• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI SMART GOVERNANCE DALAM KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI SMART GOVERNANCE DALAM KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA MAKASSAR"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENGANGGARAN DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA MAKASSAR

Oleh:

RAHMAT MUHAJIR

Nomor Induk Mahasiswa : 10561 11003 17

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

(2)

i

DAN PENGANGGARAN DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA MAKASSAR

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun dan Diajukan Oleh:

RAHMAT MUHAJIR Nomor Stambuk: 10561 11003 17

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv Nomor Induk Mahasiswa : 10561 1100317

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar skripsi ini adalah karya saya sendiri dan bukan hasil plagiat dari sumber lain. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar akademik dan pemberian sanksi lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 14 Agustus 2021

Yang Menyatakan,

Rahmat Muhajir

(6)

v

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Smart Governance Dalam Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M.PA selaku Pembimbing I dan Ibu Nurbiah Tahir, S.Sos., M.AP selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M.PA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara dan Ibu Nurbiah Tahir, S.Sos., M.AP selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar beserta jajarannya.

4. Seluruh dosen dan staf pegawai di lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah mengajar dan membantu penulis hingga penulis sampai kejenjang ini.

5. Segenap Pemerintah Kota Makassar, yakni Kepala Badan dan seluruh pegawai BAPPEDA Kota Makassar, beserta seluruh Informan yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

6. Kedua orang tua tercinta yang telah merawat, mendidik, mengarahkan, dan senantiasa mendoakan serta memberikan semangat dan bantuan yang tak ternilai baik moral maupun materi, nasehat dan pengorbanan yang tak terhingga.

(7)

vi satu persatu.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 14 Agustus 2021

Rahmat Muhajir

(8)

vii

Smart Governance merupakan langkah pemerintah untuk memanfaatkan teknologi terpadu dalam sistem pengelolaan birokrasi, pelayanan dan kebijakan.

Kajian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dimensi Smart Governance, penerapan Smart Governance dalam kebijakan, birokrasi, dan pelayanan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar.

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 2 orang berasal dari pejabat yang dianggap mengetahui tentang pelaksanaan kebijakan dan penganggaran. Data penelitian ini dikumpul melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengabsahan data dilakukan melalui triangulasi sumber, teknik, dan waktu lalu dianalisis melalui teknik pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan Smart Governance di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makasassar dilihat dari segi birokrasi telah berjalan dengan baik karena telah menerapkan prinsip efektif dan efisien serta berorientasi pada prinsip Smart Governance yaitu digitalisasi.

Sementara dari segi kebijakan juga telah berjalan dengan baik dilihat dari penerapan prinsip partisipatif dan strategi politik dalam membuat kebijakan serta berorientasi pada prinsip Smart Governance. Akan tetapi dari segi pelayanan penerapan Smart Governance masih perlu di tingkatkan hal ini dilihat dari pengelolaan sistem informasi perencanaan pembangunan daerah (SIPPD) belum optimal karena pihak operator masih perlu melakukan adaptasi. Dan permasalahan yang lain adalah masih adanya keberpihakan kepada suatu kelompok tertentu dalam penetapan rencana kerja.

Kata Kunci: Kebijakan, Smart Governance.

(9)

viii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. METODE PENELITIAN ... 9

A. Penelitian Terdahulu ... 9

B. Definisi Smart Governance ... 12

C. Dimensi Smart Governance ... 18

D. Konsep Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran ... 21

E. Kerangka Pikir ... 23

F. Fokus Penelitian ... 24

G. Definisi Fokus ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

A. Waktu dan Lokasi ... 29

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 29

C. Informan ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

B. Hasil Penelitian ... 47

C. Pembahasan Penelitian ... 62

BAB V. PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 75

(10)

ix

Tabel 2. Dimensi Smart City menurut Giffenger dkk. (2017) ... 15

Tabel 3. Daftar Informan... 30

Tabel 4. Daftar Dinas di Kota Makassar ... 36

Tabel 5. Daftar Badan Pemerintah Kota Makassar ... 38

Tabel 6. Daftar Bagian Pemerintah Kota Makassar ... 38

Tabel 7. Daftar Nama Kecamatan di Kota Makassar ... 39

Tabel 8. Visi dan Misi Bappeda Kota Makassar ... 41

(11)

x

Gambar 4. Sistem Informasi Pemerintah Daerah ... 52 Gambar 5. Forum Lintas OPD ... 58

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peningkatan arus urbanisasi melahirkan masalah baru bagi daerah urban atau perkotaan. Mulai dari sampah, edukasi, transpotasi, sosial ekonomi, bencana, dan kesehatan. Di sisi lain, masyarakat yang semakin modern dan mapan, memiliki segudang ekspektasi, seperti lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan yang nyaman, adanya area publik yang memadai, serta kemudahan mengurus segala bentuk pelayanan publik.

Smart City memang sedang menjadi trend di Indonesia. Bukan hanya sebagai bentuk gengsi untuk disebut sebagai kota cerdas, namun Smart City adalah sebuah langkah yang hebat dalam memajukan kota dalam suatu negara dengan basis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Secara harafiah, Smart City memang diartikan sebagai sebuah kota cerdas dengan konsep yang dirancang sedemikian rupa untuk kepentingan masyarakat, terutama dalam pengelolaan sumber daya agar efisien dan efektif.

Kementerian Dalam Negeri dalam sebuah paparan mendefinisikan Smart City sebagai konsep penataan kota secara terintegrasi dengan cakupan pembangunan yang luas dan dipadukan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan antara lain, menciptakan perencanaan dan pengembangan kota yang layak huni, maju dan modern, meningkatkan produktivitas daerah dan daya saing ekonomi dan membangun pondasi indonesia smart nation.

(13)

Sedangkan aspek utama pembangun Smart City menurut Frost dan Sullivan pada tahun 2014 yaitu Smart Governance, smart technology, smart infrastructure, smart healthcare, smart mobility, smart building, smart energy dan smart citizen.

Tujuan dari Smart City itu sendiri adalah untuk membentuk suatu kota yang nyaman, aman, serta memperkuat daya saing dalam perekonomian. Kota menjadi entitas yang menarik perhatian banyak peneliti. Tidak hanya karena kota memiliki dinamika perubahan yang begitu cepat, tetapi juga karena dalam banyak prediksi yang didasarkan pada hasilhasil penelitian bahwa hampir 50% penduduk dunia akan memadati kota. Akibatnya kota semakin menghadapi tantangan yang luar biasa besar dan kompleks terkait dengan fasilitas yang diberikan kepada warganya.

Kebutuhan-kebutuhan mendasar seperti kesehatan, pendidikan, transportasi umum, sehingga warga kota merasakan keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan tinggal di kotanya harus dipenuhi oleh pengelola kota (Hasibuan & Sulaiman, 2019).

Gagasan Smart City lahir dari perusahaan IBM, Sebelumnya berbagai nama sempat dibahas para ahli dunia dengan nama digital city atau Smart City. intinya Smart City menggunakan teknologi informasi untuk menjalankan roda kehidupan kota yang lebih efisien. Selanjutnya, IBM memperkenalkan konsep kota cerdas untuk indonesia. Pada konsep yang dikembangkan ini, IBM menawarkan solusi berbasis teknologi informasi untuk optimalisasi layanan publik, utamanya di bidang transportasi, venergi dan utilitas, pemeliharaan kesehatan, pengelolaan air bersih, keselamatan umum, layanan pemerintah, dan pendidikan (Nukma, 2016).

Smart City dapat diartikan secara sederhana sebagai kota pintar atau kota cerdas yang dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik dan kenyamanan bagi

(14)

masyarakatnya. Smart City dianggap sebagai kota yang lebih memanusiakan warganya. Smart City merupakan suatu konsep perencanaan, penataan dan pengelolaan kota yang saling terintegrasi dalam semua aspek kehidupan, guna mendukung masyarakat yang cerdas, berpendidikan, memiliki moral serta peningkatan kualitas hidup yang berkelanjutan. Smart City akan membantu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Smart City adalah sebuah kota yang instrumennya saling berhubungan dan berfungsi cerdas. Smart City adalah sebuah konsep kota cerdas/pintar yang membantu masyarakat yang berada di dalamnya dengan mengelola sumber daya yang ada dengan efisien dan memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat/lembaga dalam melakukan kegiatannya atau pun mengantisipasi kejadian yang tak terduga sebelumnya. Smart City cenderung mengintegrasikan informasi di dalam kehidupan masyarakat kota. Definisi lainnya Smart City didefinisikan juga sebagai kota yang mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat.

Banyaknya pengembangan terhadap penyelesaian permasalahan maupun isu-isu strategis, pengembangan kota yang tepat merupakan solusi yang tepat.

Konsep kota menggunakan Smart City dianggap pantas menjawab tantangan terhadap penyelesaian isu strategis yang saat ini melekat di Kota Makassar. Hal ini juga telah ditetapkan oleh Walikota Makassar pada saat itu Bapak Ir. Mohammad Ramdhan Pomanto melalui Peraturan Walikota Makassar Nomor 97 Tahun 2016

(15)

Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Komunikasi Dan Informatika. Didalam peraturan tersebut juga membahas tentang penyelenggaraan Government Chief Information Officer (GCIO) dan penyelenggaraan Ekosistem TIK Smart City kota Makassar.

Dalam menerapakan konsep kota pintar atau Smart City itu sendiri ada beberapa dimensi yang terdapat didalamnya yang perlu diperhatikan. Menurut (Hasibuan & Sulaiman, 2019) dalam penelitiannya membagi Smart City menjadi enam dimensi, yaitu: (1) Smart economy; (2) Smart mobility; (3) Smart environment; (4) Smart people; (5) Smart living; dan (6) Smart Governance. Dari keenam dimensi tersebut akan menjadi poin utama yang akan saling berkaitan dalam penerapan Smart City sehingga dapat terealisasi dengan baik khususnya di Kota Makassar.

Smart Governance merupakan dimensi utama dalam perencanaan Smart City. Karena konsep dari Smart City dimulai dengan subdimensi yang paling utama yaitu Smart Governance. Tanpa adanya Smart Governance, Smart City mustahil akan terlaksana dengan baik. Perencanaan Smart Governance pada dasarnya harus mengacu pada konsep Smart City dan konsep perencaaan tata kelola yang banyak dikembangkan dengan cara menggunakan kerangka kerja yang ada sebagaimana yang dikemukakan oleh (Annisah 2018).

Sementara pakar smart city di Indonesia, Prof. Suhono Harso Supangkat, mengartikan Smart City sebagai kota yang mengetahui permasalahan yang ada di dalamnya (sensing), memahami kondisi permasalahan tersebut (understanding), dan dapat mengatur (controlling) berbagai sumber daya yang ada untuk digunakan

(16)

secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memaksimalkan pelayanan kepada warganya. Smart City merupakan salah satu konsep pengembangan kota berdasarkan prinsip teknologi informasi yang dibuat untuk kepentingan bersama secara efektif dan efisien (Supangkat 2015).

Smart Governance menjelaskan agar pemerintahan memanfaatkan teknologi terpadu dalam sistem pengelolaan manajemen, pelayanan publik, dan lain-lain. Ada tiga subdimensi pada Smart Governance yaitu: (1) Layanan publik (service) pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (2) Birokrasi (Bureaucracy) merupakan struktur tatanan organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya menjadi lebih teratur. (3) Kebijakan Publik (Policy) merupakan pernyataan pemerintah untuk dilaksanakan maupun yang tidak untuk dilaksanakan (Anityasari 2019).

Pemerintahan yang cerdas adalah pemerintah yang bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki dan jika sewaktu-waktu terjadi permasalahan maupun kendala dapat diminimalisir. Dalam menjalankan itu semua pemerintah selaku pelaksana mampu mengelola manajemen pemerintahan guna terwujudnya pelayanan secara cepat, efisien, responsif, komunikatif, dan tentunya dibarengi dengan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi. Saat ini beberapa Badan, Dinas maupun Lembaga Pemerintahan telah menerapkan konsep tersebut dalam menjalankan suatu pelayanan maupun perumusan kebijakan. Salah satunya adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar

Bappeda Kota Makassar merupakan Badan yang memiliki fungsi penunjang urusan Pemerintahan bidang perencanaan yang menjadi kewenangan

(17)

daerah. Bappeda dipimpin oleh kepala badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 108 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Bappeda Kota Makassar melaksanakan tugas analisis dan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah secara holistik, tematik dan integratif, dalam penyusunan dokumen perencanaan, pemantauan, evaluasi, pengendalian pelaksanaan pembangunan serta penyelenggaraan penelitian dan pengembangan potensi daerah.

Bappeda Kota Makassar dalam tugasnya merumuskan kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pelaksanaan program maupun kegiatan yang bersifat internal dan eksternal. Kebijakan dalam hal ini adalah pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu. Hal inilah yang menjadi acuan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Bappeda sesuai dengan konsep dari Smart City melalui salah satu dimensinya yaitu Smart Governance.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah menyusun perencanaan pembangunan secara sistematis, terarah dan terpadu. Definisi perencanaan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan juga merupakan langkah awal untuk memulai kegiatan yang akan dilakukan. Sejalan dengan pembangunan daerah,

(18)

maka pemerintah menyusun dokumen perencanaan dan penganggaran yang merupakan satu kesatuan dan saling terikait. Tanpa anggaran atau sumber pembiayaan yang memadai, maka perencanaan pembanguanan tidak akan berjalan sesuai harapan (Triyono dkk 2019).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai Bappeda yang merupakan salah satu Badan yang menerapkan konsep Smart Governance dalam menjalankan tugas maupun fungsinya, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapannya. Sehingga penulis menyusun judul penelitian “Smart Governance dalam Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran di Bappeda Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun permasalahan yang dijadikan sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Smart Governance dalam Birokrasi di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar?

2. Bagaimana penerapan Smart Governance dalam Pelayanan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar?

3. Bagaimana penerapan Smart Governance dalam Kebijakan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penerapan Smart Governance dalam Birokrasi di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar

(19)

2. Untuk mengetahui penerapan Smart Governance dalam Pelayanan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar?

3. Untuk mengetahui penerapan Smart Governance pada kebijakan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi ilmiah dalam kajian ilmu administrasi negara khususnya dalam hal pelaksanaan kebijakan di Bappeda Kota Makassar.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi maupun rekomendasi bagi Bappeda Kota Makassar dalam proses pelaksanaan Kebijakan Perencanaan dan Panganggaran.

b. Dapat digunakan sebagai salah satu sumber data, bahan informasi, dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang memiliki kesamaan minat terhadap kajian ini.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pembanding dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu anatara lain sebagai berikut:

1. Syamsidar (2020) melakukan penelitian di Bappeda Kota Makassar dengan judul “Peranan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Dalam Pembangunan Kota”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran Bappeda memiliki tugas maupun fungsi seperti perencanaan pengendalian dan evaluasi.

Perencanaan dimaksud untuk merencanakan tujuan sasaran, program dan kegiatan pemerintah kota Makassar untuk dapat mewujudkan visi misi kepala daerah. Letak persamaan dengan penelitian ini adalah berada pada lokus yang sama. Namun perbedaannya terletak pada fokus yang dimana peneliti terdahulu menjelaskan tentang peran Bappeda dalam pembangunan kota. Sementara itu peneliti akan meneliti terkait dengan kebijakan perencanaan dan penganggaran di Bappeda melalui konsep Smart Governance.

2. Hidayat (2016) dengan penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Layanan Publik Melalui Smart Governance Dan Smart Mobility di Kota Bandung”.

Dalam penelitiannya menerangkan kondisi layanan publik di Kota Bandung sebelum dan sesudah pelaksanaan program Smart City mengalami perbedaan.

Dilihat dari dimensi Smart Governance dan smart mobility mengalami perubahan kuantitas dan kualitas layanannya. Perbaikan pelayanan di RSUD,

(21)

akses penilaian secara online terhadap kinerja aparatur terbukti bahwa terjadi perubahan layanan publik dari aspek Smart Governance. Pendirian Bandung Command Center dimana aplikasi yang terkait dengan Smart City dapat diakses dari tempat tersebut. Kemudian dari dimensi smart mobility mengalami perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah program Smart City diluncurkan.

Dari dua dimensi tersebut masih ada beberapa kendala disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri, SDM, dan infrastruktur.

Persamaan dengan penelitian terdahulu ini adalah sama-sama menjelaskan tentang Smart Governance. Tetapi tidak menjelaskan perbedaan sebelum dan sesudah penerapan Smart City di lokasi penelitian.

3. Annisah (2018) meneliti tentang Smart City sebagi isu global yang sangat menarik untuk dikaji terkait pengembangan Smart City di Indonesia. Penelitian ini menyusun usulan perencanaan Smart Governance sebagai salah satu dimensi yang mendukung konsep Smart City. Dalam perencanaan Smart Governance digunakan indikator sebagai tolok ukur keberhasilan Smart City.

Dalam kajian ini digunakan gabungan framework TOGAF dan COBIT 5 untuk menyusun tata kelola Smart City. Penggunaaan kerangka kerja TOGAF dan COBIT 5 dikarenakan dua kerangka kerja tersebut mempunyai best practice yang dapat digunakan sebagai acuan penyusunan program kerja. Dalam menyusun usulan perencanaan ini penulis hanya berpedoman pada framework dan visi misi daerah sehingga akurasi perencanaan belum sempurna karena tidak melibatkan penelitian kondisi di lapangan saat ini.

(22)

4. Ma’mur dkk (2017) dengan judul penelitian Smart Governance dalam Program Homecare Dottorotta di Kota Makassar. Pelaksanaan home care di Kota Makassar yang berjalan sejak tahun 2015 yang dilaksanakan oleh 48 Puskesmas di seluruh wilayah Kota Makassar hingga saat ini telah terlaksana dengan baik tentunya hal ini dibuktikan dengan jumlah pengguna program home care pada tahun 2018 dengan jumlah 3379 orang.. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah mereka meneliti program Homecare Dottorota berbasis Smart Governance.

5. Miranda (2018) melakukan penelitian di Bappeda Kabupaten Bener Meriah dengan judul penelitian “Analisis Tugas Dan Fungsi Bappeda Terhadap Pelaksanaan Koordinasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bener Meriah Tahun 2017”. Hasil dari penelitian ini adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012- 2017. Peneliti terdahulu menjelaskan tentang tugas dan fungsi Bappeda terhadap pelaksanaan koordinasi rencana pembangunan jangka menengah daerah. Sedangkan penulis akan meneliti terkait dengan kebijakan perencanaan dan pengaggaran di Bappeda Kota Makassar dengan konsep Smart Governance.

(23)

B. Definisi Smart Governance

Smart Governance (Pemerintahan yang Cerdas) ; Kunci utama keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan adalah Good Governance, yang merupakan paradigma, sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang mengindahkan prinsip-prinsip supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas ditambah dengan komitmen terhadap tegaknya nilai dan prinsip desentralisasi, daya guna, hasil guna, pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab dan berdaya saing.

Schaffers (2010) mendefinisikan Smart City sebagai kota yang mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat. Kourtit & Nijkamp (2012) menyatakan Smart City merupakan hasil dari pengembangan pengetahuan yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan kualitas sosial-ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota.

Kemunculan Smart City merupakan hasil dari gabungan modal sumberdaya manusia (contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal social (contohnya jaringan komunitas yang terbuka) dan modal entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas lokal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kota. Cohen, Boyd (2013) mendefinisikan Smart City (Kota Pintar) sebagai sebuah pendekatan yang luas,

(24)

terintegrasi dalam peningkatkan efisiensi pengoperasian sebuah kota, meningkatkan kualitas hidup penduduknya, dan menumbuhkan ekonomi daerahnya. Cohen lebih jauh mendefinisikan Smart City dengan pembobotan aspek lingkungan menjadi: Smart City menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam menggunakan berbagai sumber daya, menghasilkan penghematan biaya dan energi serta mengurangi jejak lingkungan semuanya mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi ramah lingkungan.

Cohen membagi 6 dimensi Smart City menjadi beberapa indikator seperti pada Gambar dibawah ini:

Gambar 1. Dimensi Smart City menurut Cohen

(25)

Uraian dari Dimensi dan Indikator Smart City d ijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Smart City

No Dimensi Indikator

1 Smart Economy

Enterpreunership and Innovations

Productivity Local and Global Interconnectedness 2 Smart Environment

Green Buildings Green Energy

Green Urban Planning 3 Smart People

21 Century Education Individue Society Embrace Creativity 4 Smart Living

Culturally Facility Safe

Healthy

5 Smart Governance

Enabling Supply and demand side policy

Transparency and Open Data ICT & e-Gov

Sementara pakar Smart City di Indonesia, Prof. Suhono Harso Supangkat, mengartikan Smart City sebagai kota yang mengetahui permasalahan yang ada di dalamnya (sensing), memahami kondisi permasalahan tersebut (understanding), dan dapat mengatur (controlling) berbagai sumber daya yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memaksimalkan pelayanan kepada warganya. Smart City merupakan salah satu konsep pengembangan kota berdasarkan prinsip teknologi informasi yang dibuat untuk kepentingan bersama secara efektif dan efisien (Supangkat, 2015).

Giffinger dkk (2007) juga menjelaskan dimensi dalam penerapan konsep Smart City memiliki tiga puluh tiga karakteristik indikator yang kemudian

(26)

digunakan untuk menghitung indeks Smart City di tujuh puluh Kota di Eropa.

Keenam dimensi dan indikatornya tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Tabel 2. Dimensi Smart City menurut Giffenger dkk. (2017) SMART ECONOMY

(Competitiveness

SMART PEOPLE (Social and Human

Capital)

SMART GOVERNANCE

( Participation) - Innovative Spirit

- Enterpreneurship - Economic image &

Trademarks - Productivity - International

Embeddedness - Ability to transform

- Level of Qualification - Affinity to life long

learning

- Social and Ethnic Plurality

- Flexibilty - Creativity

- Cosmopolitanism/ Open mindedness

- Participation in Public Life

- Participation in decision making - Public and social

service - Transparent

governance

- Political Strategies

& Perspectives

SMART MOBILITY (Transport dan ICT)

SMART ENVIRONMENT (Natural Resources)

SMART LIVING ( Quality Of Life) - Local Accesbility

- (Inter-)national accesbility

- Availability of ICT infrastructure

- Sustainable,

innovative and safe transport systems

- Attractivity of natural conditions

- Pollution - Environmental

Protection

- Sustainable Resource management

- Cultural facilities - Health Conditions - Individual safety - Housing quality - Education Facilities - Touristic attractivity - Social cohesion

Dalam penerapan konsep Smart City, terdapat beberapa unsur yang perlu dikembangkan, salah satunya adalah Smart Government. Konsep smart government menyangkut salah satu unsur penting perkotaan, yaitu badan / instansi pemerintahan yang dikembangkan berdasarkan fungsi teknologi informasi agar dapat diakses oleh yang berkepentingan secara efektif dan efisien. (Bappenas, 2015).

Smart Governance atau tata kelola pemerintahan yang cerdas menjadi salah satu bagian dari terwujudnya Smart City. Pemerintahan yang cerdas adalah

(27)

pemerintah yang dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki dan meminimalisir kendala atau masalah yang dihadapi. Smart Governance merupakan dimensi utama dalam perencanaan Smart City. Karena Smart City dimulai dengan Smart Governance. Tanpa adanya Smart Governance, Smart City mustahil akan terlaksana. Perencanaan Smart Governance pada dasarnya harus mengacu pada konsep Smart City dan konsep perencaaan tata kelola yang banyak dikembangkan dengan cara menggunakan kerangka kerja yang ada (Annisah 2018).

Penjelasan lain mengenai Smart Governance dijelaskan pada penelitian Anityasari (2019). Merupakan tata kelola pemerintahan yang memanfaatkan teknologi terpadu dalam sistem pengelolaan manajemen,pelayanan publik, dan lain-lain. Pola birokrasi, layanan publik, dan kebijakan yang baik menjadikan konsep Smart Governance sebagai dimensi utama dalam keberhasilan Smart city.

Perencanaan Smart Governance merupakan ujung tombak perencanaan Smart City. Karena Smart City dimulai dengan adanya Smart Governance. Tanpa adanya Smart Governance mustahil untuk mewujudkan Smart City (Scytl, 2015) Sehingga perencanaan Smart Governance haruslah mengacu pada konsep Smart City dan konsep perencaaan tata kelola yang banyak dikembangkan dengan cara menggunakan framework- framework yang ada.

C. Dimensi Smart Governance

Konsep smart governce ini memiliki prinsip dasar yang dijadikan acuan dalam penerapan konsep Smart City, yaitu :

1. Mengkolaborasikan dan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat 2. Mengembangkan operasional agar lebih efisien

(28)

3. Meningkatkan managemen organisasi, sumberdaya manusia, dan infrastruktur 4. Membuat system database yang dapat diakses secara umum

5. Mengolah informasi data yang up-todate (real time).

6. Menggunakan metode yang mutakhir.

7. Adanya koordinasi antar stakeholders

Tahapan-tahapan menuju smart government dapat dilihat sebagai berikut:

Indonesia mempunyai karakteristik wilayah yang berbeda baik dari segi budaya maupun ketersediaan infrastruktur. Maka dalam perencanaan Smart Governance harus berpedoman pada kebutuhan, kondisi dan visi misi daerah.

Perencanaan Smart City di Indonesia harus dimulai dari desa (Supangkat 2015).

Giffinger dkk (2007) mengelompokakan dimensi Smart Governance menjadi empat bagian. Yaitu sebagai berikut:

Gambar 2. Tahapan-tahapan menuju smart government

(29)

1. Participation in decision-making.

Pengambilan Keputusan Partisipatif adalah proses untuk memberikan kepemilikan keputusan kepada seluruh kelompok, menemukan pilihan efektif yang dapat dijalani dan diterima oleh publik.

2. Public and social services

Pelayanan sosial meliputi tunjangan dan fasilitas seperti pendidikan, perawatan kesehatan, pelatihan kerja, perumahan bersubsidi, adopsi, pengelolaan masyarakat, dan penelitian kebijakan.

3. Transparent governance

Tata kelola yang transparan diartikan sebagai pejabat pemerintah bertindak secara terbuka, dengan pengetahuan dan pemahaman warga negara tentang keputusan yang diambil oleh pejabat tersebut.

4. Political strategies & perspective

Strategi politik mencakup kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan agar berpengaruh dan kredibilitis untuk mendapatkan keuntungan dalam situasi konflik.

Dalam buku Anityasari (2019) Smart Governance harus diterapkan sekaligus diukur dalam 3 subdimensi, yaitu layanan publik, kebijakan, dan birokrasi. Adapun penjelasan dari ketiga subdimensi tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Layanan publik (Service)

Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif, pemerintah daerah mampu menyediakan:

(30)

a. Pelayanan administrasi kepada masyarakat (seperti: KTP, IMB, sertifikat tanah, ijin usaha, akta kelahiran, dan lain-lain) secara lebih baik (lebih cepat, ekonomis, praktis dalam waktu dan usaha, dan transparan). Contoh sistem Smart Governance guna mendukung layanan administrasi ini adalah e- Suket (aplikasi berbagai surat keterangan di kantor pemerintahan).

b. Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan bahan pokok untuk masyarakat masyarakat (sembako, air bersih, dan lain-lain).

Contoh sistem Smart Governance guna mendukung penyediaan dan monitoring kebutuhan bahan pokok ini adalah: aplikasi Simbak (Sistem monitoring harga Sembako) dan Smart Water Suppy System (di bahas lebih detail di buku ini di Bagian Dimensi Smart Governance)

c. Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan jasa pokok untuk masyarakat masyarakat (listrik, telepon, internet dan lain-lain).

2. Birokrasi (Bureaucracy)

Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif, pemerintah daerah mampu membangun Birokrasi yang efisien, efektif, adil, transparant, akuntabel, dan bebas korupsi. Contoh implementasi Smart Governance untuk peningkatan birokrasi, yakni: e-planning, e-budgeting dan e- monev.

3. Kebijakan publik (Policy).

Adapun indikator dalam Pengambilan kebijakan public yaitu dengan mengutamakan pada aspek yang memberikan dampak positif bagi masyarakat melalui mekanisme mendengarkan aspirasi masyarakat secara berkesinambungan

(31)

(Partisipatif) . Sistem informasi kebijakan pemerintah (Perda dan Peraturan Kepala Daerah) yang dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah.

Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif, pemerintah daerah mampu membangun budaya dan praktik citizen-centered policy yakni setiap kebijakan diambil dengan secara aktif bekomunikasi dan mengakomodasi pendapat/masukan dari masyarakat, berorientasi pada pemenuhan kepentingan masyarakat, dan memberi akses luas terhadap dokumen-dokumen kebijakan publik pemerintah. Contoh implementasi Smart Governance untuk peningkatan kebijakan publik, diantaranya: e- musrenbang, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH), Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (disingkat LAPOR!), dan lain-lain.

Secara umum Smart Governance dapat dianalisis melalui fokus aktivitasnya yaitu tingkat partisipasi masyarakat, transparansi informasi, dan kolaborasinya.

Smart Governance berfokus pada tiga unsur yang dijelaskan oleh Pemerintah Kabupaten Jember (2017) sebagai berikut.

1. Partisipasi warga negara (citizen participation) di dalam urusan pemerintahan atau institusi pemerintah diperlukan terlibat untuk melibatkan publik untuk perbaikan keputusan melalui penyebaran secara luas pengetahuan dan meningkatkan partisipasi publik di dalam pemerintahan.

2. Transparansi informasi (information transparency) di dalam pemerintahan- institusi pemerintah diperlukan untuk menggunakan teknologi untuk memasukkan informasi mengenai keputusan egensi dan operasional online dan di dalam ketersediaan forum kepada publik.

(32)

3. Kolaborasi (collaboration) lintas entitas pemerintahan untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada warganeara – istitusi pemerintah diperlukan untuk menggunakan sarana inovasi, metode, dan sistem yang inovatif untuk bekerjasama diseluruh level pemerintahan dan melibatkan public di dalam kegiatan pemerintahan.

D. Konsep Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran

Kebijakan Publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, tentu ada tujuannya. Karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah. Dan apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, juga merupakan kebijakan publik yang ada tujuannya Dye dalam Anggara (2018).

Tujuan kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh public sebagai konstituen pemerintah. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal dan sah karena kebijakan publik dibuat oleh lembaga yang memiliki legitimasi dalam system pemerintahan. Kemudian kebijakan publik sebagai hipotesis adalah kebijakan yang dibuat berdasarkan teori, model atau hepotesis menegenai sebab dan akibat (Anggara 2018).

Adapun yang menjadi dimensi dalam pelaksanaan kebijakan publik oleh pemerintah menurut Ramdhani & Ramdhan (2016) adalah sebagi berkut:

1. Konsistensi, kebijakan dilakukan secara konsisten dengan berpegang teguh pada prosedur dan norma yang berlaku.

2. Transparansi, kebebasan akses atas informasi yang perlu diketahui oleh publik.

(33)

3. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan baik secara administratif maupun substantif.

4. Keadilan, tidak membedakan kualitas pelayanan pada kelompok berdasarkan pertimbangan suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain.

5. Partisipatif, keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan.

6. Efektivitas, keberhasilan pencapaian tujuan maupun sasaran yang telah ditetapkan pada kebijakan publik.

7. Efisiensi, penggunaan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu.

Selanjutnya, Perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan prilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan akan digunaan dalam penyelesaian Cunningham dalam Ananda (2019). Konsep ini menekankan pada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya. Apa wujud yang akan datang itu dan bagaimana usaha untuk mencapainya merupakan perencanaan.

Lebih lanjut, Ananda (2019) juga menerangkan bahwa Perencanaan memiliki empat unsur yang melingkupinya. Keempat unsur tersebut yaitu:

1. Adanya tujuan yang harus dicapai, 2. Adanya strategi untuk mencapai tujuan,

(34)

3. Sumber daya yang dapat mendukung, dan 4. Implementasi setiap keputusan.

Anggaran (budget) merupakan langkah awal dalam operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang di usulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Penganggaran adalah proses penyusunan rencana keuangan yang telan direncanakan selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, atau bias dikatakan sebagai metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Dalam proses perencanaan penganggaran, kita harus mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam perencanaan penganggaran sebelumnya, memperhitungkan kendala apa yang akan terjadi kedepannya, memanfaatkan sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya dan ketepatan tujuan dan target yang akan dicapai agar hasil yang diterima dikemudian hari sesuai dengan apa yang telah diharapkan (Namira & Arman, 2016)

E. Kerangka Pikir

Dalam penerapan Smart Governance di BAPPEDA Kota Makassar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Dari dimensi yang dimilik dari Smart Governance yaitu Pelayanan, Birokrasi, dan Kebijakan. Peneliti mengambil dua diantara ketiga subdimensi tersebut untuk dikembangkan pada penelitian kali ini.

Subdimensi itu adalah Birokrasi, Pelayan dan Kebijakan.

Untuk mengukur Birokrasi dijelaskan dengan dua subdimensi yaitu Efektifitas dan Efisiensi. Pelayanan dijelaskan dengan dua subdimensi yaitu Transparan dan Akuntabilitas. Sedangkan Kebijakan dijelaskan dengan dua subdimensi yaitu Partisipatif dan Strategi Politik.

(35)

F. Fokus Penelitian

1. Smart Governance pada Birokrasi yang dijalankan di Bappeda Kota Makassar terdapat dua poin. Yaitu sebagai berikut:

a. Efektifitas b. Efisiensi

2. Smart Governance pada Pelayanan yang dijalankan di Bappeda Kota Makassar terdapat dua poin. Yaitu sebagai berikut:

a. Transparan b. Akuntabilitas

3. Smart Governance pada Kebijakan yang dijalankan di Bappeda Kota Makassar terdapat tiga poin. Yaitu sebagai berikut:

a. Partisipatif b. Strategi Politik

Gambar 3. Kerangka Pikir

(36)

G. Definisi Fokus 1. Birokrasi a) Efektifitas

Efektivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat bergantung pada tatanan organisasi, hierarki, dan pembagian kerja pada sebuah lembaga untuk menjalankan tugas dan fungsinya yang lebih teratur.

Efektivitas merupakan relasi antara keluaran dengan tujuan atupun sasaran yang hendak di capai. Pada dasarnya efektivitas sangat berhubungan dengan suatu pencapaian tujuan atau target kebijakan. Maka suatu kegiatan dapat di katakan efektif apabila proses pelaksanaan kegitan tersebut mencapai tujuan serta tepat sasaran. (Mohamad Mahsu, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, (Yogyakarta:BPFE Yogyakarta, 2014), hal.182).

Mahmudi (2005), mengemukakan efektivitas adalah hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan, semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka akan semakin efektif sebuah organisasi dalam program atau kegiatan. Dari penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu pengukuran yang dilihat melalui kesesuaian hasil atau keberhasilan dalam menjalankan program melalui berbagai sarana dan upaya dengan pemanfaatan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b) Efisien

Efisiensi pada sisi input diperguanakan untuk melihat seberapa jauh kemudahan askses publik terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan. Akses publik terhadap pelayan dipandang efisien apabila publik memiliki jaminan atau

(37)

kepastian menyangkut biaya pelayanan. Kepastian biaya pelayanan yang harus dikeluarkan oleh publik merupakan indikator penting untuk melihat intensitas korupsi dalam sistem layanan birokrasi. Birokrasi pelayanan publik yang korup akan ditandai oleh besarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa dalam mengakses layanan publik, dengan demikian harus mengeluarkan biaya ekstra untuk dapat memperoleh pelayanan yang terbaik dari birokrasi, padahal secara prinsip seharusnya pelayanan terbaik harus dapat dinikmati oleh publik secara keseluruhan. Demikian pula efisiensi pelayanan dari sisi output, dipergunakan untuk melihat pemberian produk pelayanan oleh birokrasi tanpa disertai adanya tindakan pemaksaan kepada pihak public untuk mengeluarkan biaya ekstra pelayanan. Seperti suap, sumbangan sukarela dan berbagai pungutan dalam proses pelayanan yang sedang berlangsung.

2. Pelayanan a) Transparansi

Transparansi sebagai bagian dari prinsip standar pelayanan publik menjadi salah satu aspek yang mengalami banyak permsalahan dalam pelaksanaanya di Indonesia. Banyak kasus dimana masyarakat dihadapkan pada situasi dimana mereka sulit saat mengakses pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pelaksana layanan. Masalah tansparansi ini juga pada akhirnya tidak hanya mempersulit akses masyarakat akan pelayanan publik, namun juga mengurangi kualitas pelayanan publik itu sendiri.

Mardiasmo, (2004) (dalam Rahmanurrasjid, 2008), menyatakan bahwa transparansi memiliki arti keterbukaan pemangku kebijakan saat menyampaikan

(38)

sebuah informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan atas aktivitas tata kelola sumber daya publik.

Diantara regulasi yang ada di Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 mengatur tentang pelayanan publik yang mengatur cukup jelas, konkret, dan terukur mengenai kewajiban penyediaan standar pelayanan publik. Selain perlunya mengikuti aturan regulasi yang ada, model kepatuhan standar pelayanan publik juga penting memperhatikan azas transparansi dan partisipasi warga. Azas transparansi dapat berarti warga bisa mendapat informasi standar pelayanan dengan mudah, cepat, tanpa biaya, dan tanpa prosedur yang rumit.

b) Akuntabilitas

Menurut Starling (Kumorotomo, 2005:4), akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi apa yang menjadi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya. Dengan demikian, akuntabilitas terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani rakyat harus bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung kepada rakyat.

Dengan bahasa yang sederhana, Starling mengatakan bahwa akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik.

3. Kebijakan a) Partisipasi

Partisipasi warga negara (citizen participation) di dalam urusan pemerintahan atau institusi pemerintah diperlukan terlibat untuk melibatkan publik

(39)

untuk perbaikan keputusan melalui penyebaran secara luas pengetahuan dan meningkatkan partisipasi publik di dalam pemerintahan (Giffinger dkk, 2007).

b) Strategi Politik

Strategi politik menurut Annisah (2017), terbagi dalam indikator Penguatan system informasi di DPRD, Integrasi sistem informasi antara DPRD dengan pemda, dan Sistem pengambilan kebijakan DPRD berdasarkan aspirasi masyarakat.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi

Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan terhitung dimulai pada bulan Juni sampai dengan Agustus dan lokasi penelitian akan dilakukan di kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makssar, yang beralamat di Jl. Ahmad Yani Nomor 2 Bulo Gading Kecamatan Ujung Pandang Website resmi http://bappeda.makassar.go.id.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memberikan gambaran faktual mengenai pelaksanaan Smart Governance pada lingkungan kerja pemerintahan di Bappeda Kota Makassar dalam pelaksanaan kebijakan perencanaan dan penganggaran.

Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik isu yang belum diketahui. Selain itu, metode kualitatif dapat memberi rincian yang terinci tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Sugiyono 2009).

Adapun jenis penelitian bersifat deskriptif, yaitu untuk mendeskripsikan dan mengkaji data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam (indepth intervew), observasi, data dokumentasi dan studi kepustakaan.

(41)

C. Informan

Adapun informan dalam penelitian ini adalah orang yang didasarkan pada kemampuan dan pengalamannya untuk memberikan informasi terkait pelaksanaan kebijakan perencanaan dan penganggaran. Informan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Daftar Informan

NO INFORMAN KETERANGAN

1. Kasubid Pengendalian Informan Kunci

2. Kasubid Pelaporan Informan Utama

3. Ketua RT Informan Tambahan

4. Masyarakat Informan Tambahan

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan yaitu : 1. Interview (Wawancara)

Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report,atau setidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi.

2. Observasi

Proses pengumpulan data secara observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung atau berkunjung langsung pada tempat yang diteliti

(42)

dalam hal ini di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Makassar.

3. Dokumentasi

Dokumentasi pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen atau penelitian terdahulu dari sumber terpercaya yang relevan dengan judul yang diangkat yaitu, Smart Governance dalam kebijalan perencanaan dan penganggaran di Bappeda Kota Makassar.

4. Media review

Penelitian ini melakukan review terhadap pemberitaan, baik media cetak maupun on-line yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Bappeda Kota Makassar.

E. Teknik Analisis Data

Data yang telah di dapatkan selanjutnya di analisis dengan menggunakan teknik analisa kualitatif. Adapun tahapan teknik analisa yang dilakukan oleh peneliti adalah, sebagai berikut:

1. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak sehingga hal pertama yang dilakukan oleh peneliti yaitu merangkum, menyeleksi, memfokuskan kepada hal yang penting, mencari tema dan pola, serta mengatur data sedemikian mungkin sehingga dapat memberikan sebuah kesimpulan yang terkait dengan objek penelitian untuk mempermudah melakukan pengumpulan data selanjutnya.

(43)

2. Penyajian data

Sajian data yang dilakukan oleh peneliti yaitu membandingkan dan menghubungkan semua data yang telah diperoleh baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi singkat yang menjelaskan berbagai hubungan yang ada pada tiap-tiap kategori dan melampirkan data dalam bentuk bagan atau grafik.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi

Pada tahapan ini kesimpulan yang di dapatkan oleh penulis masih bersifat sementara dan akan berubah hingga ditemukannya bukti yang kuat dan mendukung untuk digunakan pada tahap selanjutnya.

4. Teknik Pengabsahan Data

Teknik analisis data yang akan digunakan yaitu analisis data dalam penelitian kualitatif,dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Analisis Data model Miles dan Huberman : 1. Data Collection/Pengumpulan data

Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi,wawancara mendalam,dan dokumentasi atau gabungan ketiganya (triangulasi). Pada tahap awal peneliti melakukan penjelajahan secara umum terhadap situasi/obyek yang diteliti,dengan demikian peneliti akan memperoleh data yang banyak dan bervariasi.

(44)

2. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum,memilih hal- hal yang pokok,memfokuskan pada hal-hal yang penting,dicari tema dan pokoknya.

Dengan demikian data yang direduksi dapat memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya

3. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi,maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Dengan mendisplaykan data,maka akan memudahkan memahami apa yang terjadi,merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

4. Conclusion Drawing/Verification

Langkah keempat menurut Miles dalam Rijali (2019) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada,temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas.

(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kota Makassar

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis kemudian memberikan gambaran umum daerah penelitian, dimana sangat memberikan andil dalam pelaksanaan penelitian ini terutama pada saat melakukan wawancara, dalam hal ini dalam menentukan teknik wawancara yang digunakan terhadap suatu masalah yang diteliti.

Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros, sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3- 15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi. Kota Makassar memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis memiliki suhu udara rata- rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29°C.

Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai

“Waterfront City” yang didalamnya mengalir beberapa sungai (Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada

(46)

ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Dari kondisi ini menyebabkan Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim hujan, terutama pada saat turun hujan bersamaan dengan naiknya air pasang.

Secara administrasi Kota Makassar dibagi menjadi 15 kecamatan dengan 153 kelurahan. Di antara 15 kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan Tamalanrea, dan Kecamatan Biringkanaya.

Batas-batas administrasi Kota Makassar adalah:

a) Batas Utara: Kabupaten Maros b) Batas Timur: Kabupaten Maros

c) Batas Selatan: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar d) Batas Barat: Selat Makassar

Secara umum topografi Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

a) Bagian Barat ke arah Utara relatif rendah dekat dengan pesisir pantai.

b) Bagian Timur dengan keadaan topografi berbukit seperti di Kelurahan Antang Kecamatan Panakukang.

Perkembangan fisik Kota Makassar cenderung mengarah ke bagian Timur Kota. Hal ini terlihat dengan giatnya pembangunan perumahan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Mangggala, Panakkukang, dan Rappocini.

Kondisi geografis Kota Makassar yang beragam, memiliki luas wilayah 175,77 km memiliki jumlah penduduk kota Makassar Tahun 2017 tercatat sebanyak

(47)

1.387.302 jiwa yang terdiri dari 685.488 lakilaki dan 701.814 perempuan, mengakibatkan kompleksitas permasalahan pembangunan yang semakin besar, oleh karena itu Bappeda kota makassar didalam melaksanakan tugasnya menghadapi berbagai permasalahan yang membutuhkan alternatifalternatif pemecahan masalah.

Adapun Dinas-dinas yang tergabung dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Makassar yang memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam membantu menjalankan pemerintahan yaitu:

Tabel 4. Daftar Dinas di Kota Makassar

No. Daftar Nama Dinas Pemerintah Kota Makassar

1. Dinas Kearsipan 2. Dinas Kebudayaan

3. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 4. Dinas Kesehatan

5. Dinas Ketahanan Pangan 6. Dinas Ketenagakerjaan

7. Dinas Komunikasi dan Informatika

8. Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah 9. Dinas Lingkungan Hidup

10. Dinas Pariwisata 11. Dinas Pekerjaan Umum

(48)

12. Dinas Pemadam Kebakaran 13. Dinas Pemberdayaan Perempuan 14. Dinas Pemuda dan Olahraga

15. Dinas Penanaman Modal dan Perizinan 16. Dinas Penataan Ruang

17. Dinas Pendidikan

18. Dinas Pengendalian Penduduk dan KB 19. Dinas Perdagangan

20. Dinas Perhubungan

21. Dinas Perikanan Dan Pertanian 22. Dinas Perpustakaan

23. Dinas Pertanahan

24. Dinas Perumahan Dan Kawasan Kumuh 25. Dinas Sosial

Sumber: makassarkota.go.id, 2021

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota dimpimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wali kota melalui Sekretaris Daerah. Dinas yang ada di Kota Makassar mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi.

Selanjutnya terdapat beberapa Badan yang tergabung dalam OPD Kota Makassar yang memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam membantu menjalankan pemerintahan yaitu:

(49)

Tabel 5. Daftar Badan Pemerintah Kota Makassar No. Daftar Nama Badan Pemerintah Kota Makassar

1. Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Daerah 2. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

3. Badan Pendapatan Daerah

4. Badan Penelitian dan Pengembangan

5. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah 6. Badan Perencana Pembangunan Daerah Sumber: makassarkota.go.id, 2021

Merupakan Lembaga teknis dalam membantu Walikota menjalankan program-programnya. Badan-badan pemerintah Kota Makassar juga menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) selanjutnya adalah Bagian. Terdapat sebelas Lembaga yang tergabung dalam subBagian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 6. Daftar Bagian Pemerintah Kota Makassar No. Daftar Nama Bagian Pemerintah Kota Makassar

1. Bagian Hukum dan HAM 2. Bagian Hubungan Masyarakat 3. Bagian Kesejahteraan Rakyat 4. Bagian Keuangan Setda

5. Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa

(50)

6. Bagian Organisasi dan Tata Laksana 7. Bagian Pemberdayaan Masyarakat 8. Bagian Perekonomian dan Kerja Sama 9. Bagian Perlengkapan

10. Bagian Protokol

11. Bagian Tata Pemerintahan Sumber: makassarkota.go.id, 2021

Berikutnya adalah daftar kecamatan yang ada di Kota Makassar.

Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian wilayah dari Daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat. Pada wilayah Pemerintahan Kota Makassar sendiri terdapat lima belas kecamatan seperti pada table dibawah ini:

Tabel 7. Daftar nama Kecamatan di Kota Makassar No. Daftar Nama Kecamatan di Kota Makassar

1. Kecamatan Biringkanaya 2. Kecamatan Bontoala 3. Kecamatan Makassar 4. Kecamatan Mamajang 5. Kecamatan Manggala 6. Kecamatan Mariso 7. Kecamatan Panakukang 8. Kecamatan Rappocini

(51)

9. Kecamatan Sangkarang 10. Kecamatan Tallo 11. Kecamatan Tamalanrea 12. Kecamatan Tamalate 13. Kecamatan Ujung Pandang 14. Kecamatan Ujung Tanah 15. Kecamatan Wajo

Sumber: makassarkota.go.id, 2021

Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian kewenangan pemerintah Kota Makassar di wilayah kerjanya, yang mencakup bidang pemerintahan, ekonomi, pembangunan, kesejahteraan rakyat dan pembinaan kehidupan masyarakat serta urusan pelayanan umum lainnya yang diserahkan Walikota.

2. Gambaran khusus lokasi Penelitian

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Makassar berada pada gedung kantor Walikota Makassar Jl. Ahmad Yani No.2, Bulo Gading, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90111. Gedung Bappeda merupakan kawasan pusat pemerintah Kota Makassar dimana ada beberapa OPD yang berkantor pada gedung tersebut dan Bappeda Kota Makassar merupakan salah satu OPD itu.

Gedung kantor yang digedung tempat Bappeda Kota Maksar terdiri atas beberapa ruangan sesuai jumlah dalam struktur organisasi Bappeda Kota Makassar.

(52)

Ruangan tersebut cukup representatif dan dilengkapi dengan Air Conditioner (AC) dan peralatan komputer yang ,menggunakn jaringan wireles fidelity (WIFI) sehingga dapat menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Bappeda.

a. Visi dan Misi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Makassar

Bappeda Kota Makaasr memilik Visi yaitu Terwujudnya perencanaan yang inovatif, berorientasi global dan berkelanjutan. Sedangkan Misi dari Bappeda Kota Makassar dapat dirincikan sebagai berikut:

Tabel 8. Visi dan Misi Bappeda Kota Makassar VISI BAPPEDA KOTA MAKASSAR

Terwujudnya perencanaan yang inovatif, berorientasi global dan berkelanjutan

MISI BAPPEDA KOTA MAKASSAR

1 Meningkatkan kapasitas dan integritas perencana

2

Melaksanakan pengendalian dan perencanaan pelaksanaan pembangunan serta menyediakan data dan informasi yang akurat dan terkini berbasis teknologi informasi dan komunikasi 3 Mewujudkan koordinasi perencanaan yang partisipatif, efektif,

inofatif, dan sinergis.

Sumber: Renstra Bappeda Kota Makassar, 2020

Visi dan Misi tersebut merupakan acuan bagi Bappeda Kota Makassar dalam melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan berorientasi pada peningkatan kinerja dalam mendukung program kerja Pemerintah Daerah dalam hal ini Walikota dan Wakil Walikota Kota Makassar.

(53)

b. Tugas Pokok dan Fungsi

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Makassar didukung oleh sumber daya aparatur yang terdistribusi menurut bidang dan sekretariat.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Makassar (Lembaran Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2009) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Makassar (Lembaran Daerah Kota Makassar Tahun 2013 Nomor 7); pasal 32 Bappeda Kota Makassar memiliki tugas pokok perencana penyelenggaraan pemerintahan, melaksanakan perumusan kebijakan perencanaan Daerah, koordinasi penyusunan rencana yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Adapun Fungsi Bappeda Kota Makassar adalah sebeagai berikut:

1) Perumusan kebijakan teknis perencanaan Daerah;

2) Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan Daerah;

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan pembangunan Daerah;

4) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang memuat visi, misi dan arah pembangunan Daerah;

(54)

5) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memuat strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, arah kebijakan keuangan Daerah, program satuan kerja perangkat Daerah, lintas satuan kerja perangkat Daerah, kewilayahan dan lintas kewilayahan yang berisi kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran;

6) Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Daerah diantara satuan kerja perangkat Daerah, lintas satuan perangkat Daerah, kewilayahan dan lintas kewilayahan;

7) Penyusunan rencana anggaran pokok dan perubahan anggaran pendapatan dan belanja Daerah bersama-sama dengan unit kerja terkait, dengan koordinasi Sekretaris Daerah;

8) Penilaian dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan;

9) Pelaksanaan pengendalian dan perencanaan operasional pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik Daerah yang berada dalam penguasaannya;

10) Pelaksanaan kesekretariatan;

11) Pembinaan tenaga fungsional.

2) Struktur Organisasi Bappeda Kota Makassar

Struktur organisasi Bappeda Kota Makassar terdiri atas 1 (satu) orang Kepala Badan, 1 (satu) orang Sekretaris dan 5 (lima) orang Kepala Bidang dan 13 (tiga belas ) orang Kasubag/Kasubid sebagaimana gambar di atas.

Adapun deskripsi kerja masing-masing adalah sebagai berikut : Sekretariat, mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan administrasi bagi seluruh satuan

(55)

kerja di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Di samping tugas pokok tersebut, sekretariat menyelenggarakan fungsi sebagai :

1) Pengelolaan ketatausahaan Badan;

2) Pelaksanaan urusan kepegawaian Badan;

3) Pelaksanaan urusan keuangan Badan;

4) Pelaksanaan urusan perlengkapan Badan;

5) Pelaksanaan urusan umum dan rumah tangga Badan;

6) Pelaksanaan koordinasi perumusan program kerja dan rapat kerja Badan.

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Sekretaris dibantu oleh 3 (tiga) orang Kepala Sub Bagian yaitu Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian Perlengkapan.

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, mempunyai tugas pokok menyusun rencana kerja, melaksanakan tugas teknis ketatausahaan, mengelola administrasi kepegawaian serta melaksanakan urusan rumah tangga Badan. Dalam melaksanakan tugas, sub bagian umum dan kepegawaian menyelenggarakan fungsi:

1) Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai tugas pokok dan fungsinya;

2) Mengatur pelaksanaan kegiatan sebagian urusan ketatausahaan meliputi surat- menyurat, kearsipan serta mendistribusikan surat sesuai bidang;

3) Melaksanakan urusan kerumahtanggaan Badan;

4) Melaksanakan usul kenaikan pangkat dan pensiun;

5) Melaksanakan usul kenaikan gaji berkala dan tugas belajar;

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[LAMPIRAN ] 13 Shrinkage Limit Test. Sumber

Al-Mujrimu>n dalam ayat tertuju pada orang yang melakukan perbuatan yang dilakukan oleh kaum Luth AS, dengan demikian maka takdir dari ayat ini adalah.. صوصخلما

Setelah dilakukan serangkaian analisis, pengamatan dan pengujian secara langsung terhadap objek penelitian, maka penulis dapat menarik kesimpulan tentang pembuatan

4.2 Tipe yang paling sering digunakan mahasiswa untuk mengekspresikan kesantunan berbahasa dalam pembelajaran bahasa Inggris profesi di STIPAR Triatma Jaya adalah

Dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : (1) Keberadaan konduktor yang berbentuk lempeng dan berbentuk bola yang ditanahkan di dekat muatan listrik bentuk

1) Penetapan Pagu Raskin Nasional yang merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan DPR yang dituangkan dalam Undang-Undang APBN tahun anggaran 2015.

Pihak yang harus melakukan pengendalian pelaksanaan Standar Sarana dan Prasarana Penelitian adalah Tim SPMI Perguruan Tinggi atau Unit khusus SPMI sebagai perancang

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN COMPETENCIES LITERASI SAINTIFIK SISWA SMA PADA MATERI FLUIDA DINAMIS.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu