Hadian Jayadilaga , 2015
PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Setiap individu pasti memiliki potensi tidak terkecuali pada siswa
tunagrahita. Siswa tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan, tetapi
dalam proses pengembangan tersebut siswa tunagrahita memerlukan bimbingan
atau pelayanan secara khusus.
Soemantri (2006, hlm. 103) mengemukakan bahwa:
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang jelas-jelas mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Adapun dampak keterbatasan tersebut mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak tunagrahita memerlukan layanan pendidikan secara khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak tersebut.
Siswa tunagrahita adalah siswa yang mengalami hambatan dalam
kecerdasan dan perilaku adaptif, dimana kedua hal tersebut terjadi dalam masa
perkembangan, yaitu masa konsepsi hingga awal usia dewasa (0-18 tahun). Salah
satu hambatan yang dialami oleh anak tungarahita adalah masalah yang berkaitan
dengan perilaku adaptif.
Adapun salah satu bagan kajian dari perilaku adaptif adalah menolong diri
sebagai bentuk penampilan pribadi yang diataranya adalah penggunaan kamar
mandi (WC) atau toilet training dalam kegiatan sehari-hari. Toilet training
merupakan latihan menggunakan kamar mandi dengan baik dan benar. Dengan
toilet training diharapkan agar siswa mampu buang air kecil dan buang air besar
di tempat yang telah ditentukan yaitu kamar mandi (WC) dan juga mengajarkan
berkebutuhan khusus, seorang anak dapat melakukan toilet training diusia yang
bervariasi sesuai dengan hambatan yang dimiliki oleh siswa seperti yang
Hadian Jayadilaga , 2015
PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Seorang anak biasanya siap memulai latihan menggunakan wc saat usia kira-kira tiga tahun, yang bagi seorang anak berkebutuhan khusus, secara kronologis mungkin dapat dicapai pada usia empat atau lima tahun (pada beberapa budaya, latihan menggunakan wc biasa dilakukan terhadap anak-anak yang masih sangat muda dengan pembiasaan pada waktu-waktu tertentu saat mereka biasanya buang air, atau sesaat setelah makan, ketika keinginan untuk buang air menjadi lebih besar).
Kemampuan anak dalam toilet training sangat berbeda satu sama lainnya,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketercapaian seseorang dalam toilet
training yang diantaranya adalah faktor fisik dan psikologi. Sensasi buang air
besar lebih dirasakan oleh anak, dan kemampuan untuk mengkomunikasikan lebih
dahulu dicapai siswa sedangkan kemampuan untuk mengontrol buang air besar
biasanya baru akan tercapai sampai usia anak empat sampai lima tahun (Supartini,
2004, hlm. 43).
Mengajarkan toilet training pada siswa berkebutuhan khusus memang
cukup sulit terutama jika siswa memiliki hambatan pada motoriknya. Jika siswa
memiliki masalah pada motoriknya, anak siswa sulit jongkok atau duduk karena
adanya kelemahan atau kekakkuan pada salah satu otot atau di seluruh tubuhnya.
Masalah lainnya yaitu mengenai keseimbangan tubuhnya, yaitu kurang atau
berlum berkembangnya keseimbangan tubuh siswa sehingga mengakibatkan
siswa tersebut takut jatuh saat duduk atau juga saat jongkok. Adapun masalah
lainnya yaitu masalah persepsi sensorik yaitu siswa tidak menyadari jika ia sedang
buang air kecil atau buang air besar berarti siswa kurang reaktif terhadap rangsang
atau siswa terbiasa buang air besar dalam kehangatan dan tekanan dari popok.
Bagi siswa tunagrahita ringan, pembelajaran mengenai toilet training
memerlukan waktu yang relatif lama, karena sudah jelas mereka memiliki
keterbatasan kognitif meskipun secara fisiknya mereka seperti anak pada
umumnya dan sukar untuk dibedakan. Ketidakmampuan siswa dalam toilet
training bisa juga disebabkan oleh hambatan lain diantaranya hambatan dari
motoriknya ataupun dari pembiasaan yang dilakukan di lingkungan keluarganya
khususnya oleh orang tua. Oleh karena itu, mengajarkan toilet training pada siswa
tunagrahita ringan akan lebih lambat dan membutuhkan waktu lama jika
dibandingkan dengan anak pada umumnya. Selain itu juga, terdapat beberapa
Hadian Jayadilaga , 2015
PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
training diantaranya masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah
kesulitan belajar, masalah penyesuaian diri, masalah gangguan kepribadian dan
emosi, masalah pemanfaatan waktu luang dan masalah motorik (Astati, 2010,
hlm. 22).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ketika melakukan
pendidikan latihan profesi (PLP) di SPLB-C YPLB Cipaganti, penulis
menemukan siswa tunagrahita ringan dengan usia kira-kira 11 tahun dan berinisial “T” yang masih belum bisa toilet training. Selama PLP, penulis menemukan siswa beberapa kali buang air dicelana ketika sedang dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas. Siswa tidak mengungkapkan keinginan untuk buang air besar
atau buang air kecil dan. Selain itu, orang tua T selalu membiasakan T untuk
menggunakan popok seetiap hari bahkan sampai ia masuk sekolah dan juga
berdasasrkan informasi yang didapat dari guru kelas T, memang T juga
mengalami hambatan dalam motorik. Hal tersebut menjadi masalah lainnya yang
mengakibatkan T masih belum bisa menguasai toilet training.
Siswa tunagrahita ringan harus dilatih keterampilan buang air kecil (BAK)
dan buang air bessar (BAB) secara mandiri. Mengembangkan kebiasaan anak
untuk BAK dan BAB pada tempatnya dan mampu membersihkan diri dengan baik
penting terutama jika siswa tersebut sudah sekolah. Bila di lingkungan sekolah
siswa masih sering dan buang air besar tidak pada tempatnya, penyesuaian dirinya
akan terhambat. Ia juga akan menjadi sasaran ejekan dari teman-temannya dan
diberi berbagai sebutan yang meembuatnya malu dan rendah diri (Ginanjar, 2008,
hlm. 75).
Sejalan dengan pembahasan yang sebelumnya, peran guru sangat penting
dalam tercapainya keberhasilan siswa dalam toilet training agar siswa mampu
melakukan toilet training secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain.
Bagaimana program pembelajaran dan cara guru mengajarkan toilet training
kepada siswa ketika di sekolah akan menentukan keberhasilan dan tercapainya
tujuan dalam mengajarkan toilet training. Oleh karena itu, berdasarkan
penjelasan-penjelasan tadi, penulis bermaksud menggali informasi mengenai
bagaimana cara guru dalam mengajarkan toilet training, bagaimana proses
Hadian Jayadilaga , 2015
PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
proses pembelajaran toilet training tersebet, dan bagaimana peran orang tua
terhadap pembelajaran toilet training tersebut serta bagaimanakah program
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak di SPLB-C YPLB Cipaganti.
B. Fokus Masalah
Penelitian ini difokuskan pada kajian tentang bagaimana pengajaran toilet
raining pada siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti serta program
apa saja yang diberikan oleh guru dalam mengajarkan Toilet Training pada siswa
tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti:
1. Bagaimana perencanaan pengajaran toilet training pada siswa tunagrahita
ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti?
2. Bagaiaman pelaksanaan pengajaran toilet training pada siswa tunagrahita
ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti?
3. Hambatan apa saja yang dialami oleh guru dalam mengajarkan toilet training
pada siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti?
4. Bagaimana upaya guru dalam pengajaran toilet training pada siswa
tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
Tujuan penelitian mengenai pelaksanaan pengajaran toilet training pada
siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti antara lain sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh gambaran mengenai perencanaan pengajaran toilet
training pada siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti.
b. Untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan pengajaran toilet trainig
pada siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti.
c. Untuk memperoleh gambaran mengenai hambatan apa saja yang dialami oleh
guru dalam pengajaran toilet training pada siswa tunagrahita ringan di
SPLB-C YPLB SPLB-Cipaganti.
d. Untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana upaya guru dalam
pengajaran toilet training pada siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB
Hadian Jayadilaga , 2015
PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Kegunaan
a. Dalam tataran teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih
lanjut untuk pelaksanaan pengajaran toilet training pada siswa tunagrahita
ringan dan sebagai penambah wawasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
pada umumnya serta bagi lembaga pendidikan khusus pada khususnya.
b. Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini dapat menjadikan masukan bagi :
1) Pendidik
Sebagai bahan kajian, masukan dan pertimbangan dalam pengajaran toilet
training pada siswa tunagrahita ringan.
2) Orangtua
Sebagai masukan dan bahan kajian bagi orang tua untuk mengajarkan toilet
training pada siswa tunagrahita ringan.
D. Struktur Organisasi Skripsi
Adapun sistematika penulisan penelitian ini yaitu terdapat lima bab, sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini mencakup latar belakang masalah yang menjadikan dasar
dilakukan penelitian. Fokus penelitian berguna untuk menunjukkan aspek apa saja
yang ingin diungkap dalam penelitian. Selain itu, ada pula tujuan dan manfaat
penelitian untuk menjelaskan apa yang dimaksud dan mengapa penelitian ini
dilakukan. Selanjutnya, struktur organisasi skripsi berisi tentang urutan penulisan
dari setiap bab, dimulai dari bab pertama hingga bab terakhir.
Bab II Kajian Pustaka
Bab ke dua yaitu kajian pustaka yang mencakup beberapa poin yang berkaitan
dengan rinci konsep tunagrahita ringan, sarana bina diri, dan pembelajaran toilet
training. Selanjutnya analisis tentang pengajaran toilet training pada siswa
tunagrahita ringan.
Bab III Metode Penelitian
Bab ke tiga merupakan metode penelitian yang mencakup definisi metode
penelitian, lokasi dimana peneliti melakukan penelitian dan subjek penelitian yang
menjelaskan siapa saja yang menjadi informan dalam penelitian. Selain itu teknik
Hadian Jayadilaga , 2015
PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk pengumpulan data yaitu melalui wawancara, observasi, studi dokumen, dan
catatan lapangan. Untuk memastikan kebenaran data, diuji kembali melalui teknik
pemeriksaan keabsahan data meliputi triangulasi dan membercheck. Setelah itu,
jika data yang sudah dinyatakan valid disusun secara sistematis melalui data
reduction (reduksi data) dan data display (penyajian data).
Bab IV Hasil Dan Pembahasan Penelitian
Bab ke empat mencakup hasil dari penelitian dan pembahasan penelitian yang
telah dilaksanakan, yaitu pembahasan mengenai pengajaran toilet training pada
siswa tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti.
Bab V Penutup
Bab terakhir adalah bab ke lima yang mencakup keseluruhan pembahasan dari
penelitian dan dirangkum dengan kesimpulan, saran, dan rekomendasi dan hal-hal