BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan
Pengertian Higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring. Membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencagah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan.
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari
segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai
pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada
masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin
keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah
penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau
pemborosan makanan (Sumantri, 2010).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat - zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat -obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat – obatan pertanian untuk kemasan makanan dan lain lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Sumantri, 2010).
Tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan, antara lain:
1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan 2. Mencegah penularan wabah penyakit
3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
Di dalam upaya sanitasi makanan terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut:
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan 3. Keamanan terhadap penyediaan air
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan
6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan (Chandra, 2007).
2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan 2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan
Pilihlah bahan makanan yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau pecah.
Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran dan tidak berulat.
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan – bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).
2.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan
Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Tempat penyimpanan bahan makanan dalam keadaan bersih, tertutup dan tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus (Depkes, 2003).
Peyimpanan makanan kering :
a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab
c. Rak-rak berjarak minimal 15 cm dari dinding lantai dan 60 cm dari langit- langit
d. Rak mudah dibersihkan (Sumantri, 2010).
2.2.3 Pengolahan Makanan
Pada proses atau cara pengolahan makanan tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a. Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi.
b. Tenaga pengolah makanan/penjamah makanan
Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya.
Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain staphylococcus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perferingens, streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu, penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil.
c. Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-
kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahann yang salah (Sumantri, 2010).
2.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi
Penyimpanan makanan jadi dapat digolongkan menjadi dua yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut Depkes RI 2004 adalah :
a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air
d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya
e. Lemari penyimpan sebaiknya tertutup.
2.2.5 Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak
yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut
itu sendiri. Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya
apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan
tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat
penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2006).
2.2.6 Penyajian dan pengemasan Makanan
Saat penyajian dan pengemasan makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih.
Syarat penyajian dan pengemasan makanan :
1. Dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan 2. Dapat memberikan dan mempertahankan kualitas produksi 3. Berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan luar 4. Memberi daya tarik konsumen (Sumantri, 2010).
2.3 Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan adalah bahan kimia yang terdapat dalam makanan yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan (Mukono, 2010).
Berdasarkan peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, maka yang disebut
bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan kandungan khas makanan. Bahan
tambahan makanan tersebut mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan, atau
diharapkan menghasilkan ( langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Berdasarkan defenisi yang diikeluarkan oleh komisi Codex Alimentarus yaitu suatu badan antar pemerintah yang terdiri atas sekitar 20 negara anggota Perserikatan bangsa bangsa, menyebutkan bahwa bahan tambahan makanan adalah bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan. Biasanya tidak digunakan sebagai bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (Mukono, 2010).
2.3.1 Bahan Tambahan Makanan Yang Diizinkan
Bahan tambahan makanan digolongkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan di dalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan
2. Pemanis buatan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi
3. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada
makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak menyebabkan terjadinya kondisi tengik
5. Antigumpal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya pangan dan bahan tersebut dapat berupa serbuk, tepung, atau bubuk
6. Penyedap rasa, aroma atau penguat rasa yaitu bahan tambahan pangan yang memberi tambahan atau mempertegas rasa dan aroma
7. Pengaturan keasaman, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan, derajat keasaman pangan
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan
9. Pengemulsi, pemantapan, dan pengental, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan
10. Menjadikan pangan berkonsistensi keras, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan
11. Sekuestran, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang
terdapat dalam pangan dan dapat menetapkan warna, aroma serta tekstur
pangan (Mukono, 2010).
Diluar pengelompokan bahan tambahan pangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI.Nomor 722/menkes/per/IX/88 masih ada beberapa bahan tambahan pangan lain yang biasanya digunakan juga dalam pangan yaitu :
1. Enzim, yaitu bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba yang dapat menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi empuk dan lebih larut
2. Peningkatan kualitas nilai gizi, yaitu bahan tambahan pangan yang berupa asam amino, mineral, dan vitamin, baik tunggal maupun campuran
3. Stabilisator kelembaban, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyerap kondisi lembab (uap air) sehingga dapat mempertahankan kadar air pada makanan (Mukono, 2010).
Fungsi bahan tambahan pangan, antara lain adalah :
1. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau mencegah terjadinya reaksi kimiayang dapat menurunkan mutu pangan
2. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik, lebih renyah, dan enak rasanya 3. Menjadikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah dan
merangsang timbulnya selera makan 4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Secara ekonomis akan menghemat biaya produksi (Mukono, 2010).
2.3.2 Bahan Tambahan Makanan Yang Tidak Diijinkan
Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 :
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
Natrium tetraborat merupakan senyawa yang mempunyai sifat bakteriostatik dan fungistatik yang lazim digunakan sebagai antiseptik di dunia farmasi dan kosmetik.
2. Formalin (Formaldehyd)
formaldehida cair yang mengandung alkohol sebagai penstabil, biasanya digunakan pada pengawetan mayat agar tidak membusuk.
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
Minyak nabati yang dibrominasi dapat menstabilkan peneyedap rasa dan aroma dalam minuman ringan.
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
Kloramfenikol termasuk golongan antibiotika dari streptomyces venezuelae atau sintetik organik dan mempunyai efek samping yang berbahaya.
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
Kalium klorat berbentuk kristal transparan, biasanya digunakan pada pembuatan korek api, mencetak tekstil, desinfektan, dan pemutih. Dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan.
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
Dietilpirokarbonat tergolong bahan pengawet karena bersifat bakterisida dan
fungisida.
7. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
Nitrofurazon merupakan bahan sintetik yang bersifat bakterisida pada hewan.
8. P-Phenetilkarbamida (P-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenil uera) P-Phenetilkarbamida merupakan bahan sintetik yang memiliki rasa manis 250 kali gula biasa.
9. Asam Salisilat dan garamnya (Salcylyc Acid and its salt)
Asam salisilat dan garamnya bersifat toksik apabila tertelan.Konsumsi dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa mual, muntah sakit perut, iritasi kulit pada yang sensitive.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat/pengeras (Cahyadi, 2009).
2.4 Batasan Bahan Tambahan Makanan
Istilah Bahan Tambahan makanan (BTM) dikeluarkan oleh Direktorat
Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan; Bidang Pengawasan Keamanan Pangan
dan Bahan Berbahaya; Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tahun 2003. Dalam
kehidupan sehari – hari bahan tambahan pangan sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat; termasuk perusahaan makanan dan minuman jadi, para penjual atau
pembuat makanan jajanan. Pada kalangan masyarakat pengusaha masih banyak
produsen makanan / minuman yang menggunakan bahan tambahan yang sebenarnya
beracun atau berbahaya bagi kesehatan. Mengingat bahan tambahan pangan tersebut
berdasarkan sifat dan keamanannya tidak boleh digunakan karena sangat berbahaya.
Namun kejadian tersebut berlangsung terus karena pengaruh bahan tambahan pangan tehadap kesehatan secara umum tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, sehingga produsen tidak mengetahui bahaya penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan (Mukono, 2010).
2.4.1 Batasan Secara Resmi
Bahan tambahan makanan yang digunakan oleh masyarakat secara luas, secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap sifat suatu makanan (termasuk bahan yang digunakan sewaktu proses produksi, proses dipabrik, pengemasan, pengolahan, pengangkutan, dan pada saat pemasaran). Jika bahan tambahan makanan tersebut tidak aman, maka perlu suatu penilaian secara ilmiah agar dapat aman untuk digunakan secara luas. Penilaian dapat diartikan sebagai: secara umum dikenal aman (generally Recognized As Save = GRAS ). Tetapi dalam hal ini
tidak termasuk penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan pangan yang sering dilakukan oleh produsen pangan (Mukono, 2010).
Penggunaan bahan tambahan makanan yang beracun atau yang melebihi dosis
akan membahayakan kesehatan masyarakat dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi
yang akan datang. Akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut terbukti dapat
menginduksi kanker (carcinogenic) bila dimakan oleh manusia atau hewan. Untuk
mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan para produsen pangan perlu
mengetahui sifat dan keamanan bahan tambahan pangan. Di samping itu perlu pula
mematuhi peraturan perundang – undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah (Mukono, 2010).
2.4.2 Batasan Secara Teknis
Batasan secara teknis dikeluarkan oleh Food Protection committee of food and Nutrition Board of National Academy of Science. Lembaga ilmu pengetahuan tersebut
adalah National Academy of Science yang cukup berwibawa di Amerika Serikat. Pada tahun 1979, lembaga tersebut menyatakan bahwa bahan tambahan pangan merupakan suatu bahan atau campuran bahan selain bahan yang terkandung dalam makanan sebagai produk pada saat proses pengolahan, penyimpangan atau pengemasan (Mukono, 2010).
Secara teknis, bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Bahan tambahan pangan tersebut secara langsung dan dengan sengaja
(intensional) ditambahkan selama proses produksi yang tujuannya adalah untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, memantapkan bentuk atau rupa serta menambah cita rasa dengan mengendalikan keasaman atau kebasaan
2. Bahan tambahan makanan yang terdapat dalam bahan makanan dalam jumlah
yang sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan dan sebagai zat aditif
yang keberadaannya tidak disengaja (incidental). Di sini dibedakan antara zat
aditif dengan bahan kontaminan makanan. Kontaminan merupakan bahan yang
masuk ke dalam makanan melalui bahan makanan pada saat di dalam tanah
maupun selama proses pembuatan makanan. Kontaminan tersebut dapat berupa
nitrat, selenium, timbal, jamur, dan bakteri (Mukono, 2010).
2.4.3 Batasan Maksimum Penggunaan Zat Pewarna
Menurut Lu (2009), yang dikutip oleh Femelia tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam mentoleril seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang disebut dengan ADI (Allowable Daily Intake). Istilah asupan harian yang dapat diterima atau ADI dibuat oleh JECFA mengenai zat tambahan makanan pada tahun 1961. ADI di defenisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup tampak tanpa resiko.
ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima atau dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai standar digunakan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Satuan ADI adalah mg bahan tambahan makanan per kg berat badan (Aninomous, 2009).
Menurut Lu (2009), yang dikutip oleh (Femelia) Penting untuk diperhatikan bahwa ADI dinyatakan dengan pernyataan tampaknya dan berdasarkan fakta yang diketahui pada saat itu. Peringatan ini didasarkan pada fakta bahwa tidaklah mungkin untuk benar-benar yakin mengenai keamanan suatu zat kimia dan bahwa ADI dapat berubah sesuai dengan data toksikologik yang baru.
Belum semua zat pewarna ditemukan ADI nya oleh JEFCA , sebagian besar
masih dalam tahap pengkajian. Zat pewarna yang telah ditemukan rata-rata asupan
yang diizinkan perharinya dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.1 Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat pewarna Berbentuk Lakes Dalam Miligram.
Zat Pewarna Umur
6 - 23 Bulan 6 - 12 Tahun 18 - 44 Tahun Brilliant Blue FCF
Aluminium Lake
0,52 1,0 0,76
Indigotine Aluminium Lake
0,35 0,54 0,49
Fast greenFCF
Aluminium Lake Tidak ada Tidak ada Tidak ada Erythrosine
Aluminium Lake
1,3 2,8 2,1
Allura Red Aluminium Lake
2,2 4,9 3,8
Allura Red
Calcium Lake Tidak ada 1,8 2,5
Tartrazine Aluminium Lake
2,2 4,3 3,0
Tartrazin Calcium lake
0,09 0,10 0,11
Sunset Yellow Aluminium Lake
1,1 2,7 1,7
Total 7,8 18,1 14,5
Sumber : Walford, 1984
Badan pengawas Obat dan makanan AS menentukan seperangkat kriteria untuk menentukan “tingkat kewasdaan”, yang kemudian menentukan tingkat pengujian yang dibutuhkan. Tingkat pengawasan ditentukan oleh struktur kimia dari zat tambahan itu dan tingkat penggunaannya dalam makanan.
2.5 Jenis Zat Pewarna 2.5.1 Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dapat digunakan sebagai
pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi
(karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2009).
Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam pangan diantaranya : 1. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna cokelat yang dapat digunakan untuk
mewarnai jeli (200 mg/Kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg) dan yogurt beraroma (150 mg/kg)
2. Beta – karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah – orange yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg), es krim (100 mg/Kg), keju (600 mg/Kg), lemak dan minyak makan (secukupnya)
3. Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk mewarnai jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya)
4. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning – orange yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/Kg) atau lemak dan minyak ikan secukupnya ( Nur’an 2011).
Pewarna makanan yang didapatkan secara alami dibedakan menjadi empat kelompok:
1. Senyawa tetrapyrole yang meliputi chlorofil, heme, dan bilin 2. Derivat isoprenoid meliputi kartenoid
3. Derivat benzopyran meliputi anthocianin dan flavonoid 4. Artefak meliputi melanodine, karamel (Mukono, 2010).
2.5.2 Pewarna Sintetis/ Buatan
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk akhir, harus melalui suatu senyawa yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001 sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2009).
Batasan bahan pewarna makanan adalah semua bahan warna, pigmen, atau bahan yang dibuat dengan proses sintetis, ekstraksi dan pemisahan dari sumber sayuran, binatang, dan mineral. Bila bahan aditif ditambahkan atau diaplikasikan pada makanan, obat, kosmetik, dan pada tubuh, maka bahan pewarna tersebut akan mampu memberikan perubahan tetentu. Bahan pewarna tambahan yang diaplikasikan pada makanan akan mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah, untuk mencegah kehilangan warna selama penyimpanan atau proses dan untuk memperbaiki warna pada makanan (Mukono, 2010).
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Nama (Indonesia) Nama (Inggris) Batas Maksimum Penggunaan Biru berlian Brilliant blue FCF :CI 100 mg/kg
Coklat HT Chocolate brown HT 300 mg/kg
Eritrosin Food red 2 Erithrosin : CI 300 mg/kg Hijau FCF Food red 14 Fast green FCF :CI 100 mg/kg Hijau S Food green 3 Green S : CI Food 300 mg/kg Indigotin Green 4 Indigon : CI Food 300 mg/kg
Ponceau 4R Blue I Ponceau 4R : CI 300 mg/kg
Karmoisin Carmoisine 300 mg/kg
Merah alura Allura red 300 mg/kg
Kuning Kuinolin Quinoline yellow CI Food yellow 13 300 mg/kg Kuning FCF Sunset yellow FCF CI Food yellow 3 300 mg/kg Riboflavina
Tartrazine
Riboflavina Tartrazine 300 mg/kg
Sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.
Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tesebut (Yuliarti, 2007).
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang Di Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks
Warna (C.I.No)
Citrus red No.2 12156
Ponceau 3 R (Red G) 16155
Ponceau Sx (Food Red No.1) 14700
Rhodamin B (Food Red No.5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No.3) 42085
Magentha (Basic Violet N0.14) 42510
Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270
Butter yellow (Solvent Oranges No.2) 11020
Sudan I (Food yellow No.2) 12055
Methanil Yellow (Food yellow No.14) 13065
Auramine (Ext.D & C Yellow No.1) 41000
Oil Orange SS (Basic Yellow No.2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Oranges No.7) 12140 Oil Yellow AB (Solvent Oranges No.5) 11380 Oil Yellow OB (Solvent Oranges No.6) 11390 Sumber: Peraturan Menkes RI.Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
2.6 Zat Pewarna Metanil Yellow
2.6.1 Defenisi Zat Pewarna Metanil Yellow
Metanil Yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil
dan cat berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Pewarna
kuning metanil yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata
dan tertelan. Penyalahgunaan pewarna metanil yellow antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok berpendar. Pewarna ini digunakan untuk pewarna tekstil, kertas dan cat. Methanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan (Kristanti, 2010).
2.6.2 Sifat Kimia Metanil Yellow
- Golongan (azo, amin, aromatik, sulfonat) - Larut dalam : air, alkohol - Cukup larut dalam : benzen; eter - Sedikit larut dalam : aseton - memiliki titik leleh : >3000C - Titik lebur : 390 ℃ (dec.)
- Kelarutan air : 5-10 g/100 mL at 24 ℃ - panjang gelombang maksimum pada 485 nm.
- Senyawa ini memiliki berat molekul 452.37 - Bentuk fisik : serbuk/padat
- Warna : Kuning kecokelatan
- Nama lain Sunset Yellow : C.I. 15985; C.I. Food Yellow 3; C.I. Food Yellow 3, disodium salt; Food yellow No.5; Gelborange S; Fodd yellow No.5
- Strukturnya terdapat ikatan N=N. Metanil yellow dengan warna kuning dibuat
dari asam metanilat dan difenilamin.
2.6.3 Ciri-Ciri Tempe Yang Mengandung Zat Pewarna Metanil Yellow 1. Biji kedelai terlihat kuning cerah
2. Warna tempe terlihat kekuning-kuningan
3. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya 4. Baunya tidak alami sesuai makanannya (Aninomous, 2010).
2.6.4 Bahaya Zat Pewarna Metanil Yellow Terhadap Kesehatan
Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih (Kristanti, 2010).
Metanil yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung, dan usus. Efek zat warna Metanil yellow ialah selain bersifat karsinogenik, zat warna ini dapat merusak hati pada binatang percobaan, berbahaya pada anak kecil yang hypersensitive dan dapat mengakibatkan gejala-gejala akut seperti kulit menjadi merah, meradang, bengkak, timbul noda-noda ungu pada kulit, pandangan menjadi kabur pada penderita asma dan alergi lainnya (Aninomous, 2009).
2.7 Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti
Rhizopus oligosporus, Rh. Oryzae, Rh.stolonifer (kapang roti), atau Rh arrhizus.
Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa – senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji – biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen – komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa aroma khas (Joe, 2011).
2.7.1 Bahan Baku Tempe 1. Kedelai hitam
Kedelai ini memiliki kulit biji yang berwarna hitam dan tidak transparan, sehingga biji tidak terlihat dari luar. Apabila dikupas kulitnya, warna biji kedelai hitam juga kuning. Karena warnanya yang hitam identik dengan warna kecap, kedelai hitam menjadi pilihan pengrajin kecap.
2. Kedelai Kuning
Kedelai jenis ini memiliki kulit berwarna putih transparan, sehingga biji yang
berwarna kuning terlihat dari luar. Karena itu, biji kedelai jenis ini akan terlihat
berwarna kuning. Kedelai kuning biasanya diolah menjadi tempe, susu kedelai,
tahu, dan soyghurt (Dahana, 2010).
Manfaat Kedelai : 1. Aspek Ekonomi
2. Aspek lingkungan dan Agroekosistem 3. Aspek Gizi dan Kesehatan.
Gizi yang terkandung dalam kedelai sangat tinggi, terutama protein, karbohidrat, dan lemak.
Beikut beberapa kelebihan dan manfaat kedelai bagi kesehatan manusia :
1. Merupakan sumber protein dan asam amino esensial bagi tubuh.
Kandungannya hampir sama dengan protein hewani pada daging, telur, dan susu
2. Menyediakan energi bagi tubuh
3. Mengandung lesitin yang dapat menurunkan kolesterol jahat dan digunakan sebagai pencegah penyakit jantung koroner, obesitas, diabetes melitus, dan tekanan darah tinggi
4. Mengandung antioksidan yang dapat mencegah penyakit kanker
5. Mengandung berbagai mineral yang berperan dalam metabolisme tubuh, seperti kalsium, fosfor, dan besi
6. Merupakan salah satu asupan gizi dalam bentuk cairan bagi penderita stroke
(Dahana, 2010).
Tabel 2.4 Kandungan Gizi Kedelai per 100 gram
Komponen Zat Gizi Jumlah
Kalori 331 kcal
Air 7,5 gram
Protein 34 gram
Lemak 18,1 gram
Karbohidrat 34,8 gram
Kalsium 227 mg
Fosfor 585 mg
Besi 8 mg
Vitamin A 110 SI
Vitamin B1 1,1 mg
2.7.2 Cara Pengolahan Tempe A. Persiapan Alat dan Bahan a. Alat –alat
Beberapa alat yang dibutuhkan dalam membuat tempe sebagai berikut:
1. Kompor dan Panci 2. Mesin pembelah biji 3. Tampah atau Keranjang
4. Ember, Baskom, dan Drum Plastik 5. Karung Goni
6. Pengaduk Kayu
7. Daun pisang atau Plastik Pembungkus
8. Rak Kayu atau Bambu (Dahana, 2010).
b. Bahan 1. Kedelai
Bahan baku utama dalam pembuatan tempe adalah kedelai. Jenis kedelai yang digunakan biasanya kedelai kuning dan hitam.
2. Ragi Tempe
Ragi tempe merupakan bibit jamur tempe atau Rhizopus aryzae. Ragi yang berbentuk serbuk ini dapat diperoleh di toko bahan pangan atau di laboratorium pangan dan mikrobiologi.
3. Air
Air berguna untuk mencuci, merendam, dan merebus kedelai (Dahana, 2010).
B. Proses Pembuatan Tempe 1. Perebusan dan Perendaman
Rebus kedelai hingga mendidih. Jumlah air yang digunakan untuk merebus jangan terlalu banyak cukup 2-2,5 liter air untuk 1 kg kedelai. Setelah mendidih, angkat kedelai dan rendam dalam air bersih, maksimum selama dua hari atau hingga air menjadi berlendir. Umumnya, perendaman dilakukan selama 1 hari. Buang air rendaman dan cuci kedelai hingga bersih dan lendirnya hilang.
2. Pembelahan Biji dan Pembuangan Kulit
Pembelahan biji bisa dilakukan dengan cara sederhana. Masukkan biji kedelai
ke dalam karung goni, lalu injak-injak hingga biji kedelai terbelah. Rendam biji
di dalam air sambil diremas-remas sehingga kulitnya terlepas dan mengambang
di permukaan air. Buang kulit biji tersebut. Selain itu, proses pembelahan biji kedelai dapat dilakukan dengan mesin pembelah biji atau penggiling tipe cakram. Pada perusahaan pembuat tempe skala besar, mesin yang digunakan sudah dapat membelah biji sekaligus memisahkan kulit biji sehingga lebih praktis dan efisien.
3. Pencucian dan Perebusan Biji Tanpa Kulit
Cuci biji yang telah terlepas dari kulitnya hingga bersih dan lendirnya hilang.
Pencucian dilakukan di bawah air yang mengalir. Setelah dicuci, rebus kembali biji kedelai di dalam air mendidih hingga lunak atau selama 20-30menit.
4. Pemberian Ragi Tempe (Inokulasi)
Taburkan ragi tempe yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk 10 kg kedelai diperlukan ragi tempe sekitar 200 gram. Setiap jenis ragi tempe yang dijual di pasaran memiliki kualitas yang berbeda-beda sehingga jumlah ragi yang digunakan sangat tergantung pada jenis raginya. Biasanya penambahan bahan tambahan makanan dilakukan pada proses ini.
5. Pembungkusan
Plastik yang akan digunakan untuk membungkus sebaiknya di tusuk-tusuk
terlebih dahulu menggunakan jarum sehingga terdapat lubang untuk sirkulasi
udara. Bungkus biji kedelai yang telah diberi ragi (bakal tempe) dengan plastik
atau daun pisang. Masukkan biji kedelai ke dalam plastik hingga cukup penuh,
lalu tutup ujung plastiknya dan pipihkan isinya hingga ketebalan 1,5-2 cm.
6. Fermentasi
Fermentasi dilakukan dengan meletakkan bakal tempe di rak kayu atau bambu.
Proses fermentasi dilakukan sekitar 1,5-2 hari atau hingga tempe siap olah.
Namun, pengrajin tempe biasanya hanya memfermentasikan selama satu hari sehingga tempe yang dihasilkan masih setengah jadi (tempe mondol). (Dahana, 2010).
Cara Menghasilkan Tempe yang Berkualitas :
1. Tempat pengolahan dan pembungkus bersih, agar tidak terjadi kontaminasi 2. Pengupasan kulit kedelai harus dilakukan dengan baik
3. Pastikan biji kedelai terbelah karena akan memengaruhi kekompakan tempe 4. Tekstur tempe yang kompak dipengaruhi oleh jumlah isi dalam kemasan,
umumnya isi bakal tempe sebanyak tiga perempat kemasan
5. Suhu selama fermentasi sebaiknya sebesar 28-34 C (Dahana, 2010).
2.7.3 Ciri-Ciri Tempe Yang Baik
1. Warna putih bersih merata diseluruh bagian. Warna putih ini merupakan miselia jamur yang telah tumbuh
2. Tidak terdapat bercak hitam di permukaan tempe
3 Struktur homogen dan memiliki tekstur tempe kompak sehingga tidak hancur saat dipotong tipis
4 Apabila dicium, terdapat aroma yang khas, tidak berbau busuk menyengat
(Dahana, 2010).
2.8 Kerangka Konsep
Tempe
Pemeriksaan
Laboratorium secara kualitatif
Zat Pewarna Metanil Yellow Ada(+)
Tidak (-)
Kepmenkes RI No.
942/Menkes/SK/VII/2003
Tidak memenuhi
syarat Memenuhi
syarat
Higiene Sanitasi
- Pemilihan bahan baku tempe - Penyimpanan bahan baku tempe - Pengolahan tempe
- Pengemasan tempe - Penyimpanan tempe - Pengangkutan tempe