• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.dimana dengan. adanya keyakinan dan kemampuan yang dimiliki, seseorang dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.dimana dengan. adanya keyakinan dan kemampuan yang dimiliki, seseorang dapat"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Rasa Percaya Diri

a. Pengertian Rasa Percaya Diri

Menurut Baharudin dan Wahyuni (2015:216) percaya diri adalah keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.Dimana dengan adanya keyakinan dan kemampuan yang dimiliki, seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.

Adapun Menurut Lie (2003:4). Percaya diri adalah individu yang sehat dan mempunyai rasa percaya diri yang memadai. Percaya diri artinya yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan masalah. Karena dengan percaya diri seseorang merasa dirinya berharga dan mempunyai kemampuan menjalani kehidupan, mempertimbangkan berbagai pilihan dan membuat keputusan sendiri.

Senada dengan Lie adapun menurut Enung Fatimah (2006: 149)

kepercayaan diri sebagai sikap positif seorang individu yang

memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik

terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapi.

(2)

Menurut Siswanto, dkk (2012:30) Orang yang percaya diri akan mampu melihat kekurangan dirinya. Bukan merasa rendah diri, tetapi untuk selanjutnya memperbaiki diri dan bisa melihat kelebihan diri, bukan untuk menyombongkan diri, tetapi dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan.

Adapun percaya diri pada anak usia dini menurut Aprianti (2013:63) adalah dimana anak berani melakukan sesuatu hal yang baik bagi dirinya sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan diri. Selain itu, anakpun mampu melakukannya tanpa ragu serta selalu berpikir positif.

Anak yang memiliki rasa percaya diri mampu menyelesaikan tugas sesuai tahap perkembangannya dengan baik dan tidak bergantung pada orang lain.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan rasa percaya diri adalah pandangan keyakinan dan sikap yang dapat tumbuh dari sikap sanggup berdiri sendiri, kesanggupan untuk menguasai diri, mengontrol tindakan diri serta menerapkan nilai-nilai yang dianut dan bebas dari pengendalian orang lain serta mempunyai keyakinan bahwa dirinya mempunyai kelebihan.

b. Ciri-Ciri Anak yang Memiliki Rasa Percaya Diri

Anak yang memiliki rasa percaya diri tentunya memiliki ciri-ciri

tertentu, adapun Menurut Anita (2003: 4) terdapat ciri-ciri perilaku yang

mencerminkan rasa percaya diri antara lain : (1) Yakin kepada diri

sendiri, (2)Tidak tergantung pada orang lain, (3) Tidak ragu-ragu, (4)

(3)

Merasa dirinya berharga, (5) Tidak menyombongkan diri, (6) Memiliki keberanian untuk bertindak. Dimana anak yang memiliki ciri-ciri tersebut dapat melakukan sesuatu dengan benar dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.

Menurut Wiyani ( 2014: 134-135) Anak usia 5-6 tahun yang memiliki rasa percaya diri dapat ditunjukkan dengan berani bertanya dan menjawab, mau mengemukakan pendapat secara sederhana, mengambil keputusan secara sederhana, bermain pura-pura atau bermain peran tentang suatu profesi.

Senada dengan pendapat di atas menurut Aprianti, (2013:204) Anak yang memiliki kepercayaan diri tinggi akan mudah bertindak dan mengambil keputusan tanpa perasaan putus asa atau tidak yakin akan kemampuannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak yang memiliki rasa percaya diri adalah anak yang memiliki keyakinan pada dirinya sendiri, tidak bergantung pada orang lain dan dan berani dalam bertindak.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rasa Percaya Diri

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri anak.

Menurut Wiyani (2014:134) sikap positif yang ditampilkan oleh orang tua

ataupun pendidik PAUD kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan

rasa percaya diri anak usia 5-6 tahun. Pemberian penghargaan, pujian, pola

asuh yang demokratis, sikap yang ramah dan murah senyum dari orang tua

(4)

atau pendidik PAUD merupakan sikap positif yang sangat mempengaruhi perkembangan rasa percaya diri anak.

