• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Sekolah Nava Dhammasekha Dalam Pembentukan Keyakinan Ajaran Buddha (Studi Kasus Siswa Paud Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Sekolah Nava Dhammasekha Dalam Pembentukan Keyakinan Ajaran Buddha (Studi Kasus Siswa Paud Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 2, No. 1, Mei 2021 e-ISSN: 2774-3632

Halaman 43

Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha

licensed under CC BY 4.0 Copyright © 2021 pada penulis

Implementasi Sekolah Nava Dhammasekha Dalam

Pembentukan Keyakinan Ajaran Buddha

(Studi Kasus Siswa Paud Dhammasekha Tusita Vihara

Isipatana)

1Cicih Komala Dewi,2Ruby Santamoko 1,2 STAB Dharma Widya

Alamat Surat

Email: stabdw@gmail.com, ruby@stabdharmawidya.ac.id Article History:

Received: 30-Maret-2021; Received in Revised: 14-April-2021; Accepted: 28-April-2021 ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat peran serta Sekolah Nava Dhammasekha dalam pembentukan keyakinan (saddha) ajaran Buddha agar dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari sedari anak masih usia dini, permasalahan yang timbul dapat dilihat bahwa rendahnya minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di pendidikan Nava Dhammasekha disebabkan kurangnya sosialisasi keberadaan sekolah tersebut, kurangnya penerapan kurikulum yang belum sesuai, kekuatiran setelah lulus dari Nava Dhammasekha bisakah dilanjutkan sekolah umum, kurangnya sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan yang belum sesuai kompetensi dari jenjang pendidikan. Maka dari hasil pembahasan disimpulkan masyarakat harus memperoleh informasi yang cukup tentang Nava Dhammasekha yang berada di Vihara Isipatana sangat dibutuhkan oleh umat Buddha sekitar, sudah kebijakan pemerintah mengenai Sekolah Nava Dhammasekha yang disamakan dengan jenjang formal saat mau melanjutkan ke jenjang selanjutnya, perlu ditambahnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah Nava Dhammasekha, tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi S1 jurusan pendidikan PAUD minimal lulusan Pendidikan Keagamaan Buddha yang diakui oleh negara, hal ini mutlak dibutuhkan sesuai dengan tuntutan jaman di era digitalisasi karena pendidik yang profesional jelas memahami sistem pendidikan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan penelitian di atas penulis menggunakan metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif yang mempergunakan hasil observasi langsung, wawancara terbuka dan kemudian mengambil kesimpulan. Mengingat data yang dianalisis berupa teks yang bersifat kualitatif, maka penulis menggunakan analisis data secara pengamatan dan

(2)

Halaman 44

keterlibatan observasi pada obyek yang diambil. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidik perlu mengajarkan nilai-nilai keyakinan (saddha) terhadap pencapaian brahma

vihara, diantaranya memiliki perilaku yang mencerminkan sikap; beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan YME, dan Tiratana, berkarakter, jujur, dan peduli, bertanggungjawab, pembelajar sejati sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

Kata kunci: Implementasi Sekolah Nava Dhammasekha; dalam pembentukan keyakinan ajaran Buddha

ABSTRACT

This research raises the role of the Nava Dhammasekha School in the formation of Buddhist beliefs (saddha) so that it can be applied in everyday life from an early age, the problems that arise can be seen that the low interest of the community to send their children to Nava Dhammasekha education is due to lack of socialization. the existence of these schools, the lack of inappropriate application of the curriculum, concerns after graduating from Nava Dhammasekha whether it can be continued by public schools, lack of facilities and infrastructure, educators and educational staff that do not match the competencies of the educational level. So from the results of the discussion it was concluded that the community must obtain sufficient information about Nava Dhammasekha at the Isipatana Vihara which is needed by the surrounding Buddhists, there is a government policy regarding the Nava Dhammasekha School which is equated with the formal level when they want to continue to the next level, it is necessary to add facilities and infrastructure. As a support for teaching and learning activities at the Nava Dhammasekha school, educators must have a qualification of S1, majoring in PAUD education, at least a graduate of Buddhist Religious Education recognized by the state, this is absolutely necessary in accordance with the demands of the era in the era of digitalization because professional educators clearly understand the education system in Indonesia. . To achieve the above research objectives the writer uses this research method is descriptive qualitative which uses the results of direct observation, open interviews and then draws conclusions. Given that the data analyzed is in the form of qualitative text, the writer uses observational data analysis and involvement of observations on the object taken. The results of this study indicate that educators need to teach the values of belief (saddha) towards the achievement of the Brahma vihara, including having behavior that reflects attitudes; have faith and devotion to God Almighty and Tiratana, have character, are honest, and care, responsible, lifelong true learners, and are physically and mentally healthy in accordance with the development of children in the family, school, community and natural environment, nation and state.

Keywords: Implementation of the Nava Dhammasekha School; in the formation of Buddhist beliefs

1. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

(3)

Halaman 45

bangsa dan negara. Demikian pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari konsep tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kemajuan teknologi di era globalisasi diberbagai bidang kehidupan seperti dalam bidang sosial, agama, hukum, budaya atau bidang Pendidikan terus menerus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga membuat setiap orang bersaing dan saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhan dan kegiatannya. Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat diperlukan sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi dalam melakukan berbagai kegiatannya. Khusus dalam kehidupan antar umat beragama Buddha diperlukan sifat yang telah diajarkan oleh Sang Buddha agar dapat membentuk keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, Sangha. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Pengembangan potensi itu mensyaratkan bahwa pendidikan harus berorientasi pada siswa. Artinya siswa harus dipandang sebagai organisasi yang sedang berkembang dan mempunyai potensi, tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi itu.

Tujuan Pendidikan Nasional adalah berupaya untuk memperluas dan melakukan pemerataan pendidikan formal dan informal yang bermutu bagi seluruh warga negara Indonesia secara optimal. Sebagai perwujudan pencapaian tujuan tersebut, maka belajar merupakan suatu proses aktif yang memerlukan dorongan dan bimbingan agar tercapai tujuan pendidikan yang dikehendaki.

Dalam Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab 1, Pasal 1, butir 14 pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki lebih lanjut. PERMENDIKNAS NO. 58 TAHUN 2009). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya merupakan suatu upaya untuk mencerdaskan dan mencetak kehidupan bangsa yang bertaqwa, cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara, terampil, berbudi pekerja berbudi pekerti, dan santun serta mampu menyelesaikan permasalahan dilingkungannya. Sejalan dengan tuntutan terhadap Pendidikan Agama Buddha, berbagai isu yang sedang berkembang disekitar lingkungan anak dijadikan bahan atau materi pembelajaran agar siswa memiliki pandangan yang benar sesuai dengan perspektif ajaran Buddha serta mampu menyikapi dalam bentuk perilaku atau penghidupan benar.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan Buddha, Pasal 4 (1) Pendidikan Keagamaan Buddha formal disebut Pendidikan Dhammasekha. 2014, No. 1384 5 (2) Pendidikan Dhammasekha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Buddha pada jenjang pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. (3) Pendidikan Dhammasekha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Pasal 5 Pendidikan Dhammasekha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas: a. Nava Dhammasekha setara dengan pendidikan usia dini ditempuh selama 1 (satu) tahun sampai 2 (dua) tahun; b. Mula Dhammasekha setara dengan Sekolah Dasar (SD) ditempuh selama 6 (enam) tahun; c. Muda Dhammasekha setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh selama 3 (tiga) tahun; d. Uttama Dhammasekha setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh selama 3 (tiga) tahun; dan e.

(4)

Halaman 46

Uttama Dhammasekha Kejuruan setara dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ditempuh selama 3 (tiga) tahun.

Satu-satunya kekuatan dalam penyelenggaraan Pendidikan Nava Dhammasekha ternyata belum begitu dikenal dikalangan umat Buddha sehingga masih sangat sedikit dalam pendirian pendidikan tersebut. Di Indonesia jumlah Nava Dhammasekha berdasarkan data yang masuk dalam Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha berjumlah 25 sekolah yang tersebar di Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Di Propinsi Banten sendiri baru tiga (3) sekolah yang masuk dan berani mendirikan pendidikan tersebut, yaitu: 1). Pendidikan Dhammasekha Bodhisatta di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, 2). Pendididikan Karuna di Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, 3) Pendidikan Dhammasekha Punna Karya di Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang. Ketika Dhammasekha tersebut masih membutuhkan perhatian besar dari pemerintah diantaranya; tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana dan pendukung lainnya sebagai bentuk perhatian pemerintah atau negara kepada sekolah tersebut.

Rendahnya minat masyarakat Buddhis disebabkan oleh kurangnya sosialisasi pejabat yang berwenang sehingga siswa yang bersekolah di sekolah tersebut jauh dari harapan kita semua. Ketidak-tahuan masyarakat, akan sekolah tersebut menimbulkan perhatian besar sehingga Dhammasekha tersebut tidak berjalan, oleh karena itu ke depan perlu pembinaan terhadap umat Buddha secara umum agar mengetahui keberadaan sekolah formal yang dimiliki oleh umat Buddha. Berdasarkan pengamatan peneliti masyarakat masih merasa kuatir dan ragu-ragu terhadap mutu pendidikan tersebut yang seolah-olah lulusan Sekolah Dhammasekha ini tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Selain itu rendahnya keyakinan terhadap ajaran Buddha sehingga para orang tua menyekolahkan putra-putrinya di luar sekolah tersebut.

Semangat belajar siswa di lingkungan sekolah merupakan masalah yang komplek, baik saat tatap muka maupun secara tidak langsung. Di masa pandemik Covid 19 (Corona

Virus Disease atau 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV) seperti ini minat peserta

didik rata-rata mengalami penurunan, hal ini dapat terlihat dari keaktifan peserta didik saat pembelajaran online berlangsung yang juga hasil dari tugas-tugas yang dikerjakan. Sebagian peserta didik cenderung mengabaikan pembelajaran secara online terutama saat mengerjakan tugas yang terkesan dikerjakan dengan tergesa-gesa dan tidak teliti. Peserta didik cenderung lebih menyukai bermain game, nonton tv, atau bermain internet dibandingkan dengan belajar. Hal ini sering dikeluhkan oleh sebagian orang tua. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran di sekolah maupun secara online di rumah sangat bergantung pada semangat belajar dan kedisiplinan Peserta didik. Selain peserta didik semangat dalam mengikuti pembelajaran online, orang tua juga berperan sangat penting. Peserta didik yang orang tuanya tidak bekerja di luar atau bekerja secara WFH (Work From Home) cenderung lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran karena orang tuanya berperan aktif secara langsung untuk memantau, mengajari,memotivasi dan seterusnya ketika kurang bersemangat dalam belajar. Dalam masa pandemi

Covid-19 ini para peserta didik beserta keluarga dan lingkungan juga harus menjaga kesehatan

dengan selalu mematuhi anjuran Pemerinta untuk selalu memathi aturan 3M (Mencuci tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak), seperti yang diajarkan oleh Guru Agung Buddha Gotama dalam Sedaka Sutta (SN 47.19): “Attānam, bhikkhave, rakkhanto param

(5)

Halaman 47

rakkhati, param rakkhanto attānam rakkhati”. “Para bhikkhu, seorang yang menjaga

(melindungi) dirinya, dia menjaga orang lain; seorang yang menjaga orang lain, dia menjaga dirinya.”

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (qualitative research) dengan pendekatan studi kasus (case study) karena ingin memahami suatu fenomena terkait dengan individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus ditelti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah responden sedikit atau kecil. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus ditelti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah responden sedikit atau kecil. Tahap melakukan wawancara secara langsung dengan pendidik dan siswa yang berhubungan dengan masalah yang akan penulis bahas yaitu implementasi sekolah nava dhammasekha dalam pembentukan keyakinan ajaran Buddha, sejauh mana siswa memahami dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

Masyarakat harus memperoleh informasi yang cukup tentang Dhammasekha. Kehadiran sekolah Nava Dhammasekha yang berada di Vihara Isipatana sangat dibutuhkan oleh umat Buddha sekitar, mengingat perkembangan anak pada berbagai dimensi perkembangan tidak pernah terlepas dari kontek kehidupan sosial dan budaya (cultur) sebagai permasalahan utama di masyarakat. Nava Dhammasekha merupakan lembaga Pendidikan formal umat Buddha untuk melakukan proses belajar yang dilakukan oleh satuan Pendidikan yang dimulai dari pendidikan anak usia dini, diselenggarakan untuk mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang sesuai dengan standar kelulusan yang diharapkan pemerintah. Pengetahuan yang diperoleh lulusan seharusnya mampu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum dan umat Buddha khusus. Selain untuk keterampilan yang mendasari pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin, di sekolah tersebut aspek yang dikembangkan 1). Perkembangan kemampuan gerak kasar, 2) Perkembangan kemampuan gerak halus, 3). Perkembangan komunikasi pasif, 4). Perkembangan komunikasi aktif, 5) Perkembangan kecerdasan, 6). Perkembangan anak dalam kemampuan individu, 7). Perkembangan kemampuan sosial, dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek perkembangan perilaku dan pembiasaan yang meliputi nilai agama dan kemoralan serta pengembangan kemampuan dasar yaitu pengembangan fisik, kognitif, bahasa dan sosial emosional.

Bahasa anak usia dini dapat dikembangkan melalui tiga (3) jalur yaitu; pendidikan informal, formal, dan non formal. Anak perlu menguasai bahasa asing, terutama Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, pengenalan bahasa asing sejak usia

(6)

Halaman 48

dini akan mempengaruhi kemampuan untuk anak menguasai bahasa tersebut. Dalam penyampaian materi pembelajaran anak usia dini tentunya disesuaikan.

Sekolah adalah tempat yang tepat untuk anak-anak menimba ilmu pengetahuan, dimana hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri adalah pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Implementasi merupakan sebuah tindakan yang mengarah kepada tujuan yang diajukan oleh seseorang, sekelompok orang, pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan tujuan mencari kesempatan atau peluang untuk mencapai suatu tujuan atau mewujudkan sasaran yang diharapkan tersebut.

Masyarakat Buddhis secara kualitas masih sangat rendah terhadap pemahaman Dhammasekha yang sudah disosialisasikan pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia. Bahkan Dhammasekha menjadi icon utama sekolah tersebut. Sosialisasi terhadap Dhammasekha sudah sejak tahun 2014 dan baru tahun 2019 ditetapkan sekolah Nava Dhammasekha yang lebih dikenal di masyrakat dengan sebutan PAUD sebagai sekolah umum.

Data terbaru dari pemerintah Nava Dhammasekha seluruh Indonesia berjumlah 25 tersebar dari Sabang sampai Marauke, diantaranya di Kabupaten Tangerang terdapat tiga Dhammasekha yaitu 1). Pendidikan Dhammasekha Bodhisatta di Kecamatan Teluknaga, 2). Pendidikan Dhammasekha Karuna di Kecamatan Teluknaga, 3). Pendidikan Dhammasekha Puñña Karya di Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang. Berdasarkan pengamatan peneliti sekolah tersebut secara umum sudah berjalan sesuai dengan konsep yang disepakati pemerintah, yaitu: standar isi, standar proses, standar kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, stndar pembiayaan, dan standar penilaian.

Hasil pengamatan berdasarkan fakta dan data yang diperoleh peneliti di lapangan masih dibutuhkan perbaikan atas kepuasan masyarakat. Oleh karena itu sosialisasi kepada masyarakat dengan berkesinambungan dan tepat sasaran terkait keberadaan Dhammasekha. Terdapat beberapa pandangan masyarakat tentang berdirinya Dhammasekha dalam hal ini Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu:

1. Tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah; 2. Sistem kurikulum yang masih diragukan;

3. Tenaga pendidik yang belum standar kualifikasi;

4. Sistem pembelajaran yang belum sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah, dan

5. Sarana dan prasaran sekolah yang belum sesuai dengan standar yang baku; 6. Ketika siswa ada kendala di tengah jalan pendidikan berhenti maka bisa

melanjutkan di lembaga lain (in-on). 3.2 Hasil Analisa Interprestasi

Berdasarkan pengamatan, observasi, wawancara, dan tanya jawab kepada responden seputar pendidikan Nava Dhammsekha secara khusus dan Dhammasekha secara umum secara teori pendidikan Nava Dhammasekha tersebut

(7)

Halaman 49

sudah berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Komponen-komponen yang harus diperhatikan ke depan yang utama adalah fasilitas yang terdiri sarana dan prasarana, manajemen, rekrutmen terhadap pendidik lambat-laun teratasi seiring dengan banyaknya lulusan dari Sekolah Tinggi Agama Buddha yang ada seperti Sekolah Tinggi Agama Buddha Dharma Widya, Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, dan beberapa lembaga pendidikan yang siap untuk di terjunkan ke sekolah-sekolah sesuai dengan amanat Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia. Namun demikian menurut mengamatan peneliti ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan seperti biaya operasional yang terlalu tinggi. Peneliti sadar bahwa biaya operasional sekolah itu dibagi menjadi dua; (1) biaya operasional dari pemerintah artinya bahwa setiap kurun waktu tertentu akan mensubsidi operasional tersebut untuk kelangsungan pendidikan Dhammasekha walaupun belum maksimal, (2) biaya operasional yang sumbernya dari masyarakat berupa sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), iuran-iuran lain yang sah dalam operasional pendidikan Dhammasekha sehingga dalam penelitian dan penulisan skripsi ini pendidikan Dhammasekha belum mendapat biaya operasional sekolah (BOS). Pemerintah melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia secara berkesinambungan mensubsidi pendidikan Dhamasekha ini ke sekolah.

Sebuah pertanyaan yang patut direnungkan dan di telaah dengan seksama, mengapa saat ini masyarakat tidak begitu percaya atau kepercayaan yang rendah terhadap lembaga pendidikan yang bernama Dhammasekha, jangankan tahu tentang apa saja yang diajarkan di sekolah tersebut, sebagian masyarakat ada yang tidak tahu apa itu “Dhammasekha”. Kata Dhammasekha tidak begitu popular atau dikenal di masyarakat. Padahal sebagai umat buddhis harusnya berbangga bahwa saat ini sudah ada lembaga pendidikan yang dapat di selenggarakan oleh vihara-vihara dan sekolah tersebut berstatus formal, artinya setelah selesai menempuh Pendidikan di sekolah Nava Dhammasekha, siswa dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau lanjut, di sekolah mana pun. Bukan hanya Pemerintah yang gencar mempromosikan keberadaan Sekolah Dhammasekha, namum masyarakat buddhis juga yang sudah mengetahui tentang sekolah tersebut harus membantu mensosialisasikan keberadaan sekolah tersebut ke masyarakat, agar masyarakat buddhis dapat menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah tersebut, sekolah yang berbasis buddhis dalam penerapan kurikulum pembelajarannya. Di Sekolah Dhammasekha siswa dibekali dengan materi pembelajaran secara teori dan pembelajaran secara terapan atau praktek.

Di sekolah Nava Dhammasekha pembelajaran atau kurikulum pembelajaran sama dengan sekolah umum lainnya yaitu; (1) memandang pendidikan sebagai proses perkembangan inteligensi, daya kreatif, dan sosial individu yang mendorong terciptanya kesejahteraan umum, (2) memandang pendidikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi pengalaman individu sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksi dengan lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan masyarakat. Pendidikan anak usia dini sangatlah di butuhkan, karena anak usia tersebut sangatlah berharga dan

(8)

Halaman 50

sering kita kenal dengan sebutan golden age atau masa keemasan, masa keemasan ini merupakan masa yang paling penting dan menjadi dasar bagi perkembangan anak selanjutnya sampai anak mencapai tingkat dewasa.

Dengan kurikulum atau materi pembelajaran yang jelas dan terarah tentunya para orangtua siswa akan sangat tertarik menyekolahkan anaknya ke Sekolah Nava Dhammasekha, karena kepercayaan terhadap mutu dan pendidik yang ada di sekolah tersebut sudah terbangun dengan baik. Di samping di ajarkan tentang kemoralan atau Sīla, budi pekerti, Brahma Vihāra (Metta, Karuna, Mudita dan

Upekkha), Samadhi (Meditasi), bersekolah di Dhammasekha juga berbiaya murah,

jadi sangat terjangkau biaya sekolahnya untuk masyarakat yang ekonomi keluarganya masuk kategori kurang mampu. Semakin banyak anak yang bersekolah di Nava Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana, secara otomatis atau langsung sekolah Dhammasekha tersebut dikenal di masyarakat.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mewujudkan harapan kepada Dhammasekha agar benar-benar dilaksanakan oleh masyarakat untuk di menuju pendidikan formal. Salah satu solusi pendidikan Dhammasekha di masyarakat dengan menerapkan dasar-dasar yang menurut pengamatan peneliti ini bisa berangsur-angsur membaik seiring dengan kebutuhan pendidikan keagamaan Buddha yang diimpikan oleh masyarakat Buddha agar sejajar dengan pendidikan agama lain.

Solusi dari permasalahan yang timbul, melalui pemahaman akan pentingnya pendidikan agama Buddha, maka melalui Sekolah Nava Dhammasekha terbentuk secara pasti keyakinan akan ajaran Buddha, siswa jadi tahu apa itu perbuatan baik, mengerti dan paham apa yang dimaksud dengan perbuatan tidak baik atau buruk, siswa tahu bagaimana menghormati orang tua dan orang yang lebih tua, siswa terus dan terus mempraktekkan apa yang telah diajarkan guru (Patipatti Dhamma) tentang bagaimana menjadi anak yang disayangi dan saling menyayangi, anak menjadi pribadi yang baik, semua itu tidak lepas dari penerapan sekolah Dhammasekha dalam pembentukan keyakinan ajaran Buddha.

Pengelolaan yang dilakukan terhadap pendidikan Dhammasekha non formal dan Dhammasekha formal meliputi kurikulum dan pembelajaran, peserta didik, sarana dan prasana, tenaga pendidik dan kependidikan serta pembiayaan secara signifikan berjalan di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh disimpulkan bahwa Dhammasekha non formal dalam hal ini paud fokus pada pengembangan

life skill dan layanan pendidikan keagamaan, sedangkan Dhammasekha formal

mengembangkan pendidikan sesuai dengan kurikulum umum dengan penyisipan nilai-nilai buddhis. Pengelolaan Dhammasekha belum maksimal sesuai standar pendidikan dan memiliki ketergantungan terhadap pemerintah dalam penyediaan sumber dana, sarana dan prasarana dan peningkatan kompetensi pendidikan. Dhammsekha non formal yang telah berjalan di beberapa daerah mempersiapkan diri menjadi formal yang hingga sekarang belum terpenuhi standar pendidikan terutama ketenagaan dan sumber pembiayaan. Dhammasekha non formal masih berlangsung di masyarakat buddhis dengan menjalankan kurikulum sesuai kebijakan dan keputusan yang ditetapkan.

(9)

Halaman 51

Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa untuk mendukung proses pembelajaran di suatu sekolah membutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Sarana merupakan alat langsung yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya: ruang kelas, buku-buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Kondisi saat ini di lingkungan Sekolah Nava Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana yang peneliti amati untuk ruang kurang masih jauh dari kata memadai, karena jumlah kelas tidak sesuai dengan tingkatan kelasnya, belum ada ruang khusus untuk kepala sekolah, ruang para guru untuk para pengajar meletakkan dan mengerjakan persiapan mengajar, ruang tata usaha untuk melakukan aktifitas administrasi sekolah, karena saat ini semua itu menjadi satu ruangan, ruang khusus perpustakaan untuk menata buku-buku pelajaran dan pengetahuan umum, meja dan kursi untuk tempat siswa membaca, dan ruang bimbingan konseling pun belum ada. lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, lapangan bermain dan sebagainya

Data-data yang diperoleh peneliti terdokumentasi dalam melakukan tahapan-tahapan penelitian ini dari awal hingga terakhir sehingga tersusun skripsi yang diharapkan bermanfaat dikalangan umat Buddha, sehingga dapat dipakai sebagai acuan dan pengembangan pengelolaan Dhammasekha secara berkesinambungan. Catatan peneliti sesuai dengan keputusan dengan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Pembimas Buddha, yayasan, pengurus dan guru Dhammasekha agar melaksanakan tanggungjawab masing-masing sebagaimana tertuang pada keputusan yang ditetapkan, sehingga Dhammasekha formal maupun non formal menjadi sekolah yang dicari di masyarakat.

4. KESIMPULAN

Pendidikan Dhammasekha yang telah beroperasional khususnya di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten benar-benar diuji keabsahannya, kualitas pendidikannya serta konsekuensi yayasan atas jalannya pendidikan Dhammasekha ini menginggat, pemerintah termasuk pelaku pendidik tidak henti-hentinya unttk melakukan pembaharuan kekinian yang tidak hanya berguna bagi pengembangan pendidikan agama Buddha dan keagamaan Buddha tetapi pendidikan Dhammasekha ini bermanfaat dalam misi dan visi ajaran Buddha yang sudah berkembang di masyarakat.

Sementara payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan Buddha dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan keagamaan Buddha yang merupakan dasar paying hukum atas pendidikan Dhammasekha ini sebaiknya disosialisasikan kepada masyarakat untuk kelangsungan pendidikan Dhammasekha.

Penelitian ini dilakukan pada Nava Dhammasekha sebagai obyek penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti yaitu selama lebih kurang enam bulan mulai awal Desember 2019 sampai dengan April 2020 dengan obyek peneliti yaitu peserta didik Nava Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana tingkat Sekolah Pendidikan Usia Dini di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang sebagai hasil penelitian yang bermanfaat perkembangan agama Buddha di masyarakat sekitar Vihara Isipatana.

(10)

Halaman 52

Masyarakat Buddha di sekitar lokasi penelitian diharapkan terbuka dan tahu tentang pendidikan Dhammasekha yang digolongkan masih baru sehingga benar-benar dipahami dan ketahui oleh masyarakat atas kelangsungan pendidikan Nava Dhammasekha yang dalam waktu dekat akan dibuka di tingkat yang lebih tinggi yaitu Mula Dhammasekha yang setingkat Sekolah Dasar. Dalam kesempatan ini, peneliti mengamati fenomena pendidikan Buddha baik secara formal maupun non formal yang diupayakan berkembang khususnya di Tangerang dan umumnya di Provinsi Banten. Berdasarkan bahasan tersebut di atas maka disimpulkan:

1. Dari permasalahan yang timbul dapat dilihat bahwa rendahnya minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di pendidikan Nava Dhammasekha disebabkan kurangnya sosialisasi keberadaan sekolah Nava Dhammasekha, kurangnya penerapan kurikulum yang belum sesuai dengan kurikulum Nava Dhammasekha dari pemerintah, kekuatiran setelah lulus dari Nava Dhammasekha bisakah dilanjutkan sekolah umum, kurangnya sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan yang belum sesuai kompetensi dari jenjang pendidikan. Maka dari hasil pembahasan disimpulkan masyarakat harus memperoleh informasi yang cukup tentang Nava Dhammasekha yang berada di Vihara Isipatana sangat dibutuhkan oleh umat Buddha sekitar, sudah dikeluarkannya kurikulum Nava Dhammasekha oleh pemerintah yang perlu diterapkan sekolah Nava Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana, sudah kebijakan pemerintah mengenai sekolah Nava Dhammasekha yang disamakan dengan jenjang formal saat mau melanjutkan ke jenjang selanjutnya, perlu ditambahnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah Nava Dhammasekha, berdasarkan Surat Keputusan Nava Dhammasekha tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi S1 jurusan pendidikan PAUD minimal lulusan Pendidikan Keagamaan Buddha yang diakui oleh negara, hal ini mutlak dibutuhkan sesuai dengan tuntutan jaman di era digitalisasi karena pendidik yang profesional jelas memahami sistem pendidikan di Indonesia. Selain itu peran lembaga dan seluruh stakeholder memastikan masyarakat bahwa pendidikan di Dhammasekha ini khusus Nava Dhammasekha (PAUD) sama kedudukannya dengan sekolah-sekolah yang setara seperti PAUD umum karena di Dhammasekha diterapkan sistem on in. 2. Terdapat hubungan secara teoritis seorang pendidik dalam pelaksanaan kurikulum

di Nava Dhammasekha untuk mengajarkan nilai-nilai keyakinan (saddha) terhadap pencapaian brahma vihara, diantaranya memiliki perilaku yang mencerminkan sikap; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, dan Tiratana, berkarakter, jujur, dan peduli, bertanggungjawab, pembelajar sejati sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

3. Kurang minatnya tenaga pendidik mengajar di Nava Dhammasekha disebabkan karena tingkat kesejahteraan yang secara alamiah dibutuhkan dalam meningkatkan taraf hidup yang lebih baik dari kehidupan sekarang, terpenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yaitu sandang dan pangan, lebih baik lagi kehidupan papan atau tempat tinggal terpenuhi. Namun pada kenyataan mengajar di sekolah Nava Dhammasekha jauh dari harapan tersebut.

4. Sarana dan prasarana yang digunakan oleh pendidikan Dhammasekha masih banyak kekurangan, bahkan ada yang belum menyelesaikan pembangunan gedung karena

(11)

Halaman 53

ketiadaan dana, sebagian lain harus menyewa gedung untuk operasional Dhammasekha. Jika melihat perbandingan jumlah ruang dan jumlah peserta didik sarana Dhammasekha sudah sangat layak, namun prasarana penunjang pembelajaran yang masih sangat terbatas.

5. DAFTAR PUSTAKA

Badan Penerbit Ariya Surya Chandra (1991) Sigalovada Sutta, Sutta Pitaka Digha Nikaya, Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha

Bhikkhu Bodhi. (2013). Khotbah-khotbah Numerikal Sang Buddha. Aṅgutara Nikāya. Jakarta. Dhamma Citta Press.

Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. (2013). Khotbah-khotbah Menengah Sang

Buddha. Majjhima Nikāya. Jakarta. Dhamma Citta Press.

Handaka Vijjānanda. (Agustus 2019). Buku Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti. Apt. Ehipassiko Foundation. Cetakan III. Jakarta

Dharma K. Widya (2016). Mengenal Lebih Dekat Agama Buddha.Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda Jakarta

Dharma, B., Wijoyo, H., & Anjayani, N. S. (2020). Pengaruh Pendidikan Sekolah Minggu Buddha terhadap Perkembangan Fisik-Motorik Peserta Didik Kelas Sati di Sariputta Buddhist Studies. Jurnal Ilmu Agama Dan Pendidikan Agama Buddha, 2(2), 71-82.

Etika, W. (2019). Manfaat Etika dalam Berwirausaha menurut Pandangan Buddhis. Jurnal Ilmu Agama Dan Pendidikan Agama Buddha, 1(1).

Fransisca, A., & Wijoyo, H. (2020). Implementasi Metta Sutta terhadap Metode Pembelajaran di Kelas Virya Sekolah Minggu Sariputta Buddhies. Jurnal Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha, 2(1), 1-12.

Handaka Vijjānanda. (Juli 2013). Buku Pelajaran Agama Buddha SMA 1. Apt. Ehipassiko Foundation. Cetakan IV. Jakarta

Hendra, M., & Santamoko, R. (2019). Pengelolaan Kekayaan Duniawi Untuk Kebahagiaan Kaum Perumah Tangga Menurut Buddha Dhamma. Jurnal Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha, 1(1), 1-14.

(12)

Halaman 54

Maurice Walshe.( 2009). Khotbah-khotbah Panjang Sang Buddha. Dῑgha Nikāya. Dhamma Citta Press.

Mehm Tin Mon. (16 Juni 2018 Edisi Revisi Ketiga). The Essence of Buddha Abhidhamma. Jakarta: Yayasan CatusaccaSammādiṭṭi.

Pustaka Penerbit Dhammavihārῑ Buddhist Studies. Faktor-faktor Mental. (Cetakan I, Mei 2017).

Pranata, J., & Wijoyo, H. (2020, November). ANALISIS UPAYA MENGEMBANGKAN KURIKULUM SEKOLAH MINGGU BUDDHA (SMB) TAMAN LUMBINI TEBANGO LOMBOK UTARA. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (Vol. 2, pp. 778-786). Pranata, J., & Wijoyo, H. (2020). Meditasi Cinta Kasih untuk Mengembangkan Kepedulian

dan Percaya Diri. Jurnal Maitreyawira, 1(2), 8–14.

Pranata, J., Wijoyo, H., & Suharyanto, A. (2021). Local Wisdom Values in the Pujawali Tradition. 4, 590–596. https://doi.org/https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1642 Priyatiningsih & Lilis Juliati Arief. (2018). Modul Sekolah Minggu Buddha.

Kemenag.Bimas Buddha.

Tjhan Shao Ping. The Board Committee For Dhammayut In Indonesia. Kurikulum

Dhamma Tingkat Satu. Edisi I, Cetakan I, (Oktober 2016). Bandung.

Wijoyo, H., & Surya, J. (2017). Analisis penerapan Meditasi Samatha Bhavana di Masa covid-19 terhadap Kesehatan mental umat buddha vihara dharma loka pekanbaru. Sumber, 329.

Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Analisis Efektifitas Penerapan Kurikulum Pendidikan Sekolah Minggu Buddha Di Masa Pandemi COVID-19. JP3M: Jurnal Pendidikan, Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(2), 166-174.

Wijoyo, H., & Girivirya, S. (2020). Pengaruh Pendidikan Sekolah Minggu Buddhis (SMB) terhadap Perkembangan Fisik-Motorik Peserta Didik di SMB Sariputta Buddhist Studies Pekanbaru. Jurnal Maitreyawira, 1(1), 39-52.

Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Etika Wirausaha Dalam Agama Buddha. Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, 11(2).

Yayasan Dhammadipa Āramā. Kitab Suci Dhammapada. Direktorat Jenderah Bimbingan Masyarakat Buddha Tahun Anggaran 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Halaman lihat data waktu berhalangan mengajar merupakan halaman yang diakses oleh koordinator tata usaha untuk melihat data waktu dimana dosen berhalangan

Keterbatasan kemampuan masyarakat miskin pedesaan dalam mengelola dan memanfaatkan hasil pertanian, diberdayakan melalui program desa mandiri pangan. Penelitian

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2013 Dinas Bina Marga

creature that each represents the thrown flaw. He does this because an individual with inferiority complex is uncomfortable with his flaws. If other people see

“Pengaruh Lokasi, Harga Dan Fasilitas Terhadap Loyalitas Konsumen Doorsmeer Anugrah Jaya Motor”. 1.2

Terdapat oknum juru parkir yang menggunakan tepi jalan umum di tempat keramaian (kawasan alun-alun Gresik) terkadang kurang memperhatikan aturan yang telah dibuat

Murid mengenalpasti maksud komputer dan menyenaraikan jenis-jenis komputer melalui perbincangan dengan rakan kumpulan dibawah bimbingan

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Berat Awal dan Akhir Film didalam