• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL."

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP

KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Laras Pangestuti NIM 12111241039

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kau telah

selesai dari suatu (urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan

yang lain. Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Terjemahan QS. Al Insyiroh: 5-8)

“Berbicara dengan baik dan fasih adalah seni yang hebat, tetapi mengetahui saat

yang tepat untuk berhenti berbicara juga tindakan yang sama-sama hebat.” (Wolfgang Amadeus Mozart 1756-1791)

(6)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, atas Rahmat dan Hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua Orang tua saya, yaitu Bapak Karjiman, S.ST dan Ibu Maryuni.

(7)

PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP

KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL

Oleh Laras Pangestuti NIM 12111241039

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut, Bantul, Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain quasi eksperiment design (desain eksperimen semu). Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok A TK ABA Pantisiwi yang berjumlah 40 anak. Obyek penelitian ini adalah kemampuan berbicara. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan tes. Instrumen yang digunakan adalah dengan lembar observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung mean pre-test dan mean post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode show and tell pada kelas eksperimen mempengaruhi kemampuan berbicara anak kelompok A TK ABA Pantisiwi Bantul. Hal ini dibuktikan dengan hasil mean pre-test dan mean post-test kelompok eksperimen dari 6,63 menjadi 8,47, sedangkan kelompok kontrol dari 6,76 menjadi 7,71. Kenaikan hasil mean yang signifikan pada kelompok eksperimen berarti menunjukkan bahwa penerapan metode show and tell mempengaruhi kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik dan lancar.

Kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak sangat berarti. Dengan segenap

kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak berikut:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberi izin untuk

mengadakan penelitian tugas akhir ini.

2. Ketua Jurusan PAUD UNY yang telah memberi kesempatan dan izin peneliti

untuk melakukan penelitian ini.

3. Bapak Dr. Slamet Suyanto, M.Ed selaku pembimbing I dan Ibu Martha

Christianti, M. Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu untuk

membimbing tugas akhir hingga selesai.

4. Semua dosen pengajar PG-PAUD kelas A angkatan 2012 FIP UNY, terima

kasih atas semua jasa Bapak dan Ibu dosen.

5. Ibu Siti Fathonah, S.Pd selaku Kepala Sekolah TK ABA Pantisiwi yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian.

6. Ibu Maryuni, Ibu Muslimah, Ibu Suprapti, S.Pd dan Ibu Win selaku ibu guru

TK ABA Pantisiwi yang telah banyak membantu saya dalam penelitian.

7. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah

memberikan kontribusinya dalam membantu pelaksanaan penelitian ini.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi

amalan yang akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Di akhir kata, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Yogyakarta, 20 Oktober 2016

(9)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Bahasa ... 8

B. Perkembangan Berbicara ... 10

1. Pengertian Berbicara ... 10

2. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara ... 11

3. Tujuan Pengembangan Kemampuan Berbicara ... 15

4. Pembelajaran Untuk Ketrampilan Berbicara ... 17

(10)

2. Tahap Perkembangan Bicara Anak ... 22

D. Metode Show And Tell ... 23

1. Pengertian Metode Show And Tell ... 23

2. Manfaat Metode Show And Tell ... 24

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Show And Tell ... 25

4. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Show And Tell ... 26

E. Kerangka Pikir ... 27

F. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 30

1. Pendekatan Penelitian ... 30

2. Desain Penelitian ... 30

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

1. Lokasi Penelitian ... 32

2. Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi Penelitian ... 32

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

1. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kelompok Kontrol ... 42

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen ... 44

4. Uji Prasyarat Analisis ... 48

a) Uji Normalitas ... 48

b)Uji Homogenitas ... 49

5. Uji Hipotesis ... 49

6. Hasil Penelitian ... 54

B. Pembahasan ... 61

(11)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(12)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Rencana Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 32

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara Anak 4-5 Tahun ... 34

Tabel 3. Penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A ... 35

Tabel 4. Interpretasi Nilai r ... 38

Tabel 5. Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi ... 41

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pretest Anak Kelas Kontrol ... 42

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Posttest Anak Kelas Kontrol ... 43

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pretest Anak Kelas Eksperimen ... 45

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Posttest Anak Kelas Eksperimen ... 47

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ... 49

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 49

Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji t Pretest Kontrol-Eksperimen ... 50

Tabel 13. Rangkuman Hasil Uji t Pretest-Posttest Kontrol ... 51

Tabel 14. Rangkuman Mean Kelompok Kontrol ... 52

Tabel 15. Rangkuman Hasil Uji t Pretest-Posttest Eksperimen ... 53

(13)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Histogram Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 42

Gambar 2. Histogram Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 44

Gambar 3. Histogram Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 45

Gambar 4. Histogram Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 47

Gambar 5. Grafik Peningkatan Kemampuan Berbicara Kelompok Kontrol ... 52

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 72

Lampiran 2. Lembar Instrumen ... 78

Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85

Lampiran 4. Rencana Kegiatan Harian ... 89

Lampiran 5. Data Siswa dan Hasil Penelitian ... 106

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data Dengan SPSS ... 122

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan hal yang penting bagi manusia untuk berkomunikasi

dengan masyarakat sosial disekitarnya. Bahasa menurut Webster (Sardjono, 2005:

5) adalah komunikasi atau ekspresi fikir dan perasaan yang berwujud vokal dan

merupakan kombinasi dari beberapa bunyi atau simbol-simbol tertulis yang

mengandung arti. Sependapat dengan Webster, Santrock (2007: 353) menjelaskan

bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi, baik itu lisan, tertulis atau isyarat

yang berdasarkan pada suatu system dari simbol-simbol. Sehingga melalui bahasa

anak dapat menjalin komunikasi dengan oranglain dan lingkungannya.

Pada masa kanak-kanak awal perkembangan bahasa yang pesat

dipengaruhi oleh perkembangan kognitif. Santrock (2007: 205) menjelaskan

bahwa bahasa berhubungan juga dengan sosial dan kognitif. Menurut Santrock

social cognition refers how individuals conceptualize and reason about their

social world – the people they watch and interact with, relationships with those people, the groups in which the participate, and how they reason about themselves and others.” Inti dari pernyataan tersebut adalah bagaimana seseorang

berinteraksi dengan orang lain, memiliki konsep individu, hubungan dengan orang

disekitar dan bagaimana mereka berpikir mengenai dirinya sendiri dan orang lain.

Pada masa ini anak telah masuk pada fase prakonseptual yaitu dimana anak telah

(16)

Di TK ABA Pantisiwi guru terkesan kurang inovatif dan kreatif dalam

mengembangkan kemampuan bahasa khususnya bicara pada anak. Selama ini

guru hanya menerapkan metode konvensional yaitu metode ceramah dan tanya

jawab. Metode bercakap-cakap atau tanya jawab kurang menarik diterapkan oleh

guru karena hanya dalam metode tanya jawab ini guru cenderung menjadi pusat

pembelajaran. Sehingga metode tanya jawab yang diterapkan oleh guru terlihat

seperti metode ceramah.Padahal ada banyak metode pembelajaran yang dapat

digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak. Menurut

Slamet Suyanto (2005: 172) terdapat beberapa metode pengembangan

kemampuan berbicara anak seperti metode bermain drama, bermain paralele,

bermain kooperatif dan metode show and tell. Dari beberapa metode pengembangan bahasa anak tersebut, pendidik dapat menggunakan salah satu

metode dalam menyampaikan pesan pembelajaran yang dapat merangsang dan

menambah kosakata anak serta dapat menstimulasi kemampuan berbicara pada

anak. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode show and tell. Metode show and tell memberikan kesempatan untuk mengembangkan bahasa ekspresif anak melalui belajar membuat dan membangun bahasa (Dailey, 1997:

223).

