PEMBAHASAN DAN IMPLIKASINYA Diskusi Hasil Penelitian
4
Berdasarkan hasil analisis data di atas, pada bagian ini akan dibahas tentang hasil analisis data yang berkaitan dengan tujuan penelitian.Terdapat tiga ha1 yang pedu dibahas dalam bagian ini, yakni: (1) aktualisasi peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan; dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan dan, (3) hubungan antara falctor internal dan eksternal dengan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan.
Aktualisasi peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan merup.akan proses pembentukan perilaku yang diharapkan sesuai dengan hngsi atau kedudukannya di masyarakat, khususnya di masyarakat pedesaan. Berkaitan dengan ini ada dua ha1 yang perlu diperhatikan, yakni peran aktual, dan proses terbentuknya peran pemuda tersebut, serta hubungan antara peran aktual dengan yang diterima dan dirasakan pemuda dalam petnballgutian lnasyarakat pedesaan.
Pertsma: Peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan ditandai oleh aktivitaaiya dalam'belajar, yakni belajar dan berlatih sebagai proses pengem- bangan diri dan pa~tisipasi aktif dalam pembangunan sebagai proses pematangan di.
~erdabarkan ha1 tersebut, peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan
termasuk kategori sedang, dalam aiti, belum sepeiti yang diharapkan. Hal ini disebab-
kan oleh belum optimalnya kinerja pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan,
di sampirig adanya perbedaan kinerja pemuda tokoh dalam pembangunan masyarakat
214 pedesaan dengan kinerja pemuda non tokoh, juga bervariasinya usia responden dan tingkat pendidikan.
1
Ditinjau dari tingkat pendidikan, responden yang berpendidilcan dasar (tingkat rendah) sebesar 8,75 persen; berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) sebesar 76,25 persen, dan yang berpendidikan tinggi sebesar 15 persen. Tmgkat pendidikan dapat h e r p e n g a d terhadap eksistensi pemuda dalam pembangunan. Dengan adanya pendibikan tinggi pemuda dapat mentransfer programprogram pembangunan ke dalam kehidupan sehari-hari Oleh karena itu, menurut Sagir (1987) bahwa minimal pendidikan untuk pengembangan dalam pembangunan masyarakat pedesaan minimal SLTP yang dianggap tenaga yang tidak berketerampilan, dengan perbandingan:
pendidikan perguruan tinggi 25 persen (termasuk profesional dan skill), pendidikan Inenengall (SLTP dan SLTA) sebesar 45 persen (termasuk semi skill), dan SD sebesar 30 persen (sebagai unskill). Berdasarkan ha1 tersebut, untuk meningkatkan kinerja pernuha dalaln pembangunan masyarakat pedesaan perlu ditingkatkan pendidikan pemuda, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formalnya, agar kine~ja pemuda dalam pimbangunan masyarakat pedesaan dapat optimal.
Ditinjau dari usia responden juga masih cukup bervariasi, yakni pemuda yang termasuk pemuda awal (early ymlth) atau usia (17-21 tahun) sebesar 45 persen;
pemuda tengah ( middle youth) (22-26 tahun) sebesar 39 tahun; dan pemuda matang
(late youth) (27-30 tahun) sebesar 16 persen. Tampaknya usia berhubunngan dengan
kiueja yelnuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Hal ini menunjukkan
bahwa usia responden dalam penelitian ini mayoritas usia pemuda awal dan menengah,
215 sedang kinerjanya menunjukkan kategori sedang. Usia seorang menunjukkan kematangan psikologis seseorang. Dengan demikian, kematangan psikologis berpenga- yuh t&hadap kinerja pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan.
Di lain pihak, kinerja pemuda tokoh dan non tokoh dalam pembangunan masyarakat pedesaan menunjukkan perbedaan yang nyata. Kinerja pemuda tokoh sebesar 79, dan pemuda non tokoh sebesar 74. Kesehuvhan kinerja pemuda dalam pembangunan masyarakat desa sebesar 76, dan termasuk dalam kategori sedang.
Hasil analisis menunjukkan bahwa peran aktual pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan belum seperti yang diharapkan, dan masih beragam seperti yang tertera pada Tabel 4. Secara deskriptic peran aktual pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan belum maksimal dan memiliki simpangan baku yang besar, yakni 10,72 seperti yang tercantum pada Tabel 5, sehingga yeran aktual pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan dapat dikembangkan secara lebih optimal. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan pemuda secara menyeluruh dan merata di masyara kat. Dinyatakan menyeluruh dan merata, karena aktualisasi peran pemuda belum maksimal, bahkan perlu terus dikembangkan demi masa depan. Apabila dengan klarifikasi tolok ukur rentang dengan klal-ifikasi 36-57 termasuk kategori rendah, 58- 79 te~rnasuk kategoli sedang, dall 80 - 100 telmasuk kategori tinggi (Tabel 4), maka peran aktual pemuda dalam penlbangunan masyarakat termasuk kategori sedang.
Angka lnaksimal yang seharusnya dicayai adalah seratus, sedang nilai yang dicapai
rnaksimal 99 untuk seorang pelnuda tokoh dari 92 untuk seorang pelnuda non tokoh,
sedang nilai terendah adalah 36 untuk pemuda non tokoh, dan 43 untuk pemuda
216 tokoh Bila dilihat rentangannya, baik pemuda tokoh maupun non tokoh sebesar 56, atau rentangan keseluruhan sebesar 63.
Untuk kepentingan pembangunan di masa depan, baik untuk kebutuhan pembangunan masyarakat pedesaan, maupun demi kelangsungan yembangunan yang dicita-citakan, perlu adanya pembinaan secara terpadu dan berkelanjutan. Hal ini mengingat pembangunan masyarakat pedesaan di masa depan di atas pundak mereka (pemuda). Orientasi pembinaan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan dapat diiedakan menjadi dua, yaitu: (1) orientasi ke masa kink dan (2) orientasi ke masa' depan. Orientasi ke m s a kini (kekinian) diarahkan pada pemuda bahwa ia hams selalu berpegang teguh pada prinsip pembangunan masyarakat pedesaan, yakni pemuda adalah subyek dan sekaligus obyek pembangunan. Mereka menjadi pelaku pembangunan, dan ia selalu siay uutuk dididik dan diarahkan sesuai dengan tujuan pembangunan. Pemuda tidak terbawa oleh aius mental kekinian, yakni (a) cara hidup yang terlalu berorientasi kekinian, sel~ingga tercermin dengan sifat enjoy life, (b) yandangan hiduy berorientasi pada status (status oriented), sehingga sikapnya lebih berorientasi pada status daripada hngsi atau prestasi, (c) orientasi pada external locus of cortrrol, sehingga pemuda saat ini lebih yercaya pada koneksi daripada kompetisi secara terbuka, dan (d) di kalangan pemuda muncul adanya gejala mengambil jalan pintas. sering disebut bypass disease (Rohmad, 1997).
Orientasi ke masa depan, yada ilitinya adalah pemuda diarahkan yada suatu
usaha atau gerakan untuk inengaktualisasikan potensi pemuda untuk dijadikan
kekuatan (power) dan penggerak dalam pembangunan di masa yang akan datang.
217
Dalam waktu yang bersamaan, potensi itu juga hams diieri pehang dan kesempatan untuk berkembang demi masa depan. Di sini letak kesinambungan pembinaan dan pengembangan pemuda yang berorientasi pada masa kini dan untuk masa depan.
Berdasarkan prinsip pembangunan masyarakat pedesaan, pemuda merupakan
&or pembangunan. Dengan demikian, pemuda adalah subyek dan sekaligus obyek pembangunan; Oleh karenanya, diberikan kesempatan yang sehas-hsnya kepada pemuda untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat pedesaan; dan mengem- bangkan kemampuan pemuda agar dapat mengenali dan memenuhi kebutuhan atas dasar kemampuan, potensi dan sumber yang ada.
Orientasi ke masa depan tersebut, pemuda diarahkan pada tujuan pemba-
ngunan, yakni pada Garis-garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia (GBHN RI)
1992- 1998, yakni diarahkan kepada tiga hal, yaitu: (1) upaya persiapan menjadi kader
bangsa yang tangguh dan ulet dala~n menghadapi tantangan pembangunan serta
bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa dan negara; (2) sebagai
penelus pesjuangan bangsa diarahkan agar mampu mewujudkan cita-cita nasional serta
m m p u berperan sebagai 'msan pembangunan nasional yang berjiwa Pancasila, beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berpikiran maju, beridealisme tinggi,
patriotik, berkepribadian mandiri dan berwawasan masa depan; dan (3) sebagai
pewaris nilai-nilai luhur budaya, diarahkan agar pemuda berjiwa Pancasila, disiplin,
peka. mandiri, beretos kerja, tangguh, memiliki idealisme yang kuat, benvawasan
kebangsaan yang luas, mampu lnengatasi tantangan, baik masa kini maupun yang akan
2 18 datang dengan tetap memperhatikan nilai-nhi sejarah yang dilandasi semangat kebangsaan serta persatuan dan kesatuan (GBHN, 1993: 57-58 & 105).
4
Mendasarkan pada prinsip dan GBHN tersebut, perk diciptakan kondisi dan situasi yang kondusif untuk pemuda agar mereka memiliki kemampuan dan pengalaman demi pembangunan di masa depan yang akan menjadi tanggung jawabnya.
Merekalah nantmya yang akan melaksanakan pembangunan masyarakat pedesaan di
masa depan. Dengan dmikian, pembinaan dan pengembangan pemuda secara tepat
akan menjadikan pemuda sebagai aset yang sangat besar pengaruhnya bagi kemajuan
bangsa dan negara, sehingga jurnlah pemuda yang besar perlu diima dan diarahkan
menjadi kekuatan riil dalam pembangunan untuk saat kini dan untuk kebutuhan di
masa depan. Kemampuan di sini lebih diarahkan pada kemampuan menejerial,
yenyelesaian konflik, dan kerjasama, dan pengalaman lebih mengarah pada
keikutse~taan atau partisipasi pemuda secara aktif dan langsung dalam pembangunan,
sehingga tnereka lebih mengenali dan memahami berbagai gerak kehidupan
masyarakat, dan akhirnya mereka lebih peka dan matang dalam menghadapi berbagai
yroblema dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, pemuda yang
ideal untuk masa depan adalah pemuda yang terdidik dan terlatih dalam pembangunan,
serta peka terhadap kebutuhan masyarakat atau kebutuhan orang banyak. Orientasi
pernuda saat iui tampaknya lnetigikuti arah masyarakat, yang lebih berorientasi
kekirlian, yakni lebih kepada hal-ha1 lebih menyenangkan (lebih ke hal-ha1 yang
tnatetialistik) yang bersifat semetitara daripada kepada moral-idealistik yang lebih
bersifat permanen dan perlu dikembarlgkan di kalangan pemuda.
Tampaknya, masyarakat Indonesia, khuwsnya di wilayah penelitian, masya- rakat lebih bersifat hedonistik, dan kurang mengembangkan sifat altruistik, yang seharusnya dikembangkan di kalangan pemuda, sehingga di kalangan pemuda mmgibuti arah dan sifat masyarakat secara umum yang mengarah pada ha1 yang lebih materialistik tersebut, dan juga hedonistik. Oleh karma itu, perlu segera disadari bersama tentang sifat dan orientasi tersebut, sehingga pemuda tidak terlanjur untuk me"nab&an" sEat dan orientasi tersebut, sehingga pemuda kehilangan moral- idealistik. Dengan kesadaran bersama tersebut, diharapkan pemuda segera berubah dan mencananglian hal-ha1 yang normatif-afektif yang bersifat altruistik. Hal tersebut tampaknya saat ini hal-ha1 di atas telah dirasakan oleh pemuda tokoh, khususnya dirasakan oleh kalangan mahasiswa dengan menuntut reformasi yang tidak terjebak oleh orientasi kekinian tersebut.
Kedua: Peran aktual yemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan, bila dilihat dari situasi lingkungan sosial menunjukkan bahwa peran aktual pemuda di wilayah perkotaan tidak berbeda secara nyata dengan peran aktual pemuda di wilayah yinggiran, maupun wilyih pedesaan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang metlu~ljukkan bahwa tidak ada yerbedaan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Berdasarkan ha1 tersebut, tampaknya teori Fisher, Frank dan Jailkins, serta Burgers sudah tidak atau kurang berlaku di daerah wilayah penelitian, yalu~i di Kabupaten Malang Jawa Timur.
Teori growth pool d a ~ i Fisher, atau teori pusat yang maju dan periferi yang
terbelakang dari Frank (Schoorl, 1982:72) dan pola lingkaran konsentris dari Burgers
(Soekanto, 198337-89) menyatakan, bahwa semakin daerah tersebut dekat dengan pusat, maka daerah tersebut semakin maju, dan sebaliknya, apabila daerah itu semakin jauh dari pusat, maka daerah tersebut semakin kurang ma&. Tampaknya teori ini sudah kurang berlaku lagi, yakni semakin dekat dengan pusat pemerintahan, maka semakin banyak fasilitas yang mendukung perkembangan sehingga semakin maju, dan sebaliknya semakin jauh dari pusat kota maka wilayah tersebut semakin kurang maju Semakin daerah itu dekat dengan pusat, maka akan mendapat perhatian semakin besar,
.
..
dan sebaliknya. Tampaknya Teori Frank dan Jankins (Schoorl, 1982:78) tidak dapat digeneralisasikan. Mereka menyatakan bahwa semakin feodal negara atau bangsa itu, tnaka teori pusat yang maju dan periferi yang terbelakang semakin h a t . Tampaknya teori hu yerlu dieliminasi di dalam wilayah penelitian ini yakni di Kabupaten Malang Jawa Tiinur. Tampaknya dengan diterapkannya LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) sejak tahunl980-an secara nasional membawa dampak gerak pembailgunan akau berjalan seirama dan serentak untuk seluruh wilayah Indonesia.
Oleh Rareua itu t e o ~ i dari Fisher, Frank dan Jankins di atas, tampaknya h a n g berlaku, khususnya di wilayah penelitian.
Usaha pemerintah untuk ineiliugkatkan kesejahtaraan masyarakat melalui
berbagai program pembangunan mulai tampak hasilnya. Hal ini juga dirasakan oleh
pemuda akan program-program pembangunan masyarakat pedesaan, baik dari pusat
mauyuii dari organisasi kepemudaan tingkat desa atau dusun setempat. Program dari
yusat biasailya disalurkau rnelalui orgaiusasi formal, seperti karang taruna, pramuka
dan sebagainya. Program daii desa atau dusun setempat merupakan organisasi
22 1 i t z d ~ g e n w , sepexti organisasi penanam nunput (khususnya di desa Tawangargo dan Ha jokuncaran), organisasi pembela musibah, organisasi penyedia jasa (di desa-desa pbggiran dan pedesaan), organisasi pengrajin (semua wilayah penelitian), organisasi pengayam (desa Ampeldento dan Mangliawan) dan sebagainya yang muncul karena adanya tuntutan lingkungan. Organisasi tingkat desa atau dusun yang indigenous ini tumbuh baik di wilayah perkotaan maupun di pedesaan, sesuai dengan konteks lingkungannya. Oleh karena itu, peran aktual pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan antar wilayah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali bidang agama. Bila di bidang agama terdapat perbedaan yang nyata, karena ada desa yang terdapat pondok pesantren dan ada yang tidak terdapat pondok pesantren, sehingga meaimbulkan perbedaan yang nyata. Namun bila dicermati, perbedaan yang nyata tersebut hanya terbatas pada pemuda non tokoh, sedang pemuda tokoh tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (seperti pada Tabel 4).
Ketiga: Persepsi tentang peran yang diterima dan dirasakan dengan peran yang
diharapkan masyarakat menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil analisis data
diketahui bahwa persep'si pemuda tentang peran yang dilakukan pemuda dalam
pembangunan masyarakat pedesaan dengan peran yang diharapkan oleh masyarakat
(diwakili oleh tokoh masyarakat) menunjukkan perbedaan yang nyata, yakni sebesar
11.8990 dengan P-0,0026. Dengan tolok ukur yang sama untuk pemuda dan tokoh
masyarakat tentang peran yang dilakukan pemuda dalam pembangunan masyarakat
yedesaan tnenunjukkan perbedaan yang nyata. Pemuda tokoh memperlihatkan bahwa
peran yang seharusnya dilakukan pemuda adalah merencanakan, melakukan,
222
mengj?vahasi dan sekaligus memperbaiki cara kerja yang ada di masyarakat. Tokoh masyarakat menunjukkan bahwa pemuda hams belajar kepada pemimpin masyarakat atau pemimpin yang berhasil dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Pemuda non tokoh menunjukkan bahwa peran yang seharusnya mereka lakukan adalah menghti kegiatan yang ada atau mengikuti anjuran pemimpin masyarakat atau pemimpinnya (pemuda tokoh).
Berdasarkan ha1 tersebut, persepsi tentang peran yang dilakukan pemuda menunjukkan adanya perbedaan tolok ukur antara pemuda dengan tokoh masyarakat.
Hat ini disebabkan adanya kurangnya komuuikasi di antara mereka, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda, di samping adanya perbedaan pengalaman dan frame of reference di antara mereka. Berdasarkan has2 penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa pemuda tokoh cenderung lebih idealis, tokoh masyarakat cenderung lebih realis dan pemuda non tokoh merasa sebagai pengikut pemuda tokoh atau tokoh masyarakat secara alamniah. Tampaknya, dari gambaran ill4 diketahui belum adanya pembinaan bagi pemuda baik dari tokoh masyarakat maupun dari pemerintah secara terprogram, teipadu, dan berkelanjutan. Belurn adanya pembinaan dan komuuikasi antara pemuda tokoh dengan pemuda non tokoh terlihat pada Gambar 6 tentang obyek desa peubah peran pemuda dalam pembanguuan masyarakat pedesaan.
Gambar 6 tersebut memperlihatkan bahwa pemuda tokoh secara visual terpisah
dengami pemuda non tokoh dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Hal ini
mnetnperkuat dugaan bahwa belum adanya komunikasi secara sirkuler di antara tokoh
masyarakat, pemuda tokoh dengan peinuda non tokoh.
223
Berdasarkan uraian di atas, orientasi ke depan, perlu diketahui bahwa keber- hasilan pembangunan masyarakat pedesaan di masa depan terletak dari kematangan nemuda pada saat ini Di atas pundak mereka terdapat tanggung jawab pembangunan masyarakat pedesaan di masa datang. Berdasarkan ha1 tersebut, tampaknya perlu segera disusun program pembinaan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan secara terpadu dan terprogram, sehingga tidak akan terjadi generation gap.
Bila dilihat dari hubungan antara peran yang diterima dan dirasakan (perceived role) dengan peran aktual (performed role) pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan menunjukkan hubungan yang sangat meyakinkan. Hubungan di antara mereka menunjukkan sangat nyata (sangat meyakinkan). Dilihat dari hubungan antara peran yang diterima dan dirasakan dengan indikator pembangunan masyarakat
.
..
pedesaan yakn. dalam bidang pertanian, kesehatan, koperasi dan keagamaan menunjukkan hubungan yang serupa. Hal ini dapat ditafsirkan, bahwa perilaku atau peran aktual pemuda dalam yembangunan masyarakat pedesaan dipengaruhi oleh yeran yang diterima dan dirasakan oleh pemuda, dan peran yang terakhir ini
dip engaruhi oleh sosialisasi. Ole11 karena itu, dalam rangka meningkatkan peran
pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan, perlu terlebih dahdu ditingkatkan
yeran yang diterima dan dirasakan oleh pemuda melahi sosialisasi. Dengan cara
demikian, harapan sosial (masyarakat dan keluarga) lebih dimengerti dan dipahami
oleh pemuda, sehingga tidak akan terjadi konflik di antara mereka atau tidak terjadi
generation gap di antara mereka. Dengan cara komunikasi dua arah (two way trafjc
communication), didukung oleh kesempatan yang ada melalui alat bantu (guide aid),
224 dan imajinasi yang bebas barangkali pembinaan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan akan cepat terealisasi
I
Keempat: Pemuda tokoh memiliki peran yang lebih aktif bila dibandingkan dengan pemuda non tokoh. Hal ini dapat dipahami, bahwa pemuda tokoh di sampmg memiliki idealisme, juga memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan sering bertemu dan berdialog dengan tokoh masyarakat, khususnya aparat pemerintah, sehingga ia lebih bisa mengakses terhadap program pembangunan yang telah dicanangkan, sedang pemuda non tokoh h a n g memiliki ha1 tersebut, dan mereka merasa dirinya harus menjadi pengikut dan mereka (pemuda non tokoh) biasanya memerlukan contoh konkrit dari pemuda tokoh atau tokoh masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori peran, baik teori kesadaran diri (self awareness theory), teori cermin (looking glasses theory), dan teori pengelolaan kesan (impression management theory) seperti diuraikan pada bagian kajian pustaka di atas. Oleh karena itu, dalam pengembangan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan perlu digalakkan peer-group sensationing atau peer-group discussion di antara mereka, sehingga mereka dapat saling. membelajarkan. Bbrdasarkan uraian di atas, tampaknya untuk pembinaan dan pengembangan pemuda harus diarahkan sejak dini, yakni sejak masih anak-anak, sehingga perkembangannya dapat diilcuti, dipantau dan diarahkan.
Pembinaan dan pengembangan pemuda dalam pembangunan masyarakat
pedesaan dapat diarahkan (selarna penelitian ini mengemuka dapat diinferensikan)
kedalam lima teori yang penulis ajukan dalam tinjuan pustaka. Namun, dalam tinjauan
pustaka kelima teori tersebut terpisah-pisah, seperti dalam literatur-literatur yang ada.
Dalam kajian penelitian hi, kelima teori tersebut dapat dijadikan suatu panduan untuk
pembiuaan generasi muda secara utuh. Generasi muda atau pemuda dapat dibma
lpelalui l i m a tahap pokok, y a m . (1) tahap pertama (tahap penghargaan), pemuda
perlu diberi msentifj baik berupa insentif material maupun insentif' immaterial, seperti
insentif moral (diberi pengakuan atau penghargaan perilakunya yang sesuai dengan
tujuan pembmaan), insentif sosial (diperkenalkan pada pihak lain atau diieri
posisi/kedudukan yang sesuai dengan kemampuannya) dan insentif psikologis
(disanjung atau diberi penghargaan dan penghomtan bagi dirinya); (2) tahap kedua
(tahap mawas diri), pemuda diberi kesempatan untuk menilai "Icepantasan" dan
keharmonisan perilaku dengan harapan lingkungan (kesesuaian dengan situasi dan
kondisi); (3) tahap ketiga (tahap evaluasi diri dan lingkungan), pemuda diberi
keselnpatan untuk menilai kemampuan, baik yang menyangkut kemampuan dirinya
maupun kemampuan pemuda lingkungan; (4) tahap keempat (tahap menyusun
kesa n), p elnuda dibeli kesernp at a11 untuk menyusun kesan-kesan yang diperoleh dari
lingkungam~ya atau melalui pe~ilaku yang dilakukan sejak tahap peltama sampai tahap
ketiga tersebut. Apabila'kegiatan tahap satu sampai dengan tahap keempat tersebut
berjalan secara lancar dan sudah menjadi kebiasaan, maka tahap tersebut memasuki
tahap kelima (tahap mengaca tepo sliro), yakni bagaikan orang yang mengaca atau
bercermin dalam berperilaku dengan selalu memperhatikan reaksi langsung dari
tingkungannya. Dengan demikian, proses pembinaan pemuda dalam pembangunan
lnasyarakat pedesaan lebih bersifat fbngsi sosial, maka ada lima pokok tahapan
pernbinaan. Tahap pertama biasa disebut penghargaan diri. Pada awalnya tahap ini
226 diambil dari pengambilan hati (ingratiation). Tahap ini pemuda diieri penghargaan atau pengakuan akan eksistensi pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan.
Tahap kedua biasa disebut mawas diri Tahap ini direnovasi dari teori pengawasan diri (selfmonitoring), tahap ketiga biasa disebut evaluasi diri dan lingkungan. Tahap ini
pada dasarnya tentang kesadaran diri (self awareness) mengenai kemampuan dirinya bila dibandingkan dengan kemampuan lingkungannya, tahap keempat disebut kelola kesan. Tahap ini menekankan pemuda untuk me& kemampuan untuk mengelola kesan (impression management) yang ada, dan tahap kelima disebut mengaca tepo saliro: Tahap kelima ini pemuda diharapkan dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat tentang keadaan yang ada, seperti orang bercermin (mengaca) (looking glasses). Tahap kedua dan ketiga tersebut dapat bersama-sama dilakukan atau beriringan, sesuai dengan kondisi pemuda yang bersangkutan, sehingga kelima langkah pokok tersebut menjadi satu kesatuan. Kelima langkah atau tahap ini dapat digunakan untuk pembinaan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan secara terpadu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktualisasi Peran Pemuda dalamPembangunan Masyarakat Pedesaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda dalam pembangunan
masyarakat pedesaan, dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) faktor eksternal, dan
(2) faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang mempenga~uhi peran pemuda
yang berasal dari luar individu pemuda. Faktor internal adalah faktor yang mempe-
ngaruhi peran pemuda yang berasal dari dalam diri pemuda yang bersangkutan.
Faktor Eksternal Pemuda dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan
Hasil lapangan menunjukkan bahwa kondisi keluarga dan dorongan masyarakat lebagai faktor eksternal berpengamh terhadap perm pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Melalui analisis regresi menunjukkan pengaruh yang cukup meyakinkan (pengaruhnya 5 3 persen). Bila dilihat dari indikator pernbangunan masyarakat pedesaan, yakni pertanian, kesehatan, koperasi dan keagamaan, juga menunjukkan pengaruh. yang meyakinkan pula. Kondisi keluarga merupakan h g s i dari dorongan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, tingkat perhatian dan iklim keluarga. Dorongan masyarakat merupakan fungsi dari dorongan pemimpin masyarakat (baik formal maupun informal), situasi lingkungan sosial dan terpaan media massa. Hal ini dapat dipahami, bahwa keahifan pemuda dalam pembanban masyarakat pedesaan disebabkan sebagian besar oleh dorongan keluarga dan masyarakat di sekitarnya, atau secara luas dan secara konseptual disebut dorongan sosial. Keaktifan pemuda disebabkan oleh kondisi keluarga dan dorongan masyarakat, atau sebaliknya. Oleh karena itu, dalam proses pembinaan pemuda dalam
,
pembangunan masyarakat pedesaan, perlu melibatkan keluarga dan masyarakat lingkungannya. Pemuda tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga luaupun liigkungan masyara kat sekitarnya. Menurut teori daur kehidupan
(life cycle
theory), bahwa pemuda berada di bawah pengaruh orang dewasa, baik di
. ..
dalam keluarga dan masyarakat orang dewasa lingkungannya. Oleh karena itu,
eksistensi pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan tidak dapat lepas dari
kondisi keluarga dan dorongan masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan teori peran yang diajukan dalam kajian pustaka mengenai teori pengawasan atau teori pengelolaan lsesan antara diri sendiri dengan lingkungannya, atau teori cermin dari Cooley mengenai hubungan antara dirinya dengan lingkungannya, bagaikan dia mengaca.
Berdasarkan ha1 tersebut, dalam proses pembinaan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan, perlu juga adanya pembinaan untuk keluarga dan masyarakat orang dewasa lingkungannya.
Faktor Internal Pemuda dalam Pembangunan Masyaraknt Pedesaan
Pertama: Karakteristik individu pemuda dalam penelitian ini diduga ada lima peubah yang berhubungan erat dengan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Kelima peubah tersebut adalah tingkat pendidikan, tata nilai, aspirasi, idola bagi pemuda, dan pengalaman berorganisasi. Kelima peubah tersebut tampaknya terjadi polaiisasi, yakni tingkat pendidikan berkorelasi dengan pengalaman organisasi, namun kurang berkorelasi dengan yang lain (tata nilai, aspirasi dan idola pemuda).
Ketiga peubah (tata nilai, aspirasi dan idola pemuda) tersebut saling berkorelasi. Bila
kelima peubah tersebut dihubungkan dengan peran aktual pemuda dalam
pembangunan masyarakat pedesaan, maka yang berkorelasi secara nyata adalah tata
nilai, aspirasi, dan idola, sedang tingkat pendidikan dan pengalaman organisasi kurang
berhubungat~ secara nyata. Ketiga peubah tersebut berhubungan dengan peran aktual
pe~nuda, natnun belum tentu berhubungan dengan semua peubah. Setelah diteliti
teruyata terdapat standar ganda dalam pembinaan pemuda di pedesaan, yakni yang
229 berkaitan dengan penempatan personal dan posisi yang berkaitan dengan pihak luar desa, sehingga terjadi polarisasi, yakni untuk memperkenalkan kegiatan-kegiatan kepemudaan di desanya kepada tingkat atasnya (tingkat kecamatan sampai dengan national) biasanya diberikan kepada orangfpemuda yang dekat dengan pemimpin formal desa, namun apabila ada pekerjaan yang memerman pemikiran, biaya dan tenaga biasanya diberikan kepada oranglpemuda lain yang berkemampuan, sehingga pembinaan pemuda lebih mengarah pada ascribed role.
Berdasarkan ha1 tersebut, akibat dari standar ganda tersebut menimbulkan
salah satunya adalah tingkat pendidikan dan pengalaman organisasi saling berinteraksi
di satu pibak, dan pada pihak lain tata nilai, aspirasi dan idola pemuda juga saling
be~interaksi sendiri. Hal tersebut dapat menimbulkan bahwa tidak semua pemuda aktif
dalam kegitan sosial kemasyarakatan, sehingga terjadi perbedaan peran aktual pemuda
antara pemuda tokoh dengan pemuda non tokoh. Namun, ha1 ini tampaknya tidak
dapat.bertahan lama, bahkan dengan adanya gerakan reformasi yang didengungkan
oleh sebagian kelompok pemuda tokoh (mahasiswa) tersebut terus berkembang
sehngga model lama (dodel ascribed role) perlu ditinggalkan dengan mengganti
orientasi pada achievement role. Orientasi kepada achievement role tersebut perlu
dibuka secara luas, sehingga pemuda yang memiliki kemampuan yang memadai yang
memikirkan pengembangan desanya, dan memiliki curiosity yang tinggi perlu diberi
kesempatau yang memadai. Ole11 karena itu, dalam rangka pembinaan dan
yengembangan pemuda, yerlu dibeiikan kesempatan yang sama dan secara transparan,
di sarnping dibuat aturan yang jelas, sehingga semua pemuda mengetahui dm dapat
230 mengikuti apabila mereka yang bersangkutan menginginkan. Bersamaan dengan ha1 di atas, dalam pembinaan pemuda dibuat program secara terpadu dan berkelanjutan, sejak snereka masih aktif dalam organisasi kepemudaan sampai mereka devrasa dan berumah tangga. Pembmaan yang demikian akan berlanjut dan tidak terputus, yakni ketika mereka masih menjadi pemuda (sebelum menikah) dengan setelah menikah (menjadi warga orang dewasa), sehingga pemuda yang aktifdi organisasi kepemudaan, mereka bisa langsung memangku jabatan di masyarakat, sesuai dengan kemampuan dan pengalamannya.
. Hasil dari lapangan menunjukkan, bahwa orang yang memangku jabatan kepemudaan di LKMD bukan seorang pemuda tetapi orang yang sudah tua dan berumah tangga, sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti apa harapan dan keinginan pemuda, dan di pihak pemuda tidak ada lagi motivasi untuk aktif atau mengembangkan organisasi kepemudaan yang ada di desanya. Di sini te rjadi salah s a t - keseujailgan yang dialaini oleh pemuda di pedesaan. Bila dikaitkan dengan kelima peubah tersebut dengan peran aktual dalam pembangunan masyarakat pedesaan, maka peubah yang secara konsisten berhubuugan secara nyata adalah idola pemuda. Oleh karena itu, peubah idola pemuda sebagai figur yang didambakan pemuda atau ketokohan yang diinginkan oleh pelnuda menjadi peubah untuk mewakili karakteristik individu pemuda (dalam analisis jalur atau hubungan kausal).
Kedus: Hasil lapangan meuunjukkan bahwa persepsi, kesempatan, kemam-
yuan dan kemauan berpengaruh secara nyata terhadap peran yemuda dalam
pembangunail masyarakat pedesaan. Bila dilihat secara bivariatnya, hubungan antara
23 1
persepsi, kesempatan, kemampuan, kemauan dengan peran pemuda dalam
pembangunan masyarakat pedesaan sangat meyakinkan. Semakin jelas persepsi
gemuda tentang program pembangunan, maka semakin tmggi pula perm pemuda
dalam pembangunan masyarakat pedesaan (0,58 16); kesempatan dengan peran
pemuda dalam pembanguuan masyarakat pedesaan (0,4982). Semakin tinggi
kesempatan yang ada, maka semakin tinggi pula peran pemuda dalam pembangunan
masyarakat pedesaan; kemampuan dengan peran pemuda dalam pembangunan
masyarakat pedesaan (0,5 660). Semakin dihargai kemampuan pemuda dalam
pembangunan, maka semakin tinggi pula peran pemuda dalam pembangunan
masyarakat pedesaan; dan kemauan dengan peran pemuda dalam pembangunan
ma syaraka t pedesaan (0,2806). Semakin tinggi kemuan pemuda, maka semakin tinggi
pula perau yemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, semua
peubah tersebut berhubungan sangat meyakinkan dengan peran pemuda dalam
pembangunan masyarakat pedesaan. Dengan dernikian dapat disimpullcan bahwa: (a)
semakin jelas persepsi pemuda akan program pembangunan, semakin aktif pemuda
tersebut dalam pembanlfuuan masyarakat pedesaan, (b) semakin terbuka kesempatan
pemuda dalam pembangunan, semakin aktif pemuda tersebut dalam pembangunan
masyarakat pedesaan, (c) semakin tinggi pengakuan kemampuan pemuda dalam
pembangunan, semakin aktif pernuda tersebut dalam pembangunan masyarakat
pedesaan, dar~ (d) semakin tiuggi ke~nauan pemuda dalam pembangunan, semakin aktif
y emuda tersebut dalam pembanguuan masyarakat pedesaan.
Bila dilihat secara serempak, dapat ditunjukkan besarnya pengaruh maupun keterkaitan di antara mereka. Dilihat dari analisis regresinya, besarnya pengaruh persepsi, kesempatan, kemampuan dan kemauan terhadap peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan sebesar 52 persen, dan keterkaitan di antara persepsi, kesempatan, kemampuan dan kemauan dengan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan sangat meyakinkan. Hal ini dapat dipahami bahwa peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan lebih banyak ditentukan oleh kemauan, kemampuan, kesempatan, dan persepsi pemuda terhadap program pemba- ngunan masyarakat pedesaan.
Secara mum dapat dinyatakan, bahwa kemampuan, kesempatan dan persepsi yang jelas terhadap program pembangunan akan meningkatkan kemauan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Kemauan mempakan motivator dan pengatur terhadap ketiga faktor (kemampuan, kesempatan dan persepsi) tersebut.
Keempat faktor tersebut sesunguhnya yang "menentukan" perilaku pemuda dalam
pembangunan. Teori kesadaran diri menyatakan, bahwa apabila sesorang merasa
memiliki kemampuan y h g tinggi, memiliki kesempatan yang terbuka, dan didukung
oleh persepsi yang jelas terhadap program pembangunan, maka ia akan berusaha
untuk' tampil secara terbuka untuk mempengaruhi lingkungannya seperti yang ia
kehendaki. Menurut Brim dan Wheeler (1969), seseorang yang merasa dirinya
memiliki kemampuan yang tinggi, persepsi yang jelas dan didukung oleh kesempatan
yang terbuka, maka ia akan bersikap dan berperilaku sebagai "I" --yang mengatur
lingkungan seperti yang dikehendaki dirinya secara obyektif. Namun sebaliknya,
apabila ia merasa kemampuannya lemah bila dibandingkan dengan pemuda lingkungannya, kurang memiliki persepsi yang jelas, dan kurang mendapat kesempatan
$ari lingkungannya, maka ia akan bersikap dan berperilalcu seperti "ME" yakni mengikuti lingkungan yang mengaturnya. Kesadaran akan adanya "I" atau "ME'' menurut teori cermin, ha1 di atas disebabkan adanya interaksi yang harmonis antara individu dan lingkungan secara kontinyu. Kedirian (selJ) pemuda dapat terlihat dari respon atau tanggapan yang diterima dari lingkungannya. Timbulnya kedirian atau konsep diri atau citra diri karena adanya pengelolaan kesan yang diterima dari lingkungannya secara terus menerus. Menurut teori pengelolaan kesan, bahwa perkembangan konsep diri berkembang lewat interaksi sosial, yang memandang citra diri mereka tercermin melalui tindakan-tindakan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri ini memberikan kerangka daIam mengorganisasi dan menginterpretasikan pengalaman-pengalamannya dalam belinteraksi dengan lingkungannya, sehingga dapat membantu orang tersebut membeiikan reaksi yang tepat terhadap kehidupan yang beragam, Dengan cara demikian, apabila seseorang memandang dirinya sendiri sebagai orang yang cakap dan mandiri, maka ia akan berperilaku dalam cara-cara yang menunjukkan kesan cakap dan mandiri. Demikian pula, jika seseorang memandang orang lain sebagai sosok yang cakap dan m a n e iapun akan bersikap dalam cara yang lneugisyaratkan bahwa orang lain tersebut memiliki karakteristik demikian.
Ketign: Keharmonisan interaksi antara faktor internal dan eksternal pemuda berpengaluh terhadap perilaku yemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan.
Melalui analisis bivariat menunjukkan hubungan yang sangat meyakinkan antara faktor
234
internal dengan faktor ehernal. Melalui analisis regresi ganda juga menmjukkan hasil
yang sama, yakni pengaruhnya 59 persen. Apabila dirinci, pengaruh peubah prediktor
terhadap peran pemuda dalam bidang pertanian sebesar 41 persen, dalam bidang
kesehitan sebesar 40 persen, dalam bidang koperasi sebesar 44 persen, dan dalam
bidang keagamaan sebesar 40 persen, dan F hitung dari semua mdikator tersebut
m&unjukkan pengaruh yang sangat meyakinkan. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa semakin harmonis antara dorongan internal dan eksternal, semakiu
tinggi pula aktivitas pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Dengan kata
lain,. koordinasi yang harmonis antara kedua faktor tersebut (internal dan eksternal)
akan menghasilkan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan yang
ideal. Hal hi dapat dipahami, bahwa peran pemuda dalam pembangunan masyarakat
pedesaan merupakan hngsi sosial, sehingga diperlukan interaksi yang serasi antara
kedua faktor tersebut. Dengan kata lain, peran aktual pemuda dalam pembangunan
masyarakat pedesaan disebabkan adanya faktor internal (yakni kemauan dan keinginan
yang didukung oleh kemampuan dan kesempatan yang tersedia serta kejelasan persepsi
seseorang pemuda) untrfk aktif daIam pembangunan, dan adanya dorongan dari luar
(dorongan keluarga dan masyarakat). Kedua faktor (internal dan eksternal) tersebut
merupakan simbiosis mutualistik, sehingga keduanya bisa saling mendorong, atau
sebaliknya saling meniadakan. Bila keduanya saling mendorong, pemuda tersebut akan
aktif dan kreatif; sehingga mereka berusaha mencari peran yang dibutuhkan oleh
lna syaraka t li~~gkungaimya.
Ciri khas pemuda yang aktif dan kreatif dalam pembangunan masyarakat pedesaan, seperti dinyatakan Kartodirdjo, (1985: 18) adalah: (1) menginterpretasikan situasi masyarakat lingkungannya, (2) mengidentifiasi permasalahan yang dihadapi, dan memikirkan pemecahannya, (3) menjalankan kritik sosial secara arif untuk mendudukkan berbagai masalah, terlepas dari berbagai kepentingan tertentu, dan (4) menyatakan atau mengidentifjkasi realitas sosial, dan mengekspresikan kehendak kolektif masyarakatnya. Hal tersebut merupakan kebiasaan pemuda aktif dan kreatif dalani pembangunan masyarakat pedesaan pedesaan. Pemuda di masa depan seharusnya me& chi khas seperti: (1) bersikap terbuka dan sensitif terhadap problema pembangunan masyarakat pedesaan; (2) suka mengkaji berbagai bidang kehidupan dengan segala permasalahannyaa dalam segala kompleksitasnya, dan (3) memupuk sikap "ingin tahu" (curiosity) dan serba kritis terhadap keadaan dan perkembangan sosial, sehingga tidak hanya menerima keadaan yang ada saja, tetapi diharapkau pemuda melakukan pemeliharaan dan pengembangan untuk kesejahteraan bersama lnelalui kreativitas dan ekspresi d i i y a .
Sebaliknya, apabila kedua faktor tersebut tidak harmonis atau bahkan saling
meniadakan akan menimbulkan penarikan diri dari lingkungan sosialnya, sehingga
mereka tidak akan mau mengambil bagian dalam kegiatan pembangunan masyarakat
yedesaan lingkunganuya, atau mereka membuat "klik" (clique) atau kelompok sendiri
yatig dapat menghambat atau lnerusak pembangunan itu sendiri. Dengan keadaan yang
dernikian, proses belajar sosial (sosialisasi) daii orang dewasa kepada generasi muda,
khususnya pemuda tidak akan bejalan lancar, justru terjadi k o n W antar peran di
236
antara pemuda dan orang tua (keluarga atau masyarakat) lingkungannya. Hal ini karena adanya ketimpangan atau ketidak samaan antara peran yang diharapkan dengan peran yang diterima atau yang dirasakan, dan akhirnya terjadi ketidak samaan peran harapan dengan peran aktual yang dilakukan oleh pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan.
Terdapat tiga kemungkman mengenai ketidak harmonisan yang dialami oleh pemuda yang berkaitan antara tuntutan faktor internal dan eksternal tersebut, yakni:
( I ) tuntutan internal vs. tuntutan internal lainnya, (2) tuntutan internal vs. tuntutan eksternal, dan (3) tuntutan eksternal vs. tuntutan eksternal lainnya (Brim and Wheeler, 1969). Ketiga ko* tersebut yang dirasa terberat bagi pemuda adalah ketidak harmonisan yang ketiga, yakni adanya tuntutan eksternal vs. tuntutan eksternal lainnya. Misalnya keharga menghendaki pemuda tersebut aktif dalam organisasi pengrajin besi, tetapi kalangan masyarakat (pemuda lain atau pemimpin masyarakat) tidak menghendaki pemuda yang bersangkutan aktif dalam organisasi pengrajin besi, sehingga pemuda hams bekerja keras untuk menyesuaikan diri sebaik mungkin, dan kadang-kadang pemuda'tersebut tidak dapat mengambil keputusan yang tepat, atau bahkan seorang pemuda tersebut mengambil keputusan yang tidak tepat, misalnya yemuda tersebut tidak aktif dalam organisasi tersebut, tetapi ia aktif dalam organisasi yaug terlarang baik keluarga maupun masyarakat, seperti kelompoWorganisasi alkoholistik dan sebagainya.
Dalam proses pembinaan peinuda perlu melibatkan pihak keluarga dan
masyarakat lingkungannya, sehingga harapan keluarga dan masyarakat dapat
237
disesuaikan dengan harapan bersama (expected role). Peran pemuda dapat terbina dan dikembangkan sesuai dengan minat dm kemampuan pemuda yang bersangkutan.
lyfiuat dan kemampuan pemuda tersebut diorientasikan ke masa depan, sebagaimana seperti diuraikan bagian di atas.
Keempat: Hubungan kausal dalam penelitian ini menggunakan analisis jahu untuk mengetahui peubah-peubah yang mempunyai hubungan langsung dengan perm pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Terdapat dua pilihan dalam menggunakan model analisis jalur bath analysis), yakni model kontirmasi, dan model eksglorasi. Tujuan model konfirmasi adalah untuk membuktikan kesesuaian teori dengan basil lapangan. Model eksplorasi adalah untuk mengetahui model yang seperti apa yang sesuai dengan model yang ditemukan melalui analisis korelasi, analisis ragam, dan analisis regresi (Hasan, 1996: 1). Berdasarkan kegunaan atau d a a t dari penelitian ini, yakni untuk mengetahui model macam apa yang secara statistik tepat untuk pengembangan dan pembinaan pemuda, khususnya di wilayah penelitian yaitu di Kabupaten Malang Jawa Timur, maka model eksplorasi yang memungkinkan lebih bermanfaat, di samping 'tidak harus berkutat dengan teori yang diajukan sejak awal.
Melalui penelusuran dari matriks korelasi, analisis korelasi parsial, regresi dan diianjutkan dengan analisis jalur, diharapkan diperoleh pembentukan model pembinaan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan.
Hubuugan kausal antara peubah prediktor dengan peubah kriterium
tne~luiijukkan, bahwa peran pemuda dalarn pembangunan masyarakat pedesaan
berhubungan langsung dengan kemauan (0,29260); kemampuan (0,33803);
kesempatan (0,18686); persepsi terhadap program pembangunan masyarakat pedesaan (0,24137); dorongan sosia1(0,27579); ketokohan pemuda (-0,05898), dm dorongan keluarga (-0,05898), dorongan masyarakat (0,02290). Secara statistik, hubungan langsung antara dorongan keluarga, dorongan masyarakat dan ketokohan pemuda dengan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan kurang meyakinkan, sedang hubungan mumi peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan yang kurang meyakinkan adalah: ketokohan pemuda dan dorongan kehmrga, dan peubah yang hin menunjukkan hubungan yang meyakinkan atau secara nyata, sehhgga hubungan total yang h a n g menyakinkan adalab peubab ketokohan pemuda (-0,06588); dan dorongan keluarga (0,03982). Dengan demikian, hubungan total di antara peubah bebas (kemauan, kemampuan, kesempatan, persepsi, dorongan sosial dan dorongan masyarakat) menentukan tinggi rendahnya peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan (Tabel 17). Walaupun demikian, peubah ketokohan dan dorongan keluarga secara bivariat memberikan hubungan yang erat, sehingga kedua peubah tersebut juga memberikan andil di dalam peran pembangunan inasyarakat pedesaan, miskipun hubungannya tidak langsung.
Deilgan demikian, hubungan antara peubah prediktor dengan peubah kriterium
(peran pelnuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan) menunjukkan hubungan
yang sangat meyakinkan. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi
kemauan, kemampuan, kesempatan yang tersedia, persepsi yang jelas terhadap
y rogram pembangunan yaQg ditoy ang oleh dorongan sosial, dorongan keluarga,
dorongan masyarakat dan ketokohan yemuda maka semakin tinggi pula peran pemuda
239 dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Dalam rangka pembinaan pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan, yang perlu diperhatikan adalah meningkatkan kemauan di antara pemuda melalui kemampuan, kesempatan yang tersedia, persepsi yang jelas d m dorongan sosial melahii dorongan keluarga d m masyarakat dan ketokohan yang ada pa& pemuda. Hal ini mengingat kemauan sebagai sumber motivasi dari dalarn diri pemuda untuk aktif dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Demikian jugs dorongan sosial yang berasal dari luar juga rendah di samping ketokohan pemuda. Hal ini salah satu sebab perm aktual pemuda d a b pembangunan masyarakat pedesaan masih pada kategori sedang dan belum optimal.
Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan peran pemuda di pedesaan perlu adanya program yang terpadu dan berkelanjutan, yang bisa meningkatkan motivasi baik melalui dorongan sosial (dorongan keluarga dan masyarakat) maupun diciptakannya tokoh di kalangan pemuda. Dalam rangka meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan masyarakat p edesaan tersebut, maka bersamaan dengan mempertahankan kontribusi peubah kemampuan, kesempatan, persepsi yang bagus tentang program pembhngunan masyarakat pedesaan, kesempatan yang ada, juga meningkatkan kemauan, dorongan sosial, dorongan keluarga, dorongan masyarakat dan ketokohan pemuda sejajar dengan kontribusi peubah yang sudah meyakinkan. Bila dilihat secara detail setiap indikator dalam pembangullan masyarakat pedesaan dapat diuraikan sebagai berikut.
Dalam bidang pertanian, yengaruh langsung yang cukup meyakinkan adalah
kemauan (0,27 122); kemampuan (0,28824); persepsi (0,15 899); kesempatan
240 (0,24996); dorongan sosial (0,46029); dorongan keluarga (-0,37392); dorongan masyarakat (-0,14567); sedang ketokohan h a n g menunjukkan hubungan yang rpeya kinkan (-0,03 569). Dilihat dari hubungan murni yang meyakinkan adalah:
kemahan (0,1774); kemampuan (0,2103); kesempatan (0,2017); dan persepsi tentang
program pembangunan (0,1279); dan hubungan negatif adalah dorongan masyarakat (-
0,1455). Hubungan mumi yang kurang meyakinkan terhadap pembangunan pertanian
adalah dorongan keluarga (0,1148); dorongan sosial(0,0834); dan ketokohan pemuda
(-0,0482). Bila dilihat hubungan total di antara peubab bebas dengan peubah terikat
yang menunjukkan hubungan yang meyakinkan adalah kemauan, kemampuan,
kesempatan, persepsi, dan dorongan sosial sedang peubah yang kurang meyakinkan
adalah peubah ketokohan pemuda. Dalam pembangunan pertanian ini ada peubah yang
menghambat yakni dorongan keluarga dan dorongan masyarakat (Tabel 18). Berdasar-
kan data yang ada, dalam bidang yertanian yang kurang mendapat dukungan dari
faktor eksternal seperti dorongan keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian,
kele~nahan peran pemuda dalam yembangunan di bidang pertanian disebabkan oleh
faktor eksternal. Oleh' karena itu, untuk menumbuhkan peran pemuda dalam
pembangunan pertanian adalah mengubah sikap negatif dari keluarga dan masyarakat
menjadi dukungan secara nyata. Untuk mengubah sikap tersebut perlu mengubah
y enghayatall dan keyakinan bahwa beke rja dalam bidang pertanian merupakan suatu
keuntungan, dan membanggakan. Untuk mengubah sikap keluarga dan masyarakat
tersebut y erlu adanya pengubahan image di lingkungan keluarga dan masyarakat
tentang yertanian (kultur teknis) tersebut merupakan suatu yang membanggakan.
24 1 Untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan pertanian yang perlu dibenahi dahulu adalah faktor eksternal, yakni dorongan keluarga dan masyarakat, juga diperlukan tokoh di kalangan pemuda tentang tokoh atau figur yang hams dicontoh dan ditiru di dalam bidang pertanian. Fenomena yang demikian telah berkembang di masyarakat pedesaan, di mana orang tua lebih bangga anaknya bekerja di luar bidang pertanian, daripada bekerja di bidang pertanian yang dianggap lebih rendah dari pekerjaan di bar pertanian. Untuk mengubah wawasan khasanah orang tua dan masyarakat tersebut perlu mengubah budaya tani yang dianggap rendah menjadi pekerjaan yang membanggakan.
Dalam bidang kesehatan, pengaruh Iangsung yang meyakinkan adalah kemauan (0,25 5 12); kemampuan (0,2 1 746); persep si (0,25092); sedang hubungan langsung yang h a n g meyakinkan terhadap pembangunan kesehatan adalah kesem- patan (0,lO 1 10); dan dorongan sosial (0,09939); dorongan keluarga (0,05960);
dorongan masyarakat (0,08914); ketokohan di kalangan pemuda (-0,01582).
Berdasarkan hubungan langsung tersebut faktor yang perlu segera dibenahi adalah faktor eksternal, terutaina yang berhubungan dengan dorongan sosial, termasuk di dalamnya dorongan keluarga dan dorongan masyarakat, dengan memberi kesempatan kepada pemuda untuk berperanserta secara aktif dalam pembangunan kesehatan.
Dilihat dari hubungan murni, peubah yang berhubungan secara meyakinkan adalah kemampuan (0, 1975); persepsi tentang program pembangunan kesehatan (0,2299);
terhadap pembangunan kesehatan dan dorongan masyarakat (0, 157 1). Hubungan
muini yang h a n g meyakinkan teshadap pembangunan kesehatan adalah kemauan
242 (0,0670); kesempatan (0, 0887); dorongan keluarga (0,1123); dorongan sosial (0,0457); dan ketokohan pemuda (-0,021 1). Berdasarkan hubungan murni tersebut, fpktor yang perlu mendapat perhatian adalah faktor kemauan yang berkaitan dmgan motivasi dan faktor kesempatan, dorongan sosial, dorongan keluarga beserta ketokohan yang ada pada pemuda dalam bidang kesehatan. Bila dilihat total hubungan dari masing-masing peubah prediktor terhadap peubah kriterium m e n u n , semua peubah prediktor memiliki hubungan yang nyata kecuali ketokohan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan kesehatan adalah melalui peningkatan kemauan, kemampuan, kesempatan, dan persepsi yang jelas terhadap program pembangunan dibidang kesehatan melalui dorongan keluaraga, masyarakat dan dorongan sosial yang meyakinkan serta memberikan figur ketokohan yang jelas karakteristiknya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kemauan, kemampuan, kesempatan yang tersedia, persepsi yang jelas terhadap program pembangunan yang ditopang oleh dorongan keluarga, masyarakat dan sosial beserta ketokohan pemuda, semakin tinggi pula peran pemuda dalam bidang kesehatan. Oleh karena itu, perlu diupaiyakan untuk menumbuhkan kemauan di kalangan pemuda dengan meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan yang ada pada pemuda, dengan pertimbangan ketokohan pemuda dan dorongan sosial @aik dari keluarga lnaupun daii masyarakat,. tei-utama masyarakat lingkungannya) yang meyakinkan.
Dalam bidang koperasi, hubungan langsung yang meyakiukan adalah kemauan
(0,199 10); kemampuan (0,32873); kesempatan (0,19132); dan dorongan sosial
243 (0,16608); sedang hubungan langsung yang kurang meyakinkan adalah persepsi tentang program koperasi (0,06336); dorongan keluarga (0,07396); dorongan guasyarakat (0,07480); dan ketokohan pemuda (-0,00521). Berdasarkan hubungan langsung tersebut faktor yang mendukung koperasi secara langsung adalah kemampuan, kemauan, kesempatan, dan dorongan sosial, sedang yang menghambat peran pemuda dalam koperasi adalah persepsi tentang koperasi dan dorongan keluarga, masyarakat dan ketokohan yang rendah. Atau sebaliknya, yakni adanya dorongan keluarga dan masyarakat mempengaruhi rendahnya persepsi pemuda tentang koperasi atau menilai koperasi bersifat negatit: Dilihat hubungan murni, peubah yang mempunyai hubungan yang meyakinkan adalah kemampuan (0,3213); kesempatan (0,1924); dorongan keluarga (0,1790); dorongan masyarakat (0,1886); dan dorongan sosial (0,2790); sedang peubah yang kurang meyakinkan terhadap pembangunan koperasi adalah kemauan ((0,0192); persepsi (0,0668); dan ketokohan (-0,0049).
Berdasarkan hubungan mumi, bahwa kelemahan pembangunan koperasi disebabkan adanya persepsi tentang koperasi yang sangat rendah; kemauan dan tiadanya tokoh yang diidolakan oleh pkmuda. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peran pemuda dalam koperasi pertama kali yang perlu dibenahi adalah masalah faktor internal seperti persepsi tentang koperasi rendah, kemudian kemauan dan tiadanya ketokohan, di samping perlu dipertahankan peubah kemampuan, kesempatan, dorongan keluarga,
~nasyarakat dan sosial. Bila dilihat total hubungan dari masing-masing peubah
p rediktor terhadap peubah kriterium inenunjukkan hubungan yang nyata, kecuali
ketokohan pemuda. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peran pemuda dalam
pembangunan koperasi adalah melalui peningkatan kemauan, kemampuan, kesempat- an, persepsi, dorongan keharga dm masyarakat dan sosiaL Program pembangunan koperasi hams lebih menitik beratkan pada rasional-obyektif dan logis-empiris dan sekaligus afektif normatif, dengan menciptakan ketokohan di kalangan pemuda yang bisa dicontoh dan ditiru dalam kerkoperasi. Persepsi pemuda tentang koperasi yang rendah dan ketokohan pemuda yang rendah karena koperasi behun bisa menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kenyataan ini menjadikan persepsi dan dorongan keluarga dan masyarakat rendah terhadap koperasi. Menurut Sastraatmadja (1987) ada enam tahap yang dialami oleh koperasi, yakni: berdirinya koperasi (th. 1897); sebagai alat perjuangan bangsa; sebagai alat distriiusi; tumbuh dan berkembang; sebagai alat politik; dan membangun citra koperasi. Menurut Sastraatmadja, koperasi pada tahap alat distribusi d m alat politik kondisi koperasi sangat rusak dan parah. Mungkin di daerah penelitian, koperasi masih pada tahap ini.
Oleh karena itu, koperasi perlu membangun citra koperasi yang lebih merakyat dan lebih meliidungi kebutuhan masyarakat kecil, seperti yang diamanatkan dalam UUD
1945 pada pasal33 tersdbut.
Ketokohan pemuda tetap diperlukan dalam meningkatkan peran pemuda dalam
pembangunan koperasi. Tokoh dalam koperasi yang nyata beserta karakteristiknya
pada saat ini diperlukan di kalangan pemuda, sehingga pemuda dapat mengiden-
tifikasikan dirinya dengan sang tokoh tersebut. Berdasarkan uraian di atas, kedelapan
peubah tersebut (kemauan, kemampuan, kesempatan, persepsi, ketokohan pemuda,
dorongan keluarga, masyarakat dan sosial) berpengaruh terhadap keragaan peran
245 pemuda dalam koperasi Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kemauan, kemampuan, kesempatan yang tersedia --yang ditopang oleh dorongan kluarga, masyarakat, sosial dan ketokohan pemuda, maka semakin tinggi pula peran pemuda dalam pembangunan koperasi. Oleh karma itu, perlu diupayakan untuk menumbuhkan kemauan di kalangan pemuda dengan meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan yang ada pada pemuda melalui dorongan keluarga, masyarakat dan sosial yang meyakinkan, dengan pertimbangan ketokohan pemuda yang ada dengan karakteristik yang jelas. Dalam mengembangkan koperasi perlu dibangun persepsi yang konstruktif tentang koperasi, baik bagi pemuda maupun masyarakat lingkungannya. Persepsi yang konstruktif tentang koperasi memiliki dua sasaran, yakni bagi masyarakat dapat meningkatkan dorongan sosial bagi pemuda, sedang persepsi yang ditujukan yada pemuda dapat mengubah perilaku pemuda terhadap pembangunan koperasi Hal ini sangat penting mengingat hasil dari lapangan menunjukkau peubah persep si dan ketokohan pemuda sangat rendah kontribusinya terhadap peran aktual pemuda dalam pembangunan koperasi.
Dalaln bidang keagamaan, hubungan langsung yang meyakinkan terhadap pembangunan keagamaan adalah kemauan (0,18265); kemampuan (0,2 1430); dan persepsi (0,29507); sedang hubungan langsung yang kurang meyakinkan adalah kesempatan (0,05 177); ketokohan pemuda (0,03288); dorongan keluarga (0,09135);
dorongan masyarakat (0,09774); dan dorongan sosial(0,06803). Dilihat daii hubungan
langsung, peubah yang memberikan kontribusi peran pemuda dalam keagamaan adalah
kemauan, kemampuan, dan persepsi, sedang yang memperlemah peran pemuda adalah
246 kesempatan, dorongan keluarga, masyarakat, dorongan sosial, dan ketokohan di kalangan pemuda. Bila dilihat hubungan mumi, hubungan yang meyakinkan adalah kemampuan, persepsi, dorongan masyarakat, dan dorongan sosial, sedang yang memperlemah peran pemuda dalam keagamaan adalah kemauan, kesempatan, ketokohan pemuda, dan dorongan keluarga. Bila dilihat total hubungan dari masing- A s h g peubah prediktor tahadap peubah kriterium menunjukkan hubungan yang nyata adalah kemauan, kemampuan, persepsi, dorongan sosial, keluarga, dan masyarakat. Peubah yang lebih memberikan kontribusi adalah peubah kesempatan dan ketekohan pemuda. Oleh karena itu, untuk meningkath peran pemuda dalam pembangunan keagamaan adalah melahi peningkatan kemampuan, persepsi yang jelas terhadap program pembangunan, kemauan, dan kesempatan yang tersedia, di samping adanya dorongan keluarga, masyarakat dan sosial dalam bidang keagamaan.
Ketokohan pemuda tetap berperan dalam pembangunan keagamaan, karena
ketokohan pemuda me& korelasi bivariat secara nyata dengan peran pemuda
dalam bidang keagamaan. Dengan demikian, keenam peubah tersebut (kemauan,
kemampuan, persepsi, 'dorongan keluarga, masyarakat dan sosial) berpengaruh
terhadap keragaan peran pemuda dalam keagamaan. Dengan kata lain, dapat
dinyatakan bahwa semakin tinggi kemauan, kemampuan, kesempatan yang tersedia,
persepsi yang jelas terhadap program pembangunan keagamaan yang ditopang oleh
dorongan keluarga, masyarakat, sosial dan ketokohan pemuda, semakin tinggi pula
peran pemuda dalam pembangunan keagamaan. Oleh karena itu, perlu diupayakan
untuk menumbuhkan kemauan di kalangan pemuda melalui program-program
247 keagamaan yang aktual dan mendorong pemuda untuk mendalami ajaran agama secara menyeluruh, sehingga akan tercipta kerukunan beragama dan toleransi yang tinggi.
s