• Tidak ada hasil yang ditemukan

t pkn 0908379 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "t pkn 0908379 chapter1"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membangun karakter bangsa (nation-character building) merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara eksistensi suatu bangsa dan negara, maka tidak mengherankan jika di awal kemerdekaan, Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno, telah menekankan prinsip berdaulat dalam politik, berdiri di kaki sendiri (Berdikari) dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan (Fathah, 2008:3). Namun hingga kini karakter warga negara belum menunjukkan karakter yang baik, seperti terlihat dari banyaknya perilaku warga negara yang menyimpang dari nilai-nilai, moral, dan norma yang berlaku.

(2)
(3)

individu dalam dunia pendidikan, mulai dari siswa yang mencontek, menjiplak hasil karya orang lain tanpa menyertakan sumber, mencari- cari alasan untuk lari dari tanggung jawab atas tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru (Koesoema, 2009:183).

(4)

Lembaga pendidikan formal merupakan wadah yang paling berperan dalam membangun karakter siswa, untuk itu dalam lembaga pendidikan formal perlu menekankan pentingnya pendidikan nilai dan moral, yang berlandaskan pada teori perkembangan nilai dan moral. Piaget dan Kohlberg adalah dua tokoh yang berpengaruh dalam teori perkembangan moral. Dalam Winataputra dan Budimansyah (2007: 172-173) dijelaskan bahwa Piaget telah melakukan penelitian selama 40 tahun untuk meneliti perkembangan struktur kognitif (cognotive structure) anak dan kajian moral (moral judgment) anak yang hasil studinya menyimpulkan ada dua tingkat perkembangan moral pada anak usia 6 – 12 tahun, yakni heteronomi dan autonomi. Pada tingkat heteronomi, segala aturan dipandang oleh anak sebagai hal yang datang dari luar (bersifat eksternal) dan dianggap sakral karena merupakan hasil pemikiran orang dewasa. Sedangkan pada tingkatan autonomi anak mulai menyadari adanya kebebasan untuk tidak sepenuhnya menerima aturan itu sebagai hal yang datang dari luar dirinya, sehingga pada tahap ini anak memiliki kemampuan untuk mengkritisi aturan dan memilih aturan yang tepat atas dasar kesepakatan dan kerjasama dengan lingkungannya. Berdasarkan teori Piaget ini maka pendidikan nilai dititikberatkan pada pengembangan perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam konteks kehidupan masyarakat.

(5)

melalui pengalaman termasuk pengertian konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan kesejahteraan manusia. Dari penelitiannya, Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat perkembangan moral, yaitu: (1)

praconvensional; (2) convensional; dan (3) postconvensional.

(6)

pembangun dan pembina jejaring; (6) berhasrat dengan perubahan; (8) produktif; (9) sadar mutu; (10) berorientasi global; (11) pembelajaran sepanjang hayat (Budimansya dan Suryadi, 2008: 21-22).

Dalam lembaga pendidikan formal, mata pelajara Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam membangun karakter siswa. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU no 20 tahun 2003 menyatakan bahwa ‘Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air’. Demikian juga dengan pendapat Djahiri (2006:9) yang mengemukakan bahwa “PKn merupakan program pendidikan/ pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan peserta didik/ siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/ negara yang bersangkutan”. Sejalan dengan itu, Koesoema (2010:204) menyatakan bahwa:

Pendidikan karakter lebih dekat maknanya dengan pendidikan kewarganegaraan, sebab pendidikan karakter berurusan bukan hanya dengan pembangunan nilai-nilai moral dalam diri individu, melainkan juga memperhatikan corak rasional antraindividu dalam relasinya dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Untuk itu pendidikan karakter tidak bisa lepas dari semangat untuk mendidik setiap warga negara secara politis, sehingga pendidikan kewarganegaraan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan pendidikan karakter.

(7)

merupakan wahana pembangunan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Saat ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut:

Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content-embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. (Budimansyah, 2008:180; Winataputra dan Budimansyah,2007:86 ).

(8)

sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pembangunan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua, pengelolaan kelas belum mampu menyiptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa/mahasiswa melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa/mahasiswa. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana sisio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum. (Winaputra dan Budimansyah, 2007:118-120).

(9)

ujian dengan soal-soal pilihan ganda (multiple choise) yang hasilnya menjadi kemampuan ukuran siswa. Senada dengan itu, Al Muchtar (2009) juga menyatakan bahwa kelemahan pembelajaran PKn selama ini yaitu: kegiatan berpusat pada guru (teacher center), orientasi pada hasil lebih kuat, kurang menekankan pada proses, posisi siswa dalam kondisi pasif siap menerima pelajaran, pengetahuan lebih kuat daripada sikap dan keterampilan, berpikir kognitif rendah, Penggunaan metode terbatas, situasi pembelajaran tidak menyenangkan, satu arah- indoktrinasi. Dengan kondisi seperti ini, maka harapan untuk membetuk warga negara yang berkarakter baik masih akan sulit terwujud. Untuk itu, Suryadi (2009:12-13), menyarankan bahwa dalam menyusun kurikulum dan pembelajaran PKn di sekolah harus menekankan pada empat prinsip utama, yaitu; (1) bukan indokrinasi politik, sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa; (2) PKn mengembangkan

(10)

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(11)

Senada dengan itu, Kardiman (2009: 158-159) menyatakan bahwa Pendidikan Karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham (domain kognitif), tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor).

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka perlunya sinergi yang saling mendukung antara pembelajaran PKn yang mengajarkan nilai, norma dan moral di ruang kelas dan proses habituasi atau kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sebagai faktor yang menentukan pembangunan karater bagi siswa. Untuk itu penulis memandang perlunya meneliti pengaruh pembelajaran PKn dan proses habituasi sebagai faktor determinan pembangunan karakter siswa. Dengan demikian penulis menyusun tesis ini dengan judul Pengaruh Pembelajaran PKn dan Proses Habituasi terhadap Pembangunan Karakter Siswa (Studi Deskriptif Analitis Pada SMP Negeri di Kabupaten Bangka).

B. Rumusan Masalah

(12)

Untuk lebih memfokuskan penelitian yang dilakukan ini, penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pembangunan karakter siswa?

2. Apakah ada pengaruh proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa?

3. Apakah ada pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa?

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen). Variabel independen adalah pembelajaran PKn dan proses habituasi di lingkungan sekolah, sedangkan variabel dependen adalah pembangunan karakter pada siswa. Selanjutnya paradigma penelitian digambarkan sebagai berikut:

Keterangan: X1 = Pembelajaran PKn

X2 = Proses habituasi

Y = Karakter siswa

Bagan 1.1. Hubungan Antarvariabel

X

1

Y

(13)

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran yang terdapat dalam penelitian ini berikut ini disampaikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ( sebagai variabel X1)

Pembelajaran PKn dimaksudkan sebagai proses pembelajaran PKn yang melibatkan guru sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang didalamnya dioperasionalisasikan berbagai komponen pembelajaran yang meliputi; (1) materi; (2) metode; (3) media; (4) sumber belajar; dan (5) evaluasi pembelajaran.

2. Proses habituasi (sebagai variabel X2)

Proses habituasi dimaksudkan sebagai bentuk pembiasaan yang dilakukan di lingkungan sekolah dalam bentuk kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang menanamkan nilai-nilai sebagai berikut: (a) nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan; (b) nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri; (c) nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama; (d) nilai-nilai-nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan; dan (e) nilai-nilai kebangsaan.

3. Pembangunan Karakter Siswa ( sebagai variabel Y)

Pembangunan karakter siswa dimaksudkan sebagai upaya membangun nilai kejujuran, kebersihan, kepedulian, dan kebangsaan dengan mengacu pada karakter baik (good character) siswa. Menurut Lickona bahwa karakter baik (good character) memiliki tiga unsur yakni; moral knowing (pengetahuan moral),

(14)

Moral knowing meliputi: (a) Kesadaran moral (moral awareness); (b) Wawasan nilai moral (knowing moral values); (c) Kemampuan mengambil pandangan orang lain (perspective taking); (d) Penalaran Moral (moral reasoning); (e)Mengambil keputusan (decision making); dan (f)Pemahaman diri sendiri (self knowledge). Moral feeling meliputi: (a) Kata hati atau nurani (conscience); (b) Harapan diri sendiri (self- esteem); (c) Merasakan diri orang lain (emphaty); (d) Mencintai kebaikan (loving the good); (e) Kontrol diri ( self-control); dan (f) Merasakan diri sendiri (humility). Moral Action meliputi: (a) kompetensi (competence); (b) keinginan (will), (c) kebiasaan (habit).

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan proses habituasi terhadap pembangunan karater siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pembangunan karakter siswa.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa.

(15)

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data konseptual dan gambaran mengenai pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran PKn dan proses habituasi yang berlangsung di sekolah yang dapat membangun karakter siswa di SMP Negeri Kabupaten Bangka.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritik (keilmuan) maupun secara praktis (empirik) di lapangan. Secara teoritik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian terhadap pengembangan Pendidikan kewarganegaraan, sehingga memperkuat landasan keilmuan PKn terutama dalam upaya membangun karakter siswa. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak yang diuraikan berikut ini:

1. Bagi guru:

a. Terutama guru mata pelajaran PKn: Agar mampu menelaah secara praktis perlunya implementasi pembelajaran PKn yang tepat dan memberikan pemahaman tentang pentingnya proses habituasi di sekolah dalam menunjang pembangunan karakter siswa.

(16)

2. Bagi pihak lain:

a. Warga masyarakat pada umumnya: Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan kesadaran warga negara akan pentingnya pembiasaan dalam melakukan perbuatan baik sehingga dapat membangun karakter siswa.

b. Institusi Pemerintah: Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi yang dapat mempertegas pentingnya habituasi dalam bentuk keteladanan dari pejabat pemerintah yang dapat menjadi contoh pembangunan karakter siswa.

c. Pemerhati Pendidikan: Penelitian ini dapat dijadikan bahan pengkajian yang lebih komprehensif dalam mengembangkan pendidikan karakter sehingga pembangunan karater baik pada siswa dapat segera terwujud. E. Asumsi Penelitian

(17)

terhadap lingkungan; dan (5) nilai-nilai kebangsaan, dapat menunjang pembanguan karakter siswa.

G. Hipotesis Penelitian

Bertolak dari asumsi tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis mayor penelitian sebagai berikut: “pembelajaran PKn dan proses habituasi berpengaruh terhadap pembangunan karakter siswa”. Untuk lebih spesifik selanjutnya dirumuskan hipotesis minor sebagai berikut:

1. Pembelajaran PKn berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembanguan karakter siswa.

2. Proses Habituasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembanguan karakter siswa.

3. Pembelajaran PKn dan proses habituasi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembanguan karakter siswa.

H. Metode Penelitian

(18)

kuantitatif menggunakan metode suvei, dengan teknik kuesioner untuk mengumpulkan data. Sedangkan dalam pendekatan kualitatif, menggunakan metode wawancara untuk mengetahui secara lebih mendalam pembelajaran PKn dan proses habituasi di SMP Negeri Kabupaten Bangka.

Untuk mendapatkan data primer, berupa data tentang variabel Pembelajaran PKn, proses habituasi, dan pembangunan karakter siswa, penulis menggunakan teknik kuesioner dengan instrumen angket skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, yaitu dengan (5) lima option yaitu; (1) selalu, (2) sering, (3) kadang-kadang (4) jarang, (5) tidak pernah. Jawaban yang tepat memperoleh bobot nilai lima (5), dan seterusnya memperoleh bobot nilai 4, 3,2, dan 1.

Hasil pengumpulan data akan dianalisis dengan metode deskriptif-analitis dengan menggunkan statistik inferensial, yaitu menganalisis data sampel yang hasilnya digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel itu diambil, untuk memberikan gambaran mengenai masing-masing variabel X1, X2, dan Y dengan pengelompokan rendah, sedang dan tinggi. Selain itu juga dianalisis dengan korelasi regresi ganda yang dilakukan untuk menguji hipotesis, yaitu pengaruh variabel X1 terhadap Y, X2 terhadap Y, dan X1, X2 terhadap Y.

I. Lokasi dan Sampel Penelitian

(19)

SMPN, Kecamatan Pemali 3 SMPN, Kecamatan Merawang 2 SMPN, Kecamatan Mendo barat 4 SMPN, Kecamatan Puding Besar 2 SMPN, Kecamatan Bakam 3 SMPN, Kecamatan Belinyu 4 SMPN, dan Kecamatan Riau Silip 3 SMPN.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Bangka yang mata pelajaran PKn diajar oleh guru yang berlatar belakang S1 PKn. Populasi tersebut dipilih dengan pertimbangan: (1) Siswa kelas VIII SMPN berada pada tahun kedua di SMP sehingga mereka sudah banyak menerima dan mengalami proses pembelajaran dan proses habituasi di sekolah. (2) Guru PKn yang berlatar belakang S1 PKn memiliki pemahaman tentang visi, misi, dan tujuan PKn serta strategi pembelajaran PKn. Dari data dokumentasi pada dinas Pendidikan Kabupaten Bangka jumlah siswa kelas VIII sebanyak 2.471 orang.

(20)

jumlah populasi sebanyak 1.100 dengan tingkat kesalahan 5% maka jumlah sampel adalah 265. Penentuan sampel sebanyak itu dilakukan secara acak dan proporsional (proportionalrandom sampling).

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Pelajaran Ipa Tentang Sifat- Sifat Cahaya Dengan Penerapan Metode Eksperimen. (PenelitianTindakanKelas di Kelas V SD Negeri

Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Pelajaran Ipa Tentang Sifat- Sifat Cahaya Dengan Penerapan Metode Eksperimen.. (PenelitianTindakanKelas di Kelas V SD Negeri

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS, probabilitas kebangkrutan, komisaris independen, auditor switching , dan tenure audit pada

[r]

aji i dan dan upa upah h akr akrual ual ter terjad jadi i set setiap iap kal kali i kar karyaw yawan an bel belum um me mener nerima ima upah upah yang

Holmbergiä (2010) mukaillen esimerkki voidaan myös tulkita järkevän itsen puhutteluna järjettömälle itselle, tyyliin ”oletpa hölmö, etkö tajun- nut, että myös sinä

Tak jauh berbeda dengan karya ketiga, karya keempat juga membahas tentang keharusan manusia dalam menjalani kehidupannya. Simbol- simbol yang digunakan masih tetap

1 Fakthur Haris Irfan (2013) Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba dengan Komponen Akrual dan Aliran Kas sebagai Variabel