RESPON PERTUMBUHAN DAN KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Main Nursery) PADA TANAH SULFAT MASAM DENGAN PEMBERIAN BAHAN
AMANDEMEN, PUPUK KIMIA, DAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT
SKRIPSI
OLEH:
PERDANA ABDI 130301207
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
RESPON PERTUMBUHAN DAN KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Main Nursery) PADA TANAH SULFAT MASAM DENGAN PEMBERIAN BAHAN
AMANDEMEN, PUPUK KIMIA, DAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT
SKRIPSI
OLEH:
PERDANA ABDI 130301207
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Judul Penelitian : Respon pertumbuhan dan kadar hara tanaman kelapa sawit pada tanah sulfat masam dengan pemberian bahan amandemen, pupuk kimia, dan bakteri pereduksi sulfat.
Nama : Perdana Abdi
NIM : 130301207
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Asmarlaili S, MS, DAA Ketua
) (Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP Anggota
)
Mengetahui:
(Dr. Ir. Sarifuddin, MP
Ketua Program Studi Agroekoteknologi )
Tanggal Lulus :
ABSTRACT
Acid sulphate soil has potential to be good agricultural land if the condition meets.
Therefore This research was conduct to learn the effect of several amendment, fertilizer and sulphate reduction bacteria (SRB) on the growth of oil palm seedlings and increasing nutrient content of oil plam seedlings. This research used Randomized Block Design with 3 treatments : Several amandment (without amandement, empty fruit bunches oil palm 30 tonnes/ha, Dolomie 15,8 tonnes/ha), fertilizers (without fertilizer, fertilizer 2,5grams/seedling), and sulphate reduction bacteria (without SRB and given SRB) with 6 replication. The results showed that the application empty fruit bunches oil palm 30 tonnes/ha increased plant height and stem statiscally significant (65,75cm dan 34,96 mm) and increase nutrient content of oil palm seedling after 28 weeks application. The application sulphate reduction bacteria could increase nutrient content of oil palm seedling more than control. The best treatment was compost empty fruit bunches oil palm 30 tonnes/ha combined with inoculum of sulphate reduction bacteria.
Keywords : Acid Sulphate Soil, Compost empty fruit bunches oil palm, Dolomite, Fertilizer, Oil palm seedling, Soil Fertility, Sulphate reduction Bacteria
ABSTRAK
Lahan sulfat masam berpotensi sebagai lahan pertanian bila dikelola dengan baik dan benar. Oleh karena itu maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai bahan amandemen, pupuk, dan bakteri pereduksi sulfat untuk meningkatkan kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca menggunakan tanah sulfat masam. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 3 faktor perlakuan yaitu berbagai bahan amandemen (Kompos TKKS 30 ton/ha), pupuk kimia (tanpa diberi pupuk, pupuk 2,5 g/bibit), serta bakteri pereduksi sulfat (tanpa BPS dan diberi BPS) dengan 6 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos TKKS (30toh/ha) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit secara signifikan (65,75cm dan 34,96 mm), dan meningkatkan kadar hara N, P, dan K setelah 28 minggu aplikasi. Pemberian inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan kadar hara N, P, dan K pada tanaman kelapa sawit. Perlakuan terbaik terdapat pada pemberian kompos TKKS (30ton/ha) dengan diberi bakteri pereduksi sulfat.
Kata Kunci : Bakteri Pereduksi Sulfat, Kapur Dolomit, Pembibitan Kelapa Sawit, Kesuburan Tanah, Kompos TKKS, Pupuk Kimia, Tanah Sulfat Masam
RIWAYAT HIDUP
Perdana Abdi, lahir pada tanggal 22 Maret 1996 di Kisaran, putra dari Ayahanda Ir. Edi Hidayat dan Ibunda Ismi Delfi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Lulus dari SMA Swasta Harapan 1 Medan pada Tahun 2013 dan pada tahun 2013 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Agroteknologi melalui jalur SBMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi dan tercatat sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi) Fakultas Pertanian USU. Sejak masa kuliah, penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum di Laboratorium Pertanian Organik, Laboratorium Dasar Ilmu Tanah Kehutanan, Laboratorium Bioteknologi Tanah, Laboratorium Ekologi dan Biologi Tanah, dan Laboratorium Sistem Informasi Geografis.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Socfindo Indonesia di Bangun Bandar pada tahun 2016.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Judul dari skripsi ini adalah “” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih sebesar – besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, menyayangi dan mendidik penulis selama ini. Penulis ini juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah MS., DAA., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, M.P. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, Januari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Sulfat Masam ... 5
Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) ... 7
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit ... 8
Pupuk Majemuk ... 9
Kapur Dolomit ... 9
BAHAN DAN METODA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
Bahan dan Alat Penelitian ... 11
Metode Penelitian ... 12
Pelaksanaan Penelitian ... 14
Persiapan Areal Tanam ... 14
Pengambilan Sampel Tanah ... 14
Kompos ... 14
Analisis Awal Tanah dan Kompos ... 14
Persiapan Media Tanam ... 15
Perbanyakan Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat ... 15
Perhitungan populasi Bakteri Pereduksi Sulfat ... 16
Inkubasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat ... 16
Aplikasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat ... 16
Aplikasi Bakteri Pereduksi Sulfat langsung ke Tanah Sulfat Masam .. 17
Penanaman ... 17
Pemupukan ... 17
Pemeliharaan Tanaman ... 17
Penyiraman ... 17
Penyiangan ... 18
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 18
Pengambilan Sampel Tanah dan Tanaman ... 18
Peubah Amatan ... 18
Pertambahan Tinggi Tanaman ... 18
Pertambahan Diameter Bonggol ... 18
Analisis Tanah ... 19
Analisis Tanaman ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat ... 20
Pertambahan Tinggi Tanaman ... 22
Pertambahan Diameter Batang ... 24
Kadar Hara N ... 26
Kadar Hara P ... 28
Kadar Hara K ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1 Total populasi bakteri pereduksi sulfat 18
2 Pertambahan tinggi tanaman dua puluh delapan minggu setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, inokulum bakteri pereduksi sulfat
22
3 Pertambahan diameter batang 28 minggu setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat
24
4 Kadar Hara N setelah pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulasi bakteri pereduksi sulfat
26
5 Kadar Hara P setelah pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulasi bakteri pereduksi sulfat
28
6 Kadar Hara K setelah pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulasi bakteri pereduksi sulfat
30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah 31
2 Analisis Awal Tanah, Air dan Kompos 31
3 Deskripsi Tanaman Bibit Kelapa Sawit 32
4 Foto Rangkaian Kegiatan Penelitian 33
5 Foto Tanaman Penelitian 36
6 Bagan Percobaan Penelitian 41
7 Hasil Pengukuran Pertambahan Tinggi Tanaman 42 8 Data Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman 42 9 Hasil Pengukuran Pertambahan Diameter Batang 43 10 Data Sidik Ragam Pertambahan Diameter Batang 43
11 Hasil Analasis Kadar Hara N 44
12 Data Sidik Ragam Kadar Hara N 44
13 Hasil Analisis Kadar Hara P 45
14 Data Sidik Ragam Kadar Hara P 45
15 Hasil Analisis Kadar Hara K 46
16 Data Sidik Ragam Kadar Hara K 46
17 Pengukuran Total Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat 47 18 Data Sidik Ragam Total Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat 47
PENDAHULUAN Latar Belakang
Luas lahan sulfat masam di Indonesia tersebar meliputi daerah sepanjang pantai timur dan utara pulau Sumatra, pantai selatan dan timur pulau Kalimatan, pantai barat dan timur pulau Sulawesi, dan pantai selatan pulau Papua. Lahan sulfat masam memiliki wilayah 6,7 juta ha di Indonesiaatau 20% dari luas lahan rawa pasang surut dan rawa lebak atau 10% dari luas lahan basah (Noor, 2004).
Lahan sulfat masam berpotensi sebagai lahan pertanian mengingat lahan pertanian yang semakin sempit. Akan tetapi lahan sulfat masam merupakan lahan yang mudah mengalami perubahan apabila dilakukan pengolahan yang salah akan mengakibatkan kerusakan permanen pada lahan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang tepat untuk mengelola tanah sulfat masam tersebut.
Pertumbuhan tanaman kelapa sawit di tanah sulfat masam memiliki potensi pertumbuhan yang baik, karena kelapa sawit memiliki toleransi terhadap pH tanah yang masam. Kelapa sawit juga menghendaki iklim dimana curah hujan merata sepanjang tahun dengan intensitas matahari sekitar 6 jam per hari.
Sementara tanah sulfat masam itu sendiri memiliki ketersediaan air yang melimpah dan topografi yang nisbi datar (Noor, 2004). Contohnya Perkebunan PT. Mopoli Raya di Aceh Tamiang Provinsi Aceh yang membuka lahan sulfat masam untuk ditanami kelapa sawit. Akan tetapi kelapa sawit di PT. Mopoli Raya memiliki kondisi batang yang kecil dan produktivitas yang rendah.
Pada tanah sulfat masam memiliki banyak permasalahan untuk ditanami tanaman kelapa sawit. Masalah yang ada pada tanah sulfat masam yaitu pH tanah yang di bawah 4,0 yang disebabkan oleh pirit yang teroksidasi. Karena pH tanah
di bawah 4,5 maka terjadi peningkatan Al3+, Fe2+, dan Mn2+
Pemberian bahan ameliorasi atau bahan pembenah tanah dapat berupa kapur atau dolomit, bah an organik, abu sekam padi, dan seruk kayu gergaji atau limbah pertanian lainnya. Hasil penelitian Anwar dan Noor (1993) menunjukkan bahwa pemberian kapur sebanyak 1-2 ton/ha mampu meningkatkan hasil padi, jagung, dan kacang tanah pada lahan sulfat masam.
dan pada pH < 6,5 terjadi kahat Ca, Mg, dan K (Notohadiprawiro, 2000). Rendahnya ketesediaan unsur hara mengakibatkan produktifitas yang rendah untuk tanaman kelapa sawit.
Hasil penelitian Tambunan et al, (2013) menunjukkan bahwa pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit nyata meningkatkan pH tanah dan reduksi Fe2+
Menurut penelitian Widyawati (2007) bakteri pereduksi sulfat yang diinkubasi ke dalam kompos mampu menurunkan kadar sulfat pada tanah sulfat masam sebesar 89,76 % dan meningkatkan pH tanah dari 4,15 menjadi 6,6. Dari penelitian tersebut didapat bahwa kadar asam sulfat yang tinggi dan pH yang rendah pada sulfat masam dapat diperbaiki dengan penambahan bakteri pereduksi sulfat pada tanah sulfat masam.
tanah, C-Organik tanah, jumlah anakan dan bobot kering gabah. Pemberian pupuk SP36 tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan P tersedia dan tinggi tanaman padi. Kombinasi antara perlakuan pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan pupuk SP36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah anakan dan bobot kering gabah.
Keseimbangan hara N, P, K, dan Ca sangat penting dalam pengelolaan hara dan pemupukan khususnya di lahan sulfat masam. Hasil penelitian Ar-riza et
al (2001) menunjukkan bahwa untuk memperoleh hasil optimal unsur hara harus diberikan secara lengkap yakni N, P, K, dan Ca.
Pemberian bahan amandemen, pupuk kimia, dan bakteri pereduksi sulfat diharapkan dapat mengatasi permasalahan pada tanah sulfat masam. Dikarenakan pemakaian dari bahan amandemen yang dapat meningkatkan pH dapat menghambat oksidasi sulfat. Pemberian bahan amandamen yang ditambah bakteri pereduksi sulfat diharapkan proses reduksi sulfat yang merupakan sumber masalah tanah sulfat masam semakin cepat, sehingga pemberian pupuk kimia pada tanah sulfat masam dapat tersedia dan diserap oleh tanaman.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin membuat penelitian yang melihat respon pertumbuhan dan kadar hara tanaman kelapa sawit pada tanah sulfat masam dengan pemberian bahan amandemen pupuk kimia dan bakteri pereduksi sulfat.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mempelajari pengaruh pemberian berbagai bahan amandemen, pupuk kimia, dan bakteri pereduksi sulfat terhadap kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit
2. Mempelajari pengaruh interaksi berbagai bahan amandemen dengan pupuk terhadap kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam
3. Mempelajari pengaruh interaksi berbagai bahan amandemen dengan bakteri pereduksi sulfat terhadap kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam
4. Mempelajari pengaruh interaksi pupuk dengan bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
5. Mempelajari pengaruh interaksi berbagai bahan amandemen, pupuk dan bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan kadar hara pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian berbagai bahan amandemen, pupuk, dan bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
2. Interaksi berbagai bahan amandemen dengan pupuk dapat meningkatkan kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
3. Interaksi berbagai bahan amandemen dengan bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
4. Interaksi pupuk dengan bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
5. Interaksi berbagai bahan amandemen, pupuk dan bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan kadar hara dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam.
Kegunaan Penulisan
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan informasi tentang bakteri pereduksi sulfat.
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Sulfat Masam
Reaksi tanah sulfat masam tergolong masam sampai luar biasa masam, berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan pH 3,5 (Ordo Inceptisol). Lahan sulfat masam yang tergenang mempunyai kemasaman tanah nisbi tinggi dengan pH > 4, tetapi apabila terjadi pengeringan, pH dapat turun secara drastis sehingga menjadi sangat masam. Pengeringan dapat menurunkan pH tanah apabila diikuti oleh proses oksidasi pirit mengikuti reaksi sebagai berikut :
FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O Fe(OH)3 + 2 SO42-
+ 4 H FeS
+
2 + 14 Fe3+ + 8 H2O 15 Fe2+ + 2 SO42-
+ 16 H (Noor, 2004).
+
Oksidasi belerang menghasilkan asam. Asam sulfat yang terbentuk dapat mengakibatkan mobilitas dari beberapa mineral yang mempunyai kelarutan rendah. Kelarutan P, K, Ca, dan beberapa unsur mikro bisa meningkat akibat kemasaman akibat reaksi diatas (Hanafiah et al., 2009).
Pirit yang teroksidasi mengakibatkan kelarutan Al3+, Fe2+ dan SO4 meningkat yang kemudian terhidrolisis dan menghasilkan H+ yang menyebabkan peningkatan kemasaman tanah. Konsentrasi Al3+ yang tinggi menyebabkan akumulasi ion – ion Al3+ pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat. Keracunan Al3+dapat menjadi faktor penting sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Widjaya Adhi (1986) menyatakan bahwa ion Al3+, Fe2+
dan H+ akan mendesak kation – kation basa seperti Ca2+, Mg2+ dan K+ pada kompleks jerapan sehingga mudah tercuci dan akibatnya ketersediaan bagi tanaman rendah.
Menurut Dent (1986) dalam Tufaila et al. (2014) Bahan organik merupakan sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan reduksi oksida pada tanah sulfat masam. Suasana anaerob merupakan kondisi alami dari lahan rawa umumnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya proses reduksi sulfat (SO42-
) menjadi sulfida (H2S) dan ferri (Fe3+
Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
) oleh bakteri pereduksi Desulfovibrio sp. dan Desulfotomaculum sp.
pada kondisi redoks (Eh) antara 200 – 300 mV.
