• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian di Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tawuran di Salatiga: Studi di Satuan Binmas Polres Salatiga T1 312015705 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian di Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tawuran di Salatiga: Studi di Satuan Binmas Polres Salatiga T1 312015705 BAB II"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bab II

Kajian Teori, Hasil Penelitian dan Analisis

A. Kajian Teori.

A.1. Tugas Pokok dan Fungsi Kepolisian.

a. Pengertian dan Fungsi Polisi.

Secara filosofis lahirnya Undang-undang No. 2 tahun 2002 karena

terjadinya pergeseran paradigma dalam sistem ketatanegaraan, dan adanya

penegasan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia, sehingga diperlukan suatu Undang-undang

Kepolisian yang sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan hukum dan

ketatanegaraan Republik Indonesia yang bertujuan mampu menghilangkan

watak militerisme yang sebelumnya masih melekat dan dominan pada perilaku

Polri, sehingga Polri mampu untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang

meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan

tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan

terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi

Manusia(HAM).1

1

(2)

2

Pasal 5 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menjelaskan pengertian Polisi yang berbunyi :

“ Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian

Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam

memelihara keamanan dam ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.2

Dalam Buku “Polizeirecht” yang diterjemahkan Momo Kelana, bahwa

istilah polisi mempunyai 2 (dua) arti, yaitu :

a. Polisi dalam arti formal adalah mencangkup penjelasan tentang

organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian;

b. Polisi dalam arti material adalah memberikan jawaban terhadap

persoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangka

menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban baik

dalam rangka kewenangan kepolisian umum melalui

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan atau undang-undang.3

Van Vollenhoven dalam bukunya “Politie Overzee” juga

mengemukakan pengertian polisi termasuk organ-organ pemerintahan yang

dalam kewenangan dan kewajibannya menggunakan paksaan terhadap subyek

hukum untuk berbuat sesuai dengan kewajiban umum, antara lain :

2 Lihat Pasal 5 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3

(3)

3

1. Melihat bahwa masyarakat melaksanakan

kewajiban-kewajibannya dengan baik.

2. Mencari secara aktif perbuatan-perbuatan yang tidak

melaksanakan kewajiban umum dalam masyarakat.

3. Memaksa masyarakat melaksanakan segala kewajiban umumnya

melalui pengadilan.

4. Memaksa masyarakat untuk melaksanakan segala kewajiban

umumnya tidak melalui perantara pengadilan.

5. Memberikan pertanggung jawaban terhadap segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaannya.4

Polisi yang apabila dahulu dianggap hanya menjalankan fungsi dan

tugasnya sebagai pengawas dalam bidang-bidang tertentu seperti pengawas

kesehatan umum dan badan penanggulangan pelanggaran politik sekarang

sudah semakin meluas sampai pada pengaturan dan pemeliharaan ketertiban

umum, mulai dari perlindungan terhadap orang-orang sampai kepada harta

benda dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum.5

Fungsi Kepolisian adalah sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara

di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Sedangkan perannya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

4

Van Vollenhoven, Politie Overzee Dalam Momo Kelana,Hukum Kepolisian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 15.

5

(4)

4

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam

negeri, merupakan keikutsertaannya dalam menjalankan fungsi pemerintahan,

karena dibentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk

mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan

dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya

ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia

(HAM).6

b. Tugas dan Wewenang Polisi.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, definisi dari tugas adalah

kewenangan atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan, suruhan

(perintah) untuk melaksanakan sesuatu fungsi jabatan.7

Arti tugas polisi selalu berubah dari masa ke masa karena perubahan sifat

dan bentuk negara serta pemerintahannya. Dikalangan para sarjanapun terdapat

perbedaan pendapat tentang tugas polisi, seperti dikatakan menurut Kist :

“ Polisi adalah bagian dari kekuasaan eksekutif yang bertugas

melindungi negara, alat-alat negara demi kelancaran jalannya roda

pemerintahan, rakyatnya dan hak-hak terhadap penyerangan dengan selalu

waspada dengan pertolongan dan paksaan.”8

6

Sadjijono, Hukum Kepolisian (Polri dan Good Governance), Laksbang Mediatama, Surabaya, h. 214.

7

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, h. 964.

8

(5)

5

Pendapat lain mengenai tugas polisi yang dikemukakan oleh Gewin yang

memberikan perumusan yang lebih luas tentang tugas polisi adalah :

“Tugas polisi adalah bagian tugas negara, perundang-undangan dan

pelaksanaan untuk menjamin tata tertib , ketentraman dan keamanan,

menegakkan negara, menanam pengertian ketaatan dan kepatuhan.”9

Dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia Pasal 13, tugas pokok kepolisian adalah :

a. Memelihara ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum dan;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia

memiliki tugas, sebagai berikut :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

(6)

6

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensic dam psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM);

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instasi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

(7)

7

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.10

A.2. Diskresi Kepolisian.

Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian

yang bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian (Plichtmatigheids

beginsel) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat

kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri,

dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan

menjamin keamanan umum.

Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada

Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal

18 yaitu “Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak

menurut penilaiannya sendiri“11

, hal tersebut mengandung maksud bahwa

seorang anggota Polri yang melaksanakan tugasnya di tengah-tengah

masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan

penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan

umum atau bila timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.

10

Lihat Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

11

(8)

8

Diskresi Polisi dapat pula diartikan sebagai wewenang Pejabat Polisi

untuk memilih bertindak atau tidak bertindak secara legal atau ilegal dalam

menjalankan tugasnya.12 Diskresi membolehkan seorang Polisi untuk memilih

di antara berbagai peran (memelihara ketertiban, menegakkan hukum atau

melindungi masyarakat), taktik (menegakkan Undang-Undang Lalu Lintas

dengan berpatroli atau berjaga pada suatu tempat) ataupun tujuan (menilang

pelanggar atau menasehatinya) dalam pelaksanaan tugasnya.

Seorang pejabat Polisi dapat menerapkan diskresi dalam berbagai

kejadian yang dihadapinya sehari-hari tetapi berbagai literatur tentang diskresi

lebih difokuskan kepada penindakan selektif (Selective Enforcement), yaitu

berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggar

hukum akan ditindak atau tidak. Diskresi pada umumnya dikaitkan kepada dua

konsep yaitu penindakan selektif dan patroli terarah (Directed Patrol).

Penindakan selektif adalah suatu bentuk diskresi administrasi di mana

pembuat kebijakan atau pemimpin menentukan prioritas bagi berbagai unit

satuan bawahannya. Sebagai contoh adanya kebijakan untuk menindak para

pengedar narkoba dan membiarkan para penggunanya, membiarkan prostitusi

ditempat--tempat tertentu dan menindak para pelacur jalanan. Patroli terarah

adalah contoh diskresi supervisor dimana supervisor memerintahkan

anggota-anggotanya untuk mengawasi secara ketat suatu wilayah tertentu atau suatu

12 Bailey, William G.,

(9)

9

kegiatan tertentu. Sebagai contoh karena adanya laporan masyarakat seorang

Inspektur Polisi memerintahkan petugas patroli untuk membubarkan

kerumunan pemuda yang menganggu ketertiban yang biasanya dibiarkan.

Contoh lain adalah perintah untuk menilang kendaraan-kendaraan yang parkir

pada tempat tertentu dengan alasan menganggu kelancaran lalu lintas.

