Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Irfan Maulana NIM 11140340000103
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSĪR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
KONSEP SALAM DALAM PERSPEKTIF HAMKA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag) Oleh :
Irfan Maulana NIM: 11140340000103
Pembimbing,
Syahrullah Iskandar, MA NIP. 19780818 200901 1 016
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSĪR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul KONSEP SALAM DALAM PERSPEKTIF HAMKA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu AlQur’an dan Tafsir.
Jakarta, 9 Agustus 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dr. M. Suryadinata, M.Ag
NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19650207 199902 1 001
Pembimbing,
Syahrullah Iskandar, MA NIP. 19780818 200901 1 016
19730520 200501 1 003
vii
ix ABSTRAK Irfan Maulana, NIM 11140340000103 Konsep Salam Dalam Perspektif Hamka
Kata salam masih seringkali terjadi perbedaan dalam memahaminya, baik dari segi makna maupun implementasinya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena penelitian ini lebih terfokus hanya pada konsep salam menurut Hamka dalam karyanya Tafsir al-Azhar.
Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah, pertama Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research), karena penelitian ini bertujuan menelaah atau mengkaji penafsiran Hamka dalam kitab Tafsir al-Azhar mengenai ayat-ayat tentang salam. Dengan menggunakan pendekatan analisis-deskriptif (deskriptif- analisis). Kedua, sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua yakni data primer dan sekunder. Data primer pada penelitian ini merujuk pada al- Qur'an dan literatur pokoknya adalah kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini merujuk pada ensiklopedi, buku-buku, jurnal, tesis, disertasi, dan artikel yang berkaitan dengan tema penelitian yang akan dibahas. Ketiga, teknik analisis data dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Dan yang keempat tahapan penelitian yakni menentukan judul, permasalahan, dan tujuan penelitian, kemudian mengumpulkan data lalu menganalisa data tersebut.
Dengan demikian dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa kata salam menurut buya Hamka terbagi menjadi lima kategori, yaitu:
Pertama, kata salam diberi makna gambaran keadaan nanti di akhirat.
Kedua, kata salam memaknai sebagai salah satu nama Tuhan. Ketiga, kata salam memiliki makna salah satu nama surga. Keempat, kata salam diberi makna sebagai pengharapan Nabi Isa. Kelima, kata salam sebagai ucapan salam terhadap orang-orang di surga, ucapan salam yang datang dari Allah, ucapan salam para Nabi, dan ucapan salam dari para Malaikat.
Kata Kunci: Konsep Salam, Tafsir al-Azhar.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subaḥāna wa ta’ālā. penulis panjatkan atas segala rahmat, karunia, taufiq, dan hidayat-Nya yang tidak mampu dihitung oleh hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Ṣallallahu ‘alaihi wa sallām, rasul pilihan yang membawa cahaya penerang dengan ilmu pengetahuan. Semoga untaian doa tetap tercurahkan kepada keluarga, sahabat serta seluruh pengikutnya sampai akhir zaman.
Alhamdulillāh, penulis bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini melalui upaya dan usaha selama menyusun skripsi ini. Meskipun dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.
Atas dukungan dan kontribusi dari beberapa pihak, baik moril maupun materil. Penulis merasa berhutang budi dan tidak mampu membalasnya. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memimpin dan mengelola penyelenggaraan pendidikan sebagaimana mestinya.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf pembantu dekan, yang telah mengkoordinir penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat di fakultas.
3. Dr. Eva Nugraha, M,Ag. Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir juga Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, yang selalu memfasilitasi, ikhlas, memberikan
contoh yang baik dan tak pernah lelah memotivasi, semoga Allah swt membalas kebaikan beliau dan memberikan keberkahan.
4. Bapak Syahrullah Iskandar, MA, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan arahan untuk segera terselesaikannya skripsi ini. Semoga bapak dan keluarga sehat selalu, panjang umur, dan murah rezeki.
5. Bapak Jauhar Azizy, MA, pembimbing akademik yang telah memberi saran dan masukan penulis selama perkuliahan S1 di UIN Jakarta.
6. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag, dosen konsultasi yang telah memberikan saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga bapak dan keluarga sehat selalu, panjang umur dan murah rezeki.
7. Segenap seluruh dosen program Ilmu al-Qur’an dan Tafsir , penulis mengucapkan banyak terima kasih karena telah sabar dan ikhlas mendidik serta banyak memberikan berbagai macam ilmu kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan bermanfaat dunia dan akhirat.
8. Segenap kepala dan staf karyawan serta staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta staff perpustakaan Iman Jama’, Perpustakaan Daerah Jakarta Selatan. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas pelayanan pustaka dalam penulisan skripsi ini.
9. Teruntuk orang tuaku ayahanda H. Ma’mun al-Anshori dan ibunda Munawaroh yang selalu memberikan arahan dan dukungan baik berupa moril maupun materil serta doa yang tiada henti dari keduanya. Sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan sampai lulus. Kepada adikku Fikri Amrullah dan Fauzan Murod, serta kepada keluarga besar H. Muhammad bin Nawar dan
keluarga besar Umar bin Hada yang selalu membantu penulis.
Semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap langkahnya dan selalu melimpahkan Raḥmān dan Raḥīm-Nya kepada mereka. Āmīn Yā Rabbal’ālamīn.
10. Gus Mumu Lazuardi, bang Nailul, Sugih Hidayatullah, Yusuf Ramadhan, dan bang Khotman yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menulis karya ilmiah ini. Semoga abangda selalu diberikan kesehatan dan keberkahan.
11. Keluarga besar alm. Ijo Syamsi bin Nasir atas support dan motivasinya. Terutama kepada bang Dowi, bang Maman, aa Haidir, bang Kausar.
12. Temen tongkrongan SC Adib, Irwan, bos Alwi, Rizky Jomblo, Rifki Mbot, Futuh, Rizkia Key, Laili Fitriani, Helmi, dll. Sahabat PMII Komfuspertum Pengurus Masjid Jami’ al-Istiqomah yang sering nanya skripsi penulis tapi jarang bantuin.
13. Teman-teman yang selalu kasih semangat pada penulis dalam menyusun Skripsi; Fakhry, Isni Laila, Daroin, Roni, Ichall, Kholik, Yazid, Rio belo, Rizky Kentung, Perdana.
14. Sahabat penulis, Rinaldi, Nanda Mirza, Hadi Asrori, Ubaidillah, Arief Jokel, Chusna, Nurman, Sayuthi, Qbel, Ufid, Toni, Firman, Khubab.
15. Warkop sangkanhurip, Bude soto lamongan legoso, angkringan pak Gendut, warteg BBS, warung mpok hera, mpok ana, yang tidak memiliki kontribusi dalam penyelesaian skripsi penulis tapi suka pengertian saat kondisi akhir bulan.
16. Kawan-kawan Fakultas Ushuluddin angkatan 2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang rela berbagi ilmu, tawa, canda serta support kepada penulis.
Peneliti menyadari bahwa keilmuan dan wawasan peneliti masih sedikit, bilamana tulisan ini masih terdapat kekeliruan mohon dimaafkan.
