• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP TINGGI DAN PERCABANGAN TANAMAN TEH (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) UNTUK PEMBENTUKAN BIDANG PETIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP TINGGI DAN PERCABANGAN TANAMAN TEH (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) UNTUK PEMBENTUKAN BIDANG PETIK"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP TINGGI

DAN PERCABANGAN TANAMAN TEH (Camelia sinensis (L.)

O. Kuntze) UNTUK PEMBENTUKAN BIDANG PETIK

MIFTAH ANUGRAH PAMUNGKAS

A24080107

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

The objective of this research was to investigate the effect of various dosage of Nitrogen fertilizer on high and branching of tea plant (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze). Research was conducted from February until June 2012 at Cikabayan Atas Experimental Station, IPB, Darmaga, Bogor. Experiment consists of one factor, arranged in Randomized Block Design with four replication. The treatments applied were (P0 : 60 kg N/ha; P1 : 120 kg N/ha; P2 : 180 kg N/ha; P3 : 240 kg N/ha). The results showed Nitrogen fertilizer significantly affect plant height in the third week of observation, number of leaves in the ninth until the seventeenth week of observation, the diameter of the stem in the first to the fourth week of observation and sub-branches. P2 treatment (180 kg N / ha) is the best treatment but did not different with P1 treatment. Nitrogen fertilizer did not significantly affect the number of branches, greenness of leaves and a high percentage of plants greater 70 cm.

Keywords: (Camelia sinensis), frame formation, nitrogen fertilizer dosage, centering and bending.

(3)

RINGKASAN

MIFTAH ANUGRAH PAMUNGKAS. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Tinggi dan Percabangan Tanaman Teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) untuk Pembentukan Bidang Petik. (Dibimbing oleh SUPIJATNO).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan tinggi dan percabangan tanaman teh (Camelia

sinensis (L.) O. Kuntze) dalam rangka pembentukan bidang petik. Penelitian

dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan Atas IPB, Darmaga, Bogor, pada bulan Februari hingga Juni 2012.

Penelitian ini terdiri atas satu faktor dengan susunan rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan yang digunakan yaitu dosis pupuk nitrogen yang terdiri atas 4 taraf, yaitu 60 kg N/ha (P0), 120 kg N/ha (P1), 180 kg N/ha (P2), dan 240 kg N/ha (P3). Perlakuan tersebut diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 8 tanaman. Data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam, bila berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu kedua, jumlah daun pada minggu kedelapan hingga minggu keenam belas, diameter batang pada minggu pertama hingga minggu ketiga serta pada jumlah cabang sekunder. Pertumbuhan tinggi tanaman paling cepat terdapat pada perlakuan dosis pupuk 180 kg N/ha dengan waktu 8 minggu dapat mencapai tinggi lebih dari 70 cm. Pada perlakuan dosis pupuk 180 kg N/ha memiliki jumlah cabang primer rata-rata 7.14 dan jumlah cabang sekunder rata-rata 3.25. Pada peubah lainnya dosis pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang primer, tingkat kehijauan daun serta persentase tinggi tanaman mencapai lebih dari 70 cm.

Berdasarkan penelitian, perlakuan dosis pupuk 180 kg N/ha menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan cabang sekunder serta diameter batang. Pada peubah jumlah

(4)

daun, perlakuan dosis pupuk 180 kg N/ha dan 120 kg N/ha tidak berbeda nyata, tetapi pertambahan jumlah daun peerlakuan 120 kg N/ha lebih besar dibandingkan perlakuan pupuk 180 kg N/ha. Secara keseluruhan perlakuan pupuk 180 kg N/ha lebih baik pada setiap peubah pengamatan sehingga memudahkan pembentukan bidang petik.

(5)

PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP TINGGI

DAN PERCABANGAN TANAMAN TEH (Camelia sinensis (L.)

O. Kuntze) UNTUK PEMBENTUKAN BIDANG PETIK

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Miftah Anugrah Pamungkas

A24080107

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

Judul :

PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP

TINGGI DAN PERCABANGAN TANAMAN TEH

(Camelia

sinensis

(L.)

O.

Kuntze)

UNTUK

PEMBENTUKAN BIDANG PETIK

Nama:

MIFTAH ANUGRAH PAMUNGKAS

NRP :

A24080107

Menyetujui, Dosen pembimbing Dr Ir Supijatno, MSi NIP. 19610621 198601 1 001 Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 30 Desember 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Nana Saputra dan Ibu Ade Juariah, S.Pd.

Tahun 2002 penulis lulus dari SDN Sukamandi 2, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studinya di SMPN 1 Ciasem, Subang. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Ciasem, Subang pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Penulis juga aktif di berbagai kegiatan organisasi (HIMPRO) diantaranya tahun 2009/2010 menjadi Staf Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) Departemen Agronomi dan Hortikultura. Pada tahun yang sama penulis menjadi kepala divisi marketing koperasi Agrohotplate Himagron. Pada tahun 2011 menjadi staf perekonomian umat, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Faperta. Penulis juga aktif menjadi panitia dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti Seri A Faperta tahun 2010, Masa Perkenalan Departemen tahun 2010, Agrosportmen II tahun 2010, Festa XXXII tahun 2011.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Tinggi dan Percabangan Tanaman Teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) untuk Pembentukan Bidang Petik”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Pertanian pada program sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak, Ibu, Aa, Teteh, Ua, yang telah memberikan dukungan moril, motivasi serta doa.

2. Dr Ir Supijatno, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Dr Ir Darda Efendi, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas saran-saran persiapan penelitian yang diberikan kepada penulis.

4. Dr Ir Ade Wachjar, MS. dan Dr Ir Ani Kurniawati MS. yang telah menguji penulis pada Ujian Skripsi di IPB.

5. Rene, Rahmi, Pita, Aris, Ferin, Tira, Dwi, Agus C, Agus R, Ikhsan, Tiara, Adin, Susi, Ismail, Casey, Sindra, Andri, Tama, Nida, yang telah membantu kegiatan di lapangan, mengolah data dan penulisan skripsi.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4

Botani Tanaman Teh... 4

Ekofisiologi Teh... 5

Pembentukan Bidang Petik... 7

Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan Pucuk... 9

Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Tanah dan Pertumbuhan Tanaman... 10

BAHAN DAN METODE... 12

Tempat dan Waktu... 12

Bahan dan Alat... 12

Metode... 12

Pelaksanaan Penelitian... 13

Pengamatan... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

Hasil... 15

Kondisi Umum... 15

Tinggi Tanaman... 20

Jumlah Daun... 21

Diameter Batang... 23

Jumlah Cabang Primer dan Jumlah Cabang Sekunder... 24

Waktu yang Dibutuhkan Tanaman Teh untuk Mencapai Tinggi 70 cm... 25

Tingkat Kehijauan Daun... 26

Pembahasan... 26

KESIMPULAN... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tinggi Tanaman Teh dengan Dosis Nitrogen yang Berbeda pada

Pengamatan Minggu kedua... 20 2. Jumlah Daun Tanaman Teh pada Minggu Kedelapan hingga Minggu

Keenam Belas dengan Perbedaan Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen.... 22 3. Diameter Batang dengan Perbedaan Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

pada Minggu Pertama hingga Minggu Ketiga Pengamatan... 23 4. Jumlah Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman Teh dengan

Perlakuan Perbedaan Dosis Pupuk Nitrogen... 25 5. Rataan Tingkat Kehijauan Daun serta Waktu yang Dibutuhkan untuk

Mencapai Tinggi 70 cm pada Tanaman Teh dengan Pemberian Dosis

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kondisi Pertanaman Teh Saat 1 BSP (A) dan 4 BSP (B)... 18 2. Penyakit yang Menyerang Pertanaman Teh... 18 3. Hama yang Menyerang Pertanaman Teh... 19 4. Persentase Tanaman Teh yang Telah Mencapai Tinggi 70 cm pada

Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen... 21 5. Jumlah Daun Tanaman Teh pada Perlakuan Perbedaan Dosis

Pupuk Nitrogen... 23 6. Diameter Batang Tanaman Teh pada Berbagai Perlakuan Dosis

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Petak Percobaan... 36

2. Keadaan Suhu dan Curah Hujan Selama Penelitian di Wilayah Darmaga, Bogor... 37

3. Sidik Ragam Peubah-peubah Pengamatan Pendahuluan... 38

4. Hasil Analisis Tanah Setelah Penelitian... 39

5. Rekapitulasi Sidik Ragam Peubah-peubah Pengamatan... 40

6. Sidik Ragam Peubah Tinggi Tanaman Teh... 40

7. Sidik Ragam Peubah Jumlah Daun Tanaman Teh... 42

8. Sidik Ragam Peubah Diameter Batang Tanaman Teh... 44

9. Sidik Ragam Peubah Jumlah Cabang Primer dan Sekunder Tanaman Teh... 46

10. Sidik Ragam Peubah Tinggi Tanaman Teh Mencapai 70 cm... 46

(13)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tanaman teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) merupakan tanaman berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai belasan meter. Untuk keperluan perkebunan, tinggi tanaman teh dipertahankan sekitar 1.5 m sehingga bentuknya seperti tanaman perdu. Tanaman ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga banyak dibudidayakan di Indonesia. Produk olahan tanaman teh memiliki peranan besar dalam mencukupi kebutuhan minuman penyegar di Indonesia selain kopi dan cokelat. Teh merupakan sumber antioksidan yang cukup bagi tubuh bila dikonsumsi secara teratur. Wibowo dalam Mangeonsoekarjo (2007) menyatakan bahwa tanaman teh di Indonesia didominasi oleh teh jenis assamica (Camelia

sinensis var. assamica) yang lebih banyak memiliki zat antioksidan yang

mencapai 12-14 % seperti polifenol, thianmin, katekin, derivatnya dibandingkan dengan jenis sinensis (Camelia sinensis var. sinensis).