Mikroorganisme yang berperan dalam pereduksi sulfat ini termasuk dalam genus (1) Desulfovibrio yang terdiri atas Desulvibrio desulfuricans dan (2) Desulfotomaculum. Bakteri pereduksi sulfat ini bersifat obligat anaerob, yaitu hanya mampu hidup dan giat berkembang dalam suasana anaerob. Bakteri pereduksi sulfat memerlukan Eh < 100 mV untuk dapat tumbuh berkembang dengan baik. Bakteri ini memanfaatkan energi dari proses reduksi sulfat sebagai penerima elektron untuk menghasilkan sulfida (H2
Dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon (C). Karbon tersebut berperan selain sebagai donor elekton dalam metabolisme juga merupakan bahan penyusun selnya. Pada kondisi anaerob bahan organik akan berperan sebagai donor elektron. Ketika sulfat menerima elektron dari bahan organik maka akan mengalami reduksi membentuk senyawa sulfida.
Penurunan konsentrasi sulfat akan meningkatkan pH tanah. Hal ini terjadi karena beberapa proses yang saling berkaitan, yaitu karena penggenangan, penambahan
S) dengan sangat cepat (Noor, 2004)
bahan organik dan aktivitas BPS (Widyawati, 2007). Berikut reaksi pembentukan senyawa sulfida :
SO4- + 2[CH2O] + OH- HS- + 2HCO3- + 2H2 (Baumgartner et al., 2006).
O
Produksi H2
CH3COO
S dan demikian juga bau yang tidak enak dari dalam kolam adalah hasil aktivitas dari BPS contohnya genera Desulfovibrio, bakteri ini adalah obligat anaerob yang berada pada bagian anaerob dan sedimen lumpur. Bakteri ini membutuhkan materi organik atau hidrogen sebagai sumber pereduksi. Jadi semakin banyak sulfat dan semakin banyak bahan organik akan menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas BPS.
- + SO42-+ 3H+ = 2CO2 + H2S + 2H2O4H2 + SO42- + H+ = HS- + 4H2 (Pearson, 2003)
O
Pada Penelitian Widyawati (2007) menyatakan bahwa bakteri pereduksi sulfat (BPS) efektif digunakan dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi 20 hari. Dengan menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang dengan efisiensi 89,76% dan meningkatkan pH tanah bekas tambang dari 4,15 menjadi 6,66. Dari hasil penelitian Sitinjak (2016) yang mengisolasi beberapa bakteri didapatkan bahwa bakteri LK4 yang memiliki kemampuan yang baik pada semua kondisi pH.
Menurut Baumgartner et al (2006) Bakteri pereduksi sulfat sudah mengalami evolusi, yang mana sekarang beberapa dari bakteri tersebut mampu hidup pada keadaan oksidasi dan bahkan bisa berespirasi dengan oksigen dan nitrat. Bakteri pereduksi sulfat juga mempunyai mekanisme adaptasi terhadap
radikal bebas dalam kondisi oksidasi. Akhirnya bakteri pereduksi sulfat menunjukkan sangat aktif di zona litifikasi.
Pada penelitian Sudarno et al (2017) menyatakan bahwa Pemberian isolat bakteri preduksi sulat mampu meningkatkan pH tanah sulfat masam dan pertumbuhan tanaman jagung dengan jenis isolate yang paling baik dalam meningkatkan pH tanah sulfat masam yaitu isolate LK4, Peningkatan kadar ir tanah mampu membantu meningkatkan pH tanah sulfat masam dan pertumbuhan tanaman jagung dengan kondisi air tanah yang paling baik untuk meningkatkan pH tanah sulfat masam yaitu 110% kapasitas lapang.Interaksi terbaik dalam mengurangi kemasaman tanah sulfat masam dan meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung ditunjukkan oleh isolate LK4 dengan kadar air tanah 110%KL (populasi BPS 2,5x108
Pada penelitian Ramadhan (2017) menyatakan bahwa pemberian inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pH tanah dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam. Penggunaan kapur dapat digantikan dengan penggunaan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat pada tanah sulfat masam.
; kadar sulfat tanah 29,10ppm; pH tanah 4,78ppm; tinggi tanaman 140cm; bobot kering tajuk 25,74g).
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, karena
bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi (Atmojo, 2003). Dalam konteks tanah sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk menurunkan atau mempertahankan suasana reduksi, karena dapat mempertahankan kebasahan tanah sehingga oksidasi pirit dapat ditekan (Noor, 2004).
Tandan kosong sawit berfungsi ganda yaitu selain menambah hara ke dalam tanah, juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah. Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara (Deptan, 2006).
Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Keunggulan kompos tandan kosong kelapa sawit meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. Kadar hara kompos tandan kosong kelapa sawit mengandung N total (1,91%), K (1,51%), Ca (0,83 %), P (0,54 %),
Mg (0,09%), C- organik (51,23%), C/N ratio 26,82 %, dan pH 7,13 (Hayat dan Andayani, 2014).
Selain diperkirakan mampu memperbaiki sifat fisik tanah, kompos tandan kosong kelapa sawit diperkirakan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan
sehingga pupuk yang digunakan untuk pembibitan kelapa sawit dapat dikurangi.
Kompos TKKS dirancang untuk dapat membangkitkan kembali kesuburan tanah (soil regenerator) yang bekerja secara ilmiah, menyimpan dan melepaskan hara untuk tanaman secara lambat, meningkatkan kehidupan mikroorganisme, memperbaiki pH tanah (Sutarta et al, 2005).
Pupuk Majemuk
Tujuan utama pemberian pupuk adalah untuk meningkatkan produksi utama. Efisiensi penyerapan unsur hari dari dalam tanah juga yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan jumlah pupuk yang harus diberikan. Unsur hara yang diberikan dapat hilang dari dalam tanah melalui pencucian ke lapisan yang lebih dalam, tererosi, digunakan oleh gulma dan makhluk lainnya sehingga unsur tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Tanah yang kurang subur mengakibatkan efisiensi pemupukan lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah yang lebih subur (Utomo et al., 2017).
Pupuk ini mengandung berbagai kombinasi N, P, dan K. Jika formulasi tertentu N, P, dan K yang diinginkan, pupuk majemuk dapat memenuhi kebutuhan petani atau tukang kebun, sekaligus mengurangi biaya yang berkaitan dengan pembelian dan menerapkan beberapa pupuk (Utomo et al., 2017).
Pemberian pupuk NPK 142 g (100% dari dosis rekomendasi) meningkatkan panjang pelepah bibit pada umur 9 bulan, bobot kering tajuk dan bobot kering akar bibit kelapa sawit di main nursery. Pemberian pupuk organik 36 g polibeg-1 meningkatkan tinggi tanaman, jumlah pelepah, diameter batang, dan P total bibit kelapa sawit di main nursery. Terdapat interaksi antara pupuk NPK dan pupuk organik terhadap bobot kering akar bibit kelapa sawit di main
nursery. Interaksi terbaik terdapat pada perlakuan pemberian pupuk NPK 50%
dan organik 36 g polibeg -1 (Adnan et al., 2015).
Kapur Dolomit
Bahan kapur [CaCO3, CaO atau Ca(OH)2
CaCO
] yang masuk ke tanah, pertama sekali akan bereaksi dengan air, reaksinya sebagai berikut :
3 + H2O Ca2+ + HCO3- + OH CaO + H
-
2O Ca(OH)2 Ca2+
Ca(OH)
+ OH-
2 + H2O Ca2+ + OH Selanjutnya kation Ca
-
2+ akan melakukan reaksi pertukaran dengan kation H+ dan Al3+ yang teradsorpsi di permukaan koloid tanah. Ion H+ dan Al3+ yang bebas, setelah dipertukarkan dengan ion Ca2+, selanjutnya akan dinetralkan oleh sisa asam kapur yaitu ion OH- sehingga tidak mengasamkan tanah lagi. Ion H+ bereaksi dengan OH- menjadi H2O yang netral; sedangkan ion Al3+ bereaksi dengan OH- menjadi bentuk padat yang mengendap, Al(OH)3
Bahan kapur dalam tanah masam (dengan kadar Al
(Mukhlis et al, 2011).
3+ yang tinggi) setelah bereaksi dengan H2O dan CO2 menjadi kalsium karbonat yang larut dalam air.
Kalsium mengganti kedudukan Al3+
CaCO
pada kompleks jerapan dan sebagian Al3+
mengendap dalam bentuk Al-hidroksida menurut persamaan berikut :
3 + H2CO3 Ca(HCO3) 3Ca(HCO
2
3)2 + 2 Al-Tanah (Ca)3 – Tanah + 2Al(OH)3 + 6CO
Dalam tanah sulfat masam, kapur bereaksi dengan sulfat membentuk endapan gipsum seperti persamaan berikut
2
CaCO3 + 2H+ + SO42- + H2O CaSO42H2O + CO2 (Noor, 2004).
Bahan kapur yang acap dipakai untuk mengapuri tanah adalah dolomit, CaMg(CO3)2
Berdasarkan Penlitian Ramadhan (2017) menyatakan bahwa pemberian kapur dolomit dapat meningkatkan pH tanah dan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam. Dosis kapur dolomit yang terbaik yaitu setara 1 x Aldd.
. Dolomit merupakan bahan tambang dan harganya relatif terjangkau, sehingga sering dipakai untuk mengapuri tanah. Bahan ini memiliki keunggulan karena mengandung Mg sebagai unsur hara (Mukhlis et al., 2011).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian iniRtelahdilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan laut, dimulai pada bulan April 2016 sampai dengan Desember 2017.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawitvarietas D X P dengan umur 3 bulan sebagai objek yang akan diamati, tanah sulfat masam yang berasal dari PT Mopoli Raya Kebun Payarambe II sebagai media tanam, (CaMg(CO3)2
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mengambil bahan contoh tanah, mesin pencacah kompos (Chopper) untuk menghaluskan bahan yang akan dikomposkan, meteran untuk mengukur luas areal yg dipakai dan tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang bahan kimia, bahan contoh tanah dan tanaman, ayakan tanah 10 mesh untuk menyaring contoh tanah yang akan dianalisis, GPS (Global Positioning System) untuk menandai titik
) sebagai pengendap Al, polibag ukuran setara 10 kg tanah sebagai wadah tanah, pestisida sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman, pupuk NPK 15:15:15 sebagai penambah unsur hara, isolat bakteri pereduksi sulfat yang berasal dari limbah sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4 yang berasal dari penelitian Sitinjak (2016) sebagai agen pereduksi sulfat, kompos tandan kosong kelapa sawit yang berasal dari PT. Socfindo sebagai bahan amandemen tanah, bahan kimia untuk pembuatan media (posgate-E) serta bahan lain yang digunakan pada percobaan ini.
koordinat lokasi pengambilan bahan contoh tanah, LAF (Laminar Air Flow) sebagai tempat isolasi bakteri, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, tabung reaksi (testtube) sebagai wadah media biakan bakteri, gelas beaker untuk mengukur volume bahan kimia dan air, erlenmeyer sebagai wadah perbanyakan isolat, jarum suntik digunakan untuk memasukkan isolat murni bakteri ke dalam kompos, serta alat lain yang digunakan untuk percobaan ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga faktor yang terdiri atas:
Faktor I : Bahan Amandemen A0 : Tanpa Kapur (0 ton/ha)
A1 : Pupuk Kompos TKKS (30 ton/ha) A2 : Kapur Dolomit Setara 1 x Aldd Faktor II : Dosis Pupuk NPK
(15,80 ton/ha)
P0 : 0 g/bibit P1 : 2,5 g/bibit
Faktor III : Bakteri Pereduksi Sulfat
B0 : Tanpa diberi Bakteri Pereduksi Sulfat B1 : Diberi Bakteri Pereduksi Sulfat
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu:
A0P0B0 A1P0B0 A2P0B0
A0P0B1 A1P0B1 A2P0B1
A0P1B0 A1P1B0 A2P1B0
A0P1B1 A1P1B1 A2P1B1
Jumlah ulangan : 6 ulangan Jumlah unit percobaan : 72unit Jumlah sampel seluruhnya : 72 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier berikut:
Yijkl = µ + ρi + αj + βk + γl + (αβ)jk + (αγ)jl + (βγ)kl+ (αβγ)jkl+ εijk i = 1, 2, 3,4,5,6 j= 1,2, 3 k = 1, 2, 3 l = 1, 2
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pengaruh blok ke-i, amandemen ke-j, pupuk ke-k dan bakteri ke-l
µ = Nilai rataan umum ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh amandemen ke-j βk = Pengaruh pupuk ke-k γl = Pengaruh bakteri ke-l
(αβ)jk = Pengaruh interaksi amandemen ke-j dan pupuk ke-k (αγ)jl = Pengaruh interaksi amandemen ke-j dan bakteri ke-l (βγ)kl = Pengaruh interaksi pupuk ke-k dan bakteri ke-l
(αβγ)jkl = Pengaruh interaksi amandemen ke-j, pupuk ke-k dan bakteri ke-l
εijkl = Pengaruh galat percobaan pada blok ke-i terhadap amandemen ke-j, pupuk ke-k dan bakteri ke-l
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan ujiDuncan Multiple Range Test pada taraf α 5%.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Areal Tanam
Areal pertanaman yang akan digunakan sebagai tempat percobaan dibersihkan danluas areal percobaan yang digunakan dengan ukuran 8 m x 3 m.
Pengambilan Sampel Tanah
Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang terdapat di Kebun Kelapa Sawit Mopoli Raya Paya Rambe II, Kwala Simpang Aceh Tamiang. Tanah yang diambil pada lapisan pirit sesuai dengan peta kebun.
Banyaknya bahan contoh tanah yang diambil berdasarkan luas blok kebun yang akan diambil bahan tanahnya yaitu sebanyak 2 lubang per hektar sebagai pewakil contoh bahan tanah yang akan dijadikan sebagai media tanam sesuai dengan kedalaman pirit yang ada pada peta kebun PT. Mopoli Raya Aceh Tamiang.
Kompos
Kompos yang dibuat berasal dari bahan Tandan Kosong Kelapa Sawit.
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit didapat dari PT. Socfindo Indonesia.
Analisis Awal Tanah dan Kompos
Tanah yang digunakan dalam percobaan dianalisis awal untuk menilai keadaan tanah dilapangan. Tanah yang telah diayak lalu dilakukan pengukuran kadar air tanah untuk menentukan berat tanah yang digunakan dalam percobaan setara berat kering oven. Analisis Aldd tanah dilakukan untuk mengetahui kebutuhan kapur yang digunakan pada tiap perlakuan percobaan. Dilakukan
analisis awal sampel tanah seperti pH tanah, kadar sulfat tanah, salinitas serta tekstur tanah sebagai data yang digunakan untuk mendukung penelitian. Analisis awal kompos yang dilakukan adalah Corganik dan Ntotal
Persiapan Media Tanam
serta rasio C/N untuk menilai kualitas kompos.
Tanah yang sudah diambil dianalisis kadar air serta kapasitas lapang, kemudian dimasukkan ke polybag setara berat 10 kg tanah kering oven. Tanah kemudian dicampur dengan kapur dolomit sesuai dosis perlakuan yang diberikan, diaduk secara merata, disiram hingga kapasitas lapang dan diinkubasi selama 2 minggu sebelum diaplikasikan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat.
Perbanyakan Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat
Koleksi isolat Bakteri Pereduksi Sulfat (Isolat LK4) yang berasal dari limbah kertas Toba Pulp Lestari yang unggul yang telah melewati pengujian di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan rumah kaca oleh Sitinjak (2016) dilakukan perbanyakan dengan menggunakan media spesifik Bakteri Pereduksi Sulfat yaitu Phosgate-E dengan komposisi media (KH2PO4 0,5g, NH4Cl 1g, Na2SO4 1g, CaCl2.6H2O 1g, MgCl2.7H2O 2g, Sodium Lactate 3,5g, Yeast Extract 1g, Ascorbic Acid 1g, Thioglycolic Acid 0,1g, Fe2SO4.7H2O 0,5g untuk 1L media). Diambil isolat Bakteri Pereduksi Sulfat yang unggul dan diperbanyak pada media cair yang dikerjakan secara steril di ruang LAF (Laminar Air Flow) dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35- 40°C selama ±4hari. Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Sulfat dapat dilihat dengan perubahan warna media menjadi hitam.
Perhitungan Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat
Sebelum bakteri diinokulasikan ke dalam kompos, maka dilakukan perhitungan kepadatan sel bakteri pada media cair yang sudah ditumbuhi oleh bakteri pereduksi sulfat dengan melakukan seri pengenceran untuk melihat kepadatan populasi bakteri. Kepadatan populasi yang dapat dimasukkan ke dalam kompos yaitu setelah mencapai 108
Inkubasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat sel/mL.
Sebelum isolat dimasukkan ke dalam kompos, terlebih dahulu kompos dihitung kadar air, ditimbang dan dimasukkan ke dalam plastik dan divakum agar kedap udara dengan jumlah kompos sesuai yang dibutuhkan pada percobaan yaitu sebanyak 30ton/ha atau untuk setiap polibag setara dengan 150g kompos kering oven untuk berat tanah setara 10 kg tanah kering oven. Setelah itu kompos diinokulasikan isolat bakteri pereduksi sulfat ke dalam kompos yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam keadaan steril dengan menggunakan jarum suntik. Isolat murni cair tersebut dimasukkan ke dalam kompos sebanyak 10%
dari berat kering kompos yang digunakan atau 15 ml dari isolat cair murni.
Kemudian inokulum kompos diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-40°C selama ±4hari.
Aplikasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat
Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang dapat diaplikasikan dapat dilihat dengan pertumbuhannya pada kompos ditandai dengan adanya gelembung pada permukaan kompos. Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang diaplikasikan ke media tanam merupakan media carrier isolat bakteri pereduksi
sulfat. Kemudian kompos ini diaplikasikan ke tanah dengan dilakukan aplikasi bersamaan dengan penanaman bibit kelapa sawit.
Aplikasi Bakteri Peredeksui Sulfat Langsung ke Tanah Sulfat Masam
Isolat Bakteri yang sebelumnya dimasukkan ke kompos, langsung diaplikasikan ke dalam tanah sekitar perakaran, diaplikasikan menggunakan jarum suntik ke dalam tanah, dosis yang diaplikasikan sesuai dengan dosis (10% dari berat kering kompos) atau 15ml isolat cair murni yang diaplikasikan pada kompos.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara bibit sawit dimasukkan ke dalam lubang tanam bersama dengan tanah. Kemudian dilakukan penyiraman hingga 110% KL dan dilakukan pendataan awal tanaman seperti , tinggi dan diameter batang tanaman.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat dua minggu setelah penanaman dengan cara ditugal pada media tanam dengan dosis pupuk sesuai dengan perlakuan yang
dicobakan yaitu secara berturut-turut yaitu 0g/bibit (P0), dan 2,5g/bibit (P1) dengan menggunakan pupuk kimia lengkap NPK (15:15:15) dilakukan pemupukan sebanyak 2 kali saat penanaman dan 2 bulan setelah penanaman.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman setiap hari dilakukan sesuai dengan kebutuhan air kapasitas lapang. Penyiraman dilakukan setiap sore hari. Kebutuhan volume air penyiraman
yang diperlukan saat menyiram yaitu berdasarkan penimbangan untuk mencapai berat kapasitas lapang 110%.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabuti gulma yang tumbuh pada media tanam yang terdapat pada polibag tiap tanaman yang dicobakan.
Penyiangan dilakukan setiap dua minggu sekali untuk mencegah pengambilan atau persaingan unsur hara dengan tanaman yang dicobakan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan pestisida kimia sesuai dengan jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman yang dicobakan seperti serangga atau patogen penyebab penyakit tanaman dengan melihat gejala serangan yang terlihat pada bagian tanaman. Dosis dan konsestrasi pestisida kimia yang digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan pada label yang tertera.
Pengambilan Sampel Tanah dan Tanaman
Pengambilan sampel tanah dan tanaman dilakukan pada akhir pengamatan percobaan setelah 8 bulan tercatat dari awal mulai penanaman bibit kelapa sawit.
Peubah Amatan
Pertambahan Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dengan menghitung pertambahan tinggi tanaman pada setiap dua minggu sekali pengamatan hingga selama 4 bulan dengan membuat penanda yang merupakan standard titik awal pengukuran tinggi tanaman dengan menggunakan alat ukur meteran.
Pertambahan Diameter Bonggol
Diameter batang tanaman diukur dengan mengitung pertambahan diameter tanaman pada setiap dua minggu sekali pengamatan hingga selama 6 bulan dengan membuat penanda agar pengambilan data diamater batang dilakukan pada bagian batang yang sama dengan menggunakan alat jangka sorong digital.
Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan setelah 8 bulan, parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut : Total Mikroba BPS (dengan menggunakan metode MPN (Most Probable Number)) dengan menggunakan hingga 9 pengenceran.
Analisis Tanaman
Analisis tanaman dilakukan pada akhir pengamatan tanaman kelapa sawit, yaitu, kadar N, P, K tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat
Nilai rataan populasi bakteri pereduksi sulfat (BPS) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Total Populasi BPS pada perlakuan amandemen, pupuk NPK, dan BPS
Bahan Amandemen Bakteri (LK4)
Total Mikroba BPS
Rataan Pupuk NPK
P0(0g/bibit) P1(2,5g/bibit) Cfu
A0 (Tanpa Amandemen) B0 1,3 x 106 1,3 x 106 1,3 x 106 B1 7 x 105 7,3 x 106 4,01 x 10 Rataan Rataan A0
6
1,01 x 106 4,3 x 106 2,6 x 106b A1(Kompos TKKS
30ton/ha)
B0 2,5 x 108 2,5 x 108 2,5 x 108 B1 2,5 x 108 2,5 x 108 2,5 x 10 Rataan rataan A1
8
2,5 x 108 2,5 x 108 2,5 x 108a A2(Kapur 1x Aldd) B0 1,46 x 108 1,3 x 108 1,38 x 108
B1 7,8 x 107 2,5 x 108 1,64 x 10 Rataan rataan A2
8
1,1 x 108 1,9 x 108 1,5 x 108ab B0 (Tanpa Bakteri) 1,3 x 108 1,2 x 108 1,2 x 108 B1 (Diberi Bakteri) 1,0 x 108 1,6 x 108 1,3 x 10 Rataan
8
1,2 x 108 1,4 x 108
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1. tampak bahwa populasi BPS pada pemberian Kompos TKKS 30 ton/ha atau Kapur 1 x Aldd berpengaruh secara nyata meningkatkan total populasi BPS. Pada rataan populasi BPS dengan pemberian kompos TKKS 30 ton/ha (2,5x10-8) lebih tinggi daripada perlakuan Kapur 1xAldd (1,5x10-8). Hal ini dikarenakan kompos TKKS yang diaplikasikan menjadi sumber energi bagi BPS. Sesuai dengan pernyataan Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan
aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Terlihat dari tabel diatas bahwa interaksi dari pemberian bahan organik dengan diberi isolat BPS tidak dapat meningkatkan populasi BPS karena pada pemberian BPS yang diinteraksi dengan kapur atau kontrol kekurangan syarat hidup BPS. Akan tetapi pada interaksi pemberian kompos TKKS dengan BPS didapat total populasi bakteri tertinggi yang mana diharapkan isolat dapat tumbuh dengan baik. Hal ini didukung oleh Widyawati (2007) yang menyatakan bahwa dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon (c).
