1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
demokratis, dan bertanggungjawab.
Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang dipelajari siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Menurut James dan James (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 16),
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain yang terbagi
menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Matematika
merupakan mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan.
2 proses pembelajaran dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk itulah, materi
pelajaran matematika disusun secara sistematis sesuai jenjang pendidikan.
Di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), materi matematika
yang dipelajari meliputi bilangan, aljabar, pengukuran dan geometri, serta
peluang dan statistika. Materi aljabar merupakan materi yang dipelajari
dalam pembelajaran matematika baik di kelas VII, VIII, maupun IX.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada
materi aljabar di kelas VIII semester 1 disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Materi Aljabar SMP Kelas VIII Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami bentuk
aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
1.1Melakukan operasi aljabar
1.2Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya
1.3Memahami relasi dan fungsi 1.4Menentukan nilai fungsi
1.5Membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius
1.6Menentukan gradien, persamaan, dan grafik garis lurus
2. Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah
2.1Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel
2.2Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel
3 Berdasarkan pengalaman praktik mengajar lapangan (PPL)
sekaligus observasi pembelajaran matematika yang dilakukan peneliti
selama kurang lebih 5 minggu di kelas VIII A dan VIII B SMP Negeri 2
Kalasan menunjukkan bahwa beberapa siswa kelas VIII A dan VIII B
mengalami kesulitan dalam pembelajaran aljabar terutama yang berkaitan
dengan pemfaktoran. Ketika siswa diberikan soal, siswa kurang
memperhatikan perintah soal yang diberikan sehingga siswa cenderung
langsung mengerjakan sesuai contoh yang diberikan. Selain itu, jika siswa
menemui soal yang berbeda dari contoh soal yang diberikan, siswa
cenderung tidak mengerjakan soal tersebut atau siswa mengerjakan soal
tersebut dan melakukan kesalahan.
Penemuan tersebut ditunjukkan dari hasil ulangan harian siswa
kelas VIII tahun 2015/2016 pada materi bentuk aljabar. Peneliti hanya
memperoleh data hasil ulangan harian siswa kelas VIII A dan VIII B
karena kedua kelas tersebut yang boleh digunakan untuk penelitian.
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk mata pelajaran matematika di
SMP Negeri 2 Kalasan adalah 75. Dari 32 siswa kelas VIII A, 17 siswa
dapat mencapai KKM dan 15 siswa belum dapat mencapai KKM,
sedangkan dari 32 siswa kelas VIII B, 21 siswa dapat mencapai KKM dan
11 siswa belum dapat mencapai KKM (disajikan pada Lampiran 5). Hal
inilah yang menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian di
4 Ulangan harian tersebut terdiri dari 6 butir soal. Kisi-kisi soal
ulangan harian pada materi bentuk aljabar yang telah dirancang oleh guru
disajikan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kisi-Kisi Ulangan Harian Bentuk Aljabar
Standar Kompetensi
Kompetensi
Dasar Indikator
Nomor Butir Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi dan persamaan garis lurus. Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya.
Memfaktorkan bentuk + = ( + )
1
Memfaktorkan bentuk 2 − 2 = + ( − )
2
Memfaktorkan bentuk 2 ± 2 + 2 = ± 2
3
Memfaktorkan bentuk �2+ �+ dengan = 1
4
Memfaktorkan bentuk �2+ �+ dengan ≠1
5
Menggunakan pemfaktoran untuk menyederhanakan pecahan dalam bentuk aljabar
6
Dari hasil analisis butir soal ulangan harian kelas VIII A yang diberikan
oleh guru (disajikan pada Lampiran 6), banyak siswa melakukan kesalahan
pada soal nomor 1d, yaitu “Faktorkanlah bentuk aljabar berikut ini:
2� �+ 3 −5(�+ 3)”. Dari 32 siswa, hanya 3 siswa yang dapat
menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Hal ini menunjukkan
bahwa beberapa siswa kelas VIII A kesulitan dalam menyelesaikan
masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran terutama dalam
menyelesaikan pemfaktoran bentuk aljabar yang menggunakan hukum
5 Dari pengalaman PPL tersebut, peneliti menduga siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang menggunakan hukum
distributif karena siswa belum memahami langkah-langkah pemfaktoran.
Beberapa siswa justru berhenti pada langkah menjabarkan bentuk aljabar
yang diberikan dan belum melakukan pemfaktoran. Hal ini juga
menunjukkan kemungkinan siswa belum memahami konsep dan prinsip
pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut Cooney (1975: 203-204), konsep
dan prinsip merupakan pengetahuan dasar yang paling penting dalam
mempelajari matematika. Apabila siswa dapat menguasai konsep dan
prinsip pemfaktoran bentuk aljabar dengan baik, siswa pasti dapat
menyelesaikan masalah pemfaktoran bentuk aljabar dengan benar.
Untuk menguatkan dugaan peneliti, peneliti melakukan wawancara
dengan guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 2 Kalasan.
Berdasarkan hasil wawancara, guru menyatakan bahwa aljabar termasuk
materi yang sulit dipelajari siswa. Hal ini didukung dengan pengalaman
mengajar yang dialami guru dari tahun ke tahun. Guru menyatakan bahwa
selalu ditemui siswa yang melakukan kesalahan ketika menyelesaikan
masalah aljabar terutama yang berkaitan dengan pemfaktoran sehingga
selalu ada siswa yang belum mencapai KKM pada materi pemfaktoran
bentuk aljabar. Padahal materi pemfaktoran bentuk aljabar termasuk
materi dasar dari materi aljabar secara keseluruhan karena
penyampaiannya tepat setelah siswa dikenalkan dengan operasi hitung
6 dasar, maka dikhawatirkan kesulitan ini akan dibawa ke tingkat
selanjutnya dan menjadi penyebab kesulitan pada materi berikutnya.
Meskipun guru selalu menemui hal tersebut dari tahun ke tahun, sampai
saat ini guru belum melakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Hal ini disebabkan guru harus memperhatikan pengalokasian jam belajar
efektif yang ditetapkan sekolah dan menyesuaikan kegiatan
ekstrakurikuler yang diikuti siswa. Oleh karena itulah, guru belum dapat
mengkaji masalah tersebut sehingga guru belum mengetahui jenis dan
penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang
berkaitan dengan pemfaktoran.
Berdasarkan pemaparan tentang siswa-siswa kelas VIII di SMP
Negeri 2 Kalasan tersebut, perlu adanya studi lebih lanjut untuk
mengetahui jenis dan penyebab kesulitan siswa kelas VIII A dalam
menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai studi
kasus kesulitan siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran
2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
pemfaktoran. Dalam penelitian ini, peneliti memilih studi kasus sebagai
strategi penelitian karena peneliti diharapkan tidak banyak mengubah
lingkungan/kondisi alamiah dari peristiwa yang akan diteliti. Menurut Yin
(2012, 1), studi kasus merupakan strategi penelitian yang cocok jika
7 akan diteliti sehingga peneliti dapat menelusuri suatu kasus secara
mendalam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut.
1. Dari hasil ulangan harian siswa pada materi aljabar, 15 siswa kelas
VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
2. Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah
aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran sehingga siswa melakukan
kesalahan ketika menjawab soal ulangan harian materi aljabar.
3. Guru matematika di SMP Negeri 2 Kalasan belum mengetahui jenis
dan penyebab kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan
masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, penelitian ini dibatasi pada
kajian mengenai jenis-jenis kesulitan siswa kelas VIII A di SMP Negeri 2
Kalasan tahun ajaran 2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar
yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar
serta kajian mengenai penyebab kesulitan dari diri siswa dalam
8 D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan, dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Apa sajakah kesulitan yang dialami siswa kelas VIII A SMP Negeri 2
Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar?
2. Apa sajakah penyebab kesulitan dari diri siswa kelas VIII A SMP
Negeri 2 Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang
berkaitan dengan pemfaktoran?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kesulitan yang dialami siswa kelas VIII A SMP
Negeri 2 Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang
berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar.
2. Mendeskripsikan penyebab kesulitan dari diri siswa kelas VIII A
SMP Negeri 2 Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang
9 F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi peneliti, melatih kemampuan mendiagnosis dan menganalisis
kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan
dengan pemfaktoran. Dengan mengetahui jenis-jenis kesulitan
tersebut, peneliti berharap pada masa mendatang dapat mengkaji
kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika.
2. Bagi guru mata pelajaran matematika, memberikan informasi
mengenai jenis dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
1. Belajar Matematika
Belajar sering diidentikkan dengan serangkaian kegiatan
seperti membaca, mengamati, mendengarkan, dan menirukan sesuatu.
Slameto (2003, 5) menyatakan bahwa belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Fontana
(dalam Erman Suherman dkk, 2003, 7), belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman setiap individu sehingga proses belajar bersifat unik
dalam diri individu. Sugihartono dkk (2012, 74-76) menyatakan
bahwa belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku karena adanya
interaksi antara individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku
yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang terjadi secara
sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif,
bersifat permanen, memiliki tujuan dan terarah, serta mencakup
seluruh aspek tingkah laku seperti sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut, pengertian belajar yang
11 adanya usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, baik berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
diperoleh dari hasil pengalaman.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
dipelajari siswa di sekolah. Russeffendi (dalam Erman Suherman dkk,
2003: 16) menyatakan bahwa matematika terbentuk dari hasil
pemikiran yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran untuk
memecahkan suatu masalah. Beth dan Piaget (dalam Tombokan
Runtukahu dan Selpius Kandou, 2014: 28) menambahkan bahwa
matematika berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan
struktur-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Menurut
Sujono (1988: 4), matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan
tentang penalaran yang logis dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan bilangan. Menurut James dan James (dalam Erman Suherman
dkk, 2003: 16), matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu
sama lain yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis,
dan geometri. Berdasarkan uraian tersebut, pengertian matematika
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cabang ilmu eksak
mengenai bilangan, penalaran yang logis, serta masalah tentang
bentuk atau struktur, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
12 Berdasarkan uraian mengenai belajar dan matematika,
pengertian belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan
perubahan yang berupa pengetahuan mengenai bilangan, penalaran
yang logis, serta pemecahan masalah tentang bentuk atau struktur,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama
lain. Dalam penelitian ini, pembahasan matematika yang digunakan
dibatasi pada matematika sekolah. Matematika sekolah adalah
matematika yang dipelajari di tingkat Pendidikan Dasar (Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) dan Pendidikan Menengah
(Sekolah Menengah Atas) yang dikembangkan berdasarkan kurikulum
matematika yang telah disepakati bersama.
Selanjutnya, menurut Gagne (dalam Bell, 1978: 108-109), ada
dua objek dalam pembelajaran matematika yang dapat dipelajari oleh
siswa yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung
meliputi fakta (facts), keterampilan (skills), konsep (concepts), dan
prinsip (principles). Objek tak langsung meliputi kemampuan
penyelidikan (inquiry ability), kemampuan pemecahan masalah
(problem-solving ability), belajar mandiri (self-discipline), dan
pemahaman struktur matematika. Objek langsung dalam pembelajaran
matematika merupakan pemisahan isi dari matematika. Berikut ini
penjelasan singkat mengenai objek langsung dalam pembelajaran
13 a. Fakta
Fakta matematika merupakan konvensi-konvensi (penjanjian)
yang dituliskan dengan simbol matematika. Contoh fakta, yaitu
“2” untuk menyatakan simbol bilangan dua, “+” untuk
menyatakan simbol operasi penjumlahan, dan sebagainya. Fakta
dapat dipelajari melalui teknik menghafal, latihan soal, tes, dan
permainan. Siswa dianggap telah mempelajari fakta jika ia dapat
menggunakan simbol matematika dengan tepat pada masalah
yang berbeda-beda.
b. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan untuk memberikan jawaban
dengan tepat dan cepat. Keterampilan dapat ditentukan dengan
suatu prosedur atau instruksi yang disebut algoritma. Contoh
keterampilan. yaitu melakukan pembagian bilangan,
menjumlahkan pecahan, memfaktorkan suku banyak, dan
sebagainya. Keterampilan dapat dipelajari melalui demonstrasi,
latihan soal, kegiatan kelompok, dan permainan. Siswa dianggap
telah menguasai keterampilan jika dia dapat memecahkan suatu
masalah dengan algoritma yang tepat dan cepat.
c. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan siswa untuk
mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh.
14 Contoh konsep, yaitu konsep variabel. Variabel adalah nama dari
suatu konsep yang terdiri dari lambang yang digunakan untuk
mewakili suatu bilangan yang belum diketahui nilainya. Konsep
dapat dipelajari melalui teknik mendengar, melihat, berdiskusi,
serta membandingkan objek yang merupakan contoh dan bukan
contoh. Siswa dianggap telah mempelajari konsep jika dia dapat
mengelompokkan berbagai objek ke dalam contoh dan bukan
contoh.
d. Prinsip
Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks. Prinsip
merupakan gabungan dari beberapa fakta dan konsep yang
dihubungkan dengan suatu operasi atau relasi tertentu. Contoh
prinsip, yaitu prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Prinsip
pemfaktoran bentuk aljabar merupakan gabungan dari konsep
faktor persekutuan, operasi penjumlahan, dan perkalian. Prinsip
dapat dipelajari melalui proses penyelidikan ilmiah (scientific
inquiry), penemuan terbimbing (guided discovery), diskusi
kelompok, problem solving, dan demonstrasi. Siswa dianggap
telah mempelajari prinsip jika dia dapat menentukan
konsep-konsep yang ada dalam prinsip tertentu, mampu menelusuri
hubungan konsep yang satu dengan konsep lainnya, dan dapat
15 2. Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
Matematika terdiri dari objek-objek abstrak yang disusun
secara berjenjang mulai dari hal yang konkret ke hal yang abstrak atau
dari hal yang sederhana ke hal yang rumit dan kompleks. Objek
abstrak dalam matematika berupa fakta, keterampilan, konsep, dan
prinsip yang saling berkaitan satu sama lain dan dilengkapi dengan
simbol matematika. Objek abstrak ini ada yang mudah dipelajari siswa
dan ada juga yang sulit dipelajari oleh siswa. Cooney (1975: 203),
memberikan petunjuk bahwa mudah atau sulitnya siswa belajar
matematika dapat difokuskan pada dua jenis pengetahuan matematika
yang penting, yaitu konsep dan prinsip. Untuk mengetahui
pengetahuan siswa mengenai konsep dan prinsip, siswa perlu
diberikan masalah matematika yang harus diselesaikan. Jika siswa
telah menguasai konsep dan prinsip, maka siswa pasti dapat
menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan benar.
Menurut Piaget (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 36),
mudah atau sulitnya seseorang mempelajari sesuatu dipengaruhi oleh
perkembangan skemata yang sesuai dengan tahap perkembangan
kognitifnya. Skemata merupakan struktur kognitif yang tersusun dari
kumpulan skema-skema yang membentuk suatu pola penalaran
tertentu dalam pikiran seseorang. Selanjutnya, menurut Piaget (dalam
Erman Suherman dkk, 2003: 37-43), ada empat tahap perkembangan
16 a. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini, anak belajar dari pengalaman yang diperoleh
melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori
(koordinasi panca indera). Contohnya, anak yang mulai dapat
berbicara dan meniru suara kendaraan tertentu.
b. Tahap Pra Operasi (2-7 tahun)
Pada tahap ini, anak belajar dari pengalaman konkret dengan
mengklasifikasikan sekelompok objek sesuai kenampakannya.
Contohnya, anak yang diperlihatkan segumpal plastisin berbentuk
bola dengan ukuran yang sama. Lalu, salah satu plastisin
dipipihkan sehingga tampak lebih besar. Jika anak ditanyakan
plastisin mana yang lebih banyak, maka kemungkinan anak akan
menjawab plastisin yang bentuknya pipih. Hal ini menunjukkan
bahwa anak belum memahami konsep kekekalan.
c. Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun)
Pada tahap ini, umumnya anak berada di Sekolah Dasar sehingga
ia telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda
konkret. Selain itu, anak juga baru mampu memahami definisi
yang telah ada dan mengungkapkannya kembali, tetapi belum
mampu merumuskan sendiri definisi tersebut. Contohnya, anak
yang dapat menentukan harga buku dan pensil ketika bendanya
ada, tetapi belum mampu menentukan harga buku dan pensil
17 d. Tahap Operasi Formal (11-15 tahun)
Pada tahap ini, anak mampu menggunakan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak tanpa disertai benda-benda
konret. Contohnya, anak dapat menentukan tinggi seseorang pada
gambar dengan menggunakan konsep perbandingan.
Tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget ini
menunjukkan bahwa perkembangan selalu mendahului pembelajaran.
3. Materi Pemfaktoran Bentuk Aljabar
Pemfaktoran merupakan teknik untuk menyatakan bentuk
penjumlahan bilangan ke dalam bentuk perkalian dari faktor-faktor
bilangan tersebut (M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 2007: 16).
Dalam pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar, siswa harus
memahami konsep dan prinsip dasar aljabar terlebih dahulu. Konsep
dasar aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain mampu
membedakan variabel, koefisien, konstanta, faktor persekutuan, suku
sejenis, dan suku tak sejenis. Prinsip dasar aljabar yang harus dikuasai
siswa antara lain menyederhanakan bentuk aljabar, menggabungkan
bentuk aljabar dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan menggunakan faktor persekutuan untuk menyelesaikan
pembagian bentuk aljabar, serta pemangkatan bentuk aljabar.
Selanjutnya, siswa dapat memahami konsep dan prinsip
18 harus dikuasai siswa antara lain sebagai berikut (M. Cholik Adinawan
dan Sugijono, 2007: 16-24).
a. Pemfaktoran dengan hukum ditributif, yaitu
+ = ( + )
b. Pemfaktoran bentuk 2± 2 + 2, yaitu
2+ 2 + 2 = + ( + ) dan
2−2 + 2 = − ( − )
c. Pemfaktoran selisih dua kuadrat, yaitu
2− 2 = + ( − )
d. Pemfaktoran bentuk 2+ + dengan = 1, yaitu
2+ + = + + , b dan c adalah bilangan real
dengan syarat = × dan = +
e. Pemfaktoran bentuk 2+ + dengan ≠ 1, yaitu
2+ + = 2 + + +
a, b dan c adalah bilangan real
dengan syarat × = × dan = + .
Prinsip pemfaktoran bentuk aljabar yang harus dikuasai siswa antara
lain menggabungkan bentuk aljabar dengan operasi hitung
penjumlahan, pengurangan, dan perkalian secara benar dan tepat.
4. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Pengunaan Konsep dan Prinsip Cooney (1975: 202-203) memberikan petunjuk bahwa untuk
mengetahui kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, perlu
19 perbaikan yang tepat. Pada dasarnya, diagnosis kesulitan siswa ini
hampir sama dengan diagnosis penyakit yang dilakukan oleh seorang
dokter untuk menentukan resep pengobatan. Perbedaannya, dokter
hanya melakukan diagnosis bagi pasien yang berkonsultasi
dengannya, sedangkan guru melakukan diagnosis bagi siswa yang
berkonsultasi maupun tidak.
Menurut Sugihartono dkk (2012: 150), diagnosis kesulitan
dapat diartikan sebagai proses menentukan masalah atau
ketidakmampuan siswa dalam belajar dengan cara menelusuri latar
belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala
kesulitan dan hambatan belajar yang tampak dari diri siswa. Koestoer
Partowisastro dan Hadisuparto (1982: 95) juga menambahkan bahwa
diagnosis kesulitan belajar merupakan tindakan yang efisien untuk
menemukan sampai sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang
diharapkan oleh sekolah. Hal inilah yang menjadi dasar, peneliti
melakukan diagnosis kesulitan untuk mengetahui kesulitan siswa
dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
pemfaktoran.
Diagnosis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah
aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan konsep dan prinsip
pemfaktoran bentuk aljabar. Pedoman dalam mendiagnosis kesulitan
20 a. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Konsep
Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan siswa
dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh
(Erman Suherman, 2003: 33). Kesulitan siswa dalam memahami
konsep pemfaktoran bentuk aljabar dapat ditinjau dari
pengetahuan siswa mengenai konsep-konsep yang ada dalam
pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut
Cooney (1975: 216-221), pengetahuan tersebut dapat ditinjau dari
kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai berikut.
1) Menandai, menggungkapkan dengan kata-kata, dan
mendefinisikan konsep. Contohnya, siswa belum dapat
menentukan variabel dan konstanta dari suatu bentuk aljabar.
2) Mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh. Contohnya,
siswa tidak mampu membedakan suku sejenis dan
suku-suku tak sejenis dari suatu bentuk aljabar.
3) Menggunakan model, gambar, dan simbol untuk
merepresentasikan konsep. Contohnya, siswa tidak dapat
menyajikan himpunan dalam diagram Venn.
4) Menerjemahkan satu konsep ke konsep lain. Contohnya,
siswa belum dapat menyatakan masalah sehari-hari ke dalam
kalimat matematika yang tepat.
5) Mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep yang diberikan dan
21 Contohnya, siswa tidak mampu menyederhanakan bentuk
aljabar dengan cara mengelompokkan suku-suku sejenis.
6) Membandingkan dan menegaskan konsep-konsep.
Contohnya, siswa tidak mampu membandingkan pola dari
konsep pemfaktoran bentuk kuadrat sempurna dengan konsep
penguadratan suku dua.
b. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Prinsip
Prinsip merupakan objek yang paling abstrak dan berupa
sifat atau teorema (Erman Suherman, 2003: 33). Kesulitan siswa
dalam memahami prinsip pemfaktoran bentuk aljabar dapat
ditinjau dari pengetahuan siswa mengenai prinsip-prinsip yang
ada dalam pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar.
Menurut Cooney (1975: 221-225), pengetahuan tersebut dapat
ditinjau dari kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai
berikut.
1) Mengenali penggunaan prinsip. Contohnya, siswa tidak dapat
menggunakan sifat distributif perkalian untuk menyelesaikan
pemfaktoran bentuk + = ( + ).
2) Memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan
prinsip. Contohnya, siswa tidak memberikan dan menuliskan
alasan pada setiap langkah penyelesaian masalah yang
22 3) Menggunakan prinsip secara benar dan tepat. Contohnya,
siswa kurang telliti atau salah dalam menghitung hasil
penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar.
4) Mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Contohnya,
siswa tidak dapat membedakan langkah-langkah
memfaktorkan dengan menjabarkan.
5) Menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu
prinsip. Contohnya, siswa tidak mampu mengaitkan hasil
pemfaktoran dengan akar-akar dari persamaan kuadrat.
6) Mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika.
Contohnya, siswa belum dapat menentukan penyelesaian
pertidaksamaan linear satu variabel dengan cara mendata
anggotanya dengan tepat.
Berdasarkan uraian indikator diagnosis kesulitan
penggunaan konsep dan prinsip, dalam penelitian ini seharusnya
dirancang suatu tes diagnostik yang sesuai dengan indikator
diagnosis kesulitan tersebut. Tes diagnostik merupakan tes yang
dirancang untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa sehingga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi letak kesulitan siswa
secara tepat dan akurat (Ali Hamzah, 2014: 57). Akan tetapi,
dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan, yaitu tes yang
dirancang justru merupakan suatu tes formatif. Tes formatif
23 mana dari pokok bahasan dan subpokok bahasan yang belum
dikuasai siswa sehingga dapat diupayakan perbaikannya (Ali
Hamzah, 2014: 60). Meskipun demikian, kedudukan tes formatif
dapat dipandang sebagai tes diagnostik karena hasil tes formatif
dapat digunakan untuk mengetahui letak kesulitan siswa dalam
mempelajari materi tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 36-37).
5. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang tampak pada
siswa yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau
di bawah standar yang telah ditetapkan (Sugihartono dkk, 2012: 149).
Pada umumnya, prestasi belajar siswa yang mengalami kesulitan
belajar lebih rendah dibandingkan prestasi belajar siswa yang tidak
mengalami kesulitan belajar atau prestasi belajarnya sendiri sebelum
mengalami kesulitan belajar. Sugihartono dkk (2012, 154-155)
mengemukakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan
menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut.
a. Prestasi belajar yang rendah atau di bawah standar yang telah
ditetapkan;
b. Usaha yang dilakukan dalam pembelajaran tidak sebanding
dengan hasil yang dicapai;
c. Lamban dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas;
24 e. Menunjukkan perilaku menyimpang seperti suka membolos,
susah konsentrasi, tidak punya semangat belajar, dan sebagainya;
f. Emosional seperti mudah tersinggung, mudah marah, merasa
rendah diri, dan sebagainya.
Kesulitan belajar yang dialami setiap siswa tidak selalu sama
karena setiap siswa memiliki kemampuan dan keunikan
masing-masing. Latar belakang terjadinya kesulitan belajar siswa tersebut,
tentu dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis kesulitan. Selain
itu, Sugihartono dkk (2012: 150) menambahkan bahwa kesulitan
belajar yang dialami siswa tidak selalu disebabkan oleh inteligensi
atau kecerdasannya yang rendah. Kesulitan belajar yang dialami siswa
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar, sehingga guru harus menelusuri jenis, sifat, dan letak kesulitan
belajar siswa. Berikut ini uraian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar dari pandangan beberapa ahli.
Dimyati dan Mudjiono (1994: 228-235) mengemukakan
bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang
mempengaruhi proses belajar meliputi sikap terhadap belajar, motivasi
belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan ajar, menyimpan
perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan,
kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja, rasa percaya diri,
25 siswa. Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses
belajar meliputi guru, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan
penilaian, lingkungan sosial di sekolah, dan kurikulum sekolah.
Menurut Fontana (dalam Sugihartono dkk, 2012: 155),
faktor-faktor yang berperan dalam belajar dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu faktor internal (dari dalam diri siswa) dan
faktor eksternal (dari luar siswa). Faktor internal meliputi kemampuan
intelektual; afeksi seperti motivasi, perasaan, dan percaya diri;
kematangan belajar; usia; jenis kelamin; kebiasaan belajar;
kemampuan mengingat; dan kemampuan penginderaan seperti melihat
mendengar, dan merasakan. Faktor eksternal meliputi guru, kualitas
pembelajaran, instrumen atau fasilitas pembelajaran, dan lingkungan
belajar.
Menurut Dalyono (1997: 233-245), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor intern (faktor dari dalam
diri individu itu sendiri) dan faktor ekstern (faktor dari luar individu).
Faktor intern yang mempengaruhi proses belajar meliputi minat,
bakat, motivasi, dan inteligensi. Faktor ekstern yang mempengaruhi
proses belajar meliputi faktor keluarga (sarana dan prasarana) dan
faktor sekolah (guru, faktor alat, dan kondisi gedung).
Menurut Muhibbin Syah (2005: 173), faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
26 ekstern (keadaan yang datang dari luar diri siswa). Faktor intern yang
menyebabkan kesulitan belajar siswa meliputi aspek kognitif (ranah
cipta) seperti rendahnya kapasitas inteligensi siswa, aspek afektif
(ranah rasa) seperti labilnya emosi siswa, dan aspek psikomotor
(ranah karsa) seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan
pendengaran (mata dan telinga). Faktor ekstern menyebabkan
kesulitan belajar siswa meliputi lingkungan keluarga seperti
ketidakharmonisan hubungan antara kedua orang tua (ayah dan ibu),
lingkungan masyarakat seperti teman sepermainan (peer group) yang
nakal, dan lingkungan sekolah seperti kondisi gedung sekolah, guru,
dan alat-alat belajar yang kurang berkualitas.
Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar tersebut, faktor penyebab kesulitan
belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada
pengelompokkan sebagai berikut.
a. Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa) yang meliputi:
1) Minat
Minat dapat menyebabkan siswa menyukai atau tidak
menyukai mata pelajaran tertentu. Minat dapat ditelusuri dari
perilaku siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa
yang cenderung pasif, jika ditanya diam saja, bersikap acuh tak
acuh, dan suka membolos menunjukkan adanya kesulitan
27 2) Motivasi
Motivasi menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan giat
berusaha, pantang menyerah, dan rajin membaca buku-buku
untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
3) Bakat
Bakat dapat mempengaruhi mudah sulitnya seseorang dalam
mempelajari mata pelajaran tertentu. Siswa yang mempelajari
mata pelajaran sesuai bakatnya akan cenderung aktif
mengikuti pembelajaran, sering bertanya, rajin mengerjakan
tugas, dan rajin mencatat.
b. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) yang meliputi:
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan
utama. Keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian anak. Keluarga yang memiliki perhatian besar
terhadap pendidikan anak seperti menyediakan fasilitas belajar
yang lengkap, mendampingi anak belajar saat di rumah, dan
menyediakan ruang belajar khusus akan mendukung kemajuan
28 2) Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang
mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak agar dapat
menjadi insan yang cerdas, terampil, dan memiliki kepribadian
yang baik (Dwi Siswoyo dkk, 2011: 149). Sekolah yang
memiliki guru yang berkualitas, sarana dan prasarana
pembelajaran yang lengkap, dan ruang belajar yang nyaman
dapat mendukung kegiatan pembelajaran.
6. Strategi Penelitian Studi Kasus
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif karena peneliti bermaksud menelusuri jenis dan penyebab
kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan
dengan pemfaktoran secara mendalam dan menyeluruh. Menurut Lexy
J. Moleong (2007, 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk memahami peristiwa yang dialami subjek penelitian
(perilaku, motivasi, tindakan, dll) secara mendalam dengan cara
dideskripsikan dengan kata-kata. Nana Sudjana (2001, 200), juga
menambahkan bahwa penelitian kualitatif dimulai berdasarkan
lingkungan alami bukan pada teori yang disiapkan sebelumnya
sehingga peneliti harus mengamati keseluruhan peristiwa yang diteliti
secara utuh untuk memperoleh fokus penelitian.
Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian dalam
29 and experiences of teachers and students” (Watson, 2016: 115).
Menurut Yin (2012, 13-15), studi kasus merupakan strategi penelitian
untuk memahami suatu kasus secara mendalam dengan pemberian
pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” melalui wawancara sehingga
peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol subjek
penelitian. “Case studies are widely used for examine new or complex
situation in an integrated way, revealing the existing problems
systematically, and developing services for situation of those
problems” (Ozguc, 2015: 806). Berdasarkan uraian tersebut, studi
kasus yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan mendalam dari kasus
yang dipelajari dan tidak bertujuan untuk mendapatkan generalisasi.
Noeng Muhadjir (2000, 55) juga menambahkan bahwa studi kasus
bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah sehingga pertimbangan
penarikan kesimpulan didasarkan pada ketajaman peneliti dalam
melihat kecenderungan pola-pola yang sejenis.
Strategi penelitian studi kasus memiliki empat tipe desain,
yaitu desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin,
desain multikasus holistik, dan desain multikasus terjalin (Yin, 2012:
46). Studi kasus holistik mengkaji peristiwa sebagai satu kesatuan
unit, sedangkan studi kasus terjalin mengkaji peristiwa sebagai
unit-unit yang terpisah. Dalam penelitian ini, digunakan desain kasus
30 secara menyeluruh sebagai satu kesatuan unit. Menurut Sri Yona
(2006: 77), terdapat beberapa langkah dalam mendesain studi kasus,
yaitu menentukan masalah/kasus yang akan dikaji, menentukan
instumen penelitian, menentukan teknik pengumpulan data, dan
menentukan teknik analisis data, serta terakhir menyusun laporan.
Dalam penelitian ini, kasus yang dikaji, yaitu siswa yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang
berkaitan dengan pemfaktoran. Selanjutnya, instrumen penelitian yang
digunakan mengacu pada instumen penelitian kualitatif. Instrumen
yang digunakan lebih ditekankan pada aspek validitas (Sugiyono,
2011: 268). Menurut Lexy J. Moleong (2007, 9), pada penelitian
kualitatif peneliti merupakan instrumen pengumpul data utama.
Peneliti bertindak sebagai human instrument yang terjun ke lapangan
untuk menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data,
menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2012: 306).
Hal ini disebabkan jika memanfaatkan instumen yang bukan manusia,
maka sangat sulit bahkan tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan
keadaan atau kenyataan yang ada di lapangan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel bertujuan
(purposive sample). Sampel bertujuan (purposive sample) adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 126). Sampel ini
31 Selanjutnya, peneliti merancang tes formatif untuk menentukan subjek
penelitian. Tes formatif yang dirancang terdiri dari soal isian singkat
dan soal uraian. Menurut Ali Hamzah (2014: 40-41), soal isian
merupakan soal dengan kalimat yang belum selesai atau tidak
lengkap. Soal ini sesuai untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal
pengetahuan, pemahaman, dan penerapan konsep sederhana.
Selanjutnya, menurut Ali Hamzah (2014: 42), soal uraian merupakan
soal yang menuntut siswa untuk menguraikan langkah-langkah
penyelesaian soal. Soal ini memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengemukakan ide atau gagasan dengan kata-katanya sendiri. Soal ini
sesuai untuk mengukur penguasaan konsep dan prinsip dari suatu
materi.
Menurut Sugiyono (2011: 268), dalam penelitian kualitatif,
untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel yang dicek adalah
datanya. Untuk mengecek kevalidan data, peneliti menggunakan
teknik pemeriksaan keabsahan data dengan langkah-langkah sebagai
berikut (Sugiyono, 2011: 270).
a. Uji kredibilitas (validitas internal)
Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan cara memperpanjang
pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam penelitian,
triangulasi data, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan
32 b. Uji transferabilitas (validitas eksternal)
Uji transferabilitas dapat dilakukan dengan cara menjamin hasil
penelitian dapat digeneralisasikan terhadap masalah yang lain.
c. Uji dependabilitas (reliabilitas)
Uji dependabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau
mengecek kembali pelaksanaan penelitian yang dilakukan melalui
kontrol dari dosen pembimbing.
d. Uji konfirmabilitas (objektivitas)
Uji konfirmabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau
mengecek kembali data hasil penelitian dengan proses penelitian
yang dilakukan melalui kontrol dari dosen pembimbing.
Selanjutnya, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman
(Sugiyono, 2012: 334-343) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.
a. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak
sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi. Pada tahap
ini, peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan menentukan pola
dari data yang diperoleh. Data yang telah direduksi ini dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang
menarik. Data ini dapat digunakan untuk menentukan fokus
33 b. Penyajian data
Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian
(narasi) dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang telah disajikan
ini dapat memudahkan untuk memahami peristiwa yang terjadi.
Data ini dapat digunakan untuk menelusuri letak kesulitan siswa
dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
pemfaktoran dan penyebab kesulitan ditunjau dari diri siswa.
c. Penarikan kesimpulan
Pada tahap ini, peneliti membuat kesimpulan dari data yang
diperoleh. Kesimpulan yang didukung dengan data yang valid
merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Kesimpulan ini merupakan temuan baru
yang sebelumnya belum pernah ada atau belum tuntas dibahas.
Temuan ini dapat berupa deskripsi/gambaran objek yang
sebelumnya masih belum jelas, dapat berupa hubungan
kausal/interaktif, dan dapat berupa hipotesis/teori.
B. Penelitian yang Relevan
Hasil-hasil penelitian yang relevan terhadap penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Murdanu (2004) dalam tesisnya yang
berjudul “Analisis Kesulitan Siswa-Siswa SLTP dalam Menyelesaikan
34 kesulitan siswa-siswa SLTP dalam menyelesaikan persoalan geometri
dan untuk mengetahui penyebab serta menunjukkan tindakan alternatif
untuk mengatasi kesulitan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kesulitan yang dialami siswa meliputi: kesulitan
menginterpretaskan informasi dalam soal, kesulitan berbahasa,
kesulitan pemahaman konsep dan prinsip dalam geometri, dan
kesulitan teknis. Faktor penyebab kesulitan yang menonjol dari diri
siswa, yaitu siswa tidak mengingat dan tidak memahami konsep dan
prinsip geometri yang telah dipelajari. Tindakan alternatif yang
dianjurkan untuk mengatasi kesulitan tersebut, yaitu pembenahan
pembelajaran teknik penyelesaian soal geometri, pembenahan materi
ajar, dan pemberian variasi persoalan geometri.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hidayati (2010) dalam skripsinya
yang berjudul “Kajian Kesulitan Siswa Kelas VII SMP Negeri 16
Yogyakarta dalam Mempelajari Aljabar”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kelas VII
SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam menyelesaikan persoalan aljabar
yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, serta untuk mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas VIII
SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam mempelajari aljabar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami
siswa kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam menyelesaikan
35 siswa masih mengalami kesulitan dalam menggunakan gambar dan
simbol untuk mempresentasikan konsep dan mengapreasiasikan peran
prinsip–prinsip dalam matematika. Faktor–faktor yang menyebabkan
kesulitan belajar siswa SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam mempelajari
aljabar berasal dari faktor ekstern siswa, yaitu penggunaan alat peraga
oleh guru.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kukuh Susilonuringsih (2006) dalam
skripsinya yang berjudul “Pengaruh Faktor Intern dan Faktor Ekstern
terhadap Minat Belajar Siswa Kelas I di SMK Yayasan Pendidikan
Ekonomi (Yapek) Gombong Tahun Diklat 2005/2006”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh faktor intern dan faktor
ekstern terhadap minat belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa faktor intern memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
minat belajar siswa dibandingkan dengan faktor ekstern. Faktor intern
termasuk kategori baik (69,6%) dengan besar pengaruh 32,6%,
sedangkan faktor ekstern termasuk kategori cukup baik (62,2%)
dengan besar pengaruh 23,42%.
Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa
kesulitan siswa dalam mempelajari matematika berkaitan erat dengan
pemahaman konsep dan prinsip serta dipengaruhi oleh beberapa faktor
penyebab kesulitan, baik faktor intern maupun ekstern. Oleh karena itu,
36 masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran
bentuk aljabar serta penyebab kesulitan dari diri siswa.
C. Kerangka Pikir
Aljabar merupakan salah satu materi yang harus dipelajari siswa
dalam pembelajaran matematika. Mempelajari aljabar berarti mempelajari
objek matematika yang berupa fakta, konsep, keterampilan, dan prinsip.
Konsep dan prinsip matematika disusun secara berjenjang dari yang
sederhana ke yang rumit dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang
ditempuh. Apabila siswa tidak mampu memahami konsep dan prinsip dari
suatu materi maka dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi matematika berikutnya. Materi aljabar di kelas VIII
SMP mencakup memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan
garis; serta memahami sistem persamaan linear dua variabel dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Pada materi memahami bentuk aljabar terdapat pokok bahasan
pemfaktoran bentuk aljabar. Pemfaktoran bentuk aljabar termasuk materi
dasar karena dipelajari setelah materi operasi hitung bentuk aljabar.
Seharusnya, siswa dapat mempelajari materi pemfaktoran bentuk aljabar
dengan baik karena ada kesamaan dengan materi operasi hitung bentuk
aljabar. Akan tetapi, ditemukan beberapa siswa kelas VIII A di SMP
Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 yang mengalami kesulitan dalam
37 ulangan harian siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran
2015/2016 pada materi pemfaktoran bentuk aljabar, terdapat 15 siswa
yang belum mencapai KKM. Selain itu, dari hasil wawancara dengan guru
matematika kelas VIII di SMP Negeri 2 Kalasan, guru menyatakan bahwa
selalu ditemui siswa yang belum tuntas dalam menyelesaikan masalah
aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dari tahun ke tahun. Meskipun
demikian, selama ini belum ada upaya dari guru untuk menelusuri letak
kesulitan dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah
aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Hal ini menunjukkan terjadi
suatu kasus, yaitu terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran tetapi
belum ditelusuri letak kesulitan dan penyebabnya.
Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis kesulitan siswa dan penyebab kesulitan
dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran.
Studi kasus menekankan pada penyelidikan suatu kasus secara memdalam
dengan pemberian pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” sehingga
memungkinkan peneliti untuk menelusuri letak kesulitan siswa dan
penyebab kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan
dengan pemfaktoran dari jawaban yang diberikan siswa. Studi kasus juga
memberikan sedikit peluang bagi peneliti untuk mengontrol peristiwa yang
diteliti sehingga penelitian yang dilakukan valid dan dapat
38 Berdasarkan diagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip
yang dikemukakan Cooney, peneliti hanya menggunakan beberapa
indikator diagnosis dalam penelitian ini. Diagnosis kesulitan penggunaan
konsep yang digunakan, yaitu (1) menandai, mengungkapkan dengan
kata-kata, dan mendefinisikan konsep; (5) mengidentifikasikan sifat-sifat dari
konsep yang diberikan dan mengenali kondisi (syarat) yang ditentukan
suatu konsep. Diagnosis kesulitan penggunaan prinsip yang digunakan,
yaitu (1) mengenali penggunaan prinsip; (3) menggunakan prinsip secara
benar dan tepat; (4) mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Hal ini
disebabkan peneliti harus menyesuaikan dengan pembelajaran matematika
yang dilakukan guru dan soal rutin yang ada di sekolah.
Diagnosis kesulitan penggunaan konsep yang tidak digunakan,
yaitu (2) mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh, karena guru
memulai pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar dari bentuk umum
tanpa dikenalkan contoh dan bukan contoh terlebih dahulu; (3)
menggunakan model, gambar, dan simbol untuk merepresentasikan
konsep, karena guru mengajarkan materi pemfaktoran bentuk aljabar
hanya dengan lambang/simbol tanpa menggunakan model atau gambar;
(4) menerjemahkan satu konsep ke konsep lain, karena guru belum
mengaitkan materi pemfaktoran bentuk aljabar dengan masalah
sehari-hari; (6) membandingkan dan menegaskan konsep-konsep, karena guru
belum mengarahkan siswa untuk membandingkan operasi hitung bentuk
39 penggunaan prinsip yang tidak digunakan, yaitu (2) memberikan alasan
pada langkah-langkah penggunaan prinsip, karena hal tersebut masih asing
dan jarang dilakukan siswa saat menyelesaikan suatu masalah; (5)
menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip, karena
hal tersebut kurang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa
SMP; (6) mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika,
karena guru belum mengaitkan peran pemfaktoran bentuk aljabar dengan
kehidupan sehari-hari selama pembelajaran.
Berdasarkan alasan inilah, peneliti memandang perlu melakukan
penelitian studi kasus untuk mengetahui kesulitan siswa dan penyebab
kesulitan dari diri siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang
berkaitan dengan pemfaktoran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
data kualitatif yang digunakan untuk menelusuri jenis dan penyebab
kesulitan dari diri siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran
2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
pemfaktoran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru
untuk mengetahui letak kesulitan siswa dan penyebabnya sehingga dapat
40 BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
strategi penelitian studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan jenis-jenis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah
aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dan penyebab kesulitan dari
diri siswa. Jenis-jenis kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan dalam
penggunaan konsep dan prinsip, sedangkan penyebab kesulitan yang
dimaksud adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa (intern) dan
faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern).
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 2
Kalasan tahun ajaran 2015/2016 yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Siswa
dipilih berdasarkan analisis dari hasil ulangan harian pada materi aljabar
dan hasil tes yang dibuat peneliti. Siswa yang belum memenuhi Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) ditetapkan sebagai subjek penelitian. KKM
yang digunakan sesuai dengan KKM untuk mata pelajaran matematika di
SMP Negeri 2 Kalasan, yaitu 75. Dari hasil analisis ulangan harian dan tes
41 C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan
tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dimulai dari observasi pada bulan
Agustus 2015 sampai dengan pengambilan data yang berakhir pada bulan
Januari 2016.
D. Setting Penelitian
Dalam penelitian ini, setting penelitian yang digunakan adalah
setting kelas dan setting non kelas. Setting kelas dilakukan dengan
mengamati kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru
matematika dan mengamati pelaksanaan tes pemfaktoran bentuk aljabar.
Selanjutnya, setting non kelas dilakukan dengan melakukan kegiatan
wawancara terhadap subjek penelitian yang telah ditetapkan dan
mengumpulkan dokumen yang diperoleh selama penelitian.
E. Data Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa data kualitatif yang
diperoleh, yaitu:
1. Data hasil observasi
Data hasil observasi yang diharapkan berupa narasi kegiatan
pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka, inti, dan penutup. Data ini
digunakan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dan perilaku
42 2. Data hasil tes
Data hasil tes yang diharapkan berupa hasil pekerjaan siswa yang
dilengkapi langkah-langkah penyelesaian soal tes. Data ini digunakan
untuk menentukan subjek penelitian dan mendiagnosis letak kesulitan
siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar.
3. Data hasil wawancara
Data hasil wawancara yang diharapkan berupa jawaban siswa secara
lisan. Data ini digunakan untuk menelusuri jenis dan penyebab
kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar secara langsung.
4. Data dokumentasi
Data dokumentasi yang diharapkan berupa dokumen penelitian, yaitu
arsip nilai ulangan harian siswa, hasil pekerjaan siswa, hasil analisis
jawaban siswa, dan catatan hasil wawancara. Data ini digunakan untuk
keperluan triangulasi sehingga diperoleh data yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Peneliti sebagai instrumen
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi,
43 diperoleh. Selanjutnya, peneliti berkonsultasi dengan guru-guru
matematika di SMP Negeri 2 Kalasan dan dosen pembimbing untuk
menguji validitas instrumen yang dikembangkan.
Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi
terhadap metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap
bidang yang diteliti, dan kesiapan peneliti memasuki tempat penelitian.
Sugiyono (2011: 222) menyatakan bahwa yang melakukan validasi
terhadap peneliti adalah peneliti sendiri dengan mengevaluasi diri
terkait seberapa jauh pemahaman peneliti terhadap penelitian yang
dilakukan.
2. Tes formatif
Tes pemfaktoran bentuk aljabar ini merupakan jenis tes formatif.
Tes ini terdiri dari dua bagian, yaitu tes I dan tes II. Tes I terdiri dari 10
soal isian singkat dan 10 soal uraian, sedangkan Tes II terdiri dari 10
soal uraian yang merupakan pengulangan dari soal tantangan yang
telah diberikan sebelumnya. Validasi tes yang digunakan adalah
validitas isi oleh guru-guru matematika di SMP Negeri 2 Kalasan. Tes
ini dirancang dan dikembangkan oleh peneliti (disajikan pada
Lampiran 7 bagian A). Kemudian, rancangan soal tes tersebut
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru pembimbing di
SMP Negeri 2 Kalasan. Berdasarkan saran dari dosen pembimbing dan
guru pembimbing, peneliti merancang dan mengembangkan tes baru
44 Kemudian, soal tes tersebut divalidasi oleh guru matematika
yang ada di SMP Negeri 2 Kalasan untuk menentukan kelayakan soal
tes yang akan diberikan kepada siswa. Dari tiga guru matematika yang
ada di SMP Negeri 2 Kalasan termasuk guru pembimbing, dua guru
menyatakan bahwa semua soal tes yang dirancang valid dan dapat
digunakan dalam penelitian, sedangkan satu guru menyatakan 10 dari
20 soal yang dirancang tidak valid untuk digunakan dalam penelitian
karena hanya berisi hafalan rumus. Berdasarkan hasil validasi tersebut,
peneliti menggunakan semua soal tes yang telah dikembangkan dengan
beberapa revisi sesuai saran dari dosen pembimbing dan guru
matematika (disajikan pada Lampiran 7 bagian B). Kisi-kisi tes yang
[image:44.595.162.514.444.697.2]telah dirancang disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 1. Kisi-Kisi Tes Formatif
Standar Kompetensi
Kompetensi
Dasar Indikator
Nomor Butir Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi dan persamaan garis lurus. Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya. Memfaktorkan bentuk + = ( + ) 1a, 1b, 1c,1d, 1e, 2a, 2b, 2c,
2d, 2e Memfaktorkan bentuk
2± 2 + 2= ± 2
1f, 1g 2f, 2g
Memfaktorkan bentuk
2− 2= + ( − )
1h, 2h
Memfaktorkan bentuk �2+ �+ dengan
= 1
1i, 2i
Memfaktorkan bentuk �2+ �+ dengan
≠1
45 3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini dirancang untuk memudahkan peneliti
dalam menggali informasi dari siswa secara langsung. Ada dua bagian
pedoman wawancara yang dikembangkan. Bagian pertama untuk
mendiagnosis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar
yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran, sedangkan
bagian kedua untuk mengidentifikasi penyebab kesulitan dari diri
siswa. Validasi pedoman wawancara yang digunakan adalah validitas
isi oleh dosen pembimbing dan guru pembimbing. Pedoman
wawancara ini dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru
pembimbing di SMP Negeri 2 Kalasan, Pokok-pokok pertanyaan pada
pedoman wawancara disajikan pada Lampiran 13.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Observasi
Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah observasi
partisipasi pasif. Observasi ini digunakan untuk mengamati proses
pembelajaran matematika dan perilaku siswa selama pembelajaran
46 2. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes formatif
yang dapat berfungsi untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Tes
ini digunakan untuk menentukan letak kesulitan siswa dalam
menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan
prinsip pemfaktoran sehingga dapat ditelusuri jenis kesulitan siswa.
3. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah indepth
interview (wawancara mendalam). Wawancara ini digunakan untuk
menelusuri kesulitan siswa secara mendalam dalam menyelesaikan
masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip
pemfaktoran, serta untuk menelusuri penyebab kesulitan dari diri
siswa secara langsung.
4. Dokumentasi
Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
arsip-arsip nilai ulangan harian siswa, hasil pekerjaan siswa, hasil analisis
jawaban siswa, dan catatan hasil wawancara baik tertulis maupun
rekaman suara secara digital. Dokumen ini digunakan untuk menjamin
keakuratan data hasil penelitian yang telah dilakukan.
H. Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data (validasi) yang
47 II. Langkah-langkah pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan sebagai
berikut.
1. Uji kredibilitas, yang meliputi:
a. Melakukan pengamatan dan pencatatan data-data penelitian secara
cermat. Dalam penelitian ini, data-data penelitian didukung
dengan adanya dokumen otentik dan rekaman suara. Data-data
penelitian disajikan pada Lampiran.
b. Membandingkan data hasil penelitian yang diperoleh dari
observasi, tes, wawancara, dan dokumentasi dengan triangulasi.
Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan lebih
menekankan pada triangulasi teknik sehingga dari data-data yang
berbeda-beda dapat ditemukan data-data yang sejenis. Hasil
triangulasi dijelaskan pada Bab IV.
2. Uji transferabilitas
Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji transferabilitas karena hasil
penelitian belum dapat digeneralisasikan. Peneliti hanya membuat
laporan penelitian yang mendeskripsikan hasil penelitian secara rinci
dan sistematis agar dapat digunakan sebagai referensi.
3. Uji dependabilitas dan konfirmabilitas, yang meliputi:
Melakukan konsultasi secara kontinu dengan dosen pembimbing dan
guru pembimbing untuk menyusun hasil penelitian. Dalam penelitian
ini, konsultasi dilakukan sebelum penelitian, saat pelaksanaan
48 I. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan menggunakan
teknik analisis data deskriptif kualitatif yang telah dijelaskan di Bab II.
Tahapan-tahapan teknik analisis data yang dilakukan sebagai berikut.
1. Reduksi data, yang meliputi:
a. Mengoreksi hasil pekerjaan siswa dengan pedoman penskoran.
Hasil ini digunakan untuk menentukan subjek penelitian.
b. Merangkum hasil kesalahan siswa dalam menyelesaikan kedua tes
yang diberikan.
2. Penyajian data, yang meliputi:
a. Menyajikan hasil pekerjaan siswa yang telah dipilih sebagai
subjek penelitian.
b. Menyajikan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap siswa
yang telah dipilih sebagai subjek penelitian.
c. Membandingkan data-data yang diperoleh (triangulasi data).
3. Penarikan kesimpulan, yang meliputi:
a. Mengelompokkan data-data yang sejenis.
b. Menarik kesimpulan dari data yang diperoleh mengenai jenis dan
103
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hamzah. (2014). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali Pers.
Bell, Frederick H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher.
Cooney, T.J., Davis, E.V. & Henderson, K.B. (1975). Dinamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Mifflin Company.
Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud, Dirjen PT.
Dwi Siswoyo, dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Fajar Hidayati. (2010). Kajian Kesulitan Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam Mempelajari Aljabar. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Koestoer Partowisastro dan Hadisuparto. (1982). Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar. Jakarta: Erlangga.
Kukuh Susilonuringsih. (2006). Pengaruh Faktor Intern dan Faktor Ekstern terhadap Minat Belajar Siswa Kelas I di SMK Yayasan Pendidikan Ekonomi (Yapek) Gombong Tahun Diklat 2005/2006. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Lexy J. Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
M. Cholik Adinawan dan Sugijono. (2007). Matematika SMP Jilid 2A Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
M. Dalyono. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Muhibbin Syah. (2005). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
104 Nana Sudjana. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Noeng Muhadjir. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Ozguc, Canan Sola & Cavkaytar, Atilla. (2015). Science Education for Student with Intellectual Disability: A Case Study. Jurnal Internasional, Volume 14, Nomor 6. Hlm. 804-820.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendi