• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat Pertumbuhan Terbaik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat Pertumbuhan Terbaik."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis guinensis

) BELUM MENGHASILKAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN

TERBAIK

Oleh :

DEWI RATNASARI

(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SUMMARY

DEWI RATNASARI. Calibration of Nutrient Content of Young Oil Palm Plant by Using the Best Growth Boundary Method. Under guidance of Atang Sutandi and Suwarno.

Fertilization must be suited with nutrient availability level in soil. It can be estimated by plant analysis. Nutrient content of plant is determined by the nutrient requirement of the crop and the nutrient supplying power of the soil. The value of plant analysis in quantifying nutrient requirements depends on careful sampling and analysis and using test that are calibrated with plant response (growth and yiaeld).The aim of calibration is to describe results of plant analysis in simple terms and to make simple the process of making fertilizer recommendation according to nutrient content cathegory in plants.

The growth variables used for calibration were length of frond,leaf area and average of frond number which is adjusted to plant age. Calibration result of N, P, K, Ca, Mg, Cu and Zn in young oil palm plant indicated that nutrient sufficient range (NSR) of K, P,Mg, Ca, and Zn were wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). The nutrient sufficient range

of N was lower but wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). In addition, the nutrient sufficient range of Ca was more

(3)

RINGKASAN

DEWI RATNASARI. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat

Pertumbuhan Terbaik. (Di bawah bimbingan Atang Sutandi dan Suwarno).

Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis tanaman. Kadar hara suatu tanaman ditentukan oleh kebutuhan hara tanaman dan kemampuan suplay hara dari tanah. Nilai analisis tanaman dalam menentukan kebutuhan hara tanaman tergantung pada pengambilan contoh dan analisis tanaman yang baik serta penggunaan hasil analisis yang dikalibrasi dengan respon tanaman (pertumbuhan atau produksi). Tujuan kalibrasi kadar hara tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut kategori kadar hara tanaman.

Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan peneraan dengan data umur tanaman. Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: unsur hara K, P, Mg, Cu, dan Zn: memilki selang kecukupan hara yang lebih lebar di bandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).

Selang kecukupan hara N hasil kaibrasi berada di bawah tetapi lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).

Unsur Ca memiliki selang kecukupan hara yang lebih sempit daripada kriteria menurut Von Uexkull, tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria John, Jr. et al

(4)

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis Guinensis

) BELUM MENGHASILKAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN

TERBAIK

Skripsi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEWI RATNASARI (A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN

(Elaeis guineensis) DENGAN MENGGUNAKAN

SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK. Nama Mahasiswa Dewi Ratnasari

Nrp A24104056

Program Studi Ilmu tanah

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.

NIP : 130 937 427 NIP : 131 803 642

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Nip : 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hapidi dan Ibu Nani Sumartini.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 111 Karangnunggal, Tasikmalaya. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah MTS Negeri 1 Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKN

METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK” ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapakan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Atang Sutandi M.Si. selaku dosen pembimbing satu yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.

2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.

3. Ayah, Ibu dan adik yang telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis.

4. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

Bogor, Maret 2009

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan penelitian ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit ... 3

2.2. Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman ... 5

2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman ... 5

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman... 6

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman ... 7

2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman ... 9

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman ... 10

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman ... 10

2.2.7. Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman ... 11

2.3. Analisis tanaman ... 11

2.4. Serapan hara tanaman ... 12

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara ... 13

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan waktu penelitian ... 18

3.2. Bahan dan alat ... 18

3.3. Metode penelitian ... 18

3.3.1. Pengamatan pertumbuhan ... 18

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman ... 19

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis ... 19

3.3.4. Anlisis jaringan tanaman ... 20

(9)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hubungan umur dengan variabel pertumbuhan terbaik ... 22

4.2. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik ... 26

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 35

5.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Metode analisis tanaman ... 20

2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi ... 32

3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi,

optimum dan berlebih ... 32

4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan . 34

Lampiran

5. Kadar hara tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum

menghasilkan(TBM) ... 38

6.. Pertumbuhan tertinggi tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis) belum

menghasilkan (TBM) ... 45

(11)

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis guinensis

) BELUM MENGHASILKAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN

TERBAIK

Oleh :

DEWI RATNASARI

(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

SUMMARY

DEWI RATNASARI. Calibration of Nutrient Content of Young Oil Palm Plant by Using the Best Growth Boundary Method. Under guidance of Atang Sutandi and Suwarno.

Fertilization must be suited with nutrient availability level in soil. It can be estimated by plant analysis. Nutrient content of plant is determined by the nutrient requirement of the crop and the nutrient supplying power of the soil. The value of plant analysis in quantifying nutrient requirements depends on careful sampling and analysis and using test that are calibrated with plant response (growth and yiaeld).The aim of calibration is to describe results of plant analysis in simple terms and to make simple the process of making fertilizer recommendation according to nutrient content cathegory in plants.

The growth variables used for calibration were length of frond,leaf area and average of frond number which is adjusted to plant age. Calibration result of N, P, K, Ca, Mg, Cu and Zn in young oil palm plant indicated that nutrient sufficient range (NSR) of K, P,Mg, Ca, and Zn were wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). The nutrient sufficient range

of N was lower but wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). In addition, the nutrient sufficient range of Ca was more

(13)

RINGKASAN

DEWI RATNASARI. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat

Pertumbuhan Terbaik. (Di bawah bimbingan Atang Sutandi dan Suwarno).

Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis tanaman. Kadar hara suatu tanaman ditentukan oleh kebutuhan hara tanaman dan kemampuan suplay hara dari tanah. Nilai analisis tanaman dalam menentukan kebutuhan hara tanaman tergantung pada pengambilan contoh dan analisis tanaman yang baik serta penggunaan hasil analisis yang dikalibrasi dengan respon tanaman (pertumbuhan atau produksi). Tujuan kalibrasi kadar hara tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut kategori kadar hara tanaman.

Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan peneraan dengan data umur tanaman. Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: unsur hara K, P, Mg, Cu, dan Zn: memilki selang kecukupan hara yang lebih lebar di bandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).

Selang kecukupan hara N hasil kaibrasi berada di bawah tetapi lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).

Unsur Ca memiliki selang kecukupan hara yang lebih sempit daripada kriteria menurut Von Uexkull, tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria John, Jr. et al

(14)

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis Guinensis

) BELUM MENGHASILKAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN

TERBAIK

Skripsi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEWI RATNASARI (A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN

(Elaeis guineensis) DENGAN MENGGUNAKAN

SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK. Nama Mahasiswa Dewi Ratnasari

Nrp A24104056

Program Studi Ilmu tanah

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.

NIP : 130 937 427 NIP : 131 803 642

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Nip : 131 124 019

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hapidi dan Ibu Nani Sumartini.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 111 Karangnunggal, Tasikmalaya. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah MTS Negeri 1 Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKN

METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK” ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapakan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Atang Sutandi M.Si. selaku dosen pembimbing satu yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.

2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.

3. Ayah, Ibu dan adik yang telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis.

4. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

Bogor, Maret 2009

Penulis

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan penelitian ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit ... 3

2.2. Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman ... 5

2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman ... 5

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman... 6

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman ... 7

2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman ... 9

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman ... 10

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman ... 10

2.2.7. Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman ... 11

2.3. Analisis tanaman ... 11

2.4. Serapan hara tanaman ... 12

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara ... 13

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan waktu penelitian ... 18

3.2. Bahan dan alat ... 18

3.3. Metode penelitian ... 18

3.3.1. Pengamatan pertumbuhan ... 18

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman ... 19

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis ... 19

3.3.4. Anlisis jaringan tanaman ... 20

(19)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hubungan umur dengan variabel pertumbuhan terbaik ... 22

4.2. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik ... 26

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 35

5.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(20)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Metode analisis tanaman ... 20

2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi ... 32

3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi,

optimum dan berlebih ... 32

4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan . 34

Lampiran

5. Kadar hara tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum

menghasilkan(TBM) ... 38

6.. Pertumbuhan tertinggi tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis) belum

menghasilkan (TBM) ... 45

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Pengaruh suplai hara terhadap produksi dan kadar hara ... 14

2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara ... 15

3. Diagram sebar hubungan produksi dengan kadar hara N daun... 16

4. Respon tanaman terhadap fackor pembatas ... 17

5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ... 23

6. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ... 24

7. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama... 24

8 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ... 24

9 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ... 25

10 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama ... 25

11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ... 25

12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ... 26

13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama... 26

14.Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan panjang pelepah ... 27

15 .Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan luas daun 27

16 Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan jumlah Pelepah ... 28

(22)
(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineesis) merupakan salah satu komoditas

perkebunan andalan yang pengembangannya sangat pesat sejak dekade 1990-an terutama di luar pulau Jawa. Kelapa sawit dapat menghasilkan bahan-bahan dan produk- produk komersial yang dapat dimanfaatkan. Selain minyaknya dapat digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika, obat-obatan, pelumas, semir sepatu, sabun, lilin, dan detergen; limbah kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak dan pupuk serta bahan bakar alternatif yang sangat menjanjikan.

Pengembangan kelapa sawit perlu didukung oleh pengelolaan yang tepat terutama aspek pemupukan agar produktivitasnya tetap optimal. Pemupukan merupakan salah satu bagian pemeliharaan yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit.

Kebutuhan hara tanaman kelapa sawit sangat beragam terutama sekali tergantung pada potensi produksi (fungsi genetik dari bahan tanaman) dan faktor iklim.Jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dan yang harus ditambahkan dalam bentuk pupuk (organik/anorganik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya dan suplai hara dari tanah. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis jaringan tanaman. Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi hara dalam tanaman atau bagian tanaman pada stadia tumbuh tertentu. Analisis tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam tanaman menunjukan jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan dengan jumlah hara dalam tanah. Untuk menginterpretasikan hasil analisis tanaman diperukan kailbrasi kadar hara tanaman.

(24)

sering digunakan untuk mendeskripsikan kategori kadar hara adalah sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi.

Metode-metode dalam kalibrasi uji tanah dan tanaman diantaranya adalah: metode kurva kontinyu, dan pendekatan peluang. Metode pendekatan peluang terdiri atas metode grafik (MG) Nelson, metode analisis ragam (MAR) Cate-Nelson dan analisis ragam yang dimodifikasi (Cate-Nelson-Anderson). Metode lain yang dipakai untuk kalibrasi kadar hara adalah dengan menggunakan metode sekat pertumbuhan atau sekat produksi terbaik. Dalam metode ini yang ditetapkan adalah selang kecukupan hara.

1.2. Tujuan penelitian

1. Mengetahui hubungan kadar hara pada tanah dengan pertumbuhan tanaman

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit

Kelapa sawit adalah tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar dapat berproduksi secara maksimal. Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama di samping faktor lainya seperti faktor genetik, dan perlakuan yang diberikan (Pahan, 2007).

Kelapa Sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, dan hujan merata sepanjang tahun. Masalah jalan (transport), pembakaran, pemeliharaan, pemupukan dan pencegahan erosi menjadi lebih penting pada daerah yang curah hujannnya tinggi. Di Indonesia daerah seperti ini pada umumnya berada pada ketiggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut, kecuali di beberapa lokasi, seperti halnya di daerah pantai Barat Sumatera. Data iklim sangat perlu sekali diketahui dan dipelajari sebaik-baiknya, karena keberhasilan beberapa pekerjaan tergantung dari iklim. Pekerjaan tersebut misalnya pembakaran pada pembukaan hutan, penggunaan herbisida, pemeliharaan parit dan jalan, pemanenan dan lainnya. Defisit air yang tinggi menyebabkan produksi turun drastis dan normal pada tahun ketiga dan keempat karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang telah anthesis mengalami kegagalan matang tandan. Hal ini sering terjadi di daerah Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya dimana hampir setiap 5-6 tahun sekali timbul musim kering yang panjang (Pahan, 2007).

(26)

gagalnya pembakaran dan rusaknya jalan karena lambat kering. Kelembaban rata-rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Ketinggian yang optimal adalah 0-400 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian yang lebih akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan produksi jauh lebih rendah. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Pahan, 2007).

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, Organosol dan Alluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah :

a. Solum tebal 80 cm. Solum yang tebal merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga efesiensi penyerapan unsur hara tanaman akan lebih baik.

b. Tekstur ringan, memiliki kandungan /komposisi pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%.

c. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0, namun pH yang terbaik untuk pertumbuah tanaman kelapa sawit adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH yang rendah dapat dinaikkan dengan melakukan pengapuran, namun kendala yang dihadapi pada umumnya pengapuran memerlukan biaya yang cukup tinggi. Tanah dengan pH ini biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut.

d. Kandungan unsur hara tinggi seperti : Ratio C/N mendekati 10 dimana C 1 % dan N 0,1 %, Daya tukar unsur Mg =0,4-1,0 me/100 gram, daya tukar K =0,15-0,20 me/100 gram serta perbandingan daya tukar Mg dan K berada pada batas normal (Pahan, 2007).

(27)

Masalah drainase dan permukaan air tanah merupakan masalah utama. Tanah Gambut atau Organosol menjadi sangat penting pada akhir-akhir ini, mengingat areal yang baik sudah berkurang dan banyak perkebunan memperoleh jenis tanah ini terutama di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan. Jenis tanah gambut potensi produksinya cukup baik dan digolongkan kedalam kelas 2 dan 3, namun masalah biaya pembangunan saluran air/ drainase yang mahal serta kemiringan tanaman masih belum bisa teratasi dengan baik terutama pada tanah gambut yang tebalnya lebih dari 2 meter (Pahan, 2007).

Analisis tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam tanaman menunjukkan jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan dengan jumlah hara dalam tanah (Tisdale, et al.1985).

Kebutuhan hara dan kemampuan tanah menyediakan hara merupakan dasar pemilihan dosis pupuk yang tepat. Rekomendasi pemupukan yang baik diperoleh dengan evaluasi hara tanaman, salah satunya dengan melakukan analisis tanaman. Analisis tidak hanya saja menetapkan konsentrasi unsur hara dalam bagian tanaman, tetapi juga tentang keterkaitan antara kandungan hara tanaman dan pertumbuhannya. Dalam studi ini konsentrasi hara-hara dalam bagian tertentu pada tanaman ditetapkan dan digunakan sebagai petunjuk untuk menilai penyerapan hara oleh tanaman sampai saat pengambilan contoh (Ulrich dan Hills, 1973 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).

2.2 Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman 2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman

Nitrogen sangat diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Pemberian pupuk nitrogen akan memberikan pengaruh yang mencolok dan cepat, terutama dalam merangsang pertumbuhan dan memberikan warna hijau pada daun. Hampir pada seluruh tanaman, fungsi nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan unsur kalium, fosfor dan lainnya (Soepardi, 1983).

(28)

Nitrogen tanah dibagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk anorganik dan organik. Bentuk organik merupakan bagian terbesar, sedangkan anorganik dapat ditemukan dalam bentuk NH4+, NO2-, NO3-, N2O, NO dan gas N2 yang hanya

dapat dimanfaatkan oleh Rhizobium (Leiwakabessy, 1988).

Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-.

Ion-ion ini didalam tanah pertanian berasal dari pupuk N yang diberikan kedalam tanah dan bahan organik tanah. Jumlah ion tersebut tergantung dari dosis pemupukan yang diberikan serta kecepatan perombakan bahan organik tanah. Jumlah nitrogen yang dibebaskan dari bahan organik tanah ditentukan oleh keseimbangan antara faktor yang mempengaruhi mineralisasi dan imobilisasi unsur nitrogen, serta kehilangannya dari lapisan tanah (Leiwakabessy, 1988).

Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan juga sangat merugikan. Hal ini dapat memperlambat kematangan atau fase generatif dengan tetap membantu pertumbuhan vegatatif walaupun masa masak sudah waktunya. Selain itu dapat juga menyebabkan tanaman mudah rebah karena jeraminya melunak. Namun demikian kekurangan nitrogen juga dapat merugikan karena tanaman akan tumbuh kerdil dan sistim perakarannya terbatas. Kerugian lain yang disebabkan oleh kekurangan N yaitu daun tanaman menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung cepat rontok (Soepardi, 1983).

Kekurangan nitrogen akan mengakibatkan kandungan protein pada tanaman menjadi sangat sedikit, sehingga karbohidrat yang diendapkan menjadi semakin banyak dan menyebabkan sel-sel vegetatif tanaman menebal. (Tisdale, et

al. 1985).

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman

Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, tetapi kadarnya dalam tanaman lebih rendah dari nitrogen, kalium dan kalsium. Fosfor dinilai lebih penting dari hara kalsium, bahkan mungkin juga hara kalium (Leiwakabessy, 1988).

(29)

Lebih jauh Soepardi (1983) mengatakan bahwa sebagian besar fosfor di dalam tanah dijumpai dalam bentuk organik dan anorganik. Senyawa fosfor anorganik yang ada didalam tanah terdiri dari senyawa kalsium dan senyawa Fe dan Al, sedangkan fosfor organik dijumpai dalam bentuk fitin dan turunannya, asam nukleat dan fosfolipida. Fitin sebagai sumber fosfat organik dapat langsung diserap oleh tanaman, sedangkan asam nukleat harus mengalami dekomposisi terlebih dahulu pada permukaan akar sebelum fosfor dapat diserap tanaman baik dalam bentuk organik maupun anorganik.

Tanaman umumnya menyerap unsur fosfor dalam bentuk ion-ion monofosfat atau ortofosfat primer H2PO4--. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah

sangat rendah retensinya sangat tinggi. Oleh sebab itu recovery rate dari pupuk fosfor sangat rendah, yaitu antara 10 – 30 %, sedangkan sisanya 70 -90 % tertinggal dalam bentuk immobil, apabila tidak hilang karena erosi. Fungsi fosfor dalam tanaman secara mendetail sukar untuk diutarakan. Tetapi fungsi utama dari fosfor adalah : 1. Sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks serta 2. Sebagai aktivator, kofaktor, atau mempengaruhi kerja enzim dengan mengatur banyak proses enzimatik yang berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim. Disamping itu fosfor sering disebut sebagai kunci untuk kehidupan, karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya di selurh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman

Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman setelah N. Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai lebih dari 200 kg K/ha, tergantung dari jenis tanaman dan besarnya produksi. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5 – 2.5 % dengan rata-rata 1.2%, tergantung keadaan mineral cadangan dan tingkat pelapukan tanah (Leiwakabessy, 1988).

(30)

Kalium sering disebut sebagai katalisator dalam proses kehidupan karena menjamin berlangsungnya reaksi-reaksi dalam tanaman relatif tidak tersedia, yang menempati bagian struktur mineral mika primer dan sekunder, serta mineral-mineral feldsfatik; (2) kalium lambat tersedia yaitu kalium yang terserap di dalam kisi mineral liat seperti vermi kulit atau tipe 2:1 lainnya; dan (3) kalium cepat tersedia yang berada dalam kompleks jerapan (K-dd) dan kalium dalam larutan tanah (Brady, 1974).

Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa kalium yang terikat pada permukaan kaloid anorganik tidak dapat dilepaskan dengan kecepatan yang sama karena memiliki tiga tapak pertukaran dengan sekat pengikatan yang berbeda juga.

Secara singkat masalah kalium dapat dikelompokan menjadi: (1) pada saat tertentu sebagian besar dari unsur ini tidak tersedia bagi tanaman; (2) karena sifat mudah larut maka peka terhadap pengaruh pencucian; (3) kalium diserap dalam jumlah banyak, terutama apabila unsur ini diberikan secara berlebihan (Soepardi, 1983).

Beberapa peranan kalium yang diketahui antara lain dalam; (1) pembelahan sel ; (2) fotosintesis (pembentukan karbohidrat); (3) translokasi gula; (4) reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein ; dan (5) dalam aktivitas enzim. Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang mengatur keseimbangan antara garam dan air (tekanan osmotik) dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air di dalam akar tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Selanjutnya kekurangan hara kalium akan menyebabkan tanaman menjadi kurang tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang cukup kalium. Selain itu, tanaman yang kekurangan kalium juga lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksinya lebih jelek baik kualitas daun, buah maupun biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman

(31)

dinding sel tanaman. Penyebarannya didalam tanaman tidak merata. Bagian produktif yaitu bunga dan biji mengandung sedikit kalsium, sedangkan kadarnya yang tinggi terdapat dalam daun (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Kalsium diserap dalam bentuk Ca2+ terutama melalui mass flow dan

intersepsi (permukaan kontak). Kadar Ca2+dalam larutan tanah sangat bervariasi

didaerah dengan curah hujan tinggi, kadar Ca2+umumnya berkisar antara 8 – 45 ppm dengan rata-rata 33 ppm. Sedangkan kadar Ca2+ dalam tanaman umumnya berkisar antara 0,2 – 4,0 % (Leiwakabessy, 1988).

Sumber kalsium dalam tanah dijumpai dalam berbagai mineral dan endapan seperta plagiokas, anortit, augit, hornblende, biotit, epidote, apatit, kalsit, dolomit, dan gipsum atau Ca-sulfat. Proses kehilangan Ca2+ dalam larutan tanah dapat melalui : 1. diserap tanaman; 2. diambil jasad renik; 3. terkait oleh komplek adsorpsi tanah; 4, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder (terutama didaerah kering); dan 5. tercuci (terutama di daerah basah). Sedangkan faktor-faktor tanah yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan kalsium bagi tanaman adalah : 1.Ca total; 2. pH tanah; 3. KTK; 4. kejenuhan Ca pada komplek jerapan; 5. jenis liat; dan 6. nisbah Ca terhadap kation lain (K dan Mg dalam larutan tanah) (Leiwakabessy 1988).

Peranan kalsium dalam tanaman cukup banyak. Disamping untuk penguat dinding sel, juga mendorong pada perkembangan akar, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan daun dalam proses pemanjangan sel. Sintesis protein dan mitosis (pembelahan sel). Kalsium ini juga penting untuk pembentukan dan berfungsinya bintil akar (Leiwakabessy, 1988).

(32)

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman

Magnesium diambil oleh tanaman dalam bentuk Mg +2. Kebutuhan akan unsur ini dipenuhi melelui aliran massa (mass flow) seperti halnya Ca+2 dan

sedikit melalui intersepsi. Jumlah aliran yang diserap biasanya lebih rendah dari kalium dan kalsium. Magnesium dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer (biotit, augit, hornblende, olivin, serpentin), mineral-mineral sekunder (klorit, ilit, monmorilonit, vermikulit) dan mineral-minneral endapan seperti dolomit dan epsonit (MgSO4, H2O) (Leiwakabessy, 1988).

Magnesium merupakan unsur yang mobil dalam tanaman dan akan selalu ditranslokasikan dari bagian yang lebih tua ke bagian yang lebih muda, sehingga gejala defesiensi Mg pertama terjadi kepada daun yang lebih tua. Pada beberapa spesies defisiensi mengakibatkan khlorosis diantara tulang daun, sedangkan tulang daun sendiri menjadi berwarna hijau. Pada tahap selanjutnya jaringan daun menjadi kuning kemudian coklat dan nekrotik (mati) (Tisdale dan Nelson, 1975).

Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa ketersediaan meagnesium dalam tanah dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg, perbandingn dengan kation yang lain terutama kalsium dan kalium, serta tipe liat.

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman

Tembaga di alam umumnya terdapat dalam bentuk sulfida walaupun ada juga bentuk-bentuk yang kurang stabil seperti karbonat dan sulfat. Bentuk sulfida yang paling banyak adalah chalcopyrite atau (CuFeS2) dengan ikatan kovalen

yang kuat antara Chalcosite (Cu2S dan bornite (CuFeS4). Gejala defisiensi mulai

(33)

2.2.7 Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman

Tanaman dapat mengambil unsur hara Zn dalam bentuk molekuler garam kompleks organik seperti EDTA. Pemberian garam-garam Zn yang larut maupun Zn kompleks melalui daun merupakan cara yang sering ditempuh untuk kekurangan Zn (Leiwakabesy 1988).

Gejala defisiensi Zn bervariasi dari tanaman yang satu ke tanaman lainnya. Gejala yang umum terjadi adalah ; a) timbulnya daerah-daerah berwarna hijau muda, kuning atau putih diantara tulang daun terutama dan yang tua dibagian bawah, b) jaringan tersebut diatas akan mati, c) ruas atau batang tanaman memendek sehingga daun-daunnya memberikan bentuk roset, d) daun menjadi kecil, sempit dan agak tebal. Bentuknya sering tidak sempurna, e) daun-daun lebih cepat gugur, f) pertumbuhan akan tertekan, g) bentuk buah sering tidak sempurna dan kecil atau tidak berubah sama sekali (Leiwakabesy 1988).

2.3. Analisis tanaman

Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh pada bagian tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu dan tingkat morfologi tertentu. Konsentrasi unsur ini biasanya dinyatakan dalam berat kering (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Prinsip dasar dari analisis tanaman adalah berdasrkan konsentrasi hara-hara dalam tanaman sebagai nilai dari seluruh faktor yang mempengaruhinya (Aldrich, 1973).

Dalam analisis tanaman terdapat beberapa hal yang saling berkaitan, misalnya hubungan antara : produksi dan konsentrasi hara, konsentrasi hara dan varietas, dan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Beberapa tujuan dilakukan analisis tanaman antara lain: mendiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala yang terlihat, mengetahui kekurangan unsur hara sedini mungkin, mengidentifikasi masalah yang terselubung, menunjukan hara yang dapat diserap tanaman, mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara, sebagai alat pembantu untuk mengatasi masalah (Aldrich, 1973).

(34)

perkembangan penggunaan AAS, ICP, dan peralatan lainnya. Disamping itu sumbangan dari semakin banyakanya referensi standar dari para peneliti untuk interpretasi hasil analisis tanaman membantu dalam analisis tanaman, interpretasi dengan menggunakan metode yang lebih maju dengan DRIS juga menjadikan perkembangan analisis lebih menggairahkan. Ini sudah menjadi tuntutan tekhnologi yang lebih canggih dalam peningkatan produksi pertanian dalam era pertanian yang lebih efisien dan dikembangkan. (Aldrich, 1973).

2.4. Serapan hara tanaman

Serapan hara oleh tanaman sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman, varietas dan kondisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, misalnya : kesuburan tanah, kelembaban tanah, aerasi, tekstur, struktur tanah, penempatan pupuk dan pengaruh penyakit akar (Nelson, 1976).

Selanjutnya Brady (1974) menambahkan bahwa serapan unsur hara tidak hanya tergantung pada ketersediaan unsur hara dalam tanah, tetapi ditentukan juga oleh kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan kecepatan serapan hara oleh permukaan akar (Brady 1974).

Millar (1955) mengemukakan tujuh faktor yang berpengaruh tehadap serapan hara oleh tanaman. Ketujuh faktor tersebut diantaranya : 1) jenis tanaman, 2) pengaruh hara lain atau antagonis, 3) perbedaan konsenterasi garam dalam jaringan akar dengan lingkungan luar, 4) aerasi dan respirasi tanaman, 5) ketersediaan hara dalam tanah, 6) pemupukan dan 7) tingkat kejenuhan larutan tanah. Akar tanaman memperoleh unsur hara dari berbagai sumber antara lain dari larutan tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, mineral dan bahan organik terlapuk (Tisdale, et al.1985).

Mekanisme intersepsi akar sebenarnya merupakan pertukaran secara langsung antara hara dengan akar. Dengan demikian semakin banyak akar yang bersentuhan dengan hara, maka akan semakin banyak hara yang tersedia. Intersepsi akar dipengaruhi oleh sistem perakaran dan konsentrasi unsur hara pada daerah perakaran (Leiwakabessy, 1988).

(35)

berpotensial hidrostatik yang lebih tinggi ke potensial hidrostatik yang lebih rendah (Soepardi, 1983).

Hara masuk kedalam akar melalui pertukaran difusi dan pergerakan senyawa carrier (Tisdale, et al. 1985).

Akar tanaman mempunyai kompleks pertukaran ion seperti halnya pada tanah. Kemapuan tanaman mendapatkan hara dalam tanah tergantung pada pola perkembangan akar dan kedalaman akar (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara

Adanya sejumlah unsur hara tertentu yang penting dalam pertumbuhan tanaman telah dibuktikan oleh para ahli fisiologi tanaman. Penilaian hasil analisis atau nilai kritis, pendekatan regresi ganda, dan metode DRIS (Diagnosis and Rekomendation Integrated System) (Widjaya Adhi, 1993).

Pengertian dari batas kritis hara juga mencakup keadaan difisiensi hara pada pertumbuhan maksimum, konsentrasi dimana pertumbuhan tanaman menurun dan jumlah hara terkecil dalam tanaman untuk menghasilkan produksi tinggi (Tisdale et al. 1985).

Kurva produksi bersifat sigmoid dengan kenaikan pemberian hara, tetapi hubungan dengan konsentrasi hara perubahannya relatif kecil. Bila produksi dihubungkan dengan kadar hara terlihat bahwa perubahan kadar hara yang sedikit saja telah menyebabkan produksi naik lebih tinggi (Leiwakbessy dan Sutandi, 1988).

Metode yang dipakai adalah dengan membandingkan status hara tanaman yang diteliti dengan tabel referensi. Apabila konsentrasi hara lebih rendah dari tabel referensi yang dipakai maka hal tersebut dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan tanaman, penurunan produksi secara kualitas dan kuantitas. Pada dasarnya metode ini hanya dapat menunjukan jenis defisiensi dalam satu kali pengamatan (Ulrich dan Hills, 1973)

Ulrich dan Hills (1967) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)

(36)

Gambar 1. Pengaruh Suplai Hara terhadap Produksi dan Kadar Hara (Leiwakabessy dan Sutandy, 2004)

Gambar 1. menunjukan bahwa kenaikan pemberian hara menghasilkan kurva produksi yang bersifat tidak linear, sedangkan pengaruhnya terhadap konsentrasi hara menghasilkan perubahan relatif kecil. Bila produksi dihubungkan dengan kadar hara terlihat jelas bahwa perubahan kadar hara sedikit saja akan menyebabkan produksi meningkat lebih tinggi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Standar baku untuk batas kritis hara tanaman umumnya sudah banyak dibuat. Kelemahan metode ini terletak pada variasi kadar hara dengan umur, oleh karena itu, Summer (1979) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyarankan

agar dilakukan : a) pembuatan batas kritis pada berbagai umur tanaman, atau b) koreksi terhadap kadar hara sejalan dengan peningkatan berat kering dan umur tanaman, atau c) pembuatan batas kritis menjadi suatu kisaran , misal kisaran kecukupan hara. Selanjutnya Muson dan Nelson (1973) serta Dow Robert (1982)

dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) juga mengusulkan batas kritis berupa

suatu kisaran yang dihubungkan dengan umur tanaman.

[image:36.612.175.489.93.320.2]
(37)

kecukupan hara diperoleh dari hubungan antara produksi atau pertumbuhan tanaman dengan kadar hara (Gambar 2) (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Gambar 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Lengkungan pada Gambar 2 menggambarkan hubungan produksi dengan kadar hara makro dalam daun tanaman. Bentuk C pada gambar 2 disebut dengan

Steenbjerg effect, yang merupakan hasil kombinasi dari kadar hara dengan

pengurangan berat kering. Kesalahan interpretasi mungkin terjadi apabila kurang memahami hubungan interaksi kadar hara dengan berat kering.

[image:37.612.146.493.150.355.2]
(38)

2.6. Metode Garis Batas (Boundary Line Methods)

Tahap pertama dalam metode garis batas adalah penetapan standar. Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara diplot ke dalam diagram sebaran seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram Sebar Hubungan Produksi Dengan Kadar Hara N daun (Walworth dan Sumner, 1987)

Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal,yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Keadaan ini diilustrasikan pada gambar 4 dibawah ini.

[image:38.612.224.413.175.384.2] [image:38.612.231.407.492.672.2]
(39)

Dari gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi produksi pada tingkat rendah, kemudian semakin dikurangi faktor pembatas tersebut maka produksi bertambah tinggi (Walworth dan Sumner, 1987)

Boundary line methods adalah metode garis batas, dimana garis

(40)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Perkebunan kelapa sawit dengan nama kebun di antaranya adalah : Agritasari Prima, Banyu Bening Utama, Johan Santosa, Palma 1, Palma 2, Patiware, Wawasan Kebun Nusantara (WKN), Wirata Daya Bangun Persada 1 (Wirata1), Wirata Daya Bangun Persada 2 (Wirata 2), Ledo Lestari, Ceria Prima 2, dan Ceria Prima 3 yang tersebar dipropinsi Kalimantan Barat dan Riau. Penelitian dilakukan pada akhir November 2007 sampai Mei 2008 dengan cara mengambil contoh daun dan pelepah kelapa sawit belum menghasilkan (TBM). Penanganan, persiapan dan analisis contoh daun dan pelepah kelapa sawit dilakukan di laboratorium Tanah dan Sumberdaya Lahan , Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh daun kelapa sawit serta bahan-bahan kimia untuk analisis jaringan tanaman di laboratorium seperti HNO3, HCl, HClO4, H2SO4 pekat, NaOH dan air destilata.

Alat yang digunakan selama pengambilan contoh tanaman adalah gunting pengambil contoh dan perlengkapanya, meteran, kantong contoh, timbangan, peralatan tulis, dan golok. Peralatan yang digunakan dalam analisis tanaman adalah oven, dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis daun tanaman sawit.

3.3. Metode penelitian

3.3.1 Pengamatan pertumbuhan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum menghasilkan (TBM). Variabel

(41)

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman

Penelitian menggunakan metode survei, yaitu dengan cara pengambilan sampel daun secara acak pada pelepah ke-3 dari 20 pohon dari setiap blok kebun. Contoh daun diambil pada bagian ekor kadal pelepah ketiga dengan cara mengambil sepasang daun pada bagian kanan dan kiri, contoh daun yang digunakan untuk sempel adalah satu pertiga di bagian tengah dari sepasang daun yang dibuang lidinya. Sampel daun yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberikan label sesuai dengan kode blok kebun tempat diambilnya sampel tersebut. Sampel daun yang telah diambil sesegera mungkin dikeringkan dengan menggunakan alat pengering.

Jumlah total contoh daun yang diambil dari beberapa lokasi tersebut adalah 286 sampel tanaman. Banyaknya jumlah contoh dimaksudkan untuk memperkecil adanya variabilitas data.

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis

(42)

3.3.4. Analisis jaringan tanaman

Metode analisis jaringan tanaman secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua tahap yaitu tahap destruksi dan tahap pengukuran. Tahap destruksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengabuan basah dan pengabuan kering. Pada analisis ini menggunakan pengabuan basah dan tahapan pengukuran.

Prosedur pengabuan basah dilakukan dengan cara menimbang 0,2 gram sample tanaman yang telah digiling dan dihomogenkan kemudian masukan kedalam labu takar 50 ml. Sample tanaman yang telah dimasukan kedalam labu takar kemudian diberi 5 ml HNO3 dan HClO4 pekat dengan perbandingan 2:1.

Diamkan selama satu malam, setelah itu panaskan di atas hot plate kurang lebih satu jam sampai larut dan berubah warnanya menjadi cairan bening. Setelah cairan diangkat kemudian dinginkan dan ditera dengan cara menambahkan aquades, dan pindahkan ke dalam botol untuk diukur dengan menggunakan alat seperti Spectrofotometer.

Tabel 1. Metode analisis tanaman yang digunakan adalah :

Jenis Analisis Ekstraksi Pengukuran

N Kjedhal, Titrasi

P Pengabuan basah, Spectrofotometer K Pengabuan Basah, Flamefotometer Ca Pengabuan Basah, AAS

Mg Pengabuan Basah, AAS Cu Pengabuan Basah, AAS Zn Pengabuan Basah, AAS

3.3.5. Pengolahan data dan Penetapan Kisaran Kecukupan Hara

Penetapan kisaran hara dilakukan dengan cara melihat sebaran kadar hara tertinggi dan terendah hubungannya dengan umur tanaman. Penetapan ini diperoleh berdasarkan rata-rata % kadar hara dengan standar deviasi pada umur tanaman tertentu yang sebelumnya dilakukan peneraan telebih dahulu. Peneraan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh umur tanaman.

(43)

umur tanaman bervariasi, maka terlebih dahulu dilakukan peneraan umur tanaman dengan menggunakan persamaan :

Yti = + (Yi-Ýi)

Keterangan :

Yti = parameter pertumbuhan contoh ke i (tera).

Yi= parameter pertumbuhan contoh ke i.

= Rataan umum contoh.

Ýi = Dugaan parameter pertumbuhan dari persamaan.

Pemilihan parameter terbaik dilakukan dengan cara membandingkan diagram sebar hubungan kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dengan parameter pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah. Dari ketiga parameter pertumbuhan tersebut, dipilih parameter yang terbaik sebarannya didasrkan pada bentuk digram yang mengerucut ke atas (skewxess).

Selang kecukupan hara diperoleh dari kalibrasi kadar hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan sekat pertumbuhan. Dalam kalibrasi ini, data pertumbuhan yang digunakan adalah 20 % dari 286 contoh tanaman yang digunakan. Sekat produksi membagi dua kelompok yaitu pertumbuhan tinggi dan rendah. Nilai selang kecukupan hara diperoleh dari perpotongan garis sekat produksi dengan garis batas. Garis batas dibuat dari titik-titik terluar sehingga garis yang dihasilkan sebagai garis yang menghubungkan data. Gars tersebut memisahkan antara data yang real dan non real (data pencilan), sehingga sangat kecil peluang ditemukan diluar garis tersebut. Model atau persamaan garis batas dipilih yang paling sesuai dengan titik terluar, yaitu dipilih dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang paling besar.

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman merupakan resultan dari proses katabolisme dan anabolisme yang dilakukan oleh tanaman. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh beberapa faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini sangat menentukan kondisi hara tanaman. Keterkaitan dan keefektifan suatu faktor tumbuh selalu tergantung pada proporsi, intensitas, dan kualitas faktor tumbuh lain yang aktif pada saat itu. Dengan demikian, kadar hara yang terkandung dalam tanaman tergantung dari interaksi faktor-faktor tumbuh di atas dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Dalam penentuan kisaran kecukupan hara tahapan-tahapan yang perlu dilakukan diantaranya adalah dengan melihat hubungan umur dengan variabel pertumbuhan dalam rangka menghilangkan pengaruh umur pada variabel yang diamati. Berdaraskan variabel pertumbuhan yang telah ditera, maka dilakukan pemilhan variabel yang sesuai dengan kriteria yaitu sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut keatas. Selanjutnya untuk penentuan kisaran kecukupan hara dilakukan dengan cara membandingkan hasil kalibrasi kadar hara dengan standar.

4.1 Hubungan Umur dengan Variabel Pertumbuhan

Variabel yang digunakan pada pengamatan ini adalah panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah yang sebelumnya dilakukan peneraan.

(45)

Hubungan parameter pertumbuhan dengan umur tanaman (gambar 5,8 dan 11) ditunjukan dengan kurva persamaan regresi sebagai berikut : Hubungan umur (x) dengan panjang pelepah (y) dipilih model terbaik dengan melihat koefisien determinasi (R2) yang terbesar yaitu : Y = - 0,1101X2 + 9,8619 X + 34,171, R2 yang diperoleh adalah 0,656, hubungan umur (x) dengan luas daun (y) model terbaiknya Y= -0,0005X2 + 0,089X -0,0668 dan R2 yang diperoleh adalah 0,5429, sedangkan untuk hubungan umur (x) dengan variabel pertumbuhan jumlah pelepah (y) model terbaiknya adalah Y = -0,0106 X2 +1,0657 X + 8,6071, R2 yang didapat adalah : 0,5409. Sedangkan untuk persamaan dari hasil peneraan ditunjukan oleh gambar (6,9 dan 12) .

Dengan melihat ketiga persamaan di atas, jelas bahwa setelah dilakukan peneraan nilai R2 yang diperoleh adalah mendekati nol, atau dengan kata lain umur dari masing-masing tanaman sudah tidak berpengaruh lagi. Dalam hal ini umur tanaman sudah tidak lagi mempengaruhi penetapan kisaran kecukupan hara.

[image:45.612.211.432.421.560.2]

Berikut adalah gambar hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah, luas daun, dan rataan jumlah pelepah.

Gambar 5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

y = -0.1101x2 + 9.8619x + 34.171

R2 = 0.655

0 50 100 150 200 250 300

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Umur

P

a

n

ja

n

g

P

e

le

p

(46)
[image:46.612.201.438.82.228.2] [image:46.612.202.439.264.424.2]

Gambar 6 Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman.

Gambar 7 Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.

Gambar 8 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

0 50 100 150 200 250 300

0 5 10 15 20

umur p a n ja n g p e le p a h t e 0 50 100 150 200 250 300

0 5 10 15 20

umur p a n ja n g p e le p a h t e

y = -0.0005x2 + 0.089x - 0.0668

R2 = 0.5429

0 1 2 3 4 5 6

0 5 10 15 20 25 30

[image:46.612.201.436.472.629.2]
(47)
[image:47.612.202.436.100.259.2] [image:47.612.201.436.299.454.2]

Gambar 9. Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

Gambar 10. Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.

Gambar 11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

0 1 2 3 4 5 6

0 5 10 15 20 25 30

umur lu a s d a u n 0 1 2 3 4 5 6

0 5 10 15 20 25 30

umur lu a s d a u n

y = -0.0106x2 + 1.0657x + 8.6071

R2 = 0.5409

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 5 10 15 20

[image:47.612.198.440.492.646.2]
(48)
[image:48.612.201.435.93.249.2]

Gambar 12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman.

.

Gambar 13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.

4.1. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik

Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik dilakukan dengan cara membandingkan variabel pertumbuhan panjang pelepah dengan unsur nitrogen, hubungan variabel pertumbuhan luas daun dengan unsur nitrogen dan variabel pertumbuhan jumlah pelepah dengan unsur nitrogen.

Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik dilakukan berdasarkan pada teori kisaran kecukupan hara yaitu bahwa kisaran kecukupan hara akan semakin baik apabila sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut keatas, seperti yang ditunjukan oleh model Farina (1980) dalam Walworth, et al, (1987).

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 5 10 15 20

umur ju m la h p e le p a 0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 5 10 15 20

[image:48.612.196.437.304.467.2]
(49)

Salah satu bentuk kekerucutan ini dapat dilihat pada gambar hubungan antara kadar hara N dengan variabel pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah.

Berikut ini adalah contoh grafik untuk mengetahui persamaan dalam penentapan selang kecukupan kadar hara N dengan mengunakan variabel pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah.

Gambar14. Hubungan kadar hara nitrogen dengan vaiabel pertumbuhan panjang pelepah.

Gambar 15. Hubungan kadar hara nitrogen dengan variabel pertumbuhan luas daun.

y = 286.58Ln(x) + 39.585 R2 = 0.9118

y = -323.32Ln(x) + 504.04 R2 = 0.9622

0 50 100 150 200 250 300

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

N P a n ja n g p e le p a

y = 0.5133x3.1389

R2 = 0.97 y = 0.1043x2 - 2.3838x + 7.5493 R2 = 0.9655

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 1 2 3 4 5

[image:49.612.203.437.229.385.2]
(50)
[image:50.612.202.438.80.230.2]

Gambar 16. Hubungan kadar hara nitrogen dengan variabel pertumbuhan jumlah pelepah.

Dengan melihat ketiga gambar tersebut terlihat jelas bahwa variabel pertumbuhan luas daun merupakan variabel pertumbuhan paling baik, karena sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut ke atas. Sesuai dengan prinsip metode bondary line atau metode garis batas, sebaran data yang semakin mengerucut ke atas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi, semakin kecil selang kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, semakin tinggi produksi tanaman sampai pada tingkat tertentu. Produksi rendah terjadi bilamana kadar hara rendah, demikian pula produksi rendah dapat terjadi pada satatus kadar hara tinggi. Pada kadar hara rendah bisa disebabkan karena faktor pembatas serapan hara atau tertekan oleh hara lain yang bersifat antagonis. Pada kadar hara tinggi bisa juga menekan hara lain dan menjadikan antagonis dengan hara lainnya, sehingga produksinya menurun. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan.

Berikut ini adalah grafik hubungan sebaran hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dengan variabel pertumbuhan luas daun

y = -5.2081x2 + 34.601x - 13.194

R2 = 0.7728

y = -3.5662x2 + 5.4897x + 40.908

R2 = 0.9617

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

N

ju

m

la

h

p

e

le

p

(51)

Gambar17. Hubungan sebaran hara N dengan variabel pertumbuhan luas daun

[image:51.612.202.436.83.238.2]

Gambar 18. Hubungan sebaran hara P dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 19. Hubungan sebaran hara K dengan variabel pertumbuhan luas daun

y = 0.5133x3.1389

R2 = 0.97 y = 0.1043x2 - 2.3838x + 7.5493 R2 = 0.9655

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 1 2 3 4 5

N L u a s D a u n T e ra a

y = 4.3385Ln(x) + 12.163

R2 = 0.9921 y = 0.0223x-2.6078 R2 = 0.9794

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

P lu a s d a u n

y = -5.7416Ln(x) + 4.3899 R2 = 0.982 y = 5.675Ln(x) + 3.2211

R2 = 0.891

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

(52)
[image:52.612.202.436.85.240.2] [image:52.612.201.438.297.455.2]

Gambar 20. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 21. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 22. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun y = 2.2289Ln(x) + 4.7317

R2 = 0.9631

y = 0.33x-3.6455

R2 = 0.7838

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Ca L U A S D A U N T E R A

y = -0.1309x2 - 1.9372x + 3.9079

R2 = 0.908

y = 46.519x2.1068

R2 = 0.7681

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 0.5 1 1.5 2

Mg L u a s D a u n T e ra a

y = 0.0108x2 - 0.5923x + 9.2638

R2 = 0.9946

y = 1.2014x0.3965

R2 = 0.8637

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

0 5 10 15 20 25 30

[image:52.612.201.438.516.675.2]
(53)
[image:53.612.202.436.91.248.2]

Gambar 23. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun. Dari gambar di atas kita bisa menghitung dan menetapkan kisaran kecukupan hara dengan cara memproyeksikan titik potong antara garis batas (bondary line) dengan sekat produksi adalah luas daun. Proyeksi atau titik potong sekat pertumbuhan dengan garis batas sebelah kiri pada sumbu X merupakan batas bawah dari kisaran kecukupan hara yang dinotasikan dengan X1, atau secara matematik nilai X1 diperoleh dengan mendistribusikan sekat pertumbuhan luas daun, ( -m2) ) dengan persamaan garis sebelah kiri. Demikian pula dengan X2 merupakan batas atas kisaran kecukupan hara yang diperoleh dengan cara mendistribusikan sekat perumbuhan luas daun dengan persamaan garis sebelah kanan. Hasil perhitungan tersebut merupakan nilai kadar hara pada selang defisiensi sampai berlebih. Nilai X1 diperoleh dari persamaan merupakan nilai kadar hara pada keadaan defisiensi, sedangkan X2 merupakan nilai kadar hara pada keadaan berlebih. Selang optimum dalam penentuan selang kecukupan hara diperoleh dari selang nilai antara batas defisiensi sampai dengan nilai pada selang hara berlebih.

y = 2019x-1.7794

R2 = 0.7899

y = 1.9811Ln(x) - 3.7187 R2 = 0.7986

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

0 20 40 60 80 100 120

Zn

L

u

a

s

D

a

u

n

T

e

(54)
[image:54.612.137.498.145.282.2]

Berikut ini adalah tabel kisaran kecukupan hara dari hasil perhitungan untuk unsur hara N, P, K, Ca,Mg, Cu, dan Zn

Tabel 2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi

Unsur Hara (Satuan)

Status Hara

Kurang cukup Tinggi

N (%) < 1,60 1,60-2,49 > 2.49

P (%) < 0,06 0,06-0,48 > 0,48

K (%) < 0,73 0,70-1,77 > 1,77

Ca (%) < 0,12 0,12-0,86 > 0,86

Mg (%) < 0,10 0,10-1,67 > 1,67

Cu (ppm) < 2,00 2,00-20,0 > 20,0

Zn (ppm) < 11,6 11,6-72,0 > 72,0

Tabel 3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi, optimum, dan berlebih.untuk tanaman muda (< 6 tahun)

Sumber: Von Uexkull (1992)

Tabel 2 merupakan tabel kadar kecukupan unsur hara dengan menggunakan variabel pertumbuhan luas daun. Pada variabel pertumbuhan luas daun selang kisaran kecukupan hara unsur nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi jauh lebih lebar dibawah selang kisaran kecukupan hara kriteria menurut Von Uexkull (1992). Nilai kadar hara unsur nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi adalah <1,6 % pada keadan defisiensi, 1,6-2,49 % pada kondisi optimum dan > 2,49 % pada kondisi berlebih, sedangkan pada tabel referensi nilai kadar hara N pada kondisi defisiensi adalah <2,5 %, pada keadaan optimum 2,6-2,9 %, dan pada keadaan berlebih kadar haranya adalah >3,1%. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa kadar hara nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi lebih rendah dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992). Berbeda dengan unsur hara

Unsur

Hara Satuan Defisiensi Optimum Berlebih

N % < 2,500 2,60-2,90 > 3,100

P % < 0,15 0,16-0,19 > 0,250

K % < 1,000 1,10-1,30 > 1,900

Mg % < 0,200 0,30-0,45 > 0,700

Ca % < 0,300 0,50-0,70 > 1,000

Cu ppm < 3,000 5,00-7,00 > 15,00

[image:54.612.132.492.333.448.2]
(55)

nitrogen,nilai kadar kecukupan hara fosfor pada Tabel hasil kalibrasi justru lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992).

Pada kondisi defisisensi, nilai kadar hara fosfor adalah <0,06 %, pada kondisi optimum adalah 0,06-0,48% dan pada kondisi berlebih adalah >0,48%. Sedangkan nilai kadar hara fosfor menurut kriteria Von Uexkull (1992) pada kondisi defisiensi adalah <0,15%, pada kondisi optimum kadar haranya adalah 0,016-0,19%, dan pada kondisi berlebih kadar haranya adalah > 0,25%. Unsur hara kalsium pada Tabel hasil kalibrasi lebih rendah dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992), sedangkan unsur hara kalium selang kecukupan haranya lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992).

Unsur hara Mg pada Tabel hasil kalibrasi memiliki selang kecukupan hara yang lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull(1992). Hal ini dapat dilihat pada kondisi defisiensi kadar hara pada Tabel hasil kalibrasi lebih kecil yaitu <0,1% dan nilai kadar hara Mg pada kriteria menurut Von Uexkull(1992) adalah <0,2%, tetapi pada kondisi berlebih nilai kisaran kecukupan hara Mg pada Tabel hasil kalibrasi lebih besar yaitu >1,67%, sedangkan pada kriteria menurut Von Uexkull (1992) nilai kadar hara Mg pada kondisi berlebih adalah >0.7%

Seperti halnya unsur hara Mg, unsur hara Cu pada Tabel hasil kalibrasi memiliki selang kecukupan hara yang lebih lebar dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992). Hal ini dapat dilihat pada kondisi defisiensi nilai kadar haranya lebih rendah yaitu < 2 ppm dan nilai kadar hara pada kriteria menurut Von Uexkull (1992) adalah <3 ppm, sedangkan pada kondisi berlebih nilai kadar hara Cu pada Tabel hasil kalibrasi lebih tinggi yaitu > 20 ppm, dan pada kriteria menurut Von Uexkull (1992) adalah >15 ppm.

(56)

Selain dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull, selang kecukupan hara hasil kalibrasi juga dibandingkan dengan referensi lain seperti kriteria kecukupan hara tanaman sawit belum menghasilkan menurut kriteria John, Jr. et al. (1991)

Tabel 4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM)

Unsur Hara Kecukupan Hara (TBM)

N 2,80-3,00

P 0,19-0,21

K 1,50-1,80

Ca 0,30-0,50

Mg 0.30-0.35

Cu -

Zn -

Sumber Plant Analysis Hand Book (J.Benton Jones, Jr Benjamin Wolf dan Harry A. Mills )

Mengacu pada referensi standar (Tabel 4), unsur hara N pada Tabel 2 memiliki kisaran kecukupan hara lebih lebar di bawah kisaran kecukupan hara pada tabel 4 (referensi), ini artinya kecukupan hara N jauh lebih rendah diabndingkan dengan kriteria kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al.

(1991)

Selang kecukupan hara P, K, Ca, dan Mg pada Tabel 2 lebih lebar dibandingkan dengan kecukupan hara pada Tabel 4, ini artinya kecukupan hara P, K, Ca dan Mg berada diatas kriteria kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et

al. (1991)

Dengan melihat perbandingan selang kecukupan hara pada Tabel 2 dengan kriteria kecukupan menurut kriteria John, Jr. et al. (1991), dapat dikatakan

bahwa kecukupan hara tanaman kelapa sawit hasil kalibrasi pada umumnya terbilang cukup baik, hal ini dapat dlihat pada selang kecukupan hara tabel 2 berada diatas kriteria selang kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al.

[image:56.612.132.483.195.324.2]
(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan

sekat perumbuhan tanaman terbaik adalah sebagai berikut :

a. Selang kecukupan hara K, P, Mg, Cu dan Zn pada Tabel hasil kalibrasi lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan Tabel kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al. (1991) .

b. Selang kisaran kecukupan unsur hara nitrogen pada Tabel hasil kaibrasi berada dibawah tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria menurut John, Jr. et al. (1991) Selang

kisaran kecukupan hara dan Ca pada Tabel hasil kalibrasi lebih sempit dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992)

c. Selang kecukupan hara Ca pada Tabel hasil kalibrasi lebih lebar daripada kritera kriteria menurut Von Uexkull (1992).

5.2. Saran

Saran yang diberikan penulis antara lain adalah:

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, S.R. 1973. Plant Analysis : Problem and opportunities. In L.M.Walsh,

and J.D. Beaton (eds). Soil Testing and Plant Analysis. Soil Sci. Soc.

Am.Madison, WI. Pp. 213-221.

Brady, N .C. 1974. The Nature and Properties of Soils. 8 th ed. McMillan Publ. Co, Inc. New York

Jonnes JB Jr, B Wolf dan HA Mills. 1991. Plant Analysis Hand Book; A Practical

sampling, preparation, analysis and interpretation guide. Micro-macro

Publishing, Inc. New York.

Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2005. Diktat Kuliah Kesuburan Tanah, Jurusan Tanah. Fa

Gambar

Gambar 1. Pengaruh Suplai Hara terhadap Produksi dan Kadar Hara (Leiwakabessy dan Sutandy, 2004)
Gambar 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara (Leiwakabessy dan
Gambar 3. Diagram Sebar Hubungan Produksi Dengan Kadar Hara N daun  (Walworth dan Sumner, 1987)
Gambar 5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit        sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemula yang berada pada usaha konveksi rumah tangga terli-.. bat dalam proses produksi sampai

Soft Copy Permendikbud 60 Tahun 2016 Laptop, Kabel Roll, Modem. Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan

Dari hasil penelitian ini menunjukkan resep yang diberikan di Puskesmas Bontolempangan II Kabupaten Gowa bahwa 50 resep memiliki potensi drug-drug interaction

Dalam perusahaan, pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan per- usahaan untuk mempertahankan ke- langsungan hidupnya, berkembang dan mendapatkan

Dengan mengambil standar IEEE dimana cognitive radio dapat diaplikasikan pada frekuensi dengan duty cycle kurang dari 60%, maka diperoleh total frekuensi yang

Strategi yang dilakukan Madarasah Aliyah Negeri Muara Enim untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas guru, meningkatkan prestasi

Planning atau suatu rencana adalah langkah selanjutnya yang harus dilakukan berdasarkan informasi yang telah terkumpul dari proses environmental scanning dan formative

Hal itu dapat dilihat dari beberapa faktor yang diduga penulis sangat mempengaruhi penyebab rendahnya kecakapan kewarganegaraan pada siswa diantaranya kurangnya minat