• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan pencemaran di wilayah pesisir Kenjeran bukan. merupakan hal baru. Telah banyak hasil penelitian dan kajian-kajian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan pencemaran di wilayah pesisir Kenjeran bukan. merupakan hal baru. Telah banyak hasil penelitian dan kajian-kajian"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan pencemaran di wilayah pesisir Kenjeran bukan merupakan hal baru. Telah banyak hasil penelitian dan kajian-kajian saintifik yang menunjukkan bahwa perairan tersebut telah tercemar. Salah satu penelitian mengenai pencemaran di wilayah pesisir Kenjeran dilakukan oleh Hutomo dkk. (2016) yang menunjukkan bahwa kandungan logam berat di perairan Kenjeran telah jauh melebihi baku mutu air laut yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Dari hasil penelitian tersebut, kandungan tertinggi untuk logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) di perairan Kenjeran masing-masing sebesar 13,5933 mg/Kg dan 30,7187 mg/Kg, sementara baku mutu air laut untuk kedua logam berat tersebut hanya 0,008 mg/L.

Namun demikian, belum ada penelitian atau kajian mengenai valuasi

ekonomi dampak lingkungan akibat pencemaran yang terjadi di wilayah

pesisir Kenjeran tersebut. Valuasi ekonomi dampak lingkungan merupakan

proses kuantifikasi dan pengenaan nilai moneter terhadap dampak

lingkungan setelah sebelumnya dilakukan proses atau tahapan identifikasi

terlebih dahulu. Valuasi ekonomi dampak lingkungan ini penting dilakukan

mengingat wilayah pesisir Kenjeran merupakan salah satu kawasan strategis

yang menurut Rencana Tata Ruang Kota (RTRW) Kota Surabaya berada

(2)

pada Unit Pembangunan 3. Menurut RTRW Kota Surabaya, kawasan ini akan dikembangkan sesuai fungsinya sebagai wilayah pemukiman, perdagangan, wisata, jasa dan konservasi.

Sebelumnya, peneliti telah melakukan kajian serupa tekait valuasi ekonomi dampak tumpahan minyak di perairan Cilacap (Mauludiyah, 2016).

Melalui pendekatan valuasi ekonomi total (total economic valuation, TEV) diperoleh total biaya kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di perairan Cilacap dari skenario yang telah ditentukan mencapai Rp. 1,9 triliun. Perhitungan biaya kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak pada penelitian ini dilakukan dengan memperhitungkan ekosistem terdampak dan kematian satwa burung.

Valuasi ekonomi dampak lingkungan diperlukan sebagai upaya

untuk menunjukkan bahwa aspek lingkungan merupakan potensi penting

untuk jangka panjang dalam kegiatan pembangunan berkelanjutan dan bukan

sebagai halangan bagi jalannya pembangunan. Dengan demikian upaya

mengkuantifikasi nilai lingkungan tersebut perlu dilakukan untuk

mengingatkan para pengambil kebijakan akan pentingnya memperhatikan

dampak yang timbul dari sebuah kegiatan terhadap lingkungan hidup.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah berapa biaya yang ditimbulkan dari pencemaran yang terjadi di wilayah pesisir Kenjeran.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi biaya yang ditimbulkan dari pencemaran yang terjadi di wilayah pesisir Kenjeran.

1.4 Kajian Penelitian Terdahulu

1. Monika Elisabeth Gabriel, Arya Rezagama, Badrus Zaman. 2017.

Valuasi Ekonomi Lingkungan Dampak Abrasi Menggunakan Metode Replacement Cost, Hedonic Pricing dan Loss of Income (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang). Dipublikasikan pada Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6,

No. 1: 1-12.

Latar belakang penelitian ini adalah abrasi yang terjadi di

wilayah Kelurahan Mangunharjo yang berdampak pada banyak hal,

mulai dari kualitas air yang menurun hingga kehilangan pendapatan

sawah dan tambak bagi masyarakat setempat. Kualitas air yang menurun

dikarenakan terjadinya peningkatan salinitas air bersih. Hal ini

menyebabkan penduduk harus membayar lebih untuk pemenuhan

kebutuhan air bersih. Selain itu, kerusakan dan penurunan kualitas

(4)

lingkungan ini berpotensi mempengaruhi harga lahan di wilayah tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap dampak abrasi serta mengestimasi valuasi ekonomi lingkungan akibat dampak abrasi. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap dampak abrasi digunakan metode analisis deskriptif. Untuk analisis valuasi ekonomi lingkungan akibat dampak abrasi digunakan: 1) metode replacement cost untuk menghitung biaya pengganti air bersih baik dari penyediaan sumur dan air isi ulang akibat dampak abrasi,2) metode hedonic pricing (dilakukan dengan uji regresi linier berganda) untuk melihat pengaruh kondisi lingkungan akibat dampak abrasi terhadap harga lahan, 3) dan metode loss of income untuk mengetahui pendapatan yang hilang dari petani dan petambak di Kelurahan Mangunharjo akibat dampak abrasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% responden menyatakan

kondisi lingkungan semakin memburuk akibat dampak abrasi. Biaya

pengganti air bersih sebesar Rp 2.916.466.336 selama satu tahun

(berdasarkan perhitungan pada tahun 2015). Faktor yang berpengaruh

terhadap harga lahan yaitu status kepemilikan lahan dan aksesibilitas,

sedangkan biaya air bersih dan frekuensi genangan air laut tidak

berpengaruh. Rata-rata pendapatan yang hilang dari petambak selama 1

tahun sebesar Rp 49.595.803, rata-rata pendapatan yang hilang dari

petani yang menjadi petambak sebesar Rp 18.161.400 dalam setahun

(5)

dan rata-rata pendapatan yang hilang selama 1 tahun dari petani sebesar Rp 10.639.733 akibat abrasi.

