PENDAHULUAN
Latar
belakangDalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum bahwa tujuan
nasional negara Indonesia adalah:
"melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial."
Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 seperti tersebut di atas diwujudkan lnelalui pelaksanaan penyelenggaraan
negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan
UUD
1 945. Adapun penyelenggaraan
negara dilakukan dengan melakukan pembangunan nasional dalam segala aspek
kehidupan bangsa.
Pembangunan nasional merupakan suatu rangkaian usaha yang terus menerus
dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kualitas manusia Indonesia. Peningkatan
kualitas manusia Indonesia tersebut pada hakekatnya merupakan usaha untuk
meningkatkan kecerdasan masyarakat seperti yang diisyaratkan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Peningkatan kualitas manusia ini sangat diperlukan
karena hanya manusia dan masyarakat yang cerdas sajalah yang dapat melaksanakan
pembangunan yang berkesinambungan dan bermutu serta dapat hidup dalam persa-
ingan global. Salah satu upaya dalam peningkatan kualitas manusia di atas adalah
melalui proses pendidikan. Hal ini karena proses pendidikan pada hakekatnya
merupakan proses pemberdayaan, yaitu suatu proses untuk mengungkapkan potensi
yang ada pada diri manusia sebagai individu yang selanjutnya dapat memberikan
sumbangan kepada keberdayaan masyarakat, baik masyarakat lokal, bangsa, dan pada
akhirnya kepada masyarakat global (Tilaar 1999).
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) tercantum bahwa
pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam kaitannya dengan pendidikan di
atas, pesantren merupakan salah
satulembaga yang telah cukup lama terlibat dalam
pendidikan tersebut, khususnya dalam pendidikan Agama Islam. Mastuhu (1994)
menyatakan bahwa pesantren telah mulai dikenal di Indonesia dalam periode abad ke
13- 17
M,
sedangkan Bruinessen (1999) menyatakan bahwa lembaga yang layak
disebut pesantren belum berdiri sebelum abad ke-18. Hasbullah (1999) menyatakan
bahwa secara historis maupun sosiologis, pendidikan pesantren telah lama dimiliki
oleh bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, sejak berabad-abad yang lalu
bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Indonesia.
Pesantren di Indonesia tumbuh
dan
berkembang sangat pesat. Pada abad ke 19
terdapat tidak kurang dari 1853 buah pesantren, sedangkan pada tahun 1978, jumlah
pesantren tersebut telah mencapai 3.745 buah pesantren (Hasbullah, 1999). Jumlah
pesantren di atas terus memperlihatkan peningkatan sehingga pada tahun 2002 telah
mencapai 12.783 buah (Ditjen Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama, RI,
2002).
Perkembangan jumlah pesantren yang cukup pesat serta cukup besarnya
jumlah pondok pesantren yang terdapat di Indonesia tentu sangat berarti dalam
rnenun.jang kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Hal
ini antara lain disebabkan oleh kedudukan pesantren yang cukup strategis dalam
kehidupan sebagian besar inasyarakat yang ada di Indonesia, yaitu meinpunyai
legitimasi tradisional pada sebagan besar masyarakat yang menjadikannya sebagai
simbol budaya dan sarana yang efektif untuk menggerakkan pentbahan (Wahid
2001). Oleh karena itu, usaha-usaha untuk meningkatkan dinamika, efektivitas, dan
kualitas pesantren di atas sangat diperlukan agar pesantren dapat lebih berdaya dalam
membantu meningkatkan kualitas manusia Indonesia secara keseluruhan.
Dalam realitasnya, penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di
pesantren dewasa ini dapat digolongkan ke dalam beberapa bentuk. Menurut Ditjen
Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama, RI (2002), terdapat tiga bentuk
pesantren, yaitu:
(1) pesantren Salaf, (2) pesantren Khalaf, dan (3) pesantren
kombinasi, sedangkan Rahim (2001) mengklasifikasikan jenis pesantren ke dalam
enam ciri antara lain berdasarkan atas sistem pengajaran yang dilakukan
(tradisionalisalaf-modemikhalaf),
jenis santri yang sedang belajar (mukiiitinggal di
lingkungan pesantren-kalongitinggal di luar lingkungan pesantren), dan lokasi tempat
pesantren tersebut berada (pedesaan-perkotaan).
Dalam perjalanan sejarahnya, peranan pesantren dalam kehidupan bangsa dan
negara Indonesia tidak dapat diabaikan. Pada masa penjajahan Belanda, pesantren
banyak berperan dalam mempersiapkan kader-kader pejuang bangsa, sedangkan pada
jaman kemerdekaan, pesantren pun banyak berperan dalam menunjang kelancaran
pelaksanaan prob~am-program pembangunan, seperti program keluarga berencana,
pendidikan, dan lain-lain. Tokoh-tokoh nasional seperti Mohamad Natsir, Tuanku
Imam Bonjol, Buya Hamka,
KH. Abdurachman Wahid, dan lain-lain adalah tokoh-
tokoh yang tidak dapat dilepaskan dari dunia pesantren. Oleh karena itu, kehadiran
pesantren ditengah-tengah masyarakat tidak terbatas hanya sebagai lembaga
pendidikan dan penyiaran Agama Islam saja, tetapi juga sebagai pusat gerakan
pengembangan Islam dan sosial keagamaan, sehingga tidaklah mengherankan jika
pesantren mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pada masa silam, pondok pesantren di Indonesia dapat inerespon tantangan-
tantar~gan zamannya dengan sukses.
Namun pada zaman perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perubahan-perubahan yang tejadi pada hampir
semua sektor kehidupan dewasa ini, tampalmya pesantren agak tertatih-tatih dalam
merespon dan mengikuti perkembangan yang
ada
(Fadjar
1999). Hal ini antara lain
disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di atas juga disertai
dengan perubahan-perubahan nilai yang menyertainya yang menuntut masyarakat-
tidak terkecuali pesantren- untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada.
Oleh karena itu, Fuad Hassan (Mastuhu 1994) menyatakan bahwa pendidikan Islain
pada umumnya dan pondok pesantren pada khususnya perlu untuk menyesuaikan
diri dengan tantangan zamannya.
Dalam hubungannya dengan usaha-usaha menghadapi pembahan seperti
telah diuraikan di muka, Al Qur'an sebenamya telah menegaskannya dalam Surat Ar
Ra'ad ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut:
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan suatu kaum sehingga inereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri
. . ..
."Dengan demikian, ayat ini mengandung nilai yang sangat signifikan
dan memotivasi umat Islam (tidak terkecuali pondok pesantren) untuk seialu berpacu
dengan segala perubahan.
Belum besarnya minat masyarakat terhadap pesantren yang terjadi pada akhir-
akhir ini karena pesantren sering dinilai terlalu berorientasi atau mementingkan
kepada kehidupan akhirat, sedangkan perhatiannya terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi masih relatif kurang. Keadaan seperti ini menyebabkan
pesantren hanya menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) keluarannya yang
dianggap kurang mampu bersaing dalam kehidupan masyarakat yang seinakin
berkembang (Muslih Usa 1991). Oleh karena itu, peningkatan kualitas pesantren
serta sumberdaya manusianya (terrnasuk keluaran yang dihasilkannya) perlu
ditingkatkan, yaitu tidak hanya menguasai dan mendalami dalam ha1 pemahaman dan
pendalarnan Agama Islam saja, tetapi juga menyangkut peningkatan dalam ha1 ilmu
pengetahuan dan teknologi maupun yang menyangkut sikap dan keterampilannya.
Dengan demikian, kualitas sumberdaya manusia yang terdapat di pesantren pada
masa yang akan datang diharapkan tidak hanya berorientasi pada kehidupan akhirat
saja, tetapi juga mempunyai kemampuan dalam hal-ha1 yang bersifat keduniawian,
baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan lain-lain.
Mengingat ha1 di atas, maka pesantren sebagai sebuah organisasi juga
diharapkan mampu merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perubahan-perubah yang terjadi, sehingga dalam pelaksanaan proses pendidikannya
hendaknya juga memperhatikan inovasi-inovasi yang ada. Dengan demikian, untuk
menghasilkan kualitas SDM di pesantren seperti yang diharapkan, pesantren perlu
pula memperbaiki dan meningkatkan kualitas pesantren itu sendiri, baik yang
berhubungan dengan faktor internal pesantren sebagai sebuah organisasi maupun
yang berhubungan dengan faktor eksternal yang berada di luar pesantren yang
bersangkutan. Sehubungan dengan ha1 terakhir ini, rnaka kajian terhadap dinamika
organisasi pesantren, yaitu kajian terhadap kekuatan-kekuatan dan kelemahan yang
terdapat dalam organisasi pesantren yang dapat mempengaruhi perilaku anggota
organisasi pesantren maupun organisasi pesantren itu sendiri untuk menentukan
tindakan dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu
dilakukan. Bagaimanakah dinamika organisasi pesantren dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan oleh pesantren yang bersangkutan
?Apakah pesantren telah
memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya dan peluang-peluang yang ada
dalam mencapai
tujuan pesantren di atas
?
Bagaimanakah pesantren mengatasi
kelemahan-kelemahan dan ancaman-ancaman yang dihadapinya
?
Apakah dinamika
organisasi pesantren mempunyai pengaruh terhadap efektivitas organisasi, kualitas,
dan keberdayaan pesantren tersebut
?
Dalam kaitannya dengan kualitas sumberdaya manusia, Dahlan (1996)
menyatakan bahwa kualitas manusia tersebut mencakup:
(1)kualitas kepribadian,
(2)
kualitas bermasyarakat, (3) kualitas berbangsa,
(4) kualitas spiritual, (5) wawasan
lingkungan, dan ( 6 ) kualitas kekaryaan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
dalam beberapa hal/aspek di atas-tidak terkecuali pesantren-sangat diperlukan
mengingat kehidupan di dunia saat ini sudah sangat berkembang dan tidak dapat
terhindar dari arus globalisasi yang sedang terjadi. Jika dikaitkan dengan kriteria-
kriteria kualitas manusia di atas, bagaimanakah keadaan kualitas sumberdaya
manusia yang ada di pesantren saat ini
?
Apakah kualitas sulnberdaya manusia yang
ada di pesantren saat ini cukup siap dalam menghadapi persaingan global yang akan
datang
?Usaha-usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia (tidak terkecuali
sumberdaya manusia di pesantren) terasa sangat penting karena selain merupakan
penvujudan pelaksanaan amanat UUD 1945 dan pengamalan Pancasila, peningkatan
kualitas sumberdaya manusia tersebut juga merupakan tuntutan yang tumbuh dengan
perkembangan pembangunan yang semakin cepat dan lebih kompleks. Hal ini karena
perkembangan ekonomi, industrialisasi, arus informasi, dan ilmu pengetahuan serta
teknologi yang pesat akhir-akhir ini semakin menuntut sumberdaya manusia yang
juga tinggi kualitasnya. Dengan demikian, peningkatan kualitas sumberdaya manusia
menjadi tuntutan yang sangat mendesak, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menunjang tercapainya tujuan di
atas adalah dengan diadakamya program peningkatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) di beberapa pesanten antara lain melalui ke rjasama antara Badan
Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) clan Islamic Developmen Bank (IDB)
(Daulay, Hotmatua, dan Mulyanto 2001). Namun demikian, hasil ke jasama dengan
instansi-instansi di atas sampai saat ini belum dikaji ulang tentang keberhasilamya
(Mastuhu 1994).
Mengingat pentingnya kualitas sumberdaya manusia di atas, maka pesantren
sebagai salah satu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan tidak dapat terlepas
dari usaha-usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia tersebut. Oleh karena itu,
dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya, pesantren juga hams
dapat mengatasi
kelemahan-kelernahannya. Mcnurut Fadjar (1999), dalam jaman
yang ditandai dengan cepatnya perubahan hampir pada semua scktor dewasa ini,
pesantren menyimpan cukup banyak persoalan dalam merespon perkembangan
jaman. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa pesantren yang ada saat ini
masih tampak enggan untuk melakukan perubahan-perubahan, baik yang
berhubungan dengan perbaikan-perbaikan dalam ha1 internal organisasi maupun yang
berhubungan dengan faktor-faktor ekstemal organisasi. Padahal sebagai sebuah
institusi pendidikan keagamaan dan sosial, pesantren dituntut melakukan
kontekstualisasi tanpa hams mengorbankan watak aslinya. Beberapa kelemahan
pesantren dalam kaitannya dengan ha1 di atas adalah dalam hal: (1) kepemimpinan,
(2) metodologi, dan (3) terjadinya disorientasi pesantren itu sendiri, yaitu pesantren
kehilangan kemampuan mendefinisikan clan memposisikan dirinya ditengah realitas
sosial yang demikian cepat.
Dalam ha1 kepemimpinan misalnya, Zarkasyi (1996) menyatakan bahwa salah
satu faktor penyebab ketertinggalan pondok pesantren adalah karena pesantren
tersebut terlalu tergantung pada kharisma pemimpinnya (Kyai), sedangkan Mulkhan
(2000) menyatakan bahwa modemisasi pesantren (apabila istilah ini dapat diterima),
temyata lebih bersifat instrumental kesediaan Kyai membuka sekolah atau madrasah
tanpa mengubah sistem pesantrennya sendiri. Mujahidin (1997) mengungkapkan
bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukamya di beberapa pesantren
ternyata partisipasi pimpinan pondok pesantren dalam program pembangunan pada
umumnya relatif sangat kecil. Oleh karena itu, Wahid (2001) mengungkapkan bahwa
perbaikan keadaan di pesantren sebenamya bergantung pada kelangsungan proses
regenerasi yang sehat pada pimpinannya. Sehubungan dengan ha1 yang terakhir ini,
maka kajian terhadap kepemimpinan yang ada di pesantren juga terasa penting.
Apakah kepernimpinan yang ada di pesantren sampai saat ini belum juga berubah
?Bagaimanakah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin pesantren
?
Apakah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemiinpin pesantren tersebut telah
efektif
?Apakah pemimpin pesantren di atas telah dapat menjalankan fungsi-fungsi
kepernimpinannya dengan baik
?Apakah kepelnimpinan yang ada di pondok
pesantren sangat menentukan terhadap dinarnika organisasi pesantren tersebut
?Sebagai sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan agama dan
sosia! seperti telah diketengahkan di muka, pesantren sering dilihat sebagai suatu
sistem pendidikan yang bersifat "isolasionis," yaitu terpisah dari "aliran utama"
pendidikan nasional. Sifat isolasionis (tertutup) dari pesantren di atas tampaknya
berhubungan dengan pendidikan yang dilakukan di luar pesantren terlalu banyak
bersifat sekuler. Selain itu, sistem pendidikan pesantren kadang-kadang dianggap
"konservatif' dalam arti kurang peka terhadap perubahan tuntutan zaman dan
masyarakat, serta pernah dianggap "kurang produktif' (Abdullah
1996). Artinya,
pesantren yang ada selama ini dirasakan kurang memberikan respon terhadzp inovasi-
inovasi yang ada di sekitarnya, padahal ajaran Agama Islam menganjurkan agar para
penganutnya berjiwa progresif clan inovatif (Nata 2001). Oleh karena itu, dalam
rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada di pesantren, maka
pesantren hams tanggap terhadap pembahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, pesantren hams mengadakan perubahan
kualitatif secara menyeluruh (termasuk dalam ha1 kepemimpinannya) terutaina dalam
sikap hidupnya (Wahid 200 1).
Perubahan-perubahan yang demikian cepat yang te Qadi akhir-akhir ini dalam
rnasyarakat inenuntut pesantren untuk menyesuaikan diri. Hal ini berarti pula bahwa
pesantren tersebut juga hams dapat bersifat terbuka terhadap inovasi-inovasi yang
ada, sehlngga dalam rangka peningkatan kuaiitasnya dapat inenggunakan inovasi-
inovasi tersebut. Robbins (1996) menyatakan bahwa inovasi yang terdapat &lam
suatu organisasi temyata berpengaruh terhadap perkembangan organisasi yang
bersangkutan. Dengan demikian, apabila ha1 ini dikaitkan dengan keberdayaan
pesantren, maka dalam rangka meningkatkan keberdayaan suatu pesantren berarti
tidak dapat terlepas pula dari dinamika organisasi pesantren itu sendiri &lam
hubungannya dengan inovasi dan kualitas pesantren yang bersangkutan. Oleh karena
itu, Mahfudh (1999) mengungkapkan bahwa karakter ke depan dari pesantren hams
selalu mengikuti perkembangan yang tejadi dalam masyarakat, baik dari aspek
sosial, budaya, politik maupun ekonomi.
Sehubungan dengan ha1 di atas,
bagaimanakah respon pesantren terhadap inovasi-inovasi yang ada di sekitarnya
?
Jenis-jenis inovasi apakah yang lebih cepat diadopsi oleh organisasi pesantren
?Bagaimanakah pengaruh inovasi tersebut terhadap dinamika organisasi pesantren
yang bersangkutan
?
Sebagai sebuah organisasi, kajian terhadap pesantren memang tidak cukup
jika hanya ditinjau dari salah satu aspek saja. Hal ini karena sejak dahulu pesantren
merupakan sebuah kehidupan yang unik, yaitu sebuah kompleks kehidupan manusia
dengan sistem nilai tersendiri yang pada umumnya agak berbeda dengan sistem nilai
yang ada pada kehidupan masyarakat sekitarnya, sehingga pesantren dapat dianggap
sebagai sebuah "Subkultur" (Wahid 2001). Oleh karena itu, untuk mengkaji perihal
pesantren diperlukan pengenalan yang cukup mendalam terhadap kehidupan di
pesantren itu sendiri.
Berkaitan dengan ha1 yang terakhir ini, maka pendekatan terhadap pesantren
tidak cukup hanya dilakukan melalui pendekatan sejarah dan psikologi saja, tetapi
juga diperlukan pendekatan lain, yaitu pendekatan sosiologi. Hal ini penting
mengingat sifat pesantren yang dianggap sebagai "subkultur "seperti disebutkan di
atas memerlukan pendekatan lain dalam melihat kerangka hubungan di dalamnya,
baik antara sesama anggota pesantren itu sendiri maupun antara masyarakat pesantren
dengan masyarakat di luar lingkungan pesantren tersebut.
Oleh karena itu,
pendekatan organisasi secara sosiologis dipandang tepat dalam menganalisis
organisasi pesantren karena melalui pendekatan organisasi di atas tinjauan detail dan
strategis yang terkandung dalam organisasi pesantren akan lebih tajam dikenali,
termasuk aspek-aspek individu dalam organisasi sehingga pengenalan terhadap
organisasi yang bersangkutan dapat lebih tepat (Ruwiyanto 1999). Pengkajian
terhadap dinarnika organisasi pesantren di atas terasa penting mengingat hanya
pesantren yang dinamis dan progresif sajalah yang memungkinkan memiliki peluang
yang besar dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Tercapainya tujuan yang ditetapkan pesantren akan memungkinkan pesantren
yang bersangkutan menjadi lebih efektif dan berdaya sehingga dapat lebih terlibat
aktif atau berperan dalam mengantar clan mengiringi perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat sekitamya, sehingga dalam jangka panjang
pesantren akan dapat berperan lebih besar dalam pelaksanaan program-program
pembangunan. Oleh karena itu kajian terhadap dinamika organisasi pesantren dan
mengetahui faktor-faktor yang sangat menentukan terhadap dinamika organisasi
pesantren tersebut, baik faktor internal organisasi maupun ekstemal organisasi sangat
diperlukan. Untuk mengetahui jawaban terhadap beberapa ha1 seperti telah
diketengahkan di muka itulah penelitian ini dilakukan.
Masalah
Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian yang telah diketengahkan di muka, maka masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Bagaimanakah dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas
dan
keberdayaan pesantren yang ada saat ini
?
(2) Apakah dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan
pesantren yang mempunyai pondokan berbeda dengan pesantren yang tidak
mempunyai pondokan
?
(3)
Faktor-faktor apakah yang sangat berpengaruh terhadap dinamika organisasi,
efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan kedua jenis pesantren di atas
?(4)
Bagaimanakah pengaruh unsur-unsur dinamika organisasi pesantren terhadap
efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan pesantren tersebut
?
(5) Apakah kepemimpinan yang ada pada kedua jenis pesantren di atas telah efektif
?
(6)
Bagaimanakah respon organisasi pesantren terhadap inovasi-inovasi yang ada di
(7)