• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMILIKAN SEBAGIAN TANAH YANG TUMPANG TINDIH ANTARA PT. MITSUBISHI CHEMICAL INDONESIA DENGAN H.SUBADRI DI KOTA CILEGON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPEMILIKAN SEBAGIAN TANAH YANG TUMPANG TINDIH ANTARA PT. MITSUBISHI CHEMICAL INDONESIA DENGAN H.SUBADRI DI KOTA CILEGON"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMILIKAN SEBAGIAN TANAH YANG TUMPANG TINDIH ANTARA PT. MITSUBISHI CHEMICAL INDONESIA DENGAN

H.SUBADRI DI KOTA CILEGON Fachri Mohammad Rizki

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: fachrimrizki@gmail.com)

Listyowati Sumanto (Dosen Fakultas Hukum Trisakti) (Email: listyowati@trisakti.ac.id)

ABSTRAK

Kepemilikan tanah merupakan hak perorangan dan badan hukum yang dibuktikan dengan sertipikat sebagai alat bukti hak yang kuat. Akan tetapi sering terjadi tumpang tindih kepemilikan pada bidang tanah yang sama. Pokok permasalahan penelitian ini adalah Bagaimanakah penyebab terjadinya kepemilikan yang sama atas sebagian tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon?. Apakah mediasi kepemilikan sebagian tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H. Subadri di Kota Cilegon sudah memperhatikan kepentingan para pihak? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif, menggunakan data sekunder dan data primer, dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Tumpang tindih sertipikat kerap terjadi karena objek koordinat pemetaan tanah, tumpang tindih luasan tanah yang bersinggungan dengan bidang tanah yang telah bersertipikat lainnya, pengukuran yang tidak akurat, serta kecacatan data fisik lainnya. Dalam kasus ini tumpang tindih kepemilikan tanah terjadi karena pengukuran yang tidak akurat. Mediasi dipilih sebagai cara penyelesaian sengketa (non litigasi) didasarkan atas kesepekatan para pihak bersengketa dan Kantor Pertanahan Kota Cilegon sebagai mediator telah memberi penyelesaian perdamaian dengan memperhatikan kepentingan para pihak.

Kata Kunci: Pendaftaran Tanah, Kepemilikan, Tanah.

(2)

A. Pendahuluan

Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia adalah salah satu sumber daya alam utama, yang juga memiliki nilai bathin yang mendalam bagi rakyat Indonesia, serta fungsi strategisnya memenuhi kebutuhan Negara dan masyarakat yang semakin beragam dan meningkat, di tingkat nasional dan dalam kaitannya dengan dunia.

1

Dalam mempergunakan tanah, maka diperlukan suatu tanda bukti hak atas tanah berupa sertipikat hak atas untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemilik hak atas tanah. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) bahwa, “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

2

Ketentuan pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftran Tanah, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Ketentuan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kepastian hukum dan perlindungan hukum ini sangat erat kaitannya dengan kedudukan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah yang memuat data yuridis (jenis hak atas tanah, subjek hak atas tanah, perbuatan hukum dan peristiwa hukum yang pernah terjadi, pembebanan hak- hak pihak lain) dan data fisik (letak, luas, batas, bangunan atau tanaman di atas tanahnya) dan dapat dipergunakan untuk mempertahankan hak dari klaim pihak ketiga. Sertipikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya. Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 372/K/SIP/1976 Tanggal 2 November 1976 menyebutkan bahwa: “Ketentuan mengenai sertipikat tanah sebagai tanda atau bukti hak milik tidaklah mengurangi hak

1

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2013), h.3.

2

Parlindungan, A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1999), h. 15.

(3)

seseorang untuk membuktikan bahwa sertipikat yang bersangkutan adalah tidak benar”.

3

Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah berupa sertipikat hak atas tanah, mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya. Pertama, sertipikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Inilah fungsi yang utama sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah, apabila telah jelas namanya tercantum dalam sertipikat itu.

Kedua, sertipikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank/

kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya. Ketiga, bagi pemerintah, data hak atas tanah terdaftar secara lengkap tersimpan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.

4

Akan tetapi walaupun sebidang tanah telah mempunyai sertipikat hak atas tanah, dalam praktek masih sering terjadi sengketa pertanahan. Adapun permasalahan yang menjadi objek penulisan ini adalah sengketa mengenai tumpang tindih pada sebagian kepemilikan tanah yang dikuasai Pihak Pertama (PT. Mitsubushi Chemical Indonesia) dan Pihak Kedua (H.Subadri). Objek sengketa a quo berupa tanah terletak di Jalan Raya Merak No. 50, RT.03/

RW.04, Keluruhan Gerem, Kecematan Grogol, Kota Cilegon, Banten. Pihak Pertama merasa tanahnya telah dipakai oleh Pihak Kedua untuk pembangunan pagar dan drainase

5

karena yang tertera di dalam sertipikat Pihak Pertama, tanah tersebut adalah tanah milik Pihak Pertama. Akan tetapi Pihak Kedua tidak merasa memakai tanah milik Pihak Pertama, karena yang tertera sertipikat Pihak Kedua, tanah yang dipakai itu adalah tanah milik Pihak Kedua, sebab Pihak Kedua ketika membeli tanah tersebut sudah ada pagar dan drainase di atas tanah tersebut. Sengketa ini pun ditindaklanjuti oleh Para Pihak dengan menempuh jalur mediasi (non litigasi) di Kantor Pertanahan Kota Cilegon.

3

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 372/K/SIP/1976.

4

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 12.

5Drainase adalah pembuangan air secara alami atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.

(4)

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka penulis bermaksud untuk menganalisis mengenai sengketa yang terjadi terhadap tumpang tindih hak penguasaan atas sebagian tanah tersebut dengan judul “Kepemilikan Sebagian Tanah Yang Tumpang Tindih Antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Dengan H.Subadri Di Kota Cilegon”

B. Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penyebab terjadinya kepemilikan yang sama atas sebagian tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri di Kota Cilegon?

2. Apakah mediasi kepemilikan sebagian tanah yang di kuasai antara PT.

Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H. Subadri di Kota Cilegon sudah memperhatikan kepentingan para pihak ?

C. Metode Penelitian

Metode penelitan adalah uraian mengenai metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan.

6

Sedangkan Penelitian hukum merupakan salah satu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode sistematika yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.

7

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum normatif, maka penelitian ini berbasis pada norma hukum. Dengan demikian obyek yang dianalisis adalah norma hukum dalam perundang-undangan (law is it written in the book)

8

yang secara konkrit diterapkan

9

oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan

10

tentang tumpang tindih kepemilikan sebagian hak atas tanah yang dimiliki oleh

6Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti,

2011), h. 13-14.

7

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), h. 1-3.

8

Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring, 1973), hal. 250.

9

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2015), h. 51.

10

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.24.

(5)

PT. Mitsubushi Chemical Indonesia dan H.Subadri. Sumber data merupakan tempat dimana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: data primer dan data sekunder terdiri dari (a) bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa peraturan perundangan-undangan

11

, (b) bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. berupa buku-buku ilmu hukum dan jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, (c) bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum. Teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumen dan wawancara atau interview. Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif adalah merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Cara penarikan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian ini dengan pola pikir deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum.

D. Hasil Penelitian

Menurut Boedi Harsono, Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisikdan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dansatuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang memberinya.

12

Dalam Pasal 19 UUPA diberi ketentuan dasar pendaftaran tanah bahwa, untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan diatur dengan peraturan pemerintah. Kegiatan pendaftaran tanah tersebut meliputi: (1) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; (2) Pendaftaran hak-hak atas

11

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 141.

12

Boedi Harsono, Op. Cit, h. 72

(6)

tanah dan peralihan hak-hak tersebut; (3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

13

Sesuai Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, maka surat tanda bukti hak yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38 UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan. Bahwa sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan alat bukti yang mutlak, artinya sertifikat tanah tersebut masih mungkin dibatalkan sepanjang ada pembuktian yang sebaliknya yang menyatakan ketidakabsahan sertifikat tanah tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tampak jelas adanya usaha pemerintah untuk sejauh mungkin menyajikan data yang benar oleh karena pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum. Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 yang bertujuan untuk tetap berpegang pada stelsel negatif dan dipihak lain secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang beritikad baik menguasai dan/atau memiliki sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam bukum tanah dengan penerbitan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat.

Dengan demikian, pembuktian pemilikan hak atas tanah merupakan proses yang dapat digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaan, meneguhkan kepunyaan, membantah kepunyaan, atau untuk menunjukan kepunyaan atas sesuatu pemilikan hak atas tanah dalam suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu.

14

13

PeraturanDasarPokok-pokokAgraria, UU No. 5 Tahun 1960, ps. 19.

14

S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah: Persyaratan Permohonan di Kantor

Pertanahan, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 14-16.

(7)

Dalam praktek, sering terjadi sertipikat tumpang tindih. Sertipikat tumpang tindih hak atas tanah adalah sertipikat atas sebidang tanah diterbitkan lebih dari satu sertipikat yang letak tanahnya tumpang tindih seluruhnya atau sebagian.

15

Penyebabnya terjadinya sengketa pertanahan di Kota Cilegon antara lain karena administrasi pertanahan desa bahkan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang tidak tertib. Di sisi lain, sengketa pertanahan bisa pula terjadi apabila setiap kali terjadi perubahan jenis hak atas tanah, subyek hak atas tanah maupun tanahnya tidak didaftarkan. Sengketa pertanahan yang terjadi selama ini berdimensi luas, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal. Konflik vertikal yang paling dominan yaitu antara masyarakat dengan pemerintah atau perusahaan milik negara dan perusahaan milik swasta. Salah satu kasus yang paling menonjol adalah adalah permasalahan sertipikat ganda atau kepemilikan beberapa sertipikat pada sebuah bidang tanah. Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, yaitu: “Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.” Sengketa tanah yang terjadi di Kota Cilegon yang menjadi obyek penelitian ini adalah kasus terkait dengan tumpang tindih kepemilikan sebagian hak atas tanah di lokasi sama antara para pihak yang berpekara yaitu PT.

Mitsubishi Chemical Indonesia dan H.Subadri.

Penyelesaian sengketa, dapat dilakukan baik secara konvesional melalui pengadilan (litigasi) maupun melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan (non litigasi). Sengketa pertanahan yang terjadi biasanya berakhir di meja pengadilan, walaupun sudah ada upaya mediasi yang dilakukan kedua belah pihak maupun melibatkan pihak ketiga yaitu Kantor

15

Anggiat PP, Sudjito, Masalah Tumpang Tindih Sertpikat, 2016, Bhumi: Jurnal Agraria dan

Pertanahan, 5(1), 129-135.

(8)

Pertanahan. Pada prinsipnya ada dua jalur alternatif penyelesaian sengketa pertanahan yang dapat ditempuh oleh pada pihak bersengketa, yaitu:

a. Penyelesaian sengketa melalui instansi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dilakukan melalui langkah-langkah: (1) Adanya pengaduan; (2) Penelitian dan Pengumpulan Data; (3) Pencegahan (Mutasi); (4) Musyawarah; (5) Pencabutan/Pembatalan Surat Keputusan Tata Usaha Negara di Bidang Pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional.

b. Penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur pengadilan dilakukan apabila usaha-usaha musyawarah tidak tercapai. Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan sering memakan waktu yang lama. Lamanya berpekara ini banyak disebabkan karena kemungkinan berpekara sekurang- kurangnya 3 sampai 4 tahap. Penggugat mengajukan gugatan Tata Usaha Negara karena disebabkan usaha musyawarah melalui mediasi yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Cilegon tidak menemui titik temu, sehingga harus diselesaikan melalui Lembaga Peradilan. Gugatan diajukan karena dianggap Kantor Pertanahan telah salah menerbitkan sertipikat hak atas tanah yang dkuasainya. Gugatan ditujukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Cilegon akan bertindak sebagai Tergugat. Jika ternyata upaya hukum yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Cilegon tetap ditolak hingga upaya peninjauan kembali, maka Kantor Pertanahan Kota Cilegon atas perintah putusan pengadilan akan membatalkan sertipikat disertai permohonan yang diajukan oleh Penggugat.

E. Pembahasan

1. Penyebab Terjadinya Kepemilikan Yang Tumpang Tindih Atas Sebagian Tanah Yang Di Kuasai Antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Dengan H.Subadri Di Kota Cilegon.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, faktor-faktor penyebab

terbitnya sertipikat tumpang tindih pada umumnya disebabkan karena:

(9)

a. Kesalahan dari manusia: Human Error dan Itikad tidak baik dari pemohon b. Sistem administrasi yang Salah di Kota Cilegon

c. Faktor Pemerintah Daerah setempat

d. Faktor dari pejabat Kantor Pertanahan atau biasa disebut oknum

e. Faktor dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Awal mula diketahui terjadinya tumpang tindih kepemilikan atas sebagian tanah milik H.Subadri sebagai Pihak Kedua ketika pada tanggal 2 November 2016 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia sebagai Pihak Pertama mengirimkan surat kepada Pihak Kedua tentang “Pemberitahuan dan Permintaan Pengosongan tanah”, yang mengklaim bahwa H.Subadri telah membangun bangunan drainase dengan panjang 76 m

2

dan pagar dengan panjang 28 m

2

di atas tanah milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia yang berlokasi di Desa Gerem, Jl. Raya Merak No. 50 RT.03/04, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Cilegon (Banten) sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 10.01.19.14.3.00046.

PT. Mitsubishi Chemical Indonesia memerintahkan H.Subadri untuk membongkar seluruh bangunan drainase dan pagar yang didirikan di atas tanah tersebut dan mengembalikan tanah dalam keadaan kosong sampai dengan akhir November 2016. Akan tetapi H.Subadri tidak menanggapi permintaan dari PT. Mitsubishi Chemical Indonesia, karena ia tidak merasa bangunan drainase dan pagar miliknya dibangun di atas tanah milik PT.

Mitsubishi Chemical Indonesia sebab bangunan drainse dan pagar tersebut dibangun di atas tanah milik H.Subadri sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 28.06.01.04.1.02362.

16

Pada tanggal 22 Januari 2018 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia mengirimkan “Surat Pemberitahuan Kedua” kepada H.Subadri, isinya mengundang H.Subadri pada tanggal 30 Januari 2018 untuk membahas masalah tumpang tindih sebagian kepemilikan tanah secara musyawarah

16

Wawancara dengan H.Subadri, selaku Pihak Kedua, 10 Juli 2020.

(10)

dalam menentukan titik batas (sepadan) antara tanah milik Pihak Pertama dan Pihak Kedua, di Kantor PT. Mitsubishi Chemical Indonesia di Jl. Raya Merak. Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon. Dari hasil rapat kedua belah pihak sepakat melakukan mediasi yang dilakukan oleh Pihak Ketiga yaitu Kantor Pertanahan Kota Cilegon.

Pada tanggal 13 September 2018 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia mengirimkan surat ketiga “Pemberitahuan dan Undangan Persiapan Pengukuran Ulang Bersama” kepada H.Subadri. Hasil rapat tersebut diputuskan bahwa pada tanggal 14 September 2018 akan dilaksanakan Pengukuran Ulang Tanah Milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia oleh Kantor Pertanahan Kota Cilegon. Berdasarkan hasil pengukuran ulang tersebut akan dibicarakan kembali secara musyawarah antara Para Pihak dan setuju untuk bersama-sama mencari solusi terbaik atas tumpang tindih hak atas tanah.

17

PT. Mitsubishi Chemical Indonesia melakukan pengukuran tanah HGB pada tahun 2016, dan H.Subadri melakukan pengukuran tanah HM pada tahun 2009, tetapi sebelum H.Subadri membeli tanah tersebut, pemilik sebelum tanah tersebut sudah pernah melakukan pengukuran tanah pada tahun 1995. Pada tanggal 14 September 2018 dilaksanakan pengukuran ulang oleh Kantor Pertanahan Kota Cilegon atas tanah milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 10.01.19.14.3.00046 dan tanah milik H.Subadri Sertifikat Hak Milik No. 28.06.01.04.1.02362 atas adanya bangunan drainase dan pagar, yang disaksikan oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua, dan PT. Arisa Widya.

Setelah selesai pengukuran ulang tanah, Kantor Pertanahan Kota Cilegon menyatakan ada terjadi kesalahan pengukuran pada sertifikat HGB No.

10.01.19.14.3.00046 milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia yang diukur pada tahun 2010. Pada tahun 2010 pengukuran tanah tersebut dilakukan oleh pemilik tanah sebelum PT. Mitsubishi Chemical Indonesia, maka PT.

Mitsubishi Chemical Indonesia pada saat membeli tanah dari pemilik

17

Wawancara dengan H.Subadri, selaku Pihak Kedua, 10 Juli 2020.

(11)

sebelumnya tidak diukur ulang lagi. PT. Mitsubishi Chemical Indonesia melakukan pengukuran tanah HGB pada tahun 2016, dan H. Subadri melakukan pengukuran tanah HM pada tahun 2009, tetapi sebelum H.

Subadri membeli tanah tersebut, pemilik tanah sebelumnya sudah pernah melakukan pengukuran tanah pada tahun 1995.

Setelah selesai pengukuran ulang tanah terhadap tanah yang terdapat bangunan Drainase dan Pagar milik Pihak Kedua, Kantor Pertanahan Kota Cilegon menyatakan ada kesalahan pengukuran pada Sertipikat HGB No.

10.01.19.14.3.00046 milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia yang diukur pada tahun 2010. Pada tahun 2010 pengukuran tanah tersebut dilakukan oleh pemilik tanah sebelum PT. Mitsubishi Chemical Indonesia, dan pada saat membeli tanah dari pemilik sebelumnya oleh PT. Mitsubishi Chemical Indonesia tidak diukur ulang lagi, melainkan mengukur tanah tersebut pada tahun 2016 pada saat setelah membeli tanah tersebut. Oleh karena itu, PT.

Mitsubishi Chemical Indonesia baru menyadari bahwa tanah Hak Guna Bangunan miliknya terjadi tumpang tindih sebagian kepemilikan tanah dengan tanah Hak Milik H. Subadri yang terdapat bangunan Drainase dan Pagar. Kantor Pertanahan Kota Cilegon setelah dilakukan pengukuran ulang tanah, memutuskan bahwa tanah yang ada bangunan Drainase dengan panjang 76 m2 dan Pagar dengan panjang 28 m2 adalah milik H. Subadri sebagai Pihak Kedua. Karena setelah dilakukan pengukuran ulang oleh Kantor Pertanahan Kota Cilegon bangunan Drainase dan Pagar tersebut bahwa benar terletak pada Sertipikat HM No. 28.06.01.04.1.02362 milik H.Subadri.

Berdasarkan data hasil penelitian, berarti kasus sengketa pertanahan yang

menjadi obyek penelitian ini, termasuk dalam sengketa mengenai data fisik

tanahnya. Hal ini terjadi karena kesalahan Kantor Pertanahan Kota Cilegon

dalam melakukan pengukuran dan pemetaan pada batas-batas bidang tanah,

sehingga terjadi sengketa tumpang tindih (overlapping) dalam sertipikat. Hal

ini mengandung arti bahwa Kantor Pertanahan Kota Cilegon tidak cermat dan

tidak teliti dalam memetakan bidang-bidang tanah yang diterbitkan

(12)

sertipikatnya. Ketidak telitian tersebut terjadi karena petugas pengukuran pada saat akan melaksanakan pengukuran terhadap kedua bidang tanah tersebut tidak melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap peta yang tersedia sebelum melaksanakan pengukuran sehingga tidak mengetahui secara dini terhadap adanya kemungkinan tumpang tindih.

2. Mediasi Kepemilikan Sebagian Tanah Yang Di Kuasai Antara PT.

Mitsubishi Chemical Indonesia Dengan H. Subadri Di Kota Cilegon Sudah Memperhatikan Kepentingan ParaPihak.

Ada dua alternatif penyelesaian sengketa pertanahan yaitu penyelesaian sengketa melalui instansi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai mediator, atau penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Dalam kasus sengketake pemilikan tumpang tindih sebagian tanah milik PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dan H. Subadri memilih diselesaikan melalui jalur Mediasi.

Secara etimologi kata “mediasi” berasal dari bahasa Inggris “mediation”

dan Latin “mediare” yang berarti berada di tengah. Makna ini merunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara pihak. Mediasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan pada kesepakatan para pihak yang bersengketa. Sebagai konsekuensi dari kesepakatan parap pihak yang bersengketa, alternatif penyelesaian sengketa bersifat sukarela, dan karenanya tidak dapat dipaksakan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang bersengketa.

Dalam rangka penyelesaian sengketa ini, Kantor Pertanahan Kota

Cilegon memberikan perlakuan yang seimbang kepada Pihak Pertama dan

Pihak Kedua dengan cara diberikan kesempatan secara transparan untuk

mengajukan pendapatnya mengenai permasalahan sebagian kepemilikan

tanah yang tumpang tindih tersebut. Disamping itu, Kantor Pertanahan Kota

Cilegon memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri rumusan

penyelesaian masalahnya. Dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Cilegon

(13)

hanya menindaklanjuti pelaksanaan putusan secara administratif sebagai rumusan penyelesaian masalah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Kantor Pertanahan Kota Cilegon juga membantu para pihak untuk membingkai persoalan yang ada agar menjadi masalah yang perlu dihadapi secara bersama. Kantor Pertanahan Kota Cilegon juga membantu para pihak dalam menemukan cara yaitu dengan cara pengukuran ulang terhadap tanah yang tumpang tindih.

Kantor Pertanahan Kota Cilegon mengajarkan kepada para pihak bagaimana terlibat dalam negoisasi pemecahan masalah secara efektif, menilai alternatif-alternatif dan menemukan pemecahan yang kreatif terhadap konflik para pihak.

Kantor Pertanahan Kota Cilegon mampu menjaga kepentingan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua yang bersengketa secara adil dan sama.

Kantor Pertanahan Kota Cilegon ikut membantu mencari berbagai alternative penyelesaian sengketa. Kantor Pertanahan Kota Cilegon mendorong agar Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengakhiri, perselisihan dan persengketaan.

Kantor Pertanahan Kota Cilegon dapat mempertemukan kepentingan- kepentingan Pihak Pertama dan Pihak Kedua yang saling berbeda, dan mencapai titik temu yang dapat dijadikan sebagai pangkal tolak pemecahan masalahnya. Kantor Pertanahan Kota Cilegon dalam kasus ini sangat membantu Para Pihak karena melalui mediasi mampu memberi penyelesaian perdamaian antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dan H. Subadri.

Hasil mediasi antara pihak bersengketa tercapai dengan ditandatangani Perjanjian Perdamaian oleh PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan H.Subadri dengan memperhatikan kepentingan para pihak.

B. Penutup

1. Kesimpulan

a. Penyebab terjadinya kepemilikan yang tumpang tindih atas sebagian

tanah yang di kuasai antara PT. Mitsubishi Chemical Indonesia dengan

H.Subadri di Kota Cilegon disebabkan karena objek koordinat pemetaan

(14)

tanah, tumpang tindih luasan tanah yang bersinggungan dengan bidang tanah yang telah bersertipikat lainnya, pengukuran yang tidak akurat.

Faktor tersebut timbul karena pihak Kantor Pertanahan Kota Cilegon tidak melakukan pemetaan ulang di setiap daerah Kota Cilegon, sehingga menimbulkan tumpang tindih atas sebagian kepemilikan tanah. Atas dasar hasil musyawarah antara para pihak bersengketa, maka Kantor Pertanahan melakukan pengukuran ulang terhadap tanah sengketa.

b. Para pihak yang bersengketa bersepakat penyelesaian sengketanya melalui Mediasi. Kantor Pertanahan Kota Cilegon sebagai mediator mempunyai peran membantu para pihak mencapai kesepakatan yang dapat mengakhiri persengketaan. Dalam hal mediasi ditemukan kesepakatan, maka selanjutnya dibuat Perjanjian Perdamaian dengan memperhatikankepentingan dan mengikat para pihak yang ditandatangani oleh PT. Mitsubishi Chemical Indonesia (Pihak Pertama) dan H.Subadri (Pihak Kedua) dan Kantor Pertanahan Kota Cilegon (Mediator).

2. Saran

a. Kantor Pertanahan Kota Cilegon harus melakukan pemetaan dan pengukuran bidang-bidang tanah secara akurat agar tidak terjadi penerbitaan setifikat hak atas tanah yang tidak tumpang tindih.

Hendaknya perjabat Kantor Pertahanan Kota Cilegon lebih meningkatkan upaya pencegahan penerbitaan setifikat ganda dengan melakukan pendaftaran tanah secara lebih teliti, cermat dan seksama.

Untuk mencegah terjadinya setifikat tumpang tindih harus

mengoptimalkan administrasi pertahanan dan pembuatan peta

pertahanan. Dengan adanya peta pertanahan dan administrasi

pertahanan yang baik maka dapat diketahui kesalahan letak, luas dan

batas tanahnya bahkan kesalahan pemegang haknya, dan terhadap

setipikat yang mempunyai cacat administrasi tersebut dilakukan

pemblokiran (diberi catatan) dihentikan (prosesnya ditahan), dimatikan

(15)

(nomor haknya) dan dibatalkan/dicabut pemblokirannya bila kasusnya sudah selesai.

b. Para pihak agar mematuhi dan melaksanakan akta perdamaian hasil mediasi dengan itikad baik. Penyelesaian sengketa hendaknya dilakukan secara musyawarah karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh antara lain prosesnya singkat dan tidak berbelit-belit, biaya relative lebih murah dan juga waktunya relative lebih singkat dibandingkan apabila penyelesaian sengketa melalui gugatan di lembaga pengadilan.

Daftar Pustaka

Aartje Tehupelory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jakarta: Penebar Swadya Group, 2012.

Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinaar Grafika,2012.

Amirudin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta:

Universitas Trisakti, 2013.

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta:

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Parlindungan A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1999.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Ronald Dworkin, Legal Research, Daedalus: Spring, 1973.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2015.

Jurnal Ilmiah

Anggiat PP & Sudjito, Masalah Tumpang Tindih Sertipikat, Bhumi: Jurnal Agraria

dan Pertanahan, Vol. 5 No. 1 Mei 2019, 129-135.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Sidearm pass, adalah passing yang dilakukan di sisi salah satu tangan, bisa kiri atau tangan, bisa oleh satu tangan bisa oleh kedua tangan, bisa ke arah dada pemain lagi bisa

Keputusan konsumen untuk menginap tergolong tinggi, walaupun indikator tingkat prioritas Serrata Hotel sebagai pilihan menginap dan keinginan responden

Orang tua yang menerapkan bahasa nasional (bahasa Indonesia) pada anak dalam tumbuh kembang sehari-hari di lingkungan bahasa ibu, mereka beranggapan dengan tindakan itu anak

Siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar auditorial, (3) Pada model

Zhenjiang Maoyuan Chemical dari Cina dengan kapasitas prosuksi 6000 ton per tahun, oleh karena itu dengan lokasi pabrik yang dekat dengan pengambilan bahan baku

Vektor satuan adalah vector yang besarnya atau panjangnya satu satuan.vektor satuan dapat ditentukan dengan cara membagi vector tersebut dengan panjang vector semula.Misalnya e

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Walikota Bandung Nomor 354 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 13 Tahun 2012 tentang

Betapa pengukuran kinerja sangat penting dalam pengelolaan Perguruan Tinggi atau dunia pendidikan.Pembenahan sistem informasi dan administrasi khususnya untuk