Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh aplikasi Post Weld Heat Treatment (PWHT) terhadap sifat mekanik dan sifat metalurgi material pada pengelasan cast steel dengan carbon steel. Material yang dipakai pada tugas ini adalah cast steel (SC 42 W) dan carbon steel dengan ukuran masing- masing 16 mm. Material tersebut nantinya disambung dengan menggunakan pengelasan SMAW. Setelah itu dilakukan aplikasi PWHT sesuai dengan prosedur ASME VIII pada tabel UHT-56.
Pengujian yang dilakukan terdiri empat macam, yaitu analisa kekuatan tarik (Tensile strength), kekuatan impact (impact test), kekerasan (hardness), dan analisa struktur mikro. Dari hasil pengujian tersebut dilakukan analisa dengan membandingkan material yang dilas dan disertai proses PWHT dengan material yang dilas tanpa menggunakan perlakuan PWHT. Berdasarkan hasil pengujian, material yang dikenai proses PWHT mengalami penurunan σyield sebesar 18.58% dan σultimate sebesar 12.10%.
Namun di sisi lain keuletannya meningkat, terlihat dari kenaikan elongation sebesar 0.51% dan reduction of area sebesar 35.33% . Sedangkan dari hasil tes impact Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT, pada suhu 20 O C memiliki kuat impact 3.90%
lebih besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT, pada suhu 0 O C 31.34% lebih besar, pada suhu -20 O C memiliki kuat impact 6.90% lebih besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT. Dari pengujian struktur mikro, dengan perbesaran 100X, material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit 17,35% lebih banyak dan prosentase perlit 17,35% lebih kecil serta grain size 3,26% lebih kecil dibandingkan dengan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT. Dengan Perbesaran 400X, material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit 6,84% lebih banyak dan prosentase perlit 6,84 % lebih kecil serta grain size 2,20% lebih kecil dibandingkan dengan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT. Sesuai dengan pengujian hardness, material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT, pada daerah weld metal, HAZ, dan base metal memiliki rata-rata hardness value 7.89% lebih rendah material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT.
Kata Kunci : Carbon Steel, Cast Steel, Pengelasan, PWHT, SMAW.
1. PENDAHULUAN
eknologi pengelasan kini telah mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan kebutuhan akan kualitas las yang baik. Dalam setiap pengelasan akan didapat pemanasan yang tidak merata antara logam las, logam dasar, dan daerah HAZ.
Dengan perbedaan pemanasan akan menyebabkan struktur yang menyusun suatu material akan berubah. Untuk itu perlu dilakukan perlakuan panas kembali untuk mengatur kembali
struktur dari material. Perlakuan panas yang akan dilakukan pada material baja bertujuan utama untuk membentuk struktur mikro dari baja tersebut. Dengan terbentuknya struktur yang baru maka akan didapat sifat kekuatan dan kekerasan bahan.
Proses pemanasan dilakukan pada logam las yang sudah memiliki sifat tertentu yakni meningkatkan kekerasan namun mengurangi keuletan bahan. Karena pada daerah pengaruh panas memiliki pengaruh besar akan terbentuknya material getas.
Salah satu perlakuan yang dilakukan pada proses pengelasan adalah Post weld heat treatment (PWHT). Post weld heat treatment biasanya digunakan untuk stress relief (pelepasan tegangan sisa). Tujuan dari stress relieving adalah untuk mengurangi semua tegangan sisa atau tegangan internal yang mungkin terbentuk saat proses pengelasan. Stress relief setelah pengelasan mungkin saja diperluan untuk mengurangi resiko patah getas (brittle fracture), untuk menghindari distorsi saat machining, atau untuk mengurangi resiko terjadinya stress corrosion cracking.
Pada bangunan kapal, banyak daerah sambungan las yang rentan terjadi residual stress. Salah satunya adalah pada poros (shaft) propeller kapal. Pada daerah ini terdapat sambungan las antara cast steel (SC 42) dengan carbon steel (LR Grade E).
SC 42 adalah salah satu jenis material cast steel cast steel yang biasa dipakai di kapal. Aplikasi SC 42 biasanya sebagai flanges pada sambungan poros (shaft) propeller. SC 42 memiliki kuat tarik (tensile strength) sebesar 1158 MPa dan kekerasan (hardness) 335 HB. Sedangkan material LR Grade E adalah jenis baja dari tensile strength steel pada umumnya.
Baja LR Grade E memiliki kekuatan luluh 34.100 psi (235 MPa), dan kekuatan tarik antara 58.000 - 75.500 psi (400-520 MPa). Baja LR Grade E adalah salah satu baja yang memiliki kelas tertinggi dalam suatu pembangunan kapal.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pengelasan di daerah poros kapal dibutuhkan hasil las yang bagus dan tidak menimbulkan tegangan sisa. Maka dari itu pada tugas akhir ini akan menganalisa pengaruh aplikasi PWHT jika diterapkan pada pengelasan cast steel SC 42 dengan carbon steel LR Grade E terhadap sifat mekanis dan sifat metalurgi material.
2. MICROSTRUCTUREMATERIALLAS Daerah las-lasan terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah logam las, daerah pengaruh panas atau heat affected zone
ANALISIS PENGARUH APLIKASI POST WELD HEAT TREATMENT (PWHT) PADA PENGELASAN CAST STEEL (SC 42) DENGAN CARBON STEEL (GRADE E) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN METALURGI
Wahyu Ade Saputra, Dosen Pembimbing : Ir.Achmad Zubaydi M.Eng.,Ph.D dan Ir.Soeweify, M.Eng Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected]
T
disingkat menjadi HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi panas.
A. Daerah logam las.
Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku.
Komposisi logam las terdiri dari komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda. Karena logam las dalam proses pengelasan ini mencair kemudian membeku, maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen, ketidakhomogennya struktur akan menimbulkan struktur ferit kasar dan bainit atas yang menurunkan ketangguhan logam las.Pada daerah ini struktur mikro yang terjadi adalah struktur cor.Struktur mikro di logam las dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grains).Struktur ini berawal dari logam indukdan tumbuh ke arah tengah daerah logam las (Sonawan, 2004).
Gambar 1. Daerah Logam Lasan dan logam induk
B. Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ).
Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.
Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik 1 dan 2 menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukkan temperatur pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan austenit.
Gambar 2. Heat Affected Zone
C. Logam induk
Logam induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan- perubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah pengaruh panas, yang disebut batas las (Wiryosumarto, 2000).
3. PERLAKUANPANASPASCAPENGELASAN (POSTWELDHEATTREATMENT)
Dalam setiap pengelasan akan didapat pemanasan yang tidak merata antara logam las, logam dasar, dan daerah HAZ.
Dengan perbedaan pemanasan akan menyebabkan struktur yang menyusun suatu material akan berubah. Untuk itu perlu dilakukan perlakuan panas kembali untuk mengatur kembali struktur dari material. Perlakuan panas yang akan dilakukan pada material baja bertujuan utama untuk membentuk struktur mikro dari baja tersebut. Dengan terbentuknya struktur yang baru maka akan didapat sifat kekuatan dan kekerasan bahan.
Proses pemanasan dilakukan pada logam las yang sudah memiliki sifat tertentu yakni meningkatkan kekerasan namun mengurangi keuletan bahan. Karena pada daerah pengaruh panas memiliki pengaruh besar akan terbentuknya material getas atau kandungan ferrit terjadi di daerah HAZ. Dengan melakukan perlakuan panas akan didapatkan sifat-sifat material yang menguntungkan bagi desainer.
Proses pemanasan yang dilakukan adalah dengan memasukkan material ke dalam oven dengan pengaturan suhu A3o-35o C.
Setelah pemanasan dilakukan pendinginan yang cepat agar struktur yang terbentuk stabil sehingga kekuatan masih bisa dipertahankan atau ditingkatkan. Perlakuan Panas atau heat treatment dilakukan sebagai kombinasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Pada pemanasan dan pendinginan akan terjadi perubahan struktur mikro, dapat berupa perubahan fase dan bentuk atau ukuran yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat logam paduan.
Struktur mikro selain ditentukan oleh komposisi kimia dari logam juga ditentukan oleh struktur atau kondisi awal benda kerja. Paduan dengan komposisi yang sama, mungkin akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda yang berupa sifat mekanik apabila struktur kondisi awalnya berbeda.(Douthet, Joseph, “Heat Treating of Stainless Steel”, Armco Research and Technology, 19….)
4. PROSEDURPENGUJIAN
Sesuai dengan studi literatur yang diperoleh, bahwa dalam peraturan Lloyd’s Register ada dua cara pengambilan posisi specimens uji. Dalam Tugas Akhir ini, peraturan yang seharusnya diterapkan adalah Butt weld test assemblies.
Namun karena keterbatasan jumlah material uji, maka berdasarkan hasil diskusi dengan dosen pembimbing, kami memutuskan menggunakan peraturan dari pada deposited metal test assemblies. Sedangkan untuk mengetahui posisi patahan jika dilakukan transversal tensile test, akan kami analisis dari hasil konversi hardness value ke tensile strength, dimana pengujian hardness dilakukan pada daerah weld metal, HAZ, dan base metal.
Gambar 3. Posisi Pengambilan Specimens METODE PENELITIAN
Urutan pelaksanaan pemodelan yang akan dilakukan adalah mengikuti diagram alir sebagai berikut,
Gambar 4. Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
5. URAIANPENELITIAN
Pada bab ini disajikan analisa terhadap data yang telah diperoleh dari pengujian-pengujian yang telah dilakukan.
A. Analisa Hasil Uji Tarik
Dari pengujian tarik yang telah dilakukan maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel1.
Data Hasil Pengujian Uji Tarik
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa jika suatu material las dikenai perlakuan panas setelah pengelasan akan mengurangi Fyield, Fultimate, σyield, dan σultimate material tersebut.
Namun disisi lain perlakuan panas pasca pengelasan dapat meningkatkan keuletan material las. Peningkatan material las dapat dilihat dari pertambahan panjang dan reduction of area yang ditunjukkan pada pengujian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur material las. Jika suatu material dikenai perlakuan panas pasca pengelasan sesuai dengan kemampuan material menyerap panas, kemudian diturunkan secara perlahan maka akan menghilangkan residual stress yang ditimbulkan oleh proses pengelasan dan akan terbentuk ukuran butir dan memperbaiki struktur material tersebut. Sehingga dengan berkurangnya residual stress dan ukuran butir pada struktur material menyebabkan sifat keuletan material tersebut meningkat.
B. Analisa Hasil Uji Impact
Pada pengujian impact ini didapatkan data-data berupa kuat impact, dimana kuat impact ini dapat digunakan sebagai pembanding sifat ketangguhan (toughness) material yang satu dengan yang lain. Dari pengujian impact didapatkan data-data sebagai berikut :
Tabel 2
Data hasil pengujian impact
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan panas pasca pengelasan mempengaruhi besarnya kuat impact. Material
yang dikenai perlakuan panas cenderung memiliki harga kuat impact lebih besar dari pada material tanpa perlakuan. Pada suhu 20 O C, kuat impact material las tanpa perlakuan adalah sebesar 0.74 Joule/mm2, sedangkan kuat impact material las dengan perlakuan panas adalah sebesar 0.77 Joule/mm2. Pada suhu 0 O C, kuat impact material las tanpa perlakuan adalah sebesar 0.46 Joule/mm2, sedangkan kuat impact material las dengan perlakuan panas adalah sebesar 0.67 Joule/mm2. Pada suhu -20 O C, kuat impact material las tanpa perlakuan adalah sebesar 0.27 Joule/mm2, sedangkan kuat impact material las dengan perlakuan panas adalah sebesar 0.29 Joule/mm2. Kenaikan harga impact ini menunjukkan bahwa material yang dikenai perlakuan panas pasca pengelasan kemudian didinginkan secara perlahan akan menyebabkan material tersebut menjadi ulet (ductile).
C. Aalisa Hasil Uji Foto Mikro
Analisa foto mikro didasarkan pada fenomena perbedaan- perbedaan yang Nampak pada masing-masing material uji/specimens seperti kandungan ferrit/perlit dan ukuran butir dari struktur mikro yang terbentuk, dimana kedua komponen ini berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanik yang ditimbulkan oleh material.
Dari hasil foto mikro diketahui bahwa material yang tidak dikenai pemanasan dan juga material yang dikenai perlakuan panas pasca pengelasan, struktur mikro yang terbentuk terdiri dari matrik ferrit dan perlit yang terdistribusi secara acak dengan besar atau ukuran butir (grain size) yang berbeda.
Terlihat juga dari hasil foto mikro ini bahwa bagian yang berwarna gelap menunjukkan matrik pearlit sedangkan bagian yang berwarna terang menunjukkan matrik struktur ferrit.
Untuk menentukan besarnya ukuran butir (grain size) dan prosentase matrik ferit dengan perlit dilakukan dengan cara memasukkan gambar ke dalam suatu software yaitu grain size software. Berikut ini adalah proses analisa metalografi menggunakan software tersebut.
[1] Foto mikro yang akan dianalisa dengan menggunakan software grain size harus dalam format bitmap (bmp).
[2] Memilih magnification yang sesuai dengan perbesaran pada foto mikro. Dalam analisa ini, perbesaran foto mikro yang digunakan adalah perbesaran 400X.
[3] Mengatur sensitivitas kontras warna foto mikro dengan mengatur slider pada tab “image processing”.
Selanjutnya, klik tab “edge detection” untuk mengubah ratio kontras dari foto.
[4] Foto mikro yang dianalisa akan berubah tampilan menjadi biru putih.
[5] Pada tab “metod”, pilih metode pengukuran yang digunakan. Dalam penelitian Tugas Akhir ini metode
yang dipakai adalah circular. Selanjutnya, klik tab
“process” untuk menganalisa ukuran butir
[6] Setelah foto mikro dianalisa maka didapatkan hasil berupa prosentase dari ferit (white) dan perlit (black) serta ukuran butir (grain size).
[7] Langkah [1] sampai [6] di atas selanjutnya digunakan untuk menganalisa specimens foto mikro yang lainnya.
Gambar 5. Langkah awal pengambilan prosentase ferit-perlit Langkah awal yang dilakukan adalah mengatur detection sensitivity sebesar 75%, selanjutnya memilih intercept yang akan digunakan. Pada pengujian ini intercept yang digunakan adalah berupa circular. Untuk magnificationnya piilih angka 400. Magnification ini adalah perbesaran dari proses pengambilan foto. Pemilihan magnification sebesar 400 ini didasarkan pada besarnya perbesaran saat dilakukan foto mikro.
Gambar 6. Identifikasi struktur ferit dan perlit
Selanjutnya running program dengan meng-klik perintah Edge Detection, secara otomatis harga atau prosentase ferit- perlit akan keluar dengan sendirinya. Selain prosentase ferit-perlit dapat kita cari juga grain size dari struktur mikro yang diamati,
setelah proses di atas selesai kita klik process pada intercept method maka akan muncul perintah pada gambar di bawah
Gambar 7. Proses penentuan grain size struktur mikro Setelah meng-klik pada bagian yang ditentukan maka ASTM grain size dari struktur mikro tersebut akan keluar dengan sendirinya.
Gambar 8. Penentuan letak titik pengambilan grain size dan hasilnya
Tabel 3
Grafik Hasil analisis foto mikro
Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa prosentase ferit pada material yang dilas dan diikuti dengan PWHT cenderung
lebih besar dibandingkan dengan prosentase ferit pada material yang dilas tanpa perlakuan PWHT. Hal ini menunjukkan bahwa material yang dilas diikuti dengan PWHT memiliki sifat lebih ulet (ductile) dibandingkan dengan material yang dilas tanpa perlakuan PWHT. Selain itu, untuk material uji yang tidak mengalami pemanasan (PWHT) memiliki besar butir lebih kecil dibandingkan material uji yang mengalami pemanasan pasca pengelasan.
D. Analisa Hasil Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan ini digunakan untuk mencari tingkat kekerasan dari material sehingga dari harga-harga kekerasan tersebut kita dapat mengetahui apakah material ductile atau brittle. Makin tinggi nilai kekerasan yang dimiliki oleh suatu material maka material tersebut makin brittle.
Dalam tugas akhir ini hasil dari pengujian kekerasan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut
Tabel 4
Data Hasil pengujian hardness
Dari Tabel 4 didapatkan rata-rata hardness value antara kedua material. Material yang dilas tanpa perlakuan PWHT memiliki rata-rata hardness value sebesar 154.7083 HV. Sedangkan material yang dilas dan disertai dengan PWHT memiliki rata- rata hardness value sebesar 142.5083 HV. Hasil ini menunjukkan bahwa material yang dilas tanpa perlakuan PWHT memiliki tingkat kekerasan 7.8% lebih besar dari pada material yang dilas disertai proses PWHT, sehingga lebih getas.
6. KESIMPULAN/RINGKASAN
1. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT mengalami penurunan σyield sebesar 18.58% dan σultimate sebesar 12.10%. Namun di sisi lain keuletannya meningkat, terlihat dari kenaikan elongation sebesar 0.51% dan reduction of area sebesar 35.33%
2. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT, pada suhu 20 O C memiliki kuat impact 3.90% lebih
besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
3. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT, pada suhu 0 O C memiliki kuat impact 31.34% lebih besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
4. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT, pada suhu -20 O C memiliki kuat impact 6.90% lebih besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
5. Dengan Perbesaran 100X, material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit 17,35% lebih banyak dan prosentase perlit 17,35%
lebih kecil serta grain size 3,26% lebih kecil dibandingkan dengan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
6. Dengan Perbesaran 400X, material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit 6,84% lebih banyak dan prosentase perlit 6,84 % lebih kecil serta grain size 2,20% lebih kecil dibandingkan dengan material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
7. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT, pada daerah weld metal, HAZ, dan base metal memiliki rata-rata hardness value 7.89% lebih rendah material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
UCAPANTERIMAKASIH
Ucapan terima kasih Penulis tujukan yang pertama kepada Emak dan Bapak yang telah memberikan segala doa dan biaya demi terselesaikannya penelitian ini. Kedua kepada Bapak Ir.
Achmad Zubaydi, M.Eng.,Ph.D dan Ir Soeweify, M.Eng selaku dosen pembimbing kami serta segenap teman-teman dan pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
DAFTARPUSTAKA
[1] ASME SECTION, VIII. Qualification Standard for Welding and Brazing Operators. New York: ASME, 1995.
[2] ASTM. Annual Book of ASTM Standar Volume 03.01. Philadelphia:
ASTM Publishing, 1986.
[3] B, Zakarov. Heat Treatment of Metal. Moscow: Peace Publishers Moscow.
[4] Douthett, Joseph. Heat Treating of Stainless Steel. Armco Research and Technology, 19...
[5] Gianto. Pengaruh Perlakuan Panas Pasca Pengelasan Terhadap Ketahanan Korosi Material SS 304 Dengan Metode Pengujian Salt Spray. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS, 2006.
[6] Hadi, Sofyan. Analisa Pengaruh Pemanasan Terhadap Struktur Material Weld Metal. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS, 2003.
[7] Hanafi, Ahmad. Analisa Laju Perambatan Retak Di Daerah Pengaruh Panas (HAZ) Pada Baja Tahan Karat Tipe A.I.S.I 304 Dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS, 2005.
[8] Okumura, Wiryosumarto dan Toshie. Teknologi Pengelasan Logam.
Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.
[9] Rosana, Eriska. Analisa Perbandingan Laju Korosi Pelat SS-41 Antara Metode Pengelasan Manual (SMAW) dengan Otomatis (SAW) di Daerah Weld Metal. Surabaya: Teknik Perkapalan FTK,ITS, 2001.
[10] Smith, William F. Fondation of Materials Science and Engineering.
New York: Mc Graw Hill International, 1983.
[11] Suherman, Wahid. Ilmu Logam. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI ITS, 1987.
[12] —. Pengetahuan Bahan. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI ITS, 1987.
[13] —. Perlakuan Panas. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI ITS, 2001.
[14] Sukrawan, Yusep. "Blog Mahasiswa Universitas Brawijaya."
http://blog.ub.ac.id/jonathanpurba/. Maret 3, 2010.
http://blog.ub.ac.id/jonathanpurba/ (accessed Januari 6, 2013).
[15] Tata Surdia dan Shinroku Saito. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta:
PT Pradnya Paramita, 1992.
[16] Thelning, Karl-Erik. Steel and its Heat Treatment. Londong and Boston: Butterworths, 1975.
[17] Welder, Windi. September 21, 2010.
http://www.blogger.com/profile/15383163539912002907 (accessed Januari 7, 2013).