2. Deni Kusumawardani. Estimasi Biaya Pencemaran Air Sungai:

Studi Kasus pada Kali Surabaya sebagai Air Baku untuk Produksi Air Minum. Dipublikasikan pada Majalah Ekonomi Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012, hal 116-124.

Penelitian ini dilatarbelakangi fakta bahwa salah satu kerusakan

lingkungan yang paling serius di Indonesia adalah pencemaran air

sungai, termasuk pencemaran air Kali Surabaya. Tercemarnya air sungai

yang menyediakan lingkungan bagi barang dan jasa untuk manusia,

misalnya sebagai air baku untuk memproduksi air domestik,

menjadikan beban ekonomi semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan

untuk memperkirakan beban ekonomi pencemaran air Kali Surabaya

sebagai air baku untuk produksi air domestik. Dari hasil perhitungan dan

analisis yang dilakukan didapatkan bahwa estimasi biaya ekonomi dari

pencemaran air Kali Surabaya adalah sekitar Rp 15,9 miliar pada tahun

2005 dan meningkat menjadi Rp 21 miliar di tahun 2009. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa tren biaya polusi meningkat setiap

tahunnya yang menunjukkan peningkatan tingkat pencemaran air.

(6)

3. Dwight RH, Fernandez LM, Baker DB, Semenza JC, Olson BH.

2005. Estimating the economic burden from illnesses associated with recreational coastal water pollution--a case study in Orange County, California. Dipublikasikan pada Journal Environmental

Management. 2005 Jul; 76(2): 95-103.

Penelitian ini menggunakan kerangka kerja perhitungan beban kesehatan dari penyakit yang terkait dengan paparan air laut yang tercemar untuk pemanfaatan wisata dan rekreasi. Biaya penyakit dihitung berdasarkan data kesehatan dan pendapatan. Dengan menggunakan data keparahan penyakit akibat paparan air pantai yang tercemar dan perkiraan rata-rata gaji tahunan dan biaya medis (disesuaikan dengan nilai tahun 2001) untuk penduduk Orange County, California, diperkirakan bahwa beban ekonomi per penyakit gastrointestinal (GI) berjumlah 36,58 dolar, beban per penyakit pernapasan akut adalah 76,76 dolar, beban penyakit per telinga adalah 37,86 dolar, dan beban penyakit per mata adalah 27,31 dolar.

Biaya-biaya tersebut dapat menjadi beban kesehatan masyarakat

yang substansial ketika jutaan paparan per tahun terhadap air pantai

yang tercemar mengakibatkan ratusan ribu penyakit. Analisis lebih

lanjut menunjukkan bahwa kombinasi beberapa bahkan banyak penyakit

yang terkait dengan pencemaran air pantai menghasilkan beban

kesehatan masyarakat kumulatif hingga mencapai 3,3 juta dolar per

tahun untuk dua pantai di wilayah Orange County, California. Pada

(7)

penelitian ini juga ditunjukkan variabel biaya kesehatan masyarakat

yang dapat diterapkan dalam analisis biaya-manfaat ketika

mengevaluasi strategi pengurangan pencemaran, khususnya pencemaran

di wilayah pesisir dan laut.

(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Laut

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi kelautan, maka mau tidak mau penerapan teknologi kelautan akan membawa serta dampak langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat dan lingkungan. Dampak tidak langsung dari kegiatan penerapan teknologi kelautan meliputi dampak sosial ekonomi yang dipacu oleh tersedianya barang dan jasa dengan nilai tambah lebih tinggi. Sedangkan dampak langsung penerapan teknologi kelautan berupa dampak lingkungan, yaitu dampak yang disebabkan oleh adanya hasil samping pada proses transformasi sumberdaya untuk peningkatan nilai tambah (Mukhtasor, 2007).

Hasil samping tersebut seringkali disebut limbah, yang umumnya

dipandang tidak mempunyai nilai tambah, dan oleh karenanya dibuang ke

lingkungan, khususnya lingkungan laut. Keberadaan limbah di suatu

lingkungan akan meningkatkan beban ekosistem dan merugikan

kepentingan masyarakat. Kerugian tersebut mencakup penurunan kualitas

lingkungan, tingkat kesehatan, dan ekonomi masyarakat. Secara sederhana,

penurunan kualitas lingkungan laut ini dikaitkan dengan apa yang disebut

pencemaran laut.

(9)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan pencemaran lingkungan hidup sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Secara lebih spesifik, Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH, 1991) mendefinisikan bahwa pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa pencemaran

didahului dengan proses masuknya polutan seperti zat, makhluk hidup atau

energi yang menjadi pencemar. Secara garis besar, ada dua cara bahan

pencemar masuk ke lingkungan pesisir dan laut, yaitu (1) secara alami,

misalnya karena gelombang tsunami yang membawa polutan ikutan,

ataupun (2) melalui kegiatan manusia (anthropogenic), misalnya kecelakaan

kapal tanker yang menyebabkan pencemaran minyak tumpah ke laut, atau

pembuangan bahan hasil pengerukan pelabuhan yang menyebabkan

kekeruhan air laut (Mukhtasor, 2007).

(10)

Selanjutnya polutan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu energi dan substansi. Energi yang dapat mencemari laut dapat berupa: (1) energi radiasi nuklir dan (2) energi panas. Contoh pencemaran dalam kategori pencemaran energi adalah pembuangan limbah nuklir dan pembuangan air pendingin mesin (cooling water) yang memiliki energi panas yang relatif besar (ditandai dengan suhu yang lebih tinggi daripada suhu lingkungan laut). Energi radiasi dan energi panas yang masuk ke lingkungan laut dapat mengganggu keseimbangan kehidupan ekosistem di kawasan tersebut.