Akan tetapi peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan yang ada untuk menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti berharap tulisan ini bisa bermanfaat dan memberikan motivasi kepada para pembaca, serta memberikan kontribusi yang signifikan bagi penelitian selanjutnya.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 17 Juni 2021
Irfan Maulana NIM: 11140340000103
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I.
Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/u/1987. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Arab Latin Keterangan
ا tidak dilambangkan tidak dilambangkan
ب b be
ت t te
ث ṡ es (dengan titik di atas)
ج j je
ح ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ kh ka dan ha
د d de
ذ ż zet (dengan titik di atas)
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
ص ṣ es (dengan titik di bawah)
ض ḍ de (dengan titik di bawah)
ط ṭ te (dengan titik dibawah)
ظ ż zet (dengan titik di bawah)
ع ‘ apostrof terbalik
غ g ge
ف f ef
ق q qi
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w w
ه h ha
ء ’ apostrof
ي y ye
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
A. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong, untuk vokal tunggal sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ ا Fatḥah a a
ِا Kasrah i i
َ ا Ḍammah u u
Adapun vokal rangkap sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ﹷ Ai a dan i
و ﹷ Au a dan u
Dalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اب ā a dengan garis di
atas
يِب ī i dengan garis di
atas
وُب ū u dengan garis di atas B. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:
syamsiyah dan qamariyah.
al-Qamariyah
ُُْيِنُلما
al-Munīral-Syamsiyah
ُُلاَجِ رلا
al-RijālC. Syaddah (Tasydid)
Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydid dilambangkan dengan ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
al-Qamariyah
ُُةِ وُقْلا
al-Quwwahal-Syamsiyah
ُُةَرْوُرَّضلا
al-ḌarūrahD. Ta Marbūtah
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu: ta martujah yung hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi adalah (t), sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser bacaan yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūtah ditransliterasikan dengan ha (h) contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1
ُُةَقْ يِرَّطلا
Ṭarīqah2
ُُةَّيِم َلَْسِْلْاُُةَعِماَْلْا
al-Jāmi’ah al-Islāmiah3
ُِدْوُجُوْلاُُةَدْحَو
Waḥdat al-WujūdE. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Berkaitan dengan penulisan nama untuk nama-nama tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al-palimbani, tidak “Abd al-Samad al-Palimbani. Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.
F. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas, Misalnya kata Al-Qur’ān (dari al- Qur’ān), Sunnah, khusus dan umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.
xxi DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... xi
PEDOMAN TRANSLITRASI ... xv
DAFTAR ISI ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
1. Identifikasi Masalah ... 6
2. Pembatasan Masalah ... 6
3. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Metodologi Penelitian ... 12
1. Jenis Penelitian ... 12
2. Sumber Data ... 12
3. Teknik Pengumpulan Data ... 13
4. Teknik Analisis Data ... 13
5. Tahapan Penelitian ... 13
6. Teknik Penulisan ... 14
F. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP SALAM DALAM AL-QUR’AN ... 17
A. Pengertian Konsep dan Salam ... 17
B. Kategorisasi Berdasarkan Masa Turunnya Ayat-Ayat Salam 20 1. Ayat-ayat Fase Makkiyah ... 23
2. Ayat-ayat Fase Madaniyah ... 25 C. Pandangan Mufassir tentang Kata Salam dalam al-Qur’an .... 26
BAB III BIOGRAFI TOKOH DAN GAMBARAN UMUM TAFSIR ... 35
A. Latar Belakang Keluarga ... 35 B. Riwayat Pendidikan ... 36 C. Sosio Politik ... 37 D. Karya-Karya ... 40 E. Riwayat Tafsir al-Azhar ... 41 1. Motivasi Penulisan ... 42 2. Haluan Penulisan dan Sistematika ... 44
BAB IV PENAFSIRAN SALAM DALAM TAFSIR AL-AZHAR ... 45 A. Tinjauan Tafsir al-Azhar tentang Terminologi Salam dalam al-
Qur’an ... 45 B. Klasifikasi dan Analisis Penafsiran Hamka tentang Konsep
Salam dalam Tafsir al-Azhar ... 46 C. Argumentasi Hamka tentang Salam ... 66 1. Argumentasi al-Qur’an dan Hadis ... 66 2. Argumentasi Sahabat dan Ulama ... 71
BAB V PENUTUP ... 81 A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Ayat-ayat Fase Makkiyah ... 23 Tabel 2.2 : Ayat-ayat Fase Madaniyah ... 25 Tabel 4.1 : Argumentasi al-Qur’an dan Hadis ... 66 Tabel 4.2 : Argumentasi Sahabat dan Ulama ... 71
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an diturunkan sebagai mukizat1 merupakan sebuah karunia besar bagi umat Islam.2 Mukjizat Nabi Muhammad Ṣallaallahu ‘alaihi wa sallām memiliki kekhususan dibandingkan dengan mukjizat para Nabi lainnya. Semua mukjizat sebelumnya telah dibatasi oleh ruang dan waktu yang artinya hanya diperlihatkan kepada umat tertentu pada masa tertentu pula. Sedangkan al-Qur’an memiliki sifat universal dan abadi yakni berlaku terhadap seluruh umat manusia hingga akhir zaman, karena itulah al-Qur’an menempatkan posisi sebagai mukjizat terbesar dari seluruh mukjizat yang diberikan Allah Subaḥāna wa ta’ālā.
Para ulama pada umumnya telah membagi ajaran atau aspek Islam pada tiga bagian, yaitu akidah, syariah dan akhlak.3 Di dalam al-Qur’an juga terdapat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Allah (ḥablum min Allah), hubungan manusia dengan manusia lainnya (ḥablum min an-nās), serta hubungan manusia dengan alam (hablum min alam), apabila petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an ini diterapkan oleh manusia dalam
1 Mukjizat, terambil dari bahasa arab ‘ajaza yang berarti tidak mampu, lemah. A.W Muawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 1998. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan kejadian ajaib yang menyimpang dari hukum- hukum alam. WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1948), 659.
2 Mannā Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 1.
3 Akidah adalah aspek Islam yang mengatur hal-hal yang menyangkut tata kepercayaan dalam Islam. Syariah terbagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah dan muamalah.
Ibadah adalah aspek Islam yang mengatur tata cara manusia berhubungan dengan Tuhan, sedangkan muamalah mengatur bagaimana manusia berhubungan dan saling berinteraksi dengan sesamanya dan dengan sesama makhluk lainnya. Akhlak mengatur hal-hal yang menyangkut tata perilaku manusia, yang baik dan yang buruk, baik yang menyangkut dirinya sendiri, dengan orang lain, dengan makhluk lainnya, dan dengan Tuhannya.
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), 6.
kehidupan, maka akan tercipta suasana kehidupan yang penuh kebaikan, keharmonisan dan ketentraman.
Kitab agung ini menempatkan posisi sebagai sentral, bukan saja dalam ilmu perkembangan keislaman, tetapi juga merupakan inspirasi, panduan dan gerakan umat Islam sepanjang zaman. Dalam hal itu, pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an perlu dikaitkan antara lain adalah melalui penafsiran yang dipahami dengan jelas.4
Al-Qur’an tidak begitu saja mengubah dunia tanpa adanya usaha untuk mengimplementasikannya dari manusia sebagai objeknya.
Dibutuhkan upaya untuk menggali semua ajaran yang terkandung dalam al- Qur’an. Usaha menggali semua ajaran yang ada di dalam al-Qur’an tersebut dikenal dengan istilah tafsir. Tafsir al-Qur’an berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan zaman, hingga muncul berbagai karya tafsir. Seiring dengan perkembangan zaman, pemahaman terhadap al-Qur’an semakin berkembang di antaranya pemahaman tentang salam yang menjadi perdebatan makna dan implementasi di kehidupan manusia yang semakin majemuk.
Dalam syarah kitab Riyāḍ al-Ṣaliḥīn, al-Uṡaimin mengungkapkan bahwa salam memiliki makna al-du’a (doa), yaitu doa keselamatan dari segala sesuatu yang membahayakan, merugikan, atau merusakkan.5
Pada masa jahiliyyah, disaat bertemu dengan seseorang yang akan diucapkan adalah ḥayakallah yang artinya semoga Allah memberimu kehidupan, atau dalam istilah saat ini semoga umurmu panjang, setelah Islam datang maka salam yang mereka ketahui diubah menjadi
4 Said Agil Husin al-Munawar, M.A, al-Qur’an membangun Tradisi Keselamatan Hakiki (Jakarta, Ciputat Press 2003), 61.
5 Acep Komarudin, Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab Salam Terhadap Non Muslim Studi Metode Yusuf al-Qardhawi (Skripsi S1, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015), 5.
Assalāmu’alaikum dan selanjutnya ungkapan ini disyariatkan bagi umat Islam untuk menghormati satu sama lain. Hal ini pun terjadi pada kalangan masyarakat Indonesia di awal kemerdekaan, apabila mereka bertemu sesama yang diucapkan adalah “Hidup Bung” sebagai bentuk tanda hormat.
Kemudian berkembang di kalangan masyarakat modern menjadi selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam.6
Penghormatan salam lebih utama dibandingkan dengan bentuk- bentuk penghormatan lainnya, didalam salam terkandung dua makna yang pertama, berdzikir kepada Allah dan yang kedua, si pemberi salam memohon keselamatan dan perlindungan kepada Allah dengan Salam.7
Kata salam memiliki tempat yang terhormat dalam diskusi para teolog Islam belakangan ini dan ia juga memainkan peran yang sangat penting dalam Islam sebagai sebuah simbol. Seperti dalam beberapa pengertian kata salam dipahami sebagai ucapan kepada orang-orang yang beriman serta menjaga dan memelihara diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan perintahNya serta menjauhi larangannya. Penelusuran kata Salam dalam al-Qur’an terdapat 158 kata dengan berbagai derivasi, yang terkumpul dalam 143 ayat di 50 surat. Kata Salam merupakan bentuk jamak dari kata Salima yang artinya selamat. Dalam al-Qur’an terulang 105 kali dalam bentuk jamak, 18 kali dalam bentuk taṡniyah, dan 35 kali dalam bentuk mufrad. 8
Akar dari kata Salam terdiri dari tiga huruf, yakni huruf sin )
س
(, lam)ل(
dan mim)م(
, maka kata dasar yang terangkai dari ketiga huruf tersebut6 Syamruddin Nasution dan Khoiruddin, “Mengkaji Nilai Salam dalam al-Qur’an”, Jurnal Ushuluddin UIN Syarif Kasim Riau (Vol. 25 No 1, Januari-Juni 2017), 65.
7 Magdy Shehab, Kemukjizatan al-Qur’an dan Sunnah (Jakarta; Nayla Moon, 2011), 74.
8 M. Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fadz al-Qur’an (Kairo: Darul Kutub al-Mishiyyah). 455-358.
adalah
)ملس(
terhindar dari segala bahaya, terbebas dari cacat, dan pertikaian.9 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “salam” diartikan sebagai pernyataan hormat, damai dan assalāmualaikum wa raḥmatullah wa barakātuhu.10 Seperti yang terdapat dalam jurnal M. Dayat dan Achmad Yusuf menjelaskan tentang mengucapkan salam kepada non muslim yang mencantumkan Qs. al-Nisā’/ 4: 94 yaitu :ُُأٓىَق ۡلَأُۡن َمِلُْاوُلوُقَ تُ َلََوُْاوُنَّ يَ بَ تَ فَُِّللَّٱُ ِليِبَسُ ِفُِ ۡمُتۡ بَرَضُاَذِإُْاأوُ نَماَءَُنيِذَّلٱُاَهُّ يَأَٓيَ
ُ َت ۡسَلَُمَٓلَّسلٱُُمُكۡيَلِإ
نِم ۡؤُم
َُنوُغَ تۡ بَ ت ُاُُ
َُضَرَع ُُ
ُ ةَيِثَكُُِنِاَغَمَُِّللَّٱَُدنِعَفُاَي ۡ نُّدلٱُِةٓوَ يَۡلۡٱ ُُ
َُكِلَٓذَك ُُ
مُتنُك ُُ
ُنِ م ُُ
ُُلۡبَ ق ُُ
َُّنَمَف ُُ
ُ ۡمُكۡيَلَعَُُّللَّٱ ُُ
ُيِبَخَُنوُلَمۡعَ تُاَِبَُِناَكََُّللَّٱَُّنِإُ ْاأوُ نَّ يَ بَ تَ ف
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di
اُ
jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu11: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah Keadaan kamu dahulu12, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”13 Dalam literatur Islam dijelaskan bahwa surah al-Nisā’ yang terdapat 176 ayat diturunkan di kota Madinah berdasarkan pada riwayat Bukhari dari Aisyah “Tidaklah diturunkan surah al-Nisā’ kecuali aku berada di dekat Rasulullah” serta dalam beberapa riwayah Aisyah hidup bersama
9 Muhammad bin Mukarram bin Mandzur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar Al-Fikr), XII, 289.
10 Poerwadarminta, KBBI. 855.
11 Dimaksud juga dengan orang yang mengucapkan kalimat: laa ilaaha illallah.
12 Maksudnya: orang itu belum nyata keislamannya oleh orang ramai kamu pun demikian pula dahulu.
13 Qs. al-Nisā’/ 4: 94.
Rasulullah dimulai pada bulan Syawal tahun pertama hijriyah. Secara otomatis dari keterangan ini surah an-Nisā’ diturunkan di kota Madinah.14
Seperti dalam literatur Islam yang lain terkait pengucapan selamat natal yang mengaitkan dengan Qs. Maryam/ 19: 33 di bawah ini:
اًّيَحُُثَعْ بُأَُمْوَ يَوُُتوُمَأَُمْوَ يَوُُّتدِلُوَُمْوَ يَُّىَلَعُُمَٓلَّسلٱَو
“Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”15
Dalam konteks ayat yang lain terkait etika pengucapan salam seperti yang terdapat dalam al-Qur’an Qs. al-Nūr/ 24: 27.
َُُنيِذَّلٱُاَهُّ يَأَٓيَ
ُ ۡمُكِلَٓذُ اَهِل ۡهَأُأٓىَلَعُْاوُمِ لَسُتَوُْاوُسِن ۡ
أَت ۡسَتَُّٓتََّحُۡمُكِتوُيُ بَُۡيَغُاتًوُيُ بُْاوُلُخ ۡدَتُ َلَُْاوُنَماَء
ُۡيَخ
ُۡمُكَّل
ُۡمُكَّلَعَل ُُ
َُنوُرَّكَذَت ُُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki
ُ
rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”16
Dalam tafsir al-Azhar dijelaskan pula bahwa orang-orang mukmin dilarang memasuki pekarangan rumah jika tidak ada izin dari yang punya.
Rumah adalah tempat menyimpan rahasia kerumahtanggan. Orang luar tidak boleh mengetahui itu. Kadang-kadang terjadi perselisihan suami-istri dalam perkara yang kecil.17 Sedangkan Jalaluddin al-Suyuṭī dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sebelum mendapatkan izin dari yang empunya rumah jika ingin memasuki pekarangan rumah orang hendaknya mengucap Assalāmu’alaikum.18
14 Wahbah al-Zuhayli, Tafsir al-Munir, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1991), 552.
15 Qs. Maryam/ 19: 33.
16 Dr. Moh. Rifa’I, al-Qur’an Terjemah Tafsir, 624.
17 Prof. Dr. Hamka, Tafsir al-Azhar juz XVII (Pustaka Islam, Surabaya 1963). 197.
18 Jalaluddin al-Suyuṭī, Tafsir Jalalain (Dar al-Fikr, 1991), 256.
Dari keterangan di atas, menurut penulis penting untuk menganalisis lebih lanjut terkait konsep salam dalam al-Qur’an. Sehingga penulis mengambil tokoh mufassir Hamka karena beliau seorang mufassir yang berasal dari Indonesia. Menurut penulis beliau memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memaknai teks-teks al-Qur’an. Kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh sosio-historis, geopolitik maupun guru yang melatar belakangi pendidikan mereka.
Keunggulan itulah yang menjadikan peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh tentang pemikiran Hamka. Karena tokoh ini memiliki andil yang hebat dalam kancah keilmuan di Indonesia pada era modern ini, bahkan memberikan warna tersendiri khususnya tentang konsep salam yang dikaitkan dengan cara hidup berdampingan antar umat beragama yang ideal sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam al-Qur’an.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Terdapat 143 ayat tentang salam dari 50 surat dalam al-Qur’an b. Salam sebagai alat interaksi antar sesama umat Islam.
c. Implementasi salam dari Tuhan terhadap Malaikat, Nabi, Manusia dan Manusia terhadap Manusia.
d. Perbedaan pendapat ulama mengenai makna salam.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut, penulis hanya membatasi masalah pada konsep salam dalam tafsir al-Azhar.
3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Bagaimana konsep salam dalam tafsir al-Azhar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini diharapkan untuk :
a. Mengetahui definisi dan manfaat Salam dalam al-Qur’an.
b. Mengetahui ayat-ayat Salam dalam al-Qur’an serta pandangan para mufassir.
c. Memahami dan mengetahui penafsiran ayat-ayat tentang salam khususnya dalam penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
d. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akademis dalam upaya menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah.
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan sumbangan dalam perkembangan penafsiran al- Qur'an kontemporer, khususnya dalam kajian tema-tema penting dalam al-Qur'an.
b. Diharapkan dapat menambah khazanah dan memberikan kontribusi positif bagi pengembangan studi ilmu-ilmu al-Qur'an khususnya mengenai tafsir al-Qur'an Kontemporer.
D. Tinjauan Pustaka
Ditemukan beberapa karya, yang membahas salam dalam al-Qur’an diantaranya:
Buku karya Mahmud asy-Syafrowi yang berjudul Assalamu’alaikum Tebarkan Salam, Damaikan Alam, Yogyakarta 2009, dalam buku ini dijelaskan bagaimana Salam itu merupakan salah satu sifat Allah SWT, Nabi Muhammad saw adalah poiner salam, salam merupakan sunnah terdahulu pada zaman Nabi Adam AS hingga akhir kiamat, salam merupakan ucapan para penghuni surga, dan etika mengucapkan salam dan
menjawab salam. Dapat dipahami bahwa dalam buku tersebut salam tidak hanya terfokus pada ucapan saja melainkan bisa diartikan sebagai salah satu sifat Allah.19
Selanjutnya Buku karya Imam al-Nawawi yang berjudul “Mutiara Riyāḍ al-Ṣāliḥīn” Jakarta, 2013, dalam buku ini menjelaskan tentang ayat- ayat al-Qur’an dan hadist-hadist yang menjelaskan secara umum makna Salam dan keutamaan Salam.20
Selanjutnya skripsi yang disusun oleh Teguh Susanto, yang berjudul
“Ma’na al-Salām fi al-Qur’an al-Karim”. Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2007. Dalam skripsi ini dijelaskan konsep salam dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode semantik kontekstual, skripsi ini hanya berfokus kepada seputar aturan-aturan kaidah bahasa arab, yakni definisi semantik, peran semantik dalam memahami al-Qur’an, konteks dan perannya dalam makna kalimat. Selanjutnya mengenai kata Salam dalam al-Qur’an yang menjelaskan makna Salam dari segi etimolog dan terminologi. Di samping itu dijelaskan pula penggunaan al-Qur’an terhadap kata Salam. Namun menurut penulis penelitian ini secara keseluruhan masih sangat dasar, hal ini terlihat dari penjelasan yang benar-benar ringkas pada setiap pembahasannya.21
Karya ilmiah dalam bentuk skripsi selanjutnya yang ditulis oleh Yeni Marlina, pada tahun 2018 yang berjudul Etika Bertamu Dalam Perspektif Living Qur’an (Upaya Menghidupkan al-Qur’an Di dalam Masyarakat Studi Tafsir al-Misbah). Skripsi ini menjelaskan adab pada saat bertamu dan menerima tamu. Dalam hal ini dianjurkan untuk meminta izin, atau
19 Mahmud asy-Syafrowi, Assalamu’alaikum Tebarkan Salam (Yogyakarta:
Mutiara Media, 2009), 53.
20 Imam al-Nawawi, Mutiara Riyāḍ al-Ṣāliḥīn (Jakarta: Mizan, 2013), 324.
21Teguh Susanto, Ma’na al-Salām fi al-Qur’an al-Karim (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007).
mengetuk pintu, atau mengirim pesan singkat melalui alat komunikasi modern atau berdehem sebagai isyarat kedatangan, dan mengucap salam pada saat bertamu dan bagi tuan rumah dianjurkan pula untuk menjawab salam dengan ucapan salam yang lebih baik, dan hendaknya tamu diberikan jamuan hidangan yang baik dari tuan rumah, dan tuan rumah diharuskan memenuhi kebutuhan seseorang yang menjadi tamunya.22
Kemudian dalam sebuah jurnal pendidikan agama Islam yang ditulis oleh Furqon pada tahun 2011 yang berjudul Salam Dalam Perspektif Islam kajian tersebut membahas mengenai salam sebagai ucapan dalam perspektif Islam, bahwa salam dalam Islam tidak bisa digantikan dengan ucapan lain seperti selamat pagi, selamat siang atau sebagainya. Karena ucapan Salam dalam Islam mengandung unsur doa di dalamnya.23
Kajian selanjutnya dalam Jurnal Ushuluddin, yang ditulis oleh Syamruddin Nasution dan Khoiruddin Nasution pada tahun 2017 yang berjudul Mengkaji Nilai Salam Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik) dalam kajian tersebut dijelaskan makna Salam yang terkandung di dalam al-Qur’an, dengan menyatakan bahwa kata salam di dalam al-Qur’an ada yang mengandung do’a kepada Allah meminta keselamatan pada tiga pergantian hidup, ada juga yang bermakna selamat Allah kepada para Nabi- Nya dan ada yang bermakna ucapan selamat kepada orang-orang beriman yang telah selamat masuk surga. Selain itu anjuran untuk menebarkan Salam dalam kehidupan modern agar kata Salam tidak dapat digantikan dengan ucapan lain.24
22 Yeni Marlina, Etika Bertamu Dalam Perspektif Living Qur’an (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 2018).
23 Furqon Syarief Hidayatullah, “Salām Dalam Perspektif Islam” Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Vol. 9 No. 1 - 2011, 93.
24 Syamruddin Nasution dan Khoiruddin Nasution, Mengkaji Nilai Salam Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik), 67.
Kajian selanjutnya dalam bentuk skripsi, yang ditulis oleh Nailur Rahman, yang berjudul “Konsep Salam Dalam Al-Qur’an Dengan Pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu”. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014. Skripsi ini menjelaskan bahwa Salam terbagi pada tiga bagian, yang pertama, Makna Dasar dan Relasional, makna dasar daripada Salam adalah Selamat, sedangkan relasional memiliki makna yang berkaitan seperti salah satu sifat Allah. Dia yang Maha Esa yang terhindar dari segala Aib. Yang kedua Makna Sinkronik dan Diakronik, konsep Salam yang dipahami sebagai ucapan dan rasa ketenangan dan tidak mengandung nilai-nilai agama, hal ini ada pada masa pra Qur’anik. Sedangkan Diakronik Salam pada masa Qur’anik, mengalami perkembangan makna seperti salah satu sifat Allah, kata yang baik, pujian, selamat dan penghormatan dan sangat erat kaitannya dengan nilai agama. Yang ketiga weltanschauung atau pandangan dunia.
Secara komprehensif konsep Salam dari perkembangan makna pada saat pra Islam hingga lahirnya Islam dikonsepkan sebagai ucapan, meskipun dari kedua periode ini ia memiliki kebudayaan yang berbeda khususnya pada dalam agama.25
Kajian dalam bentuk skripsi selanjutnya yang ditulis oleh Asrar Amin, yang berjudul, “Salam Dalam al-Qur’an: Kajian Salam dalam Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab”. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri. Skripsi ini menjelaskan bahwa M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengemukakan makna Salam berkisar pada keselamatan, terhindar dari aib, kedamaian hidup, keselamatan dan kesejahteraan.26
25 Nailur Rahman, Konsep Salam Dalam Al-Qur’an Dengan Pendekatan Toshihiko Izutsu (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014).
26 Asrar Amin, Salam Dalam Al-Qur’an: Kajian Salam dalam Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri 2019).
Selanjutnya karya ilmiah dalam bentuk buku, yang ditulis oleh Muhammad Khoirul Anwar, yang berjudul, “Khazanah Mufassir Nusantara”. Buku ini menjelaskan secara umum, metode pada tafsir Al- Qur’an Al-Karim adalah ijmali, karena pembahasannya yang singkat dan global. Namun ditemukan pula metode tahlili dan muqaran yang meliputi beberapa surat dan ayat tertentu. Sedangkan coraknya adalah al-adab ijtima’I yang menekankan aspek pendidikan. Karena yang menjadi sasaran Mufassir adalah kalangan pelajar, mahasiswa secara khusus dan masyarakat luas secara umum. Pembahasan ini memiliki kaitan dengan penelitian penulis, yakni dalam segi tokoh yang sama-sama menjelaskan penafsiran Mahmud Yunus, namun penelitian penulis dibatasi dengan pembahasan tertentu saja.27
Karya ilmiah dalam buku selanjutnya, yang ditulis oleh Dr. Mafri Amir, MA, yang berjudul “Literatur Tafsir Indonesia”. Dalam buku ini dijelaskan bahwa Hamka dalam tafsir al-Azhar menggunakan sumber bi al- ra’yi, sebab dalam menafsirkan lebih mengedepankan rasio tentang tafsiran ayat-ayat tersebut. Sedangkan metode yang digunakan adalah tahlili, yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara meneliti semua aspeknya.
Pada corak tafsir al-Azhar sendiri tergolong pada adabi ijtima’i yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Pembahasan inipun memiliki kaitan dengan penelitian penulis, yakni dalam segi tokoh yang sama-sama menjelaskan penafsiran Hamka, namun penelitian penulis dibatasi dengan pembahasan tertentu saja.28
27 Muhammad Khoirul Anwar, Khazanah Mufassir Nusantara (Jakarta: Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir PTIQ 2020), 100.
28 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Jakarta: Mazhab Ciputat 2013), 186-188.
E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library research), merupakan penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber, baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri atau disebut dengan sumber primer, maupun sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai yang ditelitinya. Karena penelitian ini bertujuan menelaah atau mengkaji penafsiran Hamka dalam kitab Tafsir al-Azhar mengenai ayat-ayat tentang salam, maka jenis penelitian yang sesuai adalah penelitian pustaka yang bercorak deskriptif, yakni menuturkan dan menafsirkan data yang ada atau representasi obyektif atas fenomena yang ditangkap.
Karenanya proses metode ini tidak hanya pengumpulan data, penyusunan data, tetapi lebih jauh dari itu juga menganalisis dan menginterpretasikan arti data tersebut yang pada gilirannya diadakan konklusi.29
2. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua sumber data yakni sekunder dan primer.
a. Sumber Data Primer
Sumber primer adalah tempat atau gudang penyimpan original dari data sejarah. Adapun sumber data Primer dalam penelitian ini merujuk kepada al-Qur'an. Sedangkan literatur pokoknya adalah kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah catatan-catatan yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinil. Adapun data sekunder dalam penelitian ini merujuk pada
29 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik (Bandung: Trisno, 1990), 139-141.
ensiklopedi, buku-buku, jurnal, tesis, disertasi, dan artikel yang berkaitan dengan tema penelitian yang akan dibahas
3. Teknik Pengumpulan Data
Mengingat jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Maka teknik pengumpulan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur- literatur, catatan, dan laporan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, setelah mengumpulkan data dari sumber primer dan sekunder, penulis ingin mencoba mengolah data tersebut dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Melalui metode ini penulis mencoba mengambil kesimpulan dari kaidah-kaidah yang bersifat umum dan khusus. Dengan memaparkan bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang salam dalam al-Qur’an dalam kitab tafsir al-Azhar karya Hamka. Lalu memberikan kesimpulan dari penafsiran tersebut secara mendalam.