Luas perkebunan teh di Indonesia cenderung menurun tiap tahunnya sedangkan untuk produksi menunjukkan hasil yang fluktuatif pada tiap tahunnya. Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menyatakan bahwa luas perkebunan teh pada tahun 2007 mencapai 133 734 hektar dan dapat memproduksi sebesar 150 623 ton. Pada tahun 2008 luas perkebunan teh menurun menjadi 127 712 hektar tetapi hasil produksinya meningkat menjadi sebesar 153 971 ton.

Luas perkebunan teh terus menurun hingga 123 506 hektar pada tahun 2009 tetapi hasil produksinya lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 156 901 ton. Pada tahun 2010 masih terdapat penurunan luas menjadi 122 898 hektar yang berkorelasi positif dengan penurunannya sehingga produksinya hanya sebesar 140 944 ton. Pada tahun 2011 terdapat luas perkebunan teh dengan angka sementara yang menunjukkan peningkatan menjadi 123 351 hektar dan produksinya yang mencapai 152 219 ton.

Kendala yang terdapat pada produksi pucuk teh dalam negeri selain luas perkebunan teh yang terus berkurang yaitu tingkat produktivitas. Sultoni (2010) menyatakan bahwa tingkat produktivitas teh di Indonesia saat ini hanya sebesar

(14)

± 1 300 kg/ha/th, atau 60 % dari potensi produktivitas yang dimiliki yaitu 2 000 kg/ha/th. Produksi yang dihasilkan dari luasan perkebunan yang ada masih

belum dapat mencukupi kebutuhan pucuk teh sehingga masih ada sebagian kecil impor untuk pucuk teh. Rochyati (2011) menyatakan bahwa pada tahun 2011 impor teh telah mencapai 20 000 ton. Hal ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi tanaman sayuran, perumahan bahkan perkebunan karet dan sawit sehingga terjadi penurunan jumlah produksi dari berkurangnya luasan lahan perkebunan. Upaya peningkatan produksi perlu dilakukan oleh para peneliti di bidang tanaman teh agar dapat menghasilkan tanaman teh yang memiliki produktivitas tinggi, memiliki kualitas yang baik serta berkelanjutan.

Salah satu cara untuk dapat meningkatkan produksi tanaman teh adalah dengan pemupukan yang tepat serta pembentukan bidang petik yang baik. Rumus atau komposisi pemupukan pada perkebunan teh dalam setahun hanya berpegang pada N-P-K. Wibowo dalam Mangeonsoekarjo (2007) menyatakan bahwa rumus pemupukan N-P-K memiliki perbandingan yaitu 6-1-2 untuk Andosol, 5-1-2 untuk Latosol, dan 5-1-1 untuk Podzolik. Dosis anjuran pemupukan yang telah diberikan adalah N = 120-140 kg, P2O5 = 9-12 kg, dan K2O = 40-60 kg/ha/tahun.

Berdasarkan hasil analisis daun disarankan penggunaan cara pemupukan penyembuhan (recovery) secara bergantian agar dapat memperbaiki kualitas tanaman teh.

Terdapat berbagai cara untuk pembentukan bidang petik yang baik bagi tanaman teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006) menyatakan bahwa pembentukan percabangan tanaman teh dapat dilakukan dengan cara pemenggalan (centering) dan perundukan (bending). Tujuan utama dari centering adalah untuk memacu pertumbuhan kesamping. Setelah mendapatkan cabang-cabang pada tanaman teh tersebut kemudian dilakukan pemangkasan secara selektif.

Bending adalah suatu cara pembentukan bidang petik dengan melengkungkan

batang utama dan cabang-cabang sekunder agar merangsang pertumbuhan tunas pada bagian tersebut. Bending dilakukan pada tanaman teh yang telah memiliki tinggi lebih dari 70 cm. Tanaman teh tersebut dilengkungkan hingga ujungnya kemudian diikat atau dipasak menggunakan sebilah bambu. Selanjutnya tanaman

(15)

tersebut dipetik daun pucuknya agar menginisiasi tunas baru. Jika terdapat cabang yang memiliki panjang lebih dari 70 cm maka dilakukan bending.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan tinggi dan percabangan tanaman teh (Camelia

sinensis (L.) O. Kuntze).

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah terdapat taraf dosis pupuk nitrogen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan percabangan tanaman teh (Camelia

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Teh

Tanaman teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) merupakan salah satu spesies yang berasal dari famili Theaceae. Di seluruh dunia tersebar sekitar 1 500 jenis yang berasal dari 25 negara. Eden (1965) menyatakan bahwa tinggi tanaman teh dapat mencapai hingga belasan meter, hanya saja untuk keperluan perkebunan tinggi tanaman dipertahankan hingga 1.5 meter. Pusat Penelitian Teh dan Kina, (2006) menyatakan bahwa tanaman teh pada dasarnya dapat dibedakan atas (1) jenis sinensis (Camelia sinensis var. sinensis) serta (2) jenis assamica

(Camelia sinensis var. assamica). Oleh karena sifat tanaman teh menyerbuk

silang, maka terdapat pula jenis hibrida yang merupakan turunan dari hasil persilangan antara jenis sinensis dengan jenis assamica.

Secara umum tanaman teh memiliki perakaran yang dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah dan hanya sedikit memiliki kemampuan menembus tanah yang keras. Akar tanamannya berupa akar tunggang dan memiliki banyak cabang akar. Jika akar tunggangnya putus maka cabang akar yang akan menggantikan fungsinya sehingga tumbuh besar dan cukup dalam ke arah vertikal.

Tanaman teh memiliki daun yang berbentuk jorong atau agak bulat seperti telur yang terbalik/lanset dengan gerigi di tepinya. Selain itu, tanaman teh memiliki daun tunggal dan berbulu halus pada permukaan daun muda, sedangkan pada permukaan daun tua tidak berbulu. Daun tunggal adalah daun yang setiap tangkai daun hanya mendukung satu helaian daun. Posisi daunnya berseling pada batang dan cabang untuk tiap helainya.

Tanaman teh mengalami pertumbuhan tunas yang silih berganti antara yang berasal dari ketiak daun dengan bekas ketiak daun atau ketiak daun yang daunnya telah gugur. Tunas yang tumbuh diikuti dengan pembentukan daun. Tiap tunas baru memiliki daun kuncup yang menutupi titik tumbuh serta daunnya.

Tanaman teh memiliki bunga berwarna putih bersih yang muncul dari ketiak daun dan cukup wangi. Pada bunga tersebut terdapat sekitar 100-200 benang sari.

(17)

Mahkota bunga teh berjumlah 5-6 helai yang memiliki putik dengan tangkai yang panjang atau pendek dan pada kepalanya terdapat tiga buah sirip.

Tanaman teh menghasilkan buah yang berbentuk kotak berwarna hijau kecoklatan. Dalam satu buah berisi satu sampai enam biji, rata-rata memiliki tiga biji. Buah yang masak dan kering akan pecah dengan sendirinya serta bijinya akan ikut keluar. Bijinya berbentuk bulat atau gepeng pada satu sisinya. Pada saat masih muda biji berwarna putih dan berubah menjadi coklat setelah tua.

Terdapat beberapa fase tanaman teh untuk pertumbuhan pucuk yaitu:

1. Fase inisiasi yang dimulai pada tunas dorman saat pucuk dipetik sampai perpanjangan sel dan membutuhkan waktu selama 14-16 hari.

2. Fase peralihan antara membukanya dua daun perisai sampai daun kepel membentang, lamanya 11 hari.

3. Fase terakhir tumbuh secara linier yaitu daun-daun normal yang masing-masing setiap helai 8-9 hari.

Terdapat juga fase istirahat untuk tunas dan tidak menghasilkan daun. Fase ini ditandai dengan adanya kuncup inaktif (kuncup burung) yaitu daun yang masih muda dan baru membuka di ujung tunas. Lamanya fase istirahat berbeda-beda bergantung jenis klon tanaman teh, pengaruh iklim, tanah, maupun, serangan hama dan penyakit. Tunas-tunas tersebut akan kembali membentuk daun-daun baru secara bergantian antara fase istirahat dan fase aktif.

Ekofisiologi Teh

Tanaman teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) berasal dari daerah subtropis (antara 23.5 °LU dan 23.5 °LS). Tanaman teh dapat tumbuh baik pada daerah 40º LU hingga 33º LS. Pada umumnya di Indonesia tanaman teh lebih banyak dibudidayakan di daerah pegunungan. Menurut Nazarudin dan Paimin (1993) terdapat syarat lingkungan khusus agar tanaman teh dapat tumbuh dan menghasilkan produk secara optimal karena tidak setiap daerah dapat ditanami teh untuk menghasilkan produksi yang baik. Syarat tumbuh tanaman teh meliputi ketinggian tempat, curah hujan dan temperatur, serta jenis dan kesuburan tanah.

Berdasarkan ketinggian tempat yang ideal di daerah tropis sekitar 1 200- 1 500 m di atas permukaan laut (dpl) tetapi untuk di sebagian besar wilayah

(18)

pertanaman teh Indonesia berkisar antara 700-1 200 m dpl. Pada kisaran tersebut produksi pucuk daun teh optimal tercapai pada saat tanaman berumur tujuh tahun, sedangkan jika ketinggian permukaan lebih dari 1 200 m dpl produksi pucuk daun teh tercapai setelah sepuluh tahun karena pembentukan tunas yang lebih lambat. Hal ini akibat dari berkurangnya sebagian besar sejumlah pancaran sinar matahari yang diterima oleh tanaman.

Curah hujan rata-rata 1 400 mm per tahun baik untuk tanaman teh. Tanaman teh tidak tahan terhadap daerah yang panas dan kering sehingga suhu yang optimum yang diinginkan bagi pertanaman teh adalah 14-25 ºC dengan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 %. Wibowo dalam Mangeonsoekarjo (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman teh akan terhenti apabila suhu lingkungan di bawah 13 ºC dan di atas 30 ºC serta kelembaban relatif kurang dari 70 %.

Tanah yang cocok untuk pertanaman teh adalah tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik, tidak bercadas serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4.5-5.6. Jenis tanah seperti lempung berpasir, Latosol, Andosol, Podzolik Merah, lempung berat (heavy clay), dan tanah Vulkanis muda cocok untuk tanaman teh.

Klon Gambung 7 berasal dari persilangan klon antara Malabar 2 (Mal 2) dan Pasir Sarongge 1 (PS 1), sama seperti klon Gambung 4 dan Gambung 5. Ciri-ciri klon Gambung 7 adalah warna daun hijau muda, permukaan daun dilapisi lilin sangat tebal sehingga mengkilap, bentuk daun agak cekung, internodia sedang, kedudukan daun semi erek, dan percabangan tanaman sangat baik. Klon Gambung 7 dianjurkan untuk ditanam di kebun yang memiliki ketinggian dari dataran rendah atau di bawah 800 m dpl hingga dataran tinggi atau lebih dari 1 800 m dpl. Klon Gambung 7 merupakan klon yang paling baik di antara klon Gambung lainnya karena potensi hasilnya sangat tinggi hingga mencapai 5 800 kg/ha/tahun. Dalimoenthe dan Johan (2008) menyatakan bahwa klon Gambung 7 merupakan salah satu dari hasil seleksi lanjutan klon dengan produktivitas tinggi yang dirilis pada bulan Oktober 1998 dan masuk menjadi klon anjuran Pusat Penelitian Teh dan Kina di tahun yang sama. Upaya Pusat Penelitian Teh dan Kina menghasilkan dan menyediakan bahan tanam yang lebih baik dan menguntungkan, yaitu klon

(19)

yang berproduksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit serta mempunyai pertumbuhan yang cepat.

Pembentukan Bidang Petik

Produksi pucuk yang tinggi merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman teh. Berbagai upaya kultur teknik dan pengelolaan kebun telah dilakukan untuk meningkatkan produksi. Pembentukan percabangan yang ideal dengan bidang petik yang luas diperlukan agar dapat memperoleh tanaman yang produktif sehingga dapat menghasilkan pucuk daun sebanyak-banyaknya. Pusat Penelitian Teh dan Kina (2002) menyatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan cara pembentukan bidang petik (frame). Tujuan pembentukan frame adalah merangsang munculnya cabang-cabang lateral dan selanjutnya menjaga agar cabang-cabang tersebut hidup sehat dan menjadi tempat keluarnya pucuk (Dalimoenthe dan Johan, 2008). Pembentukan bidang petik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pemangkasan dan pemenggalan (centering), perundukan (bending) serta kombinasi keduanya (centering-bending).

Pemangkasan atau pemenggalan (centering) dilakukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) asal stek atau biji. Pelaksanaan centering sebagai berikut:

1. Setelah bibit ditanam di lapangan dan berumur kira-kira 4-6 bulan, batang utama dipotong atau dipenggal setinggi 15-20 cm dari permukaan tanah dengan meninggalkan minimal 5 helai daun. Apabila pada ketinggian tersebut tidak terdapat daun maka centering dilakukan lebih tinggi.

2. Setelah 6-9 bulan centering terdapat cabang yang tumbuh ke atas, maka cabang tersebut dipotong (de-centering) pada ketinggian 30 cm dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan ke samping/melebar.

3. Tiga sampai enam bulan kemudian, jika percabangan baru telah tumbuh mencapai 60-70 cm maka dilakukan pemangkasan secara selektif (selective

cut cross) setinggi 45 cm. Tunas-tunas yang tumbuh setelah pemangkasan

selektif ini dibiarkan tumbuh selama 3-6 bulan, kemudian dijedang (tipping) pada ketinggian 60-65 cm atau 15-20 cm dari bidang pangkas.

Keuntungan centering adalah mudah dilakukan serta biaya yang lebih murah, sedangkan kerugiannya adalah jangka waktu yang cukup lama untuk

(20)

tanaman dapat menutup tanah, biaya pemeliharaan tinggi serta perakaran tanaman mengalami gangguan. Selain itu terjadi kehilangan sebagian cadangan makanan berupa karbohidrat (pati) pada batang yang dipangkas. Kesalahan dalam menentukan ketinggian tanaman untuk dipangkas merupakan hal penting karena sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.

Cara perundukan (bending) dilakukan dengan melengkungkan batang utama dan cabang sekunder tanpa memotong bagian-bagian tanaman tersebut. Pelengkungan batang dan cabang tersebut dapat menyebabkan terakumulasinya bahan makanan (karbohidrat) di bagian sisi atas batang sehingga akan merangsang pertumbuhan tunas pada bagian tersebut. Pelaksanaan bending sebagai berikut:

1. Sekitar 4-6 bulan setelah bibit ditanam di lapangan, batang utama yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm dilengkungkan dengan sudut 45º dengan permukaan tanah serta pucuknya dipotong. Pelengkungan dapat dilakukan dengan menggunakan tali bambu, cagak kayu atau lainnya.

2. Kira-kira setelah 6 bulan dari bending I, tunas-tunas sekunder akibat

bending I telah mencapai panjang 40-50 cm dapat dilakukan bending II

dengan pelengkungan menyebar ke segala arah.

3. Cabang yang tumbuh ke atas setelah bending II dilakukan cut cross pada ketinggian 30 cm sedangkan cabang lain yang belum mencapai ketinggian tersebut dibiarkan.

4. Tunas yang tumbuh akibat bending II dilakukan cut cross setinggi 45 cm. Keuntungan pembentukan bidang petik dengan cara bending yaitu bentuk perdu terancang lebih awal, frame lebih rendah, cepat menutup tanah, tidak ada pembuangan bagian tanaman, dan produksi awal akan lebih tinggi dibandingkan dengan centering. Kekurangan yang terdapat pada penggunaan cara bending adalah biaya yang dibutuhkan lebih besar, pemeliharaan akan sulit di awal, hanya baik pada pertanaman dataran sedang hingga tinggi, memerlukan keterampilan khusus serta pengawasan yang baik serta keseimbangan air mudah terganggu.

(21)

Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan Pucuk

Tanaman teh merupakan tanaman yang dipanen daun muda atau pucuknya secara teratur, sehingga setiap faktor penentu pertumbuhan vegetatif termasuk pupuk akan dapat mempengaruhi pertumbuhan pucuk tersebut. Adisewojo dalam Rusmana dan Salim (2003) menyatakan bahwa hasil pucuk yang diperoleh bergantung pada pertumbuhan tunas tanaman teh tersebut. Klon seri Gambung memiliki sifat kecepatan pertumbuhan pucuk yang berbeda (Johan dan Sriyadi, 2005). Perbedaan kecepatan tumbuh tanaman teh tersebut yang menyebabkan adanya daur petik pada perkebunan teh. Daur petik tersebut dibedakan tiap luasan tertentu.

Pucuk daun teh memiliki komposisi kimia yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pusat Penelitian Teh dan Kina (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi variasi susunan kimia daun teh diantaranya adalah jenis klon tanaman teh, variasi musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis, umur daun, serta banyaknya sinar matahari yang diterima tanaman. Variasi tersebut sulit diatasi, apalagi yang bersifat genetis dan alamiah. Variasi tersebut masih dapat diterima ketika komposisinya diusahakan masih berada dalam keadaan baik atau tidak berubah.

Daun pucuk pada tanaman teh memiliki senyawa nitrogen yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan bagian lain pada tanaman teh. Salim et al. (1989) menyatakan bahwa persentase kadar N pucuk daun teh pada 6 bulan pertama setelah pemberian zeolit mengalami perubahan kecuali dengan adanya penambahan zeolit 4-6 ton/ha/tahun, persentase kadar N pucuk akan tetap stabil. Rusmana dan Salim (2003) menyatakan bahwa akan berbeda persentase serapan N pucuk ketika diberikan perlakuan pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik pada pertanaman teh.

Pemberian nitrogen pada pertanaman tidak selalu meningkatkan jumlah pucuk secara signifikan. Setiawati dan Nasikun (1991) menyatakan bahwa lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah tanah dan iklim. Semua unsur iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh, namun hanya curah hujan dan penyinaran matahari yang memiliki pengaruh paling tinggi. Jumlah hari hujan yang tinggi berpengaruh terhadap hasil

(22)

pertumbuhan pucuk. Kondisi tersebut mengakibatkan penyinaran matahari rendah sehingga proses fotosintesis yang membutuhkan sinar matahari menjadi terhambat.

Pembentukan pucuk pada tanaman teh sangat ditentukan dengan banyaknya hasil fotosintesis yang digunakan untuk pembentukan pucuk yang dikenal dengan

Harvest Index (HI). Kecukupan pasokan nitrogen pada tanaman ditandai oleh

aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang baik dan warna tanaman yang hijau tua. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Munawar (2011) yang menyatakan bahwa nitrogen merupakan bagian dari klorofil yang bertanggung jawab terhadap fotosintesis.

Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Tanah dan Pertumbuhan Tanaman

Nitrogen berperan sebagai penyusun penting klorofil, bagian integral dari protein tanaman, dan pertumbuhan vegetatif tanaman (Hall, 2007). Nitrogen menyusun sekitar 40 % - 50 % bobot kering protoplasma atau bahan hidup sel tanaman (Munawar, 2011). Oleh karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan senyawa lain bagi tanaman.

Urea (CO(NH2)2 salah satunya terbentuk dari reaksi Haber-Bosch yang

berasal dari gas hidrogen (H2) dan gas N2 atmosfer. Hasil reaksi tersebut berupa

NH3 yang dapat digunakan sebagai bahan baku dasar pembuatan urea (Munawar,

2011). Urea atau senyawa nitrogen diserap tanaman dari tanah dalam bentuk nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Nitrat merupakan bentuk senyawa yang paling

disukai tanaman untuk pertumbuhan, tetapi dipengaruhi oleh jenis dan faktor-faktor lingkungan. Tanaman cenderung menyerap nitrat meskipun yang diberikan adalah pupuk amonium. Laju serapan nitrat lebih tinggi dan diserap tanaman secara aktif.

Pemupukan nitrogen yang berat secara terus menerus melalui tanah akan memasamkan tanah (Willson et al., 1975), karena jumlah hara yang bersifat basa dalam daun cenderung menurun dengan meningkatnya hasil produksi. Dampak lain dari pempukan nitrogen yang berlebihan adalah menyebabkan produksi mengalami penurunan, karena tanaman kekurangan basa (Darmawijaya, 1977). Jika dalam pemupukan nitrogen dosisnya terlalu tinggi maka dapat menyebabkan

(23)

kematian pada tanaman. Hardjowigeno (2007) menyatakan dalam proses reaksi pembentukan urea sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman apabila terdapat dalam jumlah yang banyak.

Potensi tanah dalam produksi pucuk diawali dengan kandungan unsur hara yang tersedia di dalamnya. Kadar N-total tanah bagian atas merupakan kriteria berikutnya untuk sub-klas keserasian tanah pada perkebunan teh. Wibowo dalam Mangeonsoekarjo (2007) menyatakan bahwa kadar N-total merupakan jumlah yang dikandung tanah yang terdiri atas nitrogen yang terkandung dalam bahan organik dan nitrogen dalam bentuk ion tersedia. Kadar nitrogen sangat dipengaruhi oleh cuaca serta dapat mempercepat terlaksananya potensi pertumbuhan, peningkatan produksi biji dan buah dan meningkatkan kualitas daun. Menurut Munawar (2011), nitrogen dalam tanaman memiliki fungsi sebagai penyusun penting klorofil, protoplasma, protein, asam nukleat, peningkatan pertumbuhan dan perkembangan semua jaringan, peningkatan kualitas daun sayur-sayuran dan kandungan protein biji-bijian.

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Atas Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari hingga Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bibit tanaman teh klon Gambung 7 sebanyak 176 bibit, pupuk Urea, serta pupuk kandang kotoran ayam. Alat yang digunakan adalah cangkul, kored, ember, penggaris atau meteran, ajir, jangka sorong, alat ukur klorofil SPAD-502 Plus serta alat tulis.

Metode

Penelitian ini merupakan percobaan faktor tunggal dengan susunan rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan yang digunakan yaitu dosis pupuk nitrogen yang terdiri atas 4 taraf yaitu:

P0 = 60 kg N/ha. P1 = 120 kg N/ha P2 = 180 kg N/ha. P3 = 240 kg N/ha.

Empat perlakuan tersebut diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 8 tanaman. Data yang diperoleh diuji dengan uji analisis ragam dan dilakukan uji lanjut DMRT pada data yang berbeda nyata dengan taraf 5 %.

Model linier percobaan ini adalah: Yij = µ + τi + βj + εij

(i = 1,2,3,4 ; j = 1,2,3,4) Keterangan:

Yij : respon pengamatan kelompok ke-i, perlakuan pupuk nitrogen ke-j µ : nilai tengah umum

(25)

βj : pengaruh perlakuan pupuk nitrogen ke-j

εij : pengaruh galat kelompok ke-i, perlakuan pupuk nitrogen ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 2 blok lahan, masing-masing blok seluas 20 x 10 meter yang memiliki perbedaan tinggi sekitar 1 meter antar bloknya (Lampiran 1). Pengolahan tanah dilakukan pada minggu terakhir bulan Oktober 2011 dengan cara menggemburkan tanah kemudian dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 120 cm x 60 cm. Setiap lubang tanam diberi pupuk organik kotoran ayam dengan dosis 1 kg/lubang tanam. Dua minggu kemudian ditanam bibit teh pada lubang tanam yang telah diberikan pupuk kandang. Perlakuan pemupukan dilakukan pada minggu terakhir bulan Februari 2012, dengan cara menaburkan pupuk pada alur pupuk di sekeliling tanaman. Perlakuan dosis pupuk hanya dilakukan satu kali aplikasi dikarenakan pupuk yang digunakan adalah pupuk slow release yang efeknya dapat mempengaruhi tanaman beberapa waktu kemudian. Dosis pupuk Urea yang digunakan untuk perlakuan pemupukan

nitrogen yaitu P0 (60 kg N/ha) = 4.3 g per tanaman, P1 (120 kg N/ha) = 8.6 g per tanaman, P2 (180 kg N/ha) = 13 g per tanaman dan P3 (240 kg N/ha) = 17.2 g per tanaman.

Pengamatan pendahuluan dilakukan pada hari yang sama dengan kegiatan aplikasi pupuk yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal tanaman serta nilai peubah-peubah pengamatan. Tanaman yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm ataupun cabang primer yang telah memiliki panjang lebih dari 70 cm dilakukan bending yang pada minggu selanjutnya tidak dilakukan pengamatan tinggi tanaman pada tanaman tersebut.

Pada pertanaman teh dilakukan kegiatan pemeliharaan yang meliputi pengendalian gulma dan hama penyakit tanaman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual (pencabutan) sesuai dengan perkembangan gulma. Pengendalian organisme pengganggu tanaman dilakukan apabila sudah terdapat gejala serangan pada tanaman dengan membuang bagian tanaman yang terserang ataupun membuang/menjauhkan hama tersebut dari tanaman.

(26)

Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap minggu pada 128 tanaman sampel. Pengamatan yang dilakukan meliputi:

1. Tinggi tanaman.

Tinggi tanaman diukur dengan cara membentangkan alat ukur berupa meteran yang disejajarkan dengan batang utama. Tinggi tanaman tersebut diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman yang paling tinggi. Pengukuran dilakukan pada minggu awal hingga minggu terakhir pengamatan.

2. Jumlah cabang primer dan cabang sekunder.

Jumlah cabang primer dan cabang sekunder dihitung satu per satu cabang yang muncul tiap minggu. Pengukuran dilakukan pada minggu awal hingga minggu terakhir pengamatan.

3. Jumlah daun.

Jumlah daun dihitung dengan satu per satu daun yang muncul tiap minggu. Pengukuran dilakukan pada minggu awal hingga minggu terakhir pengamatan.

4. Diameter batang yang diamati pada 10 cm dari permukaan tanah.

Diameter batang diukur dengan cara memberikan tanda pada batang utama tanaman 10 cm dari permukaan tanah, kemudian diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada minggu awal hingga minggu terakhir pengamatan.

5. Tingkat kehijauan daun.

Tingkat kehijauan daun diukur dengan menggunakan alat ukur klorofil SPAD-502 Plus dengan merek Konica Minolta. Jenis alat digital dengan cara kerja dua optik pada ujung alat yang ditempelkan pada permukaan daun. Pengamatan dilakukan pada daun pucuk dengan lebar lebih dari 1.5 cm. Kegiatan pengamatan ini hanya dilaksanakan pada minggu terakhir pengamatan.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum

Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut lebih baik dari kebutuhan optimal tanaman teh. Dalimoenthe dan Johan (2008) menyatakan bahwa tanaman teh membutuhkan paling sedikit curah hujan 114 mm per bulan untuk tumbuh optimal. Jumlah curah hujan tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi pada bulan pertama pengamatan sedangkan pada dua bulan terakhir pengamatan curah hujan cukup rendah. Suhu optimum untuk pertanaman teh berkisar antara 14 °C - 25 °C. Menurut Dalimoenthe dan Johan (2008) jika suhu udara lebih dari suhu optimum tetapi tidak melebihi 30 °C maka tanaman masih dapat tumbuh walaupun tidak optimal, tetapi jika suhu pertanaman melebihi 30 °C maka hasil fotosintesis akan berkurang karena banyak karbohidrat yang dirombak kembali pada proses respirasi sehingga fotosintat menurun. Suhu maksimum rata-rata per bulan pada lokasi percobaan adalah 27.5 ºC dan suhu minimum rata-rata sebesar 26.1 ºC sehingga pertanaman masih dapat tumbuh dengan baik walaupun suhu udara sedikit lebih tinggi dari suhu optimum (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bogor, 2012) (Lampiran 2).

Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa pertanaman teh memiliki keragaan yang relatif sama. Pengukuran tinggi tanaman pada tiap ulangan memberikan perbedaan tinggi yang tidak nyata. Jumlah daun tiap tanaman hampir sama pada tanaman yang memiliki tinggi yang sama, sehingga jumlah daun tidak berbeda nyata pada tiap ulangan. Pengukuran jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder memberikan hasil yang tidak berbeda nyata sedangkan pengukuran diameter batang memberikan hasil yang nyata. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan sehingga terdapat perbedaan pada pengukuran diameter (Lampiran 3).

(28)

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa nilai pH KCl dan H2O

menunjukkan nilai yang sama pada tiap perlakuan yaitu 4.1 dan 4.8 yang termasuk dalam kategori sangat rendah pada kriteria penilaian sifat kimia tanah, tetapi masih dalam batas toleransi tanaman untuk tumbuh dengan baik karena nilai pH yang baik untuk pertanaman teh yaitu antara 4.5 - 5.6. Nilai C-organik dan N-total terbaik terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha, secara berturut yaitu 2.95 % dan 0.25 %. Nilai C-organik dan N-total pada tiap perlakuan termasuk dalam kategori sedang pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Walaupun terdapat perbedaan penambahan jumlah nitrogen terhadap tanah, tetapi penambahan tersebut tidak menyebabkan peningkatkan jumlah bahan organik dan nitrogen dalam tanah. Nilai C-organik dan N-total tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu pengelolaan tanah, tekstur tanah, iklim, posisi lanskap, dan tipe vegetasi (Bot dan Benites dalam Munawar, 2011). Nilai C/N pada perlakuan 180 kg N/ha mencapai 11.80 % yang termasuk kategori sedang, padahal tanaman teh menghendaki nilai C/N yang termasuk kategori rendah karena baik untuk pertumbuhan vegetatif yaitu perlakuan 60 kg N/ha sebesar 9.09 %. Munawar (2011) menyatakan bahwa rasio C/N rendah berarti tanah banyak mengandung nitrogen dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok nitrogen pada tanaman (Lampiran 4).

Unsur Ca pada tiap perlakuan berada pada kategori yang sama yaitu sangat rendah dengan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan 60 kg N/ha yaitu sebesar 1.69 me/100 g. Nilai unsur Na tertinggi yaitu pada perlakuan 180 kg N/ha sebesar 0.67 me/100 g yang termasik dalam kategori sedang ketersediaannya di dalam tanah, sedangkan perlakuan lainnya berada pada kategori rendah. Unsur Mg menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan yang sama yaitu 60 kg N/ha dengan nilai sebesar 0.53 me/100 g dengan kategori rendah pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Kandungan Mg dalam tanah masih dalam kondisi yang sesuai karena menurut Havlin et al. dalam Munawar (2011) menyatakan bahwa pada umumnya tanah mengandung Mg berkisar 0.05 % di tanah (Lampiran 4).

Nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) bergantung pada ketersediaan unsur K pada tanah karena pasokan K lebih efektif pada tanah yang memiliki nilai KTK tinggi. Nilai KTK pada tiap perlakuan pupuk termasuk dalam kategori rendah

(29)

pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Nilai KTK tertinggi terdapat pada perlakuan 120 kg N/ha yaitu sebesar 13.55 % yang termasuk dalam kategori rendah tetapi kandungan K tertinggi terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha yaitu sebesar 0.58 me/100 g yang termasuk kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan nilai KTK yang lebih tinggi efektifitas pasokan K terhadap tanaman berjalan baik sedangkan dengan tanah kandungan K yang tinggi belum tentu dapat memberikan pasokan K secara efektif pada tanah. Nilai kejenuhan basa (KB) dan kadar air tanah terbaik terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha secara berurut 25.49 % dan 22.24 %. Nilai KB pada semua perlakuan berada pada kategori sangat rendah hingga rendah pada kriteria penilaian sifat kimia tanah sehingga tanah dikategorikan kurang subur, sedangkan kadar air tanah dalam kondisi cukup (Lampiran 4).

Pada satu bulan setelah perlakuan (BSP) tanaman teh menunjukkan kondisi yang baik karena curah hujan yang masih tinggi. Tanaman terlihat segar dengan daun-daun yang berwarna hijau tua. Pada bulan pertama pengamatan pertanaman teh dibersihkan dari serasah daun agar memudahkan air meresap ke dalam tanah. Pada bulan keempat pengamatan, curah hujan sangat rendah sehingga serasah dibiarkan pada pertanaman agar tidak mempercepat laju penguapan air dari tanah. Perbedaan pertumbuhan tanaman terlihat sangat tinggi ketika dilakukan pengamatan setelah adanya hujan pada hari sebelumnya dan pengamatan tanpa ada hujan pada hari sebelumnya. Hasil pengukuran pada peubah-peubah pengamatan pada bulan awal percobaan menunjukkan hasil yang baik disebabkan curah hujan masih tinggi, berbeda dengan bulan akhir pengamatan yang sangat minim turunnya hujan menyebabkan daun-daun teh sangat kering sehingga perlu dilakukan penyiraman. Keadaan Kebun Percobaan Cikabayan Atas pada bulan pertama dan bulan keempat pengamatan menunjukkan pertumbuhan yang baik. Pertanaman teh ternaungi oleh tanaman karet sehingga penyinaran kurang optimal, namun tidak menurunkan potensi tumbuh tanaman yang terlihat dari pertambahan tinggi, jumlah daun, jumlah cabang serta pertambahan diameter batang yang cukup baik (Gambar 1).

(30)

A

B

Gambar 1. Kondisi Pertanaman Teh Saat 1 BSP (A) dan 4 BSP (B)

Gangguan hama dan penyakit tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada pertanaman teh. Penyakit yang menyerang pertanaman teh pada saat percobaan diantaranya cacar daun teh yang disebabkan oleh jamur Exobasidium

vexans (Gambar 2). Menurut Departemen Pertanian (2002) penyakit ini dapat

menurunkan produksi pucuk basah hingga 50 % karena menyerang daun serta ranting yang masih muda. Pada umumnya serangan penyakit ini terjadi pada pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga. Selain itu pada pertanaman teh terdapat penyakit mati ujung (die back) atau juga biasa disebut tea gray blight (Gambar 2) yang disebabkan oleh jamur Pestalotia longiseta. Penyakit ini menyerang tanaman terutama melalui luka atau daun yang rusak hingga ranting serta tunas mengering dan dapat juga menyerang ranting yang masih hijau. Pencabutan tanaman atau membuang bagian tanaman yang terkena penyakit dilakukan untuk menghindarkan serangan penyakit yang lebih tinggi.

Exobasidium vexans Tea Gray Blight

(31)

Hama yang menyerang pertanaman teh diantaranya adalah sejenis kutu putih Viburni pseudococcus (Gambar 3) berkoloni untuk menyerang daun dengan cara menyedot cairan pada daun. Selain itu terdapat ulat penggulung daun atau

Homona coffearia. Menurut Departemen Pertanian (2002) cara yang dilakukan

hama tersebut adalah dengan menyambungkan dua (atau lebih) daun bersama-sama dengan sutra atau dengan menggulung satu daun lalu menyambungkan dengan yang lain. Ulat penggulung pucuk (Cydia leucostoma) atau short roller of

tea dengan cara menggulung pucuk memakai benang-benang halus untuk

mengikat daun pucuk sehingga tetap tergulung. Hama yang menyerang pertanaman diatasi dengan langsung membuang daun yang terdapat koloni hama atau dengan secara teknis diambil satu-persatu. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan dari kehilangan data akibat serangan hama.

Viburni pseudococcus Cydia leucostoma

Homona coffearia

(32)

Rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan dosis pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu kedua, jumlah daun pada minggu delapan hingga minggu keenam belas, diameter batang pada minggu pertama hingga minggu ketiga serta pada pengukuran jumlah cabang sekunder. Pada peubah lainnya menunjukkan bahwa perbedaan dosis pupuk memberikan pengaruh yang tidak nyata pada pertanaman teh (Lampiran 5).

Tinggi Tanaman

Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada pengamatan tinggi tanaman di minggu kedua (Lampiran 6). Pada minggu kedua tersebut terlihat bahwa perlakuan 180 kg N/ha memiliki tinggi tanaman yang lebih baik bila dibandingkan dengan semua perlakuan. Berdasarkan data pada Tabel 1, perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha dan 120 kg N/ ha tetapi tidak berbeda dengan perlakuan 240 kg N/ha.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Teh dengan Dosis Nitrogen yang Berbeda pada Pengamatan Minggu Kedua.

Perlakuan (kg N/ha) Tinggi Tanaman (cm)

60 52.1 b

120 50.4 b

180 58.9 a

240 53.2 ab

Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%

Pada Gambar 4, disajikan persentase tanaman teh yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm. Persentase tanaman teh tersebut berasal dari banyaknya tanaman yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm pada perlakuan yang sama. Tanaman-tanaman yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm tersebut tidak diukur lagi tingginya pada pengamatan selanjutnya melainkan dilakukan bending pada batang utamanya. Tinggi tanaman harus mencapai lebih dari 70 cm agar memudahkan untuk melakukan bending. Bending tersebut dilakukan ke arah samping barisan tanaman sehingga jika tingginya kurang dari 70 cm khawatir tanaman akan patah, sedangkan jika terlampau tinggi dari 70 cm maka tanaman akan sulit dilakukan bending karena jarak antar perlakuan cukup rapat.

(33)

Pertanaman teh pada perlakuan 180 kg N/ha mencapai tinggi lebih dari 70 cm lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Padahal pada minggu kedua dan ketiga, perlakuan 240 kg N/ha memiliki persentase tanaman yang mencapai tinggi lebih dari 70 cm yang lebih baik daripada perlakuan 180 kg N/ha. Diawali pada minggu keempat, persentase perlakuan 180 kg N/ha selalu tertinggi hingga akhir pengamatan dan persentase akhirnya mencapai 90.62 %.

Gambar 4. Persentase Tanaman Teh yang Telah Mencapai Tinggi 70 cm pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen

Jumlah Daun

Hubungan jumlah daun pada suatu tanaman dapat mempengaruhi besaran energi yang dapat dihasilkan oleh tanaman tersebut. Pemberian pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman teh pada minggu kedelapan hingga minggu terakhir pengamatan, sesuai dengan hasil uji analisis ragam pada Lampiran 7. Pada minggu kedelapan hingga minggu keenam belas terlihat bahwa perlakuan 180 kg N/ha memiliki jumlah daun lebih banyak apabila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Berdasarkan data pada Tabel 2, perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 120 kg N/ha. Perlakuan 240 kg N/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan 180 kg N/ha hanya pada minggu ketiga belas, lainnya berbeda nyata.

90.62 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 P er se nt as e ( % )

Minggu Pengamatan ke-

(34)

Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Teh pada Minggu Kedelapan hingga Minggu Keenam Belas dengan Perbedaan Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen.

Minggu Jumlah daun

60 kg N/ha 120 kg N/ha 180 kg N/ha 240 kg N/ha ··· (helai) ··· Minggu ke-8 56.1 b 62.4 ab 69.7 a 59.0 b Minggu ke-9 59.1 b 66.3 ab 75.7 a 64.2 b Minggu ke-10 63.1 b 71.5 ab 82.4 a 68.3 b Minggu ke-11 65.8 b 75.9 ab 86.4 a 71.8 b Minggu ke-12 68.1 b 78.5 ab 89.1 a 75.1 b Minggu ke-13 74.2 b 86.6 ab 95.7 a 83.7 bc Minggu ke-14 78.4 b 90.5 ab 98.7 a 89.5 a Minggu ke-15 88.1 b 100.0 ab 107.8 a 97.5 ab Minggu ke-16 92.0 b 104.5 ab 108.8 a 100.2 ab

Ket: Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%

Perkembangan jumlah daun pada pertanaman teh selama masa percobaan disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 tersebut terlihat bahwa jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha selalu lebih tinggi daripada jumlah daun pada perlakuan lainnya hingga pengamatan minggu terakhir. Perbedaan jumlah daun terendah terdapat pada minggu kelima yaitu pada perlakuan 180 kg N/ha terdapat 57.1 helai daun sedangkan pada perlakuan 120 kg N/ha terdapat 55.3 helai daun. Perbedaan jumlah daun yang paling tinggi terdapat pada minggu kesepuluh yaitu perlakuan 180 kg N/ha dengan 82.4 helai daun dan perlakuan 120 kg N/ha dengan 71.5 helai daun. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha pada minggu terakhir pengamatan mencapai 108.8 helai daun, sedangkan untuk perlakuan 120 kg N/ha dan 240 kg N/ha secara berturut 104.5 dan 100.2 helai daun.

(35)

Gambar 5. Jumlah Daun Tanaman Teh pada Perlakuan Perbedaan Dosis Pupuk Nitrogen

Diameter Batang

Setelah melakukan uji analisis ragam, dihasilkan bahwa pengaruh pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada diameter batang di minggu pertama hingga minggu ketiga pengamatan (Lampiran 8). Pada minggu pertama hingga ketiga tersebut terlihat bahwa perlakuan 180 kg N/ha memiliki diamater batang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Berdasarkan Tabel 3 dari minggu pertama hingga ketiga pengamatan, perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha dan 240 kg N/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 120 kg N/ha di minggu kedua.

Tabel 3. Diameter Batang dengan Perbedaan Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen pada Minggu Pertama hingga Minggu Ketiga Pengamatan

Minggu Diameter batang

60 kg N/ha 120 kg N/ha 180 kg N/ha 240 kg N/ha ···cm···

Minggu ke-1 0.43 b 0.45 b 0.49 a 0.46 b

Minggu ke-2 0.44 b 0.46 ab 0.49 a 0.45 b

Minggu ke-3 0.45 b 0.45 b 0.49 a 0.44 b

Ket: Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% 55.3 71.4 57.1 82.4 25 50 75 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Ju m lah Dau n T an am an T eh (h elai)

Minggu Pengamatan ke-

(36)

Pola perkembangan diameter batang pada tanaman teh selama masa percobaan disajikan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 terlihat bahwa diameter batang perlakuan 180 kg N/ha memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perlakuan lain dari minggu awal hingga minggu terakhir pengamatan, padahal pada minggu keempat nilainya hampir sama dengan perlakuan 120 kg N/ha. Pada minggu keempat tersebut perlakuan 180 kg N/ha memiliki nilai diameter 0.50 cm sedangkan perlakuan 120 kg N/ha dengan nilai diameter 0.49 cm. Tetapi pengamatan pada minggu-minggu selanjutnya hingga akhir pengamatan nilai diameter perlakuan 180 kg N/ha memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada pertumbuhan diameter perlakuan 120 kg N/ha sehingga nilai diameternya berada dibawah nilai diameter perlakuan 180 kg N/ha. Pada pengamatan terakhir diameter batang, perlakuan 180 kg N/ha memiliki nilai diameter yang paling baik dengan rata-rata 0.88 cm pada tiap tanaman.

Gambar 6. Diameter Batang Tanaman Teh pada Berbagai Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen

Jumlah Cabang Primer dan Jumlah Cabang Sekunder

Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk nitrogen dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata pada jumlah cabang sekunder sedangkan pada jumlah cabang primer tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9). Walaupun jumlah cabang primer tidak berbeda nyata antar perlakuan tetapi perlakuan 180 kg N/ha menunjukkan hasil yang baik dengan

0.49 0.5 0.88 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Diam eter B atan g T an am an T eh (cm )

Minggu Pengamatan ke-

(37)

memiliki rata-rata jumlah cabang paling baik diantara perlakuan lainnya. Berdasarkan Tabel 4, nilai rata-rata jumlah cabang primer pada perlakuan 180 kg N/ha adalah 7.14 cabang, jumlah tersebut lebih tinggi dari perlakuan lainnya yang memiliki nilai rata-rata jumlah cabang pada kisaran 6 cabang per tanaman. Jumlah cabang sekunder pada perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 120 kg N/ha dan 240 kg N/ha. Jumlah cabang sekunder terbaik terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha yaitu 3.25 buah cabang sekunder sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan 60 kg N/ha sebesar 1.42 buah cabang sekunder. Jumlah cabang sekunder tersebut sebagian didapatkan dari pengamatan tanaman awal dan sebagian lain didapatkan dari hasil perlakuan bending.

Tabel 4. Jumlah Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman Teh dengan Perlakuan Perbedaan Dosis Pupuk Nitrogen

Perlakuan (kg N/ha)

Jumlah

Cabang Primer Cabang Sekunder

60 6.23 1.42 b

120 6.48 2.42 ab

180 7.14 3.25 a

240 6.66 1.97 ab

Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%

Waktu yang Dibutuhkan Tanaman Teh untuk Mencapai Tinggi 70 cm

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tinggi lebih dari 70 cm berbeda pada tiap tanaman. Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk nitrogen dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh nyata pada lama waktu tanaman teh untuk mencapai tinggi 70 cm sebagai syarat

bending. Waktu yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai tinggi 70 cm tidak

berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 10). Berdasarkan Tabel 6, pertanaman teh yang lebih cepat mencapai tinggi 70 cm terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha dengan waktu sekitar 8 minggu, selanjutnya perlakuan 240 kg N/ha dengan waktu 9 minggu sedangkan 60 kg N/ha dan 120 kg N/ha dengan waktu 10 minggu. Waktu tanaman mencapai tinggi 70 cm diukur untuk mengetahui efisiensi penggunaan pupuk nitrogen serta bending tanaman teh.

(38)

Tingkat Kehijauan Daun

Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan dosis pupuk nitrogen yang diberikan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kehijauan daun (Lampiran 11). Pengukuran tingkat kehijauan daun secara destruktif berkorelasi positif dengan kadar nitrogen daun. Berdasarkan Tabel 5, perlakuan pupuk 180 kg N/ha memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 38.0 satuan unit sedangkan untuk perlakuan 240 kg N/ha rata-rata jumlah, 120 kg N/ha dan 60 kg N/ha secara berurut adalah 35.8 satuan unit, 34.7 satuan unit, dan 33.7 satuan unit.

Tabel 5. Rataan Tingkat Kehijauan Daun serta Waktu yang Dibutuhkan untuk Mencapai Tinggi 70 cm pada Tanaman Teh dengan Pemberian Dosis Pupuk yang Berbeda

Perlakuan (kg N/ha)

Tingkat Kehijauan Daun

(satuan unit)

Lama Waktu Tanaman Mencapai Tinggi 70 cm (minggu)

60 33.7 10.3

120 34.7 10.2

180 38.0 8.4

240 35.8 9.4

Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%

Pembahasan

Aplikasi pupuk organik beberapa minggu sebelum pindah tanam dapat membantu penyediaan hara yang teratur dan seimbang dari tanah untuk tanaman. Hasil penelitian Hanafiah dalam Hanafiah (2005) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik pada tanah dapat memperbaiki sifat kimiawi tanah. Penggunaan pupuk organik juga dapat mempengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam, merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah dan meningkatkan daya tanah mengikat air (Hanafiah, 2005).

Untuk mendapatkan bentuk bidang petik (frame) yang baik tanaman teh harus memiliki komponen pembentuk frame yang sesuai. Dalimoenthe dan Johan, 2008 menyatakan bahwa pemilihan cara pembentukan bidang petik dapat

(39)

mempercepat penutupan perdu sehingga masa tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat dipersingkat. Pembentukan bidang petik dilakukan pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM) yang didominasi pertumbuhan vegetatifnya sehingga kecukupan nitrogen dalam tanah perlu diperhatikan.

Rachmiati (1988) menyebutkan bahwa nitrogen merupakan hara utama untuk pertumbuhan dan produksi tanaman teh, karena bagian yang dipanen adalah pucuk (tunas muda) yang merupakan bagian vegetatif tanaman. Syarief dalam Rachmiati et al. (2004) menambahkan bahwa pupuk nitrogen diperlukan tanaman untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar.

Pembentukan bidang petik (frame) adalah perlakuan kultur teknis terhadap tanaman teh yang belum menghasilkan untuk membentuk perdu dengan kerangka percabangan yang ideal dan bidang petik yang luas, agar dapat menghasilkan pucuk yang banyak dalam waktu relatif cepat. Pemilihan bending untuk pembentukan frame pada percobaan ini agar bentuk perdu terancang lebih awal,

frame lebih rendah, cepat menutup tanah, tidak ada pembuangan bagian tanaman,

dan produksi awal akan lebih tinggi dibandingkan dengan centering.

Mata tunas pada batang yang lebih tua memiliki sifat dormansi yang lebih kuat sehingga pertumbuhan mata tunas yang baru akan menjadi lebih lambat. Selain itu tanaman teh akan memasuki periode pangkas pada tiga tahun berikutnya agar terus pada fase vegetatif, akan lebih baik jika bidang petik (frame) telah terbentuk sebelum periode pangkas tersebut.

Perlakuan pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu kedua pengamatan. Hal ini diduga tanaman memiliki kemampuan memanfaatkan nitrogen dalam tanah pada minggu-minggu awal pengamatan sehingga hasil tinggi pada tanaman berbeda dengan perlakuan lainnya. Ketersediaan nitrogen dalam tanah dipengaruhi antara lain oleh bahan organik tanah, kadar air tanah, suhu serta fiksasi nitrogen oleh baktreri tanah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan 180 kg N/ha menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik serta memiliki kemampuan untuk mencapai tinggi lebih dari 70 cm lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Pada perlakuan 180 kg N/ha, tanaman telah dapat dilakukan bending dalam waktu 8 minggu

(40)

setelah perlakuan, sedangkan perlakuan lainnya baru dapat dilakukan bending pada 10 minggu setelah perlakuan. Pertambahan tinggi tanaman tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersedian nitrogen dalam tanah (Rusmana dan Salim, 2003), yang menyatakan bahwa peranan unsur nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Ketersediaan nitrogen pada penelitian ini terdapat pada kategori sedang walaupun penambahan dosisnya berbeda tiap perlakuan sehingga pertumbuhannya berbeda pada minggu kedua pengamatan.

Jumlah daun pada suatu tanaman sangat berperan penting bagi perkembangan tanaman karena daun sebagai media terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan energi bagi tanaman untuk tumbuh. Pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada jumlah daun pada minggu kedelapan hingga minggu

keenam belas. Hasil menunjukkan bahwa jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha memiliki jumlah daun paling banyak dibandingkan dengan perlakuan

lain, tetapi perlakuan 120 kg N/ha memiliki pertambahan jumlah daun yang lebih baik. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa perlakuan 120 kg N/ha lebih efektif untuk pertambahan jumlah daun tanaman teh. Menurut Hanafiah (2005) penggunaan pupuk nitrogen berperan menonjol terhadap bagian vegetatif tanaman (dedaunan dan pucuk). Penggunaan dosis yang tepat akan lebih mengoptimalkan hasil pucuk dari tanaman teh.

Pada dua bulan terakhir pengamatan curah hujan sangat rendah sehingga kadar air tanah berkurang (Hall, 2007), menyatakan bahwa tanaman membutuhkan dosis pupuk nitrogen yang tepat bagi kecepatan tanaman untuk tumbuh, khususnya pada saat cuaca panas atau ketika tanah menunjukkan kekeringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman membutuhkan nitrogen pada saat tanah kekurangan air, walaupun ketersediaan nitrogen dalam tanah tinggi tetapi tanaman belum membutuhkan maka tidak akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Pemberian pupuk nitrogen yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata pada diameter batang tanaman teh pada pengamatan minggu pertama hingga minggu ketiga. Diameter batang pada perlakuan 180 kg N/ha telah memiliki nilai yang lebih tinggi pada awal pengamatan tetapi setelah dilakukan uji lanjut DMRT,

(41)

pada minggu tersebut perlakuan 180 kg N/ha memang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diameter batang pada perlakuan 180 kg N/ha meningkat lebih cepat tiap minggunya sedangkan perlakuan lain peningkatannya stagnan. Hal tersebut didukung dengan ketersediaan air pada bulan pertama pengamatan dengan curah hujan yang cukup tinggi. Menurut Hanafiah (2005) air yang diserap tanaman selain sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya. Metabolisme nitrogen dalam tanaman merupakan faktor utama untuk pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun tanaman sehingga terdapat pengaruhnya pada pertambahan diameter batang tanaman teh tersebut.

Pada penghitungan jumlah cabang primer dan sekunder, dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada jumlah cabang sekunder sedangkan pada jumlah cabang primer tidak berpengaruh nyata. Hasil yang berbeda antara jumlah cabang primer dan cabang sekunder ini sangat berkaitan dengan genetik dari tanaman tersebut. Klon tanaman teh yang berbeda memungkinkan dapat mempengaruhi perbedaan antara jumlah cabang primer dan sekunder sehingga berbeda nyata hanya pada cabang sekunder. Lina et al. (2009) menemukan bahwa pemupukan nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anak daun sedangkan tidak berpengaruh nyata pada jumlah daun. Tiap tanaman memiliki genetik yang berbeda untuk pertambahan jumlah cabang primer dan cabang sekunder, sehingga masih sangat sulit untuk mengetahuinya.

Menurut Barchia (2009) dalam suatu tanaman, nitrogen berfungsi sebagai penyusun penting dari klorofil, protoplasma, protein, peningkat pertumbuhan dan perkembangan semua jaringan. Kandungan klorofil pada daun dapat diketahui dengan mengukur tingkat kehijauan daun pada suatu tanaman. Hasil pengukuran kehijauan daun didapatkan bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh nitrogen sangat kecil terhadap tingkat kehijauan daun walaupun terdapat daun dengan tingkat kehijauan yang tinggi. Tingkat kehijauan daun menunjukkan bahwa tanaman memiliki kadar nitrogen yang cukup serta menunjukkan kondisi pertanaman yang sehat. Pengukuran tingkan kehijauan ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk nitrogen. Pengelolaan unsur hara serta aplikasi pupuk adalah faktor yang sangat

(42)

menentukan pencapaian serapan hara yang optimal bagi produksi tanaman yang tinggi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk nitrogen dengan dosis 180 kg/ha dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk yang lainnya, tetapi semakin tinggi dosis yang diberikan tidak berkorelasi positif terhadap tanaman teh. Hal tersebut mungkin terjadi akibat pencucian nitrogen dalam tanah sehingga pengaruh penambahan pupuk nitrogen tidak berpengaruh pada tanaman teh. Jika terdapat kelebihan jumlah nitrogen maka bergantung pada kapasitas tanaman menyerap nitrogen untuk digunakan sebagai pertumbuhan vegetatif tanaman teh.

(43)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan percabangan tanaman teh. Perlakuan pupuk 180 kg N/ha menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan cabang sekunder, serta diameter batang. Jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha dan 120 kg N/ha tidak berbeda nyata, tetapi pertambahan jumlah daun perlakuan 120 kg N/ha lebih besar dibandingkan perlakuan 180 kg N/ha. Perlakuan pupuk 180 kg N/ha menghasilkan tinggi tanaman lebih cepat untuk mencapai 70 cm hanya dengan waktu 8 minggu serta jumlah cabang rata 7.14 dan jumlah anak cabang rata-ratanya 3.25 lebih banyak daripada perlakuan lainnya. Kondisi ini lebih memudahkan untuk pembentukan bidang petik.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, R.S. 1982. Bercocok Tanam Teh. Dalam Rusmana, N. dan A.A. Salim. 2003. Pengaruh kombinasi pupuk daun puder dan takaran pupuk N, P, K yang berbeda terhadap hasil pucuk tanaman teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) seedling, TRI 2025 dan GMB 4. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 9 (1-2): 28-39

Barchia, M.F. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Asam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 260 hal

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Data Curah Hujan Bogor. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Bogor. Bot, A. dan J. Benites. 2005. The Importance of Soil Organic Matter, Key to Drought-Resistant Soil and Sustained Food Production. FAO Soils Bulletin. 80p. Dalam Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. 259 hal.

Dalimoenthe, S.L. dan M.E. Johan. 2008. Teknologi Percepatan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) pada Tanaman Teh. Prosiding Pertemuan Teknis Teh Tahun 2008. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Bandung.

Darmawijaya, M. I. 1977. Pemupukan di kebun teh. Warta Balai Penelitian Teh dan Kina. BPTK Gambung. Bandung. 3(4):291-310

Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Teh. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Jakarta

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistics of Indonesia). Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung.

Eden, T. 1965. Tea. 2nd Ed. Longmans Green and Co. Ltd. London. 201 p.

Hall, R. E. 2007. Soil Essential. Managing your farms primary asset. Landlinks Press. Collingwood. 182p.

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L.Nelson, W.L. Nelson. 2005. Soil Fertility and Fertilizer. An introduction to nutrient management. New Jersey. Pearson Prentice Hall. Dalam Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. 259 hal.

Hanafiah, K.A. 1989. Pengaruh Pupuk Kandang dan Kapur terhadap Agihan dan Bentuk Ketersediaan P pada Tanah Latosol. Tesis S2. Bidang Kimia dan Kesuburan Tanah. Program Studi Ilmu Tanah. UGM. Yogyakarta. Dalam Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 358 p.

Gambar

Gambar 1. Kondisi Pertanaman Teh Saat 1 BSP (A) dan 4 BSP (B)
Gambar 3. Hama yang Menyerang Pertanaman Teh
Tabel  1.    Tinggi  Tanaman  Teh  dengan  Dosis  Nitrogen  yang  Berbeda  pada      Pengamatan Minggu Kedua
Tabel  2.    Jumlah  Daun  Tanaman  Teh  pada  Minggu  Kedelapan  hingga  Minggu  Keenam  Belas  dengan  Perbedaan  Perlakuan  Dosis  Pupuk Nitrogen
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berkenaan dengan hal tersebut, saya mohon bantuan adik-adik untuk memberikan jawaban atas pernyataan yang terdapat dalam angket ini sesuai dengan kondisi adik-adik dalam

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum dalam kasus tindak pidana perkelahian massa yang terjadi di Kabupaten Tana Torajapada 15

Visi misi pasangan dokter H Mundjirin ES SpOG-Ir H Warnadi MM yaitu ingin mewujudkan Kabupaten Semarang yang mandiri, tertib, dan sejahtera (MATRA). Namun diantara

Oleh karena itu, proses pendidikan nilai-nilai kecakapan hidup punggawa dan sawi yang terdapat pada masyarakat nelayan etnis Bugis terdiri dari dua pola, yaitu pola partisipasi

Angota tersebut diklasifikasikan menjadi 9 kelompok (Tabel 13). Tabel 13 menunjukkan bahwa anggota Koperasi Mina Jaya DKI Jakarta tahun 2008 didominasi oleh anggota

Program yang digunakan dalam implementasi website Sistem Informasi Pembagian Ruang Kelas Siswa Baru Menggunakan Metode K-Means Clustering ialah browser Mozilla

Hal tersebut dapat dirancang melalui selubung bangunan yang memiliki peneduh, pengaturan luasan rasio bukaan jendela terhadap dinding, pemilihan material dengan melihat