Menurut Nurlaila, dkk (2004:25). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan rasa percaya diri anak yaitu intervensi keluarga, intervensi lingkungan (sekolah), gizi, baik gizi fisik maupun gizi mental. Jadi semua intervensi saling mempengaruhi Rasa Percaya Diri Anak

Menurut Ibid dalam Wiyani (2014: 130-131) rasa percaya diri pada anak juga dapat berkembang manakala orang tua atau pendidik PAUD mau memberikan kebebasan dalam menentukan pilihan. Dengan demikian, anak akan memiliki rasa percaya diri yang dihasilkan dari keberaniannya dalam mengambil keputusan dan keteguhan terhadap pilihannya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri anak yaitu sikap positif yang ditampilkan oleh orang orang lain terhadap dirinya, faktor dari keluarga, intervensi lingkungan (sekolah), pemberian gizi, baik gizi fisik maupun gizi mental dan anak diberikan kebebasan dalam menentukan pilihannya sendiri.

d. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri

Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh

secara instant, melainkan proses berlangsung sejak usia dini, dalam

kehidupan bersama orang tua. Meskipun banyak faktor mempengaruhi

kepercayaan diri seseorang, namun faktor yang amat mendasar bagi

(5)

pembentukan pembentukan kepercayaan diri. Sikap orang tua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu (Zoelandari Mita 2011:11)

Menurut Setiawan (2014:40) ada beberapa cara untuk membangun rasa percaya diri adalah sebagai berikut:

1. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki rasa percaya diri dan berfikir positif.

2. Mengingat kembali saat kita merasa percaya diri.

3. Sering melatih diri.

4. Mengenal diri sendiri lebih baik lagi.

5. Jangan terlalu keras pada diri sendiri 6. Jangan takut mengambil resiko.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan rasa percaya diri hendaknya diberikan sejak usia dini, anak dilatih selalu berpikir positif, lebih mengenal dirinya sendiri dan berani bertindak serta bertanggung jawab atas semua keputusannya.

e. Gejala Tidak Percaya Diri pada Anak

Thursan Hakim (2005: 46-70) menyebutkan berbagai situasi yang menunjukkan adanya gejala-gejala tidak percaya diri pada anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Anak terlalu mudah menangis (cengeng) b. Anak tidak berani ke sekolah sendiri c. Anak selalu minta dilayani

d. Anak tidak berani tampil di depan kelas

e. Anak tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat f. Anak mudah panik dalam menghadapi masalah g. Anak menjadi gagap ketika berbicara

h. Anak sering mengisolasi diri

i. Anak cenderung tidak memiliki inisiatif

j. Anak cenderung mundur dalam menghadapi tantangan.

(6)

Berbagai gejala tidak percaya diri pada anak terdiri dari mudah menangis (cengeng), tidak berani ke sekolah sendiri, selalu minta dilayani, tidak berani tampil di depan kelas, tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat, mudah panik dalam menghadapi masalah, menjadi gagap ketika berbicara, sering mengisolasi diri, cenderung tidak memiliki inisiatif, serta cenderung mundur dalam menghadapi tantangan merupakan permasalahan yang harus segera diatasi oleh seorang guru. Dalam mengenal ciri-ciri anak tidak percaya diri tersebut, Guru harus memberikan perhatian lebih agar bisa mengatasi permasalahan yang dia alami dan tidak tergantung pada orang lain.

2. Bermain Peran

a. Pengertian Bermain Peran

Bermain Peran adalah permainan yang melibatkan interaksi antara dua

orang siswa atau lebih tentang satu topik atau situasi. Menurut Gowen dalam

(Latif, dkk, 2013: 208) main peran dipandang sebagai sebuah kekuatan yang

menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan, ingatan, kerja sama

kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan,

pengendalian diri, keterampilan mengambil sudut pandang spasial, afeksi dan

kognisi. Dimana dengan bermain peran Anak dapat melakukan macam-macam

percobaan dengan bahan disekitarnya dan berbagi macam peran, mereka saling

berinteraksi, anak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memerankan

(7)

sehingga menemukan kemungkinan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan sesungguhnya.

Menurut Fathurrahman (2015:94) Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata kedalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas/pertemuan yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberi penilaian.

Sedangkan menurut Yuliani, Sujiono (2010:81) bermain peran adalah kegiatan yang berfokus pada kegiatan dramatisasi, tempat anak-anak bermain untuk memerankan tugas-tugas anggota keluarga, tata cara dan kebiasaan dalam keluarga dengan berbagai perlengkapan rumah tangga serta kegiatan di lingkungan sekitarnya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bermain peran adalah permainan yang melibatkan interaksi antara dua orang siswa atau lebih tentang satu topik atau situasi. Anak melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama mereka melakukan peran terbuka. Anak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memerankan sehingga menemukan kemungkinan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan sesungguhnya.

b. Jenis Bermain Peran

Menurut Erik Erikson dalam (Latif dkk, 2013:207) , ada dua jenis main peran, yaitu :

1. Main Peran Kecil (Mikro)

(8)

Anak memainkan peran melalui alat bermain atau benda yang berukuran kecil.

Contoh:

Rumah boneka; perabotan dan ruang.

Kereta api; rel lokomotif, gerbong-gerbongnya Bandar udara; pesawat, boneka dan truk-truk

Kebun binatang; boneka-boneka binatang liar, boneka pengunjung.

Jalan-jalan kota; jalan, orang, kota, mobil.

2. Main peran Besar (Makro)

Anak bermain menjadi tokoh menggunakan alat berukuran seperti sesungguhnya yang digunakan anak untuk menciptakan dan memainkan peran-peran.

Contoh :

Rumah sakit: dokter, perawat, pengunjung, apoteker.

Kantor polisi: polisi, penjahat.

Kantor pos : pengantar surat, pegawai kantor pos.

Senada dengan Erik Erikson menurut Madyawati (2016: 157) jenis bermain peran meliputi:

1. Bermain peran makro.

Anak berperan sesungguhnya dan menjadi seseorang atau sesuatu.

Saat anak memiliki pengalaman sehari-hari dengan main peran makro (tema sekitar kehidupan nyata). Anak belajar banyak keterampilan pra akademis, seperti : mendengarkan, tetap dalam tugas, menyelesaikan masalah, dan bermain kerja sama dengan orang lain.

2. Bermain peran mikro

Anak memegang atau menggerak-gerakkan benda-benda berukuran kecil untuk menyusun adegan. Saat anak bermain peran mikro, anak belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa main peran ada 2

jenis yaitu main peran mikro dan main peran makro. Main peran mikro anak

memegang atau menggerak-gerakkan benda-benda berukuran kecil untuk

menyusun adegan, dan main peran makro anak berperan sesungguhnya dan

menjadi seseorang atau sesuatu

(9)

c. Tujuan Bermain Peran

Bermain peran Menurut Hamzah (2014:26) sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.

Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk : 1.

menggali perasaannya 2. memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya ,3. mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan 4. mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara.

Tujuan bermain peran, sesuai dengan jenis belajar menurut Hamalik dalam (Taniredja Tukiran,dkk 2014:40) adalah :

1. Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Tujuannya untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif.

2. Belajar melalui peniruan (imitasi) para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.

3. Belajar melalui balika. Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para pemain / pemegang peran yang telah ditampilkan.

Tujuannya untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah di dramatisasikan.

4. Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Sementara itu menurut Wiyani (2014:147) Bermain Peran (role play)

secara khusus digunakan oleh orang tua atau pendidik PAUD untuk

(10)

mengevaluasi keterampilan anak dalam mempraktikkan etika berangkat ke KB atau TK, menjaga alat belajar dan mainan, serta etika pulang dari KB atau TK.

Secara umum, kegiatan bermain peran ini dilombakan untuk memotivasi anak dalam bermain peran, memacu agar muncul berbagai kreativitas pada diri anak, memupuk keberanian, memunculkan rasa percaya diri, dan mengembangkan kemampuan bekerja sama pada diri anak.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bermain peran bertujuan untuk menggali perasaan, memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsi anak, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, memacu agar muncul berbagai kreativitas serta bermanfaat pada saat anak terjun kemasyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi dimana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain.

d. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Bermain Peran

Ketika hendak ingin memainkan jenis permainan ini hal-hal yang perlu diperhatikan menurut Ibung (2009:216-217) adalah sebagai berikut:

1. Jika belum pernah memainkan jenis permainan ini pilihlah cerita yang terjadi sehari-hari. Dengan cerita yang akrab dengan kehidupan anak, maka anak akan lebih mudah untuk memainkan tokoh/ peran yang ia mainkan

2. Pilih cerita yang pernah di alami anak.

3. Perhatikan usia anak. anak yang lebih muda usianya tentu belum mampu berkomunikasi dengan baik. karena itu biasanya mereka juga membutuhkan alat bantu lebih banyak (boneka, mobil-mobilan dll).

4. Perhatikan karakter anak : anak yang tertutup cenderung lebih lama

dan sulit untuk berekspresi

(11)

5. Usia anak dapat bermain jenis ini : mulai 2 tahunn

6. Lokasi bermain : didalam atau diluar ruangan, bergantung jenis cerita yang dipilih

7. Alat bantu: bergantung cerita yang dipilih.

8. Jumlah pemain : minimal dua orang. Makin banyak makin seru.

9. Pelajaran moral yang dapat di ambil melalui jenis permainan ini, bergantung cerita yang dipilih.

Berkenaan dengan hal-hal di atas menurut Sigmud Freud (Mukhtar, dkk, 2013:210) mutu pengalaman main peran tergantung pada:

1. Memiliki latar belakang pengalaman yang sama, misalnya kunjungan anak pada suatu tempat tertentu.

2. Waktu yang cukup untuk main.

3. Tempat dan alat yang tepat, terutama dalam mendukung tema yang sedang dibahas.

4. Orang dewasa yang dapat terlibat sesuai dengan kebutuhan untuk dapat memberikan pijakan pengalaman main peran.

Tentunya memainkan jenis permainan ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Guru harus memperhatikan semua aspek baik itu segi pemilihan cerita, karakter yang ingin dikembangkan, keamanan anak, tempat dan alat yang tepat untuk digunakan dalam bermain peran, agar peran yang dimainkan dapat bermakna dan meningkatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada diri anak tersebut.

e. Kemampuan yang Dibangun Melalui Bermain Peran

Melalui bermain peran tentu banyak kemampuan yang akan dibangun didalam prosesnya. Teori Vigotsky (Mukhtar, dkk, 2013: 208) tentang main peran mendukung munculnya dua kemampuan penting, yaitu:

1. Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda.

2. Kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang di

arahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel.

(12)

Adapun Menurut Sigmud Freud (Mukhtar, dkk, 2013: 210-211) kemampuan yang dibangun dalam bermain peran antara lain :

1. Pengungkapan kata-kata lebih baik.

2. Kosa kata lebih kaya

3. Bahasa keseluruhan lebih tinggi.

4. Tahap bahasa lebih tinggi.

5. Strategi pemecahan bahasa lebih baik.

6. Lebih ingin tahu.

7. Kemampuan melihat sudut pandang orang lain lebih baik.

8. Kemampuan intelektual lebih tinggi.

9. Bermain dewngan teman lebih banyak.

10. Kegiatan kelompok lebih banyak.

11. Kerja sama teman sebaya lebih banyak.

12. Agresi menurun.

13. Empati lebih banyak.

14. Pengendalian terhadap dorongan dari dalam diri lebih baik.

15. Meramalkan kecendrungan dan hasrat anak lain lebih baik.

16. Penyesuaian sosial dan emosional lebih baik.

17. Inovasi lebih banyak.

18. Lebih imajinasi.

19. Waktu perhatian lebih panjang 20. Kemampuan perhatian lebih besar.

.

Dari uraian mengenai kemampuan yang dibangun dalam bermain peran diatas dapat disimpulkan bahwa dengan bermain peran banyak sekali kemampuan yang ingin dikembangkan pada diri anak.

f. Tujuan dan Manfaat Bermain Peran Makro

Ketika anak memainkan perannya masing-masing tentu ada tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari bermain peran tersebut. Adapun Tujuan dan manfaat dari anak bermain peran makro antara lain, Menurut Ibid dalam Latif dkk (2013:130) Tujuan khusus dari bermain peran makro yaitu

1. Membangun kemampuan interaksi sosial dan berbahasa

(13)

2. Membangun rasa empati, mengambil sudut pandang spasial dan afeksi.

Dan manfaat dari bermain peran makro Menurut Ibid dalam Latif dkk (2013:130) yaitu mendukung anak dapat memiliki :

1. Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda

2. Kemampuan menahan mendorong hati dan menyusun tindakan yang diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel.

