17 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada Bab II ini berisikan mengenai kajian pustaka yang mana akan mencari jawaban pada saat turun lapang dan mengambil beberapa permasalahan dari berbagai referensi dan hasil penelitian terdahulu atau permasalahan yang sedang terjadi.
A. Kajian Teori
1. Sekolah Ramah Anak
a. Pengertian SekolahpRamahpAnak
Bagian Pendidikan dari Kantor Program UNICEF di New York memperkenalan Sekolah Ramah Anak (SRA) pada tahun 1999. “Kerangka Sekolah Ramah Anak” adalah prinsip hak anak yang ditetapkan dalam Konvensi 1990 tentang Instrumen hak asasi manusia internasional dan hak anak (termasuk “Deklarasi Pendidikan Keseluruhan”). Kerangka Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk meningkatkan efisien pembelajaran, efisiensi dan cakupan sistem pendidikan, dan memungkinkan semua anak untuk menyadari hak mereka untuk belajar. Menurut ketentuan Miske (2010:3), kerangka kerja Sekolah Ramah Anak adalah mewujudkan hak dasar yang diatur dalam Konvensi Hak Anak yang ditandatangani di Turki pada tahun 1989.
Menurut istilah Child-Friendly (CFC) oleh UNICEF Innocenti Research ramah anak berarti melindungi hak-hak anak sebagai
18
warga kota. Sementara itu, masyarakat di Indonesia mengartikam Sekolah Ramah Anak adalah masyarakat terbuka yang memungkinkan anak-anak dan remaja untuk berpatisipasi dalam kesejahteraan anak. Dapat dikatakan bahwa membesarkan anak berarti memperlakukan anak sebagai semua orang yang memiliki semua hak dan harus diperlakukan sebagai orang yang terhormat. Oleh karena itu, hal ini dapat diartikan sebagai ramah terhadap anak, yaitu melakukan upaya sadar untuk melindungi dan mewujudkan upaya sadar untuk melindungi dan mewujudkan hak-hak anak dalam segala aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab.
Menurut Pasal 1 Angka 3 PERMEN PPPA Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak disebutkan bahwa
Sekolah Ramah Anak yang selanjutnya disingkat SRA adalah merupakan satuan pendidikan formal, non formal, dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak anak dan perlindungan anak di pendidikan.
b. Tujuan Sekolah Ramah Anak
Tujuan Sekolah Ramah Anak adalah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang memberikan hak-hak anak berdasarkan Konvensi Hak Anak. Agar anak memperoleh haknya secara penuh, orang tua, guru, dan orang dewasa mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Tujuan Sekolah Ramah Anak meliputi:
19
1) Memberi setiap anak kesempatan untuk pergi ke sekolah, mengurangi tingkat membolos, dan meningkatkan ketahanan anak untuk memecahkan masalah.
2) Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, aman dan tidak diskriminatif, menyambut semua anak dan mendukung lingkungan belajar sekolah.
3) Membangun rasa kepemilikan sekolah terhadap masyarakat dan meningkatkan partisipasi serta dukungan masyarakat terhadap orang tua sekolah, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat.
4) Lingkungan, gedung dan pekarangan dapat memenuhi kebutuhan anak.
c. Prinsip-Prinsip SekolahpRamahpAnak
Menurut Chabbot (2004) menunjukkan dalam UNICEF (2009:1) bahwa prinsip “Sekolah Ramah Anak” menegaskan bahwa setiap anak menerima pendidikan wajib gratis dalam lingkungan yang membimbing kehadiran dan partisipasi, disiplin kelembagaan yang adil dan manusiawi. Mengembangkan kepribadian dan memaksimalkan kemampuan dan bakat siswa; menghormati hak asasi anak dan kebebasan dasar anak; menghargai hak dan mempromosikan nilai-nilai anak, bahasa dan identitas budaya, serta nilai dan budaya nasional negara tempat tinggal anak; Memberikan kebebasan pada anak dan menghilangkan hal-hal negatif dalam
20
proses tumbuh kembang anak, menghargai orang lain dan lingkungan hidup.
Menurut UNICEF (2009:1), tiga masukan yang dapat mempengaruhi pengembangan SRA adalah studi sekolah aktif pertama, pentingya pendidikan bagi anak sehingga setiap anak harus dapat bersekolah. Kedua, inisiatif peningkatan kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berfokus pada pentingnya menghubungkan, merawat, dan mendapatkan dukungan. Ketiga, minat UNICEF dalam meningkatkan kualitas sekolah pada anak, keluarga, dan pendekatan yang berpusat pada masyarakat. Model SRA yang dikembangkan oleh UNICEF bukan sebagai konsep abstrak atau cetak birustatis, tetapi sebagai bentuk pendidikan (menuju arah yang berkualitas), yang mencerminkan tiga poin kunci, yaitu dari Convention on the Rights of the Child (UNICEF), dalam percetakan.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 8 Tahun 2014 mengatur tentang prinsip-prinsip Sekolah Ramah Anak di Indonesia yaitu:
1) Non diskriminasi, untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk menikmati hak atas pendidikan tanpa diskriminasi, jenis kelamain, agama, ras dan latar belakang orang tua.
21
2) Kepentingan terbaik bagi anak, merupakan kunci utama dalam segala tindakan mengelola, keputusan dan penyelenggara pendidikan yang berhubungan dengan peserta didik.
3) Hidup, perkembangan dan kelangsungan hidup adalah untuk menghargai martabat anak dan menciptakan lingkungan yang menjamin perkembangan seluruh anak secara menyeluruh. 4) Penghormatan atas pendapat anak termasuk menghormati hak
anak untuk mengutarakan pendapatnya dalam segala sesuatu yang mempengaruhi anak di lingkungan sekolah.
5) Pengelolaan yang baik, memastikan keterbukaan informasi, partisipasi, transparansi, supremasi hukum dan akuntabilitas lembaga pendidikan.
d. Indikator Sekolah Ramah Anak
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak, Indikator Sekolah Ramah Anak (SRA) dikembangkan untuk mengukur capaian SRA, yang meliputi 6 (enam) komponen penting, yaitu:
1) Kebijakan SRA,
2) Pelaksanaan kurikulum,
3) Pendidik dan tenaga kependidikan terlatih hak-hak anak, 4) Sarana dan prasarana SRA,
22
6) Partisipasi orang tua, lembaga masyarakat, dunia usaha, pemangku kepentingan; dan alumni.
e. Ciri-ciri Sekolah Ramah Anak
Ada beberapa ciri-ciri Sekolah Ramah Anak yang ditinjau dari beberapa aspek :
1) Sikap terhadap murid; Perlakuan adil terhadap anak laki-laki dan perempuan, orang pintar dan lemah, orang kaya, orang cacat, anak Pegawai Negeri Sipil, dan anak buruh, menerapkan norma agama, sosial dan budaya setempat. Selain bersimpati kepada siswa, kita juga harus memperhatikan merek yang lemah dalam proses pembelajaran, karena hukuman fisik maupun non fisik akan merugikan anak. Menghormati hak-hak anak di kalangan mahasiswa, dosen dan staff, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
2) Metode Pembelajaran: Proses pembelajaran dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa merasa bahagia setelah kelas tanpa rasa takut, cemas, siswa menjadi lebih aktif dan kreatif, serta tidak merasa minder akibat persaingan dengan teman siswa lain. Penerapan berbagai metode pembelajaran yang inovatif dapat menghasilkan proses pembelajaran yang inovatif dapat menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.
3) Proses belajar mengajar didukung dengan media pembelajaran seperti buku teks dan alat peraga/pajangan untuk membantu siswa menyerap. Sebagian tuan rumah, guru dapat
23
mewujudkan proses pembelajaran yang kooperatif dan interaktif, baik sendiri maupun berkelompok. Ada proses pembelajaran partisipatif. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Sebagai fasilitator proses pembelajaran, guru dapat mendorong dan membantu siswa menemukan cara/jawaban yang sesuai dengan pertanyaannya sendiri.
4) Siswa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang menghambat proses pembelajaran dengan melakukan sesuatu (belajar dengan mengerjakan sesuatu, berdemonstrasi, berlatih, dan lain-lain) sehingga meningkatkan kemampuannya.
5) Penataan Kelas; Siswa berpartisipasi dalam menyiapkan kursi dan meja, mendekorasi dan menggambarkan ilustrasi ilmiah. Penataan bangku yang klasik (disusun terbalik) dapat membatasi kreativitas siswa dalam interaksi sosial dan kerja kursi kelompok. Siswa berperan serta dalam menentukan warna dinding atau dekorasi dinding kelas, agar siswa betah di dalam kelas, sembari menunjukkan karya siswa, hasil tes, buku teks dan buku harus dibuat artistik dan menarik, serta disediakan ruang baca (pojok baca).
6) Lingkungan Kelas; Siswa berpartisipasi dalam mengungkapkan ide-idenya untuk menciptakan lingkungan sekolah (menentukan warna dinding kelas, dekorasi, majalah dinding, kotak saran fasilitas penjernihan air, fasilitas kamar mandi). Disesuaikan dengan postur tubuh dan usia anak di
24
sekolah, kebijakan atau peraturan yang mendukung higienitas dan kebersihan
2. Kebijakan Sekolah Ramah Anak
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengeluarkan “Kebijakan Sekolah Ramah Anak” di Indonesia pada Nomor 8 Tahun 2014 yang bertujuan untuk memberikan referensi bagi para pemangku kepentingan termasuk anak-anak dan membantu mereka merumuskan Sekolah Ramah Anak untuk mencapai salah satunya. Indikator penampilan Kota Ramah Anak (KLA). Sasaran dari kebijakan sekolah ramah anak adalah:
a. Mewujudkan melalui lingkungan sekolah, menjamin dan melindungi hak-hak anak.
b. Menjadi pemandu pengembangan Sekolah Ramah Anak di daerah kabupaten/kota.
c. Menerapkan salah satu Indikator Kota Layak Anak (KLA) daerah/kota.
Dengan kebijakan ini, “Sekolah Ramah Anak” telah merumuskan 5 (lima) bagian. Kelima komponen tersebut adalah:
a. Menerapkan kurikulum.
b. Pendidikan dan pendidik menerima pelatihan tentang hak-hak anak.
25 d. Partisipasi anak.
e. Partisipasi orang tua, lembaga masyarakat, dunia usaha, pemangku kepentingan lainnya dan alumni.
Kelima komponen tersebut memiliki indikator sebagai berikut:
1) Variabel Kebijakan Sekolah Ramah Anak
a) Memenuhi standar pelayanan minimal sektor pendidikan.
b) Merumuskan kebijakan anti kekerasaan (pelajar, dosen, dan masyarakat terdidik, termasuk pegawai lainnya yang ada di sekolah).
c) Menerapkan kode etik lembaga pendidikan
d) Menegakkan disiplin secara ketat dan tidak menggunakan kekerasan.
2) Indikator Pelaksanaan Kurikulum
a) Terdapat berkas pada file khusus di satuan pendidikan anak.
b) Program pendidikan berdasarkan hak anak.
c) Proses pembelajaran.
d) Mengevaluasi hasil belajar berdasarkan hak anak.
3) Indikator Tenaga Pendidik dan Pendidik yang telah terlatih dalam hak- hak anak adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru, Pendamping Ekstrakurikuler dan Orang
26
Tua memiliki pemahaman dan keterampilan untuk melaksanakan hak-hak anak dalam ekstrakurikuler, kurikuler, dan kokurikuler.
4) Sarana dan Prasarana Sekolah Ramah Anak
a) Menyusun rencana bisnis pelayanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
b) Toilet Siswa harus memenuhi kondisi kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan (termasuk kualifikasi, kenyaman dan keselamatan penyandang disabilitas), dan toilet yang terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan dan menyediakan tempat sampah pada tiap-tiap toilet untuk dapat membuang sampah pada tempatnya menyediakan air bersih yang cukup.
c) Menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
d) Sekolah Adiwiyata.
e) Kantin Sehat.
5) Partisipasi Anak
6) Partisipasi Orang Tua, Dunia Usaha, Lembaga Masyarakat, Pemangku Kepentingan Lainnya.
Pemantauan, evaluasi dan pelaporan dilakukan dalam kebijakan “Sekolah Ramah Anak”. Tim pelaksana Sekolah Ramah Anak melakukan pengawasan seminggu sekali. Laporan hasil monitoring digunakan sebagai bahan untuk rapat evaluasi. Penilaian SRA dilakukan
27
oleh lembaga penilai independen setiap 3 (tiga) bulan. Hasil evaluasi menjadi masukan setiap satuan kerja perangkat daerah, penyelenggara pendidikan dan semua pihak yang terlibat dalam meningkatkan pembangunan sekolah ramah anak.
Pelaksana Sekolah Ramah Anak memberikan laporan monitoring dan evaluasi kepada sub tim pendidikan, monitoring waktu luang dan kegiatan budaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan. Pengembangan Sekolah Ramah Anak yang didasari oleh beberapa prinsip berikut:
1) Non diskriminasi, yaitu memastikan bahwa masing-masing anak memiliki kesempatan untuk mendapatkan haknya atas pendidikan tanpa adanya diskriminasi, jenis kelamin, ras, agama dan latar belakang orang tua.
2) Kepentingan terbaik bagi anak, dengan kata lain selalu mempertimbangkan keputusan dan tindakan dalam penyelenggara pendidikan mengenai pendidikan terhadap siswa.
3) Hidup, tujuan dari berkembang dan kelangsungan hidup adalah untuk menciptakan lingkungan yang menghargai harkat serta martabat anak dan memastikan bahwa semua anak berkembang sepenuhnya.
4) Penghormatan atas pendapat anak termasuk penghormatan terhadap hak anak dalam mengutarakan pendapatnya yang segala sesuatu dapat mempengaruhi anak di lingkungan sekolah.
28
5) Menyelenggarakan manajemen yang baik dengan menjamin keterbukaan informasi, partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan supremasi hukum di bidang pendidikan.
“Kebijakan Sekolah Ramah Anak” senantiasa menetapkan strategi sosial Indonesia untuk menghapus diskriminasi dan kekerasaan terhadap anak, memungkinkan anak berkmbang dan menikmati martabat yang sama dengan manusia. Sebagai solusi alternatif kualitas pendidikan di Indonesia, Implementasi Kebijakan Sekolah Ramah Anak menjadi sangat penting. Penerapan Kebijakan Sekolah Ramah Anak tidaklah mudah, karena faktor fisik dan non fisik yang ada dalam sekolah, keluarga dan masyarakat yang sangat berbeda. Diperlukan 7 (tujuh) strategi atau langkah untuk mewujudkan sekolah ramah anak, yaitu:
1) Sekolah harus mengakui dan terbuka terkait kekerasaan, karena selama ini sekolah sering menutupi kekerasaan di luar lembaganya. Jika sekolah tidak turut berbicara mengenai kekerasaan yang sudah terjadi, maka akan selalu ada budaya yang sulit untuk dihancurkan. Sekolah harus melakukan pengakuan agar nantinya tidak berdampak pada kepentingan masyarakat atau orang tua akan menyekolahkan anaknya. Hal ini akan menimbulkan kesan negatif bagi sekolah.
2) Memutus rantai kekerasan di sekolah. Kekerasaan di sekolah yang bersifat turun temurun. Sekolah saja tidak bisa menyelesaikannya. Oleh karena itu dibutuhkan peran dan komitmen pemimpin melalui
29
dukungan kepemimpinan diantaranya dari Kepala Sekolah, Kepala Dinas, Kepala Distrik dan terus keatas. Komitmen tersebut harus sampai pada Kementerian untuk menghapus kekerasaan terhadap anak. Sekolah Ramah Anak merupakan Humas semua pihak (terutama lembaga pendidikan di pemerintahan)
3) Peningkatan kapasitas, sekolah harus memahami ciri, bentuk dan solusi kekerasaan. Guru tidak dapat memperbolehkan siswa melakukan tindakan kekerasan apapun termasuk perundungan. Jika anak yang telah melakukan tindakan kekerasaan tidak diberi sanksi, maka banyak teman lainnya yang akan ikut melakukan tindakan kekerasaan tersebut. Pihak sekolah perlu menangani kekerasan di sekolah dengan tindakan yang setara dan harus konsisten dalam hal penuntutan,
4) Sekolah juga harus memiliki tim kerja yang inklusif. Kekerasaan di sekolah ini harus ditangani oleh banyak orang. Tim kerja inklusif SRA melibatkan banyak pihak, termasuk pihak-pihak yang secara tidak langsung terkait dengan pembelajaran dan sekolah, misalnya, Puskesmas, kepolisian yang secara khusus terkait dengan penanganan kekerasaan untuk anak dan perempuan;
5) Masalah pelecehan anak di sekolah harus dianalisis latar belakangnya. Kami tidak hanya memberikan sanksi dan hukuman kepada para pelakunya. Menilai faktor-faktor lain yang menyebabkan anak melakukan perilaku kekerasaan, seperti ketika
30
siswa bertengkar, adakah provokasi yang ingin direndahkan oleh beberapa pihak untuk menurunkan reputasi sekolah atau kepala sekolah saat itu? Adakah tudingan politik di baliknya? Karena tidak ada satupun perilaku kekerasaan yang tidak ada kaitannya dengan faktor lain, maka dapat dijelaskan bahwa perilaku kekerasaan hanya dapat dipengaruhi oleh salah satu faktor pelaku.
6) Pendekatan rasional-ekologi. Pendekatan individu harus dilakukan untuk anak-anak. Biarkan siswa yang mana sebagai korban tetap jujur dan terbuka tentang apa yang mereka alami. Selain itu, memungkinkan pelaku kekerasaan untuk mengetahui apakah operasi yang dilakukan salah satu atau merugikan orang lain, sehingga tidak terulang kembali. Kesadaran para pelaku kekerasaan merupakan bagian utama pada langkah ini. Kesadaran diri bukan hanya hukuman fisik. Nyatanya, hukuman fisik membuat kekerasaan terhadap pelakunya dapat bertahan selamanya, dan korban perlu ditangani sesuai dengan kebutuhannya. Jika perlu, mintalah seorang ahli untuk memberikan bantuan psikologis.
7) Evaluasi berkelanjutan. Merupakan evaluasi pada pertengahan atau akhir semester, kemudian dilakukan evaluasi agar tidak menimbulkan lebih banyak korban (penganiayaan anak). Kaji waktu terjadinya kekerasaan, tanpa menunggu waktu. Menunda penilaian pelaku bullying sebenarnya bisa berdampak negatif yang lebih besar. Korban diperlakukan secara kejam terhadap korban lainnya. Penilaian juga akan dilakukan sepenuhnya.
31
Keberhasilan penyelenggaraan sekolah ramah anak terkait dengan pendidikan anak di beberapa lingkungan (tiga pusat pendidikan), yaitu pendidikan sekolah, pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat. Keberadaan lembaga sekolah dan lembaga pra sekolah tidak mengurangi arti penting pendidikan keluarga. Terdapat lima (lima) aspek kehidupan keluarga yang mempengaruhi pembentukan ciri-ciri utama anak dan individu, yaitu: (1) biologi, (2) psikologi, (3) ekonomi; (4) sosial budaya; (5) spiritualitas dan agama. Fungs orang tua adalah: (1) Melindungi kepentingan anak, termasuk kebutuhan dasar emosi dan dilandasi perasaan bersama; (2) Menumbuhkan semangat terkait pemenuhan kebutuhan jasmani; (3) Mengajarkan mengenai hak milik
32 B. Hasil Penelitian yang Relevan
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Yang Relevan
N o
Judul Hasil Perbedaan
1. 2. 3. Ahmad Syafi’i, (2017). “Upaya Kepala Sekolah Dalam Mewujudkan Sekolah Ramah Anak di SDIT Nur Hidayah Surakarta tahun Pelajaran 2016/2017.”
Ayu Kartika Sari, (2017). “Implementasi Program Sekolah Ramah Anak Dalam Penanggulangan Kekerasaan Pada Anak (Studi pada
SDN 3
Panggungrejo Kabupaten Pringsewu).”
Ranti Eka Utari, (2016). “Implementasi Program Sekolah Ramah Anak Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Kebijakan Pelaksanaan SRA sudah memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan artian kebijakan anti kekerasan, tindakan pencegahan kekerasaan, penegakan kedisiplinan non diskriminatif dan adanya komitmen kawasan bebas rokok dan napza. Itu semua merupakan upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam mewujudkan SRA di SDIT Nur Hidayah Surakarta. Implementasi pada program SRA telah terlaksana dengan baik, sehingga dapat dilihat dalam persiapan sosialisasi SRA di pemerintah desa dan sekolah berjalan dengan baik. Menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai partai politik termasuk Pemerintah daerah Kabupaten Pringsewu dan LPA. Tugas pelaksanaan rencana Sekolah Ramah Anak menurut organisasi dan partai politik terlibat langsung dengan tanggung jawab utamanya dan fungsinya sejalan dengan tujuan rencana Sekolah Ramah Anak yang tercantum pada PERMEN PPPA Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan SRA
Program SRA berbasis 3P, yaitu provisi, proteksi, dan partisipasi adapun terdapat beberapa komponen pada implementasi program SRA dengan berkomunikasi dengan guru dalam bentuk sosialisasi dan
Penelitian ini memfokuskan tentang kebijakan Pemerintah Kota Malang terhadap Peraturan SRA yang mana lebih luas tidak hanya dalam satu sekolah akan tetapi menyamaratakan seluruh
sekolah mampu
mewujudkan SRA.
Penelitian ini mengarah pada hak-hak anak yang perlu dilindungi, dijamin, dan penuh dengan orang tua, keluarga, pemerintah, komunitas dan sekolah. Tidak hanya itu objek yang diteliti juga sangat berbeda.
Penelitian ini mewujudkan program SRA sesuai dengan ketentuan PERMEN PPPA Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak. Sedangkan
33 4. 5. Tempuran Kabupaten Magelang.” Siti Muitasari, (2016) “Implementasi Program Sekolah Ramah Anak Dalam Mengembangkan Kecakapan Hidup (Studi Pendampingan anak korban kekerasaan di Yayasan Setara).” Galuh Mentari Putri, (2020) “Implementasi Program Sekolah Ramah Anak di Sekolah Dasar Negeri Model Kota Malang.”
pelatihan, kemudian bersosialisasi dengan orang tua dan membimbing siswa.
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan program “Sekolah Ramah Anak” adalah upaya pengembangan kecakapan hidup bagi anak korban kekerasaandengan menggandeng sekolah yang rawan kekerasan. Sekolah merupakan tempat disosialisasikannya hak-hak anak melalui materi pembelajaran yang berkaitan dengan perlindungan hak anak. Faktor-Faktor yang mendorong implementasi rencana “Sekolah Ramah Anak” antara lain dukungan pemerintah dan kesadaran diri dari beberapa donor serta ketersediaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang disediakan oleh Yayasan Setara.
Implementasi Sekolah Ramah Anak Model Sekolah Dasar Negeri Kota Malang telah dilaksanakan dengan sangat baik dan telah mencapai indikator SRA, berhasil meraih Penghargaan Festival Sekolah Hijau dari Dinas Pendidikan Kota Malang dan dinominasikan sebagai Sekolah Ramah Anak Terbaik Setingkat SD di Kota Malang. Kurikulum yang diterapkan di SD Negeri Model Malang sudah terintegrasi dengan program Sekolah Ramah Anak, tidak ada diskriminasi dan kekerasaan terhadap anak.
penelitian yang sebelumnya mewujudkan program SRA berbasis pada 3P (provisi, proteksi, dan partisipasi).
Penelitian ini memiliki perbedaan pada cara mengimplementasikannya yang mana bertujuan mewujudkan
satuanppendidikanpb itu formal, nonformal,dan informal. Selain itu menciptakan lingkungan yang aman, sehat dan bersih, serta peduli dan berbudaya. Menjamin untuk terpenuhinya hak-hak anak serta perlindungan dari kekerasan,
diskriminasi,dan perlakuan yang salah.
Tujuan disusunnya Sekolah Ramah Anak adalah untuk menjamin, memenuhi,serta
melindungi hak seorang anak melalui SRA. Adapun untuk memastikan bahwa satuan pendidikan mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan anak dalam bertanggung jawab pada kehidupannya
yang saling
menghormati,toleran, dan bekerjasama untuk kemajuanpdanp
semangat perdamaian. Melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, juga secara emosional dan
34
spiritual. C. Kerangka Pikir
Adapun kerangka pikir yang saya buat adalah menggambarkan secara singkat mengenai alur penelitian yang akan dilakukan. Alur penelitian yang dilakukan dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Kebijakan Sekolah Ramah Anak
Bentuk Upaya Terwujudnya Implementasi Sekolah Ramah Anak
Hak-Hak Anak
Satuan Pendidikan Perlindungan Anak
Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan
Seseorang yang belum berusia 18 tahun, dan
termasuk anak yang masih dalam kandungan
berhak atas hak-haknya dari segi pendidikan, segi menyatakan pendapatnya dan segi bantuan hukum
Menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat tumbug, berkembang, dan berpatisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan
Terpenuhinya Hak-Hak Anak
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak
35
Bagan 1. Kerangka Pikir
Berdasarkan Kerangka Pikir di atas, dapat dideskripsikan sebagai berikut. PERMEN PPPA Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak Pasal 1 Angka 3 Sekolah Ramah Anak yang selanjutnya disingkat SRA adalah lembaga pendidikan formal, non formal dan informal, aman, bersih, sehat, peduli dan berbudaya lingkungan, yang dapat menjamin, mewujudkan, dan menghormati hak-hak anak. Serta melindungi anak dari kekerasan, diskriminasi dan lain-lain.
Penyalahgunaan dan dukungan anak, terutama partisipasi dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pemantauan dan mekanisme pengaduan terkait dengan realisasi hak anak dan perlindungan anak dalam pendidikan. Agar penerapan kebijakan sekolah ramah anak terpenuhi maka perlu disesuaikan dengan Undang-Undang yang berlaku yang mana bagaimana satuan pendidikan yang ada pada sekolah tersebut, kemudian apakah hak-hak anak telah terpenuhi dengan baik, dan apakah sekolah telah melakukan perlindungan yang cukup kepada anak tersebut. Karena jika ketiga hal tersebut tidak berjalan dengan baik di sekolah maka penerapan sekolah ramah anak pada sekolah tersebut akan menimbulkan permasalahan dan hambat