Menurut Laurie Patsalides (Takdiroatun Musfiroh, 2011: 8-9)

memaparkan manfaat metode show and tell untuk mengembangkan beberapa aspek. Berbagai manfaat tersebut yaitu anak belajar berbicara dan menyimak,

menjadi pendengar dan memperkenalkan diri, membuat penyelidikan berdasarkan

(17)

lain, antisipasi dan observasi, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik

bercerita, belajar kesamaan dan perbedaan, menggunakan kosakata, menggunakan

bahasa deskriptif, mengucapkan terima kasih dan meningkatkan rasa percaya diri.

Suatu penelitian pernah dilakukan di Australia. Setiap anak dipinjami

boneka beruang Teddy Bear untuk dibawa pulang selama satu minggu. Kemudian, pada minggu kedua setiap anak secara bergantian diminta menceritakan apa yang

dilakukan dengan Teddy Bear. Ternyata anak-anak mampu bercerita dengan baik karena banyak hal yang mereka lakukan selama satu minggu (Slamet Suyanto,

2005: 145).

Menurut H.A.R. Tilaar (2013: 103), show and tell adalah kegiatan yang mengutamakan kemampuan berkomunikasi sederhana. Penjelasannya metode

show and tell ini adalah suatu metode pembelajaran dengan kegiatan anak menunjukkan benda dan menyatakan pendapat, mengungkapkan perasaan,

keinginan, maupun pengalaman terkait dengan benda tersebut. Dengan metode

show and tell ini diharapkan kemampuan bicara anak akan terstimulasi dan perkembangan kosakata anak dapat meningkat.

Kemampuan berbicara penting untuk anak karena dengan berbicara anak

dapat mengkomunikasikan tentang keadaan dirinya. Misalnya, kasus anak yang

kehilangan orangtuanya di pusat perbelanjaan. Hal ini dikarenakan anak sulit

untuk berkomunikasi dengan oranglain, menyampaikan maksud dan menjelaskan

keadaan dirinya dengan oranglain. Kasus hilangnya anak di pusat perbelanjaan ini

(18)

hilang di tempat umum, orang-orang sekitar akan memberi pertanyaan sederhana

kepada anak tersebut. Pertanyaan yang mungkin biasa ditanyakan adalah “siapa

mama-nya?”. Dengan demikian mengajarkan dan memberikan stimulus untuk kemampuan berbicara anak merupakan hal yang penting dilakukan.

Kasus lain terkait kemampuan berbicara pada anak yaitu terjadi pada anak

awal masuk sekolah. Dari observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, terlihat

pada saat awal masuk sekolah anak sangat sulit berkomunikasi dan mengutarakan

keinginannya baik dengan temannya, orang lain atau pada saat anak bercerita di

depan kelas. Kejadian tersebut dikarenakan belum adanya rasa keberanian anak

serta minimnya motivasi dari seorang guru untuk mengungkapkan dan

mengutarakan keinginannya lewat bahasa lisan. 85% anak pada saat awal masuk

sekolah malu untuk mengutarakan maksud serta berbicara dan menjelaskan

maksud dengan teman dan oranglain. Selain itu masih kurangnya kosa kata yang

dimiliki anak serta rasa percaya diri anak untuk mengutarakan dan menyampaikan

maksud menjadi faktor kendala.

Metode dan gaya mengajar guru juga sangat mempengaruhi kemampuan

berbicara anak. Minimnya pengetahuan guru tentang metode-metode

pembelajaran untuk menstimulasi kemampuan bicara anak juga merupakan salah

satu penyebabnya. Guru biasanya hanya menggunakan metode ceramah (teacher centered) dan sangat jarang memberikan kesempatan kepada anak untuk bercerita tentang pengalamannya atau mengeluarkan pendapatnya di depan kelas. Metode

pembelajaran yang hanya menggunakan metode satu arah yaitu guru menjelaskan

(19)

mengeluarkan isi hati, pendapat dan gagasannya menjadi sangat minim. Hal ini

yang membuat perkembangan kemampuan berbicara anak menjadi kurang

maksimal. Selain itu metode ini akan membuat anak kurang termotivasi dan

terstimulasi kemampuan bicaranya dan penambahan kosa katanya.

Dengan pentingnya kemampuan bicara tersebut, maka perlu adanya

stimulus yang diberikan baik dari orangtua maupun guru dan lingkungan untuk

mengembangkan kemampuan berbicara anak. Sebagai seorang pendidik

hendaknya harus kreatif serta inovatif memberikan metode pembelajaran dan

media kepada anak untuk menstimulus dan memotivasi kemampuan berbicara

anak. Motivasi atau stimulus yang diberikan untuk anak seharusnya diberikan

dari luar atau lingkungan dan dari dalam diri anak sendiri.

Dari penjabaran di atas tentang pentingnya kemampuan berbicara anak dan

metode stimulus dari guru atau orangtua, maka peneliti akan mencoba melakukan

penelitian tentang pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

B. Identifikasi Masalah

1. Metode yang diberikan guru membuat anak kurang memiliki kesempatan

untuk menyampaikan maksud (ide, gagasan dan pikiran).

2. Minimnya pengetahuan guru tentang metode pembelajaran untuk

menstimulasi perkembangan bicara anak. Sehingga membuat guru kurang

kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak.

(20)

4. Kemampuan bicara anak masih rendah dan kemampuan berbicara anak di

depan umum kurang.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka perlu

diadakan batasan masalah. Hal ini dilakukan agar hasil penelitian lebih fokus.

Penelitian dibatasi pada masalah yang akan diteliti yaitu mengenai pengaruh

metode show and tell terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas dapat rumuskan masalah penelitian yaitu

bagaimana pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul?

E. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

F. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a) Bagi Siswa

Dapat membantu siswa menstimulasi perkembangan bahasa khususnya

(21)

b) Bagi Guru

Membantu guru menambah wawasan tentang metode show and tell untuk memotivasi anak dan menstimulus anak dalam aspek perkembangan

berbicara.

c) Bagi Lembaga Sekolah

Dapat memberikan gambaran bagi lembaga sekolah untuk menerapkan

(22)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Perkembangan Bahasa Anak

Berkomunikasi dengan orang lain tidak melulu harus menggunakan bahasa

verbal. Pada awal usia, anak berkomunikasi dengan bahasa tubuh sebelum mereka

memiliki kemampuan berbahasa. Bahasa tubuh yang digunakan seperti menunjuk

dan ekspresi wajah. Setelah kemampuan bahasa anak berkembang, barulah anak

menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi.

Bahasa adalah alat untuk berpikir, mengekspreikan diri dan berkomunikasi

(Ahmad Susanto, 2011: 74). Menurut Syaodih (dalam Ahmad Susanto, 2011: 73),

perkembangan bahasa dimulai dengan peniru bunyi dan meraban. Perkembangan

selanjutnya berrkaitan dengan perkembangan kemampuan intelektual dan sosial.

Komponen perkembangan bahasa anak meliputi fonologi, sintaksis, semantik,

pragmatik (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 8). Fonologi yaitu sistem bunyi bahasa

yang diucapkan dan bagaimana bunyi tersebut dibunyikan seperti pelafalan pada

kata ‘aku’ dibaca dengan vokal awal ‘a’ dan berakhir vokal ‘u’. Sintaksis yaitu

kemampuan anak menyusun kalimat. Contohnya yaitu struktur kalimat seperti

S-P-O yang digunakan ketika anak berbicara. Perkembangan semantik yaitu makna

kata. Pada perkembangan ini setiap kata yang digunakan anak mampu dipahami

oleh anak. Pragmatik yaitu penggunaan bahasa secara tepat dalam komunikasi.

Pada perkembangan pragmatik yang dimiliki anak adalah kemampuan memilih

kata dengan tepat dalam berkomunikasi agar dapat dimengerti oleh orang lain.

(23)

TK dan prasekolah anak-anak tertarik mendengarkan cerita yang dibacakan

dengan keras, berbagi buku yang disukai, membaca buku, dan menceritakan

kembali cerita atau pengalamannya (M. Ramli, 2005: 205). Pada usia 4 tahun anak

menguasai sekitar 1792 kata, di usia 5 tahun bertambah menjadi 2932 kata.

Meskipun demikian, anak usia TK masih mengalami kesulitan dalam berbicara

atau menyampaikan maksud dan pendapatnya (Dardjowojojo dalam Tadkiroatun

Musfiroh, 2005: 56). Untuk menangangi masalah tersebut yang dapat

dilakukannya dengan memberikan metode show and tell kepada anak untuk

menstimulasi dan meningkatkan kemampuan berbicaranya.

Fungsi bahasa bagi anak menurut Halliday (Suhartono, 2005: 9) ada tujuh, yaitu:

1. Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk meminta sesuatu. Contohnya

ketika lapar, anak akan mengucapkan “makan makan”.

2. Fungsi regulatory (menyuruh), ungkapan untuk menyuruh orang lain

melakukan sesuatu.

3. Fungsi interaksi, untuk berbicara dengan orang lain.

4. Fungsi kepribadian (personal), terdapat pada ungkapan yang menyatakan atau

mengakhiri partisipasi.

5. Fungsi pemecahan masalah (heuristic), ungkapan meminta atau menyatakan

jawab pada suatu masalah. Contohnya “jelaskan apayang kamu gambar”.

6. Fungsi khayalan, ungkapan yang mengajak pendengar untuk berpura-pura atau

simulasi suatu keadaan, contohnya ketika anak bermain peran.

(24)

Permendiknas no. 137 tahun 2014 menjelaskan mengenai perkembangan

bahasa anak usia 4-5 tahun dibagi menjadi tiga yaitu memahami bahasa,

mengungkapkan bahasa dan keaksaraan. Memahami bahasa artinya anak mampu

menyimak dan mengerti serta paham dengan cerita yang dibacakan orang lain.

Dengan anak mampu memahami bahasa maka anak akan mampu menanggapi dan

terstimulus kemampuan berbicaranya untuk mampu memberikan tanggapan atau

respon.

Kemampuan mengungkapkan bahasa anak ditunjukkan dengan anak

mampu mengulang kalimat sederhana, bertanya dan menjawab pertanyaan,

mengungkapkan perasaan, menyebutkan kata yang dikenal, mengutarakan

pendapat, menyatakan alasan, menceritakan kembali cerita/dongeng/pengalaman,

memperkaya perbendaharaan kata, dan berpartisipasi dalam percakapan.

Berdasarkan teori yang dijelaskan, dapat disimpulkan pencapaian

perkembangan bahasa anak usia TK kelompok A yaitu mampu memahami bahasa,

mengungkapkan bahasa dan keaksaraan.

B. Perkembangan Berbicara 1. Pengertian Berbicara

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi lisan

(Idris, dkk, 1998: 11). Komunikasi lisan menurut Depdikbud (Suhartono, 2005:

20) diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi

hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan, sehingga

maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Agar dapat dipahami oranglain,

(25)

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi dengan

mempergunakan suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalamnya

terjadi penyampaian pesan dari suatu sumber kepada sumber lain. Agar

komunikasi dapat terjalin dengan baik maka perlu ada kerjasama yang baik antara

kedua belah pihak yaitu antara penyampai maksud dan penerima maksud. .

Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Sebagai makhluk

sosial, manusia akan berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan

bahasa sebagai alat utamanya. Berbicara ialah kegiatan berbahasa yang penting

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berbicara seseorang dapat mengungkapkan

pikiran dan perasaannya kepada oranglain secara lisan (Soenardi Djiwandono,

1996: 68).

Dengan demikian dari beberapa penjelasan ahli di atas maka dapat

disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan untuk mengekspresikan,

menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang

lain dengan menggunakan bahasa lisan dengan artikulasi yang jelas sehingga

dapat dipahami oleh orang lain.

2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Berbicara Anak

Hurlock (1978 : 186) mengemukakan kondisi yang dapat menimbulkan

perbedaan dalam berbicara yaitu kesehatan, kecerdasan, keadaan sosial ekonomi,

(26)

sebaya dan kepribadian. Kondisi yang dapat menimbulkan perbedaan berbicara

tersebut dapat diuraikan berikut ini :

a. Kesehatan

Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat. Hal ini dikarenakan motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.

b. Kecerdasan

Anak yang memiliki kecerdasan tinggi belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah.

c. Keadaan Sosial Ekonomi

Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing melakukannya.

d. Jenis Kelamin

Anak perempuan lebih cepat dalam belajar berbicara dibandingkan anak laki-laki. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan.

e. Keinginan Berkomunikasi

Semakin kuat keinginan anak untuk berkomunikasi dengan orang lain maka semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha yang diperlukan untuk belajar.

f. Dorongan

Semakin banyak anak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.

g. Ukuran Keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena anak tunggal memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam mendapat stimulus perkembangan bicaranya.

h. Urutan Kelahiran

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir kemudian. Ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar berbicara ketimbang untuk anak yang lahir kemudian.

i. Metode Pelatihan Anak

(27)

pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar.

j. Kelahiran Kembar

Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya terutama karena anak kembar lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang anak miliki. Ini melemahkan motivasi anak untuk belajar berbicara.

k. Hubungan dengan Teman Sebaya

Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan anak untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara.

l. Kepribadian

Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung kemampuan bicarnya lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, ketimbang anak yang penyesuaian dirinya kurang baik. Kenyataanya, berbicara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mental.

Mary R Jalongo (2007: 104) menambahkan menurutnya kemampuan

berbicara dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor neurologi dan faktor stuktural

dan fisiologis. Berikut faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara menurut

Mary R Jalongo :

a. Faktor Neurologi

Faktor neurologi dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, pengolahan

informasi strategis dan kemampuan motorik. Perkembangan kognitif pada masa

kanak-kanak, dalam berbicara anak membutuhkan kecerdasan dan kedewasaan

yang cukup. Anak yang jenius dapat berbicara lebih awal dari teman-temannya

karena memperoleh pengalaman dan mampu mengekspresikannya lewat bahasa

lisan. Bagian dari mampu berbicara adalah mampu merencanakan apa yang ingin

dikatakannya.

Faktor yang kedua yaitu pengolahan informasi strategis. Untuk berbicara,

(28)

Kemampuan Motorik. Dalam berbicara, dibutuhkan koordinasi antara

gerakan bibir dan lidah serta suara. Bagi kebanyakan orang, gerakan ini menjadi

otomatis jika tidak diperhatikan. Hal ini menjadi berbeda ketika sedang sakit

(misalnya radang tenggorokan) dan cidera (setelah operasi oral).

b. Faktor Struktural dan Fisiologis

Faktor struktural dan fisiologis meliputi sensori ketajaman indera,

kemampuan oromuscular dan pernafasan

c. Faktor Lingkungan

Yang termasuk dalam faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial

budaya, pengalaman dan konteks fisik. Pada lingkungan sosial budaya

menunjukkan bahwa kemampuan berbicara juga dipengaruhi oleh lingkungan

rumah pada semua kelas ekonomi. Anak yang kelas ekonominya lebih tinggi

ternyata membuat kemampuan berbicara anak lebih cepat berkembang dengan

baik. Pengalaman juga mempengaruhi kemampuan bicara anak. Hal ini

dipengaruhi oleh kemampuan interaksi anak baik secara lisan dan non lisan. Pada

faktor konteks fisik, kemampun berbicara dipengaruhi oleh mainan, buku

bergambar, dan miniatur lainnya yang dapat merangsang percakapan serta

kemampuan berbicaranya.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa baik faktor eksternal maupun

internal mempengaruhi perkembangan bicara anak. Faktor eksternal bersumber

dari lingkungan sekitar anak sedangkan faktor internal bersumber dari dalam diri

(29)

bicara anak yang berkaitan dengan faktor eksternal atau dari lingkungan sekitar.

Oleh karena itu penelitian ini membantu perkembangan bicara anak melalui faktor

eksternal yaitu menggunakan metode show and tell untuk melihat perubahan atau pengaruh perkembangan bicara anak.

3. Tujuan Pengembangan Berbicara Anak

Secara umum tujuan pengembangan berbicara anak usia dini yaitu agar

anak mampu mengungkapkan isi hatinya (pendapat, sikap) secara lisan dengan

lafal yang tepat untuk dapat berkomunikasi. Selain itu anak dapat melafalkan

bunyi bahasa yang digunakan secara tepat, anak mempunyai perbendaharaan kata

yang memadai untuk keperluan berkonunikasi dan agar anak mampu

menggunakan kalimat secara baik untuk berkomunikasi secara lisan.

Menurut Hartono (Suhartono, 2005: 123) tujuan umum dalam

pengembangan berbicara anak, yaitu:

a. Memiliki perbendaharaan kata yang cukup

Memiliki perbendaharaan kata yang cukup diperlukan untuk

berkomunikasi sehari-hari. Perbendaharaan kata/kosakata sangat diperlukan dalan

berkomunikasi, sehingga semakin anak banyak memiliki perbendaharaan

kata/kosakata maka akan semakin baik dalam berkomunikasi.

b. Mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat

Anak dapat mengucapkan kata setelah mendengar kata tersebut dari orang

disekitarnya dengan disertai makna kata tersebut, dengan mendengarkan dan

(30)

c. Mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat.

Dalam hal ini anak mampu memahami, malaksanakan atau menyampaikan

pesan kepada orang lain, anak mampu menggunakan kalimat-kalimat perintah

yang baik, dan anak mampu menunjukkan sikap dan perasaannya terhadap sesuatu

kejadian, melalui perbuatan sehari-hari.

d. Berminat menggunakan bahasa yang baik

Agar anak berminat menggunakan bahasa yang baik berarti bahwa anak

mampu menyusun dan mengucapkan kata-kata dengan lafal yang benar dan tepat,

anak mampu menyusun kalimat-kalimat sederhana yang berpola dan anak mampu

bercalap-cakap dalam bahasa Indonesia yang sederhana tetapi benar.

e. Berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan tulisan

Anak dapat mengetahui bahwa benda-benda di sekililingnya mempunyai

simbol bahasa dan anak mengetahui adanya hubungan antara gambar-gambar

dengan tulisan-tulisan atau ucapan lisan.

Dari uraian di atas maka tujuan pengembangan berbicara anak usia dini

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah agar anak memiliki perbendaharaan

kata yang cukup, mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat,

mampu mengungkapkan isi hatinya (pendapat atau sikap) secara lisan, anak

mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat dan anak

(31)

4. Pembelajaran Untuk Keterampilan Berbicara

Slamet Suyanto (2005: 172) menyatakan bahwa untuk melatih anak

berkomunikasi secara lisan dapat dilakukan dengan memberi kegiatan yang

memungkinkan anak berinteraksi dengan teman dan orang lain. Guru dapat

mendisain berbagai kegiatan yang memungkinkan anak mengungkapkan ide,

perasaan, dan emosinya. Berikut beberapa contoh kegiatan untuk melatih

komunikasi lisan.

a. Bermain Drama (dramatic play)

Bermain drama untuk mengembangkan kemampuan bicara anak dapat

dilakukan seperti bermain antara dokter-pasien, bermain keluarga, bermain jual

beli dan sebagainya.

b. Show and Tell (menunjukkan dan menceritakan)

Show and tell dapat dilakukan setiap hari, secara bergilir, guru menyuruh satu-dua anak untuk bercerita tentang pengalamannya. Pengalaman tersebut

meliputi berbagai hal yang menurut anak perlu diceritakan. Sebagai contoh anak

dapat bercerita tentang acara TV yang ia tonton, makan makanan yang ia sukai,

gambar yang ia buat, pengalaman yang berkesan dan sebagainya.

c. Bermain Paralel (Paralel Play)

Bermain dengan pasir, air dan balok di mana anak bermain sendiri-sendiri

di tempat yang sama dengan media yang sama akan memungkinkan anak bermain

paralel. Anak melihat bagaimana temannya bermain dan ikut menirukannya. Anak

(32)

d. Bermain Kooperatif (Cooperative Play)

Bermain secara kooperatif amat baik untuk mengembangkan kemampuan

anak berkomunikasi lisan seperti guru memberi tugas kepada anak untuk

membuat gambar pada kertas poster dalam kelompok. Kemudian mengajak anak

berdiskusi mengenai gambar yang akan mereka buat dan mengajak mereka

membuat bersama-sama. Kemudian mengajak anak untuk mempresentasikan dan

menceritakan gambar yang telah mereka buat. Usahakan semua anak berbicara

dalam kegiatan presentasi tersebut.

Dari uraian diatas metode pengembangan kemampuan berbicara anak

dapat menggunakan metode bermain drama, bermain parallel, bermain kooperatif

dan metode show and tell. Dari beberapa metode tersebut, peneliti menggunakan metode show and tell untuk melihat pengaruhnya terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A.

C. Perkembangan Bicara Anak Usia Taman Kanak-kanak 1. Karakteristik Kemampuan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun

Pada anak usia TK yaitu 4-5 tahun, kemampuan bahasa yang paling efektif

digunakan adalah kemampuan berbicara. Terdapat beberapa faktor yang dijadikan

ukuran untuk melihat perkembangan kemampuan berbicara anak. Nurbiana (2008,

3.6) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan

berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan.

Aspek kebahasaan meliputi ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi,

(33)

a. Ketepatan ucapan

Ukuran kemampuan berbicara pada indikator ketepatan ucapan pada anak

dapat diukur dari anak berbicara atau mengucapkan beberapa dengan tepat, jelas

dan baik.

b. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai

Indikator penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai diukur

dengan melihat pengucapan kata dengan benar (tidak celat) dan dengan nada yang lantang atau jelas dengan tidak terbata-bata atau gagap dalam berbicara. Pada

indikator ini pengucapan atau berbicara anak dapat berbicara dengan jelas dan

lancar.

c. Pilihan kata

Pemilihan kata dalam pengucapan ini anak memilih kata yang telah

dipahaminya, tidak hanya sekedar anak meniru ucapan dari oranglain. Anak telah

memahami makna dari kata-kata yang diucapkannya.

d. Ketepatan sasaran pembicaraan.

Pada indikator ketepatan sasaran pembicara ini anak mampu

mengeluarkan pendapat, mengekspresikan isi hati, serta mampu mengeluarkan

gagasan yang tepat dan benar. Dalam indikator ini anak juga mampu

berpartisipasi dalam sebuah percakapan sesuai topik, anak mampu memberikan

pertanyaan dan menjawab pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibahas.

Aspek non kebahasaan meliputi: (a) sikap tubuh, pandangan, bahasa

(34)

gagasan orang lain; (c) kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; (d)

relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu.

Maidar (Umi Faizah, 2010: 9) mengemukakan bahwa dalam mengevaluasi

kemampuan berbicara anak pada prinsipnya juga harus memperhatikan dua aspek

yaitu aspek kebahasaan dan juga aspek non kebahasan. Aspek kebahasan meliputi

: (a) pengucapan vokal; (b) penempatan tekanan/persendian/nada/irama; (c)

pilihan kata, pilihan ungkapan, variasi kata, tata bentukan; (d) struktur

kalimat/ragam kalimat. Sedangkan untuk aspek non kebahasaan meliputi : (a)

keberanian; (b) kelancaran; (c) kenyaringan suara; (d) pandangan mata; (e)

gerak-gerik dan mimik; (f) keterbukaan; (g) penalaran; (h) penguasaan topik.

Sependapat dengan kedua ahli diatas, Sabarti Akhadiah, dkk (1992:

154-60) menjelaskan bahwa kemampuan berbicara anak dapat dilihat dari aspek

kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek kebahasaan menurut Sabarti

Akhadiah, dkk adalah : a) ketepatan ucapan; b) penempatan tekanan, nada, jangka,

intonasi, dan ritme yang sesuai; c) penggunaan kata dan kalimat. Aspek non

kebahasaan meliputi : a) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku; b) pandangan

yang diarahkan kepada lawan; c) kesediaan menghargai pendapat orang lain; d)

gerak-gerik dan mimik yang tepat; e) kenyaringan suara; f) kelancaran; g)

penalaran dan relevansi.

Mary Renck Jalongo (2007: 114) juga menyebutkan bahwa kemampuan

berbicara anak diukur dari dua aspek. Yang pertama adalah aspek Kebahasaan,

yaitu : a) ketepatan ucapan, b) alasan untuk berbicara, c) cara berinteraksi dengan

(35)

terhadap topik, f) ketepatan sasaran pembicaraan, g) konsep kesopanan, h)

ekspresi, i) penempatan ritme dan jangka yang sesuai, dan j) tata cara akhir

pembicaraan. Aspek yang kedua yaitu non kebahasaan yang meliputi : a)

pandangan mata, b) kedekatan dengan pendengar, c) postur tubuh, d) mimik, serta

e) sikap.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara bukanlah

sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu kemampuan untuk

mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan atau mengkomunikasikan pikiran,

ide, maupun perasaan. Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

berkembang dan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak. Kemampuan

berbicara berkaitan dengan kosa kata yang diperoleh anak dari kegiatan

menyimak dan membaca.

Dari beberapa penjabaran tentang karakteristik kemampuan bicara di atas

maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa aspek yang diamati pada

indikator kemampuan berbicara, yaitu :

a. Aspek Kebahasaan

Aspek kebahasaan meliputi ketepatan ucapan/vokal, penempatan tekanan,

nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai,pilihan/penggunaan kata dan kalimat

yang tepat dan bervariasi.

b. Aspek Non Kebahasaan :

Aspek non kebahasaan meliputi sikap tubuh, keterbukaan dan kesediaan

(36)

2. Tahap Perkembangan Bicara Anak

Pateda (Suhartono, 2005: 49) menjelaskan tahapan perkembangan awal

ujaran anak, yaitu tahap penamaan, tahap telegrafis, dan tahap transformasional.

Tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap penamaan

Pada tahap ini anak mengasosiasikan bunyi-bunyi yang pernah

didengarnya dengan benda, peristiwa, situasi, kegiatan, dan sebagainya yang

pernah dikenal melalui lingkungannya. Pada tahap ini anak baru mampu

menggunakan kalimat terdiri atas satu kata atau frase. Kata-kata yang

diujarkannya mengacu pada benda-benda yang ada di sekelilingnya.

2. Tahap telegrafis

Pada tahap ini anak mampu menyampaikan pesan yang diinginkannya

dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata. Anak menggunakan

dua atau tiga kata untuk mengganti kalimat yang berisi maksud tertentu dan ada

hubungannya dengan makna. Ujaran tersebut sangat singkat dan padat. Oleh

karena itu, ujaran anak sejenis ini disebut juga telegrafis. Steinbergh (Suhartono,

2005: 50) mengatakan bahwa pada tahap ini anak berumur sekitar dua tahun.

3. Tahap Transformasional

Pada tahap ini anak sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya,

menyuruh, menyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Pada tahap ini anak

sudah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk

(37)

diujarkan melalui kalimat-kalimat. Yang termasuk pada tahap ini yaitu anak

berumur lima tahun.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

tahapan berbicara anak TK kelompok A (4-5 tahun) berada pada tahap

transformasional. Pada tahap tersebut anak sudah dapat berani bertanya,

menyuruh, menyanggah, menginformasikan sesuatu serta berani

mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang

beragam.

C. Metode Show and Tell

1. Pengertian Metode Show and Tell

Slamet Suyanto (2005: 145) menyatakan bahwa metode show and tell digunakan untuk mengungkap kemampuan, perasaan, dan keinginan anak. Setiap

hari guru dapat meminta dua atau tiga orang anak untuk bercerita apa saja yang

ingin diungkapkan. Saat anak bercerita, guru dapat melakukan asesmen pada anak

tersebut. Guru dapat melanjutkan topik yang dibicarakan anak sebagai

pembelajaran.

Takdiroatun Musfiroh (2011: 5) mendefinisikan show and tell merupakan kegiatan menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu. Takdiroatun Musfiroh (2011: 1) juga menjelaskan

(38)

kegiatan ini adalah melatih anak berbicara di depan kelas dan membiasakan anak

peka terhadap hal-hal sederhana sehari-hari.

Mengacu pada uraian di atas, pengertian metode show and tell adalah suatu metode pembelajaran dengan kegiatan anak menunjukkan benda dan

menyatakan pendapat, mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun pengalaman

terkait dengan benda tersebut.

2. Manfaat Metode Show and Tell

Laurie Patsalides (Takdiroatun Musfiroh, 2011: 8-9) memaparkan manfaat

metode show and tell untuk mengembangkan beberapa aspek. Berbagai manfaat tersebut yaitu anak belajar berbicara dan menyimak, menjadi pendengar dan

memperkenalkan diri, membuat penyelidikan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan,

membuat hubungan antara respon anak dengan anak yang lain, antisipasi dan

observasi, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik bercerita, belajar

kesamaan dan perbedaan, menggunakan kosakata, menggunakan bahasa

deskriptif, mengucapkan terima kasih, dan meningkatkan rasa percaya diri.

Dengan metode show and tell ini anak akan distimulasi perkembangan bicaranya dengan baik.

Dailey (1997: 223) mengemukakan bahwa metode show and tell ini memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan bahasa ekspresif

serta membangun bahasa anak. Sependapat dengan itu, Cullinan dan Oken-Wright

(Dailey, 1997: 223) menjelaskan bahwa kegiatan ini menstimulasi anak untuk

berfikir dan mengungkapkan ide dan pikiran atau gagasannya sehingga anak akan

(39)

dengan metode show and tell ini anak diajarkan untuk berfikir memilih kata-kata untuk dikatakannya dan membangun sintaks yang jelas.

Berdasar uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari metode

show and tell ini adalah mengembangkan bahasa ekspresif seperti mengajarkan anak untuk belajar berbicara, menyimak, memperkenalkan diri, membuat antara

respon anak dengan anak lain, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik

bercerita, berfikir memilih dan menggunakan kosa kata serta mengungkapkan ide

dan piiran. Hal ini akan digunakan sebagai panduan dalam penelitian ini dan

menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan metode show and tell. 3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Show and Tell

Dalam sebuah metode terdapat kelebihan dan kekurangan. Tidak

terkecuali juga dengan metode show and tell. Beberapa kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan benda konkret yang akan mempermudah anak untuk menjelaskan

dan bercerita.

b. Memberikan kesempatan lebih banyak kepada anak untuk mengamati benda

yang anak tunjukkan, sehingga anak terstimulasi untuk dapat mengungkapkan

ide, gagasan, pikiran dan perasaan terkait dengan benda yang anak bawa.

c. Memberikan kesempatan pada semua anak untuk terlibat aktif karena

menekankan pada pendekatan partisipatoris dalam proses pembelajaran

(40)

d. Efektif untuk mengembangkan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking). Kemampuan berbicara di depan umummerupakan salah satu karakteristik percaya diri (Takdiroatun Musfiroh, 2011: 6)

e. Melatih anak melakukan pemecahan masalah (problem solving), yakni saat bercerita anak belajar untuk menyusun informasi terkait dengan benda yang

ditunjukkan.

Sedangkan kekurangan dari metode show and tell ini menurut Ari Prasasti (2012: 42-43), antara lain:

a. Penggunaan metode harus selalu dengan pengawasan guru. Hal ini dikarenakan

metode tersebut memerlukan bimbingan apabila peserta didik kesulitan dalam

menceritakan benda yang digunakan.

b. Penggunaan metode ini tidak dapat digunakan dalam kondisi mendadak, hal

tersebut dikarenakan perlu adanya persiapan benda maupun pengalaman yang

akan diceritakan.

c. Dailey (1997: 224) menambahkan, waktu yang disediakan untuk melakukan

show and tell terbatas. Hal ini dikarenakan show and tell dilakukan secara bergiliran, sehingga agar semua anak bisa tampil maka waktu yang disediakan

hendaknya cukup banyak.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Show and Tell

Metode show and tell merupakan salah satu metode yang tepat untuk meningkatkan percaya diri anak. Takdiroatun Musfiroh (2011: 35-36)

(41)

b) Setiap kelompok terdiri dari 7-10 anak.

c) Membuka kegiatan dengan salam.

d) Membimbing salah satu anak untuk memimpin doa bersama.

e) Menyapa anak satu per satu dengan menyebutkan namanya.

f) Memberikan kata-kata yang baik serta membangkitkan minat anak.

g) Memberi kesempatan kepada anak untuk menunjukkan benda yang akan

digunakan untuk show and tell. Benda yang anak gunakan dapat dari benda yang diberikan guru, benda yang anak bawa dari rumah atau hasil karya anak.

h) Anak mendeskripsikan benda tersebut dan menyampaikannya kepada

teman-teman.

i) Menjelaskan tata carashow and tell. Apabila diperlukan, guru dapat memberi contoh cara melakukan show and tell. Hal ini dilakukan selama 5 menit.

Untuk menerapkan metode ini, guru memberi contoh berupa benda nyata

untuk anak. Fungsi benda tersebut sebagai penstimulus anak untuk

mengungkapkan ide, perasaan, gagasan, perasaan maupun pengalaman tentang

benda yang ditunjukkan anak.

Berdasar pada uraian dan teori yang telah dijelaskan mengenai

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan bicara anak, maka dapat menjadi

dasar pelaksanaan pembelajaran di taman kanak-kanak dengan metode show and tell.

D. Kerangka Berpikir

(42)

mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun pengalaman terkait dengan benda

tersebut. Metode ini merupakan variasi yang diberikan oleh guru untuk menarik

dan menstimulasi kemampuan berbicara anak.

Namun dilapangan, tidak banyak guru mengetahui tentang metode show and tell ini. Pengembangan kemampuan berbicara anak hanya dilakukan dengan metode konvensional yang sering dilakukan oleh guru yaitu tanya jawab dan

metode ceramah. Guru kurang memberikan variasi metode pembelajaran kepada

anak untuk menstimulasi kemampuan berbicaranya.

Dengan metode stimulasi perkembangan bahasa anak yang hanya bersifat

konvensional yaitu menggunakan metode tanya jawab dan percakapan yang

kurang menarik maka metode show and tell digunakan sebagai metode yang dirancang untuk lebih optimal menstimulasi perkembangan bicara anak. Alasan

penerapan metode show and tell ini adalah mengemas pembelajaran dengan semenarik mungkin dan diharapkan dengan metode show and tell anak mampu mengekspresikan hati, mengeluarkan pikiran dan pendapatnya, menjelaskan

maksud dan dapat bercerita kepada teman dan oranglain dengan menggunakan

benda atau hasil karya yang anak buat. Dengan konsep metode show and tell yang merupakan kegiatan untuk menstimulasi perkembangan bicara anak dengan

menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu . Melalui metode show and tell ini anak diberikan kesempatan lebih banyak untuk mengamati benda yang anak tunjukkan, sehingga anak terstimulasi

untuk dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan perasaan terkait dengan

(43)

Metode show and tell ini akan dieksperimenkan kepada anak kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut Bantul. Dengan menggunakan tiga media yaitu gambar

yang telah disediakan guru, hasil karya anak serta foto yang anak bawa dari

rumah. Metode show and tell digunakan untuk melihat pengaruh kemampuan berbicara anak kelompok A apakah berpengaruh positif atau tidak.

F. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas

maka dapat diajukan rumusan hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh positif

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pendekatannya, penelitian dibedakan antara pendekatan

kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 53) menjelaskan bahwa pendekatan

kuantitatif adalah jenis pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan

angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan kontrol.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen. Menurut

Suharsimi Arikunto (2006: 3) mengemukakan eksperimen adalah suatu cara untuk

mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja

ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau

menyisihkan faktor-faktor lain yang dapat mengganggu. Penelitian eksperimen

dilakukan dengan maksud untuk melihat dan mengetahui akibat dari suatu

perlakuan.

Berdasarkan pengertian di atas, jenis penelitian yang digunakan peneliti

adalah penelitian eksperimen, yaitu untuk mengetahui hubungan sebab akibat

antara penerapan penggunaan metode show and tell dengan kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul. Sedangkan bentuk desain

(45)

Desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pretest-Posttest Control Group Design (Pretes-Postes Grup Kontrol). Sugiyono (2010: 113) menjelaskan bahwa Pretest-Posttest Control Group Design adalah desain yang didalamnya terdapat dua kelompok yang dipilih secara random,

kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Dalam desain ini terdapat dua kelompok. Kelompok pertama pembelajaran

perkembangan bicara dengan perlakuan metode show and tell (X) disebut kelompok eksperimen. Kelompok kedua, pembelajaran perkembangan bicara

menggunakan metode konvensional yang biasa digunakan di TK yaitu tanya

jawab dan metode demonstrasi, disebut kelompok kontrol.

Desain penelitian yang akan digunakan oleh peneliti,

Keterangan :

R : Random O : Pengukuran

X : Treatment (Perlakuan)

Dalam penelitian ini pemilihan kelas untuk penerapan metode dipilih

secara acara dengan menggunakan undian. Hasil undian menunjukkan bahwa

kelas A1 menggunakan metode tanya jawab seperti yang dilakukan biasanya dan

kelas A2 menggunakan metode show and tell atau dengan perlakuan. Sebelumnya kedua kelompok akan diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal perbedaan

antara kelompok A1 dengan A2.

(46)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di TK ABA Pantisiwi

Serut, Peni, Palbapang, Bantul, Yogyakarta. Lokasi ini digunakan karena untuk

mempermudah pengambilan data dan cocok dilakukan penelitian karena terdapat

dua kelas pada kelompok A dan telah mendapat persetujuan dari pihak sekolah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei semester II Tahun Ajaran

2015/2016. Adapun jadwal penelitain ada pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Rencana Waktu Pelaksanaan Penelitian

No. Hari/Tanggal Kegiatan Kelompok

1. Senin, 9 Mei 2016 Pretest Kontrol (A1)

2. Selasa, 10 Mei 2016 Pretest Eksperimen (A2)

3. Rabu, 11 Mei 2016 Show and tell 1 Eksperimen (A2)

4. Kamis, 12 Mei 2016 Show and tell 2 Eksperimen (A2)

5. Jum’at, 13 Mei 2016 Show and tell 3 Eksperimen (A2)

6. Sabtu, 14 Mei 2016 Posttest Eksperimen (A2)

7. Senin, 16 Mei 2016 Demonstrasi 1 Kontrol (A1)

8. Selasa, 17 Mei 2016 Demonstrasi 2 Kontrol (A1)

9. Rabu, 18 Mei 2016 Demonstrasi 3 Kontrol (A1)

10. Kamis, 19 Mei 2016 Posttest Kontrol (A1)

C. Populasi Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian. Jadi, populasi penelitian dapat disimpulkan sebagai subjek

(47)

tidak menggunakan sampel. Hal ini digunakan karena penelitian ini menggunakan

setting kelas dan menggunakan seluruh anak kelompok A menjadi subjek

penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh kelompok

A di TK ABA Pantisiwi Serut yang merupakan kelompok A1 sebagai kelompok

kontrol yang berjumlah 21 anak dan kelompok A2 sebagai kelompok eksperimen

yang berjumlah 19 anak.

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Suharsimi Arikunto (2006: 43) mengatakan bahwa metode pengumpulan

data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan

data. Teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Observasi

Berdasarkan instrumen pengamatan yang digunakan, maka peneliti

melakukan observasi langsung dengan menggunakan observasi tidak terstruktur, (

Sugiyono, 2007 : 205) yakni observasi yang tidak menggunakan instrumen yang

telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Adapun rambu-rambu

pengamatan dalam pelaksanaan observasi dapat dilihat dalam tabel yang berisi

(48)

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara Usia 4-5 Tahun

Variabel Sub

Variabel Sub-sub Variabel Instrumen

Jumlah

menyampaikan isi perasaannya

Menurut Sukardi (2007:138) tes merupakan prosedur sistematik dimana

individual yang dites direpresentasikan dengan suatu set stimuli jawaban mereka

yang dapat menunjukkan ke dalam angka. Dalam tes telah direncanakan sesuai

dengan pilihan hati dan pikiran subjek guna menggambarkan respons yang

kemudian diolah oleh peneliti secara sistematis menuju suatu arah kesimpulan

yang menggambarkan tingkah laku dari subjek tersebut. Tes merupakan

pengumpul informasi adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan

(49)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan tes lisan di kelas. Nurgiyantoro

(2010: 141) menjelaskan bahwa tes lisan dikelas dimaksudkan sebagai tes yang

yang dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Adapun

instrumen yang digunakan peneliti adalah tes melakukan metode show and tell. Tugas ini digunakan pada saat pre-tes dan post tes yang bertujuan untuk

mengungkapkan kemampuan awal dan kemampuan akhir anak setelah diberi

perlakuan. Berikut pedoman penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A

di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul, yang telah dikonsultasikan kepada dosen ahli

yaitu Dr. Slamet Suyanto, M.Ed.

Tabel 3. Penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A

No. Indikator Skor Deskripsi

1. Anak mampu menyampaikan ide/gagasan tentang alat piknik dengan pengucapan yang jelas

1

Anak mampu menyampaikan

ide/gagasan dengan

pengucapan fonem (huruf) dengan jelas. Contoh : huruf b (bekal, baju), d (duduk), r (permen, tikar), s (tas), m (minuman, makanan), t (topi).

2. Anak menyampaikan

ide/gagasan tentang kegiatan yang akan dilakukan dan dapat dipahami oranglain

1

Anak mampu menyampaikan ide/gagasan dengan kata yang dapat dipahami oranglain. Seperti “aku ingin jalan-jalan, berenang, bermain.”

3. Anak mampu menyampaikan isi

perasaannya tentang

pengalamannya pada saat piknik dengan pengucapan yang jelas 1

Anak mampu menyampaikan isi perasaan senangnya dengan pengucapan yang jelas. Contoh : huruf s (Aku sangat senang sekali), r (Aku gembira bisa pergi ke KidFun).

4. Anak dapat menceritakan kembali pengalaman piknik dengan jelas

1

(50)

5. Anak dapat menceritakan kembali isi cerita dengan runtut tentang perjalanan piknik

1

Anak dapat menceritakan kembali isi cerita dengan runtut. Contoh mulai dari anak berangkat menggunakan bis bersama teman dan gurunya dan bermain bersama.

6. Anak mampu memberi salam dengan pilihan kata yang tepat sebelum anak melakukan cerita tentang pengalaman piknik

1

Anak mampu memberi salam dengan pilihan kata yang tepat. Contoh : assalamu’alaikum, selamat pagi, hallo, hai.

7. Anak mampu menjawab salam dengan pilihan kata yang tepat pada saat oranglain memberi salam.

Anak mampu menjawab salam dengan pilihan kata yang tepat. Contoh : terimakasih, wassalamu’alaikum.

8. Anak mampu menjawab

pertanyaan tentang kegiatan yang dilakukannya pada saat piknik dengan tepat sesuai topik 1

Anak mampu menjawab

pertanyaan dengan tepat sesuai dengan topik yang dibicarakan. Contoh : Aku berenang di kolam renang yang besar, naik kereta mini, dan mobil-mobilan.

9. Anak mampu menjawab

pertanyaan tentang dengan siapa anak piknik dengan pilihan kata

yang tepat 1

Anak mampu menjawab

pertanyaan dengan pilihan kata yang tepat.

Contoh : Aku pergi dengan teman-teman, bu guru dan ibuku.

10. Anak mampu menjawab pertanyaan tentang kendaraan yang digunakannya pada saat pergi piknik dengan struktur kalimat yang benar

1

Anak mampu menjawab

pertanyaan dengan struktur kalimat yang benar. Contoh : Aku pergi piknik naik bis.

11. Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan pilihan kata yang tepat ketika anak diminta bertanya jika anak ingin membeli makanan pada saat piknik

1

Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan pilihan kata yang tepat.

Contoh : ”Bu bolehkah aku membeli makanan itu?”

12. Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan struktur kalimat yang benar ketika anak diminta bertanya jika anak ingin bermain dengan salah satu wahana permainan.

1

Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan struktur kalimat yang benar.

(51)

a. Uji Validitas Instrumen

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 219) validitas adalah keadaan yang

menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa

yang akan diukur. Sedangkan menurut Sugiyono (2007: 173) valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pada uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas

konstrak (construct validity) sebagai pengukur tingkat validitasnya. Menurut Sugiyono (2007: 177), mengemukakan bahwa untuk menguji validitas konstrak,

dapat menggunakan pendapat dari ahli. Dalam penelitian ini, peneliti menunjuk

seorang dosen ahli yaitu Dr. Slamet Suyanto, M.Ed., untuk diujikan berdasar

pengalaman empiris di lapangan dan uji coba instrumen.

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Muhammad Idrus (2009: 167) berpendapat bahwa reliabilitas dalam

pendekatan kuantitatif, dilakukan dengan cara mencari harga reliabilitas

instrument, yaitu instrumen terlebih dahulu diujicobakan dan data hasil uji coba

dihitung secara statistik dengan menggunakan beberapa formula statistik. Perlu

dipahami bahwa yang dimaksud dengan reliabilitas instrumen adalah tingkat

keajekan instrumen saat digunakan kapan dan oleh siapa saja sehingga akan

cenderung menghasilkan data yang hampir sama dengan sebelumnya.

Reliabilitas merupakan ketepatan atau consistency atau dapat dipercaya. Artinya instrumen yang akan digunakan dalam penelitian tersebut akan

(52)

coba. Hasil percobaan dilihat apakah menunjukkan adanya ketepatan atau

keseragaman. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien

Cronbach Alpha dengan taraf signifikansi 5% dengan rumus sebagai berikut:

� = [� − 1] [1 −� ∑ � ]

Keterangan:

� : Reliabilitas instrumen

� : Jumlah butir pertanyaan

∑ : Jumlah varian butir

� : Jumlah varian total (Suharsimi Arikunto, 2006: 196)

Proses perhitungan realibilitas ini dilakukan dengan bantuan program

SPSS 16 for windows. Uji coba reliabilitas instrumen dilakukan pada 10 anak kelompok A di TK Jebugan Baru Trirenggo, Bantul . Butir soal dinyatakan

reliabel jika koefisien alpha lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikansi 5%,

dan dinyatakan tidak reliabel apabila koefisien alpha lebih kecil dari r tabel

dengan taraf signifikansi 5%. Langkah selanjutnya adalah menafsirkan hasil dari

koefisien reliabilitas dengan berpedoman pada penggolongan dari Suharsimi

Arikunto dengan menggunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang

diperoleh, atau nilai r. Penafsiran koefisien realibilitas ini bepedoman pada

penggolongan Suharsimi Arikunto (2006: 276), yaitu:

Tabel 4. Interpretasi nilai r :

Besarnya Nilai r Interpretasi Interpretasi Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi

Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah

(53)

Setelah dilakukan pengolahan data maka didapatkan nilai reliabilitas. Nilai

reliabilitas sebesar 0,857 yang masuk dalam interpretasi tinggi, sehingga dengan

nilai r tersebut maka instrument tersebut dapat digunakan dalam penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2007 : 207) bahwa, analisis data

adalah kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,

mentabulasi data berdasarkan variabel dan jenis responden, menyajikan data tiap

variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah

diajukan. Data dalam penelitian ini diperoleh data dari mulai observasi langsung

pada obyek penelitian untuk mengungkapkan kemampuan berbicara anak.

Observasi langsung dilaksanakan pada kondisi awal pembelajaran di dalam kelas

dan pada saat diberikan perlakuan.

Tujuan analisis dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data

kepastian apakah terjadi Pengaruh Penggunaan Metode Show and Tell Terhadap Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kuantitatif. Pada akhir pembelajaran, dilakukan penilaian terhadap hasil tes yang

dicapai oleh peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2007: 207),

bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

(54)

Dalam penelitian ini, setelah data dari nilai tes awal (pre-test) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol telah terkumpul, maka langkah awal adalah data

kemampuan berbicara kedua kelas ditabulasikan pada tabel. Kemudian langkah

selanjutnya adalah membandingkan nilai rata-rata (mean) yang dimiliki oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Sugiyono (2007: 42) mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok

tersebut. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :

X : mean (nilai rata-rata)

ΣfX : jumlah skor seluruh responden N : jumlah responden

Apabila mean tes akhir kelas eksperimen (Xe) lebih besar dari kelas

kontrol (Xk) , maka terdapat pengaruh positif variabel bebas terhadap variabel

terikat. Namun apabila mean dari kelas eksperimen (Xe) sama dengan atau lebih

kecil dari mean kelas kontrol (Xk) maka tidak ada pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat. Maka dapat disimpulkan bahwa apabila :

1. Xe >Xk , maka ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

2. Xe ≤ Xk , maka tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat.

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK ABA Pantisiwi pada kelompok A yang

terletak di desa Serut, Peni, Palbapang, Bantul, Yogyakarta. Lokasi yang strategis

dan mempermudah akses dalam penelitian menjadi alasan utamanya. Subjek

penelitian ini adalah anak kelompok A semester II TK ABA Pantisiwi Serut tahun

ajaran 2015/2016. Kelompok A terdiri dari dua kelas paralel, yaitu A1 dan A2.

Kelompok A1 terdiri dari 21 anak dan kelompok A2 terdiri dari 19 anak. Rincian

siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut

No. Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Kelompok A1 13 8 21

2. Kelompok A2 10 9 19

Jumlah 23 17 40

Sumber: Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut

Dalam penelitian ini ada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen dalam pengembangan kemampuan

berbicara menggunakan metode show and tell. Sedangkan dalam kelompok kontrol dengan metode konvensional yang dilakukan biasanya oleh guru. Setelah

dilakukan pengundian terhadap kelompok A1 dan A2, hasilnya kelompok A1

menjadi kelompok kontrol dan kelompok A2 menjadi kelompok eksperimen.

Gambar

Tabel 1. Rencana Waktu Pelaksanaan Penelitian
Tabel 2.  Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara Usia 4-5 Tahun
Tabel 3. Penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A
Tabel 5. Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun langkah – langkah pengunaan permainan finger painting yang berhasil sebagai berikut : (a) menyiapkan media sebelum memasuki ruangan, (b) menjelaskan terlebih dahulu

Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok A, meliputi: (1) meningkatkan keberanian berbicara anak dengan cara

Langkah pembelajaran pengukuran melalui problem solving, diawali dengan guru menyampaikan persoalan yang akan dipecahkan anak, kemudian anak diminta untuk mengidentifikasi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: (1) untuk mengoptimalkan kemampuan melompat, guru menjelaskan langkah-langkah permainan secara berurutan dan

Siklus III merupakan perbaikan dari siklus-siklus sebelumnya, peneliti menggunakan mainan kesukaan yang dibawa siswa dari rumah sebagai media melakukan metode show and tell.

Langkah-langkah metode drill dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) sebelum menggambar, anak diberi latihan menggaris, menebalkan dan mewarnai sesuai dengan tahapan teknik

Langkah pembelajaran menggunakan kartu bergambar adalah sebagai berikut: 1 Guru menyiapkan peserta didik, 2 Guru mengenalkan dan menjelaskan media kartu bergambar pada anak, 3 Guru

Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok A, meliputi: 1 meningkatkan keberanian berbicara anak dengan cara anak mendengarkan cerita