• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM. Rodiallohuanhum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM. Rodiallohuanhum"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM

Rodiallohuanhum

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

Linda Waty Zen

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

Andi Zulfikar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilakukan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk Mengetahui persen tutupan dan bentuk-bentuk pertumbuhan karang hidup dan Mengetahui hubungan parameter fisika-kimia perairan dan hubungannya terhadap persen tutupan terumbu karang di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Persen tutupan karang hidup (life

coral/LC) berdasarkan benthic life form (bentuk morfologi karang) dengan kategori berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 berturut-turut adalah untuk Stasiun I 32,17% (kategori sedang), Stasiun II 46,67% (kategori sedang), Stasiun III 58,63% (kategori bagus) dan secara keseluruhan 45,82% (kategori sedang).

(2)

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM

Rodiallohuanhum

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

Linda Waty Zen

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

Andi Zulfikar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

ABSTRACT

The analysis was done in Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. The absolute a reason to find out a percent of the cover and forms coral growth and to find out the correlation of physics-chemical paramater of the water and correlation to the percent of cover coral in Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepuluan Riau. The life coral are based on benthic life form with the category from Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 in consecutive are for the Stasiun I 32,17% (medium category), Stasiun II 46,67% (medium category), Stasiun III 58,63% (good category) and overall 45,82% (medium category).

(3)

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM

Rodiallohuanhum

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

Linda Waty Zen

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

Andi Zulfikar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia, yang mempunyai laut sekitar 3,1 km2 dengan kawasan pesisir menempati garis pantai sepanjang 81.000 km. Salah satu ekosistem di daerah tropis dan sangat penting bagi biota lainnya adalah terumbu karang (Savitri, 2000). Luasan terumbu karang di Indonesia sekitar 14% dari total penutupan terumbu karang dunia, namun sekitar 60-70% telah mengalami kerusakan yang sangat serius dan hanya 5% saja yang masih dalam kondisi baik (Tomscik et al, 1997).

Luas tutupan terumbu karang di wilayah Coremap Kabupaten Bintan adalah 9,085.33 Ha (Sumber : Bappeda Bintan, 2007). Menurut hasil Studi Baseline Ekologi LIPI (2006) terumbu karang di sekitar Perairan Trikora, khususnya Teluk Bakau, mempunyai potensi terumbu karang yang baik dan membuat daerah perairan tersebut menjadi wilayah wisata lokal

maupun internasional. Kondisi terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya, keberadaannya sangat berkaitan dengan faktor alami dan aktivitas manusia. Perubahan yang disebabkan secara alami maupun akibat kegiatan manusia sangat berbeda. Keterkaitan antara kegiatan manusia dan ekosistem terumbu karang merupakan hal yang penting. Hal tersebut karena kondisi terumbu karang tidak hanya dipengaruhi oleh kegiatan manusia tetapi juga oleh mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Selanjutnya CRITIC Bintan (2007) melaporkan bahwa masih ditemukan penurunan persentase tutupan karang hidup pada beberapa titik pemantauan pada periode 2008 sampai tahun 2009, lokasi yang mengalami penurunan persentase tutupan karang hidup adalah desa Malang Rapat dari 17,5% menjadi 16,25 %, Desa Teluk Bakau dari 59,6% menjadi 52,8%.

Desa Teluk Bakau merupakan daerah dengan mayoritas penduduknya

(4)

bekerja sebagai nelayan. Di Desa Teluk Bakau juga terdapat beberapa lokasi pariwisata. Kondisi tersebut membuat Desa Teluk Bakau merupakan jalur lalu lintas kapal nelayan, penangkapan ikan dan

kegiatan pariwisata, yang dapat

mempengaruhi kondisi alami terumbu karang. Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi terumbu karang juga fisika-kimia perairannya.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian kondisi eksisting terumbu karang di Desa Teluk Bakau. Menurut COREMAP-LIPI (2006) Salah-satu indikator terganggu atau tidaknya terumbu karang adalah dengan mengetahui persen tutupan areanya, menggunakan kategori benthic life form (bentuk kehidupan bentik) dengan metode LIT (Line Intersept Transect). Dari data persen tutupan ini bisa diduga kondisi kesehatan karang yang ada di Perairan Desa Teluk Bakau.

B. Rumusan Masalah

Terumbu karang merupakan

ekosistem lengkap dengan struktur tropik yang tersebar luas diperairan dangkal didasar laut tropis.Kondisi terumbu karang sangat memprihatinkan terkait gangguan akibat aktivitas manusia (antropogenik) maupun kondisi alami.

Desa Teluk Bakau merupakan salah-satu desa di Kabupaten Bintan yang mempunyai potensi terumbu karang yang baik. Di desa ini banyak terdapat aktivitas penduduk maupun pariwisata. Kondisi ini

akan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kondisi terumbu karang di desa tersebut.

Salah–satu indikator kesehatan karang adalah dengan mengetahui persen tutupan areanya, menggunakan kategori benthic life form (bentuk kehidupan bentik) dengan metode LIT (Line Intersept Transect). Identifikasi paling mudah untuk spesies karang adalah melalui bentuk kehidupan bentiknya (benthic life form). Melalui persen tutupan karang bisa dikategorikan terumbu karang disuatu daerah apakah dalam kondisi baik atau telah mengalami gangguan.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui persen tutupan dan bentuk-bentuk pertumbuhan karang hidup di perairan di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Mengetahui hubungan parameter fisika-kimia perairan dan hubungannya terhadap persen tutupan terumbu karang di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

D. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai persen tutupan terumbu karang hidup di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, serta kaitan dengan kondisi fisika kimia.

TINJAUAN PUSTAKA A. Ekosistem Laut

Laut adalah bagian bumi yang tertutup oleh air asin. Seperti halnya daratan,

(5)

laut juga dihuni oleh biota seperti tumbuh tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. biota laut menghuni hamper semua bagian laut. Mulai dari pantai,permukaan laut sampai dasar laut sekalipun. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja kehidupannya yang sangat rahasia, tetapi juga karena manfaatnya yang sangat besar lagi kehidupan manusia (Romimohtarto & juwana, 2001).

B. Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang (Coral reef)

merupakan masyarakat organisme yang hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur ( CaCO3 ) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme-organisme yang dominan hidup disini adalah binatang binatang kerang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang diantaranya juga banyak mengandung kapur, berkaitan dengan hal diatas, terumbu karang dibedakan antara binatang karang atau karang individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (Coral

reef) sebagai suatu oerganisme ( Suharsono,

1996).

C. Anatomi Terumbu Karang

Anatomi terumbu karang ( seperti terlihat pada gambar 1 ) memiliki bagian-bagian tubuh sebagai berukut :

a. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan sebagai alat pertahanan diri.

b. Rongga tubuh (coelenterons) yang juga

merupakan saluran pencernaan

(gastovascular).

c. Dua lapisan tubuh yang ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan.

Gambar 1. Anatomi Terumbu Karang Sumber: Birkelan (1997)

D. Tipe Formasi Terumbu Karang

Nybakken (1988)

mengelompokkan formasi terumbu karang (seperti terlihat pada gambar 2) menjadi tiga katagori sebagai berikut :

a. Terumbu karang tepi ( freenging reef ) b. Terumbu karang penghalang (Barrier

reef), c. Atol

E. Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang (Benthic Life Form)

Suatu jenis terumbu karang dari genus yang sama dapat mempunyai bentuk pertumbuhan yang berbeda-beda. Menurut et al, (1994) bentuk pertumbuhan karang keras terbagi atas karang Acropora dan karang non-Acropora. Carang non-Akropora adalah karang yang tidak memiliki axial coralit terdiri atas :

a. Coral Branching (CB), b. Coral massive (CM),

(6)

c. Coral encrusting (CE), d. Coral submassive (CS), e. Coral foliose (CS),

f. Coral Mushroom (CMR),

g. Cioral miliepora (CME), h. Coral helliopora (CHL),

Untuk karang jenis Acropora adalah karang yang memiliki axial dan radial coralit. English at al (1994) menggolongkannya sebagai berikut:

a. Acropora branching (ACB), b. Acropora encrusting (ACE), c. Acropora tabulate (ACT), d. Acropora submassive (ACS), e. Acropora digitate (ACD),

F. Peranan Terumbu karang

Terumbu karang memiliki berbagai peran penting, baik secara ekologi maupun ekonomi. Di Indonesia terumbu karang memiliki potensi yang sangat besar, yaitu sebagai berikut:

Pelindung ekosistem pantai: terumbu karang akan menahan dan mencegah energy gelombang sehingga mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan sekitarnya.

Rumah bagi banyak makhluk hidup dilaut: Sumber obat-obatan: pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bias menjadi obat manusia. Objek wisata: terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan

sehingga menyediakan alternative

pendapatan bagi masyarakat sekitar.

G. Faktor Pembatas Yang

Mempengaruhi Keberadaan Terumbu Karang

Kelestarian terumbu karang akan tetap terpelihara apabila kondisi lingkungan tetap mendukung keberadaannya terjaga dari berbagai ancaman. Terumbu karang sangat peka terhadap kondisi lingkungan di perairan, diantaranya ialah:

1. Kedalaman

Bekaitan dengan pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan karang maka faktor

kedalaman juga sangat membatasi

keberadaan terumbu karang. Kebanyakan terumbukarang hidup 25 m. Hewan karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam 50-70 m. Semakin dalam suatu lautan maka semakin berkurang cahaya yang masuk kedalam lautan tersebut, sehingga mempengaruhi laju fotosintesis. Sehingga terumbu karang hidup dengan baik pada kedalaman kurang dari 20 meter (Nybakken, 1988).

2. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai berat garam dalam gram per kilogram air laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Pengaruh salinitas terhadap binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai, hujan dll (Supriharyono, 2000-b).

Daya tahan setiap jenis hewan karang tidaklah sama. Bahkan pada salinitas

dibawah maksimum dan minimum

(7)

hewan karang hidup paling baik pada salinitas air laut yang normal yaitu, 32 – 36 00/00 (Nyibakken, 1988).

3. Suhu

Karang pembentuk sangat peka

terhadap suhu bahkan terbatas

keberadaannya diperairan hangat karena mereka tumbuh pada temperature antara 18 – 27 °C (Romi mohtarto dan Juawana, 2001). Suhu yang baik bagi terumbu karang berkisar 18°C, dimana masih terdapat sinar matahari, namun pada suhu antar 18°C-29°C terumbu karang masih dapat bertahan ( Supriharyono, 2000-b). Terumbu karang pada umumnya ditemukan pada perairan dengan suhu 18 - 36°C, dengan suhu optimum 26-28°C (Birkeland, 1997), tetapi menurut Nybakken (1988) terumbu karang masih dapat mentolelir suhu sampai 36-40°C

4. Kecepatan Arus

Arus merupakan pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota Perairan (Romimohtarto).

Metode pengambilan data arus dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung (in situ) dan tidak langsung (ex situ). Adapun pengambilan data arus secara langsung terdiri dari metode pengukuran pada titik tetap (Euler) dan metode Langrangiang, yaitu dengan benda hanyut (drifter), kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut. Selain itu, pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan system mooring, yaitu menempatkan current meter

pada kedalaman tertentu dengan dilengkapi acoustic release yang berfungsi untuk melepas rangkaian mooring dan akan mencatat data arus yang akan disimpan ke dalam komputer dalam bentuk data numerik. METODELOGI

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 dikawasan Desa Teluk

Bakau Kabupaten Bintan Provinsi

Kepulauan Riau.

B. Alat dan Bahan

Adapun penggunaan alat dan bahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat dan Bahan

NO ALAT DAN BAHAN KEGUNAAN 1 Roll Meter

(polyethylene).

Membuat transek LIT

2 Global Possition System (GPS)

Menentukan posisi stasiun (lintang dan bujur)

3 Scuba Diving Equipment Melakukan penyelaman

4 Snorkel Snorkelling dalam menentukan lokasi stasiun

5 Sabak, underwater paper dan pensil

Mencatat hasil pengamatan

6 Perahu bermesin atau pompong

Transportasi menuju stasiun

7 BBM Menghidupkan mesin pompong

8 Handrefractometer Mengukur salinitas

9 Thermometer Mengukur suhu

10 pH indikator Mengukur pH

11 DO meter Mengukur DO

C. Prosedur Penelitian 1. Stasiun Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan 3 (tiga) stasiun pengambilan data yang

(8)

memiliki deskripsi secara umum sebagai berikut :

Stasiun I

Daerah ini terletak pada koordinat 1°04’24.56”LU , 104°38’35.60”BT, dimana daerah ini adalah pemukiman penduduk. Stasiun II

Daerah ini terletak pada koordinat 1°04’43.29 LU, 104°38’25.86 BT, dimana daerah ini tidak berpenduduk maupun hotel Stasiun III

Daerah ini terletak pada koordinat 1°04’31.79 LU, 104°38’32.56 BT, dimana daerah ini merupakan daerah kawasan Wisata atau Hotel.

.

Gambar 2. Lokasi Penelitian 2. Tekhnik Pengambilan Data

Tekhnik pengambilan data yang digunakan untuk estimasi persen tutupan karang pada penelitian ini metode adalah LIT (Line Intersept Transect) menggunakan metode COREMAP-LIPI (2006). Komunitas dicirikan dengan menggunakan kategori "Lifeform" yang memberikan gambaran deskriptif morfologi komunitas karang. Posisi geografi masing-masing titik ditentukan dengan GPS.

3. Pembuatan Garis Transek dan Pengambilan Data

Pengamatan karang yang dicatat pada penelitian ini hanya sampai pada bentuk pertumbuhannya (Benthic Life Form). Data yang dicatat dibawah garis transek menggunakan kode dan nama versi COREMAP, disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Nama dan Kode Benthic Life Form

Nama Benthic Life Form

Kode dan Nama Benthic Life Form (Versi COREMAP, 2006) Algae Assemblage FS Fleshy seaweed

Acropora branching

AC Acropora live coral cover Acropora digitate AC Acropora encrusting AC Acropora submassive AC Acropora tabulate AC Corallinealgae OT Others

Coral branching NA Non Acropora live coral cover Coral encrusting NA Coral foliose NA Coral Heliopora NA Coral massive NA Coral Millepora NA Coral mushroom NA Coral submassive NA

Dead coral DC Recently dead coral (putih)

Dead coral with algae

DCA Dead coral algae

Halimeda OT Macro algae FS Others OT Rubble R Rubble Rock RK Rock Sand S Sand

Soft coral SC Soft coral

Silt SI Silt

(9)

Pita berskala (roll meter) digunakan untuk membuat garis transek dengan ukuran panjang transek 10 meter dengan 3 kali ulangan yang diletakkan pada kedalaman 5 meter dan sejajar garis pantai. Untuk praktisnya roll meter ditarik sepanjang 70 meter, kemudian transek pertama ditentukan dari titik 0 (nol) sampai titik 10 m. Kemudian diberi interval/jarak 20 meter, transek kedua dimulai dari titik 30 m, dan seterusnya transek ketiga dari titik 60 (Gambar4). Untuk keragaman, posisi daratan/pulau berada di sebelah garis transek. Semua bentuk pertumbuhan dan jenis karang (species) serta biota lainnya yang berada dibawah garis transek dicatat dengan ketelitian mendekati centimeter. Hasil pencatatan kemudian dipindahkan ke dalam format tabel .

D. Analisis Data 1. Pencatatan Data

Contoh data LIT dan Kode Stasiun disajikan pada Tabel 3

Tabel 3. Contoh Lembar Pencatatan Data

Keterangan TBL01 Tr I = Teluk Bakau LIT 1 Transek 1

2. Penyimpanan Data

Data disimpan ke dalam Ms. Excel

Keterangan:

- Kolom SAMP_SubID merupakan ID untuk replikasi dimana A= replikasi 1 (Tr.1) ; B=replikasi 2 (Tr.2); C=replikasi 3 (Tr.3).

- Kolom LENGTH merupakan panjang untuk masing-masing kategori BENTHOS, sehingga untuk LENGTH pada data awal transek nilainya merupakan pengurangan antara nilai TRANSITION dengan awal transek (missal 0,3000 atau 6000 cm). Contoh bias dilihat K pada kolom baris F2;F23;F54;F112.

3. Penghitungan

Kategori benthos yang dihitung adalah LC (AC dan NA), DC, DCA, SC, SP, FS, OT, R, S, SI, RK. Rumus yang dipakai untuk setiap SAMP_subID adalah sebagai berikut :

% tutupan dari suatu kategori benthos = x 100%

atau

% tutupan dari suatu kategori benthos = Total “%COVER” kategori benthos tsb dalam transek

Transek dipasang secara paralel terhadap garis pantai

(10)

Tabel 4. Penghitungan % Tutupan Keseluruhan

Catatan : LC = AC+NA

Menghitung persentase tutupan masing-masing kategori benthos sebagai berikut : BENTHOS TBL01 A TB01B TBL01 C TBL02 A LC AC NA DC DCA SC SP OT FS R S SI RK Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 …

Berdasarkan nilai rerata dari setiap replikasi di tiap stasiun transek LIT

Misal : persentase tutupan untuk TBL01 merupakan rerata dari transek TBL01A, TBL01B dan TBL01C (cara yang sama juga dilakukan untuk kategori benthos yang lainnya).

Berdasarkan nilai rerata dari keseluruhan stasiun transek permanen

Contoh untuk LC :

BENTHOS TBL01 TBL02 TBL03

LC

Maka :

% tutupan LC Teluk Bakau = ( %LC TBL01 + %LC TBL02 + … + %LC TBL06) / 3 (cara yang sama juga dilakukan untuk kategori benthos yang lainnya. Menghitung SD, SE atau 95%CI

masing-masing kategori benthos untuk setiap lokasi :

 dihitung berdasarkan nilai %tutupan suatu kategori benthos pada semua stasiun transek permanen LIT yang ingin dihitung.

SD =

1

n

n 1 S t i i

X

X

dimana i = St 1, St 2,… n SE =

n

SD

95% CI =

X

+

(

1

.

96

).

SE

nilai 1.96 dipakai bila n besar.

Bila n kecil, gunakan tabel distribusi t (/2)=0.025 dengan derajat bebas (n-1).

4. Prosedur Pengambilan Sampel Air

Pengukuran kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disc yang diturunkan kedalam badan air secara perlahan sampai tidak kelihatan. Waktu pengukuran kecerahan ini dilakukan pagi dan sore. Ubtuk menghitung kecerahan dapat di hitung dengan rumus :

(Jarak sama-samar + Jarak Tampak) 2

Keterangan : Jarak tampak adalah jarak permukaan perairan ditambah dengan jarak mata peneliti kepermukaan perairan sampai lempeng secchi disc terlihat, sedangkan jarak samar - samar adalah jarak antara permukaan perairan sampai lempeng secchi disc tidak terlihat.

(11)

Suhu diukur dengan menggunakan thermometer. Kecepatan arus diukur dengan menggunakan pelampung yang diikat tali depanjang 2 meter dan stopwatch. Nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus :

V = S/t

Keterangan :

V : Kecepatan arus (m/det) S : Jarak tali menegang (m)

T : Waktu tali sampai menegang (det)

Pengukur salinitas dengan menggunakan refraktometer. Pengukuran salinitas dilakukan tiga kali pengulangan di setiap stasiun.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi

Penelitian 1. Letak Geografis

1.1. Letak Lintang dan Batas Wilayah

Desa Teluk Bakau merupakan Desa yang berada di Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan dengan luas wilayah kurang lebih 112, 12 km. Dilihat dari segi geografis Desa Teluk Bakau terletak pada posisi 104°38’37”9 BT – 104°39’51,71” BT dan 01°04’21,2” LU - 00°05’39,7” LU (Kantor Desa Teluk Bakau, 2010).

1.2. Topografi dan Iklim

Secara topografi Desa Teluk Bakau terdiri dari daratan termasuk pantai dan rawa yang banyak tumbuhan hutan mangrove di sekitar pantai Desa Teluk Bakau. Topografi Desa Teluk Bakau berupa dataran rendah dan berbukit-bukitkecil dengan ketinggian mencapai 10 meter dari dasar laut dan beriklim tropis yaitu mengalami dua

pergantian musim selama setahun (musim kemarau dan musim hujan). Musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari sampai dengan Agustus, sedangakan musim hujan terjadi sekitar bulan September sampai dengan Januari. Curah hujan rata-rata tiap tahun ± 1500 mm/tahun dan temperatur harian berkisar antara 29°-31° C, dengan perbandingan suhu siang dan malam kecil. (Kantor Desa Teluk Bakau, 2013 ).

B. Persentase Tutupan Karang 1. Persen Tutupan Karang Stasiun I

Dari hasil pengamatan nilai rata-rata persen tutupan LC (life coral) pada Stasiun I sebesar 32,17% (dengan kategori persen tutupan sedang). Persen tutupan DCA (dead coral algae) 65,10% merupakan persen tutupan tertinggi pada Stasiun I. Pada stasiun ini rataan terumbu karang landai dikedalaman 4-5 meter dan pada Stasiun I ini ditemukan Acropora/AC dan karang mati yang sudah ditumbuhi lumut dan algae (

Dead Coral Witht Algea/DCA). Tingginya

tingkat kematian pada Stasiun I diduga disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan

yang menggunakan bubu. Dimana

penangkapan ini dengan cara membongkar karang dan meletakkannya disekeliling bubu ikan. Kondisi Stasiun I dekat dengan pemukiman penduduk, ada pelabuhan sandar kapal ikan dengan aktivitas yang cukup ramai. Tingginya aktivitas ini merupakan salah-satu faktor, selain penangkapan menggunakan bubu, yang menyebabkan tingginya persentase tutupan karang mati (DCA) di Stasiun ini. Salah satu aktivitas

(12)

terbesar manusia adalah kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat peanangkapan ikan salah satunya adalah bubu terbukti sangat merusak habitat terumbu karang (Pet-Soede et al.2001)

2. Persen Tutupan Karang Stasiun II

Dari hasil pengamatan nilai rata-rata persen tutupan LC (life coral) pada Stasiun II sebesar 46% (dengan kategori persen tutupan sedang). Persen tutupan DCA (dead coral algae) 49% merupakan persen tutupan tertinggi pada Stasiun II. Sama halnya dengan keaadaan stasiun I tingkat karang mati (DCA) mendominasi lebih besar di bandingkan LC (life coral ) karena Stasiun II merupakan daerah penangkapan yang sangat ideal untuk menggunakan bubu tangkap ikan. Walaupun daerah ini merupakan daerah yang tidak berpenduduk dilokasi ini sangat banyak ikan karang yang terlihat pada saat penulis melakukan penelitian, penangkapan ikan karang sangat efektif menggunakan bubu ikan. Oleh karena itu pada stasiun II tingginya tingkat kematian karang (DCA) disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri.

3. Persen Tutupan Karang Stasiun III

Dari hasil pengamatan nilai rata-rata persen tutupan LC (life coral) pada Stasiun III sebesar 58% (dengan kategori persen tutupan bagus). Persen tutupan DCA (dead coral algae) 35%. Tingginya persen tutupan LC (life coral) dikarenakan lokasi ini merupakan tempat wisata sehingga

karang disekitar sangat dijaga oleh pemilik wisata kawasan ini. Selain itu kawasan pada Stasiun III juga merupakan kawasan area yang biasa digunakan untuk wisatawan melakukan snorkeling dan diving.

4. Persen Tutupan Karang Secara Keseluruhan

Analisis persen tutupan karang secara keseluruhan

Gambar 3. Analisis tutupan karang secara

keseluruhan

Dari hasil pengamatan secara keseluruhan dari ketiga stasiun didapat Na

(Non acropora): 27,96%, AC (Acropora):

17,87% dan total keselurahan persen tutupan karang hidup adalah 45,82% tergolong sedang

D. Kualitas Air

Rata-rata kualitas air pada tiga Stasiun dapat dilihat pada tabel 20 dibawah ini:

Tabel 5. Rata-rata Parameter Kualitas Air

NA 27.96% AC 17.87% DCA 49.53% PASIR 1.36% SC 0.14% BULU BABI 3.01% FS 0.13% 100.00% SECARA KESELURUHAN

(13)

1. Suhu

Nilai yang dilihat pada tabel menunjukkan bahwa memiliki kisaran terendah yaitu 27oC hal ini disebabkan daerah ini dikelilingi oleh daratan dengan berbagai vegetasi yang mampu menyerap cahaya mata hari langsung. Tidak jauh berbeda pada stasiun II kisaran rata-rata 27.2oC tidak jauh beda dengan stasiun I, lokasi ini juga dikelilingi daratan yang hidup berbagai vegetasi. Dan stasiun III merupakan stasiun tertinggi dengan rata-rata 28oC karena daerah ini merupakan daerah yang tidak dikelilingi daratan tidak adanya

Vegetasi tumbuhan daratan yang

mengelilingi stasiun ini membuat penyerapan cahaya matahari langsung kedalam badan air. Namun demikian kisaran suhu di perairan Desa Tuluk Baku Kabupaten Bintan dalam kisaran normal. Terumbu karang pada umumnya ditemukan pada perairan dengan suhu 18 - 36°C, dengan suhu optimum 26-28°C (Birkeland, 1997).

2. Salinitas

Nilai salinitas pada tabel menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki kisaran salinitas 34o/oo yang memiliki

salinitas terendah dibandingkan stasiun II kisaran rata-rata 34.8o/oo dan stasiun III

kisaran rata-rata 35.8o/oo stasiun I meupakan

daerah yang berpenduduk diamana air limbah penduduk sekitar langsung dibuang kedalam air. Stasiun II tidak jauh berbeda karena daerah ini muleupakan daerah teluk yang dikelilingi daratan yang bebagai

vegetasi di sekitarnya. Di stasiun III memiliki salinitas tertinggi. Dimana daerah ini berhadapan langsung dengan lautan bebas.

Kadar salinitas air laut dipengaruhi oleh jumlah zat-zat terlarut di dalamnya. Zat-zat yang terlarut dalam air laut meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa

organik dan gas-gas

terlarut (Nybakken,1992). Salinitas daerah tropis rata-rata berkisar 35o/oo dan terumbu

karang hidup subur dengan kisaran salinitas 34-36 o/oo. Pengaruh salinitas terhadap

binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai, hujan dll

3. Kecepatan Arus

Kecepatan arus tidak jauh berbeda dengan stasiun lainya. Bisa dilihat pada tabel stasiun I rata 0.4 m/dtk stasiun II rata-rata 0.48 m/dtk dan stasiun III rata-rata-rata-rata 0.5 m/dtk. Stasiun I memiliki kecepatan arus yang terendah dibandingkan dengan dua stasiun lainnya. Hal ini disebabkan lingkungan ini di tutupi oleh daratan dan rumah penduduk sehingga membuat angin terhambat oleh kondisi lingkungan sekitar dan tidak secara langsung ke perairan karena arah angin ditutupi oleh daratan dan rumah pendidik disekitar lokasi. Stasiun II memiliki karakteristik lingkungan yang hampir sama dengan stasiun I hanya saja dilingkungan stasiun ini daerah tidak berpenduduk. Dan stasiun III memiliki kecepatan arus tertinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya, hal ini disebabkan

(14)

perairan ini adalah perairan terbuka. Sehingga membuat angin yang bertiup bias langsung keperairan daerah ini. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus Ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwelling dan downwelling (Wyrtki 1961).

4. Kedalaman

Hasil pengkuran kedalaman perairan pada tabel, didapat bahwa pada stasiun I rata-rata kedalaman 4.46 meter dimana pada stasiun ini memiliki perairan yang agak curam dan terjal, stasiun dengan rata-rata di kedalaman II 4.15 meter tidak jauh dengan kondisi perairan pada stasiun I, pada stasiun II juga memliki perairan yang agak curam dan terjal dan stasiun III dengan rata-rata 4.8 meter. Dimana daerah ini memiliki pinggiran perairan yang sangat terjal dan curam.

E. Hubungan Kualitas Air dan Persen Tutupan Karang Hidup (Lc)

Dari empat parameter kualitas air, hanya kedalaman dan salinitas yang memenuhi asumsi uji regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear berganda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Regresi Linear Berganda

Dari tabel diatas diketahui nilai Dari tabel diatas diketahui analisis keragaman (anova) nilai probabilitasnya 0,05 yang berarti model regresi ini bisa digunakan untuk memprediksi tutupan karang. Persamaan regresi linear bergandanya adalah :

Lc = 16.75Kedalaman + 15.32 Salinitas -570.07

yang berarti bahwa bila tidak ada faktor kedalaman dan salinitas maka persen tutupan karang hidup (Lc) akan turun sebesar 570.07 satuan. Faktor kedalaman dan suhu berpengaruh positif terhadap persen tutupan karang hidup (Lc). Faktor kedalaman akan meningkatkan persen tutupan karang sebesar 16,75 satuan,

sedangkan faktor salinitas akan

meningkatkan persen tutupan karang hidup sebesar 15.32 satuan. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,58 (faktor kedalaman dan salinitas menjelaskan sebesar 58% variasi dari persen tutupan karang hidup).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan maka dapat di simpulkan sebagai berikut :

(15)

1. Persen tutupan karang hidup (life

coral/LC) berdasarkan benthic life form

(bentuk morfologi karang) dengan kategori berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 berturut-turut adalah untuk Stasiun I 32,17% (kategori sedang), Stasiun II 46,67% (kategori sedang), Stasiun III 58,63% (kategori bagus) dan secara keseluruhan 45,82% (kategori sedang).

2. Hubungan antara parameter kualitas perairan dan persen tutupan dengan analisis regresi linear sederhana didapatkan persamaan :

Lc = 16.75Kedalaman + 15.32 Salinitas -570.07

yang berarti bahwa bila tidak ada faktor kedalaman dan salinitas maka persen tutupan karang hidup (life coral/LC) akan turun sebesar 570.07 satuan. Faktor kedalaman dan suhu berpengaruh positif terhadap persen tutupan karang hidup (Lc). Faktor kedalaman akan meningkatkan persen tutupan karang sebesar 16,75 satuan,

sedangkan faktor salinitas akan

meningkatkan persen tutupan karang hidup sebesar 15.32 satuan.

B. Saran

Penelitan ini merupakan penelitian yang menggunakan metode LIT (Line

Intersept Transect), disarankan perlu adanya

monitoring yang berkelanjutan serta membuatkan larangan berupa perda tentang kelestarian terumbu karang di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan.

DAFTAR PUSTAKA

Savitri, L A 2000. Berkalaborasi Dalam

Pengelolaan Pasir. Bogor. Warta

Konservasi Lahan Basah. Hlm : 6-8,127

Kimbal. J. W. 1999. Biologi. Jilid 3. Edisi V. Jakarta Erlangga. Hlm: 898-889 Suharsono. 1996. Wisata Bahari Pulau

Belitung. P30 LIPI. Jakarta hlm :

49-55.

Tomsicik, T, A J. Mah. A, Nontji, M.K. Moosa 1997. The Wcology Of The

Indonesian Seas. Part I. Singapore.

Periplus Edition: hlm: 233-255. Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut: Suatu

Pendekatan Ekologis. Terj. Dari Merine Biology. An Ecological Approach, oleh Ediman, M.,

Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, & S. Sukardja. 1992. Dari. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hlm xv=459.

Supriharyono, M. S. 2000a Pengelolaan

Ekosistem Terumbu Karang.

Djambatan. Jakarta. Hlm: X, 20-29. Supriharyono, M. S. 2000b. Pelestarian dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir. Penerbit PT.

Gramedia Utama Jakarta hlm: 71-74.

Gambar

Gambar 2. Lokasi Penelitian  2.    Tekhnik Pengambilan Data
Tabel 3. Contoh Lembar Pencatatan Data
Tabel  4.  Penghitungan  %  Tutupan  Keseluruhan
Gambar   3. Analisis tutupan karang secara  keseluruhan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Segenap Staf Tata Usaha Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah banyak membantu dalam mengurus surat-surat yang penulis perlukan.. KAP

Selanjutnya jika membandingkan nilai kesalahan dan nilai fungsi dari iterasi terakhir pada MC, MH dan MSH yang sama-sama memiliki kekonvergenan orde tiga, dapat dilihat pada Tabel

Tata kerja kelompok ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aturan besar kelompok SHK Lestari Muara Tiga sebagai acuan atau landasan pelaksanaan kerja kelompok dalam

Dengan kaedah menghadkan kerugian hanya pada 8% di bawah harga belian, kita dapat pastikan setiap kerugian itu adalah kerugian-kerugian kecil, yang tidak dapat menggugat usaha

Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan dalam penelitian untuk

Berdasarkan kriteria interpretasi data 75% termasuk kualifikasi cukup valid, karena tampilan media animasi secara keseluruhan sudah cukup baik untuk digunakan dalam

Pengumpulan data dilakukan dengan mendeskripsikan langkah pengembangan dengan model ADDIE dengan mengintegrasikan matakuliah Bioteknologi berbasis bioinformatika