Penggunaan wewenang diskresi oleh Polisi baru akhir-akhir ini diakui

sebagai suatu yang wajar dari kewenangan Polisi. Sebelumnya pimpinan Polisi

dan masyarakat beranggapan bahwa Polisi harus menindak setiap pelanggar

ketentuan hukum dan membiarkan atau tidak melaksanakan ketentuan tersebut

merupakan pelanggaran hukum oleh Polisi. Sebagian kecil anggota DPR, Jaksa

dan Hakim masih memegang anggapan yang demikian. Para pimpinan Polisi

masih ragu-ragu untuk mengakui bahwa Pejabat Polisi selalu menggunakan

diskresi dalam menegakkan hukum dan bahwa mereka secara diam-diam

menetapkan kebijaksanaan untuk tidak melaksanakan penindakan secara penuh

terhadap kejahatan-kejahatan kecil ataupun pelanggaran terhadap peraturan

daerah. Mereka khawatir masyarakat akan protes bahwa hukum tidak

ditegakkan secara adil atau timbulnya tuntutan ganti rugi dalam hal terjadinya

kecelakaan sebagai akibat dibiarkannya pelanggaran lalu lintas.

Williams (1984), H. Goldstein (1977) dan Davis (1969, 1975)

menyatakan tentang tidak tepatnya pendapat bahwa Undang-undang bermaksud

agar setiap ketentuan hukum harus ditegakkan pada semua situasi. Davis

(10)

10

Bagian maupun Federal juga mensahkan presiden tentang keputusan

penindakan selektif oleh pimpinan kepolisian. Sedangkan Williams dan

Goldstein menyatakan tentang sejarah pembentukan Undang-undang,

kasus-kasus hukum tertentu dan keterbatasan Pejabat Polisi merupakan bukti bahwa

para pembuat tidak mewajibkan polisi untuk menegakkan setiap

Undang-undang secara penuh. Keputusan anggota untuk tidak menindak pelanggar

hukum pada situasi tertentu tidak dapat dikritik atas dasar bahwa perbuatan

tersebut adalah pelanggaran hukum. Sebaliknya penggunaan diskresi secara

tidak benar dapat dikritik dengan alasan lain.13

Oleh karena itu dalam Ilmu Hukum Kepolisian dikenal beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi apabila seorang anggota kepolisian akan

melakukan diskresi yaitu :

1. Tindakan harus benar benar diperlukan (Noodzakelijk Notwendig)

atau asas Keperluan.

2. Tindakan yang diambil harus benar-benar untuk kepentingan

tugas kepolisian (Zakelijk Sachlich).

3. Tindakan yang paling tepat untuk mencapai sasaran yaitu

hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya sesuatu yang

dikhawatirkan.

13 David, H. Bayley, Police For The Future (diterjemahkan dan disadur oleh Kunarto),

(11)

11

Dalam hal ini yang dipakai sebagai ukuran yaitu tercapainya tujuan

(Zweckmassig Doelmatig), yang berupa Asas Keseimbangan (Everendig), yaitu

dalam mengambil tindakan ,harus senantiasa dijaga keseimbangan antara sifat

(keras lunaknnya) tindakan atau sarana yang digunakan dengan besar kecilnya

suatu gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak.14

A.3. Polisi dan Masyarakat.

a. Kemitraan Polisi dan Masyarakat.

1. Pengertian Kemitraan.

Kemitraan adalah segala sesuatu membangun sinergi dengan potensi

masyarakat meliputi komunikasi berbasis kepedulian, konsultasi, pemberian

informasi dan berbagai kegiatan lainnya demi terciptanya tujuan masyarakat

yang aman, tertib dan tentram.15

2. Pengertian Masyarakat.

Kata masyarakat tidak dapat didefinisikan secara singkat dan sederhana,

sebab “masyarakat” memiliki arti yang berbeda-beda untuk tiap-tiap orang.

Unit terkecil dari masyarakat adalah keluarga (keluarga inti dan keluarga

besar), lingkungan tetangga, family/marga, dan lembaga-lembaga

14

Krisna, Diskresi Kepolisian II, https://krisnaptik.wordpress.com/polri-4/hukum-kepolisian/diskresi-kepolisian-ii/. Diakses pada tanggal 7 September 2015 pukul 01.09.

15 Buku Pedoman Pelatihan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Perpolisian Masyarakat,

(12)

12

pendukungnya.16 Setiap masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda, antara

lain budaya, nilai dan masalah yang beraneka ragam terutama di daerah

perkotaan. Masyarakat tidak hanya terdiri dari pemerintah daerah setempat,

tetapi ada juga lembaga-lembaga termasuk juga penduduk di sebuah lingkungan

disuatu daerah tertentu.

Bina Masyarakat menciptakan pola hubungan dan peran baru antara polisi

dan masyarakat. Tentu saja dalam konteks ini kedua pihak perlu melakukan

perubahan besar. Polisi tidak dapat bekerja sendiri, karenanya harus

memanfaatkan sumber-sumber di dalam masyarakat. Polisi juga harus bahu

membahu dan membuat keputusan bersama untuk memecahkan masalah dalam

masyarakat.

Bina Masyarakat menekankan pentingnya kemitraan aktif antara polisi,

badan-badan lain, dan warga negara dalam mengidentifikasi dan memecahkan

masalah. Anggota masyarakat dapat berperan lebih besar dalam hal keamanan

publik ketimbang yang terjadi selama ini. Sedangkan lembaga-lembaga publik

dan swasta lainnya dapat menggunakan sumber daya dan otoritas mereka

menuju arah penyelesaian masalah keamanan publik.17

(13)

13

Perpolisian Masyarakat adalah kebijakan dan strategi yang bertujuan agar

dapat mencegah terjadinya kejahatan secara efektif, mengurangi kecemasan

terhadap kejahatan, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan pelayanan

polisi dan kepercayaan terhadap polisi dalam jalinan kerjasama proaktif dengan

sumber daya masyarakat yang ingin merubah berbagai kondisi penyebab

kejahatan. Hal ini berarti diperlukan adanya kepolisian yang handal, serta peran

masyarakat yang besar dalam pengambilan keputusan dan perhatian yang besar

teerhadap hak asasi dan kebebasan individu.

Perpolisian Masyarakat (Polmas) sebagai konsep mengandung dua unsur

yaitu perpolisian dan masyarakat :

a) Perpolisian mengandung arti segala hal ikhwal tentang

penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam konteks ini perpolisian

tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat operasional

(taktik/teknik), tetapi juga pengelola fungsi kepolisian secara

menyeluruh mulai dari tataran manajemen puncak sampai dengan

manajemen lapis bawah.

b) Masyarakat, kepada siapa fungsi kepolisian diberikan (Public

Service) dan dipertanggungjawabkan (Public Accountability)

mengandung pengertian yang luas (Society) yang mencangkup

setiap orang tanpa mempersoalkan status kewarganegaraan dan

kependudukannya. Secara khusus masyarakat dapat diartikan

(14)

14

1) Wilayah (Community of Geography).

Warga masyarakat yang berada dalam suatu wilayah

kecil yang jelas batas-batasnya. Batas yang dimaksud

adalah batas geografis dan karakteristik masyarakat.

Sebagai contoh : RT, RW, Kelurahan/Desa, Pasar/Mall,

kawasan industry, stasiun kereta api/terminal bus dan

sebagainya.

2) Kepentingan (Community of Interest).

Warga masyarakat yang bukan berada dalam suatu

wilayah, tetapi beberapa wilayah yang memiliki kesamaan

kepentingan. Misalnya : kelompok berdasarkan etnis/suku,

agama, profesi, hobi dan lain sebagainya.18

Polmas adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada

pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin

dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek,

melainkan harus dilakukan bersama oleh polisi dan masyarakat dengan cara

memberdayakan masyarakat melalui kemitraan polisi dan warga masyarakat,

sehingga secara bersama-sama mampu mendeteksi gejala yang dapat

menimbulkan permaslahan di masyarakat, mampu mendapatkan solusi untuk

mengantisipasi permasalahannya dan mampu memelihara keamanan serta

ketertiban di lingkungannya.19

18

Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, tentang Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (Seri Polmas 737-3). H. 10-11.

19 Lihat Pasal 1 angka (7) Perkap No. 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi

(15)

15

Mengacu pada uraian di atas maka Polmas pada hakikatnya mengandung

dua unsur utama, yaitu :

a) Membangun kemitraan antara polisi dengan masyarakat.

b) Menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat

local.

Dalam pelaksanaan tugas polisi untuk menjaga keamanan dan ketertiban

dalam masyarakat, maka dibentuklah program Polmas. Dalam pelaksanaan

program Polmas perlu adanya sasaran dari program tersebut agar terarah dan

terfokus.

Fungsi kegiatan Polmas adalah :

a) Mengumpulkan bahan keterangan terhadap dinamika dan

perubahan masyarakat yang meliputi aspek statis dan aspek

dinamis dalam kehidupan masyarakat untuk menemukan gejala

awal yang dapat menimbulkan gangguan keamanan baik dari

sumber terbuka maupun tertutup.

b) Menerima informasi dan pengaduan masyarakat tentang sesuatu

yang berkaitan dengan masalah-masalah Kamtibmas dan

informasi intelejen lainnya.

c) Menyampaikan/meneruskan informasi intelejen kepada

Kapolsek/Kanit Intelejen Polsek.20

20

(16)

16

Adanya Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/507/X/Tanggal 30

Oktober 2009, adapun tujuan dan sasaran diterapkannya Polmas adalah sebagai

berikut :

a. Tujuan diterapkannya Polmas.

1) Meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap polisi.

2) Adanya keberanian dari masyarakat untuk berdialog

dengan polisi secara lebih akrab dan terbuka.

3) Dapat memperpendek jarak hubungan keakraban antara

polisi dengan masyarakat.

4) Masyarakat lebih menyadari akan peran dan

tanggungjawabnya dalam mencegah dan mendeteksi

kejahatan.

5) Dapat meningkatkan pelayanan polisi terhadap

masyarakat.

6) Polisi akan menjadi lebih sensitive dan tanggap terhadap

kebutuhan-kebutuhan masyarakat.21

b. Sasaran penerapan Polmas meliputi :

1) Tumbuhnya kesadaran dan kepedulian

masyarakat/komunitas terhadap potensi adanya gangguan

keamanan, ketertiban dan ketentraman di lingkungannya.

21

(17)

17

2) Meningkatnya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk

bekerja sama dengan Polri dalam mengidentifikasi akar

permasalahan yang terjadi di lingkungannya.

3) Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk mengatasi

permasalahan yang ada bersama-sama dengan anggota

Polri dan dengan cara yang tidak melanggar hukum.

4) Meningkatnya kesadaran dan ketaatan masyarakat

terhadap hukum dan peraturan/perundang-undangan yang

berlaku.

5) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menciptakan

dan memelihara Kamtibmas di lingkungan masing-masing.

6) Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja

Polri, baik sebagai individu maupun institusi.22

c. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM).

1. Pengertian Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat.

Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) merupakan gabungan

dari perwakilan-perwakilan dari berbagai unsur di masyarakat yang bekerja dan

menetap di lingkungan masyarakat berikut Kapolsek, Kanit-kanit dan petugas

Babinkantibmas yang bertugas di Polsek setempat.

(18)

18

Dalam struktur forum, seorang ketua langsung dipilih dari anggota

masyarakat dan wakil ketua otomatis dijabat oleh Kapolsek. Segala bentuk

kegiatan forum dilandasi sebuah AD/ART (Alternatif Dispute Resolution), yaitu

pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternative yang lebih efektif

berupa upaya menetralisir masalah selain melalui proses hukum yang

ditandatangani bersama.

Forum ini akan mengadakan rapat sedikitnya satu bulan sekali atau lebih

bila diperlukan. Polisi akan tetap mengemban tugas serta memiliki peran

eksekutif kepolisiannya dan forum tidak akan mendapatkan tugas maupun

peran eksekutif kepolisian.23

2. Fungsi dan Wewenang Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat.

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat :

a. FKPM adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat

independen, mandiri dan dalam kegiatannya bebas dari campur

tangan pihak manapun.

b. FKPM dapat disebut dengan nama dan istilah lain atau dengan

Bahasa daerah tertentu atas kesepakatan masyarakat setempat.

23

(19)

19

c. FKPM di bangun atas kesepakatan bersama antara Kapolsek,

Camat/Kepala Desa/ Lurah dan tokoh masyarakat/warga

masyarakat setempat.24

Adapun tugas pokok dari Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat

adalah :

Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan operasionalisasi

Polmas dan mendorong fungsinya pranata Polmas dalam rangka menyelesaikan

setiap permasalahan gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi dana tau

bersumber dari kehidupan masyarakat setempat.

1) Uraian Tugas.

1) Mengumpulkan data, mengidentifikasi permasalahan, dan

mempelajari instrument, yaitu dengan cara

mengidentifikasi dan mendokumentasi data sosial

kemasyarakatan yang berkaitan dengan kondisi Kantibmas

setempat.

2) Ikut serta mengambil langkah-langkah proporsional dalam

rangka pelaksanaan fungsi kepolisian umum dan fungsi

bimbingan/penyuluhan.

3) Membahas (bila perlu memberdayakan warga yang

berkompeten atau konsultan) permasalahan sosial aspek

Kamtibmas dalam wilayah atau yang bersumber dari

24

(20)

20

wilayahnya dan menemukan akar permasalahan serta

menentukan jalan keluar pemecahannya.

4) Membahas dan menetapkan program kerja

tahunan/triwulan dengan memperhatikan skala prioritas

termasuk melakukan evaluasi dan revisi bila diperlukan.

5) Menindaklanjuti program kerja sebagaimana dimaksud

pada butir 4) di atas dan bila perlu menjalin koordinasi dan

kerjasama dengan apparat pemerintah terkait dalam

perwujudannya.

6) Secara terus-menerus memantau pelaksanaan kegiatan

warga dari aspek ketertiban termasuk gangguan

Kamtibmas pada wilayah-wilayah tetangga atau wilayah

yang lebih luas pada umumnya.

7) Menampung keluhan/pengaduan masyarakat yang

berkaitan dengan masalah kejahatan/pelanggaran dan

permasalahan kepolisian pada umumnya serta

membahasnya bersama petugas Polmas untuk mencari

jalan keluarnya.

8) Menampung dan membahas keluhan/pengaduan warga

(21)

21

berusaha menyalurkan dengan mengkoordinasikan kepada

apparat yang berkepentingan.25

2) Wewenang.

1) Membuat kesepakatan tentang hal-hal yang perlu

dilakukan oleh warga, sehingga merupakan suatu

peraturan local dalam lingkungannya.

2) Secara kelompok atau perorangan mengambil tindakan

kepolisian (upaya paksa) dalam hal terjadi

kejahatan/tindak pidana dengan tertangkap tangan.

3) Memberikan pendapat dan saran kepada Kapolsek baik

tertulis maupun lisan mengenai pengelolaan/peningkatan

kualitas keamanan/ketertiban lingkungan.

4) Menegakkan peraturan local sebagaimana dimaksud pada

butir 1) di atas dan ikut serta menyelesaikan perkara

ringan/pertikaian antar warga yang dilakukan petugas

Polmas.26

25 Ibid. 26

(22)

22 A.4. Teori Penegakan Hukum.

a. Upaya Preventif.

