• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PENANGANAN KASUS HUKUM PERDATA (STUDI PADA LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PENANGANAN KASUS HUKUM PERDATA (STUDI PADA LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN) SKRIPSI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PENANGANAN KASUS HUKUM PERDATA

(STUDI PADA LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

FEBRIANI SIMANULLANG NIM. 130200203

HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Peran Lembaga Bantuan Hukum Dalam Penanganan Kasus Hukum Perdata (Studi Pada Lembaga Bantuan Hukum Medan)”,sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan yang penulis hadapi namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universutas Sumatera Utara;

4. Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Dr.Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Muhammad Siddik, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik

(4)

7. Prof Dr.Hasim Purba, SH., M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing I, yang banyak memberikan bimbingan yang berguna selama penyusunan skripsi;

8. Ibu Aflah, SH., M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, yang banyak memberikan bimbingan yang berguna selama penyusunan skripsi;

9. Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH., selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan, yang telah memberikan izin dalam penyediaan data yang diperlukan selama penyusunan skripsi;

10. Ayahanda Tunggu Simanullang SH., dan Ibunda Rugun Verawati Manalu tersayang yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan bantuan baik berupa moril maupun materil, sehingga skripsi ini terselesaikan;

11. Saudara Mangandar Simanullang Amd, Rubin Simanullang, Tia Miranda Simanullang, Kevin Simanullang, Jonathan Simanullang, dan Gideontu Simanullang, yang selalu memberikan dukungan agar skripsi ini cepat terselesaikan;

12. Sahabat-sahabat tersayang Yuliana Nainggolan, Feronika Simanullang SE., dan Eva Yuliani Marbun yang selalu ada sejak kecil hingga saat ini yang telah mendukung saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini;

13. Teman-teman seperjuangan Moria Novita Marbun SH., Minar Sitinjak SH., Irfandi Sigalingging SE., Sandra Octhasya Tampubolon, Evita Lasnida Lumban Gaol, dan Desyi Cristin Siahaan SH., yang telah menyemangati dan selalu mendukung agar skripsi cepat terselesaikan;

(5)

14. Adekku tercinta Saka Harajaki Halawa SH., yang membantu saya dalam hal apapun termasuk dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Kepada seluruh teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2013 grup B, terimakasih atas saran dan dukungannya;

16. Organisasi tercinta Mapala Natural Justice Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu yang telah mendorong saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 8 Maret 2019 Penulis,

Febriani Simanullang

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PROSEDUR PELAYANAN DAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM OLEH LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN A. Gambaran Umum Lembaga Bantuan Hukum Medan ... 16

B. Landasan Berdirinya Layanan Bantuan Hukum ... 28

C. Fungsi dan Tujuan Lembaga Bantuan Hukum Medan ... 30

D. Proses Pelayanan Pemberian Bantuan Hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan ... 33

BAB III PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN DALAM PENYELESAIAN DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA A. Peran Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam Penyelesaian dan Penanganan Perkara Perdata ... 39

B. Ruang Lingkup Kasus Hukum Perdata ... 43

C. Penanganan Kasus Hukum Perdata oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan ... 46

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Layanan Bantuan Hukum pada Lembaga Bantuan Hukum Medan ... 49

(7)

BAB IV TANGGUNG JAWAB LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDANDALAM PENANGANAN KASUS HUKUM PERDATA A. Bentuk-bentuk Bantuan Hukum yang diberikan oleh Lembaga Bantuan

Hukum Medan dalam Penyelesaian Perkara Perdata ... 53 B. Peran dan Kesesuaian Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam Proses

Penanganan Kasus Hukum Perdata dengan Regulasi Hukum

Indonesia...55 C. Tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam

Menyelesaikan dan Menangani Perkara Perdata ... 57 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN

(8)

ABSTRAK Febriani Simanullang*

Hasim Purba**

Aflah***

Penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penanganan kasus hukum perdata apakah sesuai dengan regulasi hukum Indonesia yang berlaku.

Bantuan hukum yang ditujukan kepada orang miskin memiliki hubungan erat dengan equality before of the law dan acces to legal counsel yang menjamin keadilan bagi semua orang (justice for all). Dalam skripsi ini permasalahan yang penulis angkat yaitu bagaimanaperan Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penyelesaian dan penanganan perkara perdata, bagaimana prosedur pelayanan dan pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, nagaimana tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penanganan kasus hukum perdata.

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang didukung dengan studi lapangan. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Dari hasil penelitian, peran Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penyelesaian dan penanganan perkara perdata didasarkan pada jasa hukum yang diberikannnya. Jasa diberikan secara cuma-cuma dan dalam peradilan perdata, dimana hakim mengejar kebenaran formil. Dalam prosedur pelayanan dan pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, permohonan bantuan hukum dilakukan secara tertulis yang ditujukan langsung kepada lembaga bantuan hukum dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang (lurah atau kepala desa yang memberikan surat keterangan tidak mampu yang diketahui camat setempat). Saat permohonan bantuan hukum diterima, lembaga bantuan hukum wajib memberikan jawaban paling lama 3 hari, jika permohonan bantuan hukum diajukan pada lembaga bantuan hukum maka lembaga bantuan hukum menetapkan advokat untuk memberikan bantuan hukum. Keputusan pemberian bantuan hukum harus dilakukan secara tertulis dengan menunjuk nama advokat yang disampaikan kepada pemohon atau instansi yang terkait dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sendiri dalam penanganan dan penyelesaian perkara perdata yaitu, bertanggung jawab sebagai lembaga/yayasan dan bertanggungjawab sebagai individu/personal yaitu, advokat.

Kata Kunci : Peranan, LBH, Kasus Perdata

* Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945). Terdapat tiga prinsip dasar negara hukum yaitu, supremasi hukum, persamaan dihadapan hukum, dan penegakan hukum dengan tata cara yang tidak bertentangan dengan aturan hukum.1

Hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa norma (kaedah) tertulis maupun tidak tertulis yang dapat mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang ditaati oleh setiap masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasan hukum tersebut.

Perubahan besar terjadi dalam penyelenggaraan negara di bidang bantuan hukum, namun sulit untuk menyajikan suatu sistem perundang-undangan bidang bantuan hukum secara tepat guna, hal tersebut karena terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang bantuan hukum, selain itu tidak semua kondisi telah diatur dalam peraturan perundangan yang bersifat teknis sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

2

Pasal 28h ayat 2 UUD 1945 menyatakan, bahwa tiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan yang dalam Undang-

Mengingat bahwa dasar hubungan hukum terletak dalam kenyataan-kenyataan bahwa hukum adalah pengatur kehidupan masyarakat karena kehidupan masyarakat tidak bisa teratur kalau tidak ada hukum.

1 A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung, Panduan Bantuan Hukum Indonesia, YLBHI

& PSHK, Jakarta, 2009, hlm. 34

2Liza Erwina, Ilmu Hukum, Pustaka Bangsa Pers, Medan, 2012, hlm. 57

(10)

Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum tersirat dalam aturan tentang permohonan Penerima Bantuan Hukum pada ketentuan Bab VI Pasal 14 sampai 15 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dipermudah dalam aturan khusus pada Pasal 7 ayat 2, Pasal 8 sampai Pasal 10 Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2013 terhadap pemohon yang tidak dapat tulis baca dan tidak memiliki identitas kependudukan.

Ketentuan Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM khususnya pada Pasal 4 menjadi ketentuan yang berpengaruh besar terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang merupakan upaya pemenuhan tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan kepada warganya, dimana menyebutkan adanya pengakuan hak untuk hidup, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak, diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun yang juga dimuat pada Pasal 28i ayat 1.3

3Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Tempat Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2009, hlm. 29

Pasal 28i ayat 4 UUD 1945 menyatakan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah, dimana melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum pemerintah menjamin perlindungan hukum masyarakat miskin dan buta hukum. Pasal 28i ayat 5 UUD 1945 dalam menjamin perlindungan hak asasi manusia mengenai bantuan hukum sebagaimana pada Bab III Pasal 6 sampai Pasal 7 menyatakan bantuan hukum

(11)

diselenggarakan oleh Menkumham melalui BPHN dan Kemenkumham yang dipertanggung jawabkan ke DPR.

Menurut Adnan Buyung Nasution bantuan hukum ada 3 yaitu:

1. Legal aid, yang berarti pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara yaitu:

(1) Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;

(2) Pemberian bantuan hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

(3) Dengan demikian motifasi utama konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan hak asasi rakyat kecil yang tak punya dan buntu hukum.4

2. Legal assistance, mengandung pengertian yang lebih luas dari legal aid.

Disamping mengandung makna dan tujuan memberi jasa bantuan. Lebih dekat dengan pengertian profesi advokat yang memberi bantuan.

(1) Baik mereka yang mampu membayar prestasi;

(2) Maupun pemberian bantuan kepada rakyat miskin secara cuma-Cuma.

3. Legal service, atau pelayanan hukum yang terkandung makna atau tujuan.

Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang opersionalnya menghapuskan kenyataan-kenyataan deskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil

4Istilah bantuan Hukum sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah yang berbeda yaitu “Legal Aid” dan “Legal Assistance”. Istilah Legal Aid biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa dibidang hukum kepada seseorang dalam suatu perkara secara cuma-cuma khususnya bagi mereka yang tidak mampu.

Legal Assistence dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu maupun pemberian bantuan hukum oleh para advokat yang menggunakan honorarium. Lihat dalam Abdurrahman, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia, Penerbit Cendana Press, Jakarta, 1983, hlm 17-18

(12)

dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan. Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang diberikan hukum kepada setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin. Legal service dalam operasionalnya lebih cenderung menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara perdamaian.

Hukum harus menjamin bahwa setiap orang dengan kedudukan dimuka hukum dan pengadilan tidak membedakan strata sosial dalam mendapat keadilan.

Terhadap hal ini maka disahkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang diharapkan agar lebih konsisten dalam melindungi hak- setiap orang yang tidak mampu.5

Orang yang tergolong miskin (the have not) sering kali diperlakukan tidak adil dan tidak memperoleh jasa hukum dan pembelaan (acces to legal counsul) Masyarakat merupakan wadah atau tempat bagi berlakunya suatu hukum.

Hukum juga merupakan salah satu sarana utama bagi manusia melalui masyarakat dimana ia menjadi warga anggotanya, untuk memenuhi segala kebutuhan pokok hidupnya dalam keadaan yang sebaik dan sewajar mungkin mengingat hukum itu pada hakikatnya memberikan perlindungan proteksi atas hak-hak setiap perorang secara wajar, jelas bahwa hukum itu bukan hanya menjamin keamanan dan kebebasan, tetapi juga ketertiban dan keadilan bagi setiap orang dalam berusaha untuk memenuhi segala keperluan hidupnya dengan wajar dan layak.

5Abdurrahman Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, Alumni, Bandung, 1978, hlm. 71

(13)

yang memadai dari Advokat (penasihat hukum). Insiden perlakuan tidak adil, tidak manusiawi, penyiksaan, dan merendahkan martabat manusia oleh penegak hukum cukup tinggi dan tidak terekam secara akurat karena lemahnya kontrol pers dan masyarakat. Padahal, orang yang tergolong mampu dengan akses ekonomi dan politiknya dapat memperoleh jasa hukum dan pembelaan (acces to legal counsul) dari Advokat (penasehat hukum) yang profesional. Bahwasanya, bantuan hukum adalah suatu konsep untuk mewujudkan persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan pemberian jasa hukum dan pembelaan (acces to legal counsul) bagi semua orang dalam kerangka keadilan untuk semua orang (justice for all).6

Hukum tentunya tidak terlepas dari yang namanya hak, yang mana hak- hak setiap individu itu sama maka bisa juga menyadari betapa luasnya cakupan hak-hak asasi manusia setiap warga negara tanpa terkecuali. Kemanusiaan dan hak asasi manusia merupakan kepedulian umat manusia di seluruh dunia. Oleh karena itu, konsekuensinya kalau ada pelanggaran hak asasi manusia di mana pun di dunia akan menjadi kepedulian manusia di mana saja di belahan dunia ini.

Asumsi ini didasarkan bahwa pada setiap warganegara itu sama kedudukannya dan derajatnya di depan hukum, diatur dalam ketentuan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang telah disusun dan diberlakukan.

Menurut Aristoteles, keadilan harus diberikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum mempunyai tugas untuk menjaganya agar keadilan sampai kepada

6Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum di Indonesia, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2011, hlm. 57

(14)

semua orang tanpa terkecuali. Apakah orang mampu atau fakir miskin, mereka sama dalam mendapatkan akses keadilan.7

Profesi advokat dikenal sebagai profesi yang mulia (officium mobile), karena mewajibkan pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang ras, warna kulit, agama, budaya, sosial ekonomi, kaya/miskin, keyakinan politik, gender, dan ideologi.8

Bantuan hukum di Indonesia bermula pada tahun 1848 ketika di Negeri Belanda ketika terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1848 no. 1, perundang-undangan di Negeri Belanda tersebut juga diberlakukan di Indonesia, antara lain peraturan tentang Susunan Kehakiman dan kebijaksanaan Pengadilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie) yang lazim disingkat dengan R.O.

Yang kaya ataupun berkecukupan dapat menyewa jasa pengacara maupun orang miskin yang tidak dapat menyewa jasa pengacara tetap dapat menerima bantuan hukum.

9

Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 di mana di dalamnya ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara.10

7Fulthoni. AM, dkk, Mengelola Legal Clinic, ILRC, Jakarta, 2009, hlm. 2

8 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000, hlm. 93-94

9Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1982, hlm. 23

10Frans Hendra Winarta, Op, Cit, hlm. 56

(15)

Sistem hukum Indonesia dan UUD 1945 menjamin adanya persamaan di hadapan hukum (equality before the law), demikian pula hak untuk didampingi advokat dijamin sistem hukum Indonesia. Bantuan hukum yang ditujukan kepada orang miskin memiliki hubungan erat dengan equality before of the law dan acces to legal counsel yang menjamin keadilan bagi semua orang (justice for all). Oleh karena itu, bantuan hukum (legal aid) selain merupakan hak asasi manusia juga merupakan gerakan konstitusional.

Pembelaan terhadap orang miskin merupakan penjelmaan dari persamaan di hadapan hukum dan hak untuk didampingi advokat atau penasihat hukum yang didasari proses hukum yang adil, dalam rangka mengurangi jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin khususnya bidang hukum.

Ketentuan dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.11

Bantuan Hukum akan membantu mereka yang miskin itu untuk berkedudukan sama dengan golongan-golongan lain yang lebih mampu, baik dihadapan hukum maupun dihadapan kekuasaan pengadilan. Bantuan Hukum juga akan memulihkan kepercayaan mereka yang berada pada golongan yang tidak mampu itu kepada hukum, karena dengan bantuan hukum itu mereka akan didengar dan ditanggapi juga oleh hukum dan para penegaknya.

Dijelaskan dalam kode etik Advokat Indonesia pada Pasal 7 (h), bahwa advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu.

11H. A. Sukris Sarmadi, Advokat Litigasi Dan Non Litigasi Pengadilan Menjadi Advokat Indonesia Kini, Mandar Maju, Banjarmasin, 2009, hlm. 238

(16)

Undang-Undang Bantuan Hukum ini di harapkan menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan dihadapan hukum.

Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidak mampuan mewujudkan hak-hak konstitusional mereka dalam memperoleh berbagai macam bantuan hukum.

Memberikan bantuan hukum cuma-cuma tidak monopoli dari organisasi maupun idividu semata. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga dikenal dengan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Ide dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) itu sendiri dicetuskan semula sebagai aktualisasi dan konseptualisasi dari fungsi advokat (lawyer) untuk membagi waktu dan keahliannya untuk membantu, memberi nasehat hukum, dan membela orang-orang yang tidak mampu.12

Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di dalam organisasi profesi hukum dan undang-undang tentang hal itu dapat diharapkan mencegah kejadian- kejadian yang negatif yang dapat merugikan masyarakat pemakai jasa hukum, dengan cara meminimalkan dalam praktik penegakan hukum sehari-hari. Melalui usaha ini kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

Dalam hal sebagian besar anggota masyarakat kita masih hidup dibawah garis kemiskinan, dan minimnya pengetahuan hukum masyarakat juga merupakan hambatan dalam menerapkan hukum dalam masyarakat. Terlebih lagi budaya hukum dan tingkat kesadaran hukum dan tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang masih rendah.

12Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm.

28

(17)

dapat ditingkatkan dan kesan masyarakat yang selama ini menganggap honorarium advokat sangat tinggi dapat dihilangkan.

Mengusung konsep baru dalam pelaksanaan program bantuan hukum di Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga dianggap sebagai cikal bakal bantuan hukum yang terlembaga yang dikatakan paling berhasil pada masanya.

Hingga tak pelak pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini kemudian mendorong tumbuhnya berbagai macam dan bentuk organisasi dan wadah bantuan hukum di IndonesiaDengan permasalahan dan alasan-alasan tersebut, maka penulis terdorong untuk mengadakan penelitian TINJAUAN TENTANG PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PENANGANAN KASUS HUKUM PERDATA (STUDI PADA LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN).

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanaperan dan prosedur pelayanan pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan?

2. Bagaimana tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penanganan kasus hukum perdata?

3. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam menangani kasus hukum perdata?

C. Tujuan Penulisan

(18)

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka untuk mengarahkan suatu penulisan diperlukan adanya tujuan, adapun yang menjadi tujuan penulis dalam menyusun tulisan ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui peranan dan prosedur pelayanan pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan

2. Untuk mengetahui tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penanganan perkara perdata.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam menangani kasus hukum perdata.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hukum;

b. Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang prosedur pelayanan dan pemberian bantuan hukum bagi penerima bantuan;

c. Diharapkan dapat memberikan referensi untuk pengembangan penelitian terhadap peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses penyelesaian dan penanganan perkara perdata perdata.

2. Secara Praktis

a. Untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan penulis untuk menetapkan ilmu yang di peroleh;

(19)

b. Untuk memberikan masukan bagi pihak yang bersangkutan tentang peranan Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam proses penyelesaian dan penanganan kasus hukum perdata.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, belum pernah ada penulisan mengenai “Tinjauan Yuridis Tentang Peran Lembaga Bantuan Hukum dalam Penanganan Kasus Hukum Perdata (Studi Pada Lembaga Bantuan Hukum Medan)”. Penulisan ini dibuat untuk mengetahui peranan Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penyelesaian dan penanganan perkara perdata, prosedur pelayanan dan pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, serta tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam menyelesaikan dan menangani perkara perdata.

Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur dan data-data yang berkaitan Peran Lembaga Bantuan Hukum dalam Penanganan Kasus Hukum Perdata, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya, kalaupun kutipan- kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang sangat diperlukan didalam penyempurnaan penulisan ini. Oleh karena itu penulisan ini merupakan asli hasil karya penulis sendiri.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.13

13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Pers, Jakarta, 2014, hlm. 3

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar dapat lebih terarah dan dapat

(20)

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah kombinasi antara hukum normatif dan hukum empiris, yang dimana penelitian ini memakai perundang-undangan juga melalui kenyataan hukum yang terjadi dimasyarakat.14

2. Sumber Data

Adapun sifat penelitian ini bersifat deskriptif ,yaitu penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran fenomena yang selama ini diselidiki secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta.

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang- undangan, antara lain:

a) HIR (Herziene Inlandsch Reglement)

b) Perma No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan

c) PP No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma

d) PP No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum

14 Binsar Nasution, Metode Penelitian Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm.6

(21)

e) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Umum

f) Undang-Undang Dasar 1945

g) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia h) Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat

i) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasan Kehakiman j) Undang-Undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara:

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu meneliti sumber-sumber bacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini, seperti buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel, peraturan perundangan-undangan, putusan pengadilan, pendapat sarjana dan bahan-bahan lainnya.

(22)

b. Penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dalam bentuk studi lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh langsung dari responden dan mengamati secara langsung tugas-tugas yang berhubungan dengan peran Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penanganan kasus hukum perdata. Responden penulis dalam skripsi ini adalah Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan (Tahun 2017-2018) dan Bapak Rifian. K selaku Divisi Informasi dan Dokumentasi.

4. Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut agar sesuai dengan permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab dan masing- masing bab terbagi lagi menjadi beberapa sub bab, dengan uraian sebagai berikut:

(23)

Bab I Pendahuluan, berisi mengenai hal-hal yang bersifat umum, yaitu mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Peran Lembaga Bantuan Hukum Medan Dalam Penyelesaian Dan Penanganan Perkara Perdata, berisi tentang gambaran umum Lembaga Bantuan Hukum Medan, landasan berdirinya layanan Bantuan Hukum Medan, fungsi dan tujuan Lembaga Bantuan Hukum Medan, dan peran Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penyelesaian dan penanganan perkara perdata.

Bab III Prosedur Pelayanan Pemberian Bantuan Hukum Oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, membicarakan tentang proses pelayanan dan pemberian bantuan hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, ruang lingkup kasus hukum perdata, penanganan kasus hukum perdata oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, dan hak dan kewajiban para pihak dalam layanan bantuan hukum pada Lembaga Bantuan Hukum Medan.

Bab IV Tinjauan Tentang Peran Lembaga Bantuan Hukum Dalam Penanganan Kasus Hukum Perdata, yang akan dibahas seluruh rangkaian teoritis dari bab-bab sebelumnya yang dirangkai dengan data-data yang didapat di dalam praktek atau lapangan, yaitu pada Lembaga Bantuan Hukum Medan. Didalamnya dibahas mengenai bentuk-bentuk bantuan hukum yang diberikan oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam penyelesaian sengketa perdata, peran dan kesesuaian Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam proses penanganan kasus hukum perdata dengan regulasi hukum Indonesia, dan tanggung jawab Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam menyelesaikan dan menangani perkara perdata.

(24)

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan sekaligus memberikan beberapa saran yang dianggap perlu berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

(25)

BAB II

PROSEDUR PELAYANAN DAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM OLEH LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN

A. Gambaran Umum Lembaga Bantuan Hukum Medan 1. Sejarah Lembaga Bantuan Hukum Medan

Bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak tahun 1500-an bersamaan dengan datangnya bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Praktek bantuan hukum terlihat adanya praktek gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat dimana dalam masalah-masalah tertentu masyarakat meminta bantuan kepada adat untuk menyelesaikan masalah tertentu. Jika hukum diartikan luas maka bantuan adat adalah juga bantuan hukum.

Praktek bantuan hukum khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum15 tampaknya merupakan hal yang relatif baru di negara-negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai suatu legal institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional, dia baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum Barat di Indonesia.16

Menurut hukum positif Indonesia, bantuan hukum sudah diatur dalam pasal 250 ayat (5) dan (6) Het Herziene Indonesische Reglemen (HIR/Hukum Acara Pidana Lama) dengan cakupan yang terbatas, yang artinya pasal ini dalam prakteknya lebih mengutamakan bangsa Belanda daripada bangsa Indonesia yang waktu itu lebih populer disebut inlanders, di samping daya laku pasal ini hanya

15Buta hukum adalah lapisan masyarakat yang buta huruf atau berpendidikan rendah yang tidak mengetahui dan menyadari hak-haknya sebagai subjek hukum atau karena kedudukan sosial dan ekonomi serta akibat tekanan-tekanan dari yang lebih kuat tidak mempunyai keberanian untuk membela dan memperjuangkan hak-haknya.

16Adnan Buyung Nasution, Op, Cit, hlm.1-2

(26)

terbatas apabila para advokat tersedia dan bersedia membela mereka yang dituduh dan diancam hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup.17

Gambaran keadaan di atas terjadi karena di jaman kolonial Belanda dikenal adanya 2 (dua) sistem peradilan yang terpisah satu dengan yang lainnya.

Pertama, satu hirarki peradilan untuk orang-orang Eropa dan yang dipersamakan (Residentie Gerecht, Raad van Justitie, dan Hoge rechtshof). Kedua, hirarki peradilan untuk orang-orang Indonesia dan yang dipersamakan (Districtgerecht Regentschapsgerecht, dan Landraad).

Landasan yuridis bantuan hukum saat kemerdekaan Herziene Inlandsch Reglement (HIR) Pasal 250 dimana pemberian bantuan hukum untuk terdakwa yang diancam hukuman mati atau hukuman seumur hidup Kemudian diundangkan Undang- Undang No 14 Tahun 1970 yang mengatur ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman, dan tambahan Lembaran Negara No 2951.

18

HIR memuat ketentuan perlindungan terhadap kekuasaan pemerintah yang jauh lebih sedikit daripada kitab undang-undang untuk orang Eropa. Sebagai contoh, bagi orang-orang Eropa dikenal kewajiban legal representation by a

Hukum acara yang mengatur masing-masing sistem peradilan tersebut berbeda untuk acara pidana maupun acara perdata. Peradilan Eropa berlaku Reglement op de Rechtsvordering (Rv) untuk acara perdatanya dan Reglement op de Strafvoerdering (Sv) untuk acara pidananya. Kemudian bagi Peradilan Indonesia berlaku Herziene Inlandsch Reglement (HIR), baik untuk acara perdata maupun acara pidananya.

17H. Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 12

18H. Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Loc, Cit

(27)

lawyer (verplichte procureur stelling), baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana. Tampaknya hal ini lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka telah mengenal lembaga yang bersangkutan di dalam kultur hukum mereka di negeri Belanda. Tidak demikian halnya yang diatur untuk golongan Bumiputera. Pemerintah kolonial tidak menjamin hak fakir miskin Bumiputera untuk dibela advokat danmendapatkan bantuan hukum. Kemungkinan untuk mendapatkan pembela atas permohonan terdakwa di muka pengadilan terbatas kepada perkara yang menyebabkan hukuman mati saja sepanjang ada advokat atau pembela lain yang bersedia. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa bagi orang-orang Indonesia pada masa itu kebutuhan akan bantuan hukum belum dirasakan sehingga profesi lawyer yang berasal dari kalangan Bumiputera tidak berkembang. Kebanyakan hakim dan semua notaris serta para advokat adalah orang Belanda.19

HIR berlaku terbata namun bisa ditafsirkan sebagai awal pelembagaan bantuan hukum ke dalam hukum positif Indonesia. Sebelum adanya undang- undang yang mengatur tentang hukum acara maka ketentuan HIR masih tetap berlaku. Pada tahun 1970 lahirlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang di dalam Pasal 35, 36, dan 37 mengatur tentang bantuan hukum.20

Secara institusional, lembaga atau biro bantuan hukum dalam bentuk konsultasi hukum pernah didirikan di Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hoge School) Jakarta pada tahun 1940 oleh Prof. Zeylemaker seorang Guru Besar

19Frans Hendra Winata, Pro Bono Publico: Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk Memperoleh Bantuan Hukum, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000, hlm. 3.

20Abdul Hakim G. Nusantara, dkk, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum:

Kearah Bantuan Hukum Struktural, Penerbit Alumni, Bandung, 1981, hlm. 8-9

(28)

hukum dagang dan hukum acara perdata. Biro ini didirikan dengan maksud untuk memberikan nasehat hukum kepada rakyat tidak mampu dan juga untuk memajukan kegiatan klinik hukum.21

Tahun 1953 didirikan semacam Biro Konsultasi Hukum pada sebuah perguruan Tionghoa Sim Ming Hui atau Tjandra naya. Biro ini didirikan oleh Prof. Ting Swan Tiong. Pada sekitar tahun 1962 Prof. Ting Swan Tiong mengusulkan kepada Fakultas Hukum Universitas Indonesia agar di Fakultas Hukum didirikan Biro Konsultasi Hukum. Usulan ini disambut baik dan didirikan Biro Konsultasi Hukum di Universitas Indonesia. Pada tahun 1968 diubah namanya menjadi Lembaga Konsultasi Hukum lalu pada tahun 1974 diubah menjadi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum. Biro serupa juga didirikan di Fakultas Hukum Universitas Pajajaran pada tahun 1967 oleh Prof. Mochtar Kusumatmadja.22

Belanda maupun di Batavia, merupakan penggerak pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia walaupun pada awalnya motivasi para advokat tersebut adalah sebagai bagian dari pergerakan nasional Indonesia terhadap penjajah.

Menurut Abdurrahman, berdasarkan motif yang demikian, walaupun pemberian bantuan hukum ini berkaitan dengan jasa advokat yang bersifat komersiil, karena ia bertujuan khusus untuk membantu rakyat Indonesia yang pada umumnya tidak mampu memakai advokat-advokat Belanda, hal ini sudah dapat dipandang sebagai titik awal dari program bantuan hukum bagi mereka yang tidak mampu di Indonesia.23

21Ibid, hlm. 10.

22H. Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op, Cit, hlm. 16

23Abdurrahman, Op, Cit, hlm. 43

(29)

Berbicara tentang sejarah bantuan hukum di Indonesia tidak lepas dari peranan dua tokoh penting yaitu S. Tasrif, S.H. dan Adnan Buyung Nasution, S.H.

S. Tasrif dalam sebuah artikel yang ditulisnya di Harian Pelopor Baru tanggal 16 Juli 1968 menjelaskan bahwa bantuan hukum bagi si miskin merupakan satu aspek cita-cita dari rule of the law. Kemudian untuk mewujudkan idenya tersebut, S. Tasrif memohon kepada Ketua Pengadilan Jakarta untuk diberikan satu ruangan yang dapat digunakan untuk para advokat secara bergiliran untuk memberikan bantuan hukum.24

Selama periode ini, keberadaan bantuan hukum sangat terasa karena adanya tanggung jawab profesional para ahli hukum. Yang penting di sini adalah adanya keinginan untuk menyumbangkan keahlian profesional kepada rakyat miskin yang buta hukum. Pada masa ini kegiatan bantuan hukum lebih banyak diarahkan kepada penanganan perkara (pidana, perdata, subversi) dan sebagainya di pengadilan, dan juga di luar pengadilan (nasihat dan konsultasi). Memasuki tahun 1974-1976, mulai dirasakan adanya keterbatasan-keterbatasan, baik yang sifatnya intern maupun ekstern, misalnya keterbatasan tenaga, dana, dan organisasi, serta kesadaran hukum yang rendah di kalangan rakyat, termasuk para pejabat. Karena itu mulai dirasakan bahwa tidak akan mungkin efektif kegiatan Kongres Nasional V Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) tahun 1976 di Hotel Ambarukmo, Yokyakarta mencetuskan gagasan bahwa PERADIN merupakan organisasi perjuangan untuk menegakkan hukum dan keadilan serta menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. Gagasan tersebut mendapat sambutan baik dari seluruh peserta yang hadir untuk membentuk LBH.

24Sejarah Lembaga Bantuan Hukum,

https://advosolo.wordpress.com/2010/05/26/sejarah-lembaga-bantuan-hukum/ diakses pada hari Rabu, 18 April 2018, Pukul 20.10

(30)

bantuan hukum itu apabila tanpa mengajak pihak lain untuk berperan serta. Di sinilah muncul gagasan penerangan hukum, penataran hukum, dan diskusi hukum.

Di sini pula bermulanya kegiatan tambahan bantuan hukum dari penanganan perkara menjadi penanganan perkara plus penerangan dan penataran hukum (non litigasi).

Selama era Orde Baru, masalah bantuan hukum tumbuh dan berkembang dengan pesat. Misalnya saja, sejak tahun 1978, banyak bermunculan Lembaga Bantuan Hukum dengan menggunakan berbagai nama. Ada Lembaga Bantuan Hukum yang sifatnya independen, ada Lembaga Bantuan Hukum yang dibentuk oleh suatu organisasi politik atau suatu organisasi massa, ada pula yang dikaitkan dengan lembaga pendidikan, dan lain sebagainya.Pada tahun 1979 terdapat tidak kurang dari 57 Lembaga Bantuan Hukum yang terlibat dalam program pelayanan hukum kepada masyarakat miskin dan buta hukum.

Organisasi advokat banyak bermunculan yang baru akibat terjadi perpecahan dalam tubuh PERADIN, seperti misalnya Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan dalam Pasal 32 Ayat (4) perintah untuk membentuk suatu organisasi advokat yang bersifat single bar association (wadah tunggal) dalam jangka waktu 2 tahun setelah berlakunya Undang-Undang tersebut. Berdasarkan perintah tersebut, dibentuklah Persatuan Advokat Indonesia

(31)

(PERADI). PERADI inilah yang sampai saat ini bertindak sebagai wadah tunggal organisasi advokat Indonesia.

Selama era reformasi, banyak usaha yang telah dilakukan untuk membentuk suatu undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai bantuan hukum. Namun kebanyakan ketentuan tentang bantuan hukum diatur dalam suatu undang-undang yang tidak secara khusus mengatur mengenai bantuan hukum, seperti UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, KUHAP, dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Merealisasikan kegiatan bantuan hukum selama belum adanya undang- undang yang secara tegas mengatur mengenai bantuan hukum, dikeluarkanlah Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, selanjutnya disebut SEMA, yang pada dasarnya melaksanakan amanat Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan SEMA ini memerintahkan setiap Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Pengadilan TUN di Indonesia untuk segera membentuk Pos Bantuan Hukum, selanjutnya disebut Posbakum, guna memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.25

Guna melaksanakan amanat SEMA, sejak tahun 2011 telah dibentuk Pos- Pos Bantuan Hukum di banyak Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Pembentukan Posbakum tersebut dilakukan secara bertahap.

Pada tahun 2011, misalnya, dibentuk 46 Posbakum di 46 Pengadilan Agama di

25Lampiran 7 Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum

(32)

seluruh Indonesia. Pada tahun 2012, jumlah Posbakum bertambah menjadi 69 di 69 Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Pada tahun 2013, jumlah Posbakum yang ada masih tetap sama dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, direncanakan penambahan 5 Posbakum di 5 Pengadilan Agama di Indonesia, antara lain di Pengadilan Agama Stabat, Pengadilan Agama Cibinong, Pengadilan Agama Purwokerto, Pengadilan Agama Tulungagung, dan Pengadilan Agama Girimenang, sehingga total Posbakum di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia menjadi 74 Posbakum.

Adnan Buyung Nasution, pada waktu itu menjabat Ketua DPP PERADIN, juga direktur LBH Jakarta mencoba menantang tekad tersebut dengan mengatakan, “Apakah PERADIN berani mendirikan LBH?” Ucapan tersebut menantang utusan dari Medan seperti, H. Syarif Siregar, SH, Mahjoedanil, SH dan MD. Sakti Hasibuan, SH untuk segera mendirikan LBH Medan.

Keinginan luhur yang didorong untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan dukungan sejumlah Advokat dan Pengacara yang ingin menyumbangkan tenaga, maka pada tanggal 28 Januari 1978 diresmikanlah Lembaga Bantuan Hukum Medan (LBH Medan) dibawah pimpinan Mahjoedanil, SH. Pelantikannya dihadiri oleh pengurus PERADIN, A. Rahman Saleh, SH, dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, yaitu Adnan Buyung Nasution.26

Adanya LBH-LBH di seluruh Indonesia maka muncul Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk mengorganisir dan merupakan naungan bagi LBH-LBH. YLBHI menyusun garis-garis program yang akan dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi sehingga diharapkan

26Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu, 18 April 2018.

(33)

kegiatan-kegiatan bantuan hukum dapat dikembangkan secara nasional dan lebih terarah di bawah satu koordinasi.

2. Struktur Organisasi Lembaga Bantuan Hukum Medan

Struktur organisasi dari Lembaga Bantuan Hukum Medan adalah sebagai berikut:

a. Direktur

Direktur sendiri yang menjalankan tugas sebagai Kepala LBH Medan yang bertanggungjawab atas keseluruhan LBH Medan. Yang saat ini diduduki oleh Bapak Surya Adinata, S.H., Mkn.

b. Wakil Direktur;

Wakil Direktur terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu, Wakil Direktur Eksternal dan Wakil Direktur Internal. Wakil Direktur Eksternal bertanggungjawab atas Kepala Divisi Pengembangan Organisasi, Kepala Divisi Hak Azasi Manusia, Kepala Divisi Manajamen Pengetahuan, dan Kepala Divisi Advokasi. Sedangkan Wakil Direktur Internal bertanggungjawab atas Kepala Divisi Jaringan dan Kampanye, Kepala Divisi Perlindungan Perempuan, Anak, dan OBH, dan Kepala Divisi Buruh. Kepala Divisi inilah yang membawahi langsung para staf, karaywan, dan pekerja.

c. Sekretaris;

Sekretaris tetap difungsikan pada fungsinya yakni sebagai pengatur persuratan ataupun penghendel persuratan. Baik surat masuk maupun surat keluar.

d. Bendahara;

(34)

Bendahara berfungsi untuk mengatur keuangan lembaga baik ini pengeluaran dan pemasukan kantor.

e. Informasi dan Dokumentasi;

Informasi dan dokumentasi berfungsi untuk mendapatkan keterangan dan penerangan pengetahuan serta bukti;

f. Urusan Rumah Tangga;

Urusan rumah tangga diarahkan untuk memberikan pelayanan terhadap kebutuhan massa LBH Medan, mengelola fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki oleh LBH Medan, dan menghasilkan dana pemasukan rutin dari massa LBH Medan dengan orientasi penyediaan kebutuhan.

g. Para Legal.

Para legal adalah setiap orang yang sudah terlatih dan mempunyai pengetahuan dan keterampilan dibidang hukum yang membantu penyelesaian masalah hukum yang dihadapi oleh orang lain atau komunitasnya. Dalam menjalankan perannya biasanya seoarang paralegal disupervisi oleh advokat yang bekerja di LBH Medan.27

3. Visi dan Misi Lembaga Bantuan Hukum Medan a. Visi Lembaga Bantuan Hukum Medan

Lembaga Bantuan Hukum Medan sesuai dengan visinya bersama- sama dengan komponen-komponen masyarakat dan Bangsa Indonesia yang lain bershasrat kuat dan akan berupaya sekuat tenaga agar dimasa depan dapat:

27Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu, 18 April 2018.

(35)

1. Mewujudkan suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan hubungan sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis (A just, humane and democratic sosial-legal system);

2. Mewujudkan suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata-cara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum (A fair and transparent institutionalized legal-administratice system);

3. Mewujudkan suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (An open political-economic system with a culture that fully respects human rights).

b. Misi Lembaga Bantuan Hukum Medan

Perwujudan visi Lembaga Bantuan Hukum Medan akan melaksanakan seperangkat kegiatan misi berikut ini:

1. Menanamkan, menumbuhkan dan menyebar luaskan nilai-nilai negara hukum yang berkeadilan, demokratis serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa kecuali;

2. Menanamkan, menumbuhkan sikap kemandirian serta memberdayakan potensi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin sedemikian rupa sehingga mereka mampu merumuskan, menyatakan, memperjuangkan

(36)

serta mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka baik secara individu maupun secara koleksif;

3. Mengembangkan sistem, lembaga-lembaga serta instrumen- instrumen pendukung untuk meningkatkan efektifitas upaya- upaya pemenuhan hak-hak lapisan masyarakat yang lemah dan miskin;

4. Memelopori, mendorong, mendampingi dan mendukung program pembentukan hukum, penegakan keadilan hukum dan pembaharuan hukum nasional sesuai dengan Konstitusi yang berlaku dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights);

5. Memajukan dan mengembangkan program- program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial- ekonomi, budaya dan jender, utamanya bagi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin.28 4. Program Kerja Lembaga Bantuan Hukum Medan

Aktifitas Lembaga Bantuan Hukum Medan yang terangkum di bawah ini. Yang pernah dilakukan, diantaranya:

a. Pengorganisasian masyarakat korban ketidak adilan seperti sengketa pertanahan/ lingkungan dan masyarakat adat;

b. Pengorganisasian masyarakat nelayan pantai Timur dan pantai Barat (Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Tengah) Sumatera Utara;

c. Kampanye dan publikasi terhadap isu sengketa pertanahan/ lingkungan;

d. Pendampingan terhadap korban pelanggaran HAM;

28Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu, 18 April 2018.

(37)

e. Kampanye dan publikasi terhadap korban pelanggaran HAM serta kebijakan pemerintah yang tidak peduli akan HAM;

f. Pendampingan terhadap korban kesewenangan pengusaha terhadap buruh;

g. Kampanye dan publikasi terhadap isu dan kebijakan pengusaha/ penguasa terhadap perburuhan;

h. Pendidikan dan Pelatihan bagi Organisasi Rakyat (OR) dampingan seperti, petani, nelayan, dan buruh.

Yang sedang dilakukan, diantaranya:

a. Pendampingan terhadap korban pelanggaran HAM;

b. Diskusi Komunitas antar lembaga;

c. Penguatan jaringan dengan lembaga funding untuk program tertentu.29 B. Landasan Berdirinya Layanan Bantuan Hukum

Setiap warganegara, termasuk terdakwa sekalipun layak untuk diberikan kesempatan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia baru layak dinyatakan bersalah dan dijatuhkan sanksi apabila ia sudah diberi kesempatan yang cukup membela dirinya di hadapan hukum. Pembelaan diri bisa saja dilakukan seorang terdakwa tanpa meminta bantuan jasa hukum pada orang lain, tetapi biasanya lika- liku persidangan yang demikian kompleks sangat melelahkan bagi terdakwa tersebut. Apalagi jika terdakwa ini ditempatkan di dalam tahanan, yang menyebabkan dirinya tidak leluasa menyiapkan materi pembelaannya, termasuk menghubungi saksi dan/atau ahli yang dapat meringankan posisi dirinya.

Persoalannya menjadi berbeda jika terdakwa ini orang yang tidak mampu secara finansial untuk membayar jasa hukum penasihat hukum yang profesional.

29Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu,18 April 2018.

(38)

Seorang terdakwa dapat meminta jasa bantuan hukum kepada negara. Bantuan hukum pada hakikatnya adalah salah satu tugas negara karena menyangkut jaminan hak-hak warga untuk disamakan kedudukannya di hadapan hukum. Oleh karena masyarakat itu sangat banyak, dan jenis bantuannya juga mungkin sekali sangat beragam, maka negara (dalam hal ini khususnya pemerintah) lalu melimpahkan sejumlah wewenang ini kepada kaum profesional hukum.

Khusus untuk segmen masyarakat miskin, bantuan hukum ini lalu disediakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, yakni lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan. Dalam konteks bantuan hukum terhadap orang miskin ini, negara wajib menyediakan infrastruktur dan fasilitas pendukungnya. Negara tidak harus melakukannya sendiri. Akan jauh lebih efesien dan efektif jika tugas ini diserahkan kepada lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan.

Lebih-lebih lagi jika masalah hukum yang dihadapi oleh masyarakat tersebut justru karena bersinggungan dengan kepentingan negara/pemerintah; misalnya, terhadap masyarakat yang rumahnya digusur oleh pemerintah untuk kepentingan pembangunan fasilitas umum. Posisi masyarakat saat berhadapan dengan negara/pemerintah ini mengakibatkan masyarakat tidak mungkin merasa nyaman jika bantuan hukum itu datang langsung dari “rival” yang tengah dihadapi, yaitu negara/pemerintah. Celah inilah yang memberi tempat bagi lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan untuk masuk, mengisi kebutuhan orang atau kelompok orang miskin mendapatkan bantuan hukum.30

Landasan didirikannya Lembaga Bantuan Hukum Medan (LBH) adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan yang tercantum

30Gerakan Bantuan Hukum Di Indonesia, business-law.binus.ac.id/2016/12/06/gerakan- bantuan-hukum-di-indonesia/ diakses pada Rabu, 27 Februari 2019, Pukul 20.27

(39)

dalam Pasal 3 Anggaran Dasar YLBHI yaitu, menumbuhkan, mengembangkan, memajukan pengertian, penghormatan terhadap nilai-nilai negara hukum, dan martabat serta hak-hak asasi manusia pada umunya dan meninggikan kesadaran hukum dalam masyarakat pada khususnya, baik kepada pejabat maupun warga negara biasa, agar supaya mereka sadar akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai subjek hukum, berperan aktif dalam proses pembentukan hukum, penegakan hukum dan pembaharuan hukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), memajukan dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan gender dengan fokus tetapnya pada bidang hukum.31

C. Fungsi dan Tujuan Lembaga Bantuan Hukum Medan

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berasaskan Pancasila dan berdasarkan konstitusi yang berlaku.

1. Fungsi Lembaga Bantuan Hukum Medan

Lembaga Bantuan Hukum Medan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Menanamkan, menumbuhkan dan menyebar luaskan nilai-nilai negara hukum yang berkeadilan, demokratis serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa kecuali;

2. Menanamkan, menumbuhkan sikap kemandirian serta memberdayakan potensi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin sedemikian rupa sehingga mereka mampu merumuskan, menyatakan, memperjuangkan

31Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu,18 April 2018.

(40)

serta mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka baik secara individu maupun secara koleksif;

3. Mengembangkan sistem, Lembaga- lembaga serta instrumen- instrumen pendukung untuk meningkatkan efektifitas upaya- upaya pemenuhan hak- hak lapisan masyarakat yang lemah dan miskin;

4. Memelopori, mendorong, mendampingi dan mendukung program pembentukan hukum, penegakan keadilan hukum dan pembaharuan hukum nasional sesuai dengan Konstitusi yang berlaku dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights);

5. Memajukan dan mengembangkan program- program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial- ekonomi, budaya dan jender, utamanya bagi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin.32

2. Tujuan Lembaga Bantuan Hukum Medan

Tujuan dari Lembaga Bantuan Hukum Medan ialah bergerak dalam bidang Sosial dan Kemanusiaan. Untuk mencapai tujuan Lembaga Bantuan Hukum Medan tersebut di atas, Lembaga Bantuan Hukum Medan akan menjalankan kegiatan sebagai berikut:

1. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat luas yang tidak mampu tanpa membedakan agama, keturunan, suku, keyakinan politik, jenis kelamin maupun latar belakang sosial budaya;

2. Menumbuhkan, mengembangkan dan memajukan pengertian dan penghormatan terhadap nilai-nilai negara hukum, dan martabat serta hak-

32Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu, 18 April 2018.

(41)

hak asasi manusia pada umunya dan meninggikan kesadaran hukum dalam masyarakat pada khususnya, baik kepada pejabat maupun warga negara biasa, agar supaya mereka sadar akan hak-hak dan kewajiban- kewajiban sebagai subjek hukum;

3. Berperan aktif dalam proses pembentukan hukum, penegakan hukum dan pembaharuan hukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights);

4. Memajukan dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan gender dengan fokus tetapnya pada bidang hukum;

5. Menyelenggarakan pemberian hukum, di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk nasehat hukum (konsultasi), pembelaan, mewakili kepentingan umum, negosiasi, mediasi, konsiliasi (Alternativ Dispute Resolution) maupun arbitrase;

6. Menyelenggarakan pendidikan dan penerangan hukum kepada masyarakat tentang pengertian bantuan hukum dalam arti seluas- seluasnya dengan bentuk dan cara-cara antara lain kursus-kursus, ceramah-ceramah, konferensi-konferensi, seminar, workshop, panel diskusi, penerbitan buku-buku, majalah, brosur, pamflet dan lain sebagainya;

7. Mengajukan pendapat baik berupa usul-usul, kritik-kritik maupun komentar tentang masalah-masalah hukum kepada lembaga yang

(42)

berwenang dibidang yudikatif, legislatif maupun eksekutif serta kepada masyrakat luas;

8. Mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga dan/atau instansi- instansi Pemerintah maupun non-Pemerintah di dalam maupun di luar negeri;

9. Mengadakan studi dan penelitian (research) mengenai masalah-masalah bantuan hukum dalam arti luas yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, poltik dan budaya;

10. Mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang antara lain meliputi usaha meningkatkan kesadaran hukum dan kemampuan masyarakat yang tidak mampu dan/atau buta hukum untuk membela dirinya dan memperjuangkan hak-hak dan kepentingan yang sah menurut hukum;

11. Memberikan bimbingan-bimbingan dan latihan praktek hukum bagi para sarjana, terutama sarjana hukum dan mahasiswa yang berniat dalam usaha-usaha lembaga bantuan hukum, antara lain magang dan mock trial;

12. Mendirikan perpustakaan.33

D. Proses Pelayanan dan Pemberian Bantuan Hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan

Proses Pelayanan dan Pemberian Bantuan Hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah No 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma

33Wawancara dengan Bapak Jupenris C. Sidahuruk, SH selaku Wakil Direktur Internal Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan pada hari Rabu, 18 April 2018.

(43)

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma ditegaskan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak terlepas dari asas equality before the law dan justice for all. Pemberian bantuan hukum ini merupakan bentuk pengabdian advokat dalam menjalankan profesinya sebagai salah satu unsur sistem peradilan dan salah satu pilar dalam menegakkan hak asasi manusia dan keadilan dalam masyarakat.34

Permohonan bantuan hukum dapat diajukan bersama-sama oleh beberapa pencari keadilan yang mempunyai kepentingan hukum yang sama. Saat permohonan bantuan hukum diterima, advokat atau organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum wajib memberikan jawaban paling lama 3 hari, jika Bantuan hukum oleh advokat dilakukan pada setiap tingkat peradilan yang meliputi perkara pidana, perdata, tata usaha negara dan pidana militer, maupun bantuan hukum di luar pengadilan (non litigasi).

Permohonan bantuan hukum dilakukan secara tertulis yang ditujukan langsung kepada advokat atau organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang (lurah atau kepala desa yang memberikan surat keterangan tidak mampu yang diketahui camat setempat), jika pencari keadilan tidak mampu membuat permohonan secara tertulis dapat dilakukan dengan lisan yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani advokat dan tembusan permohonan bantuan hukum disampaikan organisasi advokat yang bersangkutan.

34Intisari PP NO. 83 Tahun 2008 Tentang Persayaratan dan Tata Cara Bantuan Hukum untuk Menegakkan Keadilan Secara Prosedural, http://antono-adhi.blogspot.com/2010/04/intisari- pp-no83-tahun-2008-tentang.html?m=1 diakses Pada Kamis, 1 November 2018, Pukul 21.27

(44)

permohonan bantuan hukum diajukan pada lembaga bantuan hukum atau organisasi advokat maka lembaga bantuan hukum atau organisasi advokat menetapkan advokat untuk memberikan bantuan hukum.

Keputusan pemberian bantuan hukum harus dilakukan secara tertulis dengan menunjuk nama advokat yang disampaikan kepada pemohon atau instansi yang terkait dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma harus sama perlakuannya dengan bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium. Pemberian bantuan hukum harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik advokat dan peraturan organisasi advokat dan dilaporkan kepada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum yang laporan tersebut memuat mengenai lamanya penanganan pemberian bantuan hukum dan kompleksitas penyelesaian kasus perkara.

Advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara cuma- cuma, tetapi bila terjadi penolakan, advokat mengajukan keberatan kepada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum yang bersangkutan.

Pasal 1 ayat (2) Kode Etik Advokat Indonesia, ditegaskan mengenai sikap non diskriminatif dari seorang advokat. Advokat harus bersedia memberi nasihat- nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan, keyakinan politik, dan kedudukan sosialnya.

2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum

(45)

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 2013 tentang Syarat dan Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitasnya dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum, menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara, dan melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon.

Pasal 5 ayat (1) menjelaskan, bahwa pemberian bantuan hukum meliputi masalah keperdataan, masalah hukum pidana, dan masalah hukum tata usaha negara, baik secara litigasi maupun non litigasi.

Mengenai Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi, dilakukan oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. Pemberian bantuan hukum oleh advokat, tidak menghapuskan kewajiban advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dijelaskan pada Pasal 15, yaitu dilakukan dengan cara:

a. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan dan penuntutan;

b. Pendamping dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau

c. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

(46)

Sedangkan Pemberian Bantuan Hukum secara non litigasi meliputi:

1. Penyuluhan hukum;

2. Konsultasi hukum;

3. Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;

4. Penelitian hukum;

5. Mediasi;

6. Negosiasi;

7. Pendampingan di luar pengadilan; dan/ atau 8. Drafting dokumen hukum.

Menurut Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013, sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN. Selain itu, pendanaan dapat berasal dari:

a. Hibah atau sumbangan; dan/atau

b. Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

PP ini juga menegaskan, bahwa Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam APBD, dengan melaporkan penyelenggaraan dimaksud kepada Menteri Hukum dan HAM dan Menteri dalam Negeri (Mendagri). Guna mendapatkan anggaran dimaksud, Pemberi Bantuan Hukum baik lembaga bantuan hukum maupun organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum mengajukan rencana Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri Hukum dan HAM pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran pelaksanaan Bantuan Hukum. Selanjutnya, Menteri Hukum dan HAM akan

(47)

melakukan pemeriksaan terhadap berkas pengajuan anggaran itu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas diterima.35

Pasal 25 Ayat (1) PP ini dijelaskan, bahwa dalam hal pengajuan rencana pengajuan Anggaran dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri Hukum dan HAM menetapkan Anggaran Bantuan Hukum yang dialokasikan untuk Pemberi Bantuan Hukum. Sementara pada Pasal 25 Ayat (3) disebutkan, Menteri dan Pemberi Bantuan Hukum akan menindaklanjuti penetapan Anggaran Bantuan Hukum dengan membuat perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum. Nilai Anggaran Bantuan Hukum yang disepakati dalam perjanjian, menurut PP ini, mengikuti penetapan Menteri Hukum dan HAM, yang merupakan batasan tertinggi penyaluran dana Bantuan Hukum.

35PP No. 42 Tahun 2013: Pemberian Bantuan Hukum Gratis Bagi Orang Miskin, www.kopertis12.or.id/2013/06/11/pp-no-42-tahun-2013-pemberian-bantuan-hukum-gratis-bagi- orang-miskin.html diakses pada Kamis, 1 November 2018, Pukul 22.35

(48)

BAB III

PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN DALAM PENYELESAIAN DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA A. Peran Lembaga Bantuan Hukum Medan dalam Penyelesaian dan

Penanganan Perkara Perdata

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang menyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi Bantuan Hukum secara cuma- cuma kepada penerima Bantuan Hukum tersebut adalah orang atau kelompok orang miskin.

Kewajiban negara yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Ada tiga pihak yang diatur di undang-undang ini, yakni penerima bantuan hukum (orang miskin), pemberi bantuan hukum (organisasi bantuan hukum) serta penyelenggara bantuan hukum (Kementerian Hukum dan HAM RI). Hak atas bantuan hukum sendiri merupakan non derogable rights, sebuah hak yang tidak dapat dikurangi dan tak dapat ditangguhkan dalam kondisi apapun.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, bahwa bantuan hukum diberikan kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum. Area bantuan hukum yang dapat meliputi kasus-kasus perdata, pidana dan tata usaha negara baik secara litigasi dan non litigasi.

Bantuan hukum litigasi meliputi:

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam Penanganan Kasus Pelanggaran HAM Ditinjau dari Hukum Islam Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan

keadilan yang kurang mampu,dan lembaga bantuan hukum Makasssar,tidak mempersulit pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu.Berasal dari dana

Ramses Harry Doan Sinaga, 2013, Peranan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Di Bidang Perdata , Fakultas Hukum USU. Badan Pusat

Negosiasi dilakukan paling banyak 4 (empat) kali pertemuan, Permohonan negosiasi diajukan oleh Penerima Bantuan Hukum dengan melampirkan surat keterangan

Frasa “mewujudkan”, bermakna wajib dilakukan untuk penyelenggara bantuan hukum dalam hal ini adalah lembaga bantuan hukum termasuk di dalamnya LBH PT berarti terdapat kewajiban LBH

Lembaga Bantuan Hukum Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo sebagai pemberi jasa bantuan hukum dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di

Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani

Adapun mengenai Peranan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi Kasus: 2011- 2015 di Kota Makassar), terkait yang diteliti oleh penulis,