1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Perkembangan pariwisata di kawasan ASEAN sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan, peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara luar anggota ASEAN maupun kunjungan wisatawan sesama negara anggota ASEAN1. Selain hal tersebut, menurut data United Nations World Tourism Organization (UNWTO), ASEAN merupakan kawasan yang memiliki tingkat pertumbuhan jumlah wisatawan asing tertinggi di dunia pada tahun 2013 dimana dengan pertumbuhan 12% dan jumlah wisatawan asing mencapai 90,2 juta2 menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai penyumbah 7,3% dari total wisatawan asing3.
Dengan prospek pertumbuhan kunjungan wisatawan asing ke Asia Tenggara diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 % dari total kunjungan wisatwan asing pada tahun 2030. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong pertumbuhan pariwisata di kawasan ASEAN, dibentuk pertemuan mentri pariwisata atau yang berhubungan dengan dunia wisata se-ASEAN) guna menekankan pentingnya kerjasama dan pembangunan pariwisata ASEAN integrasi kawasan melalui sektor pariwisata dimana ASEAN
1 ASEAN Secretariat, Tourism Statistics (online), http://www.asean.org/news/item/tourism-statistics>
diakses pada 3 Januari 2015
2 World Tourism Organization (UNWTO).UNWTO Tourism Highlights 2014 Edition. UNWTO:
Madrid. p.2
3 Buletin Komunitas ASEAN Ditektorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI,Jakarta,2014, Edisi 5 Agustus 2014 hal 62-63
2
sebagai destinasi tunggal sejalan dengan visi ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
World Travel and Tourism Council (WTTC) memperkirakan bahwa kebijakan fasilitasi visa dapat menambah kunjungan wisatawan sebesar 6 s.d 10 juta wisatawan ke ASEAN pada tahun 2016 dan akan meningkatkan pendapatan sebesar USD 7 s.d. 10 juta. Pada tahun 2013 menurut data statistik ASEAN jumlah kunjungan wisata ke negara – negara ASEAN sejak tahun 1991 mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana 99,2 juta wisatawan baik wisatawan regional maupun internasional4, menjadikan ASEAN sebagai tujuan wisata yang sangat dimintai sebagi tujuan kunjungan wisatanya. Selain unsur fasilitas pendukung serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebagaimana yang dipaparkan diatas, kemajuan penting dalam pengembangan ASEAN ini adalah pengembangan kualitas standar pendukung kunjungan wisata seperti pengelolaan sanitasi, hotel yang ramah lingkungan, pelayanan hotel lainnya hingga proses sertifikasi hal tersebut sebagai upaya peningkatan kualitas SDM , kualitas pelayanan dan kualitas fasilitas pendukung di tataran kawasan.
Negara – negara di ASEAN khususnya Thailand, Singapura, Malysia dan Indonesia khususnya menjadi salah satu tujuan wisata dunia, hal tersebut diperkuat dengan semangat regionalisme pariwisata ASEAN yang tergabung dalam ASEAN Tourism Ministers Meeting (M-ATM) yang menjadi pendorong dalam pertumbuhan
4 ASEAN Secretariat, Overview ASEAN Tourism Ministers Meeting (M-ATM), (online),
<http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/category/overview-19> diakses January 3,2015
3
ekonomi negara – negara ASEAN khususnya dalam semangat Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 serta tujuannya untuk mendorong industri pariwisata salah satunya untuk meningkatkan Foreign Tourists Arrival (FTA) dan mengkoordinir masalah – masalah perkembangan pariwisata ASEAN.
Kemudian, peningkatan dan progresfitas pariwisata ASEAN tersebut salah satunya didukung oleh beberapa program hasil dari kebijakan – kebijakan yang telah dirumuskan dalam pertemuan M-ATM setia tahunnya sejak tahun 1996 hingga tahun 2015, sebagai bagian dari upaya merealisasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang setiap tahunnya terus diperbaharui sebagai bagian dari upaya pembahauan pariwisata ASEAN. Oleh karena itu, M-ATM mengeluarkan kebijakan – kebijakan perihal pembangunan dan kerjasama pariwisata ASEAN dalam bentuk strategi – staregi, rekomendasi – rekomendasi dan program pengembangan wisata lainnya dalam mendorong pengembangan ekonomi melalui industri pariwisata ASEAN, sehingga menarik bagi peneliti untuk mengkaji kebijakan – kebijakan tersebut dan memiliki hubungan terhadap regonalisme ASEAN.
Dengan latar belakang tersebut dan dengan meninjau peran M-ATM dalam pengembangan dan kerjasama pariwisata ASEAN, maka penulis hendak meneliti bagaimana peranan dan signfikansi kebijakan – kebijakan M-ATM dalam regionalisme ASEAN, pada penulisan tulisan ini ,penulis membicarakan bagaimana proses integrasi kawasan ASEAN melalaui sektor pariwsata ASEAN dengan menganalisis kebijakan – kebijakan yang dirumuskan oleh M-ATM dan penulis membatasi penulisan ini tidak berbicara distribusi kekuasaan negara – negara
4
ASEAN. Selain itu, hal tersebut menarik untuk diteliti , terlebih ketika belum banyaknya analisis perihal pengaruh pariwisata terhadap regionalisme suatu kawasan khususnya ASEAN.
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada perkembangan kebijakan – kebijakan yang telah dirumuskan dalam M-ATM tiap pertemuannya, penulis mengajukan pertanyaan penelitan berikut : Bagaimana peran dan signifikasi M-ATM melalui kebijakan – kebijakan yang dirumuskan dan dijalankan oleh M-ATM dalam kerjasama pariwisata sebagai upaya mendukung proses regionalisme di ASEAN ?
