PEMODELAN KESEIMBANGAN HARA KAITANNYA
DENGAN PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq)
EKO NOVIANDI GINTING
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan
Keseimbangan Hara Kaitannya dengan Produksi Tanaman Kelapa Sawit (
Elaeis
guineensis
Jacq) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
RINGKASAN
EKO NOVIANDI GINTING. Pemodelan Keseimbangan Hara Kaitannya dengan
Produksi Tanaman Kelapa Sawit (
Elaeis guineensis
Jacq). Dibimbing oleh
ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO dan LILIK TRI INDRIYATI.
Indonesia merupakan negara yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas
di dunia. Pada tahun 1990 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya 1.12
juta hektar, kemudian pada tahun 2000 meningkat tajam menjadi 4.15 juta hektar,
dan pada tahun 2012 sudah mencapai 9.07 juta hektar. Kelapa sawit memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati
lainya. Beberapa keunggulan itu antara lain adalah produksi per satuan luas yang
tinggi, umur ekonomis yang panjang, dan produknya dapat digunakan dalam
berbagai industri baik pangan maupun non pangan.
Produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor baik berupa faktor
internal maupun eksternal. Pemupukan merupakan salah satu faktor eksternal
yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pencapaian produksi. Di sisi
lain pemupukan juga merupakan kegiatan pemeliharaan yang menghabiskan biaya
yang cukup tinggi. Mengingat biaya yang cukup besar tersebut maka ketepatan
dalam pemupukan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Penambahan salah satu unsur hara melalui pemupukan akan menyebabkan
terjadinya pergeseran keseimbangan hara di dalam tanah. Hal tersebut tentunya
akan mempengaruhi ketersediaan hara dan penyerapan hara oleh tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran keseimbangan hara baik di
dalam jaringan tanaman maupun di dalam tanah untuk tanaman kelapa sawit.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan
dalam melakukan rekomendasi pemupukan kaitannya dengan penentuan
kebutuhan pupuk untuk tanaman kelapa sawit sehingga pemupukan yang
dilakukan dapat lebih tepat dalam upaya pencapaian produksi yang optimum.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei eksplorasi
dengan mengumpulkan data hasil analisis daun, data hasil analisis tanah, dan data
produksi kelapa sawit dari beberapa perkebunan kelapa sawit yang tersebar di
beberapa propinsi di Indonesia. Data tersebut dikumpulkan dari perkebunan
kelapa sawit yang berada di Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera
Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Selatan. Keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman
ditentukan mengan menggunakan metode DRIS (
Diagnosis and Recommendation
Integrated System
), sementara keseimbangan hara di dalam tanah dianalisis
dengan menggunakan metode garis batas (
Boundary Line Method
).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) nilai norms masing-masing rasio
hara di dalam jaringan tanaman adalah sebesar 15.92 untuk rasio hara N/P, 2.53
untuk N/K, 3.87 untuk N/Ca, 10.12 untuk N/Mg, 6.35 untuk K/P, 4.17 untuk
Ca/P, 1.62 untuk Mg/P, 1.55 untuk K/Ca, 4.05 untuk K/Mg, dan 2.65 untuk rasio
hara Ca/Mg; (2) nilai keseimbangan hara di dalam tanah yang optimum
masing-masing sebesar 6.4 untuk rasio hara Ca/K, 2.5 untuk rasio Ca/Mg dan 2.3 untuk
rasio Mg/K.
SUMMARY
EKO NOVIANDI GINTING. Model of Nutrients Balance Related to Oil Palm
(
Elaeis guineensis
Jacq) Productivity. Supervised by ATANG SUTANDI, BUDI
NUGROHO, and LILIK TRI INDRIYATI.
Indonesia is the country which has the largest area of oil palm plantation in
the world. Indonesia had only about 1.12 million hectares of oil palm plantation in
1990s, but greatly increased in 2000s which attain 4.15 million hectares and in
2012 had reached about 9.07 million hectares.
Oil palm has many advantages compared to other oil crops such as higher
production per unit area, long economic life, and its product, either edible or
non-edible one can be used in variety industries. Oil palm productivity is highly
affected by so many internal and external factors. Fertilization is one of the
external factors which have a big effect on oil palm productivity.
Nutritients addition through fertilization will lead of alter nutrient balance in
the soil; which will affect nutrients availability and plant nutrient uptake. The aim
of this study was to determine the nutrients balance for oil palm both of in the
plant tissue and the soil. Hopefully, the results of the study could be use on of
consideration in fertilizer recommendation practice related to determination of
fertilizer requirements for oil palm thus will be more appropriate in order to
achieve optimum oil palm productivity.
Exploration survey method was used in this study by collecting data of oil
palm production, foliar and soil analysis. The data were collected from several oil
palm plantations in Indonesia such as North Sumatera, Jambi, Riau, West
Sumatera, Lampung, South Sumatera, West Java, West Kalimantan, East
Kalimantan, and South Kalimantan provinces. Diagnosis and Recommendation
Integrated System (DRIS) was used for determined nutrients balance in the oil
palm tissue whereas boundary line method was used for determining nutrients
balance in the soil.
The results showed that (1) the norms value for each nutrient ratio were
15.92 for N/P, 2.53 for N/K, 3.87 for N/Ca, 10.12 for N/Mg, 6.35 for K/P, 4.17
for Ca/P, 1.62 for Mg/P, 1.55 for K/Ca, 4.05 for K/Mg, and 2.65 for Ca/Mg; and
(2) the optimum value of soil nutrient balance of Ca/K, Ca/Mg, and Mg/K were
6.4, 2.5, and 2.3 respectively.
Key words: Nutrients balance, Boundary line method, DRIS,
Elaeis guineensis
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
PEMODELAN KESEIMBANGAN HARA KAITANNYA
DENGAN PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq)
EKO NOVIANDI GINTING
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NIM
: A151
i
10011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ir: Atang Sutandi. MSi.PhD
Ketua Komisi
Dr.Ir. Budi Nugroho;MSi
Dr.Ir. Lilik Tri Indriyati;MSc.
Anggota
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ihnu Tanah
Ir.Atang Sutandi,Msi,Phd
Tanggal Ujian : 30 Agustus 2013
Tanggal Lulus :
Judul Tesis
: Pemodelan Keseimbangan Hara Kaitannya dengan Produksi
Tanaman Kelapa Sawit (
Elaeis guineensis
Jacq).
Nama
: Eko Noviandi Ginting
NIM
: A151110011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ir. Atang Sutandi, MSi,PhD
Ketua Komisi
Dr.Ir. Budi Nugroho,MSi
Dr.Ir. Lilik Tri Indriyati,MSc.
Anggota
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Tanah
Ir.Atang Sutandi,Msi,Phd
Dr.Ir.Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala
atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dan tesis sebagai syarat penyelesaian
program Magister Sains ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah mengenai Keseimbangan Hara dan Kaitannya dengan
Produksi Tanaman Kelapa Sawit (
Elaeis gueenensis
Jacq). Penelitian dilakukan
sejak Januari sampai dengan Juni 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Atang Sutandi Msi PhD,
Bapak Dr.Ir. Budi Nugroho MSi, dan Ibu Dr.Ir. Lilik Tri Indriyati MSc selaku
pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan dan membimbing dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak
Dr.Ir. Arief Hartono MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Putro Hairutomo, Arfi Irawati, dan
Muhammad Nuriman yang telah banyak membantu selama penulis melakukan
penelitian dan penulisan tesis. Selain itu, penghargaan dan terima kasih penulis
ucapkan kepada Direktur dan Manajemen Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan
atas kesempatan pendidikan, beasiswa, dukungan dan segala batuan moril yang
telah diberikan. Terima kasih kepada Bapak Lukman Fadli MSi, yang telah
memberikan izin penulis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini, kepada Agung dan Darly Anief yang telah membantu penulis
mengumpulkan data, juga kepada mas Heri Santoso SP MSi, yang telah banyak
memberikan dukungan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
istri tercinta dan juga kepada anak-anakku yang telah menjadi penyemangat
selama saya menempuh studi, orang tua di Medan dan Kisaran serta seluruh
keluarga atas segala do’a, dukungan, dan kasih sayangnya.
Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi praktisi perkebunan kelapa sawit khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
Bogor, Agustus 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1.
PENDAHULUAN
1
Latar belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
2.
TINJAUAN PUSTAKA
4
Sekilas Tentang Kelapa Sawit
4
Tanah dan Pemupukan di Perkebunan Kelapa Sawit
5
Keseimbangan Hara
6
Metode DRIS (
Diagnosis Recommendation Integrated System)
7
Metode Garis Batas (
Boundary Line Method
) dalam menilai
kisaran keseimbangan hara
8
3.
METODE PENELITIAN
11
Tempat dan waktu
11
Bahan dan Alat
11
Prosedur Penelitian
11
Pengolahan data
11
Peneraan umur tanaman
12
Penentuan keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di dalam
jaringan tanaman dengan menggunakan metode DRIS
12
Perhitungan indeks DRIS masing-masing hara
14
Perhitungan Indeks Keseimbangan hara/
Nutrient Balance
Index
(NBI)
15
Penentuan keseimbangan hara K, Ca, Mg dapat ditukarkan
tanah dengan metode garis batas (
boundary line method
)
15
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Peneraan berdasarkan umur tanaman
17
Norms
DRIS dan keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman
18
Indeks DRIS dan Indeks Keseimbangan hara/
Nutrient Balanc
Index
(NBI)
22
Keseimbangan hara K, Ca, Mg dapat ditukarkan tanah
25
Kejenuhan Alumminium (Al) tanah
29
5.
SIMPULAN DAN SARAN
30
Simpulan
30
Saran
30
6.
DAFTAR PUSTAKA
31
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Nilai norm, standar deviasi (std) dan koefisien keragaman
(cv) masing-masing rasio hara
18
2.
Keseimbangan hara dalam jaringan daun tanaman kelapa
sawit
21
3.
Kisaran nilai indeks hara pada sub populasi produksi tinggi
dan produksi rendah
24
4.
Nilai keseimbangan dan nilai optimum hara K, Ca, Mg
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Diagram sebar (
scatter diagram
) hubungan antara produksi
dengan kadar hara
9
2.
Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor pembatas
9
3.
Diagram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan hara N, P,
K dalam jaringan tanaman
13
4.
Penentuan keseimbangan hara dengan menggunakan metode
garis batas
16
5.
Diagram sebar hubungan antara umur tanaman dengan
produksi aktual (a) dan hubungan umur tanaman dengan
produksi teraan (b)
18
6.
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara N, P, K tanaman
19
7.
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara N, Ca, Mg tanaman
20
8.
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara Ca, P, K tanaman
20
9.
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara Mg, P, K tanaman
21
10.
Diagram sebar hubungan antara produksi tanaman dengan
indeks hara N (a), indeks hara P (b), indeks hara K (c), indeks
hara Ca (d) dan indeks hara Mg (e)
23
11.
Hubungan antara indeks keseimbangan hara (
Nutrient Balance
Index
) dengan produksi tanaman
24
12.
Garis batas pada diagram sebar hubungan antara rasio Ca/K,
Ca/Mg dan Mg/K dengan produksi tanaman
26
13.
Diagrram sebar hubungan antara kejenuhan K, Ca, Mg tanah
dengan produksi tanaman
28
14.
Diagram sebar hubungan antara kejenuhan Al tanah dengan
produksi tanaman
29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Indeks DRIS N, P, K, Ca, Mg dari seluruh sampel yang
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (
Elaeis guineensis
Jacq) merupakan tanaman perkebunan yang
perkembangannya sangat pesat di Indonesia. Pada tahun 1975 luas perkebunan
kelapa sawit di Indonesia hanya sekitar 188 ribu hektar, kemudian pada tahun
2000 meningkat menjadi sekitar 4.1 juta hektar, dan pada tahun 2012 luas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan mencapai angka 9.07 juta
hektar (DIRJENBUN 2012). Pesatnya pertambahan luas tersebut antara lain
disebabkan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati
lainnya. Beberapa keunggulan itu antara lain adalah produksi per satuan luas yang
tinggi, umur ekonomis yang panjang, dan produknya dapat digunakan sebagai
bahan baku industri baik pangan maupun non pangan.
Produksi tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
faktor genetis, faktor tanah atau lingkungan, faktor iklim, dan faktor pengelolaan
atau sistem manajemen kebun. Salah satu faktor yang termasuk ke dalam faktor
pengelolaan yang memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap produksi kelapa
sawit adalah pemupukan. Prabowo (2011) menyatakan bahwa produksi tandan
buah segara (TBS) kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor - faktor seperti cadangan
hara tanah, suplai hara, manajemen lapangan, iklim, bahan tanaman dan
pemupukan, namun diantara banyak faktor tersebut pemupukan merupakan faktor
yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap produksi TBS. Sementara Goh
et
al.
(1999) juga menyatakan bahwa pemupukan memberikan kontribusi sebesar
29% dari peningkatan produksi tanaman kelapa sawit. Namun demikian
pemupukan juga menghabiskan biaya yang cukup tinggi di perkebunan kelapa
sawit. Siahaan
et al.
(1991) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
pemupukan di perkebunan kelapa sawit berkisar 30% dari total biaya produksi
atau sekitar 40% sampai 60% dari total biaya pemeliharaan.
Perumusan Masalah
Dalam manajemen perkebunan kelapa sawit sebelum melakukan
pemupukan umumnya diawali dengan kegiatan rekomendasi pemupukan. Hasil
analisis daun dan tanah atau kombinasi keduanya digunakan sebagai salah satu
dasar untuk menentukan kebutuhan pupuk untuk tanaman. Hasil analisis tanah
akan memberikan informasi mengenai status kesuburan tanah termasuk
ketersediaan hara di dalam tanah. Sementara hasil analisis daun atau jaringan
tanaman akan memberikan gambaran status hara tanaman, apakah tanaman
memerlukan penambahan hara melalui pemupukan dan jenis hara apa yang perlu
ditambahkan (Corley dan Thinker 2003).
Banyak metode atau pendekatan yang dapat digunakan dalam
menginterpretasi hasil analisis tanah dan tanaman, diantaranya yang sering
digunakan adalah metode batas kritis (
critical value
) dan kisaran kecukupan hara
(
nutrient sufficiency range
). Namun metode tersebut memiliki banyak kelemahan
diantaranya metode tersebut merupakan penilaian hara tunggal, sehingga relatif
sulit untuk mengetahui interaksi antara satu hara dengan hara lainnya. Kelemahan
lainnya adalah penggunaan metode tersebut harus disesuaikan dengan umur
ataupun bagian morfologi tanaman contoh yang diambil dan dibandingkan dengan
standar baku. Ketepatan diagnosis akan meningkat apabila cara pengambilan
contoh dilakukan dengan kisaran waktu yang ketat. Namun pada kenyataannya hal
tersebut tidak selalu dapat dilakukan di lapangan, sehingga berpotensi
menyebabkan kesalahan yang serius (Walworth dan Sumner 1987). Berdasarkan
hal tersebut maka diperlukan suatu pendekatan atau metode yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis status hara secara holistik. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah DRIS (
Diagnosis and Recommendation Integrated System
), di
mana konsep dasarnya adalah menilai hara tanaman untuk menentukan komposisi
hara yang berimbang dalam upaya memperoleh produksi yang optimum. Metode
DRIS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode lainnya, salah satunya
adalah metode DRIS mampu menghasilkan urutan hara berdasarkan hara yang
paling dibutuhkan tanaman secara relatif terhadap hara lainnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam usaha perkebunan kelapa sawit
pemupukan merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan yang menghabiskan
biaya yang cukup besar. Pemupukan yang tidak tepat bukan saja dapat
menyebabkan
pemborosan
tetapi
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya
akurat karena dalam penentuannya interaksi antara satu hara dengan hara lainnya
juga dipertimbangkan.
