46 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepolisian memperoleh atribusi berdasarkan KUHAP dan UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sedangkan PPNS Kehutanan memperoleh atribusi berdasarkan KUHAP, UU Nomor 41 Tahun 1999 jo UU Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan PP Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Atribusi dari undang-undang tersebut melahirkan kewenangan PPNS Kehutanan Dan Penyidik Polri.
PPNS Kehutanan merupakan penyidik di samping Penyidik Polri yang memiliki kedudukan serta berperan penting dalam melakukan penyidikan, dalam kaitannya menegakkan hukum pidana kehutanan. Adapun PPNS Kehutanan mendapatkan kewenangan untuk menyidik berdasarkan Undang-Undang Kehutanan yang menjadi dasar hukumnya, sehingga penyidikannya terbatas sepanjang menyangkut tindak pidana kehutanan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Sedangkan Penyidik Polri dapat melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
47 tidak mau PPNS Kehutanan harus meminta bantuan Penyidik Polri antara lain :
1) PPNS Kehutanan bisa menangkap dan menahan tetapi dalam koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri sehingga untuk menangkap atau menahan seorang tersangka PPNS kehutanan harus meminta bantuan atau setidaknya harus berkoordinasi dengan penyidik Polri (vide Pasal 77 ayat 2 huruf f UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
2) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirim PPNS Kehutanan kepada Jaksa Penuntut Umum harus melalui Penyidik Polri (vide Pasal 32 UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan)
3) Penyerahan Berkas Perkara dan tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum harus melalui Penyidik Polri (vide Pasal 77 ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
48 Dalam pelaksanaan tugasnya (penyidikan), PPNS Kehutanan berada di bawah koordinasi dan pengawasan (korwas) penyidik Polri. Koordinasi adalah suatu bentuk hubungan kerja antara Penyidik Polri dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang menjadi dasar hukumnya, sesuai sendi-sendi hubungan fungsional. Koordinasi penyidikan antara PPNS Kehutanan dan Penyidik Polri sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, Dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa dilaksanakan dengan cara:
a. menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari PPNS serta meneruskan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. merencanakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan penyidikan bersama sesuai kewenangan masing-masing;
c. memberikan bantuan teknis, taktis, tindakan upaya paksa, dan konsultasi penyidikan kepada PPNS;
d. menerima berkas perkara hasil penyidikan dari PPNS dan meneruskan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
49 f. menerima pemberitahuan mengenai penghentian penyidikan dari
PPNS dan diteruskan ke Penuntut Umum;
g. tukar menukar data dan informasi mengenai dugaan tindak pidana yang penyidikannya dilakukan oleh PPNS; dan
h. menghadiri rapat berkala yang diselenggarakan oleh PPNS.
B. Saran
1. Dalam proses penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan, antara aparat penyidik, baik PPNS Kehutanan maupun Penyidik Polri perlu dijalin suatu koordinasi dan kerjasama yang baik agar tidak terjadi benturan kewenangan yang dapat melemahkan proses penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang kehutanan.