Sedangkan substansi pencemar dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu: (1) polutan fisik, yaitu polutan yang keberadaannya atau karakter

fisiknya menyebabkan pencemaran. Contohnya adalah padatan tersuspensi

pada kegiatan pengerukan pelabuhan atau pada proses sedimentasi di muara

sungai, dan zat pewarna atau bahan organik yang mengubah warna atau bau

perairan. (2) polutan kimia, yaitu polutan yang memiliki struktur kimia tidak

stabil dan cenderung bereaksi dengan zat lain. Polutan ini dikategorikan

menjadi dua jenis, yaitu organik (yang tersusun utamanya oleh atom C, H

dan O, misalnya pestisida, pupuk, minyak, limbah makanan dan minuman)

dan jenis anorganik (misalnya asam, alkali dan logam-logam berat dari

industri konstruksi baja dan tambang mineral). (3) polutan biologis, yaitu

polutan yang berupa makhluk hidup, misalnya mikroorganisme dari limbah

domestik berupa pembuangan sanitasi atau tinja (biasa disebut juga dengan

sewage) dan dari industri pengolahan makanan.

(11)

2.2 Valuasi Ekonomi

Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan adalah upaya pengenaan nilai moneter terhadap sebagian atau seluruh potensi sumberdaya alam dan lingkungan, sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Hal ini berupa nilai ekonomi total, nilai pemulihan kerusakan pencemaran, serta nilai pencegahan kerusakan/pencemaran (Dhewanti dkk., 2007). Secara umum valuasi ekonomi bertujuan untuk (Suparmoko, 2006):

1. Menentukan nilai ekonomi total (Total Economic Value, TEV) dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang berada dalam suatu kawasan ekosistem tertentu

2. Menentukan nilai jasa lingkungan tertentu dari suatu ekosistem atau sumberdaya alam dan lingkungan

3. Menentukan nilai kerusakan lingkungan dengan tujuan menentukan nilai ganti rugi

4. Menentukan nilai dampak lingkungan dari suatu kegiatan pembangunan 5. Menentukan nilai lingkungan (kerusakan lingkungan, nilai SDA dan

lingkungan, dan lain-lain) dengan tujuan menyusun neraca SDA dan lingkungan

6. Menentukan nilai lingkungan untuk menyusun PDRB Hijau

Secara lebih spesifik, valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah

proses kuantifikasi dan pemberian nilai ekonomi terhadap dampak

lingkungan setelah dilakukan identifikasi terlebih dahulu (Pearce, 1987

(12)

dalam Kay dan Alder, 1999). Seperti misalnya, biaya kerusakan (damage cost) yang berupa resiko penurunan jumlah wisatawan pada suatu daerah yang diperuntukkan sebagai kawasan wisata. Hal ini dikatakan oleh Coccossis dan Nijkamp (1995) dalam Kay dan Alder (1999) bahwa penurunan jumlah wisatawan lebih sering disebabkan karena terjadinya degradasi lingkungan yang signifikan akibat pengembangan perencanaan yang seadanya dan dampak adanya wisatawan itu sendiri pada lingkungan alam dan lingkungan sosial. Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan yang bertujuan untuk meningkatkan atau menambah penggunaan lokasi daerah wisata tetapi juga terlindungi, dengan kata lain menjadikan daerah pantai dan pesisir yang lebih menarik (enjoyable) dan aman (safe) bagi kegiatan wisata (Kay dan Alder, 1999).

Dalam kegiatan valuasi ekonomi, ada beberapa pendekatan yang dapat

digunakan dalam proses kuantifikasi dan pemberian nilai ekonomi terhadap

dampak lingkungan, diantaranya Contingent Valuation Method (CVM) dan

pendekatan produktivitas (Effect of Production, EOP). CVM merupakan

metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai

suatu barang/jasa berdasarkan estimasi seseorang/individu. Fungsi

barang/jasa tersebut umumnya tidak ada dalam struktur pasar (non-marketed

goods and services). CVM juga dapat diartikan sebuah pendekatan untuk

mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan seseorang untuk memperoleh

suatu barang (willingness to pay, WTP) dan seberapa besar nilai yang

diinginkan untuk melepaskan suatu barang (willingness to accept, WTA).

(13)

Pendekatan produktivitas (EOP) dalam penilaian ekonomi sumberdaya alam dilakukan dengan asumsi bahwa sumberdaya alam dipandang sebagai input bagi suatu produk final yang bernilai bagi publik, dan kapasitas produksi dari sumberdaya alam tersebut dinilai dari seberapa besar kontribusi sumberdaya alam tersebut kepada produksi produk final (Grigalunas and Congar, 1995 dalam Suparmoko, 2006).

2.3 Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent valuation method (CVM) merupakan metode penilaian ekonomi terhadap barang dan jasa lingkungan. Contingent valuation method adalah metode teknik survei untuk menyatakan nilai atau harga yang diberikan terhadap komoditi yang tidak memiliki harga pasar (Anissa, 2015).

Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk menghitung nilai ameniti atau estetika lingkungan dari suatu barang publik (public good). FAO (2000) menyatakan bahwa penilaian berdasarkan preferensi (Contingent Valuation) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan estimasi seseorang.

Contingent valuation method (CVM) merupakan teknik untuk

mengukur nilai barang publik secara langsung dengan menanyai orang-

orang tentang nilai tempat yang mereka tinggali. Jika digunakan secara

(14)

tepat, metode ini merupakan teknik paling tepat untuk mengestimasi nilai ekonomis suatu barang publik (Saptutyningsih, 2007).

Contingent Valuation Method (CVM) telah banyak digunakan untuk mengukur dengan menggunakan metode yang tepat untuk mengagregasi nilai estimasi rata-rata atau nilai tengah willingness to pay untuk berbagai kelompok dalam masyarakat telah memfokuskan pada perbedaan-perbedaan yang terkait dengan karakteristik yang tidak dapat diobservasi.

2.4 Willingness to Pay (WTP)

Berdasarkan (Fauzi, 2004) valuasi ekonomi merupakan pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya secara formal. Konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay atau WTP) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan.

Kesediaan membayar adalah jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan seseorang untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan.

Willingness to Pay merupakan suatu teknik untuk mengukur berapa nilai harga kerugian yang timbul kerena polusi tetapi kita tidak dapat secara langsung mengetahui harga pasar (Suparmoko, 2008). Menurut (Eman, 2003) metode yang terdapat dalam Wilingness to Pay adalah:

 Metode dengan menggunakan batasan keinginan (Haab dan

Kenneth, 1997:1) Pada metode ini keinginan untuk membayar

(15)

mempunyai batas bawah 0 dan batas atas adalah pendapatan.

Tujuannya adalah untuk menentukan batasan atas dan batasan bawah pada keinginan untuk membayar. Keuntungan model ini adalah memfokuskan pada pendistribusian keinginan untuk membayar dan pada informasi perespon

 Metode Validitas (Loomis,et al,1997:450). Terdapat 2 bentuk uji validitas yaitu eksperimen lapangan dan eksperimen laboratorium.

- Eksperimen lapangan digunakan untuk mengukur pembayaran aktual.

- Eksperimen laboratorium membandingkan secara aktual

dengan hipotesa WTP yang memberi keuntungan dalam

mengkontrol prosedur lebih hati-hati.

(16)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, sebelum melakukan penilaian dampak akibat pencemaran di wilayah pesisir Kenjeran secara kuantitatif maka dilakukan terlebih dahulu identifikasi dampak yang mungkin timbul akibat pencemaran di wilayah tersebut. Identifikasi dampak dilakukan dengan menggunakan survey lapangan dan wawancara terstruktur. Pada tahapan ini juga dilakukan pengumpulan data terkait resiko yang mungkin timbul akibat pencemaran di wilayah pesisir Kenjeran, diantaranya: konsentrasi limbah pencemar, jumlah wisatawan, jumlah penduduk, dan tingkat produktivitas perikanan. Data lain terkait pengolahan hasil perikanan, daur ulang, dan pariwisata di wilayah pesisir Kenjeran juga akan diidentifikasi. Hal ini disesuaikan dengan potensi pengembangan wilayah untuk pesisir timur Surabaya (Bapemas-KB Surabaya, 2010 dalam Pustika, 2013).

Selanjutnya, analisis ekonomi dampak akibat pencemaran di wilayah

pesisir Kenjeran dapat dilakukan dengan pendekatan penilaian langsung

(direct approach) dan tidak langsung (indirect approach). Pendekatan

penilaian langsung pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode penilaian Contingent Valuation Method (CVM), sedangkan

pendekatan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan teknik Effect on

Production (EoP). Metode perhitungan nilai ekonomi dampak akibat

pencemaran ini dilakukan menggunakan kuesioner dan diolah lebih lanjut

(17)

dengan analisis regresi. Pengolahan data lebih lanjut juga dilakukan menggunakan metode perhitungan berdasarkan referensi terkait, seperti misalnya perhitungan tingkat resiko kesehatan dengan menggunakan persamaan yang dibangun oleh Cabelli dkk. (1982) dalam Kay dan Wyer (1990).Anali D

ampa

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Kelurahan Tambak Wedi

(18)

3.1 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini untuk mengambil sampel digunakan metode purposive random sampling yaitu sampling yang dilakukan berdasarkan keputusan peneliti.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu:

A. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan penyebaran kuesioner.

Wawancara merupakan pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung. Sedangkan

kuesioner dilakukan dengan menyebarkannya kepada

responden. Adapun data primer yang dgunakan dalam

penelitian ini yaitu data kesediaan membayar

(willingness to pay) masyrakat data pendukung lainya.

(19)

B. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diambil dari literatur pada dinas sebagai informasi yang menunjang penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan adalah data jumlah penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian ini, maka penulis melakukan cara-cara sebagai berikut:

 Interview, yaitu dengan melakukan tanya jawab kepada responden terkait apa saja yang berkaitan dengan penelitian.

 Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan cara membuat daftar pertanyaan lebih dulu lalu menyebarkan angket tersebut kepada masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan

menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Untuk mengolah data primer

digunakan contingen valuation method (CVM) untuk mencari nilai

willingness to pay (WTP). Melalui CVM responden diberi pertanyaan

sejauh mana kesediaan rumah tangga membayar pengelolaan sampah di

(20)

perairan Tambak Wedi. Untuk menghitung nilai WTP digunakan rumus total kesediaan membayar (TWTP) sebagai berikut (Ismail & Bryan, 2011):

Dimana :

TWTP = Total WTP

WTPi = WTP individu kelas-i

ni = jumlah responden kelas-i yang bersedia membayar sebesar WTPi

N = Jumlah sampel

P = Jumlah populasi i (1,2,3...)