Upaya preventif adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk menghilangkan potensi tindak kejahatan yang terdapat di

lingkungan masyarakat. Sehingga di lingkungan tersebut tidak jadi terdapat

tindak kejahatan, karena seblum terjadi telah terlebih dahulu dicegah oleh pihak

kepolisian.

Dalam upaya preventif, polisi dan apparat pemerintah lain serta dukungan

swakarsa masyarakat berusaha untuk memperkecil ruang gerak dan kesempatan

terjadinya tindak kejahatan/pelanggaran. Implementasi dalam upaya preventif

pada umumnya diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan seperti, penjagaan,

pengawalan, patrol dan tindakan pertama di TKP (Tempat Kejadian Perkara)

serta tindakan-tindakan lainnya.27

Dalam hal ini cara bertindak/urutan tindakan pihak kepolisian di dalam

upaya preventif sebagai contoh di dalam kasus kenakalan remaja adalah sebagai

berikut :

1) Melaksanakan kegiatan bimbingan atau penyuluhan dan

penerangan baik secara langsung ataupun melalui media massa

atau elektronik tentang :

27

(23)

23

a. Penyebab kenakalan remaja.

I. Faktor yang berasal dari dalam kondisi remaja

itu sendiri.

i. Perubahan aspek biologis atau fisik.

ii. Perubahan aspek psikologis atau

emosional.

II. Faktor yang berasal dari lingkungan dan

masyarakat.

i. Pengaruh lingkungan keluarga (orang

tua).

ii. Pengaruh lingkungan teman sebaya atau

pergaulan.

iii. Pengaruh lingkungan pendidikan

sekolah.

iv. Pengaruh lingkungan sosial budaya

masyarakat.

b. Akibat yang ditimbulkan dari kenakalan remaja dapat

menimbulkan korban berupa :

I. Korban luka atau cacat dan korban jiwa.

II. Korban harta benda berupa milik pribadi umum

atau instansi pemerintah.

(24)

24

I. Pembinaan remaja sebagai upaya pencegahan

tidak langsung.

i. Mengenali sifat baik dan buruk dari

remaja yang bersangkutan.

ii. Pahami tingkah laku remaja sebagai

individu atau pribadi yang memiliki

perilaku yang khas.

II. Pencegahan terjadinya kenakalan remaja secara

langsung.

i. Memberikan penerangan yang

diperlukan remaja.

ii. Memberikan bimbingan dan penyuluhan

pada remaja guna mendukung dan

menjaga kestabilan kesehatan

mentalnya.

iii. Mengadakan tatap muka, sambaing dan

ceramah-ceramah.

iv. Mengisi waktu luang dengan kegiatan

yang bermanfaat.

v. Menyalurkan minat, bakat dan hobi

(25)

25

2.) Mengadakan koordinasi dengan fungsi lain, khususnya Serse atau

penyidik dan lintas sectoral atau instansi terkait seperti Dikbud, Dinas

Soial, Kesehatan, Penerangan, Kehakiman, Menpora, dan Pemda

setempat.28

b. Upaya Represif.

Upaya represif adalah merupakan salah satu upaya dalam rangka

pelaksanaan tugas pokok Polri. Bertujuan memberikan pelayanan yang

sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam proses penegakkan hukum dengan

menyelenggarakan penyidikan tindak pidana serta mengkoordinasikan dan

mengawasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri

Sipil.

Oleh karena penyidikan tindak pidana merupakan salah satu tahap dari

penegakkan Hukum Pidana, maka pelaksanaan upaya represif harus didasarkan

kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).29

Dalam hal ini cara bertindak/urutan tindakan pihak kepolisian di dalam

upaya represif sebagai contoh di dalam kasus kenakalan remaja adalah sebagai

berikut :

28

Himpunan Petunjuk Lapangan Polri Bagi Satuan Bimmaspol. Jakarta, 1 Februari 1993. H. 61-63.

29

(26)

26

1) Mengadakan koordinasi dengan fungsi lain, khususnya Serse atau

penyidik dan lintas sectoral atau instansi terkait seperti Dikbud,

Dinas Soial, Kesehatan, Penerangan, Kehakiman, Menpora, dan

Pemda setempat.

2) Membantu dan mengamankan harta benda ketempat yang aman.

3) Menyelamatkan atau membawa korban ke rumah sakit terdekat.30

A.5. Kenakalan Remaja.

a. Pengertian Kenakalan Remaja.

Kenakalan remaja adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan

oleh seseorang remaja baik secara sendirian maupun secara kelompok yang

bersifat melanggar ketentuan- ketentuan hukum, moral, dan sosial yang berlaku

di lingkungan masyarakatnya.31 Intinya kenakalan remaja adalah perilaku

menyimpang dari atau melanggar hukum,32 dan perilaku melanggar hukum

yang dilakukan oleh orang muda yang biasanya dibawah umur 16-18 tahun.33

30

Himpunan Petunjuk Lapangan Polri Bagi Satuan Bimmaspol. Jakarta, 1 Februari 1993. H.63.

31

Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta.Hal. 154.

32

Sarwono sarlito wirawan.Psikologi Remaja. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2008.

33 Mussen, P.H.., Conger, J.J., Kagan, J & Huston, C.A., (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak .

(27)

27

Menurut Jansen (dalam Sarwono, 2002:207)34 kenakalan remaja dibagi

menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,

misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan

lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misal : perusakan,

pencurian, pencopetan, pemerasan, perampokan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain,

misal : pelacuran, penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, misal : membolos, minggat dari

rumah.

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S. (1985)35 membagi kenakalan remaja

ke dalam tiga tingkatan :

1. kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos

sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit

2. kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti

mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin

34 Ibid. 35

(28)

28

3. kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks

diluar nikah, pemerkosaan dll.36

b. Ciri-ciri Pokok Kenakalan Remaja.

a) Dalam pengertian kenakalan, harus terlibat adanya perbuatan atau

tingkah laku moral.

b) Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni dengan

perbuatan atau tingakah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau

norma sosial yang ada dilingkungan hidupnya.

c) Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh

mereka yang berumur diantara 13-17 tahun. Mengingat di Indonesia

pengertian dewasa selain ditentukan oleh status pernikahan, maka dapat

ditambahkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan atau tindakan

yang dilakukan oleh mereka yang berumur anatara 13-17 tahun dan

belum menikah.

d) Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seoarang remaja saja, atau

dapat juga dilakukan bersama-sama suatu kelompok remaja.

Selain itu, untuk menilai kenakalan remaja hendaknya perlu diperhatikan

faktor kesengajaan atau kesadaran dari individu yang bersangkutan. Selama

anak atau remaja itu tidak tahu, tidak sadar, dan tidak sengaja melanggar hukum

(29)

29

dan tidak tahu pula akan konsekuensinya maka ia tidak dapat digolongkan

sebagai nakal.

Kenakalan remaja dapat kita golongkan dalam dua kelompok besar,

sesuai dengan kaitannya dengan norma hukum, yakni:

a) Kenakalan remaja bersifat amoral dan asosial dan tidak diatur dalam

undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan ke dalam

perbuatan melanggar hukum.

b) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian

sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan

perbuatan melanggar hukum. Setiap kali sulit untuk menentukan apakah

tingkah laku seorang remaja semata-mata merupakan kenakalan remaja

atau hanya merupakan kelalaian tingkah laku sesuai dengan taraf

perkembangan yang sedang dialami.37

(30)

30 B. Hasil Penelitian.

B.1. Gambaran Tentang Satuan Binmas Polres Salatiga.

a. Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Binmas.

Adapun tugas pokok dan fungsi Satuan Binmas adalah :

1) Satuan Binmas bertugas melaksanakan pembinaan masyarakat

yang meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan

Perpolisian Masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi,

pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan

swakarsa (Pam Swakarsa). Kepolisian khusus (Polsus), serta

kegiatan kerja sama dengan organisasi, lembaga, instansi, dan/atau

tokoh masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan ketaatan

masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan

perundang-undangan serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat.

2) Dalam melaksanakan tugas Satuan Binmas menyelenggarakan

fungsi :

a) Pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan

kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan

(31)

31

b) Pengembangan peran serta masyarakat dalam pembinaan

keamanan, ketertiban dan perwujudan kerjasama Polres

dengan masyarakat;

c) Pembinaan dibidang ketertiban masyarakat terhadap

komponen masyarakat, antara lain remaja, pemuda,

wanita, dan anak;

d) Pembinaan teknis pengkoordinasian dan pengawasan

Polsus serta Satuan Pengamanan (Satpam);

e) Pemberdayaan kegiatan Polres yang meliputi

pengembangan kemitraan dan kerjasama antara Polres dan

masyarakat, organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh

masyarakat.

3) Satuan Binmas dipimpin oleh Kasat Binmas yang bertanggung

jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari

di bawah kendali Wakapolres.

4) Kasat Binmas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh :

a) Kaur Bin Ops.

Urusan pembinaan operasional (Urbinopsral) yang

bertugas melakukan pembinaan administrasi dibidang

operasional, ketertiban masyarakat, Pam Swakarsa dan

Polmas serta melaksanakan anev atas pelaksanaan tugas

pembinaan masyarakat di lingkungan Polres; dan

(32)

32

Urusan administrasi dan ketatausahaan (Urmirtu) yang

bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan

ketatausahaan;

c) Kanit Bin Polmas.

Unit Perpolisian Masyarakat (Unitbinpolmas) yang

bertugas pembinaan dan mengembangkan kemampuan

peran serta masyarakat melalui Polmas dalam rangka

menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam

kehidupan masyarakat;

d) Kanit Bin Kamsa.

Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat (Unitbintibmas)

yang bertugas melakukan pembinaan dibidang ketertiban

masyarakat terhadap komponen masyarakat antara lain

remaja, pemuda, wanita, dan anak;

e) Kanit Bin Tibmas.

Unit Pembinaan Keamanan Masyarakat (Unitbinkamsa)

yang bertugas melakukan pembinaan dan mengembangkan

bentuk-bentuk Pam Swakarsa dalam rangka peningkatan

kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan

(33)

33

pembinaan teknis, pengkoordinasian dan pengawasan

Polsus dan Satpam.38

38

(34)

34

b. Gambaran Tentang Struktur Organisasi Satuan Binmas Polres Salatiga.

STRUKTUR ORGANISASI SATUAN BINMAS POLRES SALATIGA

Sumber : Data Primer Satuan Binmas Polres Salatiga(11-9-2015).

(35)

35

B.2. Gambaran Tentang Kasus Tawuran Di Kota Salatiga.

a. Gambaran Tindak Pidana Tawuran Antar Pelajar Di Kota Salatiga.39

Kota Salatiga merupakan sebuah kota yang bisa disebut sebagai kota

pelajar. Hal ini dikarenakan di Kota Salatiga terdapat fasilitas pendidikan yang

lengkap, dari tingkat Play Group, TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan Universitas.

Sehingga terdapat banyak pelajar di kota tersebut. Dengan banyaknya pelajar,

maka dapat mengakibatkan seringnya terjadi gesekan antar pelajar tersebut

dengan berbagai alasan. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya aksi

tawuran di antara pelajar tersebut.

Menurut Kasat Binmas Polres Salatiga, pada tahun ini sudah terjadi total

tiga kali aksi tawuran, baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Dari

total tiga kasus tersebut dua diantaranya merupakan kasus dimana aksi tawuran

tersebut belum sempat terjadi, karena para pelajar yang akan melakukan

aksinya sudah terlebih dulu tertangkap lewat tindakan razia yang dilakukan

jajaran Satuan Binmas Polres Salatiga. Sedangkan satu kasus aksi tawuran

dimana sudah terjadi tawuran atau baku hantam antara para pelaku. Aksi

tawuran tersebut polisi tidak berhasil menangkap para pelaku, karena para

pelaku berhasil kabur ketika aparat kepolisian Polres Salatiga dating ke lokasi

tawuran.

39 Hasil Wawancara Dengan AKP Didik Budiono, Kasat BinMas Polres Salatiga Tanggal 11 September

(36)

36

Pada kasus pertama yang ditangani oleh pihak Satuan Binmas Polres

Salatiga, aksi tawuran tersebut terjadi pada Selasa 20 januari 2015. Para pelajar

yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian berjumlah kurang lebih 79

orang pelajar. Beberapa diantaranya merupakan pelajar perempuan. Dari para

pelajar yang diamankan, terdapat pula beberapa pelajar yang membawa senjata

tajam. Para pelajar tersebut tidak hanya berasal dari beberapa sekolah yang ada

di Salatiga, tetapi juga dari beberapa sekolah di luar Salatiga. Alasan mereka

akan melakukan aksi tawuran tersebut, karena mendapat berita bahwa SMK

Kristen sedang melaksanakan hari jadinya.

Dari hasil penangkapan terhadap para pelajar yang diamankan oleh Polres

Salatiga, para pelajar yang tidak kedapatan membawa senjata tajam terpaksa

menginap semalam di Polres Salatiga. Selama proses menginap dan menunggu

pihak sekolah ataupun orang tua yang bersangkutan datang mengambil para

pelajar tersebut, para pelajar diberikan hukuman berupa latihan fisik di

lapangan Polres Salatiga. Latihan fisik tersebut berupa baris-berbaris, lari

keliling lapangan, push up, skot jump, dll.

Bagi para pelajar yang tertangkap dan tidak terbukti membawa senjata

tajam setelah semalam menginap dan mendapat latihan fisik, harus membuat

surat pernyataan lalu dikembalikan kepada pihak sekolah masing-masing.

Sedangkan para pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam berjumlah 11

orang, yang kemudian diproses oleh pihak Satuan Reskrim Polres Salatiga. Para

(37)

37

di sel tahanan Polres Salatiga selama kurang lebih empat sampai lima hari

untuk pengembangan kasus membawa senjata tajam oleh penyidik.

Berdasarkan proses yang dilakukan oleh penyidik Sat Reskrim Polres

Salatiga, para pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam dapat dikenakan

Undang-undang Darurat No. 12/1951 Tentang Senjata Tajam dan penghasutan

sesuai Pasal 160 KUHP yang berbunyi “Barang siapa di muka umum dengan

lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan

kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan

undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan

undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”40 Akan tetapi, para pelajar tersebut kemudian diberikan penangguhan penahanan oleh penyidik.

Hal ini karena, pihak sekolah maupun orang tua dari para pelaku mau

memberikan jaminan pembebasan. Selain itu, pihak penyidikpun juga memiliki

pikiran bahwa para pelaku masih di bawah umur sehingga tidak perlu diproses

sampai ke tingkat pengadilan. Para pelaku dibebaskan dengan syarat wajib

lapor selama 3 bulan ke Polres Salatiga dan membuat surat pernyataan.41

Akibat dari kasus tawuran tersebut, ditempat para pelajar tersebut

berkumpul atau bergerombol warga sekitar merasa terganggu dan merasa

40

Buku II-Kejahatan Bab V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

41

(38)

38

kurang aman. Akan tetapi, aksi tawuran tersebut tidak mengakibatkan korban

maupun kerusakan.

