• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas serta kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi pasar.

Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya (Gunawan, 2000).

Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehinggga daerah tidak memiliki kewenangan untuk berkreasi dalam menentukan arah pembangunannya dan menjadi tidak berdaya menghadapi dominasi pemerintah pusat yang sangat dominan.

Terkonsentrasinya pembangunan dan pelayanan publik di pusat terutama di pulau Jawa menimbulkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air. Oleh karena itu, wajar jika pergerakan ekonomi dan perputaran modal relatif lebih besar dan lebih cepat di Pulau Jawa dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa (Kuncoro, 2002). Gagasan melakukan desentralisasi dengan otonomi penuh adalah alternatif yang paling cocok untuk menghilangkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air.

Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pemberian otonomi kepada daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia esensinya telah

(2)

terakomodasikan dalam pasal 18 UUD 1945 yang intinya bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar (propinsi) dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil (Yudhoyono,2001). Dengan demikian UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah.

Pemerintah Orde Baru menetapkan realisasi otonomi daerah melalui Undang- Undang No 5 Tahun 1974 dengan konsep otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Sebagai konsekuensi di dalam salah satu bagian undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban dari pada hak, maka kontrol pemerintah pusat terhadap daerah menjadi sangat ketat. Akibatnya muncul keresahan di daerah terhadap komitmen pemerintah pusat untuk melaksanakan desentralisasi. Di tengah- tengah kondisi tersebut pada pasca Orde Baru untuk menjawab tuntutan otonomi yang lebih baik muncul Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No.

32 Tahun 2004) tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah. Walaupun Undang-Undang tersebut masih diwarnai dengan beberapa kelemahan dan menjadi sorotan kritis dari masyarakat, namun masih ada rasa optimisme karena makna otonomi itu sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian.

Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai Januari 2001 menimbulkan reaksi yang berbeda-beda di berbagai daerah. Pemerintah daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnya menanggapinya dengan sedikit rasa khawatir dan was-was.

Kekhawatiran beberapa daerah tersebut bisa dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebih

(3)

mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kepentingan mayarakat di daerah. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada dasarnya mendorong memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran- serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itu Undang-Undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan prinsip bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah.

Otonomi daerah menjadi wacana favorit bagi penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini di seluruh dunia. Otonomi daerah yang merupakan antitesis dari ajaran sentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan mendapat perhatian yang sangat luas di kalangan akademis maupun praktisi pemerintahan. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan, otonomi daerah menjadi panduan utama akibat ketidakmungkinan sebuah negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk mengelola manajemen pemerintah secara sentralistik. Otonomi daerah juga diminati karena di dalamnya terkandung semangat demokrasi untuk mendekatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan sebuah pembangunan.

Pada perkembangannya lebih jauh, otonomi daerah lalu menjadi semangat utama bagi negara-negara yang menyepakati demokrasi sebagai landasan gerak utamanya.

Dikalangan ilmuan, berbagai derivasi dari konsep otonomi daerah terus bermunculan secara dinamis. Keseiringan-jalan antara otonomi daerah dan demokratisasi inilah yang membuat sebuah pemerintahan dimasa kini tidak bisa lagi memerintah secara otokratik, totaliter dan terutama sentralistis. Ada kesadaran baru di kalangan penyelenggara

(4)

pemerintahan bahwa masyarakat merupakan pilar utama dan penting yang harus dilibatkan dalam berbagai proyek pembangunan bangsanya (Koirudin,2005).

Pemerintah pusat tidak lagi mendominasi kebijakan daerah. Peran pemerintah pusat dalam konteks otonomi adalah melakukan supervise, memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan. Karena itu dalam rangka otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah (Haris,2005). Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa daerah untuk mengejar kesejahteraan masyarakat, namun dalam prakteknya muncul distorsi-distorsi pemahaman yang memprihatinkan.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, Kota Binjai adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatra Utara yang ikut serta mengimplikasikan kebijakan otonomi tersebut, sehingga Kota Binjai memiliki kemandirian dalam melaksanakan pemerintahan dan menentukan sendiri kemajuan pembangunan. Kota Binjai berjarak 22 Km dari kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). Kota Binjai terletak antara 03°03'40"-03°40'02" LU dan 98°27'03" - 98°39'32" BT, dengan ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Kota Binjai terbagi atas 5 kecamatan yang kemudian dibagi lagi menjadi 37 kelurahan dan desa. Lima kecamatan tersebut masing- masing adalah: Binjai Kota, Binjai Timur, Binjai Barat, Binjai Utara dan Binjai Selatan.

Dengan pemberian otonomi diharapkan pada pemerintah daerah (Kota Binjai) untuk memanfaatkan dan mengelola peluang dan potensi yang dimiliki daerah tersebut demi kesejahteraan masyarakatnya melalui pembangunan didaerahnya dengan melibatkan

(5)

partisipasi masyarakat setempat/daerah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan wujud dari pembangunan nasional daerah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitaraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama pembanguanan daerah maka tekanan utama pembanguan akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bentuk peningkatan pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat dan peningkatan pendapatan masyarakat. Indeks Pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator yang dijadikan alat ukur pembangunan manusia, terutama dalam mengukur kualitas fisik penduduk disuatu wilayah. Karena itu, IPM dijadikan standart keberhasilan kebijakan pembangunan yang komprehensif dan memadai yang dijadikan tolak ukur kemajuan pembangunan. IPM adalah suatu indeks komposisi yang didasarkan pada tiga indikator, yakni kesehatan, pendidikan, dan standar kehidupan. Jadi jelas bahwa 3 unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusianya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, selain juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi, IPM akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, dan nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi.

Berikut ini disajikan data IPM Kota Binjai tahun 1999-2008.

(6)

Tabel 1.1

IPM Kota Binjai (1999-2008) Tahun Angka Harapan

Hidup (Tahun)

Melek Huruf (%)

Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)

Pengeluaran

Riil Perkapita IPM

1999 65.6 95.9 5.7 529.2 65.8

2000 65.4 97.5 7.7 530.2 67.5

2001 65.4 99.2 7.1 541 68.4

2002 69.4 97.3 9.6 594.7 71.5

2003 71 98.7 9.7 632.3 72.9

2004 70.1 98 9.5 620.8 74

2005 70.5 98 9.7 622 74.4

2006 71.33 99.15 9.88 614.1 74.66

2007 71.5 99.2 9.8 624.4 75.5

2008 71.54 99.17 9.84 628.7 75.88

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Tahun 2001

Bila diperhatikan dari tabel diatas, terlihat bahwa terus membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai sejalan dengan adanya peningkatan dari tahun ketahun dari setiap komponen IPM. Angka harapan hidup dari tahun 1999 hingga tahun 2008 terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 1999 sebesar 65.6 tahun naik pada Tahun 2008 menjadi 71.54 tahun. Angka melek huruf pada tahun 1999 (95.9 persen) mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2002 (97.3 persen), Pada tahun 1999 rata-rata lama sekolah (5.7 tahun) mengalami kenaikan pada tahun 2002 (9.6 tahun).

Pengeluaran Riil perkapita dari tahun 1999 yang sebesar Rp.529.2 ribu naik menjadi sebesar Rp.628.7 ribu pada tahun 2008.

Kenaikan yang terjadi dari masing-masing komponen diperkirakan dipengaruhi

(7)

pendapatan mengakibatkan kemampuan mereka untuk melanjutkan sekolah menjadi semakin baik.

Usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat memang bukan hanya tugas Pemerintah Daerah tetapi juga tugas masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dalam mendukung kebijaksanaan Pemerintah Daerah akan membantu untuk mencapai sasaran pembangunan, dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul : “ Dampak Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kota Binjai “.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana dampak otonomi daerah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kota Binjai ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenaranya dengan menggunakan data-data yang berhubungan. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut : Kesejahteraan masyarakat Kota Binjai mengalami peningkatan setelah di berlakukannya Otonomi Daerah.

(8)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar dampak Otonomi Daerah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Binjai.

2. Untuk mengetahui perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah adanya Otonomi Daerah.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang.

3. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi terkait.

4. Bahan acuan penelitian lain yang berminat meneliti masalah hubungan Otonomi Dearah terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap orang yang bekerja dengan menyumbangkan tenaga dan pemikirannya pada suatu perusahaan akan memperoleh imbalan atau balas jasa dari perusahaan tempat dimana ia

Tugas pokok bagian pemasaran ekspor PT Bio Farma yaitu (1) ikut bertanggung jawab atas suksesnya pameran dan launching yang akan diadakan oleh perusahaan dengan tujuan

Adapun faktor yang mempengaruhi di antaranya yaitu siswa masih mengalami kesulitan untuk membayangkan hal-hal yang akan mereka tulis, mengekspresikan apa yang dilihat dan

Ketika perusahaan menerima kontrak jangka panjang, perusahaan akan menggunakan metode persentase penyelesaian yang merupakan sebuah pendapatan kontrak dihubungkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi struktur (balok, kolom, sloof, dan fondasi) pada portal 4 lantai lebih besar daripada portal 3 lantai, jumlah tulangan longitudinal

Kesetiaaan , nasionalisme, dan patriotisme warga Negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan mereka terhadap filsafat negaranya secara formal

Dalam penelitian ini Algoritma Latent Semantic Analysis (LSA) dapat melakukan proses reduksi kalimat dengan lebih baik dibandingkan algoritma Feature Based sehingga mendapatkan

Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era otonomi daerah dan dalam kaitan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber