• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS KESULITAN SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 KALASAN TAHUN AJARAN 2015/2016 DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR YANG BERKAITAN DENGAN PEMFAKTORAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KASUS KESULITAN SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 KALASAN TAHUN AJARAN 2015/2016 DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR YANG BERKAITAN DENGAN PEMFAKTORAN."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selanjutnya, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi

siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

demokratis, dan bertanggungjawab.

Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran

yang dipelajari siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Menurut James dan James (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 16),

matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,

besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain yang terbagi

menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Matematika

merupakan mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan.

(2)

2 proses pembelajaran dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah

Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk itulah, materi

pelajaran matematika disusun secara sistematis sesuai jenjang pendidikan.

Di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), materi matematika

yang dipelajari meliputi bilangan, aljabar, pengukuran dan geometri, serta

peluang dan statistika. Materi aljabar merupakan materi yang dipelajari

dalam pembelajaran matematika baik di kelas VII, VIII, maupun IX.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun

2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada

materi aljabar di kelas VIII semester 1 disajikan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Materi Aljabar SMP Kelas VIII Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami bentuk

aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus

1.1Melakukan operasi aljabar

1.2Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya

1.3Memahami relasi dan fungsi 1.4Menentukan nilai fungsi

1.5Membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius

1.6Menentukan gradien, persamaan, dan grafik garis lurus

2. Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan

menggunakannya dalam pemecahan masalah

2.1Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel

2.2Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel

(3)

3 Berdasarkan pengalaman praktik mengajar lapangan (PPL)

sekaligus observasi pembelajaran matematika yang dilakukan peneliti

selama kurang lebih 5 minggu di kelas VIII A dan VIII B SMP Negeri 2

Kalasan menunjukkan bahwa beberapa siswa kelas VIII A dan VIII B

mengalami kesulitan dalam pembelajaran aljabar terutama yang berkaitan

dengan pemfaktoran. Ketika siswa diberikan soal, siswa kurang

memperhatikan perintah soal yang diberikan sehingga siswa cenderung

langsung mengerjakan sesuai contoh yang diberikan. Selain itu, jika siswa

menemui soal yang berbeda dari contoh soal yang diberikan, siswa

cenderung tidak mengerjakan soal tersebut atau siswa mengerjakan soal

tersebut dan melakukan kesalahan.

Penemuan tersebut ditunjukkan dari hasil ulangan harian siswa

kelas VIII tahun 2015/2016 pada materi bentuk aljabar. Peneliti hanya

memperoleh data hasil ulangan harian siswa kelas VIII A dan VIII B

karena kedua kelas tersebut yang boleh digunakan untuk penelitian.

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk mata pelajaran matematika di

SMP Negeri 2 Kalasan adalah 75. Dari 32 siswa kelas VIII A, 17 siswa

dapat mencapai KKM dan 15 siswa belum dapat mencapai KKM,

sedangkan dari 32 siswa kelas VIII B, 21 siswa dapat mencapai KKM dan

11 siswa belum dapat mencapai KKM (disajikan pada Lampiran 5). Hal

inilah yang menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian di

(4)

4 Ulangan harian tersebut terdiri dari 6 butir soal. Kisi-kisi soal

ulangan harian pada materi bentuk aljabar yang telah dirancang oleh guru

disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kisi-Kisi Ulangan Harian Bentuk Aljabar

Standar Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator

Nomor Butir Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi dan persamaan garis lurus. Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya.

Memfaktorkan bentuk + = ( + )

1

Memfaktorkan bentuk 2 2 = + ( )

2

Memfaktorkan bentuk 2 ± 2 + 2 = ± 2

3

Memfaktorkan bentuk �2+ + dengan = 1

4

Memfaktorkan bentuk �2+ + dengan 1

5

Menggunakan pemfaktoran untuk menyederhanakan pecahan dalam bentuk aljabar

6

Dari hasil analisis butir soal ulangan harian kelas VIII A yang diberikan

oleh guru (disajikan pada Lampiran 6), banyak siswa melakukan kesalahan

pada soal nomor 1d, yaitu “Faktorkanlah bentuk aljabar berikut ini:

2� �+ 3 −5(�+ 3)”. Dari 32 siswa, hanya 3 siswa yang dapat

menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Hal ini menunjukkan

bahwa beberapa siswa kelas VIII A kesulitan dalam menyelesaikan

masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran terutama dalam

menyelesaikan pemfaktoran bentuk aljabar yang menggunakan hukum

(5)

5 Dari pengalaman PPL tersebut, peneliti menduga siswa mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang menggunakan hukum

distributif karena siswa belum memahami langkah-langkah pemfaktoran.

Beberapa siswa justru berhenti pada langkah menjabarkan bentuk aljabar

yang diberikan dan belum melakukan pemfaktoran. Hal ini juga

menunjukkan kemungkinan siswa belum memahami konsep dan prinsip

pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut Cooney (1975: 203-204), konsep

dan prinsip merupakan pengetahuan dasar yang paling penting dalam

mempelajari matematika. Apabila siswa dapat menguasai konsep dan

prinsip pemfaktoran bentuk aljabar dengan baik, siswa pasti dapat

menyelesaikan masalah pemfaktoran bentuk aljabar dengan benar.

Untuk menguatkan dugaan peneliti, peneliti melakukan wawancara

dengan guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 2 Kalasan.

Berdasarkan hasil wawancara, guru menyatakan bahwa aljabar termasuk

materi yang sulit dipelajari siswa. Hal ini didukung dengan pengalaman

mengajar yang dialami guru dari tahun ke tahun. Guru menyatakan bahwa

selalu ditemui siswa yang melakukan kesalahan ketika menyelesaikan

masalah aljabar terutama yang berkaitan dengan pemfaktoran sehingga

selalu ada siswa yang belum mencapai KKM pada materi pemfaktoran

bentuk aljabar. Padahal materi pemfaktoran bentuk aljabar termasuk

materi dasar dari materi aljabar secara keseluruhan karena

penyampaiannya tepat setelah siswa dikenalkan dengan operasi hitung

(6)

6 dasar, maka dikhawatirkan kesulitan ini akan dibawa ke tingkat

selanjutnya dan menjadi penyebab kesulitan pada materi berikutnya.

Meskipun guru selalu menemui hal tersebut dari tahun ke tahun, sampai

saat ini guru belum melakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Hal ini disebabkan guru harus memperhatikan pengalokasian jam belajar

efektif yang ditetapkan sekolah dan menyesuaikan kegiatan

ekstrakurikuler yang diikuti siswa. Oleh karena itulah, guru belum dapat

mengkaji masalah tersebut sehingga guru belum mengetahui jenis dan

penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang

berkaitan dengan pemfaktoran.

Berdasarkan pemaparan tentang siswa-siswa kelas VIII di SMP

Negeri 2 Kalasan tersebut, perlu adanya studi lebih lanjut untuk

mengetahui jenis dan penyebab kesulitan siswa kelas VIII A dalam

menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai studi

kasus kesulitan siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran

2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan

pemfaktoran. Dalam penelitian ini, peneliti memilih studi kasus sebagai

strategi penelitian karena peneliti diharapkan tidak banyak mengubah

lingkungan/kondisi alamiah dari peristiwa yang akan diteliti. Menurut Yin

(2012, 1), studi kasus merupakan strategi penelitian yang cocok jika

(7)

7 akan diteliti sehingga peneliti dapat menelusuri suatu kasus secara

mendalam.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan

beberapa masalah sebagai berikut.

1. Dari hasil ulangan harian siswa pada materi aljabar, 15 siswa kelas

VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 belum

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

2. Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah

aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran sehingga siswa melakukan

kesalahan ketika menjawab soal ulangan harian materi aljabar.

3. Guru matematika di SMP Negeri 2 Kalasan belum mengetahui jenis

dan penyebab kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan

masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, penelitian ini dibatasi pada

kajian mengenai jenis-jenis kesulitan siswa kelas VIII A di SMP Negeri 2

Kalasan tahun ajaran 2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar

yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar

serta kajian mengenai penyebab kesulitan dari diri siswa dalam

(8)

8 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan, dapat

dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.

1. Apa sajakah kesulitan yang dialami siswa kelas VIII A SMP Negeri 2

Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan

konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar?

2. Apa sajakah penyebab kesulitan dari diri siswa kelas VIII A SMP

Negeri 2 Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang

berkaitan dengan pemfaktoran?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kesulitan yang dialami siswa kelas VIII A SMP

Negeri 2 Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang

berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar.

2. Mendeskripsikan penyebab kesulitan dari diri siswa kelas VIII A

SMP Negeri 2 Kalasan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang

(9)

9 F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi peneliti, melatih kemampuan mendiagnosis dan menganalisis

kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan

dengan pemfaktoran. Dengan mengetahui jenis-jenis kesulitan

tersebut, peneliti berharap pada masa mendatang dapat mengkaji

kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika.

2. Bagi guru mata pelajaran matematika, memberikan informasi

mengenai jenis dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan

(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Belajar Matematika

Belajar sering diidentikkan dengan serangkaian kegiatan

seperti membaca, mengamati, mendengarkan, dan menirukan sesuatu.

Slameto (2003, 5) menyatakan bahwa belajar merupakan proses

perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman

individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Fontana

(dalam Erman Suherman dkk, 2003, 7), belajar merupakan proses

perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari

pengalaman setiap individu sehingga proses belajar bersifat unik

dalam diri individu. Sugihartono dkk (2012, 74-76) menyatakan

bahwa belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan

pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku karena adanya

interaksi antara individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku

yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang terjadi secara

sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif,

bersifat permanen, memiliki tujuan dan terarah, serta mencakup

seluruh aspek tingkah laku seperti sikap, keterampilan, dan

pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut, pengertian belajar yang

(11)

11 adanya usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan

tingkah laku, baik berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang

diperoleh dari hasil pengalaman.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang

dipelajari siswa di sekolah. Russeffendi (dalam Erman Suherman dkk,

2003: 16) menyatakan bahwa matematika terbentuk dari hasil

pemikiran yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran untuk

memecahkan suatu masalah. Beth dan Piaget (dalam Tombokan

Runtukahu dan Selpius Kandou, 2014: 28) menambahkan bahwa

matematika berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan

struktur-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Menurut

Sujono (1988: 4), matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan

tentang penalaran yang logis dan masalah-masalah yang berhubungan

dengan bilangan. Menurut James dan James (dalam Erman Suherman

dkk, 2003: 16), matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai

bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu

sama lain yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis,

dan geometri. Berdasarkan uraian tersebut, pengertian matematika

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cabang ilmu eksak

mengenai bilangan, penalaran yang logis, serta masalah tentang

bentuk atau struktur, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang

(12)

12 Berdasarkan uraian mengenai belajar dan matematika,

pengertian belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan

perubahan yang berupa pengetahuan mengenai bilangan, penalaran

yang logis, serta pemecahan masalah tentang bentuk atau struktur,

susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama

lain. Dalam penelitian ini, pembahasan matematika yang digunakan

dibatasi pada matematika sekolah. Matematika sekolah adalah

matematika yang dipelajari di tingkat Pendidikan Dasar (Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) dan Pendidikan Menengah

(Sekolah Menengah Atas) yang dikembangkan berdasarkan kurikulum

matematika yang telah disepakati bersama.

Selanjutnya, menurut Gagne (dalam Bell, 1978: 108-109), ada

dua objek dalam pembelajaran matematika yang dapat dipelajari oleh

siswa yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung

meliputi fakta (facts), keterampilan (skills), konsep (concepts), dan

prinsip (principles). Objek tak langsung meliputi kemampuan

penyelidikan (inquiry ability), kemampuan pemecahan masalah

(problem-solving ability), belajar mandiri (self-discipline), dan

pemahaman struktur matematika. Objek langsung dalam pembelajaran

matematika merupakan pemisahan isi dari matematika. Berikut ini

penjelasan singkat mengenai objek langsung dalam pembelajaran

(13)

13 a. Fakta

Fakta matematika merupakan konvensi-konvensi (penjanjian)

yang dituliskan dengan simbol matematika. Contoh fakta, yaitu

“2” untuk menyatakan simbol bilangan dua, “+” untuk

menyatakan simbol operasi penjumlahan, dan sebagainya. Fakta

dapat dipelajari melalui teknik menghafal, latihan soal, tes, dan

permainan. Siswa dianggap telah mempelajari fakta jika ia dapat

menggunakan simbol matematika dengan tepat pada masalah

yang berbeda-beda.

b. Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan untuk memberikan jawaban

dengan tepat dan cepat. Keterampilan dapat ditentukan dengan

suatu prosedur atau instruksi yang disebut algoritma. Contoh

keterampilan. yaitu melakukan pembagian bilangan,

menjumlahkan pecahan, memfaktorkan suku banyak, dan

sebagainya. Keterampilan dapat dipelajari melalui demonstrasi,

latihan soal, kegiatan kelompok, dan permainan. Siswa dianggap

telah menguasai keterampilan jika dia dapat memecahkan suatu

masalah dengan algoritma yang tepat dan cepat.

c. Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan siswa untuk

mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh.

(14)

14 Contoh konsep, yaitu konsep variabel. Variabel adalah nama dari

suatu konsep yang terdiri dari lambang yang digunakan untuk

mewakili suatu bilangan yang belum diketahui nilainya. Konsep

dapat dipelajari melalui teknik mendengar, melihat, berdiskusi,

serta membandingkan objek yang merupakan contoh dan bukan

contoh. Siswa dianggap telah mempelajari konsep jika dia dapat

mengelompokkan berbagai objek ke dalam contoh dan bukan

contoh.

d. Prinsip

Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks. Prinsip

merupakan gabungan dari beberapa fakta dan konsep yang

dihubungkan dengan suatu operasi atau relasi tertentu. Contoh

prinsip, yaitu prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Prinsip

pemfaktoran bentuk aljabar merupakan gabungan dari konsep

faktor persekutuan, operasi penjumlahan, dan perkalian. Prinsip

dapat dipelajari melalui proses penyelidikan ilmiah (scientific

inquiry), penemuan terbimbing (guided discovery), diskusi

kelompok, problem solving, dan demonstrasi. Siswa dianggap

telah mempelajari prinsip jika dia dapat menentukan

konsep-konsep yang ada dalam prinsip tertentu, mampu menelusuri

hubungan konsep yang satu dengan konsep lainnya, dan dapat

(15)

15 2. Tahap Perkembangan Kognitif Siswa

Matematika terdiri dari objek-objek abstrak yang disusun

secara berjenjang mulai dari hal yang konkret ke hal yang abstrak atau

dari hal yang sederhana ke hal yang rumit dan kompleks. Objek

abstrak dalam matematika berupa fakta, keterampilan, konsep, dan

prinsip yang saling berkaitan satu sama lain dan dilengkapi dengan

simbol matematika. Objek abstrak ini ada yang mudah dipelajari siswa

dan ada juga yang sulit dipelajari oleh siswa. Cooney (1975: 203),

memberikan petunjuk bahwa mudah atau sulitnya siswa belajar

matematika dapat difokuskan pada dua jenis pengetahuan matematika

yang penting, yaitu konsep dan prinsip. Untuk mengetahui

pengetahuan siswa mengenai konsep dan prinsip, siswa perlu

diberikan masalah matematika yang harus diselesaikan. Jika siswa

telah menguasai konsep dan prinsip, maka siswa pasti dapat

menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan benar.

Menurut Piaget (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 36),

mudah atau sulitnya seseorang mempelajari sesuatu dipengaruhi oleh

perkembangan skemata yang sesuai dengan tahap perkembangan

kognitifnya. Skemata merupakan struktur kognitif yang tersusun dari

kumpulan skema-skema yang membentuk suatu pola penalaran

tertentu dalam pikiran seseorang. Selanjutnya, menurut Piaget (dalam

Erman Suherman dkk, 2003: 37-43), ada empat tahap perkembangan

(16)

16 a. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun)

Pada tahap ini, anak belajar dari pengalaman yang diperoleh

melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori

(koordinasi panca indera). Contohnya, anak yang mulai dapat

berbicara dan meniru suara kendaraan tertentu.

b. Tahap Pra Operasi (2-7 tahun)

Pada tahap ini, anak belajar dari pengalaman konkret dengan

mengklasifikasikan sekelompok objek sesuai kenampakannya.

Contohnya, anak yang diperlihatkan segumpal plastisin berbentuk

bola dengan ukuran yang sama. Lalu, salah satu plastisin

dipipihkan sehingga tampak lebih besar. Jika anak ditanyakan

plastisin mana yang lebih banyak, maka kemungkinan anak akan

menjawab plastisin yang bentuknya pipih. Hal ini menunjukkan

bahwa anak belum memahami konsep kekekalan.

c. Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini, umumnya anak berada di Sekolah Dasar sehingga

ia telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda

konkret. Selain itu, anak juga baru mampu memahami definisi

yang telah ada dan mengungkapkannya kembali, tetapi belum

mampu merumuskan sendiri definisi tersebut. Contohnya, anak

yang dapat menentukan harga buku dan pensil ketika bendanya

ada, tetapi belum mampu menentukan harga buku dan pensil

(17)

17 d. Tahap Operasi Formal (11-15 tahun)

Pada tahap ini, anak mampu menggunakan penalaran dengan

menggunakan hal-hal yang abstrak tanpa disertai benda-benda

konret. Contohnya, anak dapat menentukan tinggi seseorang pada

gambar dengan menggunakan konsep perbandingan.

Tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget ini

menunjukkan bahwa perkembangan selalu mendahului pembelajaran.

3. Materi Pemfaktoran Bentuk Aljabar

Pemfaktoran merupakan teknik untuk menyatakan bentuk

penjumlahan bilangan ke dalam bentuk perkalian dari faktor-faktor

bilangan tersebut (M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 2007: 16).

Dalam pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar, siswa harus

memahami konsep dan prinsip dasar aljabar terlebih dahulu. Konsep

dasar aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain mampu

membedakan variabel, koefisien, konstanta, faktor persekutuan, suku

sejenis, dan suku tak sejenis. Prinsip dasar aljabar yang harus dikuasai

siswa antara lain menyederhanakan bentuk aljabar, menggabungkan

bentuk aljabar dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan,

perkalian, dan menggunakan faktor persekutuan untuk menyelesaikan

pembagian bentuk aljabar, serta pemangkatan bentuk aljabar.

Selanjutnya, siswa dapat memahami konsep dan prinsip

(18)

18 harus dikuasai siswa antara lain sebagai berikut (M. Cholik Adinawan

dan Sugijono, 2007: 16-24).

a. Pemfaktoran dengan hukum ditributif, yaitu

+ = ( + )

b. Pemfaktoran bentuk 2± 2 + 2, yaitu

2+ 2 + 2 = + ( + ) dan

22 + 2 =( )

c. Pemfaktoran selisih dua kuadrat, yaitu

2 2 = + ( )

d. Pemfaktoran bentuk 2+ + dengan = 1, yaitu

2+ + = + + , b dan c adalah bilangan real

dengan syarat = × dan = +

e. Pemfaktoran bentuk 2+ + dengan ≠ 1, yaitu

2+ + = 2 + + +

a, b dan c adalah bilangan real

dengan syarat × = × dan = + .

Prinsip pemfaktoran bentuk aljabar yang harus dikuasai siswa antara

lain menggabungkan bentuk aljabar dengan operasi hitung

penjumlahan, pengurangan, dan perkalian secara benar dan tepat.

4. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Pengunaan Konsep dan Prinsip Cooney (1975: 202-203) memberikan petunjuk bahwa untuk

mengetahui kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, perlu

(19)

19 perbaikan yang tepat. Pada dasarnya, diagnosis kesulitan siswa ini

hampir sama dengan diagnosis penyakit yang dilakukan oleh seorang

dokter untuk menentukan resep pengobatan. Perbedaannya, dokter

hanya melakukan diagnosis bagi pasien yang berkonsultasi

dengannya, sedangkan guru melakukan diagnosis bagi siswa yang

berkonsultasi maupun tidak.

Menurut Sugihartono dkk (2012: 150), diagnosis kesulitan

dapat diartikan sebagai proses menentukan masalah atau

ketidakmampuan siswa dalam belajar dengan cara menelusuri latar

belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala

kesulitan dan hambatan belajar yang tampak dari diri siswa. Koestoer

Partowisastro dan Hadisuparto (1982: 95) juga menambahkan bahwa

diagnosis kesulitan belajar merupakan tindakan yang efisien untuk

menemukan sampai sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang

diharapkan oleh sekolah. Hal inilah yang menjadi dasar, peneliti

melakukan diagnosis kesulitan untuk mengetahui kesulitan siswa

dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan

pemfaktoran.

Diagnosis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah

aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan konsep dan prinsip

pemfaktoran bentuk aljabar. Pedoman dalam mendiagnosis kesulitan

(20)

20 a. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Konsep

Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan siswa

dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh

(Erman Suherman, 2003: 33). Kesulitan siswa dalam memahami

konsep pemfaktoran bentuk aljabar dapat ditinjau dari

pengetahuan siswa mengenai konsep-konsep yang ada dalam

pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut

Cooney (1975: 216-221), pengetahuan tersebut dapat ditinjau dari

kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai berikut.

1) Menandai, menggungkapkan dengan kata-kata, dan

mendefinisikan konsep. Contohnya, siswa belum dapat

menentukan variabel dan konstanta dari suatu bentuk aljabar.

2) Mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh. Contohnya,

siswa tidak mampu membedakan suku sejenis dan

suku-suku tak sejenis dari suatu bentuk aljabar.

3) Menggunakan model, gambar, dan simbol untuk

merepresentasikan konsep. Contohnya, siswa tidak dapat

menyajikan himpunan dalam diagram Venn.

4) Menerjemahkan satu konsep ke konsep lain. Contohnya,

siswa belum dapat menyatakan masalah sehari-hari ke dalam

kalimat matematika yang tepat.

5) Mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep yang diberikan dan

(21)

21 Contohnya, siswa tidak mampu menyederhanakan bentuk

aljabar dengan cara mengelompokkan suku-suku sejenis.

6) Membandingkan dan menegaskan konsep-konsep.

Contohnya, siswa tidak mampu membandingkan pola dari

konsep pemfaktoran bentuk kuadrat sempurna dengan konsep

penguadratan suku dua.

b. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Prinsip

Prinsip merupakan objek yang paling abstrak dan berupa

sifat atau teorema (Erman Suherman, 2003: 33). Kesulitan siswa

dalam memahami prinsip pemfaktoran bentuk aljabar dapat

ditinjau dari pengetahuan siswa mengenai prinsip-prinsip yang

ada dalam pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar.

Menurut Cooney (1975: 221-225), pengetahuan tersebut dapat

ditinjau dari kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai

berikut.

1) Mengenali penggunaan prinsip. Contohnya, siswa tidak dapat

menggunakan sifat distributif perkalian untuk menyelesaikan

pemfaktoran bentuk + = ( + ).

2) Memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan

prinsip. Contohnya, siswa tidak memberikan dan menuliskan

alasan pada setiap langkah penyelesaian masalah yang

(22)

22 3) Menggunakan prinsip secara benar dan tepat. Contohnya,

siswa kurang telliti atau salah dalam menghitung hasil

penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar.

4) Mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Contohnya,

siswa tidak dapat membedakan langkah-langkah

memfaktorkan dengan menjabarkan.

5) Menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu

prinsip. Contohnya, siswa tidak mampu mengaitkan hasil

pemfaktoran dengan akar-akar dari persamaan kuadrat.

6) Mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika.

Contohnya, siswa belum dapat menentukan penyelesaian

pertidaksamaan linear satu variabel dengan cara mendata

anggotanya dengan tepat.

Berdasarkan uraian indikator diagnosis kesulitan

penggunaan konsep dan prinsip, dalam penelitian ini seharusnya

dirancang suatu tes diagnostik yang sesuai dengan indikator

diagnosis kesulitan tersebut. Tes diagnostik merupakan tes yang

dirancang untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa sehingga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi letak kesulitan siswa

secara tepat dan akurat (Ali Hamzah, 2014: 57). Akan tetapi,

dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan, yaitu tes yang

dirancang justru merupakan suatu tes formatif. Tes formatif

(23)

23 mana dari pokok bahasan dan subpokok bahasan yang belum

dikuasai siswa sehingga dapat diupayakan perbaikannya (Ali

Hamzah, 2014: 60). Meskipun demikian, kedudukan tes formatif

dapat dipandang sebagai tes diagnostik karena hasil tes formatif

dapat digunakan untuk mengetahui letak kesulitan siswa dalam

mempelajari materi tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 36-37).

5. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang tampak pada

siswa yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau

di bawah standar yang telah ditetapkan (Sugihartono dkk, 2012: 149).

Pada umumnya, prestasi belajar siswa yang mengalami kesulitan

belajar lebih rendah dibandingkan prestasi belajar siswa yang tidak

mengalami kesulitan belajar atau prestasi belajarnya sendiri sebelum

mengalami kesulitan belajar. Sugihartono dkk (2012, 154-155)

mengemukakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan

menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut.

a. Prestasi belajar yang rendah atau di bawah standar yang telah

ditetapkan;

b. Usaha yang dilakukan dalam pembelajaran tidak sebanding

dengan hasil yang dicapai;

c. Lamban dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas;

(24)

24 e. Menunjukkan perilaku menyimpang seperti suka membolos,

susah konsentrasi, tidak punya semangat belajar, dan sebagainya;

f. Emosional seperti mudah tersinggung, mudah marah, merasa

rendah diri, dan sebagainya.

Kesulitan belajar yang dialami setiap siswa tidak selalu sama

karena setiap siswa memiliki kemampuan dan keunikan

masing-masing. Latar belakang terjadinya kesulitan belajar siswa tersebut,

tentu dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis kesulitan. Selain

itu, Sugihartono dkk (2012: 150) menambahkan bahwa kesulitan

belajar yang dialami siswa tidak selalu disebabkan oleh inteligensi

atau kecerdasannya yang rendah. Kesulitan belajar yang dialami siswa

dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses

belajar, sehingga guru harus menelusuri jenis, sifat, dan letak kesulitan

belajar siswa. Berikut ini uraian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi proses belajar dari pandangan beberapa ahli.

Dimyati dan Mudjiono (1994: 228-235) mengemukakan

bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang

mempengaruhi proses belajar meliputi sikap terhadap belajar, motivasi

belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan ajar, menyimpan

perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan,

kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja, rasa percaya diri,

(25)

25 siswa. Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses

belajar meliputi guru, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan

penilaian, lingkungan sosial di sekolah, dan kurikulum sekolah.

Menurut Fontana (dalam Sugihartono dkk, 2012: 155),

faktor-faktor yang berperan dalam belajar dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok besar, yaitu faktor internal (dari dalam diri siswa) dan

faktor eksternal (dari luar siswa). Faktor internal meliputi kemampuan

intelektual; afeksi seperti motivasi, perasaan, dan percaya diri;

kematangan belajar; usia; jenis kelamin; kebiasaan belajar;

kemampuan mengingat; dan kemampuan penginderaan seperti melihat

mendengar, dan merasakan. Faktor eksternal meliputi guru, kualitas

pembelajaran, instrumen atau fasilitas pembelajaran, dan lingkungan

belajar.

Menurut Dalyono (1997: 233-245), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor intern (faktor dari dalam

diri individu itu sendiri) dan faktor ekstern (faktor dari luar individu).

Faktor intern yang mempengaruhi proses belajar meliputi minat,

bakat, motivasi, dan inteligensi. Faktor ekstern yang mempengaruhi

proses belajar meliputi faktor keluarga (sarana dan prasarana) dan

faktor sekolah (guru, faktor alat, dan kondisi gedung).

Menurut Muhibbin Syah (2005: 173), faktor-faktor penyebab

kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu

(26)

26 ekstern (keadaan yang datang dari luar diri siswa). Faktor intern yang

menyebabkan kesulitan belajar siswa meliputi aspek kognitif (ranah

cipta) seperti rendahnya kapasitas inteligensi siswa, aspek afektif

(ranah rasa) seperti labilnya emosi siswa, dan aspek psikomotor

(ranah karsa) seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan

pendengaran (mata dan telinga). Faktor ekstern menyebabkan

kesulitan belajar siswa meliputi lingkungan keluarga seperti

ketidakharmonisan hubungan antara kedua orang tua (ayah dan ibu),

lingkungan masyarakat seperti teman sepermainan (peer group) yang

nakal, dan lingkungan sekolah seperti kondisi gedung sekolah, guru,

dan alat-alat belajar yang kurang berkualitas.

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi proses belajar tersebut, faktor penyebab kesulitan

belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada

pengelompokkan sebagai berikut.

a. Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa) yang meliputi:

1) Minat

Minat dapat menyebabkan siswa menyukai atau tidak

menyukai mata pelajaran tertentu. Minat dapat ditelusuri dari

perilaku siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa

yang cenderung pasif, jika ditanya diam saja, bersikap acuh tak

acuh, dan suka membolos menunjukkan adanya kesulitan

(27)

27 2) Motivasi

Motivasi menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan giat

berusaha, pantang menyerah, dan rajin membaca buku-buku

untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

3) Bakat

Bakat dapat mempengaruhi mudah sulitnya seseorang dalam

mempelajari mata pelajaran tertentu. Siswa yang mempelajari

mata pelajaran sesuai bakatnya akan cenderung aktif

mengikuti pembelajaran, sering bertanya, rajin mengerjakan

tugas, dan rajin mencatat.

b. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) yang meliputi:

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan

utama. Keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan

kepribadian anak. Keluarga yang memiliki perhatian besar

terhadap pendidikan anak seperti menyediakan fasilitas belajar

yang lengkap, mendampingi anak belajar saat di rumah, dan

menyediakan ruang belajar khusus akan mendukung kemajuan

(28)

28 2) Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang

mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak agar dapat

menjadi insan yang cerdas, terampil, dan memiliki kepribadian

yang baik (Dwi Siswoyo dkk, 2011: 149). Sekolah yang

memiliki guru yang berkualitas, sarana dan prasarana

pembelajaran yang lengkap, dan ruang belajar yang nyaman

dapat mendukung kegiatan pembelajaran.

6. Strategi Penelitian Studi Kasus

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian

kualitatif karena peneliti bermaksud menelusuri jenis dan penyebab

kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan

dengan pemfaktoran secara mendalam dan menyeluruh. Menurut Lexy

J. Moleong (2007, 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bertujuan untuk memahami peristiwa yang dialami subjek penelitian

(perilaku, motivasi, tindakan, dll) secara mendalam dengan cara

dideskripsikan dengan kata-kata. Nana Sudjana (2001, 200), juga

menambahkan bahwa penelitian kualitatif dimulai berdasarkan

lingkungan alami bukan pada teori yang disiapkan sebelumnya

sehingga peneliti harus mengamati keseluruhan peristiwa yang diteliti

secara utuh untuk memperoleh fokus penelitian.

Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian dalam

(29)

29 and experiences of teachers and students” (Watson, 2016: 115).

Menurut Yin (2012, 13-15), studi kasus merupakan strategi penelitian

untuk memahami suatu kasus secara mendalam dengan pemberian

pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” melalui wawancara sehingga

peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol subjek

penelitian. “Case studies are widely used for examine new or complex

situation in an integrated way, revealing the existing problems

systematically, and developing services for situation of those

problems” (Ozguc, 2015: 806). Berdasarkan uraian tersebut, studi

kasus yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan mendalam dari kasus

yang dipelajari dan tidak bertujuan untuk mendapatkan generalisasi.

Noeng Muhadjir (2000, 55) juga menambahkan bahwa studi kasus

bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah sehingga pertimbangan

penarikan kesimpulan didasarkan pada ketajaman peneliti dalam

melihat kecenderungan pola-pola yang sejenis.

Strategi penelitian studi kasus memiliki empat tipe desain,

yaitu desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin,

desain multikasus holistik, dan desain multikasus terjalin (Yin, 2012:

46). Studi kasus holistik mengkaji peristiwa sebagai satu kesatuan

unit, sedangkan studi kasus terjalin mengkaji peristiwa sebagai

unit-unit yang terpisah. Dalam penelitian ini, digunakan desain kasus

(30)

30 secara menyeluruh sebagai satu kesatuan unit. Menurut Sri Yona

(2006: 77), terdapat beberapa langkah dalam mendesain studi kasus,

yaitu menentukan masalah/kasus yang akan dikaji, menentukan

instumen penelitian, menentukan teknik pengumpulan data, dan

menentukan teknik analisis data, serta terakhir menyusun laporan.

Dalam penelitian ini, kasus yang dikaji, yaitu siswa yang

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang

berkaitan dengan pemfaktoran. Selanjutnya, instrumen penelitian yang

digunakan mengacu pada instumen penelitian kualitatif. Instrumen

yang digunakan lebih ditekankan pada aspek validitas (Sugiyono,

2011: 268). Menurut Lexy J. Moleong (2007, 9), pada penelitian

kualitatif peneliti merupakan instrumen pengumpul data utama.

Peneliti bertindak sebagai human instrument yang terjun ke lapangan

untuk menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data,

menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2012: 306).

Hal ini disebabkan jika memanfaatkan instumen yang bukan manusia,

maka sangat sulit bahkan tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan

keadaan atau kenyataan yang ada di lapangan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel bertujuan

(purposive sample). Sampel bertujuan (purposive sample) adalah

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 126). Sampel ini

(31)

31 Selanjutnya, peneliti merancang tes formatif untuk menentukan subjek

penelitian. Tes formatif yang dirancang terdiri dari soal isian singkat

dan soal uraian. Menurut Ali Hamzah (2014: 40-41), soal isian

merupakan soal dengan kalimat yang belum selesai atau tidak

lengkap. Soal ini sesuai untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal

pengetahuan, pemahaman, dan penerapan konsep sederhana.

Selanjutnya, menurut Ali Hamzah (2014: 42), soal uraian merupakan

soal yang menuntut siswa untuk menguraikan langkah-langkah

penyelesaian soal. Soal ini memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengemukakan ide atau gagasan dengan kata-katanya sendiri. Soal ini

sesuai untuk mengukur penguasaan konsep dan prinsip dari suatu

materi.

Menurut Sugiyono (2011: 268), dalam penelitian kualitatif,

untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel yang dicek adalah

datanya. Untuk mengecek kevalidan data, peneliti menggunakan

teknik pemeriksaan keabsahan data dengan langkah-langkah sebagai

berikut (Sugiyono, 2011: 270).

a. Uji kredibilitas (validitas internal)

Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan cara memperpanjang

pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam penelitian,

triangulasi data, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan

(32)

32 b. Uji transferabilitas (validitas eksternal)

Uji transferabilitas dapat dilakukan dengan cara menjamin hasil

penelitian dapat digeneralisasikan terhadap masalah yang lain.

c. Uji dependabilitas (reliabilitas)

Uji dependabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau

mengecek kembali pelaksanaan penelitian yang dilakukan melalui

kontrol dari dosen pembimbing.

d. Uji konfirmabilitas (objektivitas)

Uji konfirmabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau

mengecek kembali data hasil penelitian dengan proses penelitian

yang dilakukan melalui kontrol dari dosen pembimbing.

Selanjutnya, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman

(Sugiyono, 2012: 334-343) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.

a. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak

sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi. Pada tahap

ini, peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan menentukan pola

dari data yang diperoleh. Data yang telah direduksi ini dapat

memberikan gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang

menarik. Data ini dapat digunakan untuk menentukan fokus

(33)

33 b. Penyajian data

Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian

(narasi) dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang telah disajikan

ini dapat memudahkan untuk memahami peristiwa yang terjadi.

Data ini dapat digunakan untuk menelusuri letak kesulitan siswa

dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan

pemfaktoran dan penyebab kesulitan ditunjau dari diri siswa.

c. Penarikan kesimpulan

Pada tahap ini, peneliti membuat kesimpulan dari data yang

diperoleh. Kesimpulan yang didukung dengan data yang valid

merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya dan dapat

dipertanggungjawabkan. Kesimpulan ini merupakan temuan baru

yang sebelumnya belum pernah ada atau belum tuntas dibahas.

Temuan ini dapat berupa deskripsi/gambaran objek yang

sebelumnya masih belum jelas, dapat berupa hubungan

kausal/interaktif, dan dapat berupa hipotesis/teori.

B. Penelitian yang Relevan

Hasil-hasil penelitian yang relevan terhadap penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Murdanu (2004) dalam tesisnya yang

berjudul “Analisis Kesulitan Siswa-Siswa SLTP dalam Menyelesaikan

(34)

34 kesulitan siswa-siswa SLTP dalam menyelesaikan persoalan geometri

dan untuk mengetahui penyebab serta menunjukkan tindakan alternatif

untuk mengatasi kesulitan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa kesulitan yang dialami siswa meliputi: kesulitan

menginterpretaskan informasi dalam soal, kesulitan berbahasa,

kesulitan pemahaman konsep dan prinsip dalam geometri, dan

kesulitan teknis. Faktor penyebab kesulitan yang menonjol dari diri

siswa, yaitu siswa tidak mengingat dan tidak memahami konsep dan

prinsip geometri yang telah dipelajari. Tindakan alternatif yang

dianjurkan untuk mengatasi kesulitan tersebut, yaitu pembenahan

pembelajaran teknik penyelesaian soal geometri, pembenahan materi

ajar, dan pemberian variasi persoalan geometri.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hidayati (2010) dalam skripsinya

yang berjudul “Kajian Kesulitan Siswa Kelas VII SMP Negeri 16

Yogyakarta dalam Mempelajari Aljabar”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kelas VII

SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam menyelesaikan persoalan aljabar

yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, serta untuk mengetahui

faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas VIII

SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam mempelajari aljabar. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami

siswa kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam menyelesaikan

(35)

35 siswa masih mengalami kesulitan dalam menggunakan gambar dan

simbol untuk mempresentasikan konsep dan mengapreasiasikan peran

prinsip–prinsip dalam matematika. Faktor–faktor yang menyebabkan

kesulitan belajar siswa SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam mempelajari

aljabar berasal dari faktor ekstern siswa, yaitu penggunaan alat peraga

oleh guru.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kukuh Susilonuringsih (2006) dalam

skripsinya yang berjudul “Pengaruh Faktor Intern dan Faktor Ekstern

terhadap Minat Belajar Siswa Kelas I di SMK Yayasan Pendidikan

Ekonomi (Yapek) Gombong Tahun Diklat 2005/2006”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh faktor intern dan faktor

ekstern terhadap minat belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa faktor intern memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap

minat belajar siswa dibandingkan dengan faktor ekstern. Faktor intern

termasuk kategori baik (69,6%) dengan besar pengaruh 32,6%,

sedangkan faktor ekstern termasuk kategori cukup baik (62,2%)

dengan besar pengaruh 23,42%.

Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa

kesulitan siswa dalam mempelajari matematika berkaitan erat dengan

pemahaman konsep dan prinsip serta dipengaruhi oleh beberapa faktor

penyebab kesulitan, baik faktor intern maupun ekstern. Oleh karena itu,

(36)

36 masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran

bentuk aljabar serta penyebab kesulitan dari diri siswa.

C. Kerangka Pikir

Aljabar merupakan salah satu materi yang harus dipelajari siswa

dalam pembelajaran matematika. Mempelajari aljabar berarti mempelajari

objek matematika yang berupa fakta, konsep, keterampilan, dan prinsip.

Konsep dan prinsip matematika disusun secara berjenjang dari yang

sederhana ke yang rumit dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang

ditempuh. Apabila siswa tidak mampu memahami konsep dan prinsip dari

suatu materi maka dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan dalam

mempelajari materi matematika berikutnya. Materi aljabar di kelas VIII

SMP mencakup memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan

garis; serta memahami sistem persamaan linear dua variabel dan

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Pada materi memahami bentuk aljabar terdapat pokok bahasan

pemfaktoran bentuk aljabar. Pemfaktoran bentuk aljabar termasuk materi

dasar karena dipelajari setelah materi operasi hitung bentuk aljabar.

Seharusnya, siswa dapat mempelajari materi pemfaktoran bentuk aljabar

dengan baik karena ada kesamaan dengan materi operasi hitung bentuk

aljabar. Akan tetapi, ditemukan beberapa siswa kelas VIII A di SMP

Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 yang mengalami kesulitan dalam

(37)

37 ulangan harian siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran

2015/2016 pada materi pemfaktoran bentuk aljabar, terdapat 15 siswa

yang belum mencapai KKM. Selain itu, dari hasil wawancara dengan guru

matematika kelas VIII di SMP Negeri 2 Kalasan, guru menyatakan bahwa

selalu ditemui siswa yang belum tuntas dalam menyelesaikan masalah

aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dari tahun ke tahun. Meskipun

demikian, selama ini belum ada upaya dari guru untuk menelusuri letak

kesulitan dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah

aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Hal ini menunjukkan terjadi

suatu kasus, yaitu terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran tetapi

belum ditelusuri letak kesulitan dan penyebabnya.

Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis kesulitan siswa dan penyebab kesulitan

dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran.

Studi kasus menekankan pada penyelidikan suatu kasus secara memdalam

dengan pemberian pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” sehingga

memungkinkan peneliti untuk menelusuri letak kesulitan siswa dan

penyebab kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan

dengan pemfaktoran dari jawaban yang diberikan siswa. Studi kasus juga

memberikan sedikit peluang bagi peneliti untuk mengontrol peristiwa yang

diteliti sehingga penelitian yang dilakukan valid dan dapat

(38)

38 Berdasarkan diagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip

yang dikemukakan Cooney, peneliti hanya menggunakan beberapa

indikator diagnosis dalam penelitian ini. Diagnosis kesulitan penggunaan

konsep yang digunakan, yaitu (1) menandai, mengungkapkan dengan

kata-kata, dan mendefinisikan konsep; (5) mengidentifikasikan sifat-sifat dari

konsep yang diberikan dan mengenali kondisi (syarat) yang ditentukan

suatu konsep. Diagnosis kesulitan penggunaan prinsip yang digunakan,

yaitu (1) mengenali penggunaan prinsip; (3) menggunakan prinsip secara

benar dan tepat; (4) mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Hal ini

disebabkan peneliti harus menyesuaikan dengan pembelajaran matematika

yang dilakukan guru dan soal rutin yang ada di sekolah.

Diagnosis kesulitan penggunaan konsep yang tidak digunakan,

yaitu (2) mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh, karena guru

memulai pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar dari bentuk umum

tanpa dikenalkan contoh dan bukan contoh terlebih dahulu; (3)

menggunakan model, gambar, dan simbol untuk merepresentasikan

konsep, karena guru mengajarkan materi pemfaktoran bentuk aljabar

hanya dengan lambang/simbol tanpa menggunakan model atau gambar;

(4) menerjemahkan satu konsep ke konsep lain, karena guru belum

mengaitkan materi pemfaktoran bentuk aljabar dengan masalah

sehari-hari; (6) membandingkan dan menegaskan konsep-konsep, karena guru

belum mengarahkan siswa untuk membandingkan operasi hitung bentuk

(39)

39 penggunaan prinsip yang tidak digunakan, yaitu (2) memberikan alasan

pada langkah-langkah penggunaan prinsip, karena hal tersebut masih asing

dan jarang dilakukan siswa saat menyelesaikan suatu masalah; (5)

menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip, karena

hal tersebut kurang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa

SMP; (6) mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika,

karena guru belum mengaitkan peran pemfaktoran bentuk aljabar dengan

kehidupan sehari-hari selama pembelajaran.

Berdasarkan alasan inilah, peneliti memandang perlu melakukan

penelitian studi kasus untuk mengetahui kesulitan siswa dan penyebab

kesulitan dari diri siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang

berkaitan dengan pemfaktoran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

data kualitatif yang digunakan untuk menelusuri jenis dan penyebab

kesulitan dari diri siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran

2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan

pemfaktoran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru

untuk mengetahui letak kesulitan siswa dan penyebabnya sehingga dapat

(40)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan

strategi penelitian studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan jenis-jenis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah

aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dan penyebab kesulitan dari

diri siswa. Jenis-jenis kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan dalam

penggunaan konsep dan prinsip, sedangkan penyebab kesulitan yang

dimaksud adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa (intern) dan

faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern).

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 2

Kalasan tahun ajaran 2015/2016 yang mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Siswa

dipilih berdasarkan analisis dari hasil ulangan harian pada materi aljabar

dan hasil tes yang dibuat peneliti. Siswa yang belum memenuhi Kriteria

Ketuntasan Minimum (KKM) ditetapkan sebagai subjek penelitian. KKM

yang digunakan sesuai dengan KKM untuk mata pelajaran matematika di

SMP Negeri 2 Kalasan, yaitu 75. Dari hasil analisis ulangan harian dan tes

(41)

41 C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan

tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dimulai dari observasi pada bulan

Agustus 2015 sampai dengan pengambilan data yang berakhir pada bulan

Januari 2016.

D. Setting Penelitian

Dalam penelitian ini, setting penelitian yang digunakan adalah

setting kelas dan setting non kelas. Setting kelas dilakukan dengan

mengamati kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru

matematika dan mengamati pelaksanaan tes pemfaktoran bentuk aljabar.

Selanjutnya, setting non kelas dilakukan dengan melakukan kegiatan

wawancara terhadap subjek penelitian yang telah ditetapkan dan

mengumpulkan dokumen yang diperoleh selama penelitian.

E. Data Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa data kualitatif yang

diperoleh, yaitu:

1. Data hasil observasi

Data hasil observasi yang diharapkan berupa narasi kegiatan

pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka, inti, dan penutup. Data ini

digunakan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dan perilaku

(42)

42 2. Data hasil tes

Data hasil tes yang diharapkan berupa hasil pekerjaan siswa yang

dilengkapi langkah-langkah penyelesaian soal tes. Data ini digunakan

untuk menentukan subjek penelitian dan mendiagnosis letak kesulitan

siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan

konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar.

3. Data hasil wawancara

Data hasil wawancara yang diharapkan berupa jawaban siswa secara

lisan. Data ini digunakan untuk menelusuri jenis dan penyebab

kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar secara langsung.

4. Data dokumentasi

Data dokumentasi yang diharapkan berupa dokumen penelitian, yaitu

arsip nilai ulangan harian siswa, hasil pekerjaan siswa, hasil analisis

jawaban siswa, dan catatan hasil wawancara. Data ini digunakan untuk

keperluan triangulasi sehingga diperoleh data yang valid dan dapat

dipertanggungjawabkan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Peneliti sebagai instrumen

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi,

(43)

43 diperoleh. Selanjutnya, peneliti berkonsultasi dengan guru-guru

matematika di SMP Negeri 2 Kalasan dan dosen pembimbing untuk

menguji validitas instrumen yang dikembangkan.

Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi

terhadap metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap

bidang yang diteliti, dan kesiapan peneliti memasuki tempat penelitian.

Sugiyono (2011: 222) menyatakan bahwa yang melakukan validasi

terhadap peneliti adalah peneliti sendiri dengan mengevaluasi diri

terkait seberapa jauh pemahaman peneliti terhadap penelitian yang

dilakukan.

2. Tes formatif

Tes pemfaktoran bentuk aljabar ini merupakan jenis tes formatif.

Tes ini terdiri dari dua bagian, yaitu tes I dan tes II. Tes I terdiri dari 10

soal isian singkat dan 10 soal uraian, sedangkan Tes II terdiri dari 10

soal uraian yang merupakan pengulangan dari soal tantangan yang

telah diberikan sebelumnya. Validasi tes yang digunakan adalah

validitas isi oleh guru-guru matematika di SMP Negeri 2 Kalasan. Tes

ini dirancang dan dikembangkan oleh peneliti (disajikan pada

Lampiran 7 bagian A). Kemudian, rancangan soal tes tersebut

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru pembimbing di

SMP Negeri 2 Kalasan. Berdasarkan saran dari dosen pembimbing dan

guru pembimbing, peneliti merancang dan mengembangkan tes baru

(44)

44 Kemudian, soal tes tersebut divalidasi oleh guru matematika

yang ada di SMP Negeri 2 Kalasan untuk menentukan kelayakan soal

tes yang akan diberikan kepada siswa. Dari tiga guru matematika yang

ada di SMP Negeri 2 Kalasan termasuk guru pembimbing, dua guru

menyatakan bahwa semua soal tes yang dirancang valid dan dapat

digunakan dalam penelitian, sedangkan satu guru menyatakan 10 dari

20 soal yang dirancang tidak valid untuk digunakan dalam penelitian

karena hanya berisi hafalan rumus. Berdasarkan hasil validasi tersebut,

peneliti menggunakan semua soal tes yang telah dikembangkan dengan

beberapa revisi sesuai saran dari dosen pembimbing dan guru

matematika (disajikan pada Lampiran 7 bagian B). Kisi-kisi tes yang

[image:44.595.162.514.444.697.2]

telah dirancang disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 1. Kisi-Kisi Tes Formatif

Standar Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator

Nomor Butir Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi dan persamaan garis lurus. Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya. Memfaktorkan bentuk + = ( + ) 1a, 1b, 1c,1d, 1e, 2a, 2b, 2c,

2d, 2e Memfaktorkan bentuk

2± 2 + 2= ± 2

1f, 1g 2f, 2g

Memfaktorkan bentuk

2 2= + ( )

1h, 2h

Memfaktorkan bentuk �2+ + dengan

= 1

1i, 2i

Memfaktorkan bentuk �2+ + dengan

≠1

(45)

45 3. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara ini dirancang untuk memudahkan peneliti

dalam menggali informasi dari siswa secara langsung. Ada dua bagian

pedoman wawancara yang dikembangkan. Bagian pertama untuk

mendiagnosis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar

yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran, sedangkan

bagian kedua untuk mengidentifikasi penyebab kesulitan dari diri

siswa. Validasi pedoman wawancara yang digunakan adalah validitas

isi oleh dosen pembimbing dan guru pembimbing. Pedoman

wawancara ini dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru

pembimbing di SMP Negeri 2 Kalasan, Pokok-pokok pertanyaan pada

pedoman wawancara disajikan pada Lampiran 13.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Observasi

Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah observasi

partisipasi pasif. Observasi ini digunakan untuk mengamati proses

pembelajaran matematika dan perilaku siswa selama pembelajaran

(46)

46 2. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes formatif

yang dapat berfungsi untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Tes

ini digunakan untuk menentukan letak kesulitan siswa dalam

menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan

prinsip pemfaktoran sehingga dapat ditelusuri jenis kesulitan siswa.

3. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah indepth

interview (wawancara mendalam). Wawancara ini digunakan untuk

menelusuri kesulitan siswa secara mendalam dalam menyelesaikan

masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip

pemfaktoran, serta untuk menelusuri penyebab kesulitan dari diri

siswa secara langsung.

4. Dokumentasi

Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

arsip-arsip nilai ulangan harian siswa, hasil pekerjaan siswa, hasil analisis

jawaban siswa, dan catatan hasil wawancara baik tertulis maupun

rekaman suara secara digital. Dokumen ini digunakan untuk menjamin

keakuratan data hasil penelitian yang telah dilakukan.

H. Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data (validasi) yang

(47)

47 II. Langkah-langkah pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan sebagai

berikut.

1. Uji kredibilitas, yang meliputi:

a. Melakukan pengamatan dan pencatatan data-data penelitian secara

cermat. Dalam penelitian ini, data-data penelitian didukung

dengan adanya dokumen otentik dan rekaman suara. Data-data

penelitian disajikan pada Lampiran.

b. Membandingkan data hasil penelitian yang diperoleh dari

observasi, tes, wawancara, dan dokumentasi dengan triangulasi.

Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan lebih

menekankan pada triangulasi teknik sehingga dari data-data yang

berbeda-beda dapat ditemukan data-data yang sejenis. Hasil

triangulasi dijelaskan pada Bab IV.

2. Uji transferabilitas

Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji transferabilitas karena hasil

penelitian belum dapat digeneralisasikan. Peneliti hanya membuat

laporan penelitian yang mendeskripsikan hasil penelitian secara rinci

dan sistematis agar dapat digunakan sebagai referensi.

3. Uji dependabilitas dan konfirmabilitas, yang meliputi:

Melakukan konsultasi secara kontinu dengan dosen pembimbing dan

guru pembimbing untuk menyusun hasil penelitian. Dalam penelitian

ini, konsultasi dilakukan sebelum penelitian, saat pelaksanaan

(48)

48 I. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan menggunakan

teknik analisis data deskriptif kualitatif yang telah dijelaskan di Bab II.

Tahapan-tahapan teknik analisis data yang dilakukan sebagai berikut.

1. Reduksi data, yang meliputi:

a. Mengoreksi hasil pekerjaan siswa dengan pedoman penskoran.

Hasil ini digunakan untuk menentukan subjek penelitian.

b. Merangkum hasil kesalahan siswa dalam menyelesaikan kedua tes

yang diberikan.

2. Penyajian data, yang meliputi:

a. Menyajikan hasil pekerjaan siswa yang telah dipilih sebagai

subjek penelitian.

b. Menyajikan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap siswa

yang telah dipilih sebagai subjek penelitian.

c. Membandingkan data-data yang diperoleh (triangulasi data).

3. Penarikan kesimpulan, yang meliputi:

a. Mengelompokkan data-data yang sejenis.

b. Menarik kesimpulan dari data yang diperoleh mengenai jenis dan

(49)

103

DAFTAR PUSTAKA

Ali Hamzah. (2014). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali Pers.

Bell, Frederick H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher.

Cooney, T.J., Davis, E.V. & Henderson, K.B. (1975). Dinamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Mifflin Company.

Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud, Dirjen PT.

Dwi Siswoyo, dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Fajar Hidayati. (2010). Kajian Kesulitan Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam Mempelajari Aljabar. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Koestoer Partowisastro dan Hadisuparto. (1982). Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar. Jakarta: Erlangga.

Kukuh Susilonuringsih. (2006). Pengaruh Faktor Intern dan Faktor Ekstern terhadap Minat Belajar Siswa Kelas I di SMK Yayasan Pendidikan Ekonomi (Yapek) Gombong Tahun Diklat 2005/2006. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Lexy J. Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

M. Cholik Adinawan dan Sugijono. (2007). Matematika SMP Jilid 2A Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

M. Dalyono. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Muhibbin Syah. (2005). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(50)

104 Nana Sudjana. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Noeng Muhadjir. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Ozguc, Canan Sola & Cavkaytar, Atilla. (2015). Science Education for Student with Intellectual Disability: A Case Study. Jurnal Internasional, Volume 14, Nomor 6. Hlm. 804-820.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendi

Gambar

Tabel 1. Materi Aljabar SMP Kelas VIII Semester 1
Tabel 2. Kisi-Kisi Ulangan Harian Bentuk Aljabar
Tabel 1. Kisi-Kisi Tes Formatif

Referensi

Dokumen terkait

Masing-masing koridor memiliki sembilan sektor ekonomi yang dapat dikembangkan potensinya sehingga dapat memberikan konstribusi terhadap daerah masing-masing,

[r]

[r]

Secara parsial, kepemimpinan, budaya organisasi dan komitmen kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas sekolah Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Rek

Alternatif strategi yang paling penting dipilih pakar dalam pengembangan Strategi Pengembangan Pelayanan Perijinan Impor Horti- kultura Berbasis TI di Kementerian

Gardner, 2004, Multiple Intelegence, Dalam Seminar di TK Pestalozzi, Cibubur.. emosinya lewat sketsa, coretan warna dan alat musik tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya masih

Sistem Ipal yang digunakan untuk ketiga pabrik adalah alternatif pertama, kombinasi Anaerobik Biodigester- Anaerobik Filter, karena kemampuannya dalam mereduksi

Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit (SIRS, Sistem Informasi Rumah Sakit) menunjukkan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu