
asuransi pada Surety Bond, subrogasi asuransi menurut Pasal 284 KUHD
menyebutkan “seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu
barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dengan segala hak
yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan
kerugian tersebut, dan tertanggung itu adalah bertangging jawab untuk setiap
perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang-orang ketiga
itu”, menurut pasal tersebut subrogasi pada dasarnya adalah pihak penanggung
menggantikan kedudukan pihak penganggung untuk menagih pihak ketiga yang
menerbitkan kerugian tersebut. Dalam perjanjian Surety Bond pihak Surety harus
mengganti kerugian berdasarkan Surety Bond kepada pihak Obligee maka kemudian ia dapat menuntut Principal sebagai penganggung jawab yang utama dalam perjanjian. Hal ini bertentangan dengan sifat pertanggungan (asuransi), yang mewajibkan penanggung untuk membayar ganti rugi sesuai dengan persyaratan-persyaratan polis tanpa hak menuntut kembali kepada pihak-pihak lain di dalam kontrak. Pertanggungjawaban dari Principal dilawankan dengan pertanggungjawaban dari pihak ketiga terhadap siapa seorang penanggung dalam asuransi dapat menuntut berdasarkan hak subrogasi. Dalam hal subrogasi dalam asuransi, pihak ketiga bukanlah pihak didalam perjanjian asuransi, sedangkan Principal dalam Surety Bond yang dituntut kemudian oleh Surety yang telah
memenuhi kewajibannya oleh Surety yang telah memenuhi kewajibannya merupakan pihak dalam Surety Bond
7. Jadi subrogasi pada asuransi pihak ketiga tidak diketahui dan tidak ikut dalam perjanjian.
Permasalahan dibidang asas subrogasi asuransi pada Surety Bond harus dikaji secara mendalam karena adanya perbedaan peraturan antara asuransi dan Surety Bond, untuk mengkaji hal tersebut maka diperlukan suatu objek penelitian yaitu
pada perusahaan asuransi yang menyediakan jaminan Surety Bond, oleh karena itu PT. Jasaraharja Putera cabang Yogyakarta menjadi objek penelitian dengan pertimbangan:
1. Merupakan pelopor perusahaan asuransi yang menyediakan jaminan dalam bentuk Surety Bond;
2. Mempunyai reputasi baik dan tekenal dalam masyarakat;
7