• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes

schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI

SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH :

SITI AISYAH 100302075

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes

schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI

SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

SITI AISYAH 100302075

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes

schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI

SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

SITI AISYAH 100302075

Skripsi Sebagai Salah Satu diantara beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

Nama : Siti Aisyah

NIM : 100302075

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Desrita, S.Pi., M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

Adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Medan, September 2014

(6)

ABSTRAK

Siti Aisyah: Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan DESRITA.

Penelitian ini dilakukan di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014 di empat titik lokasi yang berbeda dengan menggunakana metode sensus. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aspek pertumbuhan (hubungan panjang bobot, faktor kondisi dan keofisien pertumbuhan) dan mengetahui reproduksi (nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur). Jumlah ikan lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) yang tertangkap adalah 55 ekor. Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan lemeduk betina dengan panjang asimtotik (L∞) sebesar 282.45 mm untuk ikan lemeduk jantan panjang asimtotik (L∞) sebesar 304.50 mm, koefisien pertumbuhan ikan lemeduk betina sebesar 0.4750 dan 0.750 untuk ikan jantan. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan lemeduk yaitu Lt = 282.45 (1-e -0.4750 (t-0.18)) untuk ikan jantan Lt = 304.50 (1-e

-0.750 (t-0.11)

). Nilai faktor kondisi ikan lemeduk betina dan jantan berkisar 0.94692-1.05966. Nisbah kelamin terdiri dari 21 ekor ikan betina dan 34 ekor ikan jantan dengan nisbah kelamin seimbang. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan lemeduk betina dan jantan ditemukan I-IV. Indeks kematangan gonad (IKG) betina 0.05% - 9.66% dan pada ikan jantan 0.05% - 9.75%. Ukuran pertama kali matang gonad ikan jantan yaitu 193 mm. Fekunditas ikan lemeduk betina yaitu 8.635-54.372 butir. Distribusi diameter telur ikan lemeduk betina pada sebaran 0.068-0.1202 mm.

(7)

ABSTRAK

SITI AISYAH: The Aspects of Reproductive Biology in Belumai River Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Under direction DARMA BAKTI and DESRITA.

This research was done in Belumai River Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. This research was done in May until June 2014 in four different locations by using census method. The purpose of this research is to know the aspect of growth (the length weight relationship, the condition factor, and the growth coefficient) and to know the reproduction (the sex ratio, the gonad maturity level, the gonad maturity index, the size of the first mature gonad, fecundity, and the egg diameter). The number of lemeduk fish

(Barbodes schwanenfeldii) which caught is 55 fish. The results of the Von

Bertalanffy growth equation for female lemeduk female with asymptotic length

(L∞) is 282.45 mm, for male lemeduk with asymptotic length (L∞) is 304.50

mm, and the growth coefficient for female lemeduk is 0.4750 and for male fish is 0.750. The equation of the length weight relationship of a female lemeduk is Lt = 282.45 (1-e -0.4750 (t-0.18)) and for male lemeduk fish is Lt = 304.50 (1-e -0.750

(t-0.11)

). The condition factor for the female lemeduk and male lemeduk are about 0.946-1.059. The sex ratio is consisting of 21 females fishes and 34 male fishes with a balanced sex ratio. The maturity gonad level for lemeduk female fish and male fish are found in I-IV. The gonad maturity index for female fish is 0,05% - 9,66% and for male fish is 0,05% - 9,75%. The size of the first mature gonad for male fish is 193 mm. The fecundity of female lemeduk is 8635-54372 points. The distribution of the female lemeduk egg diameter is 0.068-0.1202 mm.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyesuaikan usulan penelitian yang berjudul “Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) Di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi

Sumatera Utara.” Usulan penelitian ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat memenuhi penelitian untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(9)

Andreas Marpaung, Hery Syahputra Siregar, Irfandhie Hamzah Nasution, Ronald Fadli Naibaho dan adinda Diandra Puteri MSP 2013 yang telah bersedia membantu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh Bapak/Ibu dosen Manajemen Sumberdaya Perairan dan pegawai tata usaha Manajemen Sumberdaya Perairan Kak Nur Asiah, A.Md. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada nelayan di Sungai Belumai, Bapak Adek, Bapak Anto dan Bapak Pendi, serta kepada seluruh pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan kontribusi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang pengelolaan sumberdaya perairan dan perikanan.

Medan, November 2014

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 9 Desember 1992. Anak dari pasangan bapak A.R. Siregar dan ibu N. Harahap merupakan putri kedua dari 2 bersaudara. Pendidikan formal pertama diawali di TK Negeri Pembina, Deli Serdang pada tahun 1998 dan dilanjutkan di SDN 108306 Tanjung Garbus pada tahun 1999-2004. Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Lubuk Pakam dan selesai pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Lubuk Pakam dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

(11)
(12)

Indeks Kematangan Gonad ... 36 Kondisi Umum Stasiun Pengamatan di Sungai Belumai, Sumatera Utara ... 50

Rekomendasi Pengelolaan Perikanan Ikan Lemeduk di Sungai Belumai Pengaturan Ukuran Ikan Lemeduk Layak Tangkap di Sungai Belumai ... 75

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 79 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 5

2. Ikan Lemeduk (Barbodes Schwanenfeldii) ... 7

3. Tahapan Penelitian ... 25

4. Stasiun I ... 27

5. Stasiun II ... 27

6. Stasiun III ... 28

7. Stasiun IV ... 28

8. Gambar Lokasi Setiap Stasiun ... 29

9. Gambar Pengukuran Panjang Total Dan Baku Ikan ... 30

10. Jumlah Ikan Yang Tertangkap Berdasarkan Lokasi Pengamatan ... 40

11. Distribusi Ikan Lemeduk Jantan Dan Betina Berdasarkan Kelas Ukuran Panjang ... 40

12. Histogram Sebaran Ikan Lemeduk Jantan Dan Betina Pada Setiap Bulan Pengamatan ... 41

13. Grafik Hubungan Panjang-Bobot Ikan Lemeduk Jantan Dan Betina 42

14. Histogram Nilai Faktor Kondisi Ikan Lemeduk Berdasarkan Lokasi Pengamatan ... 43

15. Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk Berdasarkan Lokasi Pengamatan .... 45

16. Histogram Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk Berdasarkan Selang Kelas Ukuran Panjang ... 45

17. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk Berdasarkan Bulan Pengamatan ... 46

18. Histogram Indeks Kematangan Gonad Ikan Lemeduk ... 47

19. Grafik Hubungan Fekunditas Dengan Panjang Total Dan Bobot Ikan Lemeduk ... 48

(15)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk ... 17

2. Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air Di Sungai Belumai... 39

3. Hubungan Panjang-Bobot Ikan Lemeduk ... 43

4. Nilai Faktor Kondisi Ikan Lemeduk Jantan Dan Betina ... 43

5. Nilai Faktor Kondisi Ikan Lemeduk Berdasarkan Stasiun Pengamatan ... 43

6. Parameter Pertumbuhan K, L∞, t0 Ikan Lemeduk ... 44

7. Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk Berdasarkan Bulan Penelitian ... 44

8. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk Berdasarkan Lokasi Penelitian ... 46

9. Fekunditas Telur Ikan Lemeduk Berdasarkan Ukuran Tubuh ... 47

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Bagan Metode Winkler Untuk Mengukur DO ... 85 2. Data Parameter Fisika Kimia Perairan ... 86 3. Data Ikan Lemeduk Berdasarkan Stasiun Pengamatan Di Sungai

Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara ... 4. Sebaran Frekuensi Jumlah Ikan Lemeduk Di Sungai Belumai

Berdasarkan Selang Ukuran Panjang ... 87 5. Sebaran Frekuensi Jumlah Ikan Lemeduk Di Sungai Belumai

Berdasarkan Bulan Pengamatan ... 88 6. Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk ... 90 7. Uji Chi-Square Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk

Berdasarkan Waktu Pengambilan Sampel ... 91 8. Uji Chi-Square Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk

Berdasarkan Selang Kelas ... 92 9. Uji Chi-Square Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk

Berdasarkan Jenis Kelamin TKG III dan TKG IV ... 93 10. Jumlah Ikan Berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk

Di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 94 11. Pendugaan Ukuran Pertama Kali Ikan Lemeduk Matang Gonad ... 9 12. Foto Peralatan Penelitian ...

(17)

ABSTRAK

Siti Aisyah: Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan DESRITA.

Penelitian ini dilakukan di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014 di empat titik lokasi yang berbeda dengan menggunakana metode sensus. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aspek pertumbuhan (hubungan panjang bobot, faktor kondisi dan keofisien pertumbuhan) dan mengetahui reproduksi (nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur). Jumlah ikan lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) yang tertangkap adalah 55 ekor. Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan lemeduk betina dengan panjang asimtotik (L∞) sebesar 282.45 mm untuk ikan lemeduk jantan panjang asimtotik (L∞) sebesar 304.50 mm, koefisien pertumbuhan ikan lemeduk betina sebesar 0.4750 dan 0.750 untuk ikan jantan. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan lemeduk yaitu Lt = 282.45 (1-e -0.4750 (t-0.18)) untuk ikan jantan Lt = 304.50 (1-e

-0.750 (t-0.11)

). Nilai faktor kondisi ikan lemeduk betina dan jantan berkisar 0.94692-1.05966. Nisbah kelamin terdiri dari 21 ekor ikan betina dan 34 ekor ikan jantan dengan nisbah kelamin seimbang. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan lemeduk betina dan jantan ditemukan I-IV. Indeks kematangan gonad (IKG) betina 0.05% - 9.66% dan pada ikan jantan 0.05% - 9.75%. Ukuran pertama kali matang gonad ikan jantan yaitu 193 mm. Fekunditas ikan lemeduk betina yaitu 8.635-54.372 butir. Distribusi diameter telur ikan lemeduk betina pada sebaran 0.068-0.1202 mm.

(18)

ABSTRAK

SITI AISYAH: The Aspects of Reproductive Biology in Belumai River Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Under direction DARMA BAKTI and DESRITA.

This research was done in Belumai River Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. This research was done in May until June 2014 in four different locations by using census method. The purpose of this research is to know the aspect of growth (the length weight relationship, the condition factor, and the growth coefficient) and to know the reproduction (the sex ratio, the gonad maturity level, the gonad maturity index, the size of the first mature gonad, fecundity, and the egg diameter). The number of lemeduk fish

(Barbodes schwanenfeldii) which caught is 55 fish. The results of the Von

Bertalanffy growth equation for female lemeduk female with asymptotic length

(L∞) is 282.45 mm, for male lemeduk with asymptotic length (L∞) is 304.50

mm, and the growth coefficient for female lemeduk is 0.4750 and for male fish is 0.750. The equation of the length weight relationship of a female lemeduk is Lt = 282.45 (1-e -0.4750 (t-0.18)) and for male lemeduk fish is Lt = 304.50 (1-e -0.750

(t-0.11)

). The condition factor for the female lemeduk and male lemeduk are about 0.946-1.059. The sex ratio is consisting of 21 females fishes and 34 male fishes with a balanced sex ratio. The maturity gonad level for lemeduk female fish and male fish are found in I-IV. The gonad maturity index for female fish is 0,05% - 9,66% and for male fish is 0,05% - 9,75%. The size of the first mature gonad for male fish is 193 mm. The fecundity of female lemeduk is 8635-54372 points. The distribution of the female lemeduk egg diameter is 0.068-0.1202 mm.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai belumai merupakan salah satu dari sungai terbesar yang ada di kabupaten Deli Serdang. Daerah aliran sungai ini mempunyai luas 78.624,55 ha. Aliran Sungai Belumai melintasi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Tanjung Morawa dan Kecamatan Beringin. Seperti sungai pada umumnya, sungai ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai tempat mata pencaharian, irigasi lahan persawahan, dan sumber air bersih.

Sungai Belumai memiliki beberapa jenis ikan yang khas antara lain ikan jurung (Tor tambroides), ikan lemeduk (Barbodes schwanenfeldii), ikan baung (Mystus nemurus), ikan sebarau (Hampala sp.) dan lainnya. Keempat jenis ikan ini merupakan ikan konsumsi dengan harga yang tinggi. Seiring berjalannya waktu dengan meningkatnya berbagai aktivitas di sepanjang aliran sungai, membuat ikan-ikan tersebut menurun populasinya. Tingginya tingkat pemanfaatan ikan dari perairan umum juga dikhawatirkan akan menyebabkan kepunahan populasi.

(20)

di Sungai Belumai yang mungkin akan mengalami penurunan populasi jika tidak segera dilakukan pengelolaan dan pengembangannya.

Menurut Yustina dan Arnentis (2002) penangkapan ikan (B. schwanenfeldii) di perairan umum cenderung tidak terkendali, karena hasil tangkapan merupakan prioritas bagi nelayan. Tidak jarang ikan yang matang gonad dan siap berpijah juga ikut tertangkap. Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan populasi.

Salah satu upaya pencegahan penurunan populasi dan pelestarian dibutuhkannya suatu informasi aspek biologi reproduksi yang dapat menunjang pengelolaan dan pengembangan ikan lemeduk termasuk upaya ke arah kegiatan budidaya di kolam. Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus hidup organisme yang menentukan keberadaan dan menjamin kelangsungan hidup suatu populasi. Dengan mengetahui aspek reproduksinya, penurunan populasi ikan dapat ditekan melalui pelarangan pada musim-musim ikan lemeduk memijah.

(21)

Perumusan Masalah

Ikan lemeduk merupakan salah satu jenis ikan yang terdapat di Sungai Belumai yang mempunyai nilai ekonomis. Ikan lemeduk ini memberikan kontribusi berarti untuk meningkatkan ekonomi masyarakat nelayan. Disepanjang aliran sungai ini terdapat masyarakat yang bekerja sebagai nelayan tetap dan nelayan tidak tetap. Dimana jumlah nelayan tetap 40 orang dan jumlah nelayan tidak tetap ± 21 orang. Seiring berjalannya waktu masyarakat nelayan mulai merasakan penurunan terhadap hasil tangkapannya. Dugaan mengenai penurunan populasi dari ikan ini dikarenakan tingginya permintaan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis, sehingga upaya penangkapan meningkat. Selain itu, penurunan populasi juga disebabkan masuknya limbah-limbah rumah tangga, rumah sakit dan khususnya industri. Beberapa masyarakat setempat menyatakan bahwasanya limbah industri di sepanjang aliran Sungai Belumai sangat mengganggu populasi ikan. Limbah tersebut dengan cepat membunuh ikan-ikan yang ada di Sungai Belumai serta merubah parameter kualitas air di Sungai Belumai sehingga menyebabkan terganggunya habitat ikan.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana aspek biologi reproduksi (Nisbah kelamin, IKG, TKG, Ukuran pertama kali matang gonad, Fekunditas dan Diameter telur) ikan lemeduk di Sungai Belumai?

(22)

3. Bagaimana pengaruh parameter fisika kimia perairan terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan lemeduk di Sungai Belumai?

Kerangka Pemikiran

Sumberdaya ikan lemeduk yang ada di Sungai Belumai sangat bergantung pada keadaan kualitas perairan habitatnya. Seperti pada umumnya, Sungai Belumai ini juga dipengaruhi oleh beberapa aktivitas yang dilakukan manusia, seperti kegiatan penangkapan, Industri, PDAM, dan rumah tangga. Beberapa dari kegiatan yang dilakukan tersebut berpