• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA PERSAHABATAN DALAM TEKS FILM MENGEJAR MATAHARI (Suatu Tinjauan Semiotik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA PERSAHABATAN DALAM TEKS FILM MENGEJAR MATAHARI (Suatu Tinjauan Semiotik)"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA PERSAHABATAN DALAM TEKS FILM MENGEJAR MATAHARI

(Suatu Tinjauan Semiotik)

THE MEANING OF FRIENDSHIP IN THE TEXT OF FILM MENGEJAR MATAHARI

(An Overview of Semiotics)

TESIS

Oleh :

NURSAM NURISAL NIM : 04.07.792.2012

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(2)

TESIS

MAKNA PERSAHABATAN DALAM TEKS FILM MENGEJAR MATAHARI

(Suatu Tinjauan Semiotik)

Yang disusun dan diajukan oleh

NURSAM NURISAL NIM. 04.07.792.2012

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Tesis pada tanggal 17 Juni 2014

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Muh. Rapi Tang., M.S. Dr. Siti Aida Azis, M.Pd.

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Prof. Dr. H. M. Ide Said, D. M., M. Pd. Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.

NBM. 988 463 NBM. 922 699

(3)

PROGRAM PASCASARJANA

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

iv

PERNYATAAN KEORISINILAN TESIS Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nursam Nurisal NIM : 04. 07. 792. 2012

Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/Pascasarjana Judul Tesis : Makna Persahabatan dalam Teks Film Mengejar

Matahari (Suatu Tinjauan Semiotik)

Menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Makna Persahabatan dalam Teks Film Mengejar Matahari (Suatu Tinjauan Semiotik)”, merupakan karya asli.

Seluruh ide yang ada dalam tesis ini, kecuali yang penulis nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide yang saya susun sendiri. Selain itu, tidak ada bagian dari tesis ini yang telah saya gunakan sebelumnya untuk memperoleh gelar atau sertifikat akademik.

Jika pernyataan di atas terbukti sebaliknya, maka penulis bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh PPs Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, juni 2014 Yang membuat pernyataan,

Nursam Nurisal

NIM:04. 07. 792. 2012

(4)

PROGRAM PASCASARJANA

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

iii

HALAMAN PENGESAHAN Mahasiswa yang bersangkutan :

Nama : Nursam Nurisal NIM : 04. 07. 792. 2012

Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/Pascasarjana Judul Tesis : Makna Persahabatan dalam Teks Film Mengejar

Matahari (Suatu Tinjauan Semiotik)

Setelah diperiksa dan diteliti ulang, maka tesis ini telah memenuhi persyaratan dan layak di pertanggungjawabkan dihadapan penguji.

Makassar, Juni 2014

Disetujui Oleh,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Muh. Rapi Tang., M.S. Dr. Siti Aida Azis., M.Pd.

Diketahui Oleh,

Ketua Jurusan Direktur Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Dr. A. Rahman Rahim, M. Hum. Prof. Dr. H. M. Ide Said, D. M., M. Pd.

(5)

ii

LEMBAR PERBAIKAN TESIS

NURSAM NURISAL NIM. 07. 04. 792. 2012

Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji pada seminar hasil tesis pada tanggal 4 juni 2014 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian tutup dengan beberapa perbaikan.

1. Prof. Dr. Muh. Rapi Tang.,M.S. (……….) (Pembimbing I)

2. Dr. Siti Aida Azis, M.Pd. (……….) (Pembimbing II)

3. Prof. Dr. H. M. Ide Said, D. M., M. Pd. (……….) (Penguji I)

4. Dr. Munirah, M.Pd (……….)

(Penguji II)

Makassar, Juni 2014

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Makassar

Prof. Dr. H. M. Ide Said, D. M., M. Pd.

NBM: 988 463

(6)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis sebagai syarat dalam menyelesaikan studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar dapat penulis selesaikan.

Dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis juga mendapatkan bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Muh. Rapi Tang, M.S., Pembimbing I dan Dr. Siti Aida Azis, M.Pd., Pembimbing II, yang dengan sabar mengarahkan dan memberi petunjuk yang berarti bagi penulis dan terimakasih telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

Penghargaan tulus yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan

kepada tim penguji: Prof. Dr. H. M. Ide Said, D.M., M.Pd., dan Dr. Munirah, M.Pd., dan staf pengajar di Program Pascasarjana Magister

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Makassar yang telah memberi ilmu dan pengalaman yang tak ternilai

serta membuka cakrawala keilmuan penulis selama mengikuti

pendidikan.

(7)

viii

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Prof. Dr. H. M. Ide Said, D.M., M.Pd., Direktur Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum., Ketua Prodi Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang memberikan petunjuk, arahan, dan berbagai fasilitas lainnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Hormat dan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang senantiasa bermunajat, dan penghargaan yang tinggi serta ucapan terima kasih kepada saudara penulis tercinta Iva Wisna, Abu Bakar, Pawangi, Alib, Inten, dan Habri yang telah menjadi jembatan suluh bagi kehidupanku.

Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan yang disebabkan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan berbagai masukan atau saran konstruktif dari berbagai pihak demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua, Amiin Ya Rabbal Alamin.

Makassar, 17 Juni 2014

Penulis,

(8)

vi ABSTRACT

Nursam Nurisal. 2014. The Meaning of Friendship in the Text Film Mengejar Matahari „An Overview of Semiotics‟, (Guided by Muhammad Rapi Tang and Siti Aida Azis).

The purpose of this research is to examine the text of the film

“Mengejar Matahari” by Titien Wattimena. This study was conceived to determine how is the meaning of friendship in the text contained in the film

“Mengejar Matahari”. The purpose of this study was (1) to identify and describe the denotative meaning of friendship in the text film “Mengejar Matahari” (2) to identify and describe the connotative meaning of friendship in the text film “Mengejar Matahari” (3) to identify and describe the myth/ ideology of friendship in the text film “Mengejar Matahari”

Data collection methods used in this study is the observation of the movie “Mengejar Matahari”. Documentary is data obtained from articles and also note transcripts, literature study as well as from previous recearchers scientific journals.

The results of this study is the meaning of friendship in the form of (1) fortitude to fac temptation, courage in defense of truth, man‟s relationships with fellow human beings in the form of helping attitude, friendship, conflict, and parental relationship with the child in the education pattern in the family (2) the view of the author of the text dialogue in the film shows the concept of a world view that is reflected by the author of the intrinsic value of the extrinsic meaning (3) the views of the author about the value of friendship in moview dialogue pursue an integrated of the nature of human relationships with his fellow human beings who need each other.

The sustainability in doing research using semiotic analysis, is

expected to provide input to the development of Indonesian cinema and

films, and in addition the semiotic research can also be done in a video

clip, design, logo, and other objects associated with the sign.

(9)

v

ABSTRAK

Nursam Nurisal. 2014. Makna Persahabatan dalam Teks Film Mengejar Matahari ‘Suatu Tinjauan Semiotik’, (Dibimbing oleh Muhammad Rapi Tang dan Siti Aida Azis).

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengkaji teks film Mengejar Matahari karya Titien Wattimen. Penelitian ini disusun untuk mengetahui bagaimana makna persahabatan yang terdapat di dalam teks film Mengejar Matahari. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna denotatif persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari (2) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna konotatif persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari, dan (3) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan mitos/idologi persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi pada film Mengejar Matahari. Dokumenter yaitu data- data yang diperoleh dari artikel-artikel juga catatan transkip, studi kepustakaan seperti peneliti terdahulu juga jurnal ilmiah.

Hasil dari penelitian ini adalah makna persahabatan yang berupa (1) ketabahan dalam menghadapi cobaan, keberanian dalam membela kebenaran, hubungan manusia dengan sesama manusia yang berupa sikap tolong menolong, persahabatan, konflik, dan hubungan orang tua dengan anak dalam pola pendidikan dalam keluarga (2) Pandangan pengarang tentang teks dialog film Mengejar Matahari menunjukan konsep pandangan dunia pengarang yang dicerminkan oleh nilai instrinsik kepada makna ekstrinsik (3) Pandangan pengarang tentang nilai persahabatan dalam teks dialog film Mengejar Matahari merupakan koheran terpadu mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesama manusia yang saling membutuhkan.

Dengan adanya kesinambungan pada penelitian dengan analisis

semiotik, diharapkan mampu memberi masukan terhadap perkembangan

perfilman Indonesia dan selain dalam film semiotik juga dapat dilakukan

dalam penelitian sebuah Video clip, design, logo, dan juga objek lain yang

berkaitan dengan tanda.

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 9

A. Kajian Pustaka... 9

1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ... 9

2. Tinjauan Semiotik ... 15

(11)

x

3. Tinjauan Semiotik dalam Analisis Film ... 25

4. Tinjauan Semiotik Teks ... 27

5. Tinjauan Film ... 29

6. Tinjauan Makna Persahabatan ... 40

B. Kerangka Pikir ... 53

1. Tinjauan Teoretis ... 53

2. Tinjauan Konseptual ... 55

BAB III. METODE PENELITIAN... 58

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Data ... 59

C. Sumber Data ... 59

D. Teknik Pengumpulan Data ... 59

E. Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 62

A. Hasil Analisis ... 62

B. Pembahasan ... 87

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Simpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

RIWAYAT HIDUP ... 98

LAMPIRAN... 114

(12)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

Tabel 2.1 : Rekapitulasi Literatur Terdahulu Sejenis…..… 13

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

Gambar 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes………... 20

Gambar 2.2 : Teori Roland Barthes………... 22

Gambar 2.3 : Kerangka Pikir……… 57

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Resensi Film Mengejar Matahari………... 98

2. Dialog Film dalam Scene…….………... 104

3. Scene Film 1-8…….………...…... 112

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Film merupakan aktualisasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman film mengalami perkembangan, baik dari teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Bagaimanapun, film telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog antar tokoh dalam film.

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sudah sangat dikenal. Dengan caranya sendiri, film memiliki kemampuan untuk mengantar pesan secara unik; dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri, serta lagu (Mc Quail‟s, 1996 : 14).

Perkembangan media komunikasi masa sekarang ini, film menjadi salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan- pesan. Film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan dan diakrabi oleh khalayak umum. Di samping itu, film menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian lainnya kepada masyarakat umum.

Film sebagai salah satu jenis media massa yang menjadi saluran

berbagai macam gagasan dan konsep serta dapat memunculkan

(16)

2

dampak dari penayangannya. Ketika seseorang melihat sebuah film, maka pesan yang disampaikan oleh film tersebut secara tidak langsung akan berperan dalam pembentukan persepsi seseorang terhadap maksud pesan dalam film. Seorang pembuat film merepresentasikan ide-ide yang kemudian dikonversikan dalam sistem tanda dan lambang untuk mencapai efek yang diharapkan.

Graeme Turner, (dalam Irawanto, 1999: 14) mengungkapkan bahwa film tidak hanya sekedar refleksi dari realitas. Sebaliknya Film lebih merupakan representasi atau gambaran dari realitas, film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode- kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya.

Salah satu gambaran dari realitas yang berlaku di tengah masyarakat adalah persahabatan. Gambaran dari realitas ini tercermin jelas dalam film-film yang tengah beredar di masyarakat. Dapat dikatan semua film mengandung unsur persahabatan.

Jika, di dalam film menampilkan adegan yang mengandung persahabatan, akan berdampak positif bagi penontonnya, karena bukan tidak mungkin bagi mereka untuk meniru apa yang dilihatnya dalam film.

Dalam perkembangannya, film di Indonesia dimonopoli oleh film yang mengangkat tema seputar remaja. Hal ini disebabkan karena industri perfilman pasar di Indonesia sebagian besar adalah remaja.

Oleh karena itu, industri perfilman di Indonesia memiliki tendensi

(17)

3

memproduksi film-film populer yang bersifat komersial, sehingga banyak film yang mengesampingkan estetika dan pesan moral yang hendak disampaikan.

Film remaja Indonesia tidak terlepas dari perkembangan remaja di Indonesia itu sendiri. Apabila ditinjau lebih lanjut, masa remaja merupakan masa kehidupan manusia yang paling menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri antara lain: persahabatan, petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin pula dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Irawanto, 1999:

120).

Film merupakan bidang yang amat relevan bagi analisis semiotik.

Seperti yang dikemukakan (van Zoest, 1993: 109), film dibangun

dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai

sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek

yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar

dalam film menciptakan imajinasi atau sistem penandaan. Karena itu,

menurut van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur,

terutama indeksikal, pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis

yakni tanda-tanda yang menggambarkan seseuatu. Gambar yang

dinamis pada sebuah film merupakan ikonis bagi realitas yang

dinotasikannya.

(18)

4

Analisis semiotik film berlangsung teks dialog yang merupakan struktur dari produksi tanda. Bagian struktur penandaan dalam film biasanya terdapat dalam unsur tanda paling kecil, dalam film disebut scene. Scene dalam film merupakan satuan terkecil dari struktur cerita film atau biasa disebut alur. Alur sendiri merupakan sejumlah motif satuan-satuan fiksional terkecil yang terstruktur sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan tema serta melibatkan emosi- emosi. Sebuah alur biasanya memunyai fungsi estetik pula, yakni menuntun dan mengarahkan perhatian penonton ke dalam susunan motif-motif.

Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda. Karena sistem tanda sifatnya sangat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda.

Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda berada.

Sistem semiotik yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda, yang menggambarkan sesuatu. Para semilog memandang film, program televisi, poster, iklan dan bentuk lainnya sebagai semacam teks linguistik. Dalam hal ini film bertugas untuk memperluas bahasa. (Barthes, 2007: 15; Kurniawan, 2001: 53).

Perspektif berupa pemberian muatan persahabatan dalam film ini sama yang terjadi pada film remaja yang berjudul Mengejar Matahari.

Film ini menceritakan sebuah persahabatan sederhana dalam suatu

(19)

5

kampung di bilangan Jakarta, mulai dari kecil hingga dewasa. Dalam perjalanan hidup, tersirat nilai-nilai tentang kehidupan yang bisa diteladani. Film ini adalah buah kerja sama rumah produksi SinemArt dibawah Leo Sutanto dan Kipass Communication yang dikomandani Rudy Sudjarwo. Film ini dibintangi oleh Wingky Wiryawan (sebagai Ardi), Fedi Nuril (Nino) Udjo Project Pop (Apin), dan Fauzi Baadilla (Damar).

Film layar lebar ini menceritakan tentang persahabatan Ardi, Damar, Nino dan Apin yang terus bersama sejak mereka masih kanak- kanak. Sejak kecil mereka punya ritual bermain yang unik yang mereka namakan Mengejar Matahari. Mereka akan berlari dari satu titik ke titik lain di kompleks rumah susun tempat tinggal mereka, saling bersaing siapa yang akan sampai terlebih dulu.

Cerita pun berlanjut hingga bersekolah di tingka SMA, tetap bersama. Di tengah cerita, hadir seorang perempuan yang bernama Rara (Agni Arkadewi). Pada suatu hari Ardi dekat dengan Rara, yang menyebabkan persahabatan mereka retak disebabkan Damar juga menyukai Rara.

Konflik yang ada dalam film ini bukan hanya seputar

persahabatan mereka, dalam film ini pun menceritakan konflik pribadi

tokoh-tokoh utama. Nino berasal dari keluarga yang berada, paling

dewasa dan pendiam. Damar merupakan anak yang tumbuh dengan

ibunya saja, ayahnya meninggalkan mereka dan ibunya sejak itu

(20)

6

jarang di rumah. Masalah Damar menyebabkan watak damar tumbuh menjadi anak yang pemarah dan suka berkelahi. Ardi merupakan anak pensiunan polisi yang ayahnya selalu mengajarkan Ardi untuk disiplin, dengan jalan kekerasan. Lain pula Apin, sosok anak yang humoris dengan cita-cita yang berbeda, yaitu untuk menjadi sutradara dan ingin merekam semua kejadian hidup yang terjadi dalam persahabatannya.

Mendekati akhir cerita, muncul konflik yang paling besar antara Damar dengan Obet. Apin dibunuh oleh Obet untuk membalaskan dendamnya, menyebabkan Damar naik pitam dan membunuh Obet dengan senjata api, Damar pun masuk penjara. Ardi dan Nino hanya tinggal berdua, dan mereka sudah mencapai cita-cita mereka. Ardi menjadi polisi dan Nino mendapatkan beasiswa S-2 ke Amerika.

Film ini mengajarkan untuk selalu bersama dalam keadaan apa pun, karena dengan kebersamaan semua bisa terlewati, dan bisa terlewati dengan mudah. Persahabatan, sampai kapanpun akan terus terjaga, walau apa pun yang terjadi.

Untuk itu peneliti menggunakan metode analisis semiotik sebagai

alat analisis. Sebuah metode yang mempelajari tentang tanda dan

lambang. Penggunaan metode ini didasarkan atas kenyataan bahwa

film adalah suatu bentuk pesan komunikasi. Komunikasi sendiri adalah

suatu proses simbolik, yakni penggunaan tanda dan lambang yang

diberi makna.

(21)

7

B. Fokus Penelitian

Beradasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat dikemukakan perumusan sebagai berikut:

1. Makna denotatif persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

2. Makna konotatif persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

3. Mitos/ideologi persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna denotatif persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna konotatif persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan mitos/idiologi persahabatan dalam teks film Mengejar Matahari.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian di harapkan dapat menambah kajian

pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi terutama berkaitan

dengan pengembangan studi analisis semiotika.

(22)

8

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan penelitian ini untuk melatih diri dalam menganalisis tentang tanda dan makna yang terdapat dalam sebuah film dengan analisis semiotik.

b. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran yang berguna sebagai referensi bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar dalam mengungkap makna dan tanda dalam sebuah karya film.

c. Bagi Khalayak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pemahaman tentang kajian semiotik secara menyeluruh

mengenai sebuah pemaknaan yang ada di dalam sebuah film.

(23)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini menjelaskan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan masalah representasi film. Dalam hal ini, penulis mendapatkan beberapa penelitian yang kiranya relevan dengan masalah penelitian, yakni Tesis dari Yaser Dwi Yasa, 2012 mahasiswa Universitas Komputer Indonesia, dengan judul skripsi Representasi Kebebasan Pers Mahasiswa dalam Film Lentera Merah (Analisis Barthes dalam Film Lentera Merah Mengenai Kebebasan Pers Mahasiswa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi kebebasan pers mahasiswa dalam film terdapat tiga makna sesuai dengan semiotik Barthes. Makna denotasi yang terdapat dalam sequence Lentera Merah menggambarkan kehidupan pers yang terkekang dan belum bebas dalam kegiatanya.

Makna konotasi ditemukan masih ada pengekangan kepada

pers, salah satunya presma yang posisinya berada dalam satu

lingkungan akademis. Makna mitos/ideologi yang dapat diambil

pers akan tetap hidup, namun dalam kehidupanya pers harus

bersifat Independent, serta tidak berpihak, dan tetap menjunjung

(24)

10

kejujuran dengan kekebasan pers yang mereka miliki disertai dengan tanggung jawab moral.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eko Nugroho, 2012 mahasiswa Universitas Komputer Indonesia dengan judul Representasi Rasisme Dalam Film "This is England" (Analisis Semiotik Roland Barthes Mengenai Rasisme dalam Film "This is England”) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna semiotik tentang rasisme yang terdapat dalam film This is England, menganalisis apa saja makna yang terdapat dalam film This is England yang berkaitan dengan rasisme, yaitu makna denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes. Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, studi dokumentasi, observasi, dan penelusuran data online.

Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat

dalam film This is England dengan mengambil tiga sequence. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga makna sesuai dengan

semiotik Barthes. Makna denotasi yang terdapat dalam sequence

This is England menggambarkan adanya bentuk doktrinisasi,

inisiasi, perlawanan, bahkan tindakan mengintimidasi para imigran

yang datang ke Negara Inggris. Makna konotasi didapat dari

(25)

11

adanya bentuk tindakan perlawanan dan kata-kata yang di ucapkan terdapat unsur rasisme kepada para imigran.

Makna Mitos/Ideologi yang terdapat dari sequence, terjadi dari imigran Pakistan yang paling sering mendapat tindakan rasis termasif yang dilakukan warga pribumi asli Inggris yang merasa berhak memperoleh “jatah singa” dan menikmati berbagai keistimewaan di atas penderitaan kelompok lain. Kesimpulan penelitian memperlihatkan adanya doktrinisasi, inisiasi, perampokan toko, penganiayaan menunjukkan telah terjadinya rasisme dari warga pribumi Inggris terhadap para imigran.

Mereka menikmati berbagai keistimewaan di atas penderitaan kelompok lain dengan dukungan sejumlah lembaga dan seperangkat aturan hukum yang sengaja dicipta demi menyangga dan melanggengkan sistem rasis tersebut. Peneliti memberikan saran bagi para sineas dapat lebih mengangkat apa yang masyarakat belum ketahui dengan representasi kedalam sebuah film dengan tampilan yang menarik. Film This Is England sarat dengan pesan moral dan dapat menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia yang masih rawan konflik SARA, dan film ini dapat dijadikan pembelajaran.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Steffi Septiani, 2012

mahasiswa Universitas Padjajaran dengan judul Representasi

Perempuan “tomboy” dalam film Get Married Penelitian ini

(26)

12

bertujuan untuk mengetahui makna semiotik tentang Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis subjek yang diteliti.

Film Get Married diuraikan secara sintagmatik dan paradigmatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mitos perempuan “tomboy” ditunjukkan oleh performance yaitu tidak pernah berdandan maupun memakai rok dalam kesehariannya, dan konstruksi jender yang terdapat pada film Get Married identik dengan ideologi patriarki dan heteroseksualitas Saran yang diberikan yaitu, sebaiknya film ini lebih memperbanyak adegan- adegan tentang sisi ketomboyan yang direpresentasikan sebagai konstruksi gender dan meminimalisir adegan kekerasan.

Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu yang peneliti pelajari dan peneliti anggap sebagai acuan serta panduan untuk menyempurnakan literatur penelitian peneliti, maka hasil penelitian terdahulu tersebut akan peneliti kemas dan dimasukan ke dalam format Rekapitulasi Literatur Terdahulu ang sejenis pada tabel 2.1.

Adapun tujuannya adalah agar data dan informasi dari studi

penelitian terdahulu tersebut nantinya akan lebih mudah dipahami

alur relevansi dengan penelitian yang peneliti susun sekarang.

(27)

13

Tabel 2.1

Rekapitulasi Literatur Terdahulu Sejenis Nama

Uraian

Yaser Dwi Yasa

Eko Nugroho

Steffi Septiani

Fauzie Pradita Abbas

Tahun 2013 2012 2012 2013

Judul Represent asi

Kebebasa n Pers Mahasisw a Dalam Film Lentera Merah

Represent asi

Rasisme Dalam Film

"This Is England

Representas i Perempuan

“tomboy”

dalam film Get Married

Represen tasi Makna Kesetiaan Dalam Film Hachiko : A dog‟s Story

Tujuan Untuk mengetah ui makna semiotik tentang kebebasa n pers dalam film Lentera Merah

Untuk mengetahu i makna semiotik tentang rasisme dalam film This Is England

Untuk mengetahui makna semiotik tentang perempuan tomboy dalam film Get Married

Untuk mengetah ui makna semiotik tentang kesetiaan dalam film Hachiko:

A Dog‟s Story

Metode Kualitatif/

Semiotik

Kualitatif/

Semiotik

Kualitatif/

Semiotik

Kualitati/

Semiotik

Makna Konotasi di didapat yaitu masih adanya pengekan gan

Makna Mitos/Ideol ogi yang terdapat dari sequence, terjadi dari imigran

Hasil penelitian menunjukka n bahwa mitos perempuan

“tomboy”

ditunjukkan

-

(28)

14

kepada

pers, salah satunya presma yang dimana posisi mereka berada dalam satu lingkung akademis.

Makna Mitos/Ideo logi yang dapat diambil pers akan tetap hidup, namun dalam kehidupan ya pers harus bersifat Independ ent, serta tidak berpihak, dan tetap menjungju ng

kejujuran dengan kekebasa n pers yang mereka miliki disertai dengan tanggung jawab

Pakistan yang paling sering mendapat tindakan rasis termasif yang dilakukan warga pribumi asli Inggris yang merasa berhak memperole h “jatah singa” dan menikmati berbagai keistimewa an di atas penderitaa n

kelompok lain.

oleh

performance yaitu tidak pernah berdandan maupun memakai rok dalam

kesehariann ya, dan konstruksi jender yang terdapat pada film Get Married identik dengan ideologi patriarki dan heteroseksu alitas Saran yang

diberikan yaitu, sebaiknya film ini lebih memperban yak adegan- adegan tentang sisi ketomboyan yang

direpresenta sikan

sebagai

konstruksi

gender dan

meminimalisi

r adegan

kekerasan

.

Lanjutan Tabel 2. 1

(29)

15

moral

Kesimpulan merepres entasikan kehidupan pers harus berjalan tanpa ada interfensi dari suatu pihak, kritis dalam menangg api kondisi sosial, serta harus tetap merdeka dalam kegiatany a agar dapat mempeng aruhi hasil kerja pers juga menjunjun g tinggi pada kebenara n.

memperlih atkan adanya doktrinisasi , inisiasi, perampoka n toko, penganiay aan

menunjukk an telah terjadinya rasisme dari warga pribumi Inggris terhadap para imigran.

Mempresent asikan performance perempuan yaitu tidak pernah berdandan maupun memakai rok dalam

kesehariann ya, dan konstruksi jender yang terdapat pada film Get Married identik dengan ideologi patriarki dan heteroseksu alitas.

-

Sumber: peneliti, 2013 2. Tinjauan Semiotik

Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotik, atau dalam istilah

Lanjutan Tabel 2. 1

Lanjutan Tabel 2. 1

(30)

16

Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga menkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Barthes, 2001: 179; Kurniawan, 2001:

53; Sobur, 2013: 15).

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (van Voest 1993: 64). Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotik.

Dengan semiotik, kita lantas berurusan dengan tanda.

Semiotik, seperti kata (Lechte, 2001: 191; Sobur, 2013: 16), adalah

teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi semiotik

adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi

yang terjadi dengan sarana signs “tanda-tanda” dan berdasarkan

pada sign system (code) “sistem tanda”.

(31)

17

Tanda tidak mengandung makna atau konsep tertentu, namun tanda memberi kita petunjuk-petunjuk yang semata-mata menghasilkan makna melalui interpretasi. Tanda menjadi bermakna manakala diuraikan isi kodenya (decoded) menurut konvensi dan aturan budaya yang dianut orang secara sadar maupun tidak sadar (Sobur, 2013: 16).

Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotik pada studi sastra. (Bartehs 2001: 208; Kaelan, 2009: 199) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 1970-an. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi- asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pandangan ini dalam Writing Degree Zero (1953; terj.

Inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj.Inggris 1972; Kaelan, 2009: 199).

Roland Barthes, sebagai salah satu tokoh semiotik, melihat

signifikasi (tanda) sebagai sebuah proses yang total dengan suatu

susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi itu tidak terbatas pada

bahasa, tetapi terdapat pula hal-hal yang bukan bahasa. Pada

(32)

18

akhirnya, Barthes menganggap pada kehidupan sosial, apapun bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri pula (Kurniawan, 2001: 53).

Semiotika (atau semiologi) Roland Barthes mengacu kepada Saussure dengan menyelidiki hubungan antara penanda dan petanda pada sebuah tanda. Hubungan penanda dan petanda ini bukanlah kesamaan (equality), tetapi ekuivalen. Bukannya yang satu kemudian membawa pada yang lain, tetapi korelasilah yang menyatukan keduanya (Kurniawan, 2001: 22).

Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Memang, dalam setiap eseinya, Barthes, seperti dipaparkan Cobley dan Janz (1999:

44) membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia

menghabiskan waktu untuk mengurraikan dan menunjukkan bahwa

konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut

biasanya merupakan hasil konstruksi yang cermmat.salah satu

area penting yang dirambah bartes dalam studinya tentang tanda

adalah peran pembaca (the reader) . konotasi, walaupun

merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar

dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang

sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke dua, yang

dibangun di atas system lain yang telah ada sebelumnya. Sastra

(33)

19

merupakan contoh paling jelas sitem pemaknaan tataran ke dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama.

Sistem ke dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mytologies nya secara tegas ia bedakan dari denotatif, atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja.

(Cobloy dan Jansz 1999: 44; Kaelan, 2009: 204)

Bagi Barthes, seperti yang ia tuangkan dalam karyanya yang berjudul The Pleasure of The Text (1975) apabila sebuah teks tidak mampu menggetarkan buhul-buhul darah para pembaca maka teks tersebut tidak akan memiliki arti (meaning) apa pun. Suatu teks harus dapat menggelinjang keluar dari bahasa yang dipergunakannya. Barthes mengatakan bahwa, “The world is full of signs, but these signs do not all have the fine simplicity of the letters of the alphabet, of highway signs, or of military uniforms:

they are infinitely more complex. (Dunia ini penuh dengan tanda-

tanda ini tidak semuanya punya kesederhanaan murni dari huruf-

huruf, alfabet, tanda lalu lintas, atau seragam militer: mereka

secara tak terbatas lebih kompleks)” (Sobur, 2013: 69). Sejak

Barthes, tidak hanya karya sastra yang dikaji lewat semiotika jenis

ini, namun juga merambah ke pelbagai gejala sosial lainnya seperti

mode, foto dan film (Sobur, 2013: 69).

(34)

20

Berikut adalah peta tanda dari Roland Barthes:

Gambar 2. 1

Peta Tanda Roland Barthes

Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hal.51dalam (Sobur, 2013: 69).

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4).

Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material : hanya jika kita mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz 1999: 51; Kaelan, 2009: 204).

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar

memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian

tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya,

inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi

penyempurnaan semiologi Saussure yang berhenti pada

penandaan dalam tataran denotatif (Sobur, 2013: 69).

(35)

21

Daniel Chandler dalam Semiotics for Beginners mengungkapkan bahwa denotasi merupakan tanda tahap pertama, yang terdiri dari penanda dan petanda. Sedangkan konotasi merupakan tanda tahap kedua, yang termasuk di dalamnya adalah denotasi, sebagai penanda konotatif dan petanda konotatif (Christomy, 2004: 120).

Barthes tidak sebatas itu memahami proses penandaan, tetapi dia juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos (myth) yang menandai suatu masyarakat. Mitos (atau mitologi) sebenarnya merupakan istilah lain yang dipergunakan oleh Barthes untuk ideologi. Mitologi ini merupakan level tertinggi dalam penelitian sebuah teks, dan merupakan rangkaian mitos yang hidup dalam sebuah kebudayaan. Mitos merupakan hal yang penting karena tidak hanya berfungsi sebagai pernyataan (charter) bagi kelompok yang menyatakan, tetapi merupakan kunci pembuka bagaimana pikiran manusia dalam sebuah kebudayaan bekerja (Berger 2000:

32; Sobur, 2013: 36).

Mitos ini tidak dipahami sebagaimana pengertian klasiknya,

tetapi lebih diletakkan pada proses penandaan ini sendiri, artinya,

mitos berada dalam diskursus semiologinya tersebut. Menurut

Barthes mitos berada pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah

terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, maka tanda tersebut

akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda

(36)

22

kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa, sedang konstruksi penandaan kedua merupakan mitos, dan konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami oleh Barthes sebagai metabahasa (metalanguage). Perspektif Barthes tentang mitos ini menjadi salah satu ciri khas semiologinya yang membuka ranah baru semiologi, yakni penggalian lebih jauh penandaan untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat (Kurniawan, 2001: 22-23).

Adapun 2 (dua) tahap penandaan signifikasi (two order of signification) Barthes dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. 2 Teori Roland Barthes

Sumber : John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm.88. dalam (Sobur, 2003: 12).

Melalui gambar 2.2 ini Barthes seperti dikutip Fiske

menjelaskan: signifikasi tahap pertama merupakan hubungan

antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap

realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu

makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang

(37)

23

digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna subyektif atau paling tidak intersubyektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya (Fiske, 1990: 88; Sobur, 2003: 128).

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya.

Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan (Fiske, 1990: 88;

Sobur, 2003: 128).

Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem

signifikasi tahap pertama, sementara konotasi merupakan sistem

signifikasi tahap kedua. Dalam hal ini, denotasi lebih diasosiasikan

dengan ketertutupan makna, dan dengan demikian, merupakan

sensor atau represi politis. Sedangkan konotasi identik dengan

(38)

24

operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitologi (mitos), seperti yang telah diuraikan di atas, yang berfungsi untuk memgungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Barthes juga mengungkapkan bahwa baik di dalam mitos maupun ideologi, hubungan antara penanda konotatif dengan petanda konotatif terjadi secara termotivasi (Budiman, 2004: 25; Sobur, 2003: 70-71).

Dalam pengamatan Barthes, hubungan mitos dengan bahasa terdapat pula dalam hubungan antara penggunaan bahasa literer dan estetis dengan bahasa biasa. Dalam fungsi ini yang diutamakan adalah konotasi, yakni penggunaan bahasa untuk mengungkapkan sesuatu yang lain daripada apa yang diucapkan.

Baginya, lapisan pertama itu taraf denotasi, dan lapisan kedua adalah taraf konotasi: penanda-penanda konotasi terjadi dari tanda- tanda sistem denotasi. Dengan demikian, konotasi dan kesusastraan pada umumnya, merupakan salah satu sistem penandaan lapisan kedua yang ditempatkan di atas sistem lapisan pertama dari bahasa (Sobur, 2003: 19-20).

Barthes menggunakan konsep connotation-nya Hjemslev untuk menyingkap makna-makna yang tersembunyi (Sobur, 2003:

23). Konsep ini menetapkan dua pemunculan makna yang bersifat

promotif, yakni denotatif dan konotatif, pada tingkat denotatif,

tanda-tanda itu mencuat terutama sebagai makna primer yang

(39)

25

“alamiah”. Namun pada tingkat konotatif di tahap sekunder, muncullah makna yang ideologis.

3. Tinjauan Semiotik dalam Analisis Film

Film merupakan bidang yang amat relevan bagi analisis semiotik. Seperti yang dikemukakan (van Zoest, 1993: 109), film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan tanda-tanda fotografi statis, rangkaian tanda dalam film menciptakan imajinasi atau sistem penandaan. Pada film digunakan tanda-tanda ikonis yaitu tanda-tanda yang menggambarkan seseuatu. Gambar yang dinamis pada sebuah film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.

Analisis semiotik pada film berlangsung pada teks yang

merupakan struktur dari produksi tanda. Bagian struktur penandaan

dalam film biasanya terdapat dalam unsur tanda paling kecil, dalam

film disebut scene. Scene dalam film merupakan satuan terkecil

dari struktur cerita film atau biasa disebut alur. Alur sendiri

merupakan sejumlah motif satuan-satuan fiksional terkecil yang

terstruktur sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan

tema serta melibatkan emosi-emosi. Sebuah alur biasanya

mempunyai fungsi estetik pula, yakni menuntun dan mengarahkan

perhatian penonton ke dalam susunan motif-motif tersebut.

(40)

26

Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya sangat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.

Di dalam teori semiotika, proses pemaknaan gagasan, pengetahuan atau pesan secara fisik disebut representasi. Secara lebih tepat ini didefinisikan sebagai penggunaan tanda-tanda untuk menampilkan ulang sesuatu yang dicerap, diindra, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik.Cerita pada film tidak saja berupa refleksi dari realitas kehidupan masyarakat yang dipindahkan ke dalam seluloid semata, film juga menjadi media representasi dari kehidupan masyarakat. Dalam hal ini film menghadirkan dan membentuk kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi- konvensi dan ideologi dari kebudayaan.

Menurut Stuart Hall, seperti dikutip Budi Irawanto, film sebagai

sebuah konsep representasi memiliki beberapa definisi fungsi, yaitu

menunjuk, baik pada proses maupun produksi pemaknaan suatu

tanda. Representasi juga menjadi penghubung makna dan bahasa

dengan kultur. Lebih jauh lagi, makna dikonstruksi oleh sistem

representasi dan diproduksi melalui sistem bahasa yang

(41)

27

fenomenanya bukan hanya melalui ungkapan-ungkapan verbal tapi juga visual.

4. Tinjauan Semiotik Teks

Semiotik teks adalah cabang semiotika yang secara khusus mengkaji teks dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Ia dibedakan dengan semiotik umum (general semiotics), yang mengkaji tanda secara lebih umum dan lebih luas. Disebut sebagai semiotik teks oleh karena unit analisis terkecilnya adalah „teks‟ itu sendiri, sementara unit analisis terkecil semiotik umum adalah

„tanda‟.

Analisis teks (textual analisis) adalah salah satu cabang dari semiotik teks, yang secara khusus mengkaji teks sebagai sebuah

„produk penggunaan bahasa‟ berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda, khususnya yang menyangkut system tanda (sintaktik/pradigmatik), tingkatan tanda (denotasi/konotasi), relasi antar tanda (metafora/metonim), muatan mitos, dan ideology (Barthes, 2007: 27)

Oleh karena semiotik teks dan analisis teks merupakan

cabang dari semiotik umum, maka berbagai prinsip dasar yang

membentuk semiotik umum juga berlaku di dalamnya. Artinya,

meskipun unit analisis terkecil semiotik teks adalah „teks‟ akan

tetapi teks tidak dapat dilepaskan dari „tanda-tanda‟ yang

membentuknya.

(42)

28

Dalam pengertiannya yang luas, „teks‟ adalah “setiap produk dari discourse”, yaitu tindak penggunaan dan perttukaran tanda dan bahasa. „diskursus‟ (discourse). Dalam hal ini, dapat didefenisikan sebagai “setiap tindak penggunaan bahasa”. Dengan demikian, dalam pengertiannya yang luas, teks adalah „produk‟ dari setiap tindak penggunaan bahasa. Dalam pengertiannya yang lebih sempit, teks adalah pesan-pesan tertulis, yaitu produk bahasa dalam bentuk tulisan (written texs), seperti buku, novel, puisi, artikel Koran, majalah, catatan harian, prasasti, dan kitab suci.

Dalam pengertiannya yang luas itulah, teks didefenisikan sebagai pesan-pesan, baik yang menggunakan tanda verbal maupun visual (visual sign) yang menghasilkan teks verbal dan teks visual (visual texs), seperti gambar iklan, televise, komik, film, fashion, seni tari, teater, patung, arsitektur, tata kota.

„teks verbal‟ dibedakan lagi antara (1) ‟teks oral‟ (oral text), yang secara sempit disebut discourse, dan (2) teks tertulis (written text), yang secara sempit disebut sebagai „teks‟, seperti teks sastra, puisi, novel, teks hokum (legal text), surat, piagam, nota, prasasti.

„teks visual‟ (visual text) adalah „teks‟, yang melibatkan di

dalamnya unsure-unsur visual, seperti gambar, ilustrasi, foto,

lukisan, atau citra rekaan computer. Di antara yang termasuk ke

dalam teks ini anatara lain: advertising text, teks fashion, teks

(43)

29

televise, teks seni (patung, lukisan, tari, teater), teks objek (komoditas), teks arsitektur.

Studi teks (textual studies) adalah cabang semiotik yang cakupannya sangat luas, dengan nama kajian yang beragam.

Diantara studi yang, pada hakikatnya, sama dengan studi teks, antara lain: proses teks (text processing), proses diskursus (discourse processing), analisis teks (textual analysis), analisis wacana (discourse anlysis), linguistik teks (text linguistics), semiotic teks (text semiotics), teori teks (text theory), teori wacana (discourse theory), ilmu teks (science of the text), grammar teks (text grammar).

Studi teks juga mempunyai beberapa cabang, yang terkadang tampak tumpang tindih satu sama lainnya, di anatarnya adalah: hermeneutika (hermeneutics). Retorika (rethorics), narasi (narrative), mitotologi, ideology, proxemics (semiotik ruang), choronimics (semiotik waktu), semiotik media, semiotik objek, gestur, bahasa tubuh (body language).

5. Tinjauan Film

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis

struktural atau semiotika. Seperti yang dikemukakan oleh (van

Zoest,1993: 109; Sobur, 2013: 128), film dibangun dengan tanda

semata-mata. Pada film digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-

tanda yang menggambarkan sesuatu. Gambar yang dinamis dalam

(44)

30

film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara. Film menuturkan ceritanya dengan cara khususnya sendiri yakni, mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan pertunjukannya dengan proyektor dan layar.

Sardar & Loon Film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan pesan yang sedang disampaikan. Figur utama dalam pemikiran semiotika sinematografi hingga sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et Sciences Sociales (EHESS) Paris. Menurutnya, penanda (signifant) sinematografis memiliki hubungan motivasi atau beralasan dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda dengan alam yang dirujuk.

Penanda sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan tidak pernah semena.

a. Defenisi dan Mekanisme Film

Film adalah serangkaian gambar diam yang membentuk

ilusi gerak. Film di produksi melalui perekaman gambar fotografi

melalui kamera, atau dengan cara menggabungkan gambar

melalui teknik animasi. Film adalah sebuah artifak budaya yang

dibuat melalui sebuah pengaruh kebudayaan yang spesifik,

(45)

31

yang mencerminkan kebudayaan tersebut dan sebaliknya ikut mempengaruhi kebudayaan itu sendiri. Film telah menjadi sebuah bentuk seni yang sangat penting, karena telah menjadi sumber hiburan dan pendidikan. Unsur-unsur visual dalam film merupakan pembentuk kekuatan komunikasi yang sangat penting.

Film terdiri atas serangkaian gambar tunggal yang disebut frame/shot. Ketika frame-frame ini diputar berurutan secara cepat, maka penonton akan melihat sebuah ilusi gerak yang muncul dari gambar-gambar tersebut. Jeda antara frame tidak begitu terlihat diakibatkan oleh fenomena yang disebut

“persistence ofvision”, dimana mata mengadaptasi gambar berikutnya dengan cepat segera setelah gambar sebelumnya menghilang. Efek psikologi yang melibatkan pergerakan dengan cepat ini dinamakan “beta movement” ( Sobur, 2013: 128).

b. Unsur-unsur dalam Film

British Film Institute menjelaskan dalam artikel

“AnIntroductionto Film Languange” bahwa film memiliki „tata bahasanya‟ sendiri, yang disebut sebagai Continuity System.

Sistem ini memungkinkan sebuah cerita dibalut dalam sebuah

presentasi naratif yang berkesinambungan dan tidak terganggu

oleh distorsi-distorsi, walaupun audience menyaksikan sebuah

tayangan yang sebenarnya terdiri atas gabungan shot-shot.

(46)

32

Sistem ini merupakan hasil dari perkembangan seni film-making:

bagaimana kamera digunakan untuk merekam adegan, bagaimana sebuah potongan-potongan film digabungkan melalui prosesediting, dan bagaimana aspek suara dibangun dalam film. Beberapa unsur dalam film yang berperan dalam membangun continuity system adalah sebagai berikut:

1) Kamera

Video kamera adalah alat yang digunakan untuk menangkap materi visual yang menjadi bahan baku yang membangun sebuah film. Pada umumnya film diputar dalam 24fps (framespersecond), yang berarti dalam satu detik, film menampilkan 24 gambar diam yang berbeda secara berurutan. Pada film live action, pergerakan dari objek film direkam secara reatime, sebagai sebuah urutan gambar diam. Sedangkan pada film animasi, setiap frame dibuat masing-masing secara terpisah, dengan menggerakkan objek film di tiap frame sedikit demi sedikit. Ketika film diputar dan ditayangkan di sebuah layar, frame-frame ini ditayangkan dengan cepat secara berkesinambungan, yang kemudian ditangkap oleh mata dan persepsi manusia sebagai „gerak nyata‟. Fenomena ini dikenal dengan nama

“persistenceof vision”.

Rekaman-rekaman yang dihasilkan oleh video kamera

(47)

33

kemudian di seleksi untuk kemudian di edit, proses penggabungan adegan-adegan kedalam sebuah kesatuan film, sesuai dengan jalan cerita yang dirancang.

Penggunaan kamera menentukan bentuk gambar yang dihasilkan: dari sudut pandang mana ia diambil, seberapa dekat dengan objek yang direkam, pergerakan seperti apa yang dilakukan oleh kamera tersebut, dsb. Karena itulah kemudian penggunaan kamera ditentukan oleh seperangkat variabel yang mempengaruhinya, yang bertujuan untuk menjaga keutuhan sistem kesinambungan film.

2) Shot

Shot, merupakan satuan terkecil dari film; bagaimana

sebuah gambar diambil, dikategorikan berdasarkan jarak

pengambilannya gambar oleh kamera terhadap objek, yang

kemudian akan mempengaruhi seberapa rapat atau

renggang frame gambar kemudian akan mengelilingi

sebuaho bjek. Tidak ada definisi yang pasti mengenai aturan

yang membatasi tentang ukuran shot, karena tiap individu

memiliki interpretasinya masing-masing. Aturan tersebut

juga bersifat relatif terhadap objek, misalnya close-upse

buah meja, mungkin saja merupakan sebuah medium shot

terhadap vas bunga yang terdapat diatas meja tersebut,

atau bisa saja menjadi sebuah wides hotter hadap motif

(48)

34

desain yang terdapat di permukaan vas bunga tersebut.

Sehingga dalam hal ini ukuran shot juga dipengaruhi oleh subjek yang menjadi pusat acuan. Beberapa istilah yang umum digunakan adalah dengan objek acuan berdasarkan subjek manusia:

a) Extreme Long Shot (ELS).

b) Long Shot (LS)- memperlihatkan keseluruhan badan manusia, dari kepala hingga kaki.

c) Medium Long Shot (MLS) – lutut keatas.

d) Medium Shot(MS)- pinggang keatas.

e) Close-Up (CU)- kepala dan daerah sekitar bahu.

f) Extreme Close-up (ECU)- wajah.

Pemilihan faktor ukuran shot didasarkan pada fungsi shot tersebut dalam naratif film yang bersangkutan. Sebuah shot close-up misalnya menitik beratkan perhatian audience pada karakter seorang aktor atau bisa saja digunakan untuk memperjelas detail-detail yang penting, yang bisa saja terlewatkan apabila tidak diambil dalam skala lebih besar dari close-up. Beberapa istilah kemudian digunakan untuk merujuk penggunaan shot dan fungsinya terhadap naratif film:

a)

Establishing Shot, biasanya berupa wide shot,

memperlihatkan setting dan action secara keseluruhan.

(49)

35

b)

Two-shot, memperlihatkan dua pemeran dalam satu frame, dan biasanya akan diedit bersama dengan shot close-up.

c)

Master Shot, memperlihatkan keseluruhan aksi yang berada dalam sebuah adegan, biasanya diedit bersama dengan shot close-up, reverseangle, dsb.

d)

Over-the-shoulder Shot (OTS), memperlihatkan, ditepi frame, sebagian dari kepala dan bahu dari seorang pemeran, untuk menjelaskan hubungan ruang antara pemeran tersebut dengan objek yang sedang menjadi pusat perhatiannya.

3) Fokus

Tidak semua shot harus selalu ditampilkan dengan tajam dan fokus, disisi lain terdapat kebutuhan spesifik untuk memfokuskan suatubagian shot tertentu, seperti halnya ukuran shot, fokus shotpun turut dipengaruhi oleh unsur naratif film. Misalnya pada sebuah adegan dialog, maka pembuat film akan berusaha menitik beratkan perhatian audienc pada pemeran utama dan dialog yang dilakukannya dalam frame tersebut dengan cara membuat background menjadi sedikit tidak fokus. Rentang fokus disebut sebagai

„depth offield‟, yang dipengaruhi oleh kombinasi beberapa

faktor:

(50)

36

a) Apperture: bukaan lensa, semakin sempit apperture maka semakin besar depth offield.

b) Focallength: semakin lebar sudut lensa maka semakin besar depth offield.

c) Jarak antara kamera dengan objek: semakin jauh jarak antara keduanya maka semakin besar depth offield.

4) Sudut dan Ketinggian

Posisi pengambilan gambar yang paling umum adalah meletakkan kamera sejajar dengan ketinggian mata. Namun, tentu saja terdapat alternatif-alternatif lain mengenai sudut pengambilan gambar ini, apalagi ditambah dengan perlengkapan pendukung kamera yang memungkinkan pengambilan gambar dilakukan dari posisi-posisi yang semakin tidak terbatas. Namun secara umum, posisi kamera dibagi berdasarkan kategori berikut:

a)

High Angle: mengambil gambar dari sudut atas.

b)

Low Angle: mengambil gambar dari sudut bawah.

c)

Extreme High Angle/Top Shot: mengambil gambar tepat dari atas.

d)

Dutch Angle: kamera dimiringkan, sehingga garis horizontal dan vertikal mengarah secara diagonal terhadap frame.

e)

High Angle dan Low Angle sering digunakan dalam shot

(51)

37

“pointofview” dan pola shot “reverse”. Misalnya ketika dalam sebuah shot menampilkan seorang pemeran melihat ke arah bawah (katakanlah sedang mencari suatu benda), pada shot berikutnya sudut pengambilan gambar tepat berada pada sudut mata/pandangan pemeran tersebut menempatkan audience dalam sudut pandang pemeran. Contoh berikutnya adalah ketika terdapat dua orang yang sedang berbicara, namun katakanlah orang pertama berada di tempat yang lebih rendah dari pada orang kedua. Maka OTS shot akan mengambil sudut pandang dari atas ketika mengamati dari perspektif orang kedua, dan mengambil sudut pandang bawah ketika berada di posisi orang pertama.

5) Pergerakan

Kamera dapat bergerak dalam berbagai macam cara dan namun pada umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu Pan (berasal dari kata „panorama‟): kamera bergerak secara horizontal, dan Tilt: kamera bergerak secara vertikal.

Kombinasi antara keduanya dapat digunakan untuk:

a) Mengikuti jalannya aksi dalam sebuah adegan.

b) Menampilkan lingkungan.

c) Memindahkan perhatian audience.

d) Menyeimbangkan komposisi

(52)

38

Pergerakan kamera juga dapat dihasilkan dari posisi fix.

Dalam pergerakan shot yang lebih kompleks, kamera diposisikan pada sebuah alat bantu gerak berupa track, trolley, crane, helikopter, steadicam, dll. Pengambilan shot secara dinamis seperti ini disebut juga tracking shot.

Pergerakan seperti ini dapat digunakan, sepertihalnya dengan pan dan tilt, semata untuk mengikuti aksi dalam sebuah adegan, atau dapat pula menjadi sebuah alternatif eksplorasi artistik diluar proses editing. Dalam film animasi, dimana hampir tidak ada pengambilan gambar secara „live‟, maka efek pergerakan kamera diciptakan dari rekayasa sudut pandang melalui pendekatan frame per frame.

6) Editing

Shot (satuan image terkecil dari bahasa film) diseleksi, diatur durasinya, dan digabungkan dalam sebuah adegan (sequence), kemudian setelah itu dimasukkanlah efek suara dan soundtrack, demikian halnya dengan efek, tulisan, dll.

Keseluruhan hal ini disebut sebagai proses editing, yang

menjadi inti dari proses pembuatan film. Editing membangun

seluruh komponen- komponen kedalam bentuk film yang

utuh, yang kemudian berperan dalam memunculkan jalan

cerita, hubungan antar objek, mengembangkan gagasan,

pertanyaan, dan pengalaman naratif dari film itu sendiri,

(53)

39

yang membuat sebuah film memiliki makna. Melalui proses editing pula sebuah cerita dibangun berdasarkan sebuah struktur, dibentuk dan dipotong sedemikian rupa dalam bentuk „chapters‟.

7) Mise-en-scène

Mise-en-scène, berasal dari bahasa prancis, berarti

„meletakkan sesuatu dalam gambar‟ atau dapat juga diartikan „segala sesuatu yang terdapat dalam gambar‟, merupakan faktor yang menitik beratkan perhatian pada desain dan tata letak dari sebuah frame image. Setiap unsur yang berada dalam sebuah image pastilah memberikan kontribusi terhadap makna keseluruhan dari image tersebut, walaupun pada umumnya perhatian audience akan lebih banyak terpusat pada karakter/objek yang berada dilatar depan, namun dalam satu waktu objek yang berada dilatar belakang pun akan turut memberi sebuah penandaan bagi audience.

Mise-en-scène terdiri atas kostum, properti,

pencahayaan, karakter (aktor atau model), spesial efek, efek

suara, dan segala sesuatu yang lain yang juga berada

didalam frame. Tingkat realisme dari sebuah image sangat

ditentukan dari faktor Mise-en-scène-nya.

Gambar

Gambar 2. 2  Teori Roland Barthes
Gambar 2.4  Kerangka Pikir     Sumber: Peneliti 2013 FILM MENNGEJAR MATAHARIANALISIS SEMIOTIK; ROLAND BARTHES               MITOS         KONOTASI TEMUAN: MAKNA PERSAHABATAN           DENOTASI                    TEKS FILM

Referensi

Dokumen terkait