• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Jual Beli

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengingatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.34 Apa bila diprinci, maka perjanjian itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1) Ada pihak-pihak, sedikit-sedikitnya dua orang (subjek) 2) Ada persetujuan antara pihak-pihak itu (consensus) 3) Ada objek yang berupa benda

4) Ada tujuan bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan) 5) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.35

2. Asas-Asas Perjanjian

Asas merupakan hal prinsip dalam suatu huku. Dalam kaitanya dengan perjanjian maka asas-asas dalam hukum perjanjian adalah sebagai berikut :

1) Asas Kebebasan Berkontrak, setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diaur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi asas kebebasan tersebut di batasi oleh tiga

34 Abdulkadir Muhamad, Hukum Perdata Indonesia,PT Citra Adtya Bakti,Bandung,1990 Hlm.226.

35 Ibid.

(2)

22 hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan.

2) Asas Pelengkap, asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang.

3) Asas Konsensual, asas ini mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensual) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

4) Asas Obligator, asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan melalui penyerahan.36

3. Syarat Perjanjian

Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata maka syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut:

1) Persetujuan Kehendak

Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Apa yang di kehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainya.

36 Ibid.

(3)

23 2) Kecakapan Pihak-Pihak

Pada umunya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun.

3) Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat di tentukan.

4) Suatu sebab yang halal

Kata ‘casua’ berasal dari Bahasa latin artinya ‘sebab’. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian, isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan di capai oleh pihak-pihak.37 4. Wanprestasi

Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang di wajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan yaitu :

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa jadi diluar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.

37 Ibid.,hlm.228.

(4)

24 Untuk menentukan apakah seseorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditenukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan yaitu :

1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali 2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik

3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tetap pada waktunya atau terlambat.

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini :

1) Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUHPerdata).

2) Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUHPerdata).

3) Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2).

4) Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata). 38

38 Ibid.,hlm.228.

(5)

25 4. Ganti Rugi

Menurut ketentuan pasal 1243 KUHPerdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.

Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Ganti kerugian itu terdiri dari 2 unsur, yaitu:

1) Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, ongkos kirim, biaya iklan, dan biaya materai.

2) Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur, misalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatnya pengiriman.39

B. Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai Negara.

Secara Teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.

39 Ibid.,hlm.207.

(6)

26 Pengertian konsumen menurut Az. Nasution menyatakan bahwa konsumen dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:

1) Pemakai atau pengguna barang dan/atau pelayanan jasa dengan tujuan mendapatkan barang dan/atau pelayanan jasa untuk dijual kembali, 2) Pemakai barang dan/atau pelayanan jasa untuk memenuhi kebutuhan

diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya.40

“Sedangkan menurut pendapat A. Abdurahman menyakatan bahwa konsumen pada umumnya adalah seseorang yang menggunakan atau memakai, mengkonsumsi barang dan/atau pelayanan jasa.”41

2. Asas-Asas Perlindungan Konsumen

Didalam perlindungan konsumen terdapat lima asas yaitu sebagai berikut:

1) Asas Manfaat

Asas manfaat mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2) Asas Keadilan

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3) Asas Keseimbangan

40Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1995, hlm. 19

41A. Abdurrahman, Kamus Ekonomi - perdagangan, Gramedia, 1986, hlm. 230.

(7)

27 Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spritual.

4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5) Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun konsumen menaati dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.42

3. Hak dan Kewajiban Konsumen

Menurut Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak konsumen adalah:

a) Hak atas kenyaman, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa.

b) Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

42 Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Hukum Peerlindungan Konsumen, Jakarta 2015, Grafindo Persada, hlm. 25-26

(8)

28 c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/ atau jasa.

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan.

e) Hak untuk memdapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f) Hak untuk memdapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.43

C. Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Menyangkut hak pelaku usaha, tampak bahwa perlindungan konsumen yang mengatur i’tikad baik, lebih ditekankan pada pelaku usaha meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha beritikad baik dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi sampai pada tahap purna penjualan.

43 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(9)

29 Dari sanksi-sanksi terhadap pelaku usaha yang memperjual-belikan barang bermerek palsu tersebut, kita beralih ke masalah konsumen.

Jika konsumen merasa dirinya telah ditipu oleh pelaku usaha, maka konsumen berhak untuk meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pengaturan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha dapat bersumber pada peraturan perundangan yang bersifat umum dan juga perjanjian/kontrak yang bersifat khusus. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

(10)

30 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya. 44

Kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

44 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 08 Tahun 1999

(11)

31 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.45

D. E-commerce

Menurut Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, elektronic commerce atau disingkat dengan E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactur), services providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersia.46

Menurut Kalakota dan Winston dari buku M. Suyanto, menyatakan definisi E-commerce dapat ditinjau dari beberapa perspektif, yaitu:

1) Dari perspektif komunikasi, E-commerce adalah pengiriman barang, layanan, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau melalui peralatan elektronik lainnya.

2) Dari perspektif proses bisnis, E-commerce adalah aplikasi dari teknologi yang menuju otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.

45 Ibid.

46Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-Commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm 10

(12)

32 3) Dari perspektif layanan, E-commerce merupakan suatu alat yang

memenuhi keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya layanan (service cost) ketika meningkatkan kualitas barang dan meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.

4) Dari perspektif online, E-commerce menyediakan kemampuan untuk membeli dan menjual barang ataupun informasi melalui internet dan sarana online lainnya.47

1. Asas-Asas Dalam Perdagangan Online

Asas-asas dalam melakukan kegiatan E-commerce diatur dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yaitu:

a. Kepentingan Nasional b. Kepastian hukum c. Adil dan sehat d. Keamanan berusaha e. Akuntabel dan transparan f. Kemandirian

g. Kemitraan h. Kemanfaatan i. Kesederhanaan j. Kebersamaan

k. Berwawasan lingkungan48

47 M. Suyanto, 2003, Strategi Periklanan Pada E-Commerce Perusahaan Top Dunia, Andi Offcet, Yogyakarta, hlm 11

48 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

(13)

33 Berikut adalah asas-asas dalam melakukan kegiatan E-commerce yaitu:

1) Kepentingan Nasional Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah setiap kebijakan perdagangan harus mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.

2) Kepastian Hukum Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan pengendalian di bidang perdagangan.

3) Adil dan sehat yang dimaksud dengan “asas adil dan sehat”

adalah adanya kesetaraan kesempatan dan kedudukan dalam kegiatan usaha antara produsen, pedagang, dan pelaku usaha lainnya untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif sehingga menjamin adanya kepastian dan kesempatan berusaha yang sama.

4) Keamanan berusaha yang dimaksud dengan “asas keamanan berusaha” adalah adanya jaminan keamanan bagi seluruh pelaku usaha di setiap tahapan kegiatan perdagangan, mulai dari persiapan melakukan kegiatan perdagangan hingga pelaksanaan kegiatan perdagangan.

5) Akuntabel dan transparan yang dimaksud dengan “asas akuntabel dan transparan” adalah pelaksanaan kegiatan perdagangan harus dapat dipertanggung jawabkan dan terbuka kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(14)

34 6) Kemandirian yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah setiap kegiatan perdagangan dilakukan tanpa banyak bergantung pada pihak lain.

7) Kemitraan yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah adanya kerja sama dalam keterkaitan usaha di bidang perdagangan, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar dan antara pemerintah dan swasta.

8) Kemanfaatan Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah seluruh pengaturan kebijakan dan pengendalian Perdagangan harus bermanfaat bagi kepentingan nasional, khususnya dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum. Kesederhanaan, yang dimaksud dengan “asas kesederhanaan” adalah memberikan kemudahan pelayanan kepada pelaku usaha serta kemudahan dalam memberikan informasi yang benar kepada masyarakat.

9) Kebersamaan Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah penyelenggaraan Perdagangan yang dilakukan secara bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, dan masyarakat.

10) Berwawasan lingkungan yang dimaksud dengan “asas berwawasan lingkungan” adalah kebijakan perdagangan yang

(15)

35 dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.49

E. Tinjauan Hukum Terhadap Barang Palsu

Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen (Pasal 1 angka (4) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen)50.

Barang asli atau barang original adalah barang yang diproduksi langsung oleh perusahaan yang telah memiliki hak kekayaan intelektual, dan kualitas dari barang asli juga memiliki kualitas dan mutu yang terjamin di bandingkan dengan barang palsu. Barang original juga menjadi buruan konsumen, selain alasan kualitas barang original juga memiliki ketahanan yang lebih tinggi. Lebih awet dan tahan lama hingga jangka waktu tahunan. Perbedaan antara produk Original Equipment Manufacture dan produk original yang paling mencolok adalah harga jualnya. Dimana produk Original Equipment Manufacture bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah dibanding produk originalnya.51 Original Equipment Manufacture adalah dimana perusahaan pertama yang telah membuat komponen atau bahan baku utama untuk membuat suatu produk, kemudian komponen tersebut diolah di perusahaan baru, dan perusahaan baru menggunakan komponen atau bahan baku utama tersebut untuk membuat

49 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

50 Pasal 1 angka (4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

51 Banindro, B. S. (2003). Implementasi Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Industri): Seni Rupa, Kriya, Desain Grafis, Desain Produk. Dwi-Quantum.

(16)

36 produk yang sama dengan produk yang di produksi oleh perusahaan sebelumnya, namun untuk yang ‘pemakai brand’, barang Original Equipment Manufacture tentu tidak bisa menunjukkan branded atau yang ternama sebelumnya, dan barang Original Equipment Manufacture menciptakan merek dan desain kemasan baru. Dengan adanya produk Original Equipment Manufacture perusahaan dapat mengurangi biaya operasional, kecepatan waktu pengiriman produk, meningkatakan kualitas produk, dan perusahaan dapat melihat bagimana cara supplier memainkan peranan kritis dalam mengontrol rangkaian nilai kompetitif. Performa ketepatan supplier menentukan kemampuan dari produk Original Equipment Manufacture untuk mengimplementasi perubahan teknik dan juga secara cepat menyapu habis produksi dari hasil produk baru.52

Barang palsu adalah sebuah barang yang di produksi untuk meniru suatu brand atau merek terkenal, harga barang yang palsu biasanya lebih murah dibandingkan dengan yang asli sehingga konsumen terutama golongan masyarakat menengah ke bawah cenderung lebih senang membeli produk yang murah dan kelihatannya tidak terlalu jauh berbeda, di mana hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap meningkatnya pemasaran produk asli. Barang palsu pada umunya, diproduksi secara gelap, sehingga dapat menghindari pengeluaran pajak yang mestinya wajib dibayar. Barang palsu biasanya mempunyai logo yang sama dengan atau sangat sulit dibedakan dari merek aslinya. 53

52 Quesada, G., Syamil, A., & Doll, W. J. (2006). OEM New Product Development Practices: The Case of the Automotive Industry. The Journal of Supply Chain Management, 42(3),hlm 30–40.

53 Ariobowo, M., Putranti, I. R., & Farabi, N. (2017). Pengaruh Perkembangan Kota Singapura terhadap Angka Pengungkapan Penyelundupan Barang Palsu di Pelabuhan PSA

Singapura. Journal of International Relations, 3(4),hlm,206-213

(17)

37 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian tentang palsu adalah tiruan atau duplikasi dari benda yang aslinya. Maka, jika dikaitkan dengan barang palsu yaitu, segala sesuatu yang diciptakan baik itu suatu benda ataupun suatu zat yang dilakukan dengan cara meniru dari benda aslinya54. Adapun menurut black’s law dicitonery pengertian dari counterfeiting Tindakan melawan hukum dalam bentuk pemalsuan dengan sebuah benada yang memiliki nilai dengan tujuan untuk melakukan penipuan55

Pemalsuan barang atau counterfeiting adalah suatu kegiatan pemalsuan yang memproduksi suatu produk dengan meniru atau menyalin penampakan fisik dari produk aslinya sehingga menyesatkan para konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan dari pihak lain. Produk yang melanggar merek dagang, pelanggaran hak cipta, peniruan kemasan, label dan merek merupakan bagian dari pemalsuan.

Dalam pemalsuan barang terdapat 5 (lima) kategori berdasarkan tingkat pelanggarannya, yaitu :

1) Produk palsu sejati (true counterfeit product), yaitu pemalsuan yang dilakukan dengan mengcopy 100% sama dengan aslinya.

2) Produk palsu yang tampak serupa (look-alike), yaitu melakukan pemalsuan yang dibedakan sedikit dari aslinya. Bisa dalam bentuk label dan packaging.

54 Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 2008 hlm. 1109

55 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, (St. paul: WesT) Tahun 2009, hlm.403

(18)

38 3) Reproduksi, yaitu melakukan pemalsuan seperti dalam bidang seni, contohnya adalah lukisan dan foto. Dalam hal ini, konsumen sebenarnya sudah diberitahu bahwa produk adalah reproduksi.

4) Imitasi yang tak meyakinkan, adalah sebuah pemalsuan yang terlihat secara kasar mata, bahwa proses pemalsuan dilakukan dengan sangat buruk (poor) dan tentunya menimbulkan pertanyaan pada konsumen.56

5) KW kata lain dari kualitas, seperti ; KW super, untuk barang tiruan terbaik mirip dengan aslinya. KW ada banyak tingkatan serta kelasnya. Contoh KW yang satu, barangnya 80% mendekati barang asli dan yang dua, 70% seperti aslinya sedangkan yang ketiga 30%

yang di istilahkan KW jelek karena sudah jauh dari kualitas asli produknya, dengan demikian istilah barang “KW” digunakan secara luas untuk produk tiruan lainnya, misalnya HP, Jam Tangan, Tas, Celana, Baju bermerek dan lainnya. 57

Selain kategori diatas, ada dua macam penggolongan berdasarkan konsumen produk yang bersangkutan, yaitu:

1) Deceptive counterfeiting (pemalsuan yang bersifat memperdayai), yaitu ketika pemalsuan yang dilakukan adalah tanpa sepengetahuan konsumen adalah pemalsuan yang dilakukan untuk menipu,

56 Anita Asnawi Dan Fedianty Augustinah,Pengaruh Faktor Sosial Dan Personal Terhadap Sikap Konsumen Dan Minat Beli Barang Fashion Palsu,Jurnal Ilmu

Administrasi,2015,Surabaya,hlm.334

57 Bulqis, A. R., Marilang, M., & Erlina, E. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek di Kota Makassar. Alauddin Law Development Journal, 1(2).

(19)

39 memperdayai, dan bahkan berbohong dengan mengatakan bahwa barang yang mereka jual adalah barang asli.

2) Non-deceptive counterfeiting (pemalsuan yang tidak bersifat memperdayai) terjadi ketika barang palsu dijual memang diakui sebagai barang palsu, dan informasi tersebut diberikan kepada konsumen yang memiliki niat untuk melakukan pembelian.58

Bebaerapa bentuk counterfeit adalah :

1. Counterfeit trademark adalah suatu Tindakan melawan hukum dalam bentuk memalsukan merek dagang dengan tujuan untuk menyesatkan orang mengenai asal dari merek dagang tersebut.

2. Counterfeit mark adalah suatu Tindakan melawan hukum dalam bentuk pemalsuan merek dengan tujuan untuk menyesatkan orang mengenai asal dari merek tersebut.59

3. Counterfeit coin adalah suatu Tindakan melawan hukum dalam bentuk pemalsuan mata uang dengan bertujuan untuk melemahkan sebuah nilai mata uang.60

58 Op.Cit ,hlm.335

59 Op,Cit,hlm.403

60 Henry Campbell Black M.A Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, (St. Paul Minn) Tahun 1979, hlm.315

(20)

40

F. Merek

1. Pengertian Merek

Merek menurut Yusran Isanaini adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa adapun menurut Prof. Molengraaf merek adalah dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu untuk menunjukkan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga di bandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain. Menurut H.M.N Purwo Sutjipto merek dapat diartikan suatu tanda dengan mana suatu benda tertentu di pribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis61.

Secara yuridis pengertian merek tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No.15 tahun 2001 yang berbunyi :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”. 62

2. Fungsi Merek

Perdagangan barang dan jasa merek merupakan salah satu karya intelektual yang penting bagi kelancaran dan peningkatan barang dan jas.

Hal ini dikarenakan merek memiliki nilai strategis dan penting bagi

61 Muhammad Djumhana & R. Djubaidillah, 1993, Hak Milik Intelektual, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 121.

62 Pasal 1 Ayat (1) Nomor.15 Tahun 2001.Undang-undang tentang Merek

(21)

41 produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek selain untuk membedakan dengan produk lain yang sejenis, dimaksudkan juga untuk membangun citra perusahaan dalam pemasaran (market). Bagi konsumen merek selain mempermudah identifikasi, juga merupaka simbol harga diri. Bagi masyarakat, pilihan barang terhadap merek tertentu sudah terbiasa dikarenakan berbagai alasan, diantaranya kualitas yang terpercaya produknya telah mengenal lama dan lain-lain, sehingga fungsi merek sebagai jaminan kualitas semakin nyata.63

3. Jenis Merek

DI dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu merek sebagaimana diatur dalam undang-undang ini meliputi merek dagang dan merek jasa. Pasal 1 angka (2) menjelaskan merek dagang yaitu merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum untuk membedakan barang-barang sejenis.

Sedangkan merek jasa dijelaskan pada Pasal 1 angka (3) yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum yang membedakan jasa-jasa sejenisnya.64

Merek dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yang dikenal di masyarakat, diantaranya yaitu:

63 Haris Munandar & Sally Sitanggang, 2008, Mengenai Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya, Jakarta: Erlangga, hlm. 52.

64 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek

(22)

42 a) Merek Biasa (Normal Marks)

Disebut juga sebagai normal mark yang tergolong kepada merek biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi. Merek yang berderajat biasa ini dianggap kurang memberi pancaran simbolis gaya hidup, baik dari segi pemakaian dan teknologi, masyarakat atau konsumen melihat merek tersebut kualitasnya rendah. Merek ini dianggap tidak memiliki drawing power yang mampu memberi sentuhan keakraban dan kekuatan mitos (mysical power) yang sugesif kepada masyarakat dan konsumen dan tidak mampu membentuk lapisan pasar dan pemakai.

b) Merek Terkenal (Well Known Mark)

Merek terkenal biasa disebut sebagai well known mark.

Merek jenis ini memiliki reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menaik perhatian. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada dibawah merek ini langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachment) dan ikatan mitos (famous mark).

c) Merek Termashyur (Famous Mark)

Tingkat derajat merek yang tertinggi adalah merek termahsyur, sedemikian rupa tingkat termahsyurnya di seluruh dunia, mengakibatkan reputasinya digolongkan sebagai merek aristokrat dunia. Derajat merek termahsyurpun lebih tinggi daripada merek

(23)

43 biasa, sehingga jenis barang apa saja yang berada dibawahnya merek ini langsung menimbulkan sentuhan mitos. Oleh karena definisi tersebut bagi yang mencoba, besar sekali kemungkinannya akan terjebak dengan perumusan tumpang tindih merek terkenal.65

4. Pemalsuan Merek

Dengan adanya hak eksklusif yang diberikan oleh Negara pemilik merek berhak untuk menggunakan mereknya sendiri dan pendaftaran merek merupakan syarat untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak merek. Suatu merek yang dikategorikan palsu itu apabila:

1) Mereknya sama tetapi dengan sengaja menggunakan merek yang sama atau telah terdaftar milik orang lain.

2) Tindakan pemalsuan dari suatu merek dapat dikategorikan pula sebagai persaingan curang yang didasari dengan itikad tidak baik yang dapat mengakibat kerugian bagi pemegang merek yang lebih dulu terdaftar.

3) Pemalsuan merek dapat terjadi ketika suatu produk palsu atau produk dengan kualitas lebih rendah ditempel dengan merek yang sudah terdaftar atau merek terkenal.

4) Pemalsuan merek dapat dikatakan sebagai kejahatan ekonomi, karena para pemalsu merek tidak hanya menipu dan merugikan

65 M. Yahya Harahap, 1996, Tinjauan Merek Secara Umum Dan Hukum Merek Di Indonesia Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1992, Bandung: PT. Ccitra Aditya Bakti, hlm. 80.

(24)

44 konsumen dengan produk palsunya namun juga merusak reputasi dari pengusaha aslinya.66

G. ANALISIS

Terhadap adanya penjualan barang palsu di E-Commerce maka menurut penulis perlindungan konsumen atas terjadinya hal tersebut dapat dilihat dari 2 (dua) perspektif hukum yaitu pertama, perlindungan hukum konsumen dari perspektif hukum perdata dan kedua, perlindungan konsumen dari perspektif hukum pidana.

1. Perlindungan Hukum Konsumen Dari Perspektif Hukum Perdata Menurut pendapat penulis sesungguhnya ketika terjadi transaksi secara online, dapat di katakan telah terjadi suatu perjanjian jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen . dengan adanya perjanjian tersebut maka penulis mangacu pada pengaturan perjanjian sebagaimana di atur dalam kitab Pasal 1313 yang berbunyi :

"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih".67

Dari perngertian di atas penting juga untuk di ketahui syarat syahnya suatu perjanjian di atur dalam pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut :

a) Persetujuan Kehendak

Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.

66 Andi Ratu Bulqis, Marilang, Erlina, 2019,Penegakan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Di Kota Makassar,hlm 20-21

67 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313.

(25)

45 Apa yang di kehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainya.

Dari pengertian di atas maka antara pelaku usaha dan konsumen harus terjadi suatu kesepakatan/persetujuan mengenai segala ketentuan yang dipersyaratkan68

b) Kecakapan Pihak-Pihak

Pada umunya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun atau belum dewasa, orang dalam pengampuan harus di wakili oleh wali mereka.

Dari pengertian di atas maka pelaku usaha dan konsumen harus di pastikan cakap hukum dalam melakukan suatu perjanjian jual beli c) Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat di tentukan.

Dari pengertian di atas maka antara pelaku usaha dan konsumen harus terjadi suatu kesepakatan/persetujuan mengenai spesifikasi barang, harga dan cara pembayaraan.

d) Suatu Sebab yang Halal

Kata ‘casua’ berasal dari Bahasa latin arti

68 Triantika, N. A., Marwenny, E., & Hasbi, M. (2020). Tinjauan Hukum Tentang Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Online Melalui E-Commerce Menueur Pasal 1320 Kuhperdata. Ensiklopedia Sosial Review, 2(2), 119-131.

(26)

46 nya ‘sebab’. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian, isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan di capai oleh pihak-pihak.69

Dari pengertian di atas maka baik pelaku usaha atau konsumen tidak diperbolehkan melakukan perjanjian dengan unsur kejahatan dan pemaksaan.

Pelanggaran terhadap beberapa unsur syahnya perjanjian di atas memiliki implikasi hukum yang berbeda.

1. Tidak terpenuhinya terhadap syarat subyektif (unsur persetujuan dan unsur kecakapan) mengakibatkan suatu perjanjian “dapat di batalkan”. Arti dapat di batalkan salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu.

Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

2. Tidak terpenuhinya terhadap obyektif (unsur hal tertentu dan unsur sebab yang halal) mengakibatkan suatu perjanjian “batal demi Hukum”. Arti batal demi hukum adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Dalam hal syarat sah perjanjian telah terpenuhi akan tetapi ada pelanggaran dalam pelaksanaan perjanjian atau tidak sesuainya kesepakatan barang yang

69 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320

(27)

47 akan di transaksikan palsu maka pihak yang dirugikan dalam hal ini penulis maksud adalah konsumen maka konsumen dapat melakukan gugatan ganti rugi terhadap pelaku usaha karena adanya wanprestasi. Suatu perbuatan hukum dapat di kategorikan wanprestasi apabila :

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa jadi diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah.

Dengan adanya wanprestasi tersebut maka konsumen dapat mengajukan ganti rugi hal ini dapat sesuai dengan pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi:

“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. 70

Dari bunyi pasal di atas maka penulis membagi beberapa unsur-unsur yaitu sebagai berikut :

a. Penggantian biaya kerugian dan bunga adalah sesorang yang telah melakukan wanprestasi wajib untuk melakukan penggantian biaya kerugian kepada orang yang telah di rugikan.

b. Tak terpenuhinya suatu perikatan adalah seseorang yang telah melaukan wanperstasi karena adanya hak yang tidak terpenuhi atau melanggar adanya pejanjian yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak.

70 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1243

(28)

48 2. Perlindungan Konsumen Dari Perspektif Hukum Pidana

Dalam hal terjadi penjualan barang palsu yang di lakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen maka konsumen dapat melakukan tuntutan secara pidana. Hal ini di dukung berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam pasal sebagai berikut:

A. Apabila Terjadi Pemalsuan Barang Terhadap Keseluruhannya

Apabila pelaku usaha melakukan pemalsuan barang pada keseluruhannya dan pada pokoknya maka konsumen dapat mengajukan tuntutan berdasakan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis padal pasal 100 ayat 1 yang berbunyi :

(1) “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah)”.71

Dari bunyi pasal di atas maka penulis membagi beberapa unsur-unsur delik pidana yang harus terpenuhi sebagai berikut :

a. Setiap orang dalam pasal 100 ayat 1 bisa di artikan perseorangan atau badan hukum yang melakukan Tindakan melawan hukum.

71 Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

(29)

49 b. Dengan sengaja dalam pasal 100 ayat 1 bisa diartikan melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan norma yang disadari oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum.

c. Tanpa hak dalam pasal 100 ayat 1 bisa diartikan seorang yang tidak mempunyai kewenangan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri yang bertentangan dengan hak orang lain.

d. Menggunakan merek yang sama dalam pasal 100 ayat 1 bisa diartikan menggunakan karya atau produk orang lain yang telah di daftarkan.

e. Pada keseluruhannya dalam pasal 100 ayat 1 bisa di artikan meniru hasil karya orang lain pada keseluruhannya untuk keuntungan diri sendiri.

Dari pasal 100 ayat 1 di atas menjelaskan apabila ada seseorang yang menggunakan hasil karya orang lain atau meniru pada keseluruhannya maka dapat di pidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

B. Apabila Terjadi Pemalsuan Barang Pada Pokoknya

Apabila pelaku usaha melakukan pemalsuan barang pada intinya maka konsumen dapat mengajukan tuntutan berdasakan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang merek padal pasal 100 ayat 2 yang berbunyi :

(2) “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah)”. 72

72 ibid

(30)

50 Dari bunyi pasal di atas maka penulis membagi beberapa unsur-unsur delik pidana yang harus terpenuhi sebagai berikut :

a. Setiap orang dalam pasal 100 ayat 2 bisa diartikan perseorangan atau badan hukum yang melakukan Tindakan melawan hukum.

b. Dengan sengaja dalam pasal 100 ayat 2 bisa diartikan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang disadari oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum.

c. Tanpa hak dalam pasal 100 ayat 2 bisa diartikan seorang yang tidak mempunyai kewenangan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri yang bertentangan dengan hak orang lain.

d. Menggunakan merek yang sama dalam pasal 100 ayat 2 bisa di artikan menggunakan karya atau produk orang lain yang telah di daftarkan.

e. Pada pokoknya dalam pasal 100 ayat 2 bisa di artikan meniru hasil karya orang lain salah satunya yaitu merek sehingga menimbulkan persamaan pada model produk yang ditiru agar memperoleh keuntungan diri sendiri.

Dari pasal 100 ayat 2 di atas menjelaskan apa bila ada seseorang yang menggunakan hasil karya orang lain atau meniru pada keseluruhannya maka dapat di pidana dengan penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(31)

51 C. Apabila Ada Pihak Yang Melanggar

Apa bila pelaku usaha melakukan pemalsuan barang pada intinya maka konsumen dapat mengajukan tuntutan berdasakan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang merek padal pasal 100 ayat 3 yang berbunyi :

(3) “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yangjenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah)”.73

Dari bunyi pasal di atas maka penulis membagi beberapa unsur-unsur delik pidana yang harus terpenuhi sebagai berikut :

a. Setiap orang dalam pasal 100 ayat 3 bisa diartikan perseorangan atau badan hukum yang melakukan Tindakan melawan hukum.

b. Melanggar Ketentuan dalam pasal 100 ayat 3 bisa diartikan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang di sadari oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum.

c. Jenis Barang dalam pasal 100 ayat 3 bisa diartikan jenis barang yang dapat membahayakan Kesehatan seseorang dan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dapat menimbulkan kematian.

Dari pasal 100 ayat 3 diatas menjelaskan apabila ada pihak yang melanggar ketentuan pada pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) hingga mengakibatkan gangguan Kesehatan seseorang dan merusak lingkungan maka dapat dipidana dengan pidana

73 Ibid

(32)

52 penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah)

D. Pemalsuan Pada Keseluruhannya Dengan Indikasi Geografis Milik Pihak Lain Apa bila ada pihak yang tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhannya maka konsumen dapat mengajukan tuntutan berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 pasal 101 ayat 1 yang berbunyi :

(1) “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”. 74

a. Setiap orang dalam pasal 101 ayat 1 bisa diartikan perseorangan atau badan hukum yang melakukan Tindakan melawan hukum

b. Tanpa hak dalam pasal 101 ayat 1 bisa diartikan seorang yang tidak mempunyai kewenangan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri yang bertentangan dengan hak orang lain.

c. Pada keseluruhannya dalam pasal 101 ayat 1 bisa diartikan meniru hasil karya orang lain pada keseluruhannya untuk ke untungan diri sendiri.

d. Indikasi geografis dalam pasal 101 ayat 1 indikasi geografis bisa di artikan sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut

74 ibid

(33)

53 memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

E. Pemalsuan Pada Pokoknya Dengan Indikasi Geografis Milik Pihak Lain Apabila ada pihak yang tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada pokoknya maka konsumen dapat mengajukan tuntutan berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 pasal 101 ayat 2 yang berbunyi :

(2) “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.75

a. Setiap orang dalam pasal 101 ayat 2 bisa diartikan perseorangan atau badan hukum yang melakukan Tindakan melawan hukum

b. Tanpa hak dalam pasal 101 ayat 2 bisa diartikan seorang yang tidak mempunyai kewenangan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri yang bertentangan dengan hak orang lain.

c. Pada pokoknya dalam pasal 101 ayat 2 bisa diartikan meniru hasil karya orang lain salah satunya yaitu merek sehingga menimbulkan persamaan pada model produk yang ditiru agar memperoleh keuntungan diri sendiri.

75 ibid

(34)

54 d. Indikasi geografis dalam pasal 101 ayat 2 indikasi geografis bisa di

artikan sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

F. Memperdagangkan Barang Palsu Pada Tanda Yang Sama,Tanda Pada Pokoknya Dan Meniru Barang Yang Telah Terdaftar

Apabila ada pihak yang memperdagangkan barang palsu maka konsumen yang merasa di rugikan dapat menuntut sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2016 pada pasal 102 yang berbunyi :

“Setiap orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.76

a. Setiap orang dalam pasal 102 bisa diartikan perseorangan atau badan hukum yang melakukan Tindakan melawan hukum.

b. Memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran dalam pasal 102 bisa diartikan seseorang yang dengan

76 ibid

(35)

55 sengaja memperjual belikan barang yang palsu atau produk yang meniru produk terkenal agar seseorang tersebut mendapat untung bagi diri sendiri

Apabila terjadi pelanggaran memperdagangkan yang di ketahui bahwa barang tersebut adalah barang palsu atau barang tiruan maka dapat di kenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah).

Perlu di ketahui apabila kita mengacu dalam pasal 103 Undang-Undang merek dan indikasi geografis yang berbunyi : Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan. Maka padaTindak pidana sebagaimana disebutkan, hanya dapat ditindak jika ada aduan dari pihak yang dirugikan.Ini berarti bahwa penjualan produk atau barang palsu hanya bisa ditindak oleh pihak yang berwenang jika ada aduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh hal tersebut, dalam hal ini si pemilik merek itu sendiri atau pemegang lisensi dan konsumen .

3. Hak Bezit Dalam E-commerece

Kepuasaan pembeli dalam menikmati barang palsu sangatlah berbeda dengan menikmati barang original, sehingga hal tersebut sangatlah berpengaruh dalam kepuasan konsumen. Adanya bezit harus ada 2 (dua) unsur ,yaitu :

-Adanya corpus , yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya.

(36)

56 -Adanya animus , yaitu hubungan orang dengan benda itu harus dikehendaki oleh orang tersebut.

Dengan demikian, pelaku usaha tidak beritikad baik dalam menjalankan usahanya, karena tidak memberi informasi yang benar dan jelas mengenai kondisi barang yang dijual sehingga mengakibatkan kerugian kepada pembeli.

Dalam hal ini berlaku klausula baku adanya pengalihan tanggung jawab dari pelaku usaha kepada E-commerece karena adanya perjanjian baku. Klausula .baku tersebut terdapat dalam faktur penjualan atau dalam perjanjian dengan konsumen.

Dalam praktik hukumnya penjelasan mengenai wanprestasi dapat dijelaskan pada saat pelaku usaha tidak bertanggung jawab terhadap perjanjian dengan pihak E-commerece yang mengakibat kerugian secara materiel.

Kontrak Elektronik dan Perlindungan Konsumen berdasarkan UU ITE dan PP PSTE Transaksi jual beli, meskipun dilakukan secara online, berdasarkan UU ITE dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan. Kontrak Elektronik itu sendiri menurut Pasal 48 ayat (3) PP PSTE setidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut; data identitas para pihak; objek dan spesifikasi; persyaratan Transaksi Elektronik; harga dan biaya;

prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak; ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik. Dengan demikian, pada transaksi elektronik yang terjadi dikasus dapat menggunakan instrumen UU ITE dan/atau PP

(37)

57 PSTE sebagai dasar hukum dalam menyelesaikan permasalahannya. Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Pada ayat berikutnya lebih ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Lalu muncul pertanyaan bahwa bagaimana jika barang bagi pihak konsumen tidak sesuai dengan yang diperjanjikan? Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur khusus tentang hal tersebut, yakni Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. Selain kedua ketentuan tersebut di atas, apabila ternyata barang yang diterima tidak sesuai dengan foto pada iklan toko online tersebut (sebagai bentuk penawaran), kita juga dapat menggugat Pelaku Usaha (dalam hal ini adalah penjual) secara perdata dengan dalih terjadinya wanpretasi atas transaksi jual beli yang Anda lakukan dengan penjual. Menurut Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya tentang “Hukum Perjanjian”, wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam kondisi yaitu:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Jika salah satu dari 4 macam kondisi tersebut terjadi, maka Anda secara perdata dapat

(38)

58 menggugat penjual online dengan dalih terjadi wanprestasi (misalnya, barang yang Anda terima tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang dimuat dalam tampilan beranda suatu laman online).

Penjelasan mengenai perbuatan melawan hukum terjadi pada saat pelaku usaha memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan standart umum (originalitas) barang yang diperjual belikan serta penjelasan yang memuat nama barang, ukuran berat dan isi, komposisi aturan pakai, tanggal pembuatan serta akibat sampingan tanpa suatu informasi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi :

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf

a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1)

huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun

atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat

tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

(39)

59 Pidana Penipuan dalam Transaksi Jual Beli Online, hal yang perlu diingat adalah bahwa jual beli secara online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli secara faktual pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual beli online pun sebagaimana kami jelaskan sebelumnya tidak berbeda dengan hukum yang berlaku dalam transaksi jual beli secara nyata. Pembedanya hanya pada penggunaan sarana internet atau sarana telekomunikasi lainnya.

Akibatnya adalah dalam transaksi jual beli online sulit dilakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan.

Sifat siber dalam transaksi secara elektronik memungkinkan setiap orang baik penjual maupun pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi maupun perjanjian jual beli.

Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online, maka ia dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE.

Pasal 378 KUHP berbunyi :

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

(40)

60 Pasal 28 ayat (1) UU ITE berbunyi :

Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini diancam pidana dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yakni:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Referensi

Dokumen terkait

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Ini terlihat dengan adanya predikat menggunakan kata kerja aktif berupa kata menyampaikan yang memiliki arti perbuatan yang memberikan paparan atau penjelasan

Sementara itu, Imam berkata dengan santun, “Wahai saudaraku, sungguh telah kau katakan sesuatu padaku, seandainya benar apa yang kau katakan, aku memohon ampunan kepada Allah,

Karena saya memberikan kesempatan besar untuk anda. Penyimpangan pada kalimat di atas ditandai dengan kata ganti orang pertama atashi yang diucapkan oleh penutur pria

Peningkatan sumber-sumber pembiayaan Pusat pelayanan pendidikan masyarakat, pengembangan pos pemberdayaan keluarga (Posdaya), desa dan sekolah binaan melalui

Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang merasakan jasa layanan diberikan oleh tenaga kesehatan dengan cepat, Maka dari dimensi Responsiveness sudah dapat

Taman Nasional Way Kambas memiliki satu spektrum ekosistem yang besar, di dalamnya dapat ditemukan formasi-formasi hutan seperti hutan bakau, hutan pantai, vegetasi riparian,

Bab ini penulis akan menjelaskan upaya perlindungan hukum konsumen terhadap produk peralatan makan yang mengandung melamin palsu, upaya hukum yang dilakukan oleh konsumen