5. Tahapan Penelitian
Dalam penelitian ini tahapan yang ditempuh peneliti yaitu:
a. Menentukan Judul, Permasalahan, dan Tujuan Penelitian
Dalam langkah ini penulis menentukan judul penelitian terlebih dahulu dari sebuah ketertarikan terhadap pemikiran Hamka yang merupakan mufassir kontemporer mengenai konsep Salam dalam kitab tafsir al-Azhar dalam al-Qur’an, yang sebelumnya disetujui dalam bentuk proposal skripsi. Setelah menentukan judul, penulis mengidentifikasi, merumuskan dan membatasi masalah dalam penelitian ini. Lalu menyebutkan tujuan dan manfaat adanya penelitian ini.
b. Mengumpulkan Data
Untuk menentukan jawaban dari rumusan dan tujuan penelitian ini maka, perlu mengumpulkan data-data yang relevan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan kitab-kitab, ensiklopedi, buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan tema penelitian ini.
c. Menganalisa Data
Setelah data dikumpulkan melalui studi pustaka, kemudian merangkum dan menyeleksi data berdasarkan pada pokok permasalahan yang telah ditetapkan dan dirumuskan sebelum penelitian berlangsung, sekaligus mencangkup proses penyusunan data ke dalam berbagai focus, kategori atau permasalahan yang sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.
6. Teknik Penulisan
Adapun penulisan skripsi ini sepenuhnya mengacu pada buku pedoman akademik yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017. Rujukan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan kitab tafsir tafsir al-Azhar karya Hamka. Dan literatur terkait.
F. Sistematika Penulisan
Agar skripsi yang disusun tersusun rapi dan mudah dipahami, penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis telah membagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, Sebagai Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, Tinjauan Umum tentang Konsep Salam dalam al- Qur’an, yakni meliputi pengertian konsep, kategorisasi berdasarkan masa turunnya ayat-ayat salam serta tinjauan mufassir tentang kata salam dalam al-Qur’an.
Bab Ketiga, Biografi Tokoh dan Gambaran Umum Tafsir, yang meliputi latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, latar belakang sosio politik, karya-karya dan riwayat penulisan kitab tafsir al-Azhar, yang meliputi motivasi haluan dan sistematika penulisan.
Bab Keempat, Penafsiran Salam dalam Tafsir al-Azhar yang di dalamnya terdapat tinjauan tafsir al-Azhar tentang terminologi salam dalam al-Qur’an, klasifikasi dan analisis penafsiran hamka tentang salam dalam al-Qur’an, Argumentasi penafsiran Hamka tentang salam yang meliputi penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan al-Sunnah, al- Qur’an dengan Logika dan al-Qur’an dengan Nuansa sosial.
Bab Kelima, Penutup yang mencangkup pokok-pokok penelitian yang sekaligus menjadi jawaban permasalahan yang menjadi inti dari kajian ini. Yakni berisi kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan, setelah bab ini penulis menyajikan daftar pustaka sebagai pertanggung jawaban referensi atas penelitian ini.
17 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP SALAM DALAM AL- QUR’AN
A. Pengertian Konsep dan Salam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti, pengertian, gambaran mental dan objek, proses, pendapat, rancangan, yang telah dipikirkan.1 Pada dasarnya konsep merupakan abstraksi dari suatu gambaran yang bersifat umum atau tentang sesuatu.2 Fungsi dari konsep sangat beragam, akan tetapi pada umumnya konsep memiliki fungsi untuk mempermudah seseorang dalam memahami suatu hal. Karena sifat dari konsep sendiri adalah mudah dimengerti serta mudah dipahami.
Dalam buku Metode Penelitian karangan Singarimbun dan Effendi, konsep merupakan sebuah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak pada suatu kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi objek.3 Soedjadi juga mengemukakan bahwa konsep memiliki hubungan erat dengan definisi. Menurutnya, konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek, yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.4
Secara garis besar, konsep memiliki fungsi untuk memberikan gambaran atau penjelasan mengenai suatu hal. Berikut adalah beberapa fungsi konsep:
1 Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 520.
2 Harifudin Cawidu, Konsep Kufr Dalam al-Qur’an, Suatu Kajian Teologis Dengan Pendekatan Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 13.
3 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian (Jakarta: LP3ES 1987), 33.
4 R.Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Konsultasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 2000), 14.
Pertama, Fungsi Kognitif. Kemampuan manusia untuk berpikir optimal sepanjang hidupnya, dengan membuat konsep fungsi kognitif seseorang akan menjadi lebih baik. Kedua, Fungsi Evaluatif. Proses yang dilakukan manusia dalam menentukan nilai suatu hal. Ketiga, Fungsi Operasional. Proses pelaksanaan suatu dasar yang kuat untuk dilakukan, agar lebih efektif dan efisien. Keempat, Fungsi Komunikasi, Proses komunikasi terdapat penjelasan, gagasan, ide atas suatu hal.5
Secara terminologi, Salam sering diartikan sebagai keselamatan dan terhindar dari segala yang tercela. Quraish Shihab menjelaskan bahwa salam termasuk ucapan yang dianjurkan Islam bila bertemu dengan sesama bukan sekedar assalāmua’laikum (
مكيلعُملَس ال
), tetapi dilengkapi dengan warahmatullāhi wabarakātuh (هتاكربوُ ُالله ُةحمرو
).6 al-Uṡaimin juga mengungkapkan bahwa Salam mempunyai makna doa yaitu doa keselamatan dari segala sesuatu yang membahayakan, karena merugikan, atau merusak. Pendapat yang lain mengatakan bahwa Salam adalah salah satu Asmāul Ḥusnah yang artinya bahwa Allah yang maha selamat dari segala kekurangan dan sifat-sifat tertentu salah satu dari rukun Shalat, yaitu ketika mengucapkan Salam ketika menoleh ke kanan dan ke kiri.75 M. Prawiro, “Pengertian Konsep Secara Umum, Fungsi, Unsur dan Karakteristikny, 2018.” Diakses, 30 Juli, 2021,
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-konsep.html
6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan keseharian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,2008), 539.
7 Nogarsyah Moede Gayo, Kamus Istilah Agama Islam (Jakarta: progress, 2004), 413.
Menurut kitab tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, salam memiliki tiga fungsi. Pertama, sebagai do’a, sebagaimana Allah berfirman Qs. Maryam/
19: 33.
ُُاًّيَحُُثَعْ بُاَُمْوَ يَوُُتْوُمَاَُمْوَ يَوُُّتْدِلُوَُمْوَ يَُّيَلَعُُمٓلَّسلاَو
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafat, dan hari aku dibangkitkan hidup (kembali).”8
Ayat ini menjelaskan ketika Nabi Isa as mengakhiri perkataan dengan doa,
“Keselamatan dan kesejahteraan semoga selalu dilimpahkan kepadaku. Semoga aku terhindar pula dari aib dan kekurangan, pada hari kelahiranku, pada hari wafat, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali di Padang Mahsyar.9 M.
Quraish Shihab berpendapat ayat tersebut terbagi dalam tiga fase, saat lahir, saat wafat, dan saat dibangkitkan. Saat manusia dilahirkan dalam keadaan tidak normal (cacat), maka kehidupannya akan terganggu. Saat wafat, ketika seseorang wafat dan hidupnya kurang atau tidak ada amal kebaikan maka kesengsaraan hidup akan mengikutinya di alam barzah dan diperlukannya keselamatan di padang mahsyar.10 Ayat di atas mengajarkan kepada manusia untuk selalu berdo’a agar terus mendapatkan rahmat-Nya.
Kedua, salam berfungsi sebagai penghormatan. Allah berfirman Qs. Al- Wāqi’ah/ 56: 91.
ُُ ِِْۗيِمَيْلاُ ِبٓحْصَاُْنِمَُكَّلٌُمٓلَسَف
“Maka salam bagimu” dari (sahabatmu,) golongan kanan.”11
8 Qs. Maryam/ 19: 33.
9 Tafsir Kemenag, al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 10, cet 4 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009).
10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 8 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 180.
11 Qs. Al-Wāqi’ah/ 56: 91.
M. Quraish Shihab berpendapat kata salam sebagai bentuk penghormatan yang diberikan kepada penghuni Surga yang sudah memperoleh ketenangan lahir dan ketenangan batin dalam kehidupan abadi.12
Ketiga, salam berfungsi sebagai sifat. Seperti firman Allah dalam Qs. Al- Qadr/ 97: 3.
ُِرْجَفْلاُِعَلْطَمُ ٓ تََّحَُيِهٌُۛمٓلَس
“Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.”13
ُ
Kata salam di ayat tersebut menyikapi malam yang gelap dan mencekam yang penuh dengan segala bahaya. Menurut Quraish Shihab kata salam diartikan sebagai kebebasan dari segala kekurangan baik dalam bentuk lahir maupun batin dan ayat tersebut menginformasikan bahwa malaikat selalu berdo’a di malam Qadr terhadap orang-orang yang ditemui agar terbebas dari keburukan dunia dan akhirat.14
B. Kategorisasi Berdasarkan Masa Turunnya Ayat-ayat Salam Para ahli tafsir terdahulu memberikan perhatian yang besar terhadap sejarah turunnya al-Qur’an yaitu dengan memperhatikan waktu, dan tempat.
Tempat-tempat tersebut kemudian terbagi menjadi dua klasifikasi umum.
Pertama disebut Makkiyah kedua disebut Madaniyah.15 Dalam klasifikasi ayat atau surat dalam al-Qur’an yang tergolong Makkiyah dan Madaniyah, dapat diklasifikasikan menjadi empat:
Pertama, surat yang keseluruhan ayatnya Makkiyah, tidak terdapat di dalamnya satupun dari ayat Madaniyah. Surat yang dimaksud ialah berjumlah lima puluh delapan surat. Yaitu diantaranya Qs. al-Fātihah, Qs.
Yūnus, Qs. al-Ra’d, Qs. al-Anbiyā’, Qs. al-Mu’minūn, Qs. al-Naml, Qs.
12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 13, 180.
13 Qs. al-Qadr/ 97: 5.
14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 15, 431.
15 Usman, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2009), 193.
Ṣad, Qs. Fātir, surat-surat dalam juz amma’ dimulai dari Qs. al-Nabā’
sampai dengan Qs. al-Nās.16
Kedua, surat yang keseluruhan ayatnya Madaniyah, yang tidak terdapat di dalamnya ayat Makkiyah, surat yang tergolong surat Madaniyah yaitu berjumlah delapan belas surat. Yaitu diantaranya Qs. ali-Imrān, Qs.
an-Nisā’, Qs. an-Nūr, Qs. al- Aḥzāb, dan lain-lain.17
Ketiga, surat Makkiyah namun terdapat di dalamnya ayat Madaniyah;
yaitu Sebagian besar ayat adalah Makkiyah, sehingga berstatus sebagai surat Makkiyah namun di dalamnya dapat dijumpai satu atau dua ayat yang dinisbatkan kepada Madaniyah. Surat yang di maksud ialah berjumlah kurang lebih berjumlah tiga puluh dua surat. Yaitu diantaranya Qs. al- An’ām, Qs. al-A’rāf, Qs. Hūd, Qs. Yūsuf, Qs. Ibrāhīm, Qs. al-Furqān dan lain-lain.
Keempat, surat Madaniyah yang didalamnya terdapat ayat Makkiyah;
yaitu surat yang kebanyakan ayatnya tergolong Madaniyah namun di dalamnya terdapat satu atau dua ayat yang dinisbatkan kepada Makkiyah.
Surat yang dimaksud berjumlah enam surat. Yaitu Qs. al-Baqarah, Qs. al- Mā’idah, Qs. al-Anfāl, Qs. al-Taubah, Qs. al-Ḥajj, dan Qs. Muhammad.18
Terkait dalam dasar pengklasifikasian ayat dan surat yaitu terdapat dua hal yang menjadi acuan yaitu:
Pertama, dasar mayoritas yakni sesuatu surat apabila kebanyakan ayatnya adalah Makkiyah, maka dikategorikan atau disebut sebagai surah Makkiyah, begitupun sebaliknya apabila kebanyakan ayat-ayat Madaniyah maka surat tersebut dikategorikan sebagai surat Madaniyah.
Kedua, dasar kontinuitas yakni di mana permulaan dari suatu surat diawali dengan ayat Makkiyah maka surat tersebut tergolong surat
16 Usman, Ulumul Qur’an, 199.
17 Usman, Ulumul Qur’an, 199.
18 Usman, Ulumul Qur’an, 200.
Makkiyah. Begitupun sebaliknya apabila awal dari sesuatu surat terkait masalah-masalah hukum, maka disebut sebagai surat Madaniyah.19
Landasan dari kedua dasar pemikiran di atas adalah riwayat dari Ibnu Abbās yang mengatakan sebagai berikut:
َُن َُاك
ُْت
ُُُِا
َُذ
ُُأُا
ُْنُِزَُل
ُْت
َاف ُُُ
َُِتُُة
ُُس ُُ
َُروُ ة
َُُُِبِ
َُةُُ َُّك
ُُكُِت
َُب
ُْت
َُُُِبِ
َُةُُ َُّك
َُُّثُُ
َُيُِزُْي
ُُدُُ
ُُالله
ُُُِفُْي
َُاه
َُامَُي ُُ
ُُءُ َُاش
“Apabila awal surat itu diturunkan di Makkah, maka catatlah ia sebagai surat Makkiyah, kemudian Allah menambahkan dalam surat itu ayat-ayat yang dikehendakinya”.20
Dalam proses untuk mengetahui dan menentukan apakah ayat atau surat tergolong Makkiyah atau Madaniyah. Para ulama’ menyepakati untuk bersandar kepada dua cara, yaitu:
Naqli al-simā’i (dinukilkan secara lisan). Cara ini dilakukan melalui periwayatan dari salah seorang sahabat yang hidup pada saat turunnya wahyu al-Qur’an dan disaksikannya ayat al-Qur’an itu diturunkan. Atau bisa juga periwayatannya itu dinukil dari salah seorang tabi’in yang telah mendengar dan menerima secara langsung dari sahabat bagaimana, kapan, dan dimana serta peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu.21
Qiyāsī Ijtihādī yaitu cara ini didasarkan pada hasil pengamatan terhadap ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah. Jadi apabila dalam surat Makkiyah itu terdapat suatu ayat yang mengandung sifat atau peristiwa Madaniyah, maka dapat dikatakan ia itu sebagai Madaniyah. Begitupun sebaliknya, apabila dalam surat Madaniyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat dan peristiwa Makkiyah, maka ayat tersebut dapat dikategorikan Makkiyah. Apabila suatu surat terdapat ciri-ciri Makkiyah, maka surat tersebut dinamakan surat Makkiyah. Begitupun sebaliknya, apabila dalam suatu surat terdapat ciri-ciri Madaniyah, maka surat tersebut
19 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, 100.
20 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, 101.
21 Usman, Ulumul Qur’an, 202.
dinamakan surat Madaniyah. Hal inilah yang disebut dengan istilah qiyāsī ijtihādī.22
1. Ayat-ayat fase Makkiyah
Ayat-ayat tentang Salam yang tergolong sebagai Makkiyah terdapat dalam 34 surah. Adapun susunan kronologi ayat-ayat Salam fase Makkiyah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbās adalah sebagai berikut:23
Tabel 2.1 Urut
Kronologi Nama Surat Urut Mushaf
Urut
Kronologi Nama Surat Urut Mushaf
2 Qs. al-Qalam 68 53 Qs. al-Hijr 15
24 Qs. al-Qadr 97 54 Qs. al-
An‘ām 6
33 Qs. Qāf 50 55 Qs. Ṣaffāt 37
37 Qs. Ṣād 38 56 Qs.
Luqmān 31
38 Qs. al-A‘rāf 7 57 Qs. Sabā’ 34
39 Qs. al-Jinn 72 58 Qs. al-
Zumar 39
40 Qs. Yāsin 36 59 Qs. Gāfir 40
41 Qs. al-Furqān 25 60 Qs. Fuṣilāt 41
43 Qs. Maryam 19 62 Qs. al-
Zukhrūf 43
22 Mannā Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an terj. Mudzakir AS (Jakarta:
Litera Antar Nusa, 2009), 62.
23 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: FKBA, 2011), 102-103.
44 Qs. Ṭāhā 20 65 Qs. al-
Aḥqaf 46
45 Qs. al-
Wāqiah 56 66 Qs. al-
Zariyāt 51
46 Qs. al-Syurā’ 42 69 Qs. al-Nahl 16
47 Qs. al-Naml 27 71 Qs. Ibrāhīm 14
48 Qs. al-Qaṣāṣ 28 72 Qs. al-
Anbiyā’ 21
50 Qs. Yūnus 10 75 Qs. al-Ṭūr 52
51 Qs. Hūd 11 83 Qs. al-Rūm 30
52 Qs. Yūsuf 12 84 Qs. al-
Ankabūt 29
Ayat-ayat Salam di atas yang tergolong pada fase Makkiyah mempunyai kesamaan makna dengan fase Madaniyah yaitu bermakna sifat Allah dan yang lebih khusus dalam fase ini bermakna kata-kata yang baik, pujian, selamat atau aman. Pada fase Makkiyah Rasulullah sebagaimana mengemban tugas sebagai pemberi peringatan terutama yang berkaitan dengan persoalan ketauhidan. Karena, dalam fase Makkiyah masyarakat yang dihadapi oleh Rasulullah adalah orang-orang jahiliyah yang mayoritas masyarakatnya membangkang terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Sikap masyarakat Makkah yang demikian dilatarbelakangi oleh akidah yang telah dianut turun temurun dari nenek moyang mereka. Maka sangat beralasan jika pemaknaan kata Salam pada fase ini bermakna sifat Allah yang berkaitan dengan surga. Karena, ingin memancing ketertarikan mereka terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi untuk kelak mendapat balasan atas ketauhidan mereka kepada Allah.
Konsep Salam ketika bermakna selamat juga tidak lepas untuk memancing masyarakat Makkah untuk mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, karena, dengan memeluk agama Islam seseorang akan selamat dari kesesatan, dan Rasulullah mengajarkan akan tunduk kepada Allah.
Ketundukan tersebut yang akan menyebabkan selamat dunia dan akhirat sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an.
2. Ayat-ayat fase Madaniyah
Ayat-ayat tentang Salam yang tergolong sebagai Madaniyah terdapat dalam 16 surah. Adapun susunan kronologi ayat-ayat Salam fase Madaniyah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbās adalah sebagai berikut:24 Tabel 2.2
Urut
Kronologi Nama Surat Urut Mushaf
Urut
Kronologi Nama Surat Urut Mushaf 1 Qs. al-
Baqarah 2 17 Qs. al-Nūr 24
2 Qs. al- Anfāl 7 18 Qs. al-Hajj 22
3 Qs. ali-Imrān 3 21 Qs. al-
Hujurāt 49
4 Qs. al-Ahzab 33 22 Qs. al-
Taḥrim 66
6 Qs. al-Nisā’ 4 25 Qs. al-Ṣaff 61
9 Qs.
Muhammad 47 26 Qs. al-Fath 48
24 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: FKBA, 2011), 102-103.
10 Qs. al-Ra’d 13 27 Qs. al-
Mā’idah 5
15 Qs. al-Ḥasyr 59 28 Qs. al-
Taubah 9
Pada fase Madaniyah ketika masyarakatnya telah banyak yang mengikuti ajaran Rasulullah yang dibawanya. Maka beban Rasulullah tidak seberat pada fase Makkiyah serta lebih fokus dalam membangun suatu ideologi baru bagi masyarakat. Sehingga kata Salam pada periode ini tidak dijelaskan secara detail. Namun, pada periode ini kata Salam dalam al- Qur’an bermakna sifat Allah dan penghormatan. Ketika kata Salam bermakna sifat Allah ialah hanya untuk menegaskan bahwa Allah bersifat as-Salam yakni pertama, bersifat keterhindaran atas keselamatan dari segala aib, dan kekurangan. Kedua, Allah yang menghindarkan semua makhluknya dari penganiayaan-Nya yakni yang Maha Sejahtera seperti yang digambarkan dalam Qs. al-Ḥasyr/ 59: 5.
Ketika Salam bermakna penghormatan atau ucapan selamat pada periode ini yaitu seperti yang dibahas sebelumnya pada periode ini masyarakat yang dihadapi Rasulullah mayoritas sudah mengenal dan percaya terhadap ajaran yang dibawa oleh beliau, sehingga kata Salam dalam periode ini bermakna penghormatan atau ucapan Salam yang berkenaan dengan etika dalam kehidupan sosial dan simbol perhormatan para Malaikat dengan suatu ucapan Salam seperti yang digambarkan oleh Qs. al-Nūr/ 24: 61.
C. Pandangan Mufassir tentang Salam dalam al-Qur’an 1. Periode Klasik
Dalam sejarah tafsir periode klasik sangat relevan jika disebut sebagai tafsir masa Nabi, dan Sahabat. Mengingat tafsir pada masa itu dinilai sangat