1.3. Reviu Literatur
Penulisan penelitian ini secara umum akan mengambil studi literatur mengenai pengaruh pariwisata terhadap regionalisme ASEAN. Literatur pertama berjudul Tourism and Regional Integration in Southeast Asia yang ditulis oleh Vannarith Chheang. Dalam tulisannya, Chheang memaparkan kerjasama regional khususnya dalam pembangunan sektor pariwisata dalam konteks globalisasi dan regionalisme telah menjadi perhatian dalam hubungannya antara ekonomi dan politik, terlebih kerjasama regional ASEAN dimana pembangunan pariwisata menjadi prioritas utama dalam pembangunan kawasan tersebut dalam tulisan Vannarith5 dimana penulis menjadikan tulisannya menjadi bagian dari tinjauan pustaka terlebih
5 Vannarith,Chheang, Tourism and Regional Integration in Southeast Asia, Institute of Developing Economics Japan External Trade Organization, V.R.F Series , Vol.481, May 2013. pp 1-3
5
dalam tulisannya bagaimana hubungan antara industri pariwisata dan regionalisme di Asia Tenggara.
Hubungan antara kerjasama regionalisme dan pengembanagan pariwisata memiliki hubungan sebab akibat satu sama lainnya dimana hubungan tersebut saling menguatkan satu sama lainnya dimana manfaat dan dorongan dari sektor industri pariwisata mendorong sektor ekonomi lainnya yang telah membentuk spillover effect. Gagasan yang dapat dipelajari dari kerjasama dan integrasi di kawasan Asia Tenggara adalah bahwasanya pariwisata merupakan salah satu kunci dalam dunia industri yang saling interdependesinya antar negara dikawasan tersebut melalui tiga dimensi yaitu interdependensi warga negara (masyarakat) , lembaga, dan infrastruktur. Kerjasama kepariwisataan tersebut tersebar melalui produk – produk wisata regional dan kepentingan di kawasan dimana hal tersebut menjadi komoditas utama didorong dengan konsep fleksibelitas dengan sektor pariwisata dari pada sektor lainnya. Saling ketergantungan terhadap produk – produk wisata dan saling keterhubungan pelayanan jasa wisata didukung infrastruktur menjadi tujuan dari kejasama kawasan.
Kerjasama regional ASEAN dilatarbelakangi tidak hanya oleh aspek ekonomi saja namun jauh sebelumnya kerjasama di kawasan ini didorong oleh beberapa faktor diantaranya faktor norma, budaya, sistem ekonomi dan politik, dengan keberagaman di kawasan Asia Tenggara. Sejak berakhirnya Perang Dingin maka terdoronglah di kawasan khususnya Asia-Pasifik dalam mendorong kerjasama internasional khususnya kerjasama dan integrasi kawasan dimana kerjasama tersebut memiliki
6
dampak dalam memperluas jaringan baik secara geostrategik maupun sosio-ekonomi di kawasan yang telah membuat interdependesi ekonomi dan keterhubungan baik secara nasional maupun regional. Hubungan yang saling berkaitan antara politik, ekonomi, sosial dan norma baik nasional maupun regional tersebut mengubah kawasan tersebut menjadi kawasan yang potensial di dunia internasional dimana kawasan tersebut membawa ASEAN mewujudkan komunitas kerjasama regional dan harmonisasi kawasan karena bahwasannya kerjasama kawasan merupakan upaya membentuk persatuan negara – negara di kawasan dengan keberagamannya untuk membentuk persatuan dengan semangat satu visi dan satu indentitas dalam arti, kerjasama kawasan turut membentuk kawasan yang sejahtera dan damai.
Keberagaman ASEAN memiliki potensi dalam mendorong industri pariwisata dunia sebagai kunci dalam menghubungkan antara keberagaman tersebut. Maka Vannarith menganalisis dinamika hubungan antara pengembangan pariwisata dengan regionalisme ASEAN. Industri pariwisata merupakan bagian dari kerjasama sektor ekonomi di kawasan dengan harapan bahwa negara – negara anggota ASEAN dengan pembangunan industri pariwisata ini dapat mendorong jaringan saling interdependesi kepentingan di kawasan yang saling terintegrasi antar negara – negara anggota.
Interdependesi dan integrasi tersebut dapat dipahami dengan meningkatnya konsesus diatara pemimpin – pemimpin ASEAN atau stakeholder lainnya yang berhubungan dengan sektor pariwisata dalam mendorong dan memperkuat kerjasama regional melalui pengembangan pariwisata dengan tujuan untuk membuka pasar industri pariwisata dibawah kerangka win – win cooperative partnerships diantara
7
negara – negara ASEAN. Seperti contohnya Mentri Pariwisata Malaysia pada tahun 2012 menyatakan bahwa tujuan terpenting dalam kerjasama pariwisata ASEAN adalah penguatan kerjasama regional dalam bentuk pembanguan produk – produk dan jasa pariwisata dengan membuka dan meningkatkan kunjungan di kawasan Asia Pasifik.