Pada Kasus tawuran kedua terjadi pada 7 September 2015, dalam aksi

tawuran tersebut sudah terjadi aksi saling lempar batu oleh para pelajar yang

terlibat. Aksi tawuran tersebut melibatkan para pelajar dari SMK Saraswati,

SMK Kristen, dan SMK Muhammadiyah. Akibat kalah jumlah para pelajar dari

SMK Kristen dan SMK Muhammadiyah kabur ke perkampungan warga sekitar

Kauman. Aksi tawuran tersebut terjadi dikarenakan para pelajar dari SMK

Saraswati tidak terima atas pengeroyokan salah satu teman mereka yang diduga

dilakukan oleh para pelajar SMK Kristen dan SMK Muhammadiyah. Sehingga

para pelajar SMK Saraswati pergi untuk menyerang para pelajar SMK Kristen

dan SMK Muhammadiyah. Kedua SMK tersebut yang mendapat kabar

penyerangan SMK Saraswati, akhirnya mencegat dan melempar batu kea rah

bis yang ditumpangi oleh para pelajar SMK Sarasati, yang kemudian dibalas

lemparan Batu oleh para pelajar SMK Saraswati.

Dari aksi tawuran tersebut jajaran Polres Salatiga berhasil mengamankan

39 orang pelajar dari ketiga SMK tersebut. Masing-masing 31 orang dari SMK

Saraswati, 2 orang dari SMK Kristen, dan 6 orang dari SMK Muhammadiyah.

Para pelajar yang tertangkap tersebut akan didata untuk diberikan pembinaan,

kemudian menandatangani surat pernyataan dan disaksikan Kepala Sekolah

(39)

39

Akibat aksi tawuran tersebut terdapat beberapa pelajar yang mengalami

luka ringan, serta pecahnya kaca bis yang ditumpangi para pelajar SMK

Saraswati.

Untuk kasus tawuran ketiga Satuan Binmas Polres Salatiga belum bisa

memberikan keterangan, dikarenakan pada kasus tawuran ini, pada saat

sebelum jajaran polisi Polres Salatiga sampai di lokasi kejadian para pelaku

aksi tawuran sudah terlanjur melarikan diri. Tetapi petugas berhasil

mengamankan kendaraan bermotor yang diduga milik salah satu pelaku

tawuran. Aksi tawuran ini terjadi beberapa hari setelah aksi tawuran antara para

pelajar SMK di wilayah Kauman.42

b. Gambaran Tindak Pidana Tawuran Antara Mahasiswa Dengan Warga di Salatiga.

Di Salatiga terdapat salah satu universitas swasta yang cukup terkenal,

yaitu Universitas Kristen Satya Wacana. Di UKSW terdapat banyak mahasiswa

yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sehingga UKSW mendapat

julukan sebagai Indonesia mini karena memiliki mahasiswa dari Sabang sampai

Merauke yang kuliah di dalamnya.

42 Didapat Dari Wawancara Dengan AKP Didik Budiono, Kasat BinMas Polres Salatiga pada 11

(40)

40

Karena banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar pulau jawa yang

memiliki perbedaan budaya dengan warga lokal, sehingga tidak jarang terjadi

perselisihan antara mahasiswa pendatang dengan warga sekitar UKSW.

Berdasarkan Kasat Binmas Polres Salatiga, pada tahun ini terdapat dua

buah kasus tawuran yang melibatkan beberapa mahasiswa dengan warga sekitar

UKSW. Kedua kasus tawuran tersebut semuanya terjadi di wilayah Kemiri

yang berada di belakang kampus UKSW.

Pada kasus yang pertama, terjadi pada bulan Maret yang bertepatan

dengan hari wisuda para mahasiswa UKSW yang telah luluh perkuliahan.

Kasus tawuran tersebut melibatkan beberapa orang mahasiswa dari Ambon

dengan warga Kemiri 1 Salatiga. Kejadiannya bermula ketika para mahasiswa

Ambon tersebut merayakan kelulusan salah satu teman mereka dengan

mengadakan pesta minum-minum miras. Ketika para mahasiswa tersebut telah

mabuk akibat pengaruh miras yang mereka minum, mereka mulai berbuat onar

dengan berteriak- teriak di depan kos mereka. Warga yang merasa terganggu

berusaha menegur mereka agar tidak membuat keributan. Akan tetapi, para

mahasiswa yang telah terkena pengaruh alcohol merasa tidak terima dengan

teguran warga tersebut. Sehingga terjadi adu mulut yang berakhir dengan

pemukulan terhadap salah satu warga yang menegur tadi.

Warga yang terkena pukulan tersebut langsung pergi dari lokasi dan

(41)

41

para mahasiswa tersebut. Akhirnya terjadilah aksi tawuran, para mahasiswa

yang kalah jumlah menjadi bulan-bulanan warga sebelum akhirnya jajaran

Polres Salatiga datang ke lokasi dan mengamankan para mahasiswa yang

dihajar oleh warga tersebut. Pada kejadian tersebut polisi mengamankan para

mahasiswa Ambon yang mabuk dan dibawa ke Polres Salatiga.

Para mahasiswa yang diamankan tersebut kemudian diproses oleh pihak

penyidik Sat Reskrim Polres Salatiga dan dapat dikenakan kejahatan terhadap

ketertiban umum Pasal 170 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa

dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan

terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun enam bulan.”43 Akan tetapi, kasus inipun tidak sampai ke pengadilan. Hal ini karena tokoh adat Ambon yang ada di Salatiga menemui Kapolres

Salatiga dan meminta untuk membebaskan para mahasiswa yang diamankan

tersebut. Kemudian meminta Kapolres Salatiga memediasi para mahasiswa

Ambon tersebut dengan warga Kemiri 1 Salatiga untuk berdamai.44

Akibat dari kasus tawuran tersebut, beberapa orang dari dua pihak

mengalami luka ringan tanpa terjadi kerusakan pada lingkungan sekitar tempat

kejadian.

Pada kasus kedua memiliki kesamaan kejadian dengan kasus pertama

diatas. Menurut Kasat Binmas kejadian tawuran tersebut terjadi antara beberapa

43

Lihat Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

44 Hasil Wawancara Dengan AKP Didik budiono, Kasat Binmas Polres Salatiga pada 11 September

(42)

42

mahasiswa Papua dengan warga Kemiri 2 Salatiga. Alasan kejadian tersebut

akibat minum-minuman keras yang diminum oleh mahasiswa Papua yang

kemudian membuat keributan dan menantang berkelahi beberapa warga yang

sedang lewat di depan tempat para mahasiswa Papua tersebut berkumpul.

Pada saat polisi tiba ditempat kejadian, kemudian langsung

mengamankan para mahasiswa Papua yang sedang dalam pengaruh alcohol

tersebut ke Polres salatiga. Menurut penyidik Sat Reskrim Polres Salatiga para

Mahasiswa tersebut dapat dikenakan penghasutan sesuai Pasal 160 KUHP yang

berbunyi “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut

supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa

umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah

jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan

pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah.”45

Serta kejahatan terhadap ketertiban umum Pasal 170 ayat (1) KUHP

yang berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga

bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”46 Akan tetapi, kasus tersebut juga tidak sampai ke pengadilan, karena tokoh adat Papua di

45

Buku II-Kejahatan Bab V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

46

(43)

43

Salatiga meminta Kapolres Salatiga untuk memediasi Para mahasiswa tersebut

dengan warga Kemiri 2 Salatiga.

Akibat kejadian tersebut ada beberapa mahasiswa Papua yang terlibat

tawuran tersebut mengalami luka ringan.

c. Gambaran Tindak Pidana Tawuran Antara Warga Dengan Warga Di Salatiga.

Salatiga memiliki empat kecamatan dengan puluhan desa. Sampai saat ini

Kota Salatiga memiliki kondisi keamanan yang kondusif. Terutama jarang

terjadinya kasus tawuran antar warga di Salatiga.

Menurut Kasat Binmas Polres Salatiga, selama ini di Salatiga tidak

pernah terjadi kasus tawuran yang melibatkan antara warga Salatiga. Hal ini

menggambarkan bahwa penduduk Salatiga memiliki rasa toleransi dan

kecintaan serta kebanggaan terhadap Kota Salatiga, sehingga mereka tidak

(44)

44

Dari gambaran-gambaran kasus tawuran di Kota Salatiga diatas dapat

dibuat tabel sebagai berikut :

Tabel I : Jumlah Kasus Tawuran Di Wilayah Hukum Polres Salatiga

Tahun 2015

No.

Jenis Kasus Tawuran Jumlah Kasus Tawauran Presentase

Jumlah

Kasus

Tawuran(%)

1. Antar pelajar 3 kasus 60%

2. Antara mahasiswa dengan warga 2 kasus 40%

3. Antar warga - -

Total 5 kasus 100%

(45)

45

B.3. Gambaran Tindakan Kepolisian Di Dalam Menanggulangi Tawuran Di Wilayah Hukum Polres Salatiga.

a. Tindakan Kepolisian Polres Salatiga Di Dalam Menanggulangi Tawuran Secara

Preventif.47

Di dalam menanggulangi masalah tawuran di Salatiga Satuan Binmas

Polres Salatiga mempunyai beberapa cara yang telah disesuaikan dengan

prosedur yang ada pada kepolisian. Satuan Binmas Polres Salatiga

menanggulangi tawuran secara preventif maupun secara represif.

Cara preventif sendiri memiliki arti sebuah cara atau upaya atau tindakan

yang dilakukan untuk mencegah agar suatu kejadian atau peristiwa yang tidak

diinginkan terjadi.

Di dalam menanggulangi tawuran antar pelajar Di salatiga secara

preventif, Satuan Binmas Polres Salatiga memiliki beberapa cara atau tindakan

atau kegiatan sebagai berikut :

1. Satuan Binmas Polres Salatiga melakukan kegiatan pembinaan

terhadap para pelajar sekolah, kegiatan ini dilakukan oleh Sat

Binmas Polres Salatiga di sekolah-sekolah yang para pelajarnya

memiliki potensi sebagai penyebab aksi tawuran dengan

47 Hasil Wawancara Dengan AKP Didik Budiono, Kasat BinMas Polres Salatiga Pada 11 September

(46)

46

berkoordinasi dengan dinas terkait serta kepala sekolah yang

bersangkutan.

2. Satuan Binmas Polres Salatiga juga melakukan kegiatan

penyuluhan terhadap para pelajar mengenai sosialisasi kenakalan

remaja di sekolah-sekolah yang berada di Salatiga dari tingkat

SMP sampai SMA/Mts/SMK. Kegiatan ini terselenggara berkat

koordinasi pihak kepolisian dengan Dikbud Kota Salatiga serta

kepala sekolah yang bersangkuta.

3. Anggota Satuan Binmas Polres Salatiga menjadi Pembina upacara

di sekolah-sekolah di Salatiga dan memberikan himbauan ketika

berpidato sebagai Pembina upacara, agar para pelajar untuk

menjauhi tindakan-tindakan yang termasuk kenakanlan remaja.

4. Satuan Binmas Polres Salatiga dengan bekerja sama dengan

jajaran kepolisian yang ada di Salatiga melakukan kegiatan patroli

rutin ke tempat-tempat yang dianggap rawan tindak kejahatan

maupun ke tempat-tempat yang sering dijadikan tempat

berkumpul.

5. Satuan Binmas Polres Salatiga juga menggelar kegiatan Saka

Bayangkara dengan tujuan untuk mengisi waktu luang para pelajar

dengan kegiatan yang berguna, agar pikiran para pelajar tidak

menuju ke arah kegiatan yang negatif seperti tawuran.

6. Satuan Binmas Polres Salatiga berkoordinasi dengan Dikpora

(47)

47

sekolah-sekolah dengan tujuan agar para pelajar dapat lebih

berprestasi di berbagai jenis olahraga.

7. Satuan BinMas Polres Salatiga melakukan pertemuan-pertemuan

rutin dengan tokoh masyarakat, ketua tokoh etnis, dan pihak-pihak

terkait lainnya untuk membahas dan meminta peran serta aktif

agar dapat membantu kepolisian di dalam mencegah aksi tawuran

di Salatiga.

8. Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian di kota sekitar dan

kota lainnya untuk memantau dan bekerja sama di dalam

mencegah aksi tawuran terutama tawuran antar pelajar.48

Dari berbagai jenis agenda kegiatan yang diselenggarakan oleh Sat

Binmas Polres Salatiga, diharapkan tingkat terjadinya aksi kenakalan remaja

terutama aksi tawuran dapat berkurang drastis.

Dari hasil pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut, Sat Binmas Polres

Salatiga dianggap berhasil di dalam mengurangi tingkat aksi tawuran di

Salatiga. Diharapkan kegiatan-kegiatan tersebut dapat terus dilaksanakan oleh

Sat Binmas agar aksi tawuran tidak ada lagi.

Kemudian di dalam menanggulangi aksi tawuran antara mahasiswa

dengan warga sekitar, upaya preventif yang dilakukan oleh Sat Binmas Polres

Salatiga berupa :

48

(48)

48

1. Melakukan kerjasama dengan para tokoh adat dari masing-masing

etnis yang ada di UKSW untuk menciptakan suasana yang

kondusif di Kota Salatiga.

2. Mengadakan seminar dengan bekerjasama dengan pihak

universitas yang memiliki tujuan agar para mahasiswa dapat

menjauhi aksi tawuran dan tindak kejahatan yang lain.

3. Mengundang para tokoh adat dan etnis untuk bersama-sama

membuat kesepakatan agar menjaga suasana yang kondusif di

Salatiga.49

Untuk upaya preventif Sat Binmas Polres Salatiga di dalam mencegah

aksi tawuran antar warga dilakukan dengan membentuk kemitraan antara polisi

dengan masyarakat berupa pembentukan Polmas dan FKPM.

b. Tindakan Kepolisian Polres Salatiga Di Dalam Menanggulangi Tawuran Secara

Represif.

Selain secara preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya aksi

tawuran. Sat Binmas Polres Salatiga juga memiliki upaya represif yang sesuai

dengan buku pedoman kepolisian. Upaya represif dilakukan bila sudah terjadi

sebuah aksi tawuran.

(49)

49

Dalam menanggulangi tawuran antar pelajar secara represif, Sat Binmas

Polres Salatiga urutan proses yang dilakukannya di dalam mengatasi tindak

pidana tawuran, proses atau tindakannya sebagai berikut :

1. Ketika terjadi aksi tawuran Sat Binmas beserta jajaran kepolisian

Polres Salatiga melakukan tindakan penangkapan terhadap para

pelaku aksi tawuran, yang kemudian para pelaku yang tertangkap

dibawa ke Polres Salatiga.

2. Setelah dibawa ke Polres Salatiga para pelaku tawuran akan didata

oleh anggota Sat Binmas Polres Salatiga.

3. Setelah para pelaku tawuran didata, kemudian pihak Polres

Salatiga memanggil pihak sekolah para pelaku serta orang tua

mereka.

4. Sebelum dikembalikan kepada pihak sekolah atau orang tua yang

bersangkutan, para pelaku diberi pengarahan atau pembinaan oleh

Sat Binmas Polres Salatiga.

5. Setelah pihak sekolah dan orang tua para pelaku datang ke Polres

Salatiga, para pelaku disuruh membuat surat pernyataan untuk

tidak mengulangi perbuatannya dan dibaca secara keras dengan

disaksikan oleh pihak sekolah dan orang tua yang telah hadir.50

Tindakan-tindakan di atas merupakan langkah-langkah yang diambil

pihak kepolisian di dalam menanggulangi terjadinya aksi tawuran di wilayah

50

(50)

50

mereka masing-masing, tetapi tindakan-tindakan di atas merupakan

langkah-langkah yang diambil oleh Sat Binmas Polres Salatiga ketika membubarkan

sebuah aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga.

Kemudian di dalam mengambil langkah-langkah represif terhadap aksi

tawuran antara mahasiswa dengan warga sekitar, pihak Sat Binmas Polres

Salatiga memiliki langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menangkap para pelaku aksi tawuran dan di bawa ke Polres

Salatiga.

2. Di Polres Salatiga kemudian didata berdasarkan identitas asli para

pelaku aksi tawuran yang ditangkap.

3. Bagi para pelaku yang dianggap sebagai faktor utama terjadinya

tawuran maka pihak kepolisian akan memproses pelaku tersebut,

sedangkan yang tidak terbukti sebagai pembuat aksi tawuran akan

dilepaskan tetapi dengan syarat wajib lapor.51

Bagi upaya represif bagi aksi tawuran antar warga, Polres Salatiga

memberikan langkah-langkah yang sama dengan aksi tawuran antara

mahasiswa dengan warga sekitar.

51

(51)

51 C. Analisis.

Tindakan yang diambil oleh Satuan Binmas Polres Salatiga untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga.

Kepolisian merupakan sebuah lembaga eksekutif di dalam tatanan

pemerintahan yang mempunyai tujuan mewujudkan keamanan dalam negeri

yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan

tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan

terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi

Manusia(HAM) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Hal mengenai fungsi kepolisian tertuang di dalam Pasal 4 dan 5

Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan fungsi kepolisian yang terdapat di dalam Pasal 4 dan 5

Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik

Indonesia, tugas pokok kepolisian secara umum adalah sebagai berikut :

a. Memelihara ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum dan;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.

Hal tersebut tertulis di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 2 tahun 2002

(52)

52

Di dalam tubuh kepolisian sendiri terdapat berbagai macam satuan kerja

yang telah dibagi berdasarkan spesifikasi jenis-jenis kasus yang ditanganinya.

Dalam hal ini, satuan kerja di kepolisian yang menangani kasus mengenai aksi

tawuran yang terjadi di lingkungan masyarakat adalah satuan BinMas(Bina

Masyarakat).

Satuan BinMas memiliki tugas pokok serta fungsi yang telah diatur di

dalam perundang-undangan. Tugas pokok Satuan BinMas adalah melaksanakan

pembinaan masyarakat yang meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat,

pemberdayaan Perpolisian Masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi,

pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa

(Pam Swakarsa), Kepolisian Khusus (Polsus), serta kegiatan kerja sama dengan

organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat guna meningkatkan

kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan

perundang-undangan, serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Di dalam melaksanakan tugas pokok kepolisian, Polres Salatiga

mengadakan berbagai macam program yang bertujuan untuk menekan angka

tindakan kriminalitas di wilayah hukum Polres Salatiga.

Program-program tersebut antara lain, melakukan patroli rutin di

wilayah-wilayah hukum Polres Salatiga yang dianggap rawan terjadi tindakan kriminal.

Membubarkan kegiatan-kegiatan yang dianggap berpotensi menimbulkan

(53)

53

berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya, seperti

mengadakan kegiatan siskampling setiap malam secara bergiliran antar warga

masyarakat dilingkungannya masing-masing.

Dalam peran serta masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban

lingkungannya. Polres Salatiga melakukan hubungan kemitraan secara

langsung dengan masyarakat melalui Satuan BinMas. Satuan Binmas memiliki

beberapa program yang memiliki tujuan agar kepolisian dapat berdekatan dan

berkomunikasi langsung dengan masyarakat.

Salah satu progam Satuan BinMas Polres Salatiga adalah pembentukan

Polmas. Terbentuknya Polmas diharapkan terjalinnya keakraban antara polisi

dengan masyarakat, timbulnya kesadaran masyarakat akan tanggungjawabnya

di dalam mencegah dan mendeteksi kejahatan, dan lebih meningkatkan

pelayanan polisi kepada masyarakat.

Program Satuan BinMas Polres Salatiga yang lainnya adalah

pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Di dalam

program FKPM tersebut terjadi sinergi kemitraan kepolisian dengan

masyarakat, hal ini dikarenakan ketua FKPM dijabat oleh warga masyarakat di

kelurahan tertentu di Salatiga, sedangkan wakil ketua dijabat oleh seorang

Kapolsek yang berwenang terhadap wilayah hukum kelurahan tersebut.

FKPM sendiri merupakan sebuah organisasi independen yang diharapkan

(54)

54

masyarakat. Hal ini karena, FKPM mempunyai fungsi seperti badan intelejen

yang membantu mengawasi keamanan dan ketertiban di suatu wilayah tertentu.

Saat ini tindak kejahatan yang sedang menjadi sorotan dikalangan

masyarakat adalah aksi tawuran. Aksi tawuran merupakan sebuah tindakan

yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban umum, karena tawuran

tersebut dapat menimbulkan korban dan kerugian materil/imateril bagi

lingkungan sekitarnya.

Dalam hal ini, Satuan BinMas Polres Salatiga memiliki beberapa tindakan

yang dianggap efektif di dalam menekan angka tawuran di wilayah hukum

Polres Salatiga. Tindakan-tindakan tersebut dapat dikategorikan dalam dua

buah upaya. Dua buah upaya tersebut adalah upaya preventif dan upaya

represif.

Upaya preventif adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk menghilangkan potensi tindak kejahatan yang terdapat di

lingkungan masyarakat. Sehingga di lingkungan tersebut tidak jadi terdapat

tindak kejahatan, karena seblum terjadi telah terlebih dahulu dicegah oleh pihak

kepolisian.

Dalam upaya preventif, polisi dan apparat pemerintah lain serta dukungan

swakarsa masyarakat berusaha untuk memperkecil ruang gerak dan kesempatan

terjadinya tindak kejahatan/pelanggaran. Implementasi dalam upaya preventif

(55)

55

pengawalan, patrol dan tindakan pertama di TKP (Tempat Kejadian Perkara)

serta tindakan-tindakan lainnya.52

Sebagai contoh upaya preventif pihak kepolisian adalah melakukan

patroli di wilayah-wilayah yang sering terjadi aksi tawuran serta mealkukan

penyuluhan mengenai dampak negatif dari aksi tawuran ke sekolah-sekolah dan

desa-desa.

Di dalam mencegah aksi tawuran di Salatiga, Satuan BinMas Polres

Salatiga menggunakan upaya preventif sebagai berikut :

1. Satuan Binmas Polres Salatiga melakukan kegiatan pembinaan

terhadap para pelajar sekolah, kegiatan ini dilakukan oleh Sat

Binmas Polres Salatiga di sekolah-sekolah yang para pelajarnya

memiliki potensi sebagai penyebab aksi tawuran dengan

berkoordinasi dengan dinas terkait serta kepala sekolah yang

bersangkutan.

2. Satuan Binmas Polres Salatiga juga melakukan kegiatan

penyuluhan terhadap para pelajar mengenai sosialisasi kenakalan

remaja di sekolah-sekolah yang berada di Salatiga dari tingkat

SMP sampai SMA/Mts/SMK. Kegiatan ini terselenggara berkat

52

Gambar

Tabel I : Jumlah Kasus Tawuran Di Wilayah Hukum Polres Salatiga

Referensi

Dokumen terkait