Teknik yang digunakan dalam mendapatkan nilai

penawaran dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan

metode bidding game dan close ended question yang berarti

menawarkan kepada responden sejumlah uang tertentu sebagai

titik awal dan menanyakan apakah responden bersedia

membayar pada nilai tersebut untuk memperoleh perbaikan

kualitas perairan. Respon yang diberikan responden terhadap

titik awal akan dilanjutkan dengan proses tawar menawar

hingga memperoleh besarnya nilai maksimum yang disepakati.

(21)

Selanjutnya analisis data yang digunakan untuk mengetahui estimasi biaya pengelolaan limbah deterjen dengan menggunakan acuan Molinos- Senante et al. (2012).

i

(22)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Luas wilayah kelurahan Tambak Wedi 97,618 Ha (Profil Kelurahan Tambak Wedi, 2014). Kelurahan Tambak Wedi terdiri dari 4 RW dan 46 RT (Gambar 1). Penduduk yang tinggal di kelurahan Tambak Wedi berasal dari etnis Jawa, Madura, Tionghoa, Arab dan sisanya berasal dari suku lain seperti Bali, Batak, Bugis, Manado dan Ambon (RDTRK UP Tambak Wedi, 2008). Kelurahan Tambak Wedi menjadi salah satu penyumbang hasil laut terbesar di kota Surabaya. Hasil laut yang dihasilkan meliputi ikan, udang, cumi dan kerang. Sebanyak 17,7% penduduk Tambak Wedi menggantungkan hidupnya dari usaha penangkapan ikan (Statistik Kelurahan Tambak Wedi, 2014). Sebagian besar nelayan tradisional Tambak Wedi tergolong dengan tingkat kesejahteraan pra-sejahtera. Hal ini salah satunya tercermin dari pemukiman kumuh yang mereka tinggali.

Saat ini kualitas perairan di Kelurahan Tambak Wedi dalam kondisi

yang sangat memprihatinkan dikarenakan telah tercemar. Berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 02 Tahun 2004 mengenai pengelolaan

kualiatas air dan pengendalian pencemaran air dalam Lampiran II bahwa

sungai Kali Tebu yang merupakan bagian dari saluran Tambak Wedi masuk

dalam kategori klasifikasi sungai kelas III. Selanjutnya, berdasarkan PP

Nomor 82 Tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air bahwa peruntukan sungai kelas III dapat digunakan untuk

(23)

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman.

Namun saat ini perairan Tambak Wedi terlihat mengalami pencemaran akibat adanya limbah domestik yang dihasilkan dari aktifitas yang berada di sepanjang sungai.

Sebagian besar aktifitas di sepanjang sungai tersebut adalah perumahan padat penduduk dan industri skala rumah tangga (home industry). Limbah yang berupa grey water maupun black water langsung dibuang ke sungai tanpa melalui penanganan (treatment) terlebih dahulu sehingga menjadi penyebab pencemaran perairan di Tambak Wedi. Selain limbah cair juga ditemui banyak sampah plastik di sungai yang mengalir sepanjang Kelurahan Tambak Wedi (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Kondisi perairan tercemar di Tambak Wedi (Sumber : Dokumentasi penelitian pendahuluan, 2019)

Adanya perairan yang tercemar di Tambak Wedi tersebut telah

menimbulkan permasalahan baru baik dari segi ekonomi, kesehatan maupun

lingkungan. Oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan valuasi ekonomi

terkait beban pencemaran perairan di Tambak Wedi. Kenjeran sehingga

(24)

memudahkan dalam mengetahui nilai kerugian yang ditimbulkan adanya pencemaran tersebut.

4.2 Beban Pencemaran dan Status Pencemaran Perairan Tambak Wedi, Kenjeran

Salah satu limbah domestik yang dapat menurunkan kualitas suatu perairan salah satunya limbah deterjen. Limbah deterjen ini perlu diolah atau diberikan penanganan (treatment) sebelum dibuang ke badan perairan agar tidak mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas perairan. Secara umum masyarakat belum mengolah limbah yang dihasilkan sebelum dibuang ke perairan, termasuk masyarakat Tambak Wedi, Kenjeran.

Masyarakat di Kelurahan Tambak Wedi cenderung membuang limbah deterjen secara langsung di perairan sehingga berdampak pada menurunnya kualitas perairan Tambak Wedi. Beban pencemaran limbah deterjen di Kelurahan Tambak Wedi, Kenjeran (Edza, dkk., 2014) diberikan pada Tabel 4.1.

(25)

Tabel 4.1. Debit dan beban pencemaran air limbah deterjen di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya Jumlah pencucian selama 1 bulan = 12 kali

Jumlah pencucian yang dihasilkan 1 bulan = 219,612 kg pakaian Debit Limbah Cair

DP (debit limbah terukur) = 35 m

3

/hari

DA (debit limbah cair sebenarnya) = 420 m

3

/ hari DM (debit limbah cair maksimum) = 3, 513 m

3

/ hari

Beban Pencemaran Limbah Cair

Indikator Parameter BOD

5

BPM 0,0016 mg/liter

BPA 0,323 mg/liter

BPMi 0,0292 mg/liter

BPAi 5,924 mg/liter

Keterangan :

BPM = Beban pencemaran maksimum bulanan BPA = Beban pencemaran sebenarnya bulanan BPMi = Beban pencemaran maksimum harian BPAi = Beban pencemaran sebenarnya harian

Data pada Tabel 4.1 tersebut menunjukkan bahwa limbah deterjen

melebihi batas maksimum beban pencemaran sehingga air limbah buangan

dari proses pencucian di Kelurahan Tambak Wedi tersebut memberikan

kontribusi besar dalam mencemari tanah maupun perairan. Penelitian dari

Heryani & Puji (2008) menyebutkan bahwa alam membutuhkan waktu 9

hari untuk menguraikan 50 % limbah deterjen. Oleh sebab itu diperlukan

pengelolaan air limbah deterjen sebelum dibuang ke badan perairan. Hal ini

(26)

bertujuan agar air limbah tersebut bisa sesuai dengan baku mutu yang dianjurkan untuk perairan kelas III, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Saluran Tambak Wedi di Pompa Air Tambak Wedi (Perairan Kelas III)

No. Parameter Januari Mei Agustus Oktober Baku Mutu

1. Suhu 31,8 29,7 - 33,8 -

2. TDS 590 813 - 1170 2000

3. TSS 10,8 7 - 9 400

4. Ph 7,74 7,67 - 7,44 6-9

5. BOD

5

9,24 25 - 8 12

6. COD 24,0 123 - 41 100

7. DO 2,6 2,4 - 2,4 >0

8. Total Fosfat (P) 0,99 1,8 - 3,56 5

9. NO

3

1,74 0,03 - 0,68 20

10. NH

3

-N 0,458 1,24 - 3,89 -

11. Co <0,0243 <0,002 - 0,065 0,2

12. Cd <0,00935 <0,003 - <0,003 0,001

13. Cr(VI) 0,0046 0,044 - 0,045 1

14. Cu <0,0110 <0,002 - <0,006 0,2

15. Fe <0,24 <0,004 - 0,04 -

16. Mn 0,285 0,4 - 0,4 -

17. Air raksa (Hg) <0,000198 <0,00008 - <0,00008 0,005 18. Zn <0,00988 <0,003 - 0,042 2

19. Cl 158,8 350 - 714 -

20. F 0,24 <0,5 - <0,5

21. Nitrit 0,0175 0,017 - 0,03 -

22. SO

4

69,5 62,5 - 83 -

23. Minyak lemak <2100 <1000 - <1000 -

(27)

24. Deterjen 115 3033 - <50 -

25. Fenol <1,26 <5 - <5 -

26. Pb <0,0547 <0,006 - <0,006 1 27. Sianida <0,002 <0,01 - 0,02 - 28. Khlorin bebas 0,02 <0,02 - 0,19 - 29. Belerang (H

2

S) <0,02 0,0905 - 0,051 -

30. Fecal coli - - - - 2000

31. Total coli - - - - 10000

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2017

4.3 Teknologi Pengolahan Limbah Cair dan Biaya yang Diperlukan

Valuasi biaya dalam pengelolaan air limbah deterjen dilakukan untuk mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan dalam mengelola air limbah deterjen tersebut. Estimasi biaya untuk tiap-tiap teknologi pengolahan air limbah diberikan pada Tabel 4.3.

Estimasi biaya tersebut menjadi acuan dalam perhitungan valuasi biaya investasi serta biaya operasi dan perawatan (operational &

maintenance/O&M cost) pengolahan air limbah dengan teknologi yang

berbeda dimana setiap teknologi yang digunakan memiliki keunggulan

komparatif sendiri. Hal ini membantu untuk memilih alternatif teknologi

yang tepat dan optimal untuk digunakan dalam perencanaan pengelolaan

limbah deterjen di Tambak Wedi, Kenjeran. Selanjutnya berdasarkan

estimasi biaya investasi serta biaya operasi dan perawatan pengolahan air

limbah dengan teknologi yang berbeda tersebut maka diperoleh nilai dalam

euro dan rupiah, masing-masing diberikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.

(28)

28

Tabel 4.3. Estimasi biaya investasi dan operasi pengolahan air limbah dengan teknologi yang berbeda

No. Technology O & M Costs (€/p.e)

*

Invesment costs (€/p.e)

*

1. Pond system Y = 3897.7 x

-0.407

(R

2

= 0.998)

Y = 5.54x + 3127.5 (R

2

= 0.991)

2. Intermittent sand filter Y = 2115.5 x

-0.399

(R

2

= 0.992)

Y = 12.02 x + 3518.9 (R

2

= 0.992)

3. Constructed wetlands Y = 947.3 x

-0.188

(R

2

= 0.991)

Y = 14.74 x + 3645.1 (R

2

= 0.994)

4. Trickling filter Y = 12237.0 x

-0.487

(R

2

= 0.993)

Y = 13.50 x + 6030.0 (R

2

= 0.998)

5. Moving bed biofilm reactor

Y = 1187.0 x

-0.165

(R

2

= 0.991)

Y = 12.79 x + 6031.0 (R

2

= 0.985)

6. Rotating biological contractors

Y = 6931.4 x

-0.383

(R

2

= 0.998)

Y = 313.4 x

-0.435

(R

2

= 0.994) 7. Membrane bioreactor Y = 5635.3 x

-0.352

(R

2

= 0.992)

Y = 30.15 x + 13542.0 (R

2

= 0.985)

8. Sequencing batch reactor

Y = 8258.9 x

-0.407

(R

2

= 0,970)

Y = 309.4 x

-0,389

(R

2

= 0.950)

Sumber: Molinos- Senante et al. (2012)

(29)

29

Tabel 4.4 Estimasi biaya investasi dan operasi pengolahan air limbah dengan teknologi yang berbeda (Euro)

Technology O & M Costs (€/p.e)

*

Invesment costs (€/p.e)

*

Pond system 1889,531 3160,319

Intermittent sand filter 1025,554 3590,106

Constructed wetlands 678,010 3732,420

Trickling filter 5145,309 6109,974

Moving bed biofilm reactor 885,053 6106,768 Rotating biological

contractors 3506,787 144,548

Membrane bioreactor 3012,705 13720,609

Sequencing batch reactor 4003,759 154,872

*p.e merupakan population equivalent

Tabel 5 Nilai estimasi biaya pengelolaan limbah deterjen

Technology O & M Costs (Rp/p.e)

*

Invesment costs (Rp/p.e)

*

Pond system 29.359.531,44 49.105.034,54

Intermittent sand filter 15.935.057 55.785.325,99 Constructed wetlands 10.535.346 57.996.690,47 Trickling filter 79.951.048,77 94.940.620,53 Moving bed biofilm reactor 13.752.510,41 94.890.803,68 Rotating biological

contractors 54.490.662,95 2.246.077,78

Membrane bioreactor 46.813.305,94 213.199.455,92

Sequencing batch reactor 62.212.926,59 2.406.498,58

Sumber : Penelitian, 2019

(30)

30

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa biaya operasi dan perawatan terbesar dengan menggunakan teknologi trickling filter sebesar Rp. 79.951.048,77 sedangkan biaya operasi dan perawatan terendah dengan menggunakan teknologi constructed wetlands sebesar Rp. 10.535.346.

Biaya investasi terbesar dengan menggunakan teknologi membrane bioreactor yakni sebesar Rp. 213.199.455,92 sedangkan biaya investasi terendah dengan menggunakan teknologi rotating biological contractors yaitu sebesar Rp. 2.246.077,78.

Apabila melihat kondisi kelurahan Tambak Wedi maka teknologi

pengelolaan air limbah detergen yang lebih sesuai diterapkan di Kelurahan

Tambak Wedi ialah teknologi constructed wetlands. Teknologi constructed

wetlands adalah teknologi pengelolaan air limbah dengan memanfaatkan

proses alami. Sistem ini terdiri dari vegetasi perairan, substrat, air,

mikroorganisme dan memanfaatkan proses kompleks yang melibatkan fisik,

kimia, dan mekanisme biologis untuk meningkatkan kualitas air atau

menghilangkan polutan tersebut. Teknologi constructed wetlands jauh lebih

murah sehingga dianggap lebih sesuai apabila diterapkan di Kelurahan

Tambak Wedi dimana masyarakat nya tergolong dalam masyarakat

ekonomi kebawah.

(31)

31

Teknologi constructed wetlands memeiliki beberapa keunggulan komparatif diantaranya:

1. Metode pengoperasian yang sederhana tidak membutuhkan tenaga terampil untuk beroperasi 2. Biaya operasi dan perawatan yang sedikit 3. Kebutuhan energi yang rendah

4. Mempunyai nilai estetika lingkungan

5. Menyediakan keragaman habitat dan satwa liar 6. Penyimpanan air selama musim kemarau

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa

kinerja constructed wetlands dapat dilihat dari kemampuannya dalam

menurunkan kadar pencemar atau parameter pencemar. Mengutip dari hasil

penelitian (Raude J.B, 2009) diketahui bahwa hasil persentase penurunan

polutan misal BOD hingga mencapai 60- 99,7%. Penggunaan constructed

wetlands di Denmark selama dua dekade menunjukan bahwa sistem

umumnya efisien dalam menghilangkan konsentrasi TSS dan BOD menjadi

kurang dari 20 mg/litter (Qomariyah S, 2018). Masih dengan hasil

penelitian (Qomariyah S, 2018) dimana constructed wetlands berhasil

menghilangkan deterjen, menghasilkan persentase efisiensi sangat tinggi

yaitu 99,9% dan 99% dalam studi masing-masing tahun 2015 dan 2017.

(32)

32

Sistem constructed wetlands (Gambar 4.2) selain dapat membersihkan air limbah juga memiliki kemampuan mendaur ulang bahan pencemar di dalam air untuk menjadi biomassa yang bermanfaat bagi manusia (Sukmawati & Pungut, 2014). Air yang dihasilkan dari pengelolaan menggunakan constructed wetland ialah jenis air untuk irigasi dan bersifat non-konsumtif. Hal ini sesuai dengan air yang di peruntukan untuk jenis perairan kelas III yakni saluran perairan Tambak Wedi.

Gambar 4.2 Constructed wetlands

Berdasarkan hasil pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa biaya pengolahan limbah di Kelurahan Tambak Wedi, Kenjeran sebesar Rp.

10.535.346 serta biaya investasi sebesar Rp. 57.996.690,47 dengan teknologi constructed wetlands.

(33)

33

Daftar Pustaka

Cabelli, V.J., Levin, M.A., Dufour, A.P. 1983. Estuarine Pollution:

Infectious Diseases. Ocean Disposal of Municipal Wastewater:

Impacts On The Coastal Environment, Vol 1: 519-576.

Dhewanti, Laksmi, Aristin Tri Apriani, Gustami, Sulistianingsih Sarassetiawaty, Muhammad Alfian, Lestiyo Nurbaningsih. 2007.

Panduan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Kementrian Lingkungan Hidup.

Dwight RH, Fernandez LM, Baker DB, Semenza JC, Olson BH. 2005.

Estimating the economic burden from illnesses associated with recreational coastal water pollution--a case study in Orange County, California. Journal Environmental Management. 2005 Jul; 76(2): 95- 103.

Gabriel, Monika Elisabeth, Arya Rezagama, Badrus Zaman. 2017. Valuasi Ekonomi Lingkungan Dampak Abrasi Menggunakan Metode Replacement Cost, Hedonic Pricing dan Loss of Income (Studi Kasus:

Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang).

Dipublikasikan pada Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1: 1-12.

(34)

34

Hutomo, Landi Prasetyo, Sri Yulina Wulandari, Jarot Marwoto. 2016. Studi Sebaran Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cu dalam Sedimen di Pantai Kenjeran Surabaya. Jurnal Oseanografi Volume 5, Nomor 2, Halaman 277 – 285.

Kay, D. dan Wyer, M. 1990. Recent epidemiological research leading to standards. Recreational Water Quality Management, Vol. 1: 129-153.

Ellis Hoorwood Limited, England.

Kay, Robert dan Alder, Jackie. 1999. Coastal Planning and Management. E

& FN Spon, London.

Kusumawardani, Deni. Estimasi Biaya Pencemaran Air Sungai: Studi Kasus pada Kali Surabaya sebagai Air Baku untuk Produksi Air Minum.

Majalah Ekonomi Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012, hal 116-124.

Mauludiyah. 2016. Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap. Marine Journal, 1 (01), 8-18.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita: Jakarta.

(35)

35

Molinos-Senante, et al. 2012. Assesment of Wastewater Treatment Plant Design for Small Communities: Environmental and Economic Aspects. Science of The Total Environment, pp. 427-428, 11-18.

Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1991.

Pengembangan Baku Mutu Lingkungan Laut (Pengendalian Pencemaran Pesisir dan Laut. Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya Alam Laut dan Pantai. Jakarta. 15 hlm.

Pustika, Nourma, Mahmud Mustain, dan Mukhtasor. 2013. Analisis Pengelolaan Kawasan Pantai Kenjeran Berbasis Masyarakat. Jurnal POMITS.

Suparmoko, M., Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam

dan Lingkungan (Konsep, Metode Penghitungan dan Aplikasi), BPFE-

Yogyakarta, Yogyakarta, 2006.

(36)

36 LAMPIRAN

PETUNJUK PENGISISAN ANGKET

1. Untuk pertanyaan yang berupa pilihan, dimohon memilih jawaban yang paling sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dengan melingkari yang diperlukan atau memberi tanda silang (x) pada salah satu huruf a, b, c, atau d.

2. Untuk pertanyaan yang berupa isian harap diisi pada tempat yang disediakan.

A. Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin: L / P (Lingkari yang perlu) 2. Usia: ...tahun

3. Status Pernikahan: Belum menikah / Sudah menikah (Lingkari yang perlu)

3. Jumlah anggota keluarga: ...orang 4. Pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh : a. SD

b. SMP / Tsanawiyah

c. SMA / SMK / STM / Aliyah d. Diploma (D3)

e. Sarjana (S1)

f. Pasca Sarjana (S2/S3)

5. Apakah pekerjaan anda sehari-hari :

a. Tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga / Pensiun

b. Bekerja / Pegawai Negeri Sipil / Pegawai Swasta / Wirausaha

c. Lainnya: ...

6. Pendapatan anda per bulan:

a. < Rp 1.000.000

b. Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000

(37)

37 c. Rp 2.100.000 – Rp 3.000.000 d. Rp 3.100.000 – Rp 4.000.000 e. > Rp 4.000.000

7. Sudah berapa lama anda tinggal di tempat anda tinggal saat ini?... tahun

B. Pengetahuan Responden

1. Apakah Anda mengetahui mengenai permasalahan lingkungan di perairan pesisir Kenjeran, khususnya di sekitar Tambak Wedi?

2. Jika Anda mengetahui, menurut Anda apakah jenis permasalahan lingkungan di perairan pesisir Kenjeran, khususnya di sekitar Tambak Wedi?

a. Pencemaran air b. Permasalahan sampah c. Lainnya:

...

C. Willingness to Pay (Kesediaan Membayar)

1. Apakah Anda bersedia membayar untuk upaya pemulihan lingkungan perairan pesisir Kenjeran, khususnya di sekitar Tambak Wedi?

...

...

...

2. Jika Anda bersedia membayar, berapakah dana maksimal yang bersedia anda bayarkan pemulihan lingkungan perairan pesisir Kenjeran, khususnya di sekitar Tambak Wedi?

Rp...

(38)

38

3. Berikan alasan mengapa anda memilih nominal di atas yang bersedia anda bayarkan dalam pemulihan lingkungan perairan pesisir Kenjeran, khususnya di sekitar Tambak Wedi.

Alasan:

...

...

...

...

...

...

Gambar

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Kelurahan Tambak Wedi
Gambar 4.1. Kondisi perairan tercemar di Tambak Wedi   (Sumber : Dokumentasi penelitian pendahuluan, 2019)
Tabel 4.1. Debit dan beban pencemaran air limbah deterjen di  Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya  Jumlah pencucian selama 1 bulan = 12 kali
Tabel 4.2. Saluran Tambak Wedi di Pompa Air Tambak Wedi (Perairan  Kelas III)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dari perusahaan ini adalah tinggi rendahnya kinerja karyawan, untuk suatu upaya yang dapat meningkatkan kinerja karyawan, dengan permasalahan tersebut

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di

Secara umum pemberitaan Kompas yang telah dianalisis dengan menggunakan perangkat frame Pan Kosicki menunjukkan bahwa media ini mempunyai kecenderungan yang

Pada perbaikan pembelajaran siklus I menggunakan metode diskusi yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Nilai rata-rata yang diperoleh pada perbaikan

Untuk itu yang ingin dilihat adalah adanya pengaruh bahan dasar gel dalam penetrasi zat aktif dalam hal ini minyak zaitun dalam formulasi gel pelindung kulit dari sinar UVB

Mary Midgley is a moral philosopher and the author of many books including Wickedness, Evolution as a Religion, Beast and Man and Science and Poetry. All are published in

Penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan umat Islam di setiap wilayah penelitian memiliki pemikiran, pemahaman dan keyakinan bahwa pergi haji berfungsi modal social untuk