Pemberian Bakteri dan Pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap total populasi BPS. Hal ini berhubungan dengan syarat hidup bakteri pereduksi sulfat yang merupakan bakteri obligat anaerob namun ada juga bakteri yang mampu hidup dalam kondisi aerob dan membutuhkan kondisi pH tertentu agar populasinya optimal. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Pearson (2003) yang menyatakan bahwa Bakteri BPS membutuhkan materi organik atau hidrogen sebagai sumber pereduksi, jadi semakin banyak sulfat dan bahan organik akan menstimulasi aktivitas BPS.
Kadar Hara N Tanaman Kelapa Sawit
Tabel 2. dibawah ini menyajikan hasil kadar hara N setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat setelah 28 minggu Tabel 2. Kadar Hara N setelah pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulasi
bakteri pereduksi sulfat
Bahan Amandemen Bakteri (LK4)
Kadar Hara N
Rataan Pupuk NPK
P0(0g/bibit) P1(2,5g/bibit)
%
A0 (Tanpa Amandemen) B0 2,248 1,811 2,029
B1 1,860 2,332 2,096
Rataan Rataan A0 2,054 2,072 2,063
A1 (Kompos TKKS 30ton/ha) B0 2,698 2,603 2,651
B1 2,580 2,428 2,504
Rataan rataan A1 2,639 2,516 2,577
A2 (Kapur 1x Aldd) B0 2,276 1,886 2,081
B1 2,610 2,289 2,449
Rataan rataan A2 2,443 2,087 2,265
B0 (Tanpa Bakteri) 2,408 2,100 2,254 B1 (Diberi Bakteri) 2,350 2,350 2,350
Rataan 2,379 2,225
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 2. tampak bahwa persen kadar hara N daun tidak berbeda nyata setiap perlakuan. Pada rataan yang diberi kompos TKKS (2,577%) lebih tinggi dibanding kontrol (2,063%) dan kapur 1xAldd (2,265%).
Penambahan BPS kedalam tanah jika dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda nyata secara statisktik, namun terdapat peningkatan. Terlihat pada rataan diberi BPS (2,350%) lebih tinggi dibanding tidak diberi BPS (2,254%). Hal ini sesuai dengan penelitian Sudarno et al (2017) yang menyatakan bahwa pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat dengan kode LK(4) dapat menurunkan kadar sulfat
pada tanah sulfat masam hingga mencapai 92,44 ppm dengan menggunakan isolat BPS yang sama dengan penelitian ini. Penurunan kadar sulfat tanah mengakibatkan meningkatnya hara N pada tanah.
Pada tabel terlihat bahwa pemberian kapur dan kontrol memiliki peningkatan apabila diberikan BPS, namun pada pemberian kompos TKKS dan diberi BPS tidak meningkatkan kadar hara N daun. Hal ini disebabkan pada kompos TKKS telah memiliki unsur hara N yang cukup tinggi sehingga pemberian bakteri tidak tampak perlakuannya (2,651%) dibanding diberi bakteri (2,504%). Hal ini didukung oleh penelitian Hayat dan Handayani (2014) yang menyatakan bahwa Keunggulan kompos TKKS salah satunya memperkaya unsur hara yang ada didalam tanah dengan kadar hara kompos TKKS mengandung N total (1,91%), K (1,51%), Ca (0,83%), P (0,54%), Mg (0,09%), C-Organik (51,23%), C/N ratio 26,82%, dan pH 7,13.
Kadar Hara P Tanaman Kelapa Sawit
Tabel 3. dibawah ini menyajikan hasil kadar hara P setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat setelah 28 minggu
Tabel 3. Kadar Hara P setelah pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulasi bakteri pereduksi sulfat
Bahan Amandemen Bakteri (LK4)
Kadar Hara P
Rataan Pupuk NPK
P0(0g/bibit) P1(2,5g/bibit)
%
A0 (Tanpa Amandemen) B0 0,143 0,129 0,136
B1 0,155 0,167 0,161
Rataan Rataan A0 0,149 0,148 0,148
A1(Kompos TKKS 30ton/ha) B0 0,177 0,170 0,173
B1 0,226 0,158 0,192
Rataan rataan A1 0,202 0,164 0,183
A2(Kapur 1x Aldd) B0 0,167 0,136 0,152
B1 0,180 0,148 0,164
Rataan rataan A2 0,173 0,142 0,158
B0 (Tanpa Bakteri) 0,162 0,145 0,154 B1 (Diberi Bakteri) 0,187 0,158 0,172
Rataan 0,175 0,151
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan tabel 3. yang ditampilkan di atas diperoleh bahwa rataan tertinggi pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat terhadap kadar hara P daun adalah perlakuan A1B1P0 sebesar 0.226% dan rataan terendah adalah perlakuan A0B0P1 sebesar 0.129% dengan berpengaruh tidak nyata.
Interaksi antara pemberian bahan amandemen dengan pupuk NPK, pupuk NPK dengan Inokulum BPS, dan bahan amandemen dengan inokulum BPS tidak nyata secara statistik pada kadar hara P pada tanaman kelapa sawit. Perlakuan
terbaik pada interaksi bahan amandemen dengan pupuk NPK adalah A1PO (0,202%). Pada interaksi pupuk NPK dengan inokulum BPS adalah A0B1(0,187%). Dan Pada interaksi bahan amandemen dengan inokulum BPS terdapat pada A1B1 yaitu 0,192%.
Pada pemberian Kompos TKKS (0,183%) terlihat bahwa kadar hara P pada tanaman kelapa sawit terlihat meningkat dibanding kapur dolomit 1 x Aldd (0,158%) dan kontrol (0,148%). Kompos TKKS mampu meningkatkan total populasi BPS didalam tanah yang mana BPS tersebut berfungsi menurunkan asam sulfat di dalam tanah sulfat masam, yang mana akan meningkatkan pH.
Pemberian Isolat BPS pada tanah sulfat masam dapat meningkatkan kadar hara P pada tanaman kelapa sawit. Dapat dilihat dari tabel rataan pemberian isolat BPS 0,172% lebih tinggi daripada tidak diberi isolat 0,154%. Pemberian pupuk NPK dengan dosis 2,5gram per bibit menurunkan kadar hara P pada tanaman kelapa sawit. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan hara P pada tanah sulfat masam.
Menurut Widjaya Adhi (1986) pada tanah sulfat masam pirit yang teroksidasi, Akumulasi ion Al3+ yang tinggi pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat. Pemberian Kompos dan BPS mampu meningkatkan kadar hara pada tanaman kelapa sawit terlihat seperti tabel (0,226%) lebih tinggi dibanding kontrol (0,143%).
Kadar Hara K Tanaman Kelapa Sawit
Tabel 4. dibawah ini menyajikan hasil kadar hara P setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat setelah 28 minggu Tabel 4. Kadar Hara K setelah pemberian bahan amandemen, pupuk, dan
inokulasi bakteri pereduksi sulfat
Bahan Amandemen Bakteri (LK4)
Kadar Hara K
Rataan Pupuk NPK
P0(0g/bibit) P1(2,5g/bibit)
%
A0 (Tanpa Amandemen) B0 1,455 1,303 1,379
B1 1,661 1,592 1,627
Rataan Rataan A0 1,558 1,448 1,503
A1(Kompos TKKS 30ton/ha) B0 1,581 1,510 1,545
B1 2,019 1,437 1,728
Rataan rataan A1 1,800 1,474 1,637
A2(Kapur 1x Aldd) B0 1,441 1,510 1,475
B1 1,623 1,659 1,641
Rataan rataan A2 1,532 1,584 1,558
B0 (Tanpa Bakteri) 1,492 1,441 1,467 B1 (Diberi Bakteri) 1,768 1,563 1,665
Rataan 1,630 1,502
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan tabel yang ditampilkan di atas diperoleh bahwa rataan tertinggi pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat terhadap kadar hara K daun adalah perlakuan A1B1P0 sebesar 2,019%
dengan berpengaruh tidak nyata.
Pada kadar hara K tanaman kelapa sawit terlihat bahwa pemberian inokulum BPS dapat meningkatkan kadar hara K di dalam daun. Dimana rataan
permberian inokulum BPS (1,665%) lebih tinggi dibanding tanpa pemberian BPS (1,467%).
Pemberian berbagai bahan amandemen yang terbaik pada kadar hara Kdaun tabaman kelapa sawit adalah pemberian TKKS (30ton/ha) dengan rataan kadar hara K 1,637%. Pemberian pupuk NPK dengan dosis 2,5g/bibit tidak dapat meningkatkan kadar hara K dikarenakan dosis pupuk yang rendah dan pupuk yang tidak diserap baik oleh tanaman.
Pertambahan Tinggi Tanaman Kelapa Sawit
Hasil pengukuran pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Pertambahan tinggi tanaman dua puluh delapan minggu setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, inokulum bakteri pereduksi sulfat
Bahan Amandemen Bakteri (LK4)
Tinggi Tanaman (cm)
Rataan Pupuk NPK
P0(0g/bbt) P1(2,5g/bbt) Cm
A0 (Tanpa Amandemen)
B0 53,76 59,50 56,63
B1 59,78 55,52 57,65
Rataan Rataan A0 56,77 57,50 57,14b
A1(Kompos TKKS 30ton/ha)
B0 68,75 61,27 65,01
B1 67,90 65,10 66,50
Rataan rataan A1 68,33 63,18 65,75a
A2(Kapur 1x Aldd)
B0 63,10 62,45 62,78
B1 60,25 63,73 61,99
Rataan rataan A2 61,68 63,09 62,38ab
B0 (Tanpa Bakteri) 61,87 61,07 61,47 B1 (Diberi Bakteri) 62,64 61,45 62,05
Rataan 62,26 61,26
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% menurut uji DMRTa
Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 5. Hasil pengukuran pertambahan tinggi tanaman terbaik ditunjukkan perlakuan A1P0B0 yaitu 68,75 cm dan tinggi tanaman yang terendah yaitu perlakuan A0P0B0 yaitu 53,76 cm.
Pemberian Kompos TKKS 30 ton/ha mampu meningkatkan pertambahan tinggi tanaman (65,75 cm) secara nyata jika dibanding dengan kontrol (57,14 cm). Hal ini berkaitan dengan reaksi bakteri tersebut untuk mereduksi sulfat yang mana ditunjukkan reaksi dibawah menurut Pearson (2003):
CH3COO- + SO42-+ 3H+ = 2CO2 + H2S + 2H2O4H2 + SO42- + H+ = HS- + 4H2O
Pemberian Kapur meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit dibanding dengan kontrol dengan nilai pertambahan tinggi tanaman 62,38cm dan 57,14cm. Menurut Ramadhan et al (2017) yang menyatakan bahwa pemberian kapur dolomit dengan 1 x Aldd dapat meningkatkan pH tanah dari tanah sulfat masam. Akibat dari peningkatan pH tersebut pertumbuhan tanaman kelapa sawit tampak lebih baik dibanding kontrol.
Pemberian Kompos TKKS dengan Bakteri Pereduksi Sulfat (66,50) merupakan kombinasi perlakuan terbaik pada tinggi tanaman karena pada tanaman kelapa sawit membutuhkan hara yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan, yang mana hara tersebut bisa tersedia apabila sulfat pada tanah sulfat masam dapat tereduksi, yang mana pada perlakuan ini BPS akan optimal dalam mereduksi sulfat apabila diberi Carrier. Hal ini didukung dengan pernyataan Noor (2004) yang menyatakan bahwa dalam konteks tanah sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk menurunkan suasana reduksi, karena dapat mempertahankan kebasahan tanah.
Pertambahan tinggi tanaman setiap bulan akibat pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat selama 28 minggu setelah tanam dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
0 10 20 30 40 50 60 70
Minggu ke- 4 Minggu
ke-8 Minggu ke- 12Minggu
ke- 16Minggu ke-20 Minggu
ke- 24Minggu ke- 28
A0 (Tanpa Bahan Amandemen)
A1 (Kompos 30ton/ha) A2 (Kapur Dolomit 1xaldd)
Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)
Gambar 1. Pertambahan Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Akibat Pemberian Bahan Amandemen, Pupuk, Inokulum BPS selama 28 minggu.
Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa pemberian bakteri pereduksi sulfat belum dapat meningkatkan pertambahan tinggi bibit kelapa sawit hingga minggu ke 16. Setelah minggu ke- 20, pemberian bakteri sulfat dapat meningkatkan pertambahan tinggi bibit kelapa sawit. Pemberian kapur 1x aldd meningkatkan pertambahan diameter batang bibit kelapa sawit tertinggi hingga mencapai minggu ke- 12 setelah tanam. Pada minggu ke- 16 setelah tanam, pemberian kompos TKKS 30 ton/ha meningkatkan pertambahan diameter batang bibit kelapa sawit tertinggi.
0 10 20 30 40 50 60 70
Minggu ke- 4
Minggu ke-8
Minggu ke- 12
Minggu ke- 16
Minggu ke-20
Minggu ke- 24
Minggu ke- 28
P0 (Tanpa Pupuk) P1 (Diberi Pupuk NPK 5 gr)
0 10 20 30 40 50 60 70
Minggu ke- 4
Minggu ke-8
Minggu ke- 12
Minggu ke- 16
Minggu ke-20
Minggu ke- 24
Minggu ke- 28
B0 (Tanpa BPS) B1 (Diberi BPS)
Pertambahan TInggi Tanaman (cm)
Pemberian isolat bakteri dapat meningkatkan tinggi tanaman kelapa sawit dengan selisih yang sedikit, dan tidak nyata secara statistik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan isolat bakteri tersebut bertahan hidup bila diinokulasi ke tanah yang mana menurut Hanafiah et al (2009) bakteri pereduksi sulfat mampu mereduksi sulfat tanpa menggunakan bahan organik yang diberikan apabila tanah tersebut dalam kondisi pemberian kadar air telah mencapai 110% kapasitas lapang. Namun kemampuan bakteri tersebut tidak sebaik apabila diberi perlakuan kompos TKKS sebagai amandemen.
Pertambahan Diameter Batang Tanaman Kelapa Sawit
Hasil pertambahan diameter batang 28 minggu setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Pertambahan diameter batang 28 minggu setelah aplikasi bahan amandemen, pupuk, dan inokulum bakteri pereduksi sulfat
Bahan Amandemen Bakteri (LK4)
Diameter Batang
Rataan Pupuk NPK
P0(0g/bibit) P1(2,5g/bibit) mm
A0 (Tanpa Amandemen B0 30,86 30,48 30,67
B1 35,31 30,51 32,91
Rataan rataan A0 33,08 30,49 31,79b
A1(Kompos TKKS 30ton/ha) B0 35,54 35,92 35,73
B1 33,95 34,44 34,20
Rataan rataan A1 34,75 35,18 34,96a
A2(Kapur 1x Aldd) B0 33,16 34,44 33,80
B1 30,26 33,08 31,67
Rataan rataan A2 31,71 33,76 32,73ab
B0 (Tanpa Bakteri) 33,19 33,61 33,40 B1 (Diberi Bakteri) 33,17 32,68 32,93
Rataan 33,18 33,15
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 6. Hasil pengukuran pertambahan diameter tanaman terbaik ditunjukkan perlakuan A1P1B0 yaitu 35,92 mm dan pertambahan diamerer tanaman yang terendah yaitu perlakuan A0P1B0 yaitu 30,48 mm. Hal ini disebabkan pada tanah sulfat masam pH tanah sangat ekstrim jika tidak diberi perlakuan kompos TKKS atau Kapur, yang mana bila pH tanah sangat masam mengakibatkan pemupukan tidak efektif dan pupuk sangat mudah tercuci dan tidak bisa diserap oleh akar tanaman kelapa sawit.
Pemberian pupuk NPK (2,5 gram/bbit) tidak dapat meningkatkan pertambahan diameter batang terlihat dari rataan pemberian pupuk NPK (33,15 mm) dibandingkan dengan kontrol (33,18 mm). Hal ini berkaitan dengan pemberian dosis pupuk yang sedikit dibandingkan pemberian dosis pupuk di main nursery. Hal ini menurut penelitian Ramadhaini et al (2014) menyatakan bahwadosis optimum pemberian pupuk NPK 15 15 15 pada pembibitan utama kelapa sawit adalah 333gram per bibit.
Pertambahan diameter batang bibit kelapa sawit setiap 2 minggu akibat pemberian bahan amandemen, pupuk, dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat selama 28 minggu setelah tanam dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
0 5 10 15 20 25 30 35 40
A0 (Tanpa Bahan Amandemen)
A1 (Kompos 30ton/ha) A2 (Kapur Dolomit 1xaldd)
Pertambahan Diameter Batang(mm)
Gambar 2. Pertambahan Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Akibat Pemberian Bahan Amandemen, Pupuk, dan Inokulum BPS selama 28 minggu
Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa pemberian kompos 30 ton/ha dapat meningkatkan pertambahan diameter batang terbaik dari minggu ke- 16 hingga minggu ke- 28. Pemberian kapur dolomit 1 x Aldd tidak lebih baik dalam meningkatkan pertambahan diameter batang dibanding kompos 30 ton/ha.
Pemberian bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pertambahan diameter batang terbaik dari minggu ke- 12 hingga minggu ke- 24.
Pada perlakuan interaksi pupuk NPK dan berbagai bahan amandemen terlihat bahwa pemberian TKKS dan diberi pupuk dan pemberian Kapur diberi Pupuk menambah pertambahan diameter batang dibanding tidak diberi pupuk. Hal ini diakibatkan pupuk lebih optimal bila dikombinasikan dengan kapur dan
0 5 10 15 20 25 30 35
Minggu Ke- 4
Minggu Ke- 8
Minggu Ke- 12
Minggu Ke- 16
Minggu Ke- 20
Minggu Ke- 24
Minggu Ke- 28
P0 (Tanpa Pupuk)
P1 (Diberi Pupuk NPK 5gr)
Kompos TKKS. Hal ini disebabkan pada pemberian Kompos berguna sebagai carrier bagi BPS yang menyebabkan menurunnya kadar sulfat masam yang berakibat meningkatnya pH yang membuat tanaman sawit tumbuh lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemberian Kompos TKKS (30ton/ha) dapat meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit, populasi BPS, dan kadar hara N, P, dan K.
2. Pemberian inokulum BPS dapat meningkatkan kadar hara N, P, K dan pertambahan tinggi tanaman kelapa sawit.
3. Pengaplikasian Inokulum bakteri pereduksi sulfat dengan pemberian kompos TKKS (30ton/ha) merupakan perlakuan terbaik untuk dapat meningkatkan kadar hara N, P, dan K.
4. Interaksi pengaplikasian bahan amandemen, pupuk NPK, dan inokulum BPS dapat meningkat pertumbuhan kelapa sawit
Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di rumah kaca saran yang dapat diberikan oleh penulis, yaitu cara pengapliasian dan dosis pupuk NPK pada tanah sulfat masam dapat diteliti lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, I. S., Utoyo., A. Kusumastuti, 2015. Pengaruh Pupuk NPK dan Pupuk
Organik terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery. Jurnal Agro Industri Vol 3(2)
hal 69-81.
Anwar, K., M. Noor, 1993. Pengaruh Pemberian Kapur dan Fosfat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Pasang Surut Sulfat Masam.
Risalah Hasil Penelitian Kacang-kacangan 1990-1993. Baktian.
Banjarbaru.
Ar-Riza, L. Sardjijo, Chaerudin, 2001. Pengaruh Pemberian Pupuk P dan K terhadap Keragaman Pertumbuhan dan Hasil Padi di Lahan Sulfat Masam.
Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Lahan Pupuk. Cisarua 12-13 November 2001.
Atmojo, H. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal 13.
Baumgartner, L. K., R.P. Reid, C. Dupraz, A. W. Decho, D. H. Buckley, J.R.
Spear, K.M. Przekop, P.T. Visscher, 2006. Sulfate Reducing Bacteria in Microbial Mats : Changing Padaradigms, New Discoveries. El Sevier.
Sedimentery Geology 185 Hal 131-145.
Dent, D., 1986. Acid Sulphate Soils : a Baseline for Research and Development.
ILRI. Wageningen. Publ. No. 39 The Netherland.
Eden, B. 1993. Oilfield Reservoir Souring. BP Exploration Company Ltd Farburn Industrial Estate Dyce. Aberdeen, Hal 13-16
Fahmi, A., B. Radjagukguk, dan B. H. Purwanto, 2009. Kelarutan Fosfat dan Ferro pada Tanah Sulfat Masam yang Diberi Bahan Organik Jerami Padi.
Journal Tanah Tropik. 14(2): 119-125.
Hayat, E. S., S. Andayani. Pengelolaan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Biomassa Chromolaena Odorata terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Serta Sifat Tanah Sulfaquent. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Vol 17(2) hal 44-51.
Luptakova, A. 2007. Importance of Sulfate Reducing Bacteria in Environment.
Nova Biotechnologica 7(1) hal 17-22.
Masulili, A., 2015. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam untuk Pengembangan Pertanian. Jurnal Agrosains Vol 12(2) ISSN: 1695-5225.
Mukhlis, Sarifuddin, H. Hanum, 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. USU Press. Medan. Hal 204-208
Noor, M. 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 25, 115, 177, 184.
Pearson, H., 2003. Microbial Interaction In Facultative and Maturation Ponds.
The Handbook of Water and Wastewater Microbiology. An Imprint ol El sevier. USA.
Ramadhan, M., Asmarlaili S. H., dan Hardy, G., 2017. Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Pemberian Kapur Dolomit, Pupuk dan Bakteri Pereduksi Sulfat pada Tanah Sulfat Masam di Rumah Kaca. SKRIPSI. USU. Medan.
Sahar, A. H., T. Sabrina, H. Guchi, 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. USU Press.
Medan. Hal 329-334.
Sitinjak, M. A., dan Asmarlaili, S. H., 2017. Isolasi dan Uji Potensi Bakteri Pereduksi Sulfat dari Berbagai Sumber Terhadap Perubahan Media Tumbuh di Lobarotarium. SKRIPSI. USU. Medan.
Sudarno, Y., Asmarlaili, S. H., Mariani., S., 2017. Uji Potensi Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat Terhadap Perubahan Kemasaman Tanah Sulfat Masam Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Dengan Kondisi Air Tanah Berbeda Di Rumah Kasa. SKRIPSI. USU. Medan.
Sutarta, E. S., Winarna dan N. H. Darlan. Peningkatan Efektivitas Pemupukan Melalui Aplikasi Kompos TKKS pada Pembibitan Kelapa Sawit.
Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 19-20 April 2005. PPKS. Medan.
Tambunan, S.W., Fauzi, P. Marpaung, 2013. Kajian sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada tanah sulfat masam potensial akibat pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan pupuk SP-36. Jurnal Online Agroekoteknologi 1(4):13911401.
Tufaila, M., S. Leomo, S. Alam, 2014. Strategi Pengelolaan Lahan Marginal.
Unhalu Press. Kendari. Hal 71-82.
Utomo. M., Sudarsono, B. Rusman, T. Sabrina, J. Lumbanraja., Wawan, 2016.
Ilmu Tanah Dasar-dasar dan Pengelolaan. Hal 225
Widjaya Adhi., I. P. G. 1986. Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak.
Jurnal Litbang Pertanaian 5. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Widyawati, E. 2007. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara. BIODIVERSITAS 8 (3): 283-286.