KATA PENGANTAR
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2011 merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan kepada publik atas kinerja pencapaian visi dan misinya pada Tahun Anggaran 2011. Selain itu, LAK juga merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menjadi lebih berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab. Penyusunan LAK Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011.
Kiranya laporan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi para pelaksana program/kegiatan untuk menjadi lebih baik dalam merealisasikan seluruh program/kegiatan pada tahun berikutnya.
Demikian laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Tahun 2011, mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia.
Jakarta, Februari 2012 DIREKTUR JENDERAL,
IKHTISAR EKSEKUTIF
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembangunan kesehatan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 yaitu Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Sesuai dengan rentang waktu Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 merupakan tahun kedua pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014.
Laporan Akuntabilitas Kinerja memiliki dua fungsi utama. Pertama, merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada seluruh para stakeholders. Kedua, merupakan sumber informasi untuk perbaikan dan
peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Oleh karena itu Laporan Akuntabilitas Kinerja harus memenuhi kebutuhan pengguna internal dan eksternal.
masyarakat dengan Indikator Kinerja Presentase Ketersediaan Obat dan Vaksin, dengan target 85% dan realisasi 87% dengan capaian kinerja sebesar 102%
Untuk mencapai indikator tersebut diatas, alokasi yang dibutuhkan sebesar Rp 1.424.578.873.000 (satu triliyun empat ratus dua puluh empat milyar lima ratus tujuh puluh delapan juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) dengan realisasi sebesar Rp 1.291.379.966.563 (satu triliyun dua ratus sembilan puluh satu milyar tiga ratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh enam juta lima ratus enam puluh tiga rupiah) dengan persentase sebesar 90,65%. Adapun kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kinerja tersebut diatas adalah:
1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
3. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Ikhtisar Eksekutif iii
Daftar Isi v
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Lampiran viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 2
C. Tugas, Pokok dan Fungsi 3
D. Sumber Daya Manusia 3
E. Sistematika 6
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 8
A. Perencanaan Kinerja 8
B. Perjanjian Kinerja 13
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 14
A. Pengukuran Kinerja 14
B. Analisis Akuntabilitas Kinerja 17
C. Sumber Daya 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011
4
2. Target Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011
13
3. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011
16
4. Matriks Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010 dan 2011
20
5. Matriks Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2011
22
6. Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2010-2011
22
7. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2011
26
8. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2010-2011
27
9. Matriks Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011 30 10. Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2010-2011 31 11. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Tahun 2011
36
12. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2010-2011
37
13. Matriks Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011
39
14. Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2011
39
15. Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
43
16. Alokasi dan Realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Persentase SDM Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Berdasarkan Jabatan
5
2. Persentase SDM Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Berdasarkan Golongan
5
3. Persentase SDM Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Berdasarkan Pendidikan
6
4. Grafik Ketersediaan Obat dan Vaksin tahun 2011 18 5. Workshop Upaya Peningkatan Peran Serta Industri Farmasi dan
Distribusi untuk Menjamin Keterjangkauan dan Pemerataan Obat Nasional
20
6. Perkembangan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2011
21
7. Sosialisasi Sistem Online Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan 21 8. Perkembangan Capaian Kinerja Ketersediaan Obat dan Vaksin 23 9. Perkembangan Capaian Kinerja Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai
Standar
23
10. Perkembangan Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi CPAKB
27
11. Perkembangan Sarana Distribusi Alat Kesehatan yang Memenuhi Persyaratan Distribusi
28
12. Perkembangan IFRS Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
31
13. Perkembangan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Formulir Rencana Kinerja Tahunan 48
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Akuntabilitas kinerja sebagaimana yang dimaksud dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Unit Organisasi Eselon I dan Satuan Kerja Eselon II pada Kementerian wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja. Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.
Dalam menyusun laporan akuntabilitas kinerja tidak dapat dilepaskan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja yang terdiri dari komponen-komponen yang merupakan satu kesatuan, yakni perencanaan, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja dan evaluasi kinerja serta pemanfaatan informasi kinerja yang merupakan suatu siklus.
sebagaimana ditetapkan pada dokumen penetapan kinerja yang kemudian dituangkan kedalam laporan akuntabilitas kinerja.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui dalam program kefarmasian dan alat kesehatan, melalui kegiatan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan, peningkatan pelayanan kefarmasian, peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian serta dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program kefarmasian dan alat kesehatan.
Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Merupakan pertanggungjawaban keberhasilan/kegagalan pelaksanaan program/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan. 3. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang. 4. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan
datang.
C. TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Tabel 1. Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2011
NO
JABATAN
JUMLAH
A. Menurut Jabatan
Jabatan Fungsional 5
Jabatan Struktural 71
Staf 143
B. Menurut Golongan
Golongan II 29
Golongan III 143
Golongan IV 47
C. Menurut Pendidikan
S2 39
Apoteker 77
Dokter 1
Dokter Gigi 1
Sarjana Farmasi 6
Sarjana Ekonomi 9
Sarjana Sosial 9
Sarjana Komputer 2
Sarjana Teknik 2
Sarjana Hukum 5
S1 lain 8
D3 farmasi 22
D3 lain 5
Asisten Apoteker 1
Analis Kesehatan 1
SMA 30
SMP 2
Kekuatan Ditjen Binfar dan Alkes Berdasarkan Jabatan, Golongan dan Tingkat Pendidikan adalah sesuai dengan gambar berikut:
Kekuatan Ditjen Binfar dan Alkes
Berdasarkan Jabatan
33%
65%
2%
Jabatan Fungsional
Jabatan Struktural
Staf
Gambar 1. Persentase SDM berdasarkan Jabatan
Gambar 3. Persentase SDM berdasarkan Pendidikan
E. SISTEMATIKA
Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 ini menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selama tahun 2011. Pencapaian kinerja tersebut dibandingkan dengan perjanjian kinerja (penetapan kinerja) sebagai tolak ukur keberhasilan organisasi. Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:
Ikhtisar Eksekutif
Bab II – Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan muatan Rencana Strategis untuk periode 2010-2014 dan penetapan kinerja tahun 2011.
Bab III – Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan pengukuran kinerja, pencapaian kinerja tahun 2011, analisis akuntabilitas kinerja dan realisasi anggaran dikaitkan dengan pertanggungjawaban publik terhadap pencapaian sasaran strategis untuk tahun 2011.
Bab IV – Penutup, menjelaskan kesimpulan atas laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011.
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam sasaran strategis. Perencanaan Kinerja disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah dan terpadu.
Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yaitu:
1. VISI KEMENTERIAN KESEHATAN
“MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN”
2. MISI KEMENTERIAN KESEHATAN
Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan ditempuh melalui misi sebagai berikut:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3. TUJUAN KEMENTERIAN KESEHATAN
4. NILAI-NILAI KEMENTERIAN KESEHATAN
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung nilai-nilai yaitu:
a. Pro Rakyat b. Inklusif c. Responsif d. Efektif e. Bersih
5. STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan strategi Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
Fokus:
a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat seperti yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir.
b. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik.
c. Meningkatkan penggunaan obat rasional.
d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan yang beredar.
e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk dalam mengantisipasi pasar bebas.
f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian.
g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia.
i. Meningkatkan penelitian di bidang obat dan makanan, kemandirian di bidang produksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan.
j. Penguatan sistem regulatori pengawasan obat dan makanan, sistem laboratorium obat dan makanan serta peningkatan kemampuan pengujian mutu obat dan makanan.
k. Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium pengujian serta penerapan standar internasional laboratorium.
l. Penyusunan standar dan pedoman pengawasan obat dan makanan dan peningkatan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan makanan.
6. SASARAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2011 adalah: Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 85%.
Untuk mencapai sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, maka kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Luaran: Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah: a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 85%;
b. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 65%;
c. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar sebesar 65%.
2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Luaran: Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah: a. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat sebesar 80%;
b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 45%; c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah: a. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 30%;
b. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15%;
c. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah sebesar 40%.
4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Luaran:
1. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian.
2. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. 3. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional
produksi di dalam negeri.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah: a. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam
negeri sebanyak 15 jenis;
b. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi sebanyak 4 standar;
5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Luaran: Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah: a. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan sebesar
85%;
c. Jumlah rancangan regulasi yang disusun sebanyak 10 rancangan regulasi.
B. PERJANJIAN KINERJA
Di dalam perencanaan kinerja ditetapkan target kinerja tahun 2011 untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan. Target kinerja ini akan menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2011.
Tabel 2. Target Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat
Persentase ketersediaan
obat dan vaksin
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran tingkat capaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja sasaran.
Tahun 2011 merupakan tahun kedua pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014. Adapun pengukuran kinerja yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi menyangkut masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/ kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 yaitu :
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan:
Pada awal tahun anggaran 2011 telah disusun pula penetapan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang diserahkan kepada Kementerian PAN dan RB.
Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu ditinjau indikator Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah ditetapkan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, telah ditetapkan satu indikator dalam mencapai sasaran hasil program, yaitu:
SASARAN
Meningkatnya sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang memenuhi
standar dan terjangkau oleh
Dalam mencapai indikator tersebut di atas, didukung oleh beberapa kegiatan dengan menghasilkanluaransebagai berikut:
1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar.
2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal.
4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian.
5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.
6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri.
7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Tabel 3. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR
KINERJA
farmasi dan alat kesehatan
yang memenuhi standar
dan terjangkau oleh
masyarakat
Presentase
ketersediaan
obat dan vaksin
(IKU)
B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 disusun menggunakan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 dan Struktur Organisasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah presentase ketersediaan obat dan vaksin.
Indikator tercapainya sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun 2011 adalah
Kondisi yang dicapai:
Persentase ketersediaan obat dan vaksin target 2011 sebesar 85%, realisasi sebesar 87%.
Untuk menjamin ketersediaan obat dan vaksin, dilakukan pengadaan obat dan vaksin. Pengadaan tersebut meliputi pengadaan/penyediaan obat
Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin
CAPAIAN KINERJA:
Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut berkat upaya yang dilakukan, yaitu :
- Tersedianya alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah
- Tersedianya Dana Alokasi Khusus (DAK)
- Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk peningkatan alokasi anggaran obat.
- Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat - Bimbingan teknis pengelolaan obat
- Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat
Grafik di bawah ini merupakan persentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2011 di tiap Provinsi.
Gambar 4. Grafik Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2011
KET :
Ketersediaan obat dan vaksin di tiap provinsi bervariasi antara 85% s.d. 91%. Dan rata-rata adalah 87% dengan persentase capaian sebesar 102%. Capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun 2010, yaitu 82%.
Permasalahan:
- Belum optimalnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah. Kekosongan obat di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar antara lain disebabkan keterlambatan distribusi sebagai akibat dari biaya distribusi yang tidak mencukupi. - Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana
pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang memadai karena masalah keterbatasan anggaran.
- Mutasi tenaga farmasi yang bertugas di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota seringkali terjadi sehingga dapat mempengaruhi sistem pengelolaan obat.
Usul Pemecahan Masalah:
Beberapa langkah telah, sedang dan akan dilakukan, antara lain :
Peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk penyediaan obat dan vaksin.
Reformulasi alokasi DAK yang berdasarkan alokasi per kapita
Melakukan dekosentrasi biaya distribusi obat dan vaksin yang teralokasi dalam APBN.
Memfasilitasi dan mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota.
Mendorong komitmen Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyediaan obat dan vaksin, dengan memfasilitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengadvokasi Pemerintah Daerah setempat terkait pembiayaan obat dalam rangka upaya peningkatan anggaran APBD yang dialokasikan untuk penyediaan obat dan vaksin.
Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut pengelolaan obat.
Melakukan pembinaan SDM pengelola obat secara kontinyu
Gambar 5. Workshop Upaya Peningkatan Peran Serta Industri Farmasi dan Distribusi Untuk Menjamin Ketersediaan, Keterjangkauan dan Pemerataan Obat Nasional
Tabel 4. Matriks Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2010 dan 2011
Indikator 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase ketersediaan obat dan
vaksin
Gambar 6. Perkembangan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes
Tahun 2010-2011
Capaian kinerja dari indikator tersebut di atas didukung oleh beberapa kegiatan yang menghasilkan luaran sebagai berikut:
1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar.
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut seperti pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5. Matriks Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2011
Tabel 6. Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2010-2011
INDIKATOR 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi Persentase ketersediaan obat dan
vaksin
80% 82,00% 85% 87,00%
Persentase obat yang memenuhi standar, cukup dan terjangkau
70% - -
-Ketersediaan obat per kapita per tahun di sarana pelayanan kesehatan dasar
Presentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
- - 65% 82,00 %
Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar
60% 32,80% 65% 71,00 %
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI 2011
CAPAIAN
1.Presentase Ketersediaan Obat dan Vaksin
85% 87% 102.35%
2.Presentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
65% 82 % 126.15 %
3.Presentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar
Gambar 8. Perkembangan Capaian Kinerja Ketersediaan Obat dan Vaksin
Gambar 9. Perkembangan Capaian Kinerja Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai
Capaian indikator Presentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 126%
Permasalahan:
Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan.
Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.
Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana yang memadai/sesuai standar karena masalah pendanaan.
SDM yang belum handal dalam mengelola obat sehingga tidak tahu kebutuhan sarana prasarana apa yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas obat.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota dalam mengalokasikan anggaan bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah.
Usul Pemecahan Masalah:
Memfasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mengadvokasi Pemda setempat terkait pembiayaan obat.
Memberikan bantuan penyediaan sarana prasarana yang memadai untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat (melalui DAK/sumber lainnya).
Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut pengelolaan obat.
Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Kondisi yang dicapai :
Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar target 2011 sebesar 65%, realisasinya sebesar 71%
Capaian indikator Presentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar dari 497 Kabupaten/Kota hanya 353 Kabupaten/Kota yang Instalasi Farmasinya sesuai standar atau sebesar 71% yang sesuai standar.
Permasalahan:
Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan.
Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.
Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana yang memadai/sesuai standar karena masalah pendanaan.
SDM yang belum handal dalam mengelola obat sehingga tidak tahu kebutuhan sarana prasarana apa yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas obat.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah.
Usul Pemecahan Masalah:
Memfasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mengadvokasi Pemda setempat terkait pembiayaan obat.
Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Upaya peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk penyediaan obat dan vaksin.
2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut tercantum dalam tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1. Persentase produk alat
kesehatan dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan manfaat
80% 84,93% 106,16%
2. Persentase sarana produksi
alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi persyaratan cara
produksi yang baik
45% 65,91% 146,47%
3.Persentase sarana distribusi
alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan distribusi
Tabel 8. Kinerja Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Alat Kesehatan tahun
2010-2011
Indikator 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi Persentase produk alat kesehatan
dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat
- - 80% 84,93%
Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik
60% 60,00% 45% 65,91%
Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi
50% 50,00% 55% 58,95%
Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan
keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu
-Gambar 11. Perkembangan Sarana Distribusi Alkes yang memenuhi persyaratan
distribusi
Kondisi yang dicapai:
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap keamanaan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling dilakukan di 14 propinsi dengan jumlah sampel sebanyak 292 alat kesehatan dan PKRT yang diprioritaskan sesuai dengan pedoman teknis pelaksanaan sampling dan pengujian alat kesehatan dan PKRT. Produk yang disampling secara acak diasumsikan merupakan representasi dari keseluruhan produk yang beredar. Hasil pengujian sampling pada laboratorium terakreditasi diperoleh 248 sampel memenuhi syarat.
Pencapain hasil indikator persentasi alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanaan, mutu dan manfaat target 80 %, realisasi 84.93 %
produksi yang baik. Prinsip-prinsip yang menjadi fokus monitoring adalah sebagai berikut sistem manajemen mutu; tanggung jawab menajemen; pengelolaan sumber dana; realisasi produksi; pengukuran, analis dan perbekalan.
Hasil pencapaian indikator persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik target 45 %, realisasi 65.91 %.
Hasil monitoring yang telah dilakukan terhadap 95 sarana distribusi alat kesehatan didapatkan 56 sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi dan 39 sarana distribusi alat kesehatan yang kurang memenuhi persyaratan distribusi sehingga perlu dilakukan pembinaan lebih lanjut.
Aspek-aspek yang dilihat pada monitoring adalah organisasi; personalia; bangunan dan fasilitas; pengawasan produksi; pemusnahan produk; dokumentasi; penanganan produk recall dan retur .
Hasil pencapaian indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi target 55 %, realisasi 58.95 %.
Sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT merupakan cabang atau sub distributor dari perusahaan induknya
Permasalahan :
Kurangnya dana untuk pelaksanaan sampling dan pelaksanaan monitoring terhadap sarana produksi/distribusi alat kesehatan dan PKRT.
Kurangnya fasilitas laboratorium penguji yang terakreditasi
baik sehingga jaminan keamanan dan mutu alat kesehatan dan PKRT yang diproduksi belum optimal.
Usul Pemecahan Masalah:
Dibentuknya kelompok kerja (Pokja) lintas sektor dalam penanganan alat kesehatan yang illegal dan tidak memenuhi syarat yang beredar di pasaran.
Ditingkatkannya dana untuk sampling alat kesehatan dan PKRT serta monitoring sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT
Ditingkatkannya koordinasi dengan laboratorium yang terakreditasi untuk meningkatkan kemampuannya menguji untuk penambahan jenis produk yang disampling.
Melakukan review terhadap instrument monitoring sarana produksi/distribusi.
Sosialisasi Permenkes di bidang alat kesehatan dan PKRT kepada industri dan sarana distribusi alat kesehatan dan PKRT untuk meningkatkan kemampuannya dalam penerapan CPAKB dan CDAKB.
Perlunya penambahan SDM serta peningkatan kemampuannya.
3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut, terlihat pada tabel 9 dibawah ini:
Tabel 9. Matriks Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011 INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI 2011
CAPAIAN
1.Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
30% 30.33% 101%
2.Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
15% 15.15% 101%
3.Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah
Tabel 10. Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2010-2011
Indikator 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi Persentase Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
25% 25,30% 30% 30,33%
Persentase Puskesmas
Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
10% 9,40% 15% 15,15%
Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah
30% 42,00% 40% 66,12%
Gambar 12. Perkembangan IFRS Pemerintah yang melaksanakan pelayanan
Gambar 13. Perkembangan Puskesmas Perawatan yang melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai standar
Gambar 14. Perkembangan POR di sarana pelayanan kesehatan dasar
Kondisi yang dicapai:
A. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar target 2011 sebesar 30%, realisasi jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar sebanyak 165 rumah sakit dengan capaian indikator 30,33% (perhitungan berdasarkan jumlah rumah sakit milik pemerintah seluruh Indonesia sebanyak 544 RS (SIRS tahun 2010).
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di instalasi farmasi rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut:
Advokasi kepada manajemen RS untuk pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik sesuai sandar
Melakukan pembekalan pelayanan farmasi klinik kepada Apoteker di Instalasi Farmasi RS
Penyusunan Standar dan pedoman serta sosialisasinya sebagai acuan apoteker di RS dalam melakukan farmasi klinik
Bersedianya 20 RS Pemerintah menjadi pusat pembelajaran pelayanan farmasi klinik untuk penyakit-penyakit tertentu
Membuat pilot project Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Pelayanan Farmasi Klinik serta software PIO untuk pelaksanaan pelayanan farmasi klinik sesuai standar
B. * Pada tahun 2011, persentase puskesmas perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15,15% yaitu sebanyak 448 puskesmas dari 2957 puskesmas perawatan di Indonesia
C. * Persentase Penggunaan Obat Rasional (POR) di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah target 2011 sebesar 40%, realisasi pencapaian POR di puskesmas sebesar 165,3% diperoleh dari semua puskesmas yang ada di 28 Propinsi. Dari capaian 165,3 tersebut diperoleh peningkatan POR sebesar 66,12% yang dilihat dari 3 indikator: Penggunaan injeksi pada myalgia, penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare. Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator penggunaan injeksi pada myalgia.
Upaya peningkatan pemahaman POR telah dilakukan melalui penggerakan POR di Dinkes, telah dilakukan advokasi kepada Perguruan Tinggi Farmasi dan Sosialisasi POR kepada tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dasar.
Permasalahan
A.* Rendahnya komitmen dari manajemen untuk pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit
Kompetensi SDM IFRS dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di RS belum memadai
Jumlah tenaga kefarmasian di RS masih belum sesuai dengan beban kerja
Belum seluruh RS yang bersedia sebagai pusat pembelajaran siap melaksanakan program tersebut.
Belum optimalnya pelayanan kefarmasian, karena apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian yang ada masih terfokus pada pengelolaan obat
Belum adanya sistem pelaporan secaraonlineuntuk pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas
C. * Terbatas anggaran daerah sehingga dinkes propinsi belum dapat secara optimal menyelenggarakan pembinaan teknis tenaga kesehatan di Propinsi
Belum adanya koordinasi dengan APTFI dan Dikti untuk memasukkan konsep POR ke dalam Kurikulum Pendidikan farmasi
Kurangnya koordinasi dengan Promosi Kesehatan sehingga belum optimalnya pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional kepada Masyarakat.
Usul Pemecahan Masalah:
A. * Melakukan sosialisasi standar dan pedoman tentang pelayanan farmasi klinik
Mengintensifkan upaya advokasi kepada manajemen RS
Melakukan peningkatan kompetensi SDM farmasi dalam pelayanan farmasi klinik di IFRS
Melakukan monitoring penggunaan Obat Generik di RS
Melakukan Bimbingan Teknis Pelayanan Kefarmasian kepada manajemen RS dan tenaga kefarmasian
B. * Penempatan tenaga kefarmasian (terutama apoteker) di puskesmas perawatan
Apoteker dituntut untuk melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar, minimal melaksanakan pemberian informasi obat dan konseling
C. * Melakukan training kepada tenaga kesehatan agar POR lebih optimal
Melakukan advokasi kepada pemda untuk mendukung POR di Dinkes Kab/Kota
Melakukan koordinasi tingkat propinsi untuk melakukan penggerakan POR
Penyebaran informasi tentang POR melalui pembuatan leaftet, banner,billboarddan audiovisual.
4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu produksi dan distribusi kefarmasian.
5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.
6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri.
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran keempat, kelima dan keenam terlihat pada tabel 11 dibawah ini:
Tabel 11. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1.Jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional produksi di dalam negeri
15 4 26.67%
2.Jumlah standar produk kefarmasian
yang disusun dalam rangka pembinaan
produksi dan distribusi
Tabel 12. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2010-2011
Indikator 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi Jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional produksi di dalam negeri
5 jenis - 15 jenis 4 jenis
Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka
pembinaan produksi dan distribusi
2 standar - 4 standar 4 standar
Kondisi yang dicapai:
Hingga bulan November 2011, baru berhasil diproduksi 4 ekstrak terfraksionasi bekerja sama dengan Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences.
Standar produk kefarmasian dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi pada tahun ini telah berhasil disusun yaitu Suplemen Farmakope Herbal Indonesia, Suplemen Farmakope Indonesia, Kodeks Kosmetik Indonesia, Standar Pelayanan Perizinan Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Pedoman Pembinaan Industri Farmasi, Pedoman Pembinaan Industri Obat Tradisional, Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi, Pedoman Pembinaan Industri Rumah Tangga Pangan dan Pedoman Pembinaan Sarana Produksi Kosmetik.
Permasalahan:
baik produk sintesis, biofarmasi maupun herbal, namun masih dalam skala laboratorium dan masih mengalami kesulitan dalam melakukan peningkatan menjadi pilot maupun skala produksi.
Usul Pemecahan Masalah:
Menyusun anggaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian untuk pengembangan produksi bahan baku obat dan bahan baku obat tradisional di tahun anggaran 2012.
Menyusun standar di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Koordinasi dengan stakeholder pengembangan obat dan bahan obat (lembaga penelitian, lembaga pendidikan, IPMG maupun GP Farmasi) dan obat tradisional (lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan GP Jamu)
Pembentukan POKJA Bahan Baku Obat dimana Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian bertindak sebagai ketua
Penyusunan Road Map Pengembangan Industri Farmasi, bekerja sama dengan IPMG
Penyusunan Grand Strategy pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
Inventarisasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian dan lembaga pendidikan
Penentuan jenis item bahan baku obat yang dapat dikembangkan di tahun 2012
7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Tabel 13. Matriks Kinerja Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1.Persentase dokumen anggaran
yang diselesaikan
85% 85% 100%
2.Persentase dukungan
manajemen dan pelaksanaan
Program Kefarmasian di daerah
dalam rangka dekonsentrasi
70% 90.92% 129.88%
3.Jumlah rancangan regulasi yang
disusun
10 12 120%
Tabel 14. Kinerja Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2010-2011
Indikator 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase dokumen anggaran
yang diselesaikan (sesuai
usulan, pemenuhan kebutuhan
sumber daya manusia dan
prasarana,
pertanggungjawaban keuangan
yang sesuai SAI dan peraturan
-Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan di daerah dalam
rangka dekonsentrasi
Jumlah rancangan regulasi
yang disusun
- - 10
rancangan
12
rancangan
Gambar 15. Perkembangan Pelaksanaan Dekonsentrasi
Kondisi yang dicapai:
Dalam rangka mendukung program kefarmasian dan alkes, telah diselesaikan 85% dokumen anggaran yang diperlukan. Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satker terkait dalam melengkapi kebutuhan dokumen perencanaan dan melakukan perencanaan berbasis bukti
Dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, telah dicapai dukungan manajemen dan pelaksanaan program sebesar 90,92%. Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat pengendalian, evaluasi, pelaksanaan daministrasi keuangan dan pengelolaan perlengkapan sesuai ketentuan pada pelaksanaan dekonsentrasi sehingga target yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2 Peraturan Menteri Kesehatan bidang farmasi dan alat kesehatan, yang terdiri dari:
Rancangan Undang-Undang tentang Sediaan Farmasi
Rancangan Undang-Undang tentang Psikotropika
Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat Antiretroviral
Permenkes Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
Rancangan Permenkes tentang Bahan Tambahan Makanan
Rancangan Permenkes tentang Izin Industri Obat Tradisional dan Usaha Obat Tradisional
Rancangan Permenkes tentang Pemasukan Obat, Obat Tradisional dan Makanan serta Alat Kesehatan Melalui Skema Khusus(Special Acces Scheme)
Rancangan Permenkes tentag Instalasi Farmasi Pemerintah
Rancangan Permenkes tentang Batas Maksimum Melamin dalam Pangan
Rancangan Permenkes tentang Batas Cemaran Radiasi Dalam Pangan
Upaya yang dilakukan dalam mencapai target indikator tersebut adalah dengan melakukan pengkaijan berbagai peraturan perundang-undangan dan kajian teknis terkait dengan bidang kefarmasian dan alkes, serta koordinasi dengan lintas sektor terkait dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Usul Pemecahan Masalah:
Mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang penyusunan peraturan perundang-undangan (legal drafting) bagi SDM di bidang hukum berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Organisasi dan Kementerian Hukum dan HAM
Mengoptimalkan tenaga kefarmasian yang ada
C. SUMBER DAYA
Dalam mencapai kinerjanya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didukung Sumber Daya Anggaran.
a. Kantor Pusat
Anggaran DIPA kantor pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 adalah Rp. 1.424.578.873.000 dengan realisasi sebesar Rp.1.291.379.966.563 (90,65%). Terdapat perubahan anggaran kantor pusat Ditjen Binfar dan Alkes dari Penetapan Kinerja
yang telah ditetapkan pada tahun 2011 yaitu
Rp. 1.424.486.581.000. Hal ini disebabkan pada bulan Juni dan Juli 2011, terdapat dana hibah dari WHO sebesar Rp. 102.942.000 pada DIPA Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes, yang terealisasi sebesar Rp. 92.292.000 dan sisanya telah dikembalikan kepada WHO sebesar Rp. 10.650.000. Dana tersebut digunakan untuk 2 kegiatan yaitu:
Kunjungan Democratic People’s Republic of Korea ke Rumah Sakit (RS. Kanker Darmais, RSCM, RS. Fatmawati, RS. Hasan Sadikin dan RSUD Tangerang) dalam rangka meninjau pelayanan farmasi klinik di rumah sakit.
Workshop Regional Advisor WHO
Tabel 15. Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Ditjen Binfar dan
Alkes Tahun 2011
SATUAN KERJA ALOKASI
REALISASI
Rp. %
Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes
611,292,292,000 566,481,251,380 92,67
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
12,151,181,000 9,995,400,589 82,26
JUMLAH 1,424,578,873,000 1,291,379,966,563 90,65
b. Dana Dekonsentrasi
Realisasi dana dekonsentrasi sebesar Rp. 24.734.791.627 dari alokasi sebesar Rp. 26.400.000.000 yang terdiri dari 33 Satker.
Alokasi dana dan realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan seperti diuraikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 16. Alokasi dan Realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011
NO
NAMA SATKER
ALOKASI
(Rp)
REALISASI
(Rp)
%
SISA DANA
(Rp)
1 Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta
346,880,000 303,999,000 87.64 42,881,000
2 Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
1,019,533,000 860,012,500 84.35 159,520,500
3 Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah
1,216,947,000 1,203,807,675 98.92 13,139,325
4 Dinas Kesehatan Provinsi
Yogyakarta
531,601,000 494,343,771 92.99 37,257,229
5 Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur
1,411,265,000 1,213,832,356 86.01 197,432,644
6 Dinas Kesehatan Provinsi
NAD
688,902,000 639,452,600 92.82 49,449,400
7 Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara
1,151,616,000 1,128,146,030 97.96 23,469,970
8 Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat
9 Dinas Kesehatan Provinsi
Riau
496,493,000 425,815,746 85.76 70,677,254
10 Dinas Kesehatan Provinsi
Jambi
651,324,000 632,173,210 97.06 19,150,790
11 Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan
789,354,000 749,507,650 94.95 39,846,350
12 Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung
922,812,000 746,331,475 80.88 176,480,525
13 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat
977,427,000 905,238,786 92.61 72,188,214
14 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah
755,620,000 737,626,250 97.62 17,993,750
15 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan
733,808,000 640,385,550 87.27 93,422,450
16 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Timur
503,468,000 448,452,001 89.07 55,015,999
17 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara
799,141,000 799,131,000 100.00 10,000
18 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah
920,519,000 894,189,500 97.14 26,329,500
19 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan
1,180,874,000 1,175,964,406 99.58 4,909,594
20 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara
935,888,000 919,268,000 98.22 16,620,000
21 Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku
-Pemanfaatan dana dekonsentrasi terfokus kepada kegiatan menu wajib yang disampaikan oleh masing-masing direktorat dalam rangka pencapaian indikator. Optimalisasi pencapaian indikator ini difasilitasikan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi di masing-masing propinsi.
24 Dinas Kesehatan Provinsi
NTT
1,126,834,000 1,125,831,550 99.91 1,002,450
25 Dinas Kesehatan Provinsi
Papua
878,652,000 851,652,000 96.93 27,000,000
26 Dinas Kesehatan Provinsi
Bengkulu
660,674,000 584,424,750 88.46 76,249,250
27 Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku Utara
860,615,000 843,110,000 97.97 17,505.000
28 Dinas Kesehatan Provinsi
Banten
755,645,000 645,352,000 85.40 110,293,000
29 Dinas Kesehatan Provinsi
Bangka Belitung
402,967,000 400,278,500 99.33 2,688,500
30 Dinas Kesehatan Provinsi
Gorontalo
781,967,000 762,610,000 97.52 19,357,000
31 Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau
416,269,000 398,183,500 95.66 18,085,500
32 Dinas Kesehatan Provinsi
Papua Barat
491,669,000 491,669,000 100.00
-33 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat
757,936,000 734,108,200 96,86 23,827,800
BAB IV PENUTUP
Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang secara rinci diuraikan menggunakan acuan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN
Unit Organisasi Eselon I : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun : 2011
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3)
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat
Persentase ketersediaan obat dan vaksin
FORMULIR PENGUKURAN KINERJA
Unit Organisasi Eselon I : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Anggaran : 2011
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat
Persentase ketersediaan obat dan vaksin
85% 87,00% 102,35%
Jumlah Anggaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 : Rp. 1.424.578.873.000