• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ditulis oleh Aziz Rabu, 07 Oktober :16 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 11 Oktober :06

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ditulis oleh Aziz Rabu, 07 Oktober :16 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 11 Oktober :06"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN PENGEMBANGAN  SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI UNTUK MENINGKATKAN POTENSI EKONOMI DI

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Said Aziz Al-Idruss PhD.

Pusat Survey Geologi

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Email: saziz@grdc.esdm.go.id

Sari

Kemajuan suatu negara dan besarnya suatu bangsa ditentukan oleh 3 faktor yaitu; faktor sumber daya alam sumber daya manusia dan sumber daya teknologi yang dimiliki.

Sumberdaya salah satunya adalah sumber daya mineral, yang terdiri atas bahan galian mineral logam dan non logam, serta energi (Migas dan batubara).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung baratlaut Pulau Sumatera,

merupakan daerah mineralisasi yang cukup potensial, hal ini disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur Patahan Sumatera dan adanya jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi.

Selain itu terdapat batuan sedimen Tersier yang cukup tebal disebelah timurnya, ini merupakan indikasi terdapatnya kandungan hidrokarbon (MIGAS) yang cukup potensial di bagian timur wilayah NAD. Meskipun produksi MIGAS sekarang sudah sangat menurun dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu, hal ini bukan berarti MIGAS di Aceh hampir habis, akan tetapi disebabkan belakangan ini (lebih dari 10 tahun) tidak ada lagi dilakukan explorasi MIGAS di Aceh karena faktor keamanan. Padahal ditinjau dari sudut geologi kandungan MIGAS di Aceh masih cukup besar. Meskipun demikian keterdapatan Sumberdaya Mineral dan Migas disuatu wilayah tidak akan memberikan manfaat sebelum SDM tersebut dapat di tambang dengan ekonomis.

(2)

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, ayat 3, menyatakan bahwa segala kekayaan alam  yang terkandung di dalamnya, dikuasai Negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat. Berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) no. 11, yang telah disahkan oleh DPR bulan Juli 2006, dalam pasal 156 sd 159 tentang pertambangan umum dan pasal 160 sd 161 tentang MIGAS. Pemda NAD mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur dan melakukan usaha pertambangan Sumber Daya Mineral dan Migas di wilayahnya. Oleh karena itu kesempatan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menggali potensi Sumber Daya Mineral dan Migas di NAD demi meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Pemetaan geologi yang dilakukan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menunjukkan bahwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung baratlaut Pulau Sumatera, merupakan daerah mineralisasi yang cukup potensial (Sunarya.Y., 1989 ; Peta 1). Pemineralan tersebut disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur Patahan Sumatera dan adanya jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi. Sedangkan di bagian timur wilayahnya kaya akan kandungan MIGAS.

Adanya Undang-Undang PA no. 11 bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, merupakan instrumen penting dalam sektor pertambangan dimana PEMDA bisa lebih pro-aktif melakukan inventarisasi dan explorasi Sumber Daya Mineral di wilayahnya, dengan melokalisir daerah mana mengandung mineral yang berpotensi untuk diekplorasi lebih lanjut. Kemudian data explorasi tersebut dapat digunakan untuk mendeliniasi daerah yang potensi untuk

dikembangkan sebagai wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), atau bisa diperuntukkan bagi para investor atau koperasi untuk diexplorasi lebih rinci sampai tahap exploitasi.

Untuk mengembangkan perekonomian rakyat dalam sektor pertambangan Pemda dapat menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang didasarkan pada data explorasi yang lebih akurat, dengan demikian diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan serta kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pertambangan rakyat dapat dikurangi.

Selama ini kita melihat di berbagai daerah terutama di Kalimantan, Sulawesi Utara dan

Sumatera bagian Selatan, banyak sekali Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang

melakukan kegiatannya tanpa di dasari data explorasi, sehingga memicu terjadi kerusakan

lingkungan. Mereka melakukan penambangan tanpa melakukan eksplorasi sebelumnya,

sehingga sistim penambangannya sering berpindah-pindah. Keadaan tersebut membuat

(3)

kerusakan lingkungan yang cukup parah. Oleh karena itu explorasi emas di daerah-daerah yang diperkirakan mengandung emas, sangat perlu dilakukan oleh Pemda setempat pada tahap awal untuk mengetahui  potensi bahan galian emas tersebut.

PERAN PEMDA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Berdasarkan hasil pemetaan geologi Departemen Pertambangan dan Energi, potensi Sumber Daya Mineral yang terdapat di Propinsi Naggroe Aceh Darussalam, sebagian besar terletak di bagian tengah dan barat Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, sedangkan dibagian timur wilayahnya sebagian besar mengandung Minyak dan Gas bumi.

Untuk mengetahui lebih rinci tentang potensi SDM di wilayah ini maka pemda NAD mulai saat ini sudah harus melakukan inventarisasi diwilayahnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Pemda-pemda yang lain di Indonesia, kemudian dari hasil inventarisasi di tindak lanjuti dengan explorasi awal untuk mengetahui mineral apa dan kira-kira seberapa besar kandungan mineral yang terdapat di daerah tersebut. Hal ini penting, dengan mengetahui sebaran dan potensi mineral tersebut maka selanjutnya dapat dibuatkan peta potensi SDM, yang memuat data awal tentang jenis mineral dan kadar dan potensi yang diperkirakan. Hasil survey awal ini bisa menjadi bahan pertimbangan yang penting bagi para investor untuk melakukan investasi.

Sekiranya potensi emas di suatu daerah cukup memberikan harapan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan explorasi lanjut yang lebih rinci, untuk menentukan daerah tersebut

mengandung emas yang ekonomis untuk ditambang atau tidak. Kalau cadangan emas di daerah tersebut diperkirakan cukup besar, maka Pemda bisa mengalokasikan wilayah tersebut untuk ditambang oleh badan usaha milik daerah, koperasi, atau dijadikan sebagai wilayah pertambangan emas rakyat. Dengan demikian, Pemda mendapatkan tambahan pemasukan kas daerah atau PAD dari sektor pertambangan dan sekaligus membuka lapangan kerja baru dan mengurangi kerusakan lingkungan akibat pertambangan rakyat yang berpindah-pindah.

Adanya peta potensi SDM di suatu daerah akan mempermudah rencana pengembangan wilayah di daerah tersebut dalam hal ini BAPEDA, sehingga lahan yang diperkirakan

mengandung SDM yang prospek tidak di alokasikan kepada perkebunan, perumahan, ataupun untuk daerah hutan lindung.

Contoh yang sangat jelas terjadi di NAD pada masa lalu adalah penempatan transmigrasi di KAWAI 16, Kabupaten Aceh Barat, padahal 2 meter sampai 4 meter dibawah permukaan tanah yang dijadikan lokasi transmigrasi terdapat deposit batubara yang cukup potensial untuk di tambang. Lebih parah lagi karena ada batubara dibawahnya pohon kelapa / kelapa sawit yang ditanam di daerah tersebut sesudah 4 tahun daunnya menguning dan tidak berbuah, ini sangat merugikan para petani.

Disamping itu adanya lokasi transmigrasi diwilayah tersebut juga menyebabkan biaya

explorasi/exploitasi menjadi mahal dan bahkan tidak ekonmis lagi. Oleh karena itu hal seperti ini perlu diantisipasi sejak awal oleh Pemda dalam hal ini BAPEDA agar potensi SDM yang

terdapat di wilayah NAD dapat digunakan secara maksimal untuk kemakmuran masyarakatnya.

Pertambangan merupakan investasi padat modal dan memakan waktu yang cukup lama

(4)

sehingga faktor keamanan politik dan sosial sangat berpengaruh dalam mengundang para investor. Sebagai contoh PT.ARA TUTUT di Melaboh, eksplorasi memakan waktu selama 10 tahun, sejak tahun 1979 sampai 1986 baru sampai pada tahap ditambang, disamping itu memerlukan tenaga ahli yang berpengalaman. Oleh karena itu untuk mempercepat pengelolaan pertambangan sebaiknya pemda NAD mengundang para investor untuk melakukan explorasi di NAD. Disamping itu adanya kegiatan survey dan explorasi yang di lakukan oleh para investor sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi penduduk setempat  dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui iuran KP, PBB dan pajak-pajak yang lain.

Untuk memaksimalkan PAD sektor pertambangan, terutama pertambangan emas plaser, Pemda dapat melakukan survey dan explorasi untuk melokalisir wilayah yang mengandung emas. Datanya dapat disajikan kepada para investor, atau dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Karena teknik penambangan emas plaser cukup sederhana, dan modal yang diperlukan tidak terlalu besar, maka disarankan sistim penambangannya secara berkelompok atau koperasi. (Aziz, 2003)

Untuk mencapai maksud tersebut diatas diharapkan Pemda bisa mengambil inisiatif  untuk melakukan inventarisasi potensi endapan emas plaser di masing-masing wilayahnya, baik melalui Dinas Pertambangan Daerah atau konsultan pertambangan.

Dalam melakukan penambangan emas skala kecil, perlu diketahui metoda apa yang cocok dilakukan disuatu daerah dan sesuai dengan keadaan sosial masyarakat setempat sehingga program tersebut dapat diterima oleh mereka. Karena meskipun bagaimana canggihnya suatu peralatan yang ada kalau tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat maka teknologi tersebut akan terhambat penerapannya.

Berdasarkan pengalaman dalam mempelajari emas plaser diberbagai wilayah di Indonesia dan Afrika, maka metoda penambangan semi mekanis, sangat baik diterapkan di Provinsi NAD, diperkirakan akan mendapat respon yang baik dari masyarakat Aceh. Karena metoda ini sudah dilaksanakan oleh masyarakat penambang dibeberapa daerah di Indonesia dan sangat

ekonomis,, dengan modal yang tidak begitu besar (penambangan skala kecil) serta mudah dioperasikannya. Yang penting dalam penerapannya kita harus benar-benar mendapat dukungan Pemda dan masyarakat di wilayah tersebut.

Sebagian besar peralatannya bisa didapatkan di daerah Aceh dan sebagian kecil yang masih perlu didatangkan dari Jakarta. Pengoperasian peralatan penambangan ini bisa dilakukan oleh mereka yang tamatan STM atau orang yang  mengetahui peralatan mesin. Dalam melakukan penambangan, tiap unitnya dioperasikan oleh satu kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang dan biasanya berkisar antara 5 sampai 8 orang. Dan tiap unit penambangan bisa menghasilkan emas 10 - 20 gram perhari tergantung dari kandungan emas yang terdapat didalamnya.

Banyak investor, baik di dalam maupun luar negeri, yang pada masa pemerintahan Orde Baru

melakukan explorasi mineral terutama emas di Prop. NAD. Namun hanya satu yang sampai

pada tahap exploitasi, yaitu pertambangan emas plaser di Kr. Woyla, Kab. Aceh Barat. Hal ini

bukan berarti bahwa mineral yang terdapat di NAD tidak bernilai ekonomis, tetapi lebih banyak

(5)

disebabkan oleh faktor gangguan keamanan yang dialami oleh para investor dimasa lalu.

Dalam melakukan penambangan emas skala kecil, perlu diketahui metoda apa yang cocok dilakukan disuatu daerah dan sesuai dengan keadaan sosial masyarakat setempat sehingga program tersebut dapat diterima oleh mereka. Karena meskipun bagaimana canggihnya suatu peralatan yang ada kalau tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat maka teknologi tersebut akan terhambat penerapannya.

Berdasarkan pengalaman dalam mempelajari emas plaser diberbagai wilayah di Indonesia dan Afrika, maka metoda penambangan semi mekanis, sangat baik diterapkan di Provinsi NAD, diperkirakan akan mendapat respon yang baik dari masyarakat Aceh. Karena metoda ini sudah dilaksanakan oleh masyarakat penambang dibeberapa daerah di Indonesia dan sangat

ekonomis,, dengan modal yang tidak begitu besar (penambangan skala kecil) serta mudah dioperasikannya. Yang penting dalam penerapannya kita harus benar-benar mendapat dukungan Pemda dan masyarakat di wilayah tersebut.

Sebagian besar peralatannya bisa didapatkan di daerah Aceh dan sebagian kecil yang masih perlu didatangkan dari Jakarta. Pengoperasian peralatan penambangan ini bisa dilakukan oleh mereka yang tamatan STM atau orang yang  mengetahui peralatan mesin. Dalam melakukan penambangan, tiap unitnya dioperasikan oleh satu kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang dan biasanya berkisar antara 5 sampai 8 orang. Dan tiap unit penambangan bisa menghasilkan emas 10 - 20 gram perhari tergantung dari kandungan emas yang terdapat didalamnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemetaan geologi Departemen Pertambangan dan Energi, potensi Sumber Daya Mineral yang terdapat di Propinsi Naggroe Aceh Darussalam, sebagian besar terletak di bagian tengah dan barat Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, sedangkan dibagian timurnya kaya dengan kandungan Minyak dan Gas bumi.

Kurangnya sumberdaya manusia menyebabkan wilayah tersebut belum dapat dikelola dengan baik. Di samping itu, kurangnya informasi dan infra struktur yang memadai menyebabkan potensi SDM tersebut tidak diketahui oleh para investor, baik itu dari dalam negeri maupun asing. Oleh karena itu berdasarkan UUPA no 11 tahun 2006 diharapkan Pemda NAD bisa lebih proaktif melakukan pengelolaan sumberdaya mineral dan MIGAS.

Adanya kegiatan survey, eksplorasi dan eksploitasi di daerah ini dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakatnya serta meningkatkan PAD dari sektor pertambangan.

Khusus pertambangan emas plaser, untuk menigkat perekonomian rakyat dan membuka lapangan kerja baru Pemda dapat mengarahkan masyarakat untuk mengelola  pertambangan emas plaser di suatu daerah, karena teknik penambangannya sangat sederhana dan modal untuk penambangan jauh lebih kecil dibandingkan dengan pertambangan emas primer.

Daftar Pustaka :

Sunarya, Y. 1989, Overview of gold exploration and exploitation in Indonesia. Geol. Indo. V 12, n 1,345 – 357. Jakarta.

Aziz, S. 1995, The Quarternary Stratigraphy and Gold Placer Exploration In The Sintang Area, West-Kalimantan, Indonesia. Doc. Thesis Free University of Brussels.

Aziz, S. 2003, Potensi Emas Plaser di Wilayah Timur Indonesia. Forum Litbang ESDN 2003,

244-152. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

chlorhexidine memiliki nilai zona hambat lebih besar pada Staphylococcus aureus dari pada Escherichia coli, namun analisis Mann-Whitney antara hasil zona hambat

Rata-rata jumlah tubuh buah dan diameter tudung jamur tiram putih Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat dijelaskan bahwa pada penelitian ini media

7.16.(1) Perkerasan Jalan Beton K-350 (dengan sambungan Tie Bar) + Additive (harga Nego). PEJABAT PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN

Belum layak Pasien autoimun tidak dianjurkan untuk diberikan vaksinasi Covid sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi... HIV Layak (dengan

galur bakteri pada lempeng sediaan uji dari tiap dosis, hampir semua memberikan jumlah revertan lebih kecil, sama atau lebih besar (tidak lebih dua kali) bila dibandingkan

PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TIMUR MELALUI MEDIA MASSA CETAK” (Studi Kasus Kualitatif Persepsi Pelanggan di Surabaya Terhadap Sosialisasi Program Listrik Prabayar

 engetahui akibat lanjut dari anak yang tidak mendapatkan imunisasi..  engetahui reaksi yang mungkin muncul

Untuk menjadi pemandu atau pemateri sebanyak 11 anggota memiliki kebutuhan motivasi existence, dengan adanya kegiatan ini anggota memiliki kesempatan untuk menambah penghasilan