• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012714 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012714 Full text"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA SISWA

KELAS X SMA NEGERI 3 SALATIGA DITINJAU

DARI JENIS KELAMIN

OLEH

STEPHANI DIKA SUSI HARDINI 802012714

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosional pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif t-test (uji-t). Partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak 125 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Sampel Non Probability (non probability sampling). Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan skala kecerdasan emosional, dengan jumlah item 32 butir. Hasil pengujian atas hipotesis penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan kecerdasan emosional ditinjau dari jenis kelamin pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga dengan nilai signifikansi 0,187 (p > 0,05).

(6)

Abstract

The aim of this study is to know the difference of emotional intelligence in term of

gender for the students in Senior High School 3 Salatiga grade 10. This research uses

quantitative t-test method with 125 participant. The data collection technique is use non

probability sampling technique. The data collection was using emotional intelligence

scale with 32 statements. The result of this research explain that there is no difference

that significant of emotional intelligence in term of gender for students in Senior High

School 3 Salatiga grade 10 that the value is 0,187 (p > 0,05).

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama abad keduapuluh, sekolah memiliki peran penting dalam kehidupan remaja. Sekolah menjadi kebutuhan mendasar bagi semua orang, terutama pada zaman yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai tolak ukur. Sekolah dianggap sebagai rumah kedua untuk mendapatkan pendidikan setelah pendidikan pertama di dapat melalui rumah dan orang tua. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, dan perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, serta masyarakat, bangsa dan negara. Adapun fungsi yang dilaksanakan sekolah ditujukan untuk mencapai tujuan dari pendidikan.

(8)

dalam menentukan dan memecahkan masalah sering mengalami kesulitan dan menimbulkan konflik dalam dirinya.

Salovey dan Mayer (1997), menyebutkan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan perasaan, mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh diri sendiri, berempati, serta mampu menyesuaikan diri dengan orang lain. Sementara itu Goleman (2001), menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosional mempunyai fungsi yang sangat penting dalam perkembangan pada remaja, dengan demikian untuk dapat berhubungan dengan orang lain secara baik individu memerlukan kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi diri dan orang lain secara baik.

(9)

dituntut untuk mampu mengontrol atau mengendalikan emosinya atau mengendalikan perasaaan mereka, dalam proses perkembangan menuju kematangan emosi.

Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa remaja yang memiliki kecerdasan emosi

dapat memotivasi dirinya sendiri untuk dapat mengatasi atau menangani tekanan dan kecemasan, sehingga apabila remaja sedang mengalami masalah tidak akan mengalami kehancuran, tetapi mampu bangkit kembali dan mencari jalan keluar. Hal tersebut menjadikan remaja tidak mudah mengeluh dan putus asa karena dapat mencari solusi yang tepat untuk dapat menyelesaikan permasalahannya. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Gottman dan De Claire (2003) yang menyebutkan bahwa individu yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, sekaligus sehat secara fisik. Individu tersebut juga lebih baik prestasinya. Individu yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih terampil dalam menenangkan diri sendiri bila marah, dibandingkan individu yang tidak dilatih emosinya.

(10)

sendiri siswa laki-laki cenderung suka menyepelekan dan tidak mau berusaha lebih giat lagi apabila mendapatkan nilai tes yang jelek, namun berbeda dengan siswi perempuan dimana dalam dirinya sudah tertanam bahwa harus berusaha lebih giat lagi dalam belajar. Dalam berinteraksi dengan orang lain siswi perempuan cenderung suka memilih-milih teman, sedangkan siswa laki-laki dapat bergaul atau berinteraksi dengan siapa saja.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seorang remaja seperti pengalaman, usia, jenis kelamin, dan jabatan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional (Goleman, 2006). Laki-laki lebih mungkin untuk menunjukkan kemarahannya terhadap orang lain, terutama orang asing laki-laki, ketika mereka merasa telah ditantang. Laki-laki juga lebih mungkin untuk menunjukkan kemarahannya. Perbedaan emosional antara laki-laki dan perempuan yang sering muncul yaitu menyoroti peran sosial dan hubungan dengan orang lain. Sebagai contoh perempuan lebih mungkin untuk mendiskusikan emosi dalam hal hubungannya dengan orang lain. Mereka juga lebih mungkin untuk mengekspresikan rasa takut dan sedih (Santrock, 2014).

(11)

Ciarrochi (2001) mengemukakan bahwa remaja perempuan lebih mampu mengenali emosinya, mengelola emosi, serta mampu menggunakan emosinya untuk membangun hubungan dengan orang lain daripada remaja laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Palmer (2003), pada umumnya kecerdasan emosi perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dalam hal keterampilan antar pribadinya dan kesadaran diri secara emosional. Di sisi lain, Chu (2002) mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki tingkat kecerdasan emosi yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Kemungkinan besar alasan dari hasil temuan sekarang ini, bahwa kecerdasan emosi berkaitan dengan pengelolaan emosi dan keterampilan sosial seseorang. Berbeda dengan Aiyappa dan Acharya (2014), Khaterina dan Garliah (2012), dan Pratama (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kecerdasan emosional antara laki-laki dan perempuan.

Dari uraian yang telah di paparkan di atas melalui hasil penelitian-penelitian sebelumnya dikatakan tampak ada perbedaan kecerdasan emosional antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka terdapat rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut “apakah ada perbedaan kecerdasan

(12)

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah ada perbedaan kecerdasan emosional pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga apabila ditinjau dari jenis kelamin. Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi kepada SMA Negeri 3 untuk mengembangkan kecerdasan emosional kepada siswa.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Kecerdasan Emosional

Kata emosi berasal dari Bahasa Latin yaitu movereyang berarti “menggerakkan”

atau “bergerak”. Emosi merupakan suatu dorongan untuk bertindak seketika untuk

mengatasi masalah yang ditanamkan secara berangsur-angsur yang terkait dari pengalaman waktu ke waktu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), emosi merupakan suatu perasaan jiwa yang kuat (seperti sedih, marah, dan lain-lain).

(13)

Aspek-aspek kecerdasan emosional

Goleman (2001), menempatkan kecerdasan emosi ke dalam 5 aspek kemampuan yang terdiri dari; kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, ketrampilan sosial. a. Kesadaran diri

Mengetahui apa yang individu rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan sendiri; memiliki tolok ukur yang realistis dan kepercayaan diri yang kuat.

b. Pengaturan diri

Menangani emosi individu sedemikian sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sangup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan emosi. c. Motivasi

Menggunakan hasrat individu yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun individu menuju sasaran, membantu dan mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi keagalan dan frustasi. d. Empati

Merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

e. Keterampilan Sosial

(14)

bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi

Menurut Goleman (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu :

a. Pengalaman

Kecerdasan emosi dapat meningkat sepanjang hidup manusia. Sepanjang perjalanan hidup yang normal, kecerdasan emosi cenderung bertambah sementara manusia belajar untuk menangani suasana hati, menangani emosi-emosi yang menyulitkan, sehingga semakin cerdas dalam hal emosi dan dalam berhubungan dengan orang lain.

b. Usia

Siswa yang lebih tua dapat sama baiknya atau lebih baik dibandingkan siswa yang lebih muda dalam penguasaan kecakapan emosi baru.

c. Jenis kelamin

Pria dan wanita mempunyai kemampuan yang sama dalam hal meningkatkan kecerdasan emosi tetapi rata-rata wanita mungkin dapat lebih tinggi dibandingkan dengan kaum pria dalam beberapa keterampilan emosi (namun ada juga pria yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan wanita), walaupun secara statistik terdapat perbedaan diantara kedua kelompok tersebut.

d. Jabatan

(15)

biasa-biasa atau dengan kata lain bahwa semakin tinggi jabatan, maka semakin tingi kecerdasan emosi yang dimilikinya.

Remaja

Pengertian Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescere mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Perubahan emosi yang terjadi pada masa remaja menyebabkan remaja pada umumnya memiliki kondisi yang labil. Masa remaja dikenal sebagai masa strom and stress (badai dan tekanan), yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik (Hurlock, 1999). Perubahan yang terjadi selama masa remaja menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman. Keadaan seperti ini menyebabkan remaja mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah yang di hadapinya, dan tidak mampu menghadapi tekanan-tekanan dari lingkungan.

Perubahan masa remaja a. Perubahan fisik

(16)

b. Perubahan emosional

Perubahan emosi pada remaja adalah sama dengan pola emosi pada masa anak-anak. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menimbulkan amarah. Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain melainkan

menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya. c. Perubahan sosial

Dalam perubahan sosial remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.

Jenis Kelamin

Pengertian Jenis Kelamin

(17)

untuk pembagian struktur sosial berdasarkan jenis dan juga pada tanda-tanda emosional dan psikologis yang diharapkan oleh suatu budaya dengan bentuk fisik pria dan wanita.

Perbedaan Kecerdasan Emosional pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Salatiga ditinjau dari jenis kelamin

Secara umum kecerdasan emosional sangatlah penting bagi seorang individu terutama pada laki-laki dan perempuan, karena melalui kecerdasan emosional individu dapat mengelola emosi. Laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam hal meningkatkan kecerdasan emosional. Perbedaan emosional antara laki-laki dan perempuan yang sering muncul yaitu menyoroti peran sosial dan hubungan dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2014) bahwa perempuan lebih mungkin untuk mendiskusikan emosi dalam hal hubungannya dengan orang lain. Mereka juga lebih mungkin untuk mengekspresikan rasa takut dan sedih. Laki-laki lebih menunjukkan kemarahannya ketika berhubungan dengan orang lain, terutama ketika merasa ditantang oleh teman sesama laki-laki.

(18)

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional ditinjau dari jenis kelamin, namun penulis belum bisa menyimpulkan apakah laki-laki atau perempuan memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi.

Hipotesis Penelitian

Menurut penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan yang signifikan kecerdasan emosi pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga apabila ditinjau dari jenis kelamin”.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

(19)

Definisi Operasional Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengenali perasaaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain (Goleman, 2001).

Pada penelitian ini skala yang dipergunakan untuk mengukur kecerdasan emosi mencakup lima aspek kecerdasan emosional dari Goleman (2001) yaitu :

1. Kesadaran diri 2. Pengaturan diri 3. Motivasi 4. Empati

5. Keterampilan sosial

Jenis Kelamin

Jenis kelamin dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai pria dan wanita. Untuk mengetahui jenis kelamin dalam penelitian ini datanya dapat diperoleh melalui informasi yang tertera pada lembar identitas diri di dalam kuesioner.

Partisipan

(20)

X SMA Negeri 3 Salatiga, dengan sampel sebanyak 125 siswa. Sehingga teknik non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh. Sugiyono (2011) teknik sampling jenuh adalah teknik menentukan sampel bila semua anggota populasi digunakan sampel.

Alat Ukur Penelitian

Data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan satu jenis skala yaitu skala kecerdasan emosional. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan komponen menurut Goleman (2001) yaitu aspek kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati, keterampilan sosial. Skala ini terdiri dari 50 item yang telah di modifikasi oleh peneliti yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu 29 item favorable (item yang mendukung pernyataan) dan 21 item unfavorable (item yang tidak mendukung pernyataan). Alternatif jawaban untuk setiap item skala kecerdasan emosional yang tersedia, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Dapat Menentukan Dengan Pasti (TP), Tidak Sesuai (TS), serta Sangat Tidak Sesuai (STS). Adapun nilai skala kecerdasan emosional untukfavorable adalah : nol (0) untuk Sangat Tidak Sesuai (STS), satu (1) untuk Tidak Sesuai (TS), dua (2) untuk Tidak Dapat Menentukan Dengan Pasti (TP), tiga (3) untuk Sesuai (S), dan empat (4) untuk Sangat Sesuai (SS). Sebaliknya untuk unfavorable

adalah : empat (4) untuk Sangat Tidak Sesuai (STS), tiga (3) untuk Tidak Sesuai (TS), dua (2) untuk Tidak Dapat Menentukan Dengan Pasti (TP), satu (1) untuk Sesuai (S), dan nol (0) untuk Sangat Sesuai (SS).

(21)

Dalam penelitian ini menggunakan batasan 0,25 dikarenakan banyak item yang gugur jika menggunakan batasan 0,30. Dari hasil uji daya diskriminasi pada skala kecerdasan emosional dengan jumlah item 50 pada subjek 125 orang di dapatkan hasil 18 item gugur, jadi jumlah item yang valid adalah 32 item. Pengujian skala reliabilitas alat ukur menggunakan Alpha Cronbach (Azwar 2012) dengan menggunakan batasan koefisien korelasi makin mendekati 1 (satu) makin baik.

Dari hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa alat ukur kecerdasan emosional reliabilitasnya tergolong baik dengan koefisien sebesar 0,885. Dengan demikian skala kecerdasan emosional memenuhi syarat sebagai alat ukur yang baik.

Tabel 1

Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosional

Reliability Statistics Cronbach’s

Alpha N of Items

.885 32

Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan kecerdasan emosional pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS

(22)

HASIL PENELITIAN

Uji Asumsi

Untuk melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik statistik uji-t

(independent t-test), penulis terlebih dahulu melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Tujuan dilakukannya uji normalitas dan uji homogenitas adalah sebagai salah satu syarat dilakukannya uji t-test. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan SPSS 19.0 for windows.

1. Uji Normalitas

(23)

Tabel 2

Berdasarkan uji homogenitas diperoleh nilai F pada Levene’s Test adalah sebesar 5,970 dan nilai signifikansi 0,016. Dapat disimpulkan bahwa varian data dari kedua kelompok tidak homogen, karena mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,016 (p < 0,05). Maka untuk hasil uji hipotesis menggunakan Equal Variances Not Assumed.

Analisis Deskriptif

(24)

emosional mempunyai 32 item valid dengan pemberian skor antara 0 sampai 4, sehingga secara hipotetik pembagian skor tertinggi dan terendah yaitu :

Jumlah skor tertinggi 32 x 4 = 128 Jumlah skor terendah 32 x 0 = 0

Interval = Jumlah skor tertinggi – Jumlah skor terendah 5 (lima) kategori

= 128-0 5 = 128 5 = 25,6

Tabel 3

Kategorisasi Pengukuran Kecerdasan Emosional

Kategori siswa laki-laki (51 siswa)

Interval Ketegori Jumlah Siswa Persentase

< 102,4 - ≤ 128 Sangat tinggi 9 17,6 %

< 76,8 - ≤ 102,4 Tinggi 28 54,8 %

< 51,2 - ≤ 76,8 Sedang 13 24,4 %

< 25,6 - ≤ 51,2 Rendah 1 1,2 %

0 - ≤ 25,6 Sangat rendah 0 0

(25)

Ketegori siswi perempuan (74 siswi)

Interval Ketegori Jumlah Siswa Persentase

< 102,4 - ≤ 128 Sangat tinggi 14 27 %

< 76,8 - ≤ 102,4 Tinggi 52 66 %

< 51,2 - ≤ 76,8 Sedang 8 7 %

< 25,6 - ≤ 51,2 Rendah 0 0

0 - ≤ 25,6 Sangat rendah 0 0

74 100 %

Berdasarkan tabel 3 bahwa kecerdasan emosional siswa laki-laki terletak pada kategori tinggi yaitu 54,8 %, sedangkan kecerdasan emosional siswi perempuan terletak pada kategori tinggi yaitu 66 %.

Uji Hipotesis

Melihat hasil uji homogenitas sehingga dapat disimpulkan bahwa data dari kedua kelompok tidak homogen, maka uji-t dilakukan dengan menggunakan Equal Variances not Assumed. Dari tabel perhitungan SPSS dapat dilihat bahwa nilai t pada

(26)

Tabel 4

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df

(27)

perbedaan kecerdasan emosional pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga ditinjau dari jenis kelamin.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aiyappa dan Acharya (2014), Khaterina dan Garliah (2012), dan Pratama (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kecerdasan emosional antara laki-laki dan perempuan.

(28)
(29)

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada perbedaan kecerdasan emosional pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Salatiga apabila ditinjau dari jenis kelamin.

2. Dalam penelitian ini kecerdasan emosional sebagian besar siswa laki-laki (54,8%) kelas X ada pada kategori tinggi, demikian juga sebagian besar siswi perempuan (66%) ada pada kategori tinggi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi siswa

Hendaknya siswa dapat mengenali perasaannya sendiri, serta mampu mengontrol emosinya dengan baik dan dalam hubungannya dengan orang lain khususnya dengan teman lawan jenisnya tanpa memandang perbedaan jenis kelamin.

2. Bagi peneliti selanjutnya

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Aiyappa, S., Balakrishna Acharya, Y. T., (2014). Gender differences in emotional intelligence of adolescents. International journal of scientific research. 3, 2277-8179.

Asyik, F. M., Ismanto, A. Y., Babakal, A. (2015). Hubungan pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional pada anak usia remaja di kelurahan soasio kota tidore kepulauan. ejournal keperawatan. 3, diakses pada tanggal 2 Mei 2015.

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badudu, J. S; Zain, Moch, Sutan.(1994). Kamus besar bahasa Indonesia edisi 1. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Chu, J. (2002). Boys development. Reader’s digest, pp. 94-95.

Ciarrochi, J., Chan, A. Y. C., Bajgar, J. (2001). Measuring emotional intelligence in adolescents. Personality and individual differences. 31, 1105-1119.

Goleman, D. (1997). Emotional intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

---. (2001). Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Alih Bahasa: Widodo, A. T. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

---. (2006). Emotional intelligence mengapa EI lebih penting daripada IQ.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gottman, J & De Claire. (2003). Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki keceerdasan emosi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (ed.5). Jakarta: Erlangga.

Indriasari, (2006). Perbedaan motivasi pegawai ditinjau dari jenis kelamin. Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (tidak diterbitkan).

(31)

Khaterina & Garliah, L. (2012). Perbedaan kecerdasan emosi pada pria dan wanita yang mempelajari dan yang tidak mempelajari alat music piano. Jurnal Psikologi , I

(1), 17-20.

Mu’ tadin, Z. (2002). Mengenal kecerdasan emosional remaja.

http://www.e-psikologi.com. diakses pada tanggal 11 Februari 2009.

Palmer, B. R., Macocha, R., Gignac, G., Stough, C. (2003). Examining the factor structure of the bar-on emotional quotient inventory with an Australian general population sample. Personality and individual differences, 35, 1191-1210.

Pratama, A. Y. (2010). Hubungan kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal pendukung Persija (the jak mania). Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah.

Punamaki, R. L., Alumran, J. I. A. (2008). Relationship between gender, age, academic, achievement, emotional intelligence, and coping styles in bahraini adolescents.

Individual differences research, 6(2), 104-119.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Santrock, J. B. (2003). Adolescence: perkembangan masa remaja (ed.6). Jakarta: Erlangga.

---. (2014). Psikologi pendidikan edisi 5. Jakarta: Salemba Humanika.

Salovey, P., Mayer, J. D. (1997). What is emotional intelligence?. New York: Basic Books.

Gambar

Tabel 1 Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosional
Tabel 2
Tabel 3 Kategorisasi Pengukuran Kecerdasan Emosional
Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan saran yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Sebaiknya pemilik Golden Wedding and Event Organizer mempertahankan sikap teliti, inovatif

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam optimasi PCR adalah konsentrasi enzim, konsentrasi Magnesium, komponen reaksi lain, pelekatan primer (primer annealing), pemanjangan

Rapat Komite TIK Ke-2 menghasilkan : Selain menyempurnakan komitmen ditingkat pimpinan, pengembangan dan implementasi e-gov terus dilakukan dalam rangka mengintegrasikan

Bimbingan mental yang dalam hal ini dilakukan oleh sesepuh dalam perguruan pencak silat ini yang tergabung dalam biro pembinaan siswa,dengan memberikan suatu

Berdasarkan data hasil observasi yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan membaca permulaan kelompok anak TK Pertiwi V Grabag,

Diperkirakan biaya instrumentasi dan alat kontrol 20  dari total harga peralatan (Peters, dkk, 2004)... LE.1.1.10

Coklat kemerahan (5YR4/4), liat, gumpal bersudut sedang, agak teguh, perakaran halus sedang, pori mikro sedang, pH 4.2, selaput liat jelas tipis, sedikit, batas horison berangsur

Fraser.. Gambar 5.9 Profil kedalaman rapat arus akivalen hasil filter Karous- Hjelt dan peta kontur filter Fraser inphase-up Depan Kantor Bribin. Titik-garis biru