• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR KULKAS KOMERSIAL YANG DIBERI BEBAN UNTUK PENGERINGAN CHIPS TEMULAWAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR KULKAS KOMERSIAL YANG DIBERI BEBAN UNTUK PENGERINGAN CHIPS TEMULAWAK"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

FIRMAN SARIAMAN BUTAR BUTAR 140308068

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

KAJIAN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR KULKAS KOMERSIAL YANG DIBERI BEBAN UNTUK

PENGERINGAN CHIPS TEMULAWAK

SKRIPSI

OLEH :

FIRMAN SARIAMAN BUTAR BUTAR

140308068 / TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)
(4)

Panitia Penguji Skripsi

Sulastri Panggabean, STP, M.Si

Riswanti Sigalingging, STP, M.Si, Ph.D Achwil Putra Munir, STP, M.si

Lukman Adlin Putra Harahap, STP, M.si

(5)

i

ABSTRAK

FIRMAN SARIAMAN BUTAR BUTAR: Kajian Pemanfaatan Panas Buang Kondensor Kulkas Komersial Yang Diberi Beban Untuk Pengeringan Chips Temulawak, dibimbing oleh Sulastri Panggabean.

Panas buang dari kondensor kulkas komersial biasanya terbuang sia-sia dan hanya menjadi limbah. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi sumber panas untuk mengeringkan chips temulawak dengan waktu yang lebih singkat dari pengeringan matahari. Pada kulkas telah ditambahkan beban kerja dengan tujuan untuk menghitung dan mengkaji panas buang kondensor pada kulkas komersial.

Adapun jumlah kalor yang dilepaskan oleh beban pendinginan adalah sebesar 3.178,85 kJ. Dimana ikan mengeluarkan kalor sebesar 874,65 kJ, air melepaskan kalor sebesar 1212,2 kJ, dan apel melepaskan kalor sebesar 1092 kJ. Potensial panas buang kondensor dari kulkas komersial yang diberikan beban kerja ke alat pengering 8252,43 kJ/jam dengan nilai entalpi udara panas keluaran kondensor kulkas adalah 104,89 kJ/kg dan nilai entalpi lingkungan adalah 89,44 kJ/kg.

Dengan volume spesifik udara sebesar 0,9054 m3/jam dan laju aliran udara sebesar 483,5405 m3/jam.

Kata kunci : chips temulawak, kondensor, kulkas komersial

ABSTRACT

FIRMAN SARIAMAN BUTAR BUTAR: Heat Utilization Study Dispose of Loaded Commercial Refrigerator Condenser For Drying Temulawak Chips, supervised by Sulastri Panggabean.

The waste heat from a commercial refrigerator condenser is usually wasted and becomes waste. The waste can be used as a heat source for drying temulawak chips with a shorter time than sun drying. In the refrigerator, work has been added with the aim of calculating and assessing the condenser exhaust heat in commercial refrigerators. The amount of heat supported by the cooling load is 3,178.85 kJ. Where the fish releases heat of 874.65 kJ, water releases heat of 1212.2 kJ, and releases heat apples of 1092 kJ. The potential exhaust heat of the condenser from a commercial refrigerator whose workload is given to the dryer is 8252.43 kJ/hour with the enthalpy value of hot air output from the refrigerator condenser is 104.89 kJ/kg and the environmental enthalpy value is 89.44 kJ/kg.

With a specific air volume of 0.9054 m3/hour and an air flow rate of 483.5405 m3/hour.

Keywords : Curcuma chips, condenser, commercial refrigerator

(6)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Firman Sariaman Butar-butar dilahirkan di Sei Rampah pada tanggal 23 Februari 1996 dan merupakan anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Morlan Butar-butar dan Ibu Elly Sinambela. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Tanjung Balai dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi internal dan eksternal kampus diantaranya sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian pada tahun 2014-2018, sebagai BPH IMATETA periode 2017-2018, anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia pada tahun 2015-2018, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal USU pada tahun 2015-2019.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di pabrik kelapa sawit kebun Sawit Sebrang PT Perkebunan Nusantara II pada tahun 2017.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul “Kajian Pemanfaatan Panas Buang Kondensor Kulkas Komersial yang Diberi Beban untuk Pengeringan Chips Temulawak” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moral maupun materil.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sulastri Panggabean, STP, M.Si selaku pembimbing. Juga ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada para staf pengajar di prodi Keteknikan Pertanian dan juga teman-teman yang telah memberikan saran dan bantuannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi saya, dan juga pihak yang membutuhkan.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, November 2021

Penulis

(8)

iv

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Batasan Masalah... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Temulawak ... 4

Mekanisme Pengeringan ... 6

Kadar Air Bahan ... 7

Mesin Pendingin (Kulkas)... 8

Beban Pendinginan... 10

Perhitungan beban produk... 10

Potensi Panas Buang Kondensor ... 11

Waktu Pengeringan ... 14

Suhu dan Laju Aliran udara Pengeringan ... 14

Laju Pengeringan ... 15

METODOLOGI PENELITIAN ... 16

Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

Metode Penelitian... 16

Rancangan Percobaan ... 17

Prosedur Penelitian... 18

Parameter Penelitian... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Potensi Udara Panas dari Kondensor Kulkas yang Diberi Beban ... 21

Waktu Pengeringan Chips Temulawak ... 22

Sebaran Suhu Ruang Pengering ... 23

(9)

v

Suhu dan RH pada Rak 1 ... 25

Suhu dan RH pada Rak 2 ... 27

Suhu dan RH pada Rak 3 ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32 LAMPIRAN

(10)

vi

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Standar mutu beberapa simplisia genus Curcuma ... 6 2. Perbandingan nilai kulkas tanpa beban dan kulkas yang diberi beban ... 22 3. Perbandingan waktu pengeringan chips temulawak tanpa beban dan diberi

beban pada pendinginan ... 22 4. Sebaran suhu ruang pengering ... 24 5. Rata-rata laju pengeringan chips temulawak ... 30

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal.

1. Tumbuhan temulawak ... 5

2. Potongan melintang rimpang temulawak ... 5

3. Rangkaian sistem pendingin atau refrigerasi. ... 9

4. Diagram aliran sistem pendingin ... 11

5. Alat pengering ; (a) Rak (b) Posisi sampel ... 17

6. Grafik suhu pada rak 1 ... 25

7. Grafik RH pada rak 1 ... 26

8. Grafik suhu pada rak 2 ... 27

9. Grafik RH pada rak 2 ... 28

10. Grafik suhu pada rak 3 ... 29

11. Grafik RH pada rak 3 ... 29

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart Penelitian... 35

2. Perhitungan produk beban pendinginan kulkas komersial... 36

3. Penghitungan potensi pengeringan setelah penambahan kipas ... 38

4. Suhu dan RH pengering ... 41

5. Kadar Air ... 44

6. Data rata-rata sebaran suhu pada rak pengering ... 47

7. Data mencari laju pengeringan chips temulawak... 48

8. Perhitungan laju pengeringan 9. Tahapan pengujian ... 50

10. Alat yang digunakan ... 52

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) tergolong kedalam famili Zingiberacea. Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, yang banyak ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Yogyakarta, Bali, sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dan bagian yang dimanfaatkan dari temulawak adalah rimpangnya (Prana, 2008).

Kadar air rimpang temulawak pada saat dipanen cukup tinggi berkisar 80- 90%, sehingga komoditas ini mudah rusak bila tidak langsung diolah atau dikeringkan. Pada dasarnya petani dan pedagang temulawak melakukan pengeringan dengan cara penjemuran yang rawan kontaminasi dan tingkat suhu dan kelembaban penjemuran tidak cukup memadai sehingga sulit untuk mencapai standar kadar air yang diinginkan.

Pengeringan adalah salah satu cara yang biasa digunakan untuk meningkatkan stabilitas bahan dengan mengurangi kadar air bahan sehingga aktivitas airnya menurun. Perubahan kadar air selama pengeringan bahan-bahan yang mengandung air tinggi akan menyebabkan perubahan bentuk, densitas dan porositas bahan. Perubahan bentuk dan ukuran ini mempengaruhi sifat-sifat fisik dan akhirnya juga berdampak pada berubahnya tekstur dan sifat-sifat transpor produk yang dihasilkan.

Pengeringan juga mengurangi aktivitas mikroba serta meminimalisir perubahan fisik dan kimiawi selama bahan kering disimpan. Pada penelitian kali

(14)

2

ini standar mutu yang diinginkan adalah tercapainya kadar air maksimum simplisia kering atau 10%. Kadar air adalah banyaknya jumlah air yang ada pada bahan persatuan bobot bahan dan dinyatakan dalam persen (Manalu, dkk, 2012).

Pengeringan terbagi menjadi dua jenis antara lain, pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami yang sederhana merupakan pengeringan yang dilakukan dengan cara penjemuran memanfaatkan panas matahari, sedangkan pengeringan buatan merupakan pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis seperti alat pengering tipe rak, alat pengering tipe berputar, alat pengering beku dan alat pengering semprot.

Pengeringan mekanis (pengeringan buatan) beroperasi dengan cara memanfaatkan energi yang berasal dari fosil, energi biomassa, energi listrik dan energi panas buang dari kondensor sistem pendingin sebagai sumber energinya.

Dalam penelitian ini, pengering mekanis tipe rak digunakan, di mana sumber energi panas yang digunakan dalam pengeringan tipe rak ini diperoleh dari panas buang kondensor kulkas komersial dan beban pendinginan. Panas buangan yang keluar dari kondensor kulkas komersial akan dimanfaatkan untuk mengeringkan bahan-bahan pertanian, misalnya chips temulawak menjadi simplisia kering. Panas buang kondensor diarahkan ke bahan yang akan dikeringkan dengan mendorong udara panas dari kondensor menggunakan kipas pada mesin pendingin. Beban pendinginan yang diberikan pada kulkas juga akan meningkatkan jumlah panas yang dikirim ke kondensor kulkas komersial.

(15)

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan nilai potensial energi panas buang kondensor kulkas komersial yang diberi beban.

2. Mendapatkan lama waktu pengeringan chips temulawak.

3. Mendapatkan sebaran suhu di dalam ruang pengering.

4. Mendapatkan laju pengeringan temulawak.

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai referensi dan informasi pendukung mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pengering dengan memanfaatkan panas buang kondensor kulkas komersial yang diberi beban.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi untuk mengetahui kadar air bahan temulawak sebelum dan sesudah pengeringan.

Batasan Masalah

Untuk mempermudah dalam menganalisis sistem, maka dalam pembuatan tugas akhir ini terdapat batasan-batasan tertentu yang membatasi ruang lingkup yang akan dikaji dalam tugas akhir ini. Adapun batasan-batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Waktu pengeringan pada penelitian ini adalah 48 jam dengan pengambilan sampel per 4 jam.

2. Kondisi udara lingkungan diasumsikan tidak berubah untuk setiap waktunya.

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak

Temulawak atau dikenal dengan nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza Roxb merupakan tanaman terapeutik dalam suku temu-temuan (Zingiberacea).

Temulawak ditemukan di hutan tropis. Temulawak juga berkembang biak di lahan kering sekitar pemukiman, terutama di tanah bebas, sehingga produk organik rimpang tidak sulit untuk dikembangkan menjadi besar. Daerah berkembang selain di rawa-rawa juga dapat berkembang dengan baik hingga ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (Afifah, 2005).

Menurut Wijayakusuma (2007) klasifikasi temulawak adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae.

Kelas : Monocotyledonae.

Ordo : Zingiberales.

Keluarga : Zingiberaceae.

Genus : Curcuma.

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb

(17)

Gambar 1. Tumbuhan temulawak (Dermawaty, 2015)

Bunga temulawak termasuk jenis majemuk berupa bulir, elips, panjang 9- 23 cm, lebar 4-6 cm, perbungaan termasuk jenis exantha (bunga keluar langsung dari rimpang), mahkota bunga merah, dan bunga mekar di pagi dan sore hari. saat sore hari. layu. Rimpang temulawak merupakan rimpang terbesar dari rimpang temulawak. Rimpang temulawak terdiri dari 2 jenis yaitu rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk berwarna kuning tua, coklat kemerahan, dan bagian dalam berwarna jingga-coklat. Rimpang cabang tumbuh dari rimpang induk, lebih kecil, dan berwarna lebih terang. Akar temulawak memiliki ujung akar yang lebar (Syamsudin, dkk, 2019).

Gambar 2. Potongan melintang rimpang temulawak (Itanursari, 2009)

(18)

6

Tabel 1. Standar mutu beberapa simplisia genus Curcuma

Parameter Kunyit Temumangga Temulawak

Kadar air < 10% < 10% < 10%

Kadar abu < 8,2% < 6,1% < 4,8%

Kadar abu tidak terlarut dalam asam < 0,9% < 2,4% < 0,7%

Kadar abu tidak terlarut dalam air >11,5% >19,6% > 9,1%

Kadar abu tidak terlarut dalam alkohol >11,4% >2,4% < 3,6%

Kadar kurkuminoid > 6,6% - > 4,0%

Bahan organik asing < 2% > 2% > 2%

(Manalu, dkk, 2012) Mekanisme Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk menghilangkan atau mengeluarkan sebagian besar air dari bahan dengan memanfaatkan energi panas. Pengeluaran air dari bahan selesai sampai kandungan kelembaban diimbangi dengan iklim tertentu di mana parasit, senyawa, mikroorganisme, dan hewan merayap yang dapat membahayakan bersifat laten. Alasan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sebagian dengan tujuan agar bahan tersebut terlindungi untuk disimpan sampai pemanfaatan tambahan. Dengan pengeringan, bahan disimpan lebih tahan lama, volume bahan lebih sederhana, membuatnya lebih mudah dan menghemat ruang transportasi, bekerja dengan transportasi, dan mengurangi biaya pembuatan.

Aturan pengeringan adalah metode yang terlibat dengan panas dan massa terkemuka yang terjadi sepanjang waktu. Dalam pengeringan, air dikeluarkan dengan pedoman perbedaan kekeruhan antara udara pengering dan bahan yang dikeringkan (Rahayoe, 2017).

Pengeringan adalah teknik yang paling umum digunakan untuk membangun keandalan bahan dengan mengurangi kadar air bahan sehingga aksi airnya berkurang. Pengeringan juga mengurangi pergerakan mikroba dan membatasi perubahan fisik dan zat selama kapasitas. Perubahan kadar air pada

(19)

saat pengeringan bahan yang mengandung air tinggi akan menyebabkan perubahan bentuk, ketebalan dan porositas bahan. Perubahan bentuk dan ukuran mempengaruhi sifat sebenarnya dan pada akhirnya juga mempengaruhi perubahan sifat permukaan dan pengangkutan barang.

Kadar Air Bahan

Kadar air rimpang temulawak saat dipetik berkisar 80-90%, angka ini cukup tinggi sehingga produk ini mudah rusak jika tidak segera ditangani atau dikeringkan. Sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia (Depkes, 2008) dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Prasyaratan Pengobatan Tradisional, standar kadar air simplisia terbesar adalah 10%. Pada umumnya, petani dan pedagang melakukan penjemuran melalui penjemuran yang cenderung tercemar. Selain itu, tingkat suhu dan kelembapan pengeringan tidak memadai sehingga sulit untuk mencapai nilai kadar kelembaban yang diperlukan.

Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan (Winarno, 2004).

Ka (% ) = x 100% ... (1)

Keterangan:

w1 = berat sampel sebelum dikeringkan (gram), w2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram)

(20)

8

Mesin Pendingin (Kulkas)

Mesin pendingin pada bahan makanan biasanya adalah kulkas. Kulkas dibagi dalam dua macam yaitu kulkas rumah tangga dan kulkas komersial. Kulkas berfungsi untuk memindahkan panas dari iklim dingin ke iklim hangat. Dengan menjaganya, panas diambil dari daerah suhu rendah (di dalam lemari es), dan ukuran panas yang lebih besar dikirim ke daerah suhu tinggi (ruangan).

Komponen-komponen pada Kulkas : 1. Kompresor

Kompresor merupakan bagian dari kulkas yang berfungsi memompa bahan pendingin ke seluruh bagian kulkas.

2. Kondensor

Kondensor merupakan alat penukar kalor untuk mengubah wujud gas bahan pendingin pada suhu dan tekanan tinggi menjadi wujud cair.

3. Filter (saringan)

Filter (saringan) berfungsi menyaring kotoran yang terbawa aliran bahan

pendingin yang keluar setelah melakukan sirkulasi agar tidak masuk ke dalam kompresor dan pipa kapiler.

4. Evaporator

Evaporator adalah bagian dari kulkas yang berfungsi menyerap panas dari benda yang dimasukkan ke dalam kulkas, kemudian evaporator menguapkan bahan pendingin untuk melawan panas dan mendinginkannya.

5. Thermostat

Thermostat berfungsi mengatur kerja kompresor secara otomatis berdasarkan batasan suhu pada setiap bagian kulkas.

(21)

6. Fan motor

Fan motor atau kipas angin berguna untuk menghembuskan angin.

a. Fan motor evaporator

Berfungsi menghembuskan udara dingin dari evaporator ke seluruh bagian rak.

b. Fan motor kondensor

Kipas angin ini diletakkan pada bagian bawah kulkas yang memiliki kondensor yang berukuran kecil yang berfungsi mengisap atau mendorong udara melalui kondensor dan mendinginkan kompresor.

7. Bahan pendingin (Refrigerant)

Refrigerant adalah zat yang mudah diubah wujudnya dari gas menjadi cair,

ataupun sebaliknya. Refrigerant adalah zat yang berfungsi untuk mendinginkan kulkas.

Keterangan:

1. Kompresor 2. Kondensor 3. Evaporator 4. Pipa kapiler

Gambar 3. Rangkaian sistem pendingin atau refrigerasi (Kurniawan, 2016).

Setelah kompresor diisi dengan gas freon, maka pada saat itu gas dapat dikeluarkan dari silinder oleh kompresor untuk dikirim ke kondensor, setelah itu ke saringan, kemudian ke pipa kapiler dan akan menghadapi penahanan. Adanya penahanan ini akan menyebabkan terjadinya strain pada pipa kondensor.

(22)

10

Selanjutnya, gas berubah menjadi fluida di dalam pipa kondensor. Dari pipa kapiler, cairan mengalir ke evaporator dan terus menguap dan menyerap panas.

Setelah berubah menjadi gas terus terhisap lagi oleh kompresor demikian siklus melakukan hal yang sama (Susanto, 2016).

Beban Pendinginan

Sumber panas (beban) yang dihisap evaporator pada sistem pendinginan tidak hanya dari satu jenis sumber saja, melainkan dari panas yang dihasilkan dari berbagai sumber yang berbeda. Pada sistem refrigerasi, khususnya kulkas komersial dalam penulisan ini hanya akan dijelaskan metode perhitungan beban pendinginan untuk panas dari produk yang ada (dalam hal ini produknya adalah air, ikan dan apel) yang ada di evaporator. Sedangkan beban yang lain tidak dihitung karena nilainya yang kecil sehingga dapat diabaikan.

Perhitungan beban produk

Ketika produk (ikan, daging, buah, dll) yang suhunya lebih tinggi disimpan pada suhu kulkas komersial maka produk ini akan memberikan panas pada ruang sampai produk tersebut memiliki suhu yang serupa dengan suhu ruangan. Kalor yang dihasilkan produk ini dapat berupa kalor sensibel dan atau kalor laten tergantung dari suhu penyimpanannya, apakah lebih rendah dari suhu titik beku produk atau lebih tinggi. Jika suhu penyimpanan produk lebih rendah dari suhu titik bekunya, maka jenis panas yang dikeluarkan oleh produk tersebut terdiri dari tiga jenis yaitu :

1. Kalor sensibel sebelum pembekuan, adalah yang dikeluarkan dari produk penurunan suhu produk tersebut sampai pada batas temperatur titik bekunya.

(23)

2. Kalor laten pembekuan, merupakan panas yang dibuang ketika terjadi perubahan wujud bahan dari cair menjadi beku (padat).

3. Kalor sensibel setelah pembekuan, yaitu panas yang dibuang bahan akibat penurunan suhu dari temperatur titik beku hingga pada temperatur minus.

Besarnya kalor sensibel dari bahan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini, yaitu :

Qprod = m.Cp.ΔT ...(2) (Siagian,2017)

Potensi Panas Buang Kondensor

Pendinginan adalah kerangka transformasi energi yang digunakan untuk memindahkan panas dari suhu rendah ke suhu tinggi dengan menambahkan kerja dari luar. Pendinginan berfungsi untuk menjaga kualitas dan memperluas rentang waktu kegunaan produk.

Gambar 4. Diagram aliran sistem pendingin

Dari Gambar 4 dapat diketahui besaran dalam daur kompresi uap antara lain kerja kompresi, laju pengeluaran kalor, dampak refrigrasi, koefisien

(24)

12

presentasi (COP), laju alir massa untuk setiap kilowatt refrigrant. Kerja kompresi adalah perubahan entalpi pada proses 1-2 (Khoeri, dkk, 2016).

Selain udara dinginnya yang dimanfaatkan, kalor dari kondensornya juga dapat dimanfaatkan, yang umum disebut dengan sistem kompresi uap hybrid. Dari hasil penelitian (Hermawan dan Iswandi, 2014) yang dilakukan diperoleh bahwa panas yang dilepaskan dari kondensor AC dengan besar suhunya dapat mencapai maksimum 53,5oC dan rata-ratanya adalah 47,47oC, sedangkan energi panas yang dibuang sebesar 0,84 kW atau, udara yang melewati kondensor, setiap 1 kg udara kering menyerap kalor sebesar 24,471 kJ dengan volume 0,936 m3. Potensi penyerapan uap air melalui udara adalah 2 g/kg udara kering atau 91,76 gram uap air per menit.

Udara panas keluaran kondensor sistem refrigerasi memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan. Energi panas yang dimiliki suatu benda pada temperatur tertentu disebut entalpi, untuk menghitung analisis potensi panas buangan kondensor kulkas diawali dengan pengukuran suhu dan kelembaban udara buangan dari kondensor kulkas serta udara sekitar.

Eo(T) = 0,6010 exp ... (3)

Pv = eo (Twet) – γpsy (T – Twet) ... (4) Keterangan:

eo(T) = tekanan uap jenuh pada suhu udara (kPa), Pv = tekanan uap aktual (kPa)

eo(Twet) = tekanan uap jenuh pada suhu bola basah (kPa), Twet = suhu termometer bola basah (oC)

(25)

T = suhu udara normal (suhu termometer bola kering) (oC)

γpsy = konstanta psikrometri yang nilainya 0.06738 pada tekanan 1atm RH = 100 x (Pv / e0(T)) ... (5) (ASABE, 2006).

Kelembaban spesifik udara dihitung dengan menggunakan Persamaan 6

ω = 0,622 x ... (6)

Keterangan:

ω = kelembapan spesifik (kg/kg)

P = tekanan udara atmosfir (kPa)(Taib, dkk, 1988).

Entalpi udara sebelum dan sesudah melalui kondensor dihitung dengan Persamaan 7

h = 1.005 T + ω(2501.3 + 1.82 T) ... (7) 1.005 = panas spesifik udara kering dalam 1 atm (kJ/kg )

2501.3 = koefisien udara

1.82 = panas sfesifik udara (kJ/kg)(Cengel dan Michael, 2002).

Volume spesifik udara yang keluar dari kondensor dihitung dengan menggunakan Persamaan 8

... (8)

Vs = volume spesifik udara (m3/kg)(Singh dan Dennis, 2009).

Laju aliran udara keluaran kondensor dihitung dengan menggunakan Persamaan 9:

V = v x A ... (9) V = laju aliran udara (m3/s)

(26)

14

v = kecepatan aliran udara (m/s) A = luas penumpang kondensor (m2)

Panas buang kondensor dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 10

) ... (10)

Q = panas (kalor) (kJ/s)

hb = entalpi udara sesudah melalui kondensor (kJ/kg)

ha = entalpi udara sebelum melalui kondensor (kJ/kg)(Taib, dkk, 1988).

Waktu Pengeringan

Waktu dalam pengeringan dapat mempengaruhi kualitas dari produk yang dikeringkan, ialah berpengaruh pada warna produk dan juga kadar minyak atsiri pada bahan. Waktu yang dilakukan dalam pengeringan temulawak berkisar selama 6 jam berdasarkan Manalu, dkk (2012).

Suhu dan Laju Aliran udara Pengeringan

Semakin besar perbedaan antara suhu media penmanas dan bahan yang dikeringkan, maka semakin diperhatikan kecepatan perpindahan panas ke dalam pangan, dengan tujuan agar air yang hilang dari bahan akan semakin banyak.

Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengeringan, semakin cepat sistem pengeringan terjadi. Semakin tinggi suhu udara pengering, semakin diperhatikan energi panas yang dibawa oleh udara sehingga semakin menonjol ukuran massa fluida yang hilang dari lapisan luar bahan yang dikeringkan. Dengan asumsi kecepatan aliran angin pengeringan lebih tinggi, semakin cepat massa uap air dipindahkan dari bahan ke lingkungan (Taib, dkk, 1988).

(27)

Laju Pengeringan

Temperatur pada pengeringan temulawak yang baik adalah < 50oC dengan RH 30%. Bahan simplisia temulawak yang terdapat senyawa aktif yang tidak tahan terhadap panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada temperatur serendah mungkin, yaitu 30-45oC (Manalu, dkk, 2012).

Laju pengeringan dihitung dengan menggunakan Persamaan (11) : . ... (11)

Keterangan :

LP = Laju pengeringan (%bk/jam) Mw.o = Kadar air awal bahan (% bk) Mw.i = Kadar air akhir bahan (% bk)

Δt = Lama waktu pengeringan (menit) (Panggabean, dkk, 2017).

(28)

16

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai September 2020.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah temulawak yang diiris dalam bentuk chips dengan ketebalan 3 mm dan beban pendingin (air 10 kg, apel 10 kg, ikan 10 kg).

Alat yang digunakan untuk uji kinerja pada alat pengering adalah kulkas komersial, laptop, RH meter, temperatur Data Logger lengkap dengan sensor suhu dan sensor RH. Alat yang digunakan untuk uji kadar air pada pengeringan adalah pisau pengiris, timbangan digital, cawan, oven, dan desikator.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dan uji statistik.

Pada penelitian ini terdapat tiga rak di dalam ruang pengering, R1 berada di atas, R2 berada di tengah dan R3 berada di bawah dari ruang pengering. Pada masing- masing rak memiliki 3 posisi pengambilan sampel yaitu A berada di pangkal rak, B berada di tengah rak dan C berada di ujung rak. Posisi rak dan posisi titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5 :

(29)

Keterangan : R1 = Rak1

R2 = Rak2 R3 = Rak 3

(a)

Keterangan : A = Pangkal B = Tengah C = Ujung

(b)

Gambar 5. Alat pengering ; (a) Rak (b) Posisi sampel Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor (RAL faktorial).

Faktor I : Posisi rak alat pengering R1 (Rak 1)

R2 (Rak 2) R3 (Rak 3)

Faktor II : Posisi titik pengambilan sampel A (Pangkal)

B (Tengah) C (Ujung)

Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak (Tc) = 3 × 3 = 9, dengan jumlah minimum ulangan percobaan (n) sehingga banyak ulangan percobaan dapat dihitung dengan :

R1 R2 R3

A B C

(30)

18

Tc (n-1) ≥ 15 9 (n-1) ≥ 15 9n-9 ≥ 15 9n ≥ 24 n ≥ 2,66 n = 3

Dengan demikian penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan perlakuan sebagai berikut :

R1A R2A R3A R1B R2B R3B R1C R2C R3C Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Pada kulkas dilakukan pemodifikasian posisi kondensor dari depan dengan cara kipas menghisap udara panas dari kompresor dan kondensor yang kemudian dibuang ke pintu kulkas, menjadi ke belakang dengan cara kerja menghisap panas dari kompresor dan kondensor yang dibuang ke ruang pengering.

3. Memasukan beban pendingin ke kulkas komersial (air ,ikan ,apel).

4. Menghitung jumlah kalor beban pendinginan per 4 jam dengan menggunakan Persamaan 2 :

a. Ikan

Kalor spesifik ikan, cp ikan = 3.43 kJ/kg.°C

(31)

Massa ikan yang masuk, m =10 kg/hari Temperatur awal ikan, Tawal = °C Temperatur akhir ikan, Takhir = °C Perbedaan temperatur, ∆T = °C b. Air

Kalor spesifik air, cp air = 4,18 kJ/kg.°C Massa air yang masuk, m =10 kg

Temperatur awal air, Tawal = °C Temperatur akhir air, Takhir = °C Perbedaan temperatur, ∆T = °C c. Apel

Kalor spesifik apel, cp apel = 3,64 kJ/kg.°C Massa apel yang masuk, m =10 kg

Temperatur awal apel, Tawal = °C Temperatur akhir apel, Takhir = °C Perbedaan temperatur, ∆T = °C 5. Menghitung jumlah kalor wadah bahan.

6. Mencuci temulawak dan mengirisnya dengan ketebalan 3 mm.

7. Menyusun irisan temulawak pada setiap rak ruang pengering.

8. Mengambil sampel tiap 4 jam sekali dan dilakukan berulang sampai waktu akhir pengeringan atau mencapai kadar air di bawah 10%.

9. Membandingkan hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya oleh Sibarani (2018) dan Rizki (2019) (dengan perlakuan tanpa beban).

(32)

20

Parameter Penelitian 1. Kadar Air Temulawak

Kadar air temulawak dapat dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan, sesuai dengan Persamaan (1).

2. Suhu dan RH

Pengukuran suhu dan RH menggunakan sensor Dht22 dan data logger untuk membaca hasil pengukuran. Suhu dan RH pada pengeringan juga berpengaruh pada waktu pengeringan, semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH, maka waktu untuk mencapai keseimbangan semakin cepat.

3. Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah banyaknya kadar air yang diuapkan (% bk/jam) per satuan waktu.

(33)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Udara Panas dari Kondensor Kulkas yang Diberi Beban

Sumber energi panas yang digunakan adalah panas kondensor dari kulkas komersial RSA model AGATE-300 dengan volume 282 liter. Adapun spesifikasi daya pada kulkas yang digunakan yaitu sebesar 220 Watt dengan pendingin R600a yang telah ditambahkan beban pendingin.

Pada kulkas telah ditambahkan beban kerja dengan tujuan untuk menghitung dan mengkaji panas buang kondensor pada kulkas komersial. Adapun jumlah kalor yang dilepaskan oleh beban pendinginan adalah sebesar 3.193,43 kJ.

Dimana ikan mengeluarkan kalor sebesar 874,65 kJ, air melepaskan kalor sebesar 1212,2 kJ, apel melepaskan kalor sebesar 1092 kJ, dan wadah bahan (panci) melepaskan kalor sebesar 14,58 kJ (Lampiran 2).

Potensial panas buang kondensor dari kulkas komersial yang diberikan beban kerja ke alat pengering 8252,43 kJ/jam dengan nilai entalpi udara panas keluaran kondensor kulkas adalah 104,89 kJ/kg dan nilai entalpi lingkungan adalah 89,44 kJ/kg. Dengan volume spesifik udara sebesar 0,9054 m3/jam dan laju aliran udara sebesar 483,5405 m3/jam (Lampiran 3).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Sibarani (2018) dengan menggunakan kulkas tanpa beban untuk proses pengeringan chips temulawak dan terdapat nilai yang berbeda pada penelitian ini seperti pada Tabel 2.

(34)

22

Tabel 2. Perbandingan nilai kulkas tanpa beban dan kulkas yang diberi beban Tanpa beban Diberi beban Satuan

Q 5281,70 8252,43 kJ/jam

V 483,54 483,54 m3/jam

Ha 86,71 89,44 kJ/kg

Hb 96,53 104,89 kJ/kg

Bahan yang dikeringkan adalah temulawak dengan kadar air awal 70-90%

dan kadar air setelah pengeringan yang diharapkan adalah <10%. Pada penelitian yang dilakukan Sibarani (2018) jumlah kalor yang digunakan untuk pengeringan temulawak per kilogramnya sebesar 2352,95 kJ. Dari nilai potensi panas buang kondensor dan jumlah kalor pengering temulawak dengan waktu pengeringan 48 jam diperoleh kadar air semua temulawak yang ada pada rak pengering berada di bawah 10%.

Waktu Pengeringan Chips Temulawak

Lamanya waktu pengeringan berpengaruh terhadap laju pengeringan suatu bahan yang dilakukan pada proses pengeringan dengan memperhatikan keadaan bahan agar tidak terjadi kerusakan, lama pengeringan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Rizki (2019) mendapatkan waktu pengeringan tanpa menggunakan beban pendinginan pada kulkas yang menggunakan ketebalan 3 mm selama 48 jam. Seperti pada Tabel 3 yang menunjukkan perbedaan waktu pengeringan tanpa beban dan diberi beban.

Tabel 3. Perbandingan waktu pengeringan chips temulawak tanpa beban dan diberi beban pada pendinginan

R1A R1B R1C R2A R2B R2C R3A R3B R3C

Kadar air akhir (%)

7,46 9,08 9,42 9,19 9,68 9,76 9,46 9,27 9,17 8,28* 8,77* 9,03* 8,60* 8,97* 9,20* 8,71* 8,93* 9,34*

Waktu (jam)

36 36 44 36 44 44 36 40 44

48* 48* 48* 48* 48* 48* 48* 48* 48*

*( Rizki, 2019 )

(35)

Berdasarkan Tabel 3 perbandingan waktu akhir pengeringan chips temulawak tanpa beban dan diberi beban pada pendinginan dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pada setiap rak pengering chips temulawak untuk mencapai nilai kadar air di bawah 10%. Pada penelitian sebelumnya yang tanpa beban pendinginan untuk waktu pengeringannya semua adalah 48 jam dengan kadar air yang berbeda-beda, sedangkan pada penelitian ini yang menggunakan beban pendinginan untuk waktu pengeringannya lebih cepat dengan kadar air yang berbeda juga. Hal ini dikarenakan adanya penambahan kalor yang disumbangkan dari beban produk pendinginan yang mana semakin panas udara pengering semakin cepat waktu untuk pengeringan.

Nilai kadar air yang terendah dengan pengeringan tercepat berada pada R1A, begitu juga dengan penelitian sebelumnya. Ini dikarenakan letaknya yang paling dekat dengan sumber panas dan tidak sejajar dengan kipas, sehingga kecepatan udara lebih besar. Dan nilai kadar air yang tertinggi dengan waktu pengeringan yang lebih lama berada pada R2C karena letaknya yang sejajar dengan kipas dan jauh dari sumber panas, sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mana kadar air tertinggi dengan waktu pengeringan terlama berada pada R3C dan selisih 0,14% pada R2C. Hal ini karena letaknya yang dekat dengan udara luar sehingga dipengaruhi oleh udara luar yang tidak konstan.

Sebaran Suhu Ruang Pengering

Sebaran suhu pada ruang pengering diukur dengan menggunakan sensor suhu dan RH yang diletakkan pada 23 titik, 2 titik pada inlet ruang pengering (1 titik dibelakang kipas dan 1 titik di depan kipas), 18 titik pada rak pengering (masing-masing rak 6 titik), dan 3 titik pada dasar rak pengering.

(36)

24

Tabel 4. Sebaran suhu ruang pengering

Ulangan Suhu rata-rata (oC) Rak 1

1 37,54

2 37,53

3 38,55

Rata-rata 37,87

Rak 2

1 37,08

2 36,99

3 38,08

Rata-rata 37,38

Rak 3

1 36,28

2 35,96

3 37,10

Rata-rata 36,44

Inlet belakang kipas

1 38,22

2 38,66

3 39,79

Rata-rata 38,89

Inlet depan kipas

1 38,15

2 38,38

3 39,55

Rata-rata 38,69

Dasar rak

1 36,63

2 36,63

3 37,79

Rata-rata 37,01

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa besar suhu pada setiap rak berbeda. Rata-rata suhu pada rak 1 sebesar 37,87oC, rak 2 sebesar 37,38oC, rak 3 sebesar 36,44oC. Suhu rata-rata tertinggi terdapat pada rak 1, sedangkan yang terendah adalah pada rak 3. Adapun rata-rata suhu pada inlet belakang kipas, inlet depan kipas, dan dasar rak masing-masing adalah sebesar 38,89oC, 38,69oC, 37,01oC.

(37)

Suhu dan RH pada Rak 1

Komponen penting dalam pengeringan adalah suhu dan RH. RH (relative humidity) disebut juga kelembaban yaitu konsentrasi uap air pada udara. Suhu

dengan RH memiliki hubungan, jika suhu tinggi RH cenderung rendah dan jika suhu rendah RH cenderung tinggi. Pada pengeringan chips temulawak suhu yang baik untuk pengeringan adalah di bawah 50 oC. Suhu dan RH pada pengeringan juga berpengaruh pada waktu pengeringan, semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH, maka waktu untuk mencapai keseimbangan semakin cepat (Manalu, dkk, 2012). Kadar air akan mengalami penurunan pada kondisi suhu yang tinggi. Seiring dengan lama waktu pengeringan maka kadar air akan semakin menurun jika pengeringan semakin lama.

Gambar 6. Grafik suhu pada rak 1

Dari Gambar 6 dapat dilihat dari waktu 0 hingga waktu ke 4 jam suhu mengalami peningkatan yang cukup drastis tinggi dan turun sampai pada waktu ke 16 jam . Kemudian pada waktu ke 20 jam sampai 48 jam, suhu mengalami

Suhu (˚C)

Waktu (jam)

(38)

26

kenaikan dan penurunan yang cukup stabil per 4 jamnya. Suhu pada bagian tengah lebih rendah dari suhu bagian pinggir. Suhu tertinggi pada rak 1 terdapat di bagian pinggir A dan suhu terendah terdapat pada bagian tengah C. Hal ini dikarenakan faktor posisi yang mana titik A dekat dengan sumber panas dan titik C yang jauh dari sumber panas dan dekat dengan suhu luar.

Gambar 7. Grafik RH pada rak 1

Dari Gambar 7 dapat diliht bahwa RH berbanding terbalik dengan suhu, pada waktu 0 hingga waktu 4 jam mengalami penurunan drastis dan naik kembali sampai pada waktu ke 16 jam. Pada waktu ke 20 jam sampai waktu ke 48 jam RH mengalami penurunan dan kenaikan yang cukup stabil untuk per 4 jamnya. RH pada bagian tengah lebih tinggi dari bagian pinggir. RH tertinggi terdapat bagian tengah C dan RH terendah terdapat pada bagian pinggir A. Sama halnya dengan suhu yang dipengaruhi letak posisi yang jauh dan dekat dari sumber panas.

Waktu (jam)

RH (%)

(39)

Suhu dan RH pada Rak 2

Gambar 8. Grafik suhu pada rak 2

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa suhu mengalami kenaikan pada waktu ke 4 jam. Terdapat sedikit perbedaan dengan rak 1 pada suhu di waktu ke 8 jam sampai waktu ke 12 jam, suhu pada bagian tengah B, tengah C, dan pinggir C mengalami sedikit kenaikan. Suhu turun kembali pada waktu ke 16 jam. Suhu mengalami kenaikan dan penurunan yang stabil per 4 jamnya pada waktu ke 20 jam sampai 48 jam. Posisi letak suhu tertinggi dan terendah pada rak 2 juga sama dengan rak 1.

Waktu (jam)

Suhu (˚C)

(40)

28

Gambar 9. Grafik RH pada rak 2

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa RH mengalami penurunan drastis dari waktu 0 jam sampai ke waktu 4 jam dan di waktu 8 jam juga mengalami penurunan, kecuali pada bagian pinggir A. Kemudian RH naik sampai waktu ke 16 jam. RH mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup stabil di waktu 20 jam sampai ke waktu 48 jam. RH tertinggi dan terendah pada rak 2 juga tidak ada perbedaan dengan rak 1.

Nilai RH pada rak 2 lebih tinggi dibandingkan rak 1, hal ini dipengaruhi oleh kipas, di mana posisi poros kipas sejajar dengan rak 2. Kecepatan udara pada poros lebih rendah yang menyebabkan uap air bahan lama dialirkan ke lingkungan, namun panas dari kondensor juga lebih bertahan lama pada rak 2.

Waktu (jam)

RH (%)

(41)

Suhu dan RH pada Rak 3

Gambar 10. Grafik suhu pada rak 3

Gambar 11. Grafik RH pada rak 3

Dari Gambar 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa pada rak 3 hubungan suhu dan RH tidak mengalami perubahan dengan rak 2. dari waktu 0 hingga waktu ke 4 jam suhu mengalami peningkatan dengan RH menurun. Pada waktu ke 20 jam suhu mengalami penurunan sehingga RH meningkat di mana hal yang

Waktu (jam)

Waktu (jam) Suhu (˚C) RH (%)

(42)

30

sama terjadi di rak 1 dan 2 sampai ke waktu 48 jam suhu dan RH mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup stabil.

Dari ketiga rak dapat kita lihat suhu tertinggi diantara 3 rak tersebut adalah pada rak 1, kemudian rak 2 yang sejajar dengan poros kipas dan terakhir rak 3.

Pada bagian pinggir suhu pengering selalu tinggi dibandingkan bagian tengah dikarenakan bahan dinding alat menggunakan kayu yang dilapisi styrofoam dan aluminium pada bagian dalam ruang pengering. Hal itu juga dapat membantu dalam menyeragamkan suhu di dalam ruang pengering.

Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah banyaknya kadar air yang diuapkan (% bk/jam) per satuan waktu. Untuk mencari nilai laju pengeringan dengan menggunakan Persamaan (11). Pada penelitian yang dilakukan Rizki ( 2019 ) menghitung laju pengeringan chips temulawak dengan keadaan kulkas yang kosong dan sangat berbeda nila laju pengeringan chips temulawak dengan diberi beban pendinginan pada kulkas seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata perbandingan laju pengeringan chips temulawak

Posisi rak Posisi sampel Laju pengeringan (%bk/Jam)

Diberi beban Tanpa beban*

Rak 1

A 2,37 1,73

B 1,99 1,71

C 1,93 1,71

Rak 2

A 2,19 1,72

B 1,78 1,72

C 1,78 1,72

Rak 3

A 2,02 1,7

B 2,08 1,71

C 1,96 1,71

*

Rizki (2019)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa laju pengeringan dari kulkas tanpa beban relatif stabil, hanya terdapat selisih yang kecil yaitu antara 0,01-0,02 %bk/Jam.

(43)

Sedangkan pada kulkas yang diberi beban terdapat selisih nilai yang lebih besar.

Hal ini menggambarkan bahwa semakin besar kalor udara pengering semakin tinggi laju pengeringannya.

Laju pengeringan tertinggi terdapat pada R1A yang mana nilai laju pengeringannya sama besar yaitu 2,37 %bk/Jam. Dan pada kulkas tanpa beban nilai laju pengeringan tertingginya berada pada R1A yaitu 1,73. Ini dikarenakan posisi R1A yang sangat dekat dengan sumber panas sehingga kadar air yang diuapkan lebih cepat. Sedangkan nilai laju pengeringan terendah berada pada R1C karena letaknya yang jauh dari sumber panas dan dipengaruhi juga oleh udara luar dari rak pengeringan.

(44)

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Potensial panas buang kondensor ke alat pengering 8252,43921 kJ/jam dengan nilai entalpi udara panas keluaran kondensor kulkas adalah 104,899045 kJ/kg.

2. Jumlah kalor yang dilepaskan oleh beban pendingin adalah sebesar 3.193,43 kJ.

3. Nilai kadar air akhir yang paling rendah dengan waktu yang paling cepat pada rak pengering adalah R1A dengan kadar air 7,58 % dan waktu pengeringan 36 jam dan nilai kadar air yang paling tinggi dengan waktu pengeringan yang paling lama pada rak pengering adalah R2C dengan kadar air 9,76% dan waktu pengeringan 44 jam.

4. Rata-rata suhu pada rak 1 sebesar 37,87oC,rak 2 sebesar 37,38oC, rak 3 sebesar 36,44oC.

5. Laju pengeringan tertinggi adalah dari R1A.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada potensi panas buang kondensor kulkas dengan variasi beban pendingin yang lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada pengujian bahan jenis yang lain.

(45)

33

DAFTAR PUSTAKA

Afifah E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak. Jakarta: Agro Media Pustaka. 5:

43-59.

ASABE, 2006.Measurement and Reporting Practices for Automatic Agricultural Weather Stations.ASAE EP505 APR2004:50-61.

Cengel, Y. A. dan M. A. Boles. 2002. Thermodinamics an Engineering Approach.

McGraw Hill. New York.

Hermawan, I dan I. Idris. 2014. Kajian Potensi Energi Panas Buang dari AC.

Jurnal Teknovasi,1(2):1-7.

Khoeri, A. Solechan dan S. Raharjo. 2016. Efisiensi Penggunaan Musicool-22 Melalui Proses Retrofit pada AC Cassette Merk Daikin 3 PK Unit Rektorat UNIMUS.http://lib.unimus.ac.id[4 Maret 2018].

Manalu, L. P., A. H. Tambunan dan L. O. Nelwan. 2012. Penentuan Kondisi Proses Pengeringan Temulawak untuk Menghasilkan Simplisia Standar.

Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 23(2):99-106.

Napitupulu, F. H. dan P. M. Tua. 2012. Perancangan dan Pengujian Alat Pengering Kakao dengan Tipe Kabinet Dryer untuk Kapasitas 7,5 kg Per- siklus. Jurnal Dinamis,10(2):8-18.

Panggabean, T., A. N. Triana dan A. Hayati. 2017. Kinerja Pengeringan Gabah Menggunakan Alat Pengering Tipe Rak dengan Energi Surya, Biomassa, dan Kombinasi.AGRITECH, 37(2):229-235.

Prana MS. 2008. Beberapa aspek biologi temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Bogor: Biofarmaka IPB. hlm. 45.

Purwono. 2002. Penggunaan Pengukuran Brix Untuk Menduga Rendemen Nyata di Pabrik Gula Putih Mataram, Lampung. Divisi R & D PG GPM.

Rizki. M. I. 2019. Uji Alat Pengering Tipe Rak Untuk Pengeringan Chips Temulawak Menggunakan Panas Buang Kondensor Kulkas Komersial.

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siagian, Saut. 2017. Perhitungan Beban Pendinginan Pada Cold Storage Untuk Penyimpanan Ikan Tuna Pada PT.X

Sibarani, D. M. 2018. Rancang Bangun Alat Pengering Chips Temulawak Dengan Memanfaatkan Panas Kondensor Kulkas Komersial. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

(46)

34

Singh, R. P. dan D. R. Heldman. 2009. Introduction to Food Engineering.

Academic Press, INC. New York.

Susanto, Y. 2016. Penerapan Konsep Termodinamika pada Mesin Pendingin (Kulkas). Fakultas_Teknik_Universitas Negeri Singaperbangsa Karawang.

Karawang [3 Maret 2018].

Syamsudin, R. A. M. R. 2019. Tanaman Temulawak sebagai Obat Tradisional.

Jurnal Ilmiah Farmako Bahari : 51-62`

Taib, G., G. Said dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian.PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Wijayakusuma M. 2007. Penyembuhan dengan temulawak. Jakarta: Sarana Pustaka Prima. hlm. 23-7.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

(47)

Lampiran 1. Flowchart Penelitian

(48)

36

Lampiran 2. Perhitungan produk beban pendinginan kulkas komersial

Jumlah kalor yang dilepaskan oleh produk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2 dari literatur Siagian (2017).

Qprod = m. Cp ( ΔT ) a. Ikan

Cp ikan = 3,43 kJ/kg.°C

m =10 kg

Tawal = 27,5°C Takhir = 2°C

Q Ikan = 10 x 3,43 x ( 27,5-2 )

= 874,65 kJ

b. Air

Cpair = 4,18 kJ/kg.°C

M =10 kg

Tawal = 30 °C Takhir = 1°C

Q Air = 10 x 4,18 x ( 30-1 )

= 1.212,2 kJ

c. Apel

Cpapel = 3,64 kJ/kg.°C

m =10 kg

Tawal =31 °C Takhir = 1 °C

Q Apel = 10 x 3,64 x (31-1)

= 1.092 kJ d. Panci

Cppanci = 0,9 kJ/kg. °C

m = 0,60 kg

Tawal = 28 °C Takhir = 1 °C

(49)

Q Panci = 0,9 x 0,60 x (28-1)

= 14,58 kJ

Q total = 874,65 kJ + 1.212,2 kJ + 1.092 kJ + 14,58

= 3.193,43 kJ

(50)

38

Lampiran 3. Penghitungan potensi pengeringan setelah penambahan kipas

Panas lingkungan dapat dihitung dengan Persamaan 3 sampai 7 dari literatur Cengel dan Michael (2002).

eo(T) = nilai tekanan uap jenuh air eo(T) = 0,6010 exp

= 0,6010 exp = 3,676190 kPa

Pv = nilai tekanan aktual Pv = eo (Twet) – γpsy (T – Twet)

= 3,635656 – 0,06738 (31,7 – 27,8) = 3,413408kPa

ω = nilai kelembaban spesifik ω = 0,622 x

= 0,622 x = 0,022503kg/kg

ha = nilai entalpi lingkungan ha = 1,005 T + ω(2501,3 + 1,82 T)

= 1,005 (31,7) + 0,022503(2501,3 + 1,82 x 31,7)

= 89,443431kJ/kg Panas Udara Pengering

(51)

eo(T) = 0,6010 exp

= 0,6010 exp = 5,03052 kPa

Pv = eo (Twet) – γpsy (T – Twet)

= 5,03052 – 0,06738(45,69 – 33,29) = 4,195011kPa

ω = 0,622 x

= 0,622 x = 0,027887kg/kg

hb = 1,005 T + ω (2501,3 + 1,82 T)

= 1,005 (33,29) + 0,027887(2501,3 + 1,82 x 33,29)

= 104,899045kJ/kg

Untuk nilai volume spesifik udara menggunakan persamaan 8 dari literatur Sing dan Dennis (2009).

= 0,9054767m3/jam

V’ = v(1/4πd2)3600 v udara kipas kondensor

= 1,6 (0,25x3,14 x0,172 )x3600

= 130,7405m3/jam

(52)

40

V = V’+ (Lin-Lkipas) x (Lin-Lkipas) x Vkipas 2x3600

= 130,7405 + (0,3-0,2) x (0,3-0,2) x 5 x 3600

= 483,5405m3/jam

Nilai potensi panas setelah penambahan kipas dihitung dengan Persamaan 10 dari literatur Taib, dkk (1988).

)

Q = )

=8252,43921kJ/jam

(53)

Lampiran 4. Suhu dan RH pengering

Ulangan 1 Rak 1 Waktu

(jam)

A B C

Tengah Pinggir Tengah Pinggir Tengah Pinggir

T(oC) RH T(oC) RH T(oC) RH T(oC) RH T(oC) RH T(oC) RH

0 33,30 66,4 31,3 72,8 31,2 86 34,4 60,6 33,2 65,8 31,6 70,7

4 40,90 49,8 41,4 46,7 39,4 51,5 40,6 48,8 38,7 61,8 39 52

8 38,50 50,4 38,6 48,2 37,5 50,4 38,4 49,2 36,9 60,3 37 51,6

12 39,80 53,1 39,9 51,1 38,9 53 39,7 51,9 38,4 64,1 38,3 54,3

16 31,00 76,8 30,8 76,5 31,1 73,4 31,3 74,6 31 87,4 30,8 75,6

20 39,70 48,4 39,7 46,9 39 47,5 39,6 47,1 38,6 57,6 38,3 49,3

24 40,30 47,8 40,3 46,3 39,6 47 40,1 46,4 39 56,9 38,8 48,7

28 41,40 44,4 41,3 43,1 40,9 43,2 41,4 42,9 40,4 53 40 45,1

32 40,80 47,6 40,7 45,9 40,2 46,1 40,7 46 39,8 56 39,4 48,1

36 39,90 50,3 39,9 48,8 39,4 49,1 39,9 49 39 59 38,7 51

40 31,10 71,1 30,9 69,6 31,3 66 31,5 68,1 31,3 78,5 31 68,6

44 39,50 46,2 39,4 44,9 39 44,9 39,5 44,8 38,6 54,8 38,2 46,7

48 40,4 47,3 40,4 46,1 39,8 46,7 40,2 46,5 39,1 56,7 38,8 48,5

Rak 2

0 30,4 92 28,8 91,2 29,4 96,1 33 72,9 32,20 77,8 30,3 87,9

4 39,1 63,4 40,6 52,1 36,7 61,4 39,70 53,9 36,8 72,1 37,6 63,5

8 37,6 60 38,2 52,5 35,8 56,8 37,60 52,9 35,8 65,7 36,3 59,8

12 39,3 62,3 39,7 55,1 37,7 57,9 39,20 55,3 37,7 67,2 38 62,2

16 31 87,1 30,8 81,9 30,9 77 30,80 81,7 30,8 88,9 30,8 83,8

20 39,4 56,1 39,5 50,1 38,6 49,9 39,30 49,8 38,5 57,5 38,3 55,2

24 40 55,1 40,1 49,3 39,3 48,6 39,80 48,9 39,1 56,4 38,9 54,3

28 41,3 51,3 41,3 45,8 40,8 44,2 41,10 45,1 40,6 51,7 40,3 50,1

32 40,6 54,4 40,6 49 40,2 47,1 40,40 48 40 54,6 39,7 53,2

36 39,8 57,3 39,8 51,9 39,3 50,1 39,70 51,3 39,1 57,8 38,9 56,2

40 31,2 79,8 30,9 74,8 31,4 67,8 31,00 73,5 31,4 78 31,1 75,8

44 39,4 53,1 39,4 47,8 38,9 45,9 39,20 46,9 38,8 53,6 38,5 51,8

48 40 55,2 40,3 49,1 39,2 48,8 39,90 48,9 38,6 57,7 38,8 54,5

Rak 3

0 29,8 91,6 27,6 96,7 28 90,4 31,2 69,3 29,7 88,6 28,3 98,1

4 38 62,9 40,1 47,1 34,3 74,9 33,9 76,3 34,7 79,4 39 52

8 37,2 56,8 37,7 46,8 33,6 67 33,2 69 33,7 70 37 51,6

12 39,2 57,8 39,2 49,1 35,8 64,4 35,4 67,9 35,8 69,5 38,3 54,3

16 31,1 81 30,5 70,1 30,2 79,7 30,4 78 30,3 90 30,8 75,6

20 39,7 50,3 39,1 44,4 37,5 51,4 36,8 55,5 36,9 57,4 38,3 49,3

24 40,2 49,2 39,7 43,7 38,6 48,9 37,6 53,3 37,4 56,8 38,8 48,7

28 41,6 45,3 40,9 40,7 40,3 43,7 39,5 47,5 39,2 51,2 40 45,1

32 41 48,2 40,2 43,3 39,8 45,9 39,2 49,3 38,7 53,8 39,4 48,1

36 40,2 51,3 39,4 46 38,9 49,1 38,3 52,3 37,9 57,2 38,7 51

40 31,4 72,3 30,6 64,7 31,4 64,8 31,6 67 31 75,4 31 68,6

44 39,8 46,8 39 41,9 38,6 44,8 38 47,3 37,6 52 38,2 46,7

48 40,1 50,1 39,9 43,6 37,9 50,9 36,9 56,1 36,6 58,6 38,8 48,5

Gambar

Gambar 2. Potongan melintang rimpang temulawak (Itanursari, 2009)
Gambar 3. Rangkaian sistem pendingin atau refrigerasi (Kurniawan, 2016).
Gambar 4. Diagram aliran sistem pendingin
Gambar 5.  Alat pengering ; (a)  Rak  (b)  Posisi sampel  Rancangan Percobaan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan perancangan sistem penggajian yang terintegrasi dengan data absen fingerprint yang dapat digunakan di perguruan tinggi, dimana sistem

TINGKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017 NASKAH SOAL INFORMASI SOAL (Terbuka) Bidang Lomba IT /SOFTWARE APPLICATION.. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa harga diri memiliki peran terhadap kepemilikan pasangan seks dalam jumlah banyak sebesar 13.8% dengan korelasi negatif yang

Anda lebih suka berkumpul dengan teman sesama penggemar K-pop atau non-K-pop?. Aku

Nelayan pemilik pada umumnya dalam mengoperasikan perahu motornya memperkerjakan tenaga kerja dari luar keluarga, walaupun ada dari anggota keluarga nelayan pemilik

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa media pembelajaran fisika dalam bentuk video pada materi hukum Newton dapat dibuat menggunakan program Microsoft PowerPoint 2007

Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa proses belajar dari pengalaman (experiental learning) dengan menggunakan seluruh panca indera (global learning) yang

Masalah berapa bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris ditentukan kesepakatan bersama, dengan memperoleh kesepakatan ahli waris untuk anak terakhir mendapatkan