Tujuan Penelitian
1.
Menentukan kisaran keseimbangan hara N, P, K, Ca, dan Mg dalam jaringan
tanaman kelapa sawit.
2.
Menentukan kisaran keseimbangan K, Ca, Mg dapat ditukarkan tanah untuk
tanaman kelapa sawit.
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSATAKA
Sekilas Tentang Kelapa Sawit
Kelapa sawit (
Ealeis guineensis
Jacq) merupakan jenis tanaman palma asli
Afrika yang pada awal mulanya di Indonesia ditanam di kebun Raya Bogor
sebagai tanaman hias. Seiring berjalannya waktu, kemudian kelapa sawit
diusahakan untuk tanaman perkebunan sebagai tanaman penghasil minyak nabati
yang memiliki banyak manfaat baik di bidang pangan maupun non pangan.
Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam divisi
Embryophita Siphonogama
,
kelas
Angiospermae
, ordo
Monokotiledone
, famili
Arecaceae
/
Palmae
, subfamili
Cocodiae
, genus
Elaeis
, dengan spesies
Elaeis guineensis
Jacq,
Elaeis oleifera
(H.B.K) cortes
dan
Elaeis odora
(Pahan 1988).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah-daerah
dengan curah hujan 1500 sampai 4000 mm/tahun, namun akan tumbuh dengan
optimal pada daerah dengan curah hujan 2000 sampai 3000 mm/tahun dengan
sebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu optimum yang dikehendaki tanaman
kelapa sawit adalah 24
0
C sampai 28
0
C, namun kelapa sawit juga masih dapat
tumbuh dengan suhu terendah 18
0
C dan tertinggi 32
0
C (Pahan 2008).
Tandan bunga kelapa sawit terletak di ketiak daun dan umumnya mulai
muncul setelah tanaman berumur satu tahun di lapangan. Bakal bunga akan
terbentuk sekitar 33 sampai 34 bulan sebelum bunga mekar (
anthesis
), sedangkan
penentuan terjadinya bunga jantan atau betina terjadi sekitar 14 bulan sebelum
bunga mengalami anthesis (Breure dan Mendez 1990). Secara umum tanaman
kelapa sawit dapat berproduksi sepanjang tahun. Buah akan terbentuk setelah
bunga mengalami penyerbukan dan waktu yang diperlukan dari penyerbukan
sampai buah matang secara fisiologis sangat dipengaruhi oleh iklim. Oleh sebab
itu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk buah pada suatu daerah dapat saja
berbeda dengan daerah yang lainnya.
Jumlah tandan per pokok tanaman kelapa sawit tergantung pada laju
produksi daun, rasio seks bunga, dan kegagalan pembentukan tandan akibat
terjadinya aborsi bunga (Corley dan Thinker 2003). Jumlah tandan per pokok
cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Sedangkan
berat tandan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Dalam kondisi lingkungan dan pengelolaan yang optimal tandan buah
kelapa sawit umumnya dapat dipanen untuk pertama kalinya setelah tanaman
berumur 30-36 bulan di lapangan. Produktivitas tanaman akan terus meningkat
sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan akan mencapai maksimum pada
saat tanaman berumur 8-12 tahun dilapangan. Setelah itu produktivitasnya akan
berangsur-angsur menurun dengan semakin tuanya umur tanaman hingga umur
ekonomis tanaman yaitu 25 tahun (Corley dan Thinker 2003).
buahnya dan biaya yang dikeluarkan dianggap menjadi tidak lagi ekonomis.
Selain itu pada tanaman kelapa sawit yang sudah tua (>20 tahun) umumnya
produksi sudah mulai turun sehingga dianggap tidak ekonomis untuk terus
diusahakan. Berdasarkan hal tersebut maka tanaman kelapa sawit akan di
replanting
(tanam ulang) setelah tanaman berumur 25 tahun.
Tanah dan Pemupukan di Perkebunan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah.
Tanah dengan solum yang dalam, drainase yang baik, dan dengan pH 5.5 sampai
7.0 serta memiliki topografi yang datar sangat baik untuk budidaya tanaman
kelapa sawit (Hartley 1988). Piggot (1990) mengemukakan beberapa ciri tanah
yang bisa menjadi faktor pembatas untuk budidaya tanaman kelapa sawit antara
lain adalah (i) tanah dengan drainase yang jelek dengan permukaan air tanah yang
dangkal sehingga terjadi penggenangan untuk waktu yang cukup lama, (ii)
tanah-tanah laterit yang telah berkembang lanjut sehingga memilik fragmen kasar yang
memiliki kemampuan menahan air yang rendah, (iii) tanah-tanah yang bertekstur
pasir, dan (iv) tanah gambut dengan kedalaman lebih dari 2 meter.
Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman sangat
beragam, tergantung jenis tanah, sifat-sifat tanah, dan berbagai aksi-reaksi di
dalam tanah yang mempengaruhi kemudahan hara untuk mencapai zona perakaran
tanaman. Adiwiganda
et al.
(1995) membagi status kesuburan tanah pada areal
pengembangan kelapa sawit di Indonesia menjadi lima kelompok, yaitu tanah
dengan tingkat kesuburan tinggi, agak tinggi, sedang, agak rendah, dan rendah.
Adiwiganda
et al.
(1999) juga menggambarkan hubungan antara tingkat
kesuburan tanah dengan produktivitas kelapa sawit, dengan pembagian sebagai
berikut : (i) tingkat kesuburan tinggi sampai dengan agak tinggi seperti pada
tanah-tanah
Hapludand, Haplaquand
dan
andaquept
, memiliki produktivitas 24
ton tandan buah segar (TBS)/ha/tahun, (ii) tanah dengan tingkat kesuburan sedang
seperti
Dystropept, Hapludult
dan
Tropopsament
memiliki produktivitas 21-24
ton TBS/ha/tahun, (iii) tingkat kesuburan agak rendah seperti pada tanah-tanah
Haplohumult, Haplaquult,
dan
Tropofluvent
memiliki produktivitas 18-21 ton
TBS/ha/tahun, dan (iv) tanah dengan tingkat kesuburan rendah seperti pada
tanah-tanah
Paleaquult, Paleudult, Palehumult,
dan
Kandiudult
dengan tingkat
produktivitas < 18 ton TBS/ha/tahun.
Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan
hara bagi tanaman seperti hasil analisis tanah, hasil analisis daun atau kombinasi
dari keduanya. Untuk tanaman perkebunan, hasil analisis tanah saja tidak cukup
untuk dijadikan dasar dalam penentuan kebutuhan hara tanaman, hal ini
disebabkan sulitnya mengetahui jangkauan perakaran tanaman dalam menyerap
unsur hara. Sementara hasil analisis daun dapat memberikan gambaran lebih luas,
hal ini didasari pada prinsip bahwa kadar suatu unsur hara di dalam tanaman
merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan
unsur hara tersebut dari dalam tanah (Liferdi
et al
. 2008). Schroth
et al.
(2002)
menyatakan bahwa salah satu analisis yang dapat dilakukan untuk mengetahui
status hara pada tanaman tahunan adalah analisis jaringan daun, namun perlu
diketahui jaringan daun yang paling tepat berkorelasi terhadap produksi tanaman
tersebut. Widjaja-adhi (1993) juga mengusulkan bahwa analisis tanaman
diutamakan untuk tanaman tahunan dan analisis tanah untuk tanaman setahun.
Namun demikian kombinasi informasi hasil analisis daun dan tanah akan
meningkatkan keakuratan dalam melakukan rekomendasi pemupukan.
Keseimbangan Hara
Tujuan dari pemupukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman
dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kata “seimbang” menjadi sebuah kata
kunci yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebutuhan pupuk untuk
tanaman. Hal tersebut disebabkan penambahan unsur hara melalui pemupukan
akan menyebabkan terjadinya pergeseran keseimbangan hara di dalam tanah yang
tidak jarang berpengaruh terhadap ketersedian hara di dalam tanah. Secara umum,
konsep keseimbangan hara dapat ditinjau melaui dua aspek, yaitu keseimbangan
hara di dalam tanah dan keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman (Winarna
dan Sutarta 2009). Keseimbangan hara di dalam tanah berpengaruh terhadap
ketersediaan hara, sementara keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Metode DRIS (
Diagnosis Recommendation Integrated System
)
DRIS (
Diagnosis and Recommendation Integrated System
) merupakan suatu
metode evaluasi status hara tanaman dengan menggunakan rasio kadar hara daun
dari sepasang hara yang dikenal dengan
norms
(Soultanpour
et al.
1995). Konsep
DRIS adalah untuk menilai hara tanaman secara holistik, untuk mendapatkan
komposisi hara yang paling berimbang guna memperoleh produksi dan kualitas
hasil yang optimum. DRIS memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
metode yang lainnya. Bangro
et al.
(2010) menyatakan bahwa DRIS memiliki
kelebihan berupa kemampuannya untuk mengurutkan hara dari yang defisien
sampai dengan yang berlebih dan sekaligus menghitung keseimbangan hara
tanaman. Selain itu metode DRIS juga bersifat lebih dinamis dan mendiagnosis
hara tanaman dengan menggunakan pasangan hara sehingga DRIS lebih efisien
untuk mendiagnosis hara tanaman baik pada pertanian komersial maupun
perkebunan (Partelli
et al.
2007; Wortmann
et al.
2008).
Tahap pertama dalam penggunaan DRIS adalah menentukan standar atau
norms
. Dalam penentuan
norms
hal pertama yang harus dilakukan adalah
mengumpulkan data untuk membuat hubungan antara produksi dengan rasio
kadar hara tanaman. Selanjutnya adalah membagi seluruh pengamatan menjadi
dua kelompok yaitu sub populasi yang berproduksi rendah dan sub populasi yang
berproduksi tinggi. Kelompok produksi tinggi merupakan gambaran dari kondisi
yang optimal dimana faktor pembatas yang ada sudah banyak berkurang
dibanding kelompok produksi rendah, antara kelompok produksi tinggi dan
kelompok produksi rendah dibatasi oleh suatu sekat produksi.
Pada metode DRIS sulit untuk membagi atau memberi batasan antara
kelompok produksi tinggi dengan kelompok produksi rendah. Nilai batas (
cute-off
value
) aktual yang digunakan untuk membagi antara kelompok produksi tinggi
dan rendah bukan merupakan batas kritis selama data pada kelompok produksi
tinggi tetap berdistribusi normal. Untuk mempermudah, nilai batas (
cute-off
value
) yang dipilih biasanya menggambarkan produksi tertinggi yang biasa
diperoleh oleh petani (Walworth dan Sumner 1987). Sebagai alternatif beberapa
peneliti mengusulkan bahwa kelompok produksi tinggi paling sedikit sebanyak
10% dari total data yang diamati (Jones
et al.
1991).
Norms
DRIS adalah nilai standar yang diperoleh dari kelompok produksi
tinggi yang selanjutnya akan digunakan untuk menentukan indeks DRIS
masing-masing hara. Nilai standar tersebut merupakan nilai rata-rata dari pasangan rasio
hara dari kelompok produksi tinggi. Selain menentukan
norms
juga dihitung
koefisien variasi (CV) dari masing-masing
norm
untuk melihat sebaran relatif
dari respon permukaan pada tingkat produksi yang lebih tinggi (Tisdale
et al
.
1985). Setelah nilai
norms
diperoleh, tahap selanjutnya adalah menentukan nilai
indeks DRIS masing-masing hara. Indeks DRIS masing-masing hara ditentukan
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut (Sumner 1977):
Indeks hara A
=
(
⁄
)
(
⁄
)
⋯
(
⁄
) (
⁄
)
Indeks hara M
=
(
⁄
) (
⁄
) … (
⁄
) (
⁄
)
Indeks hara N
=
(
⁄
) (
⁄
) … (
⁄
) (
⁄
)
Dimana :
a/b = norms
A/B = nisbah hara A dan B dari contoh yang diteliti
CV = koefisien keragaman dari norms a/b
Z = jumlah fungsi
M = contoh jenis hara M
N = contoh jenis hara N
Bila A/B > a/b, maka f (A/B) =
/
/
−
1
100
, atau
Bila A/B < a/b, maka maka f (A/B) =
1
−
/
/
100
Indeks hara tersebut menghasilkan nilai positif dan nilai negatif, nilai positif
mencerminkan hara berada dalam kondisi relatif berlebih dan nilai negatif
mencerminkan hara berada dalam kondisi relatif kekurangan, sementara nilai
indeks yang mendekati nol mencerminkan hara tersebut berada dalam kondisi
berimbang secara relatif terhadap hara lainnya.
Ukuran keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman secara relatif dapat
dilihat dari nilai indeks keseimbangan hara/
nutrients balance index
(NBI). NBI
merupakan jumlah absolut dari seluruh indeks DRIS hara yang didiagnosis, nilai
NBI yang mendekati nol mencerminkan komposisi hara yang didiagnosis berada
dalam keadaan seimbang. Pada umumnya produksi tanaman akan cenderung
menurun dengan semakin tingginya nilai NBI. Namun demikian produksi
tanaman tidak dapat diprediksi dengan menggunakan nilai NBI karena adanya
pengaruh dari faktor lain yang mungkin mempengaruhi produksi yang tidak
dicerminkan dari nilai-nilai indeks hara yang didiagnosis (Sutandi, 2004).
Metode Garis Batas (
Boundary Line Method
) dalam menilai kisaran
keseimbangan hara
Metode garis batas
boundary line method
merupakan suatu metode yang
dapat digunakan untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Pendekatan
boundary line
mendefinisikan hubungan antara nilai maksimum suatu variabel tak
bebas (
dependent variable
) dengan kisaran nilai variabel bebas (
independent
variable
) tertentu dalam suatu populasi data. Dengan demikian
boundary line
dapat digunakan untuk mencari kisaran nilai kecukupan untuk hara maupun
parameter yang lainnya. Sama halnya dengan metode DRIS, tahap awal dalam
melakukan evaluasi dengan
boundary line
adalah menentukan norm atau standar.
rendah. Antara kelompok produksi tinggi dengan kelompok produksi rendah di
batasi oleh suatu sekat produksi.
Gambar 1 Diagram sebar (
scatter diagram
) hubungan antara produksi dengan
kadar hara (Walworth
et al.
1986)
Dari Gambar 1 terlihat bahwa semakin tingi rasio hara, semakin tinggi
produksi tanaman sapai tingkat tertentu kemudian produksi turun kembali dengan
semakin tingginya nilai rasio hara. Ilustrasi seperti ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis kemungkinan mendapatkan produksi maksimum yang konsisten
dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth
et
al.
1986).
Gambar 2 Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
pembatas (Sumner dan Ferina 1986)
Selain dipengaruhi oleh kadar hara yang dievaluasi, tingkat produksi yang
rendah pada gambar di atas juga dipengaruhi oleh sejumlah n faktor pembatas
(Sumner dan Farina 1986) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2. Dari
gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi produksi
pada tingkat rendah, kemudian semakin berkurang faktor pembatas tersebut maka
produksi bertambah tinggi. Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka
3
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini dilakukan di kantor Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Penelitian berlangsung selama 6 bulan
mulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2013 yang meliputi pengumpulan
data, inventarisasi data, dan pengolahan data.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data hasil analisis daun,
data hasil analisis tanah, dan data produksi tanaman yang dikumpulkan dari
beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Data tersebut antara lain
dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit yang berada di Propinsi Sumatera
Utara, Jambi, Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Contoh daun diambil dari pelepah
ke-17, sementara contoh tanah yang dianalisis adalah contoh tanah komposit yang
diambil dari dalam piringan pohon sampai kedalaman ± 30 cm. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
personal computer
dengan
dukungan software Microsoft Excell, Microsoft word dan
software
SPSS versi
16.0 untuk analisis statistik.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei eksplorasi.
Pertama data dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit dengan berbagai kondisi.
Setelah data dikumpulkan selanjutnya data dipilih dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut: (1) perkebunan kelapa sawit yang diusahakan hanya pada tanah
mineral; (2) kerapatan populasi yang dipilih adalah 126-145 pohon/ha dan; (3)
umur tanaman dibatasi 4-15 tahun. Dengan demikian data di luar kriteria tersebut
dieliminasi, selanjutnya data terpilih ditabulasi untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan data. Kadar hara daun yang dianalisis meliputi kadar hara N, P, K, Ca
dan Mg sementara unsur hara tanah yang dianalisis meliputi K, Ca, dan Mg dapat
ditukarkan.
Pengolahan data
dalam jaringan tanaman dengan menggunakan metode DRIS (
diagnosis
recommendation integrated system
); dan (
iii
) Penentuan kisaran keseimbangan K,
Ca, Mg tanah dapat ditukarkan dengan menggunakan metode garis batas
(
Boundary Line Method)
.
Peneraan umur tanaman
Peneraan perlu dilakukan karena data produksi tanaman yang dikumpulkan
di lapang berasal dari tanaman dengan umur yang sangat beragam (4 sampai 15
tahun). Agar data produksi setiap contoh dapat dibandingkan satu dengan yang
lainnya maka terlebih dahulu data produksi ditera terhadap umur (Sutandi dan
Barus 2007). Tahap pertama sebelum melakukan peneraan adalah melakukan
analisis korelasi dan regresi antara umur dengan produksi aktual tanaman untuk
memperoleh persamaan untuk mencari produksi dugaan menurut umur.
Persamaan tersebut dibangun dari hubungan antara faktor umur sebagai variabel
independen dan produksi aktual tanaman sebagai variabel dependen. Persamaan
yang diperoleh dari analisis korelasi regresi tersebut selanjutnya dijadikan dasar
dalam melakukan peneraan.
Peneraan dilakukan dengan meluruskan garis persamaan regresi antara
produksi aktual dengan umur tanaman sejajar dengan sumbu x (umur tanaman).
Garis peneraan ini merupakan rataan dari total data secara keseluruhan. Model
peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Rathfon dan Burger 1991):
Ŷ
i = f(t)
Ŷ
i = produksi dugaan menurut umur
t = umur (tahun)
Yti = Y + (Yi –
Ŷi)
dimana Yti = produksi teraan contoh ke i
Yi = produksi aktual contoh ke i
Y = rataan umum contoh
Ŷ
i = produksi dugaan menurut umur
Selanjutnya yang dimaksud dengan produksi dalam bahasa penelitian ini adalah
produksi teraan.
Penentuan keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di dalam jaringan tanaman
dengan metode DRIS
sementara sisanya sebagai kelompok produksi rendah. Dalam penelitian ini sekat
produksi atau batas produksi antara kelompok produksi tinggi dengan kelompok
produksi rendah adalah 10% dari total 2301 data yang diamati. Dengan ketentuan
tersebut, maka batas atau sekat produksi antara kelompok produksi tinggi dengan
kelompok produksi rendah sebesar 25.96 ton/ha.
[image:30.595.110.508.158.760.2]Setelah dilakukan pembagian kelompok produksi dan kelompok produksi
rendah, selanjutnya dicari rataan nisbah masing-masing hara (N, P, K, Ca, Mg)
dari kelompok produksi tinggi.
Norms
adalah rataan nisbah hara dari populasi
produksi tinggi (Sutandi, 1996). Selain itu ditentukan juga standar deviasi (std)
dan koefisien keragaman (cv) dari masing-masing nisbah hara
norm
.
Keseimbangan nisbah hara di dalam jaringan tanaman ditentukan dengan
menggunakan diagram DRIS. Diagram DRIS digambarkan dengan dua buah
lingkaran, yaitu lingkaran dalam dan lingkaran luar (Gambar 3). Lingkaran dalam
memiliki diameter X ± 2/3 standar deviasi, sementara lingkaran luar berdiameter
X ± 4/3 standar deviasi.
Gambar 3 Diagram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan hara N, P, K dalam
jaringan tanaman
Gambar 3 merupakan digaram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan
hara untuk 3 hara makro yaitu N, P, dan K. Untuk mendiagnosis hara makro
lainnya maka perlu dibuat diagram DRIS lainnya. Setidaknya diperlukan 4
diagram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di dalam
jaringan tanaman. Cara penggunaan diagram tersebut adalah sebagai berikut: bila
hasil analisis tanaman mempunyai rasio hara yang jatuh pada lingkaran dalam
maka dinyatakan rasio hara tersebut berada dalam keadaan berimbang,
N/P
N/K
K/P
K
K
K
K
K
K
N
N
N
N
N
N
P
P
P
P
P
P
Berlebih =
Cenderung berlebih =
Seimbang/normal =
Cenderung kurang =
dilambangkan dengan tanda panah
→
. Semakin menjauh letak rasio hara dari
titik pusat maka ketidak seimbangan antara kedua hara tersebut semakin
meningkat. Daerah tidak berimbang dibagi menjadi dua, daerah pertama
merupakan daerah agak berimbang dinyatakan dengan tanda panah miring atau
, yang jatuh di daerah antara lingkaran dalam dan lingkaran luar. Daerah kedua
merupakan daerah tidak berimbang dilambangkan dengan tanda panah
↓ atau ↑
yang jatuh di luar lingkaran luar. Penilaian keseimbangan dilakukan dengan
memproyeksikan setiap hara contoh pada diagram DRIS. Kisaran nisbah hara
yang dianggap seimbang berada di bagian dalam lingkaran dalam sementara
nisbah hara yang terletak diantara lingkaran dalam dan lingkaran luar merupakan
kisaran nisbah hara yang kurang seimbang dan yang berada di luar lingkaran luar
merupakan nisbah hara yang tidak seimbang (Beaufils dan Sumner, 1976).
Perhitungan Indeks DRIS masing-masing hara
Indeks DRIS menggambarkan urutan hara berdasarkan hara yang paling
dibutuhkan tanaman secara relatif terhadap hara lainnya. Indeks DRIS
digambarkan dengan nilai positif dan nilai negatif yang mencerminkan kondisi
hara berada pada kondisi kelebihan atau kekurangan secara relatif terhadap hara
lainnya (Silveira
et al
. 2005). Semakin tinggi nilai negatif indeks DRIS suatu hara
menggambarkan hara tersebut semakin dibutuhkan tanaman karena berada dalam
kondisi yang kurang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebaliknya,
semakin tinggi nilai positif suatu indeks DRIS hara mencerminkan hara tersebut
dalam kondisi relatif berlebih. Nilai indeks DRIS yang mendekati nol
menunjukkan hara tersebut berada dalam kondisi seimbang/optimum secara relatif
terhadap hara lainnya sehingga tidak menjadi faktor pembatas pencapaian
produksi (Junior dan Monerat 2003). Jumlah seluruh indeks hara adalah nol,
karena masing-masing nilai fungsi rasio hara yang satu ditambah dan dikurangkan
terhadap yang lainnya. Perhitungan indeks-indeks hara dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut (Sumner 1977):
Indeks hara N
=
(
⁄
) (
⁄
) (
⁄
) (
⁄
)
Indeks hara P
=
(
⁄
) (
⁄
) (
⁄
) (
/ )
Indeks hara K
=
(
⁄
) ( / ) (
⁄
) (
⁄
)
Indeks hara Ca
=
(
⁄
) (
⁄
) (
⁄
) (
⁄
)
Indeks hara Mg
=
(
⁄
) (
⁄
) (
⁄
) (
⁄
)
Bila N/P > n/p, maka f (N/P) =
/
/
−
1
100
, atau
Bila N/P < n/p, maka maka f (N/P) =
1
−
/
/
100
masing-masing hara yang optimum dilakukan dengan menggunakan metode garis batas
(
boundary line method
).
Perhitungan Indeks Keseimbangan Hara/
Nutrients Balance Index
(NBI)
Dengan metode DRIS juga dapat diketahui ukuran keseimbangan hara di
dalam jaringan tanaman secara relatif melalui nilai indeks keseimbangan hara atau
NBI. NBI merupakan jumlah absolut dari maisng-masing indeks DRIS
masing-masing hara yang didiagnosis. Dalam penelitian ini NBI merupakan jumlah
absolut dari nilai indeks DRIS hara N, P, K, Ca, Mg. Semakin kecil nilai NBI
(mendekati nol) menggambarkan semakin seimbang komposisi hara contoh yang
sedang didiagnosis. Nilai NBI dihitung sebagai berikut (Walworth dan Sumner
1987):
NBI = [indeks hara N] + [indeks hara P] + [indeks hara K] + [indeks hara Ca] +
[indeks hara Mg]
Umumnya produksi tanaman akan turun dengan semakin tingginya nilai NBI.
Hubungan antara nilai NBI dengan produksi tanaman digambarkan dalam sebuah
diagram sebar untuk melihat sebaran nilai NBI terhadap produksi. Nilai indeks
keseimbangan hara (NBI) yang dianggap optimum ditentukan dengan
menggunakan metode garis batas dengan sekat produksi sebesar 25,96 ton/ha
seperti yang telah jelaskan pada saat penentuan
norms
.
Penentuan kesimbangan hara K,Ca,Mg dapat ditukarkan tanah dengan
metode garis batas (
boundary line method
)
Kisaran keseimbangan hara di dalam tanah ditentukan dengan menggunakan
metode garis batas (
boundary line method
). Satu set data yang menggambarkan
hubungan antara rasio hara (K, Ca, Mg dapat ditukarkan) dengan produksi
tanaman yang dikumpulkan dari kondisi lingkungan yang beragam diplot dalam
suatu diagram sebar seperti diilustrasikan pada Gambar 4. Dari gambar tersebut
terlihat data menyebar dan mengerucut ke atas, hal ini menunjukkan bahwa
produksi yang tinggi hanya dibatasi sedikit faktor pembatas. Garis batas dibuat
dengan menghubungkan titik-titik terluar sebaran data dari diagram sebar tersebut.
Garis batas sebelah kiri memiliki arti bahwa produksi akan meningkat secara
konstan pada saat nilai rasio hara meningkat sampai pada titik optimum, dan
kemudian turun kembali dengan semakin meningkatnya nilai rasio hara (Sutandi
2004).
Gambar 4 Penentuan keseimbangan hara dengan menggunakan metode garis
batas (Sutandi 2004)
Rasio hara
Sekat produksi/
yield cut off
(25.96 ton/ha)
Seimbang
Tidak
Seimbang
Tidak
[image:33.595.55.483.74.806.2]4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dalam penelitian ini disajikan dalam beberapa bagian yaitu : (1)
peneraan berdasarkan umur tanaman, (2) penetapan
norms
dan kisaran
keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman dengan metode DRIS, (3)
perhitungan indeks DRIS masing-masing hara dan nilai indeks keseimbangan hara
(NBI), (4) penetapan nilai kisaran keseimbangan hara (K, Ca, Mg) tanah dengan
menggunakan metode garis batas (
boundary line methods)
, dan (4) penetapan
nilai minimum kejenuhan hara K, Ca, Mg tanah.
Peneraan Berdasarkan Umur Tanaman
Tanaman kelapa sawit umumnya mulai berproduksi secara ekonomis pada
umur 30 sampai 36 bulan setelah ditanam di lapangan. Produksi tersebut akan
terus meningkat seiring bertambahnya umur tanaman dan akan mencapai produksi
maksimum pada umur tertentu kemudian produksi akan kembali menurun. Data
yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perkebunan kelapa sawit dengan
beragam kondisi lingkungan, namun peneraan produksi hanya dilakukan terhadap
faktor umur tanaman. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan pada perkebunan kelapa sawit dengan
kondisi lingkungan yang beragam. Dengan kata lain, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan pada perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia, khususnya di
wilayah Sumatera, Jawa (Jawa Barat), dan Kalimantan, dimana data dikumpulkan.
Tahap pertama untuk melakukan peneraan adalah dengan membuat model
hubungan antara umur tanaman dengan produksi aktual tanaman melalui analisis
korelasi regresi. Model yang diperoleh akan menjadi dasar dalam melakukan
peneraan produksi berdasarkan umur tanaman. Dari hasil analisis korelasi regresi
diperoleh hasil bahwa hubungan umur tanaman dengan produksi aktual tanaman
berkorelasi nyata dengan nilai koefisien determinasi (R
2
) sebesar 0.335.
Hubungan antara umur tanaman dengan produksi aktual digambarkan dengan
persamaan: y = -0.170x
2
+ 4.132x – 1.687 (Gambar 5a).
(a)
(b)
Gambar 5 Diagram sebar hubungan antara umur tanaman dengan produksi aktual
(a) dan hubungan umur tanaman dengan produksi teraan (b)
Norms
DRIS dan Keseimbangan Hara di Dalam Jaringan Tanaman
Tahap pertama sebelum dilakukan diagnosis keseimbangan hara dengan
menggunakan metode DRIS adalah penetapan norm atau standar. Data produksi
tanaman yang telah ditera berdasarkan umur tanaman kemudian dibagi menjadi
dua kelompok yaitu sub populasi produksi tinggi dan sub populasi produksi
rendah. Dalam penelitian ini sub populasi produksi tinggi ditentukan sebanyak
10% dari total data yang memiliki produksi tertinggi. Dengan demikian sub
populasi produksi tinggi terdiri dari 231 data dari total 2301 data pengamatan,
dimana batas produksi (sekat produksi) antara sub populasi produksi tinggi
dengan sub populasi produksi rendah sebesar 25.96 ton/ha.
Dari sub populasi produksi tinggi kemudian dihitung
norm,
standar deviasi
(std), dan koefisien keragaman (cv) dari masing-masing pasangan hara.
Norms
DRIS merupakan rataan nisbah dua hara dari kelompok sub populasi produksi
tinggi. Nilai
norms
, koefisien keragaman dan standar deviasi dari masing-masing
pasangan hara disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai norm, standar deviasi (Std) dan koefisien keragaman (cv)
masing-masing rasio hara
Uraian
Rasio Hara dari populasi produksi tinggi
N/P
N/K
N/Ca
N/Mg
K/P
Ca/P
Mg/P
K/Ca
K/Mg
Ca/Mg
Norm
15.92
2.53
3.87
10.12
6.35
4.17
1.62
1.55
4.05
2.65
Std
1.58
0.33
0.52
1.73
0.73
0.54
0.29
0.30
0.79
0.51
CV (%)
9.93 13.22 13.37
17.05 11.56 12.91 18.13 19.16
19.45
19.43
Nilai norms dari masing-masing pasangan hara yang diperoleh selanjutnya
digunakan untuk mendiagnosis keseimbangan hara tanaman. Kesimbangan hara di
dalam jaringan tanaman didiagnosis dengan menggunakan diagram DRIS
(Gambar 6,7,8, dan 9). Diagram tersebut digambarkan dengan dua buah lingkaran
Rataan umum
Um ur (t ahun)
Um ur (t ahun)
P
ro
d
u
k
si
a
k
tu
a
l
(t
o
n
/h
a
)
P
ro
d
u
k
si
t
e
ra
a
n
(
to
n
/h
a
yaitu lingkaran dalam dan lingkaran luar. Titik pusat lingkaran merupakan nilai
rata-rata nisbah hara (
Norm
s) lingkaran dalam dengan garis tengah X ± 2/3 Std
(standar deviasi) sementara lingkaran luar bergaris tengah X ± 4/3 Std. Nisbah
hara yang seimbang terletak pada lingkaran dalam, semakin jauh letak nisbah hara
dari titik pusat mengindikasikan nisbah hara tersebut semakin tidak seimbang.
Hasil diagnosis keseimbangan hara tanaman untuk masing-masing nisbah hara
disajikan pada Tabel 2.
[image:36.595.107.507.217.641.2]Gambar 6 Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan hara N,
P, K tanaman
P
2.76
2.98
2.09
2.31
N/P
N/K
K/P
6.84
5.86
7.33
5.37
N
N
N
N
N
N
K
K
K
K
K
K
16.98
18.03
13.81
14.87
P
P
P
P
P
Berlebih =
Gambar 7 Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan hara
N,Ca,Mg tanaman
Gambar 8 Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan hara Ca,
P, K tanaman
2.99
3.34
1.96
2.31
11.28
12.43
7.82
8.97
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
4.21
3.52
4.56
3.18
Ca/Mg
N/Mg
N/Ca
Ca
Ca
Ca
Ca
Ca
Ca
N
N
N
N
N
N
Berlebih =
Cenderung berlebih =
Seimbang/normal =
Cenderung kurang =
Kurang =
K/P
K/Ca
Ca/P
6.84
7.33
5.37
5.86
1.75
1.95
1.16
1.36
4.53
3.81
4.88
3.45
P
P
P
P
P
P
K
K
K
K
K
K
Ca
Ca
Ca
Ca
Ca
Ca
Berlebih =
[image:37.595.75.489.64.820.2]Gambar 9 Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan hara
Mg, P, K tanaman
Tabel 2 Keseimbangan hara dalam jaringan daun tanaman kelapa sawit.
Rasio Hara
Normal/Seimbang
N/P
14.87 - 16.98
N/K
2.31 - 2.76
N/Ca
3.52 - 4.21
N/Mg
8.97 - 11.28
K/P
5.86 – 6.84
Ca/P
3.81 - 4.53
Mg/P
1.42 - 1.81
K/Ca
1.36 - 1.75
K/Mg
3.52 - 4.57
Ca/Mg
2.31 - 2.99
Dari hasil diagnosis diperoleh kisaran nilai keseimbangan hara untuk rasio
hara N/P antara 14.87 sampai 16.98, N/K 2.31 sampai 2.76, N/Ca antara 3.52
sampai 4.21, N/Mg antara 8.97 sampai 11.28, K/P antara 5.86 sampai 6.84, Ca/P
antara 3.81 sampai 4.53, Mg/P antara 1.42 sampai 1.81, K/Ca antara 1.36 sampai
1.75, K/Mg antara 3.52 sampai 4.57 dan Ca/Mg antara 2.31 sampai 2.99 (Tabel
2). Nilai rasio hara yang berada di luar kisaran nilai seimbang tersebut, baik lebih
tinggi maupun lebih rendah, menunjukkan bahwa rasio hara berada dalam kondisi
yang tidak seimbang. Untuk mengetahui hara mana yang berada dalam kondisi
yang berlebih atau kurang (kahat) dapat ditentukan dengan mencari nilai indeks
DRIS dari masing-masing hara tersebut.
K/P
K/Mg
Mg/P
6.84
7.33
5.37
5.86
4.57
5.09
3.00
3.52
1.81
1.42
2.01
1.22
P
P
P
P
P
P
K
K
K
K
K
K
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Berlebih =
[image:38.595.114.512.417.578.2]Indeks DRIS dan Indeks keseimbangan hara/
Nutrient Balance Index
(NBI)
Indeks-indeks DRIS merupakan nilai yang mencerminkan komposisi hara
jaringan tanaman secara relatif, yang berarti menggambarkan urutan prioritas
kebutuhan hara secara relatif. Semakin negatif nilai indeks suatu hara
menggambarkan bahwa hara tersebut semakin dalam kondisi kurang atau semakin
dibutuhkan tanaman. Sebaliknya semakin positif nilai indeks suatu hara
menggambarkan bahwa hara tersebut berada dalam kondisi berlebih, dengan kata
lain untuk hara yang memiliki indeks negatif maka dosis pupuk untuk tahun
berikutnya dapat ditambah atau untuk indeks hara yang bernilai positif maka dosis
pupuk untuk tahun berikutnya dapat dikurangi. Indeks DRIS masing-masing hara
dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang telah dijelaskan pada bab
metode penelitian. Sebagai contoh, bila diperoleh rasio hara N/P, N/K, N/Ca,
N/Mg, K/P, Ca/P, Mg/P, K/Ca, K/Mg, dan Ca/Mg masing-masing sebesar 17.22,
3.46, 3.76, 8.54, 4.98, 4.58, 2.02, 1.09, 2.47, dan 2.27, maka perhitungannya
adalah sebagai berikut:
Rasio N/P contoh adalah sebesar 17.22 sementara nilai norm n/p adalah sebesar
15.92 (Tabel 1), karena nilai N/P > n/p maka fungsi dari N/P adalah:
f(N/P) = [(N/P)/(n/p) – 1] x 1000/cv
f(N/P) = (17.22/15.92 – 1) x 1000/9.93 = 8.23
Sementara untuk rasio N/Ca contoh sebesar 3.76 sementara nilai norm n/ca
sebesar 3.87, karena nilai N/Ca < n/ca maka fungsi N/Ca adalah:
f(N/Ca) = [(1 – (n/ca)/(N/Ca)] x 1000/cv
f(N/Ca) = [(1 – (3.87/3.76)] x 1000/13.37 = -2.16
Dengan cara yang sama seperti pada fungsi N/P dan N/Ca, maka diperoleh fungsi
dari f(N/P), f(N/K), f(N/Ca), f(N/Mg), f(K/P), f(Ca/P), f(Mg/P), f(K/Mg) dan f
(Ca/Mg) berturut-turut sebesar: 8.23, 27.70, -2.16, -10.91, -23.89, 7.74, 13.74,
-22.52, -32.91, dan -8.59.
Indeks DRIS untuk masing-masing hara dicari nilainya dengan perhitungan
sebagai berikut:
Indeks N = [f(N/P)+f(N/K)+f(N/Ca)+f(N/Mg)]/4 = 5.71
Indeks P = [-f(N/P)-f(K/P)-f(Ca/P)+f(P/Mg)]/4 = -1.46
Indeks K = [-f(N/K)+f(K/P)+f(K/Ca)+f(K/Mg)]/4 = -26.75
Indeks Ca = [-f(N/Ca)-f(K/Ca)+f(Ca/P)+f(Ca/Mg)]/4 = 5.96
Indeks Mg = [-f(N/Mg)-f(P/Mg)-f(K/Mg)-f(Ca/Mg)]/4 = 16.54
Nilai indeks hara untuk seluruh contoh yang diamati dalam penelitian ini
disajikan pada Lampiran 1. Untuk mengetahui sebaran indeks DRIS
masing-masing hara terhadap produksi, maka hubungan antara indeks DRIS hara dengan
produksi tanaman digambarkan dalam suatu diagram sebar seperti disajikan pada
Gambar 10.
(a)
(b)
(c) (d)
(e)
Gambar 10 Diagram sebar hubungan antara produksi tanaman dengan indeks
hara N (a), indeks hara P (b), indeks hara K (c), indeks hara Ca (d),
dan indeks hara Mg (e)
P ro d u k si ( to n / h a )
Indeks N
Indeks P
P ro d u k si ( to n / h a )
Indeks Ca
P ro d u k si ( to n / h a )Indeks K
P ro d u k si ( to n / h a )Indeks M g
Gambar 10 menunjukkan bahwa secara umum indeks hara N, P, K, Ca dan
Mg menyebar dari kisaran nilai positif dan negatif. Hal tersebut menunjukkan
bahwa seluruh hara yang dianalisis ada yang berada dalam keadaan berlebih dan
ada yang berada dalam keadaan kahat atau kurang. Nilai indeks hara yang
mendekati nol menunjukkan bahwa hara tersebut berada dalam keadaan yang
seimbang.
Berdasarkan hasil diagnosis menggunakan metode garis batas dengan sekat
produksi sebesar 25.96 ton/ha (batas produksi antara sub populasi produksi tinggi
dan sub populasi produksi rendah) diperoleh kisaran nilai indeks minimum dan
maksimum seperti disajikan pada Tabel 3. Hasil diagnosis menunjukkan bahwa
untuk sub populasi produksi tinggi nilai indeks minimum dan maksimum untuk
hara N, P, K, Ca, Mg masing-masing sebesar -20 sampai 19, -32 sampai 22, -42
sampai 18, -32 sampai 30, dan -22 sampai 33. Sementara kisaran nilai indeks
untuk sub populasi rendah untuk hara N, P, K, Ca,dan Mg masing-masing sebesar
-59 sampai 38, -64 sampai 52, -73 sampai 34, -75 sampai 67, dan -53 sampai 73.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa secara umum kisaran indeks hara sub populasi
tinggi lebih seimbang dibandingkan kisaran nilai indeks hara pada sub populasi
produksi rendah. Hal ini ditunjukkan dengan kisaran (
range
) nilai indeks DRIS
hara pada sub populasi produksi tinggi lebih sempit dibanding dengan sub
populasi produksi rendah.
Tabel 3 Kisaran nilai indeks hara pada sub populasi produksi tinggi dan produksi
rendah.
Indeks
Hara
Sub populasi produksi tinggi
Sub populasi produksi rendah
Nilai Minimum
Nilai
Maksimum
Nilai Minimum
Nilai
Maksimum
N
-20
19
-59
38
P
-32
22
-64
52
K
-42
18
-73
34
Ca
-32
30
-75
67
Mg
-22
33
-53
73
Gambar 11 Hubungan antara indeks keseimbangan hara (
Nutrient Balance Index
)
dengan produksi tanaman
P
ro
d
u
k
si
(t
o
n
/h
a
)
Ukuran keseimbangan hara secara relatif dapat diketahui melalui nilai
indeks keseimbangan hara (NBI). Indeks Keseimbangan Hara (
Nutrient Balance
Index
, NBI) merupakan jumlah seluruh indeks DRIS hara tanaman secara absolut.
Hara dikatakan relatif seimbang apabila nilai NBI mendekati nol, semakin tinggi
nilai NBI mencerminkan semakin tidak seimbang komposisi hara tanaman.
(Beaufils dan Sumner 1976). Hubungan
Nutrient Balance Index
(NBI) dengan
produksi tanaman digambarkan oleh diagram sebar pada Gambar 11. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa produksi cenderung turun dengan semakin besarnya nilai
NBI, dimana produksi yang tinggi umumnya diperoleh pada nilai NBI yang kecil.
Namun demikian tidak selalu NBI yang rendah mempunyai tingkat produksi yang
tinggi. Pada nilai NBI yang rendah mencerminkan komposisi hara tanaman yang
relatif lebih seimbang, namun produksi yang diperoleh berkisar dari rendah
sampai dengan tinggi dan sebaliknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih
terdapat faktor produksi lain yang menjadi pembatas produksi di luar hara yang
sedang diteliti. Berdasarkan diagnosis menggunakan metode garis batas dengan
sekat produksi sebesar 25.96 ton/ha diperoleh nilai NBI yang optimum sekitar 81.
Keseimbangan Hara K, Ca, Mg dapat ditukarkan Tanah
Contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari dalam
piringan pohon sampai kedalaman sekitar 30 cm dari permukaan tanah untuk
kemudian dianalisis di laboratorium. Dalam penelitian ini keseimbangan hara
tanah yang didiagnosis keseimbangannya hanya dibatasi pada kation K, Ca, Mg
dapat ditukarkan saja. Rasio Ca/K, Ca/Mg dan Mg/K merupakan nilai rasio dari
kejenuhan masing kation. Dengan kata lain sebelum menentukan
masing-masing rasio hara terlebih dahulu dicari nilai kejenuhan masing-masing-masing-masing kation.
Nilai kejenuhan tersebut diperoleh dengan membagi masing-masing kation
dengan kapasitas tukar kation efektif (KTK-efektif) dalam persen. Nilai kejenuhan
yang diperoleh selanjutnya dijadikan dasar untuk membuat rasio masing-masing
kation.
produksi antara sub populasi produksi tinggi dan sub populasi produksi rendah
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada metodelogi penelitian. Kisaran
keseimbangan masing-masing rasio hara disajikan pada Tabel 4.
Gambar 12 Garis batas pada diagram sebar hubungan antara rasio Ca/K, Ca/Mg,
dan Mg/K dengan produksi teraan
P
ro
d
u
k
si
(
to
n
/h
a
)
Ca/ K
Ca/ M g
P
ro
d
u
k
si
(
to
n
/h
a
)
M g/ K
P
ro
d
u
k
si
(
to
n
/h
a
Garis batas sebelah kiri dari diagram sebar hubungan antara rasio Ca/K
dengan produksi digambarkan dengan persamaan y = - 4.564x
2
+ 61.30x – 173.9
dan untuk garis batas sebelah kanan dengan persamaan y = - 0.166x
2
+ 1.609x +
26.53. Sementara dari garis batas sebelah kiri diagram sebar hubungan antara
rasio Ca/Mg dengan produksi diperoleh persamaan y = -15.21x
2
+ 99.63x – 118.2
dan sebelah kanan y = -6.009x
2
+ 48.94x. Dari garis batas sebelah kiri diagram
sebar hubungan antara rasio Mg/K dengan produksi diperoleh persamaan y =
90.88x – 168.1 dan sebelah kanan y = -0.414x
2
+ 0.511x + 32.02. Berdasarkan
proyeksi perpotongan antara sekat produksi dengan garis batas sebelah kiri dan
sebelah kanan hubungan masing-masing rasio hara dengan produksi diperoleh
kisaran rasio Ca/K 5.6 – 10.1; Ca/Mg 2.1 – 3.8; dan Mg/K 2.1 – 4.5 (Tabel 4).
Produksi tanaman mencapai optimum pada rasio hara Ca/K sekitar 6.4, Ca/Mg
sekitar 2.2 dan Mg/K sekitar 2.3.
Tabel 4 Nilai keseimbangan dan nilai optimum hara K, Ca, Mg tanah untuk
tanaman kelapa sawit
Rasio hara
Kisaran nilai
keseimbangan
Rasio optimum
Ca/K
5.6 - 10.1
6.4
Ca/Mg
2.1 - 3.8
2.5
Mg/K
2.1 - 4.5
2.3
Kejenuhan Aluminium (Al) Tanah
[image:46.595.123.464.214.457.2]Semakin tinggi kejenuhan Aluminium (Al) suatu tanah maka ak