3. Kemampuan membedakan imajinasi dan realitas.

g. Kegiatan Bermain Peran Makro

Kegiatan yang dapat dimainkan dalam bermain peran makro menurut Latief, dkk (2013: 131) yaitu memainkan peran-peran yang ada di muka bumi yang dekat dengan anak, seperti ibu, ayah, dokter, binatang-binatang.

Menurut Wantah (2005 : 121) dalam jenis permainan ini anak memegang peran tertentu yang sedang dimainkannya, misalnya bermain dokter-dokteran, supir-supiran, bidan-bidanan, polisi-polisian, tentara-tentaraan, dan sebagainya.

Adapun menurut Yuliani, Sujiono (2010:81) Kegiatan bermain peran meliputi:

1. Bermain sambil memerankan pekerjaan/kegiatan didalam rumah tangga (keluarga).

2. Bermain dramatisasi dengan alat-alat yang disediakan.

3. Bermain fantasi dengan menggunakan telepon umum

4. Bermain sambil memerankan pekerjaan sebagai kasir/pegawai/pelayan,

5. Bermain sambil memerankan sebagai penerima telepon.

Dalam kegiatan bermain peran besar anak belajar memerankan kegiatan

yang berfokus pada kegiatan dramatisasi, tempat anak-anak bermain untuk

(14)

memerankan tugas-tugas anggota keluarga, tata cara dan kebiasaan dalam keluarga dengan berbagai perlengkapan rumah tangga serta kegiatan di lingkungan sekitarnya.

h . Perlengkapan Bermain Peran Makro

Menurut Ibid dalam Latif dkk (2013:130) alat atau media main peran besar adalah alat dengan ukuran yang sesungguhnya. Artinya, alat tersebut bisa dipakai anak saat bermain seperti:

1. Alat dan Bahan main kerumah tanggaan 2. Alat dan bahan main keprofesian

3. Alat dan bahan main yang mendukung keaksarahan.

Adapun menurut Yuliani, Sujiono (2010:81-82) alat permainan yang digunakan dalam bermain peran besar yaitu:

1. Ruang tamu : Kursi tamu, meja tamu, taplak meja, vas bunga rak buku- buku dan telepon.

2. Ruang tidur : Tempat tidur, kasur bantal, guling sprey, lemari baju dan gantungannya, cermin dan bermacam-macam boneka, meja rias dengan perlengkapannya, box bayi dengan perlengkapannya.

3. Peralatan rumah tangga : mesin jahir, tempat setrika dan strikaanya.

4. Bermacam-macam baju, sepatu, tas, topi kalung/aksesoris 5. Dorongan bayi

6. Alat-alat kebersihan

7. Ruang keluarga : televisi gambar anak sedang menjahit, membaca buku, menyulam, jam dinding, telepon.

8. Ruang belajar dan bermain : komputer, mobil-mobilan, bermacam- macam boneka.

9. Ruang dapur : tempat cuci, piring, gambar anak sedang memasak gambar sebagai hiasan.

10. Ruang makan meja makan, kursi makan dan alat-alat makan

11. Kamar mandi : Wc bak mandi gayung, kran air, sabun, handuk, sikat gigi, pasta gigi.

12. Toko : lemari tempat menyimpan barang/ etalase, barang-barang bekas

atau sisa, biji-bijian, mesin hitung dan uang untuk kasir.

(15)

13. Kantor : meja kantor, mesin hitung, mesin tik komputer, kertas krayon, pensil, spidol, kursi.

i. Langkah –Langkah Bermain Peran

Adapun langkah-langkah bermain peran Menurut Sujiono dan bambang (2010:82) adalah sebagai berikut:

1. Guru mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengarahan dan aturan-aturan serta tata tertib dalam bermain.

2. Guru membicarakan alat –alat yang akan digunakan oleh anak-anak untuk bermain.

3. Guru memberikan pengarahan sebelum

4. Guru membagikan tugas kepada anak-anak sebelum bermain menurut kelompoknya agar anak tidak saling berebut dalam bermaiin.

5. Guru sudah menyiapkan anak-anak permainan yang akan digunakan sebelum anak-anak mulai bermain.

6. Anak bermain sesuai dengan peranannya.

7. Guru hanya mengawasinya.

8. Setelah waktu bermain telah hampir habis, guru dapat menyiapkan berbagai macam buku cerita..

3. Kaitan Bermain Peran Terhadap Peningkatan Rasa Percaya Diri anak usia dini

Bermain peran bukanlah suatu permainan tanpa makna namun sangat penting bagi perkembangan emosional, mental, intelektual bahkan fisik anak.

Menurut Madyawati (2016:158-159 )beberapa manfaat bermain peran, yaitu : 1. Membangun kepercayaan diri pada anak.

2. Mengembangkan kemampuan berbahasa.

3. Meningkatkan kreativitas dan akal.

4. Membuka kesempatan untuk memecahkan masalah 5. Membangun kemampuan sosial dan empati

6. Memberi anak pandangan positif

(16)

Begitu juga Menurut Wiyani ( 2014: 134-135) Anak usia 5-6 tahun yang memiliki rasa percaya diri dapat ditunjukkan dengan enam kemampuan berikut ini.

a. Berani bertanya dan menjawab.

b. Mau mengemukakan pendapat secara sederhana.

c. Mengambil keputusan secara sederhana

d. Bermain pura-pura atau bermain peran tentang suatu profesi.

e. Bekerja secara mandiri

f. Berani bercerita secara sederhana.

Bermain peran merupakan salah satu permainan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri anak, terutama bermain peran makro dimana anak belajar bekerja sama, lebih berani, mau bersosialisasi dengan temannya, mau mengungkapkan pendapatnya dan berani untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya.

4. Penelitian Yang Relevan

a. Skripsi : SUNDARI (A520080062)

Judul : Peningkatan Rasa Percaya Diri Melalui Bermain Peran Pada Anak Kelompok B Di Tk Pertiwi 03 Tambak Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri

anak melalui bermain peran. Penelitian menggunakan Penelitian

Tidakan Kelas / PTK dilakukan pada Kelompok B di TK Pertiwi 03

Tambak Mojosongo Boyolali tahun Pelajaran 2011/2012. Subyek penelitian

ini adalah anak Kelompok B TK Pertiwi 03 Tambak Mojosongo Boyolali

(17)

sejumlah 20 anak. Pengumpulan data peningkatan rasa percaya diri dikumpulkan melalui observasi dan catatan lapangan. Data dianalisis menggunakan tabulasi. Hasil analisis data menunjukkan yang signifikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan rasa percaya diri anak melalui bermain peran.Sebelum dilakukan tindakan Prasilkus, rasa percaya diri anak berada pada 41%. Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan permainan bermain peran, rasa percaya diri anak menunjukkan peningkatan yakni pada siklus I mencapai 52%, siklus II mencapai 74%, dan siklus III mencapai 84%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bermain peran dapat meningkatkan rasa percaya diri anak pada kelompok B di TK pertiwi 03 Tambak Mojosongo Boyolali.

b. Skripsi : Rofianah

Judul : Peningkatan Kepercayaan Diri Melalui Metode Bermain Peran Pada Anak Kelompok B Tk Muslimat Nu 003 Al Fitroh Kota Mojokerto.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas alat penelitian

yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas anak, lembar observasi

aktivitas guru dan lembar observasi peningkatan kepercayaan diri Subyek

dalam penelitian ini berjumlah 20 anak dengan jumlah laki-laki 12 anak dan

perempuan 8 anak.Tehnik analisa data yang digunakan adalah statistik

diskriptif. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada siklus satu diperoleh hasil

observasi aktivitas guru sebesar 65%, hasil observasi aktivitas anak sebesar

73,86% dan hasil observasi peningkatan kepercayaan diri sebesar 71,5%

(18)

sehingga hasil yang diperoleh belum sesuai harapan karena target yang ditentukan yaitu sebesar 76%. Oleh karena itu dilanjutkan dengan penelitian pada siklus kedua. Hasil dari analisis siklus kedua diperoleh observasi aktivitas guru sebesar 85%, observasi aktivitas anak sebesar 80,22% dan observasi peningkatan kepercayaan diri sebesar 83,75%. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan kepercayaan diri dapat ditingkatkan kan melalui metode bermain peran.

c. Skripsi : Desi Retno Sari (520090103)

Judul : Pengaruh Pembelajaran Bermain Peran Terhadap Rasa Percaya Diri Pada Anak Di Tk Pertiwi Karanganyar 2 plupuh Sragen Tahun Pelajaran 2012/2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran

bermain peran terhadap rasa percaya diri. Penelitian ini menggunakan

metode eksperimen dengan desain one-group pretest -posttest design, yaitu

penggunaan pretest sebelum diberi perlakuan dan pengukuran rasa percaya

diri pada posttest (setelah perlakuan). Subjek dalam penelitian ini adalah

anak–anak TK kelompok B pada TK Pertiwi Karanganyar 2 Plupuh Sragen

tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 22 orang anak. Teknik

pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Teknik

analisis data menggunakan uji beda t test. Pengerjaan menggunakan

program komputer SPSS for Windows versi 15.0 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari

pembelajaran bermain peran terhadap rasa percaya diri pada anak kelompok

(19)

B di TK Pertiwi Karanganyar 2 Tahun Pelajaran 2012/2013.

Terbukti dari hasil uji t yang memperoleh nilai thitung ttabel yaitu 14,642 > 2,080 diterima pada taraf signifikansi 5%. Artinya terdapat perbedaan rasa percaya diri anak sebelum dananak sebelum dan sesudah pembelajaran bermain peran. Nilai rata-rata rasa percaya diri anak setelah eksperimen mencapai 35,364, lebih tinggi dibandingkan sebelum eksperimen yang hanya mencapai 27,136. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran bermain peran berpengaruh positif terhadap peningkatan rasa percaya diri pada anak TK.

5. Kerangka Berpikir

Kerangka berfikir adalah gambaran tentang alur pikir yang digunakan dalam penelitian. Kerangka tersebut dilukiskan dalam bentuk bagan agar terlihat gambaran permasalahan penelitian dalam langkah yang utuh. Adapun kerangka berfikir dalam dalam penelitian ini sebagai berikut:

Skema Kerangka Berfikir

Setelah Tindakan Pelaksana

Tindakan Sebelum

Tindakan

Rasa percaya diri anak meningkat

Anak kurang memiliki rasa percaya diri

Meningkatkan rasa percaya diri anak melalui bermain peran

Bermain peran makro

(20)

6. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan tersebut,

maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan dari penelitian ini adalahdengan

bermain peran makro rasa percaya diri anak kelompok B di TK Islam Al-Muttaqin

Kota Jambi dapat meningkat.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, ada beberapa keuntungan yang diperoleh ketika menggunakan permainan dalam proses pembelajaran di kelas, yaitu: memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

Kompetensi menyusun RPP menurut (Aminullah & Kusmianti, 2018) adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam menyusun dan mengembangkan RPP berdasarkan kurikulum yang

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan fakta bahwa skor rata-rata pre-menstruation syndrome pada responden di SMAN 3 Kota Kediri sesudah diberikan relaksasi nafas

mem buat proporsi, ben tuk dan gesture secara global menggunakan pensil 2H atau H. Apabila sudah sesuai dengan model yang digambar, lan jut kan dengan meng gambar

sumber data adalah perannya dalam pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan sastra Jawa modern. Adapun alasan pemilihan cerkak DPBLL sebagai objek penelitian adalah

Geografska imena: Zbornik radova s Prvoga nacionalnog znanstvenog savjetovanja o geografskim imenima, Zadar, 2011, 11–16.. U radu se problematiziraju i sistematiziraju

Tahapan-tahapan segmentasi sesuai hasil analisis masalah dan usulan solusi sebagai berikut: melakukan proses-proses mathematical morphology operasi Erosion untuk

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa akses memiliki peranan yang sangat penting dalam penentuan pemilihan lokasi usaha fotocopy. Kemudahan dalam