Maka, kerjasama regional dalam rangka promosi industri pariwisata dan kunjungan wisatawan di ASEAN telah terjadi peningkatan dalam dekade terakhir tercatat terjadi peningkatan dari 1991 – 2011 dimana jumlah wisatwan dari 20 juta wisatawan meningkat menjadi 81.2 juta wisatawan. Namun yang harus diperhatikan adalah pariwisata tidak terlepas dari masalah internal dan eksternal seperti konflik internasional, terorisme, wabah penyakit seperti contoh penyebaran visrus Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada awal tahun 2000an memiliki dampak yang serius terhadap industri pariwisata, selain maslaah SARS konflik antara Kamboja dan Thailand di wilayah Kuil Preah Vihear berdampak pula pada industri pariwisata khsusnya bagi dua negara. Oleh karena nya industri pariwisata perlu usaha mekanisme preventif dan sistem manajemen krisis sebagai kebutuhan kawasan dalam koordinasi dalam sektor keamanan dalam upaya menciptakan lingkungan yang baik karena kerjasama pariwisata dapat mendorong kombinasi political will negara – negara di kawasan dengan sektor lainnya salah satunya adalah koordinasi dengan sektor keamanan guna memaksimalkan pelayanan dalam bentuk security and safety bagi wisatawan internasional di kawasan Asia Tenggara.
8
Literatur kedua dalam tulisan Jackson6 membahas studi empiris perihal hubungan regionalisme dengan pariwisata dalam tulisannya yang berjudul Reconsidering the Silk Road: Tourism in the context of Regionalism and Trade Patterns dimana sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua dimana meluasnya paradigma regionalisme atau integrasi kawasan memiliki keterikatan salah satunya hubungan regionalisme dengan sektor pariwisata dalam tulisan tersebut Jackson menjelaskan pariwisata memiliki potensi dalam perkembangan atau pertumbunhan ekonomi pada suatu negara khsusnya bagi negara – negara berkembang. Negara – negara berkembang tersebut dapat memperluas jaringan ekonominya melalui pariwisata lintas negara maupun lintas benua dengan dan pariwisata sebagai komoditas jasa yang memiliki implikasi terhadap pendapatan terhadap suatu negara melalui sirkulasi mata uang, biaya transportasi , pertukaran jasa berupa kunjungan wisata, jasa penyedia travel, makanan, akomodasi dll menjadi unsur – unsur dalam komoditas sektor pariwisata tersebut.
Dengan adanya arus barang dan jasa tersebut pariwisata memiliki peran dalam regionalisme yaitu perjanjian – perjanian dalam integrasi kawasan melibatkan berbagai perubahan kebijakan, ketika penurunan hambatan perdagangan barang dan jasa sehingga Jackson mempertegas bahwa parwisata merupakan sebagai driver atau penggerak dalam integrasi kawasan dengan kata lain regionalisme memiliki hubungan dengan sektor pariwisata dalam bentuk perdagangan barang dan jasa
6 Jackson, Karen, Reconsidering the Silk Road: Tourism in the context of Regionalism and Trade Patterns (online) <http://www.etsg.org/ETSG2010/papers/Jackson.pdf> hal. 13 - 17 diakses pada 19 Juni 2015
9
pariwisata, mobilitas sebagai penunjang dalam pariwisata, monetary union dan kesatuan politik bagi negara – negara yang terlibat. Namun, dalam tulisan tersebut Jackson menekankan perlunya penelitian lebih lanjut perihal hubungan sektor pariwista terhadap intgrasi suatu kawasan. dalam tulisan ini Jakcson mengambil studi kasus salah satunya di negara – negara Timur Tengah , dimana menurut data tersebut dipaparkan adanya integrasi antara jumlah wisatawan dengan ekspor dan impor di Mesir, Yordania, Suria, dan Tunisia, maka ringkasnya terdapat kausalitas atau hubungan antara jumlah wisatawan yang berkunjung ke negara – negara tersbut terhadap impor barang ke Mesir, Suriah bahkan Malaysia.
Literatur ketiga data Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI memparkan dalam tulisannya yang berjudul Asian Tourism Forum:
Memanfaatkan Momentum Pertumbuhan Industri Pariwisata ASEAN7 bahwa ASEAN Tourism Forum sebagai forum pariwisata terbesar di ASEAN menegaskan kembali peran kerjasama pariwisata antara pemerintah dan pihak swasta dalam memfasilitasi pembangunan, ekonomi, pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN. Selaras dengan tujuan pertemuan ASEAN Tourism Forum (ATF) tersebut diantraanya mempromosikan ASEAN sebagai tujuan yang menarik dan memiliki banyak sisi, menciptakan dan meningkatkan kesadaran bahwa ASEAN sebagai kawasan tujuan turis yang kompetitif di Asia Pasifik , menarik lebih banyak turis ke masing- masing negara anggota ASEAN dengan kombinasi antar
7Buletin Komunitas ASEAN Ditektorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI,Jakarta,2014, Edisi 5 Agustus 2014 hal 62-63
,hal 31-32
10
negara, mempromosikan perjalanan wisata internal ASEAN, memperkuat kerja sama antar sektor dalam industri wisata ASEAN. Dalam ATF 2014, kemudian yang menjadi perhatian fokus adalah menekankan pentingnya akselerasi implementasi dari Master Plan of ASEAN Connectivity dan ASEAN Tourism Strategic Plan dalam rangka mendukung pencapaian ASEAN Economic Community 2015. Dengan kata lain, sektor pariwsata menjadi salah satu pendorong dalam proses integrasi kawasan atau guna mencapai ASEAN Economic Community 2015.
Literatur keempat yaitu tulisan Sridhara yang berjudul Regional Cooperation in South Asia and Southeast Asia. Sridhara menegaskan bahwa proses regionalisme merupakan sebagai konsep yang mengakumulasi beberapa kategori yaitu regionalisasi, identitas dan kesadaran regional, kerjasama antar negara kawasan, mendorong integrasi ekonomi kawasan dan kohesi regional8. Preferensi kawasan dapat memperkuat keberlangsungan ekspor, penyediaan jaminan dalam masalah persengketaan, mendorong liberalisasi dan nilai daya saing dari liberalisasi tersebut.
Sridharan menekankan inti dari proses regionalisme adalah bagaimana kawasan tersebut mendorong yang lebih terhadap proposi perdagangan dan investasi kawasan.
Integrasi kawasan mendorong perdagangan dan investasi sebagai upaya menciptakan kegiatan produksi yang efisien melalui penurunan biaya transaksi guna mencapai tujuan kegiatan ekonomi yang proporsional bagi kawasan tersebut, mendorong efisiensi setiap kegiatan perdagannag maupun investasi di kawasan tersebut ,
8 Sridharan, Kripa, Regional Cooperation in South Asia and Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore,2007 hal 9-18
11
memperkuat kompetisi antar negara – negara tersebut, menarik investasi serta menciptakan lapangan kerja.
Meskipun regionalisme menekankan petingnya akan aspek ekonomi dalam mendorong negara – negara di kawasan untuk saling terindependensi antara satu negara dengan negara yang lain, namun dalam proses regionalisme faktor non- ekonomi seperti politik dan sosial memiliki peranan dalam mendorong tercapainya suatu integrasi di sebuah kawasan. Dalam konteksnya pariwisata sebagai sektor pendorong regionalisme ASEAN dimana pariwisata merupakan kunci pertumbuhan perkembangan perekonomian ASEAN.
Kemudian yang terakhir adalah lilatur yang kelima tulisan Christiansen dalam tulisannya European Integration dalam buku The Globalization of World Politics (An Introduction to International Relations) menjelaskan parameter atau indikator regionalisme dalam suatu kawasan9. Tulisan Christiansen dengan meninjau proses integrasi kawasan dalam bentuk regionalisme di kawasan Eropa atau EU, hemat Christiansen memaparkan proses integrasi dimulai dari sektor ekonomi yaitu sektor baja dan batur bara melalui regulasi produksi bagi negara – negara anggota dan menciptakan lembaga supranasional, kemudian proses integasi selanjutnya adalah membentuk sebuah common market atau pasar tunggal sebagaimana kesepakatan sektor yang telah disepakati oleh negara – negara anggota. Setelah terjadi
9 Christiansen, Thomas,’European Integration’ dalam Baylis ,John and Steven Smith (ed.) , The Globalization of World Politics ( An Introduction to International Relations Third Edition, Oxford UP, 2005 hal .583 - 594
12
kesepakatan perihal regulasi dalam menciptakan pasar tunggal di kawasan Eropa, negara – negara anggota mendorong penghapusan hambatan mobilitas manusia, barang, jasa dan modal serta mendorongnya kerjasama internasional.
Pemberlakuan mata uang tunggal kawasan Uni Eropa memperkuat sistem moneter dan keuangan kawasan tersebut didukung oleh penyatuan politik, ekonomi, keadilan yang mengikat pilar integrasi kawasan Uni Eropa hingga terciptanya regionalisme di kawasan Eropa .Kemudian Christiansen menekankan proses regionalisme merupakan dimana negara – negara yang ada dalam suatu kawasan bersepakat untuk mengintegrasikan aspek potensial ekonomi di kawasan tersebut dengan menciptakan kawasan pasar bebas, menciptakan pasar tunggal sehingga terdorongnya negara – negara kawasan tersebut untuk mendorong terciptanya sebuah integrasi kawasan melalui aspek ekonomi.
Namun jika penulis membandingkan secara sederhana proses integrasi di beberapa kawasan di dunia seperti regionalisme NAFTA, APEC dan MERCOSUR dimana terdapat perbedaan proses integrasi kawasan yang memiiki karakter khas masing – masing diantara kawasan – kawasan tersebut. Seperti proses regionalisme di Uni Eropa sebagaiman dipaparkan sebelumnya, proses regionalisme dikawasan tersebut melalui proses instutusionalisisasi dalam kerjasama suatu sektor ekonomi di kawasan tersebut dalam bentuk pasar tunggal, berbeda karakter khas proses regionalisme NAFTA dimana regiionalisme yang didorong oleh Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko mendorong terciptanya perdagangan bebas melalui pengurangan hambatan dalam perdagangan barang dan jasa yang menjadi ciri khas
13
regionalisme NAFTA adalah dimana adanya suatu kesepakatan dalam kerjasam bidang tenga kerja sebagai bagian peningkatan kualitas sosial di kawasan tersebut dimana kewenangan perihal tenaga kerja seperti standar buruh berada dalam kewenangan nasional kawasan tersebut dengan kata lain permasalahan tenaga kerja di kawasan tersebut tidak menjadi wewenang otoritas kawasan secara keseluruhan namun otoritas tersebut dominan berada pada otoritas domestik kawasan.
Kemudian regionalisme di kawasan Asia Pasifik atau APEC meribelarisasi perdagangan bebasnya dengan menurunkan tarif dan proses negiosiasinya pun berada di bawah kewenangan WTO. Melihat beranekaragamnya bentuk regionalisme di beberapa kawasan maka Christiansen memberikan beberapa parameter proses integrasi dalam suatu kawasan10 yaitu pertama, adanya institusi supransional atau antar pemerintahan yang mendorong tindakan kebijakan kerjasama suatu kawasan.
Kedua, adanya bentuk bagaimana suatu kawasan mengambil atau membuat suatu keputusan. Ketiga, adanya suatu kewenangan atau otoritas yang menanggulangi sengketa. Keempat berkembangknya kerjasama ekonomi yang berpengaruh pada aspek politik, sosial dan budaya. Kelima menekankan pada perdagangan, investasi dan aspek ekonomi lainnya. Keenam adanya nilai demokratis dalam setiap pengambilan keputusan. Ketujuh kerjasama dan koordinasi eksternal dalam partisipasi perdagangan multilateral.
10 Christiansen, Thomas,’European Integration’ dalam Baylis ,John and Steven Smith (ed.) , The Globalization of World Politics ( An Introduction to International Relations Third Edition, Oxford UP, 2005 hal .583 - 594
14
Sebagaimana halnya literatur yang telah dipaparkan sebelumnya penelitian yang akan dilakukan penulis juga akan membahas peran dan signifikansi kebijakan – kebijakan M-ATM terhadap proses regionalisme ASEAN. Perbedaan dengan literatur sebelumnya penelitian ini akan mencoba mengkaji secara fokus terhadap peran kerjasama antar negara melalui M-ATM dalam kerjasama pariwisata ASEAN untuk mendukung proses regionalisme di ASEAN . Menurut penulis ,penting untuk memahami peran dan sognifikansi M-ATM terhadap regionalisme ASEAN secara keseluruhan sehingga peneliti akan melengkapi analisis kajian pengaruh sektor pariwisata terhadap regionalisme kawasan dan kemudian penulis dapat memberikan rekomendasi terhadap studi integrasi kawasan dalam hubungan internasional.
1.4. Kerangka Konseptual 1.4.1. Regionalisme
Ambarawati memaparkan sejak akhir tahun 1960, negara – negara berdaulat yang memiliki paham nasioalis menghadapi tantangan dimana interdependensi antar negara – negara tersebut semakin meluas hingga beberapa dekade selanjutnya, maka regionalisme menjadi benang merah antara negara – negara tersebut dengan interdependensi global11. Para teoritis regionalisme mengajukan beberapa bentuk integrasi kawasan , salah satunya yang dikemukakan Mansbach dimana regionalisme merupakan pengelompokan suatu kawasan yang dapat dianalisis dari basis kedekatan
11 Asrudin,Mirza Jaka Suryana, dkk, Refleksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tradisional ke Kontemporer), Graha Ilmu; Yogyakarta, 2009 hal.136-139
15
geografis, budaya, perdagangan dan saling ketergantungan atau interdependesi ekonomi yang bersiat mutualisme, komunikatif serta keikutsertaan dalam organisasi internasional12. Suatu wilayah dapat dikatakan kawasan atau region jika memiliki suatu kriteria diantaranya memiliki kemiripan sosiokultural, memiliki kemiripan dalam sikap politik, memiliki keanggotaan yang sama dalam organisasi – organisasi antar pemerintah dalam suatu kawasan, memiliki interdependensi ekonomi yang dapat diukur dengan kriteria perdagangan sebagai proporsi pendapatan nasional negara – negara dalam kawasan tersebut. Serta memiliki kedekatan secara geografis yang dapat diukur dengan jarak terbang antara ibukota – ibu kota negara – negara tersebut sebagai instrument konektivitas antar negara.
Hal terpenting dalam kajian regionalime ini adalah mengkaji keeratan antar negara, struktur dalam pekasanaan politik serta semangat kebersamaan yang mendorong meningkatnya kerjasama kawasan tersebut. Suatu sekumpulan negara dalam suatu kawasan dapat berregionalisme sebagaimana yang terjadi proses regionalisme di Eropa pada dasarnya menempuh proses regionalisme. Andrew Hurrel menjelaskan proses regionalisme tersebut terdiri dari lima tahapan13 yaitu pertama, regionalisasi dimana proses integrasi dalam suatu kawasan mealui interaksi sosial dan ekonomi dengan negara – negara
12 S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.) , Regionalisme : Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2014 hal 1-6
13 S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.), hal.6-8
16
tetangga yang berada dikawasan tersebut melalui serangkian kerjasama. Hal terpenting dalam proses regionalisasi adalah adanya integrasi ekonomi yang mendorong meingkatnya arus mobilitas antar warga negara, perkembangan jaringan sosial melalui sikap politik dari suatu wilayah ke wilayah lainnya dengan mudah sehingga terciptanya suatu mayarakat transnasional melalui terciptanya komunitas negara dengan memunculkan bentuk – bentuk identitas baru dari kebijakan – kebijakan para aktor khususnya negara.
Kemudian proses regionalisasi didukung peran aktor – aktor non pemerintahan seperti perusahan – perusahaan yang bergerak dibidang ekonomi sebagaimana kecenderungan kerjasam antar negara. Kedua, kesadaran dan identtas regional dimana suatu kawasan dapat dipahami memiliki kedaran identitas kawasan jika suatu kawasan tersebut memiliki karakter seperti sebuah komunitas yang menonjolkan segi – segi tertentu dan mengabaikan hal lainnya dimana kesadaran tersebut memiliki kesamaan dalam kerangka budaya , sejarah atau tradisi agama, dimana semangat komunitas sendiri adalah bukan “kami” atau “mereka” namun konsep komunitas sendiri yaitu “kita”14. Ketiga, kerjasama kawasan antar negara mendorong interdependensi termasuk proses negosiasi bilateral hingga terbentuknya rezim yang terus dikembangkan dalam memelihara kesejahteraan , meningkatkan nilai – nilai kebersamaan serta memecahkan
14 Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara ; Teropong terhadap dinamika,realitas, dan masa depan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 hal.7
17
masalah bersama yang timbul dari meningkatnya tingkat interdependensi kawasan.
Kemudian yang keempat, integrasi kawasan yang didukung negara, integrasi kawasan melibatkan pembuatan kebijakan – kebijakan khusus oleh pemerintah yang disusun untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan – hambatan dalam pertukaran baik barang, jasa ataupun manusia disertai pada tahap awal integrasi pada umumnya cenderung berpusat pada pengurangan hambatan perdagangan dan pembentukan custom union yang kemudian berlangsung pada perluasan penghapusan hambatan non-tarif ,regulasi pasar pengembangan kebijakan bersama baik pada tataran mikro maupun makro.
Kelima, kohensi regional dimana proses regionalisme sebelumnya hematnya adalah mengarahkan pada terbentuknya suatu unit kawasan yang kohesif atau terpadu / terintegrasi antara negara satu dengan negara lainnya melalui pembentukan organisasi regional supranasional secara bertahap dalam konteks semakin mendalamnya integrasi ekonomi atau dengan kata lain tujuan akhir dari regionalisme adalah integrasi kawasan
1.4.2. Neo-fungsionalisme
Dalam kerangka konsep penelitian ini penulis menggunakan perspektif neo-fungsionalism, sebagaimana yang dijelaskan Ambarawati bahwa Neo- fungsionalisme merupakan bentuk integrasi yang memerlukan bebereapa
18
prakondisi untuk mencapai komunitas supra-nasional15, dari prakondisi tersebut lahirnya strategi yang menitikberatkan pada proses kerjasama dalam bentuk perumusan – perumusan keputusan serta sikap para elit dalam memperhitungkan kemajuan menuju integrasi. Selain itu, neofungsionalisme merupakan bagian dari perpektif teori regionalisme , teori yang dikembangkan oleh Ernst B. Haas. Haas16 menekankan bahwa neofungsionalisme merupakan integrasi akan menjadi terus menerus membentuk dan mengembangkan diri dengan melengkapi semua hal yang diperluakan dalam proses kehidupannya ( self-sustaining) dan bersifat spill over atau terjadi peningkatan keperayaan pada pusat otoritas dari para anggota dalam mengambil keputusan disertai dengan meningkatnya jumlah cangkupan isu atau permasalahan yang hendak diselesaikan bersama dalam institusi tersebut.
Adapun spilover tersebut adalah spill over fungsional dimana unit – unit kecil yang terlibat dalam integrasi akan menciptakan permasalahan – permasalahan baru yang hanya bisa dipecahkan melalui kerjasama lebih lanjut serta meningkatnya kompleksitas interdependensi akan mendorong aktor – aktor state untuk memperluas kerja sama ke sektor – sektor yang lebih luas dimana kelompok – kelompok pendorong aktor state tersebut dapat mendorong terbentuknya integrasi yang lebih lanjut guna mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi yang lebih besar. Dengan spill over effect
15 Asrudin,Mirza Jaka Suryana, dkk, Refleksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tradisional ke Kontemporer), Graha Ilmu; Yogyakarta, 2009 hal 127
16 S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.) hal 53-55
19
sebagai konsep regionalisme dalam proses integrasi suatu kawasan, sebagaimana yang dipaparkan Ben Rosamond17 dalam tulisannya Theories of European Integration bahwa teori neo-fungsionalisme, bagaimana proses integrasi kawasan terjadi.
Dalam tulisan Rosamond tersebut memaparkan integrasi kawasan menurut Haas memaparkan spillover merupakan cara dalam menciptakan kerjasama kawasan guna mencapai integrasi kawasan bermula dari sektor ekonomi yang akan menciptakan dorongan untuk integrasi dengan dimensi ekonomi lainnya kemudian sektor ekonomi tersebut melahirkan sebuah otoritas yang lebih tinggi dalam kawasan tersebut. Dalam tulisan Rosamond tersebut mencontohkan konsep spill over ini ketika proses integrasi Eropa dimana berawal dari sebuah sektor ekonomi yaitu sektor industri ekstraktif dalam hal ini sektor industri baja dan tambang yang memproduksi komoditas tersebut di negara - negara wilayah Eropa bagian barat, dimana industri tersebut memilki dampak dan manfaat terhadap dimensi ekonomi lainnya di negara – negara tersebut seperti sektor industri baja dan tambang tersebut terintegrasi dengan sektor – sektor berkaitan dengan sektor tambang dan baja yaitu sektor transportasi logikanya transportasi ini sangat berkaitan dengan sektor baja dan tambang sebgai pendukung fasilitas produksi karena dalam koordinasi komoditas dalam industri ekstraktif tersebut diperlukan mobilitas bahan material dan produksi baja dan tambang.
17 Rosamond,Ben, Theories of European Integration, St.Martin.s Press:New York,2000 pp.40-65
20
Haas menambahkan dari integrasi industri ektraktif ini maka aktor – aktor yang terlibat menciptakan suatu komunitas,dari komunitas ekonomi tersebut ini para aktor bersama – sama membentuk sitem moneter bersama, sebagai pendorong kovergensi pada integrasi suatu kawasan pun memiliki dampak pada kebijakan sosial sebagai konsekuensi dari pengembangan ekonomi di kawasan tersebut salah satu diantaranya adalah pemberlakuan mata uang secara bersama yang dipandang sebagai sinyal yang paling mendorong dari dinamika percepatan proses integrasi.
Sebagai tambahan, terkait dengan pengaruh sektor ekonomi terhadap integrasi suatu kawasan melihat tulisan Juwita dalam tulisannya Exploring political economy implications from the European Integration (From Industrial Relations Perspective) dalam tulisan tersebut dipaparkan bahwa integrasi pada suatu kawasan merupakan suatu proses tidak hanya proses pembangunan dalam sektor ekonomi namun proses pembangunan dalam sektor politik18. Melalui pembentukan pasar tunggal dan pemberlakuan mata uang yang sama dipandang sebagai karakter yang paling menonjol dari dinamika percepatan integrasi di suatu kawasan, Juwita menekankan proses integrasi atau regionalisme terjadi dari konvergensi hubungan industri negara – negara pada level nasional yang tergabung dalam suatu komunitas, integrasi
18 Juwita,Rina, Exploring political economy implications from the European Integration (From Industrial Relations Perspective), Multiversa Journal of International Studies,Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta ,vol.03, N0.1 Maret 2013 hal.9-21
21
kawasan pun didorong pula ketika negara – negara yang baru bergabung dengan aliansi tersebut dengan status ekonomi negara tersebut berada pada level pembangunan ekonomi yang lebih rendah akan mengejar dengan cepat .
1.4.3. Kebijakan – Kebijakan M-ATM
ASEAN Tourism Ministers Meetings atau M-ATM merupakan pertemuan tahunan para mentri – mentri pariwisata atau yang berhubungan dengan kepariwisataan negara – negara ASEAN sebagai tingkat politik dan birokrasi tertinggi dalam membuat kebijakan – kebijakan perihal pembangunan dan kerjasama pariwisata antar negara – negara ASEAN guna mencapai integrasi ekonomi ASEAN19. Aktor – aktor yang terlibat dalam pertemuan M-ATM diantaranya Mentri Perhotelan dan Pariwisata Myanmar ,Sekretariat Pariwisata Filipina, Mentri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Mentri Pariwsata Kamboja, Mentri Pariwisata Republik Indonesia, Mentri Pariwisata Malaysia, Mentri Pariwisata ,Kebudayaan dan Informasi Lao PDR, Eksekutif Dewan Pariwisata Singapura, Mentri Pariwisata dan Olahraga Thailand, Mentri Pariwisata , Olahraga dan Kebudayaan Vitenam, Serta Sekretaris Jendral ASEAN. Pertemuan M-ATM ini telah terselenggara sebanyak 18 kali, terhitung sejak tahun 1998 hingga tahun 2015 diantarnya terselengara di Cebu-Filipina, Singapura, Bangkok-
19 ASEAN Secretariat, Joint Press Statement The First Meeting of ASEAN Tourism Ministers Cebu, Philippines, 10 January 1998 (online), <http://www.asean.org/news/item/joint-press-statement-the- first-meeting-of-asean-tourism-ministers-cebu-philippines-10-january-1998> diakses pada 27 September 2015.
22
Thailand, Bandar Seri Begawan-Brunei Darussalam, Yogyakarta-Indonesia, Phnom Penh – Kamboja, Vientiane-Lao PDR, Langkawi-Malaysia, Davao- Filipina, Ha Noi- Vietnam,Manado-Indonesia, , Kuching Sarawak- Malaysia, dan Nay Pyi Taw- Myanmar.
Pertemuan M-ATM tersebut diselenggarakan setiap satu tahun sekali biasanya diselenggarakan setiap bulan januari setiap tahunnya. M-ATM dilaksanakan karena melihat tingat peningkatan yang signifikan dalam sektor pariwisata di ASEAN yang setiap tahuannya mengalami peningkatan, besarnya GDP ASEAN dari sektor pariwisata dan tingginya tingkat kunjungan wisatwan dari sesama anggota negara ASEAN20 maupun wisatawan mancanegara lainnya maka para mentri mendorong kerjasama dan menegaskan peran strategis di bidang pariwisata ASEAN guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketenaga kerjaan pariwisata ASEAN dan mencapai integrasi ekonomi melalui sektor pariwista sehingga dapat dicapai sebuah integrasi ekonomi kawasan atau regionalisme ASEAN dengan menekankan ASEAN Vision 2020.
ATM menegaskan peran strategis dalam sektor pariwisata guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja wisata negara – negara
20 ASEAN Secretariat, Joint Press Statement The First Meeting of ASEAN Tourism Ministers Cebu, Philippines, 10 January 1998 (online), <http://www.asean.org/news/item/joint-press-statement-the- first-meeting-of-asean-tourism-ministers-cebu-philippines-10-january-1998> diakses pada 27 September 2015.
23
anggota ASEAN dengan menekankan ASEAN Vision 202021 , delegasi yang hadir menyadari atas kebutuhan tersebut dalam mendorong integrasi serta kerasama ekonomi, perlindungan lingkungan, menciptakan iklim kompetisi kerjasama ekonomi ASEAN yang mensejahterakan dan stabil serta meningkatkan daya saing guna mendorong berlangsungnya pasar bebas ASEAN dimana bebasnya arus barang ,jasa dan investasi.
Dengan teori neo-fungsionalisme pada konsep regionalisme ini dimana Haas menjelaskan melalui kerjasama fungsional yang memiliki pengaruh spill over sehingga dengan kerjasama tersebut dan pengaruh spill over tersebut akan mendorong kepada arah integrasi ekonomi dan politik pada suatu kawasan22 , membatu penulis untuk menjelaskan peran kebijakan – kebiijakan seperti kebijakan dalam kerjasama pariwisata antar negara – negara ASEAN, kebijakan liberalisasi , pengembangan tenaga kerja dan investasi dalam sektor pariwisata.
Kerjasama pariwisata ASEAN melalui kebijakan – kebijakan yang dirumuskan M-ATM sejak tahun 1998 pada pertemuan M-ATM pertama hingga pertemuan M-ATM pada tahun 2015 kedelapan belas. M-ATM mendorong kerjasama pariwisata ASEAN melalui kebijakan melalui kerjasama internasional , kebijakan yang mendorong konektivitas dan integrasi baik melalui people to people dan
21 ASEAN Secretariat, Joint Press Statement The First Meeting of ASEAN Tourism Ministers Cebu, Philippines, 10 January 1998 (online), <http://www.asean.org/news/item/joint-press-statement-the- first-meeting-of-asean-tourism-ministers-cebu-philippines-10-january-1998> diakses pada 27 September 2015.
2222
Sridharan, Kripa, Regional Cooperation in South Asia and Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore,2007 hal.8
24
government to government , kebijakan pengembangan kepemudaan melalui pariwisata ASEAN, kerjasama membangun keamanan hingga pelaksanaan ATSP 2011 – 2015 dan ASEAN Tourism Agreement dalam mendukung proses regionalisme di ASEAN.
Melalui M-ATM terselenggaranya kerjasama pariwisata ASEAN , bermula dari kerjasama pada sektor pariwisata kemudian kerjasama tersebut memiliki pengaruh spill over terhadap sektor politik melalui serangkaian kerjasama antar negara – negara anggota ASEAN maupun kerjasama internasional .Kemudian tidak hanya memiliki pengaruh spill over pada sektor politik, kerjasama pariwisata ASEAN mendorong pada kerjasama pengembangan sosial dan budaya ASEAN melalui kebijakan pengembangan pemuda ASEAN dan kerjasama konektivitas sesama negara anggota ASEAN. Peran kebijakan – kebijakan M-ATM tersebutpun berpengaruh atau memiliki spill over terhadap sektor keamanan dimana melalui kerjasama kontra terorisme dalam menciptakan kegiatan wisata yang aman serta mendorong perlindungan anak dan tanggap terhadap bencana alam sebagai upaya optimalisasi kerjasma M-ATM.
Kemudian, melalui kerjasama M-ATM ini mendorong pula kerjsama ekonomi melalui investasi dan liberalisasi serta pengembangan ketenaga kerjaan dalam sektor pariwiata. Dan yang terakhir melalui kerjasama M-ATM , kebijakan integrasi pariwisata ASEAN memiliki pengaruh spill over terhadap sektor transportasi .Sehingga, kebijakan – kebijakan M-ATM tersbut mendukung proses regionalisme di ASEAN melalui kerjasama sektor pariwisata. Oleh karena itu, teori
25
neofungsionalisme membantu penulis dalam penelitian ini dalam memahami kebijakan – kebijakan yang telah dirumuskan dan dijalankan M-ATM dalam mendukung proses regionalisme di ASEAN.
1.5. Argumen Utama
Sejalan dengan konsep yang telah disampaikan dalam tesis ini, penulis berargumen bahwa kebijakan – kebijakan yang dirumuskan dan dijalankan oleh M- ATM memiliki pengaruh spillover sektor pariwisata terhadap sektor politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan yang ditunjukan dengan meningkatnya jumlah wisatawan internasional menuju ASEAN. Kebijakan – kebijakan yang telah dirumuskan dan dijalankan oleh M-ATM tersebut yaitu kebijakan dalam kerjasama pariwisata dan pengembangan tenaga kerja wisata ASEAN, liberalisasi perdagangan dan investasi pada sektor pariwiata ASEAN, pendorong integrasi dan konektivitas antar negara – negara ASEAN, kerjasama internasional dan pengembangan kepemudaan ASEAN berbasis pariwisata, kerjasama keamanan wisata ASEAN, serta pelaksaan ATSP 2011-2015 dan pelaksanaan ASEAN Tourism Agreement. Dengan kebijakan – kebijakan yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh M-ATM tersebut, M- ATM memiliki peran dan signifikansi dalam mendukung proses regionalisme di ASEAN.
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena penelitian ini akan meneliti hubungan sebab akibat antara dua variabel. Dalam penelitian ini yang
26
akan diukur adalah apakah variabel sektor pariwisata memilki peran dalam mendorong integrasi kawasan dengan studi kasus strategi negara anggota ASEAN melalui ASEAN Tourism Ministers Meetings (M-ATM). Adapun dalam teknik pengumpulan data, penulis mencari data sekunder dalam mengidentifikasi, menverifikasi, dan menganalisis data dari buku teks, jurnal, dan dokumen resmi lainnya.
1.7. Struktur Penulisan
Penelitian ini akan terdiri dari beberapa bab, Bab pertama dalam penelitian ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan, reviu literature, kerangka konseptual, argument utama, metode penelitian dan struktur penulisan. Kajian dan analisis mengenai pengaruh peran M-ATM dalam regionalisme ASEAN sesuai konsep yang digunakan akan dibagi dalam tiga bab. Bab Kedua akan memaparkan perkembangan pariwisata ASEAN. Bab ketiga penulis akan mengkaji kebijakan – kebijakan yang dirumuskan M-ATM sebagai upaya dalam mengkoordinasikan kebijakan pariwisata ASEAN . Bab keempat akan berfokus pada analisis kebijakan - kebijakan M-ATM dalam hubungannya dengan regionalisme di ASEAN. Bab Kelima akan menutup penelitian ini dengan meberikan kesimpulan berupa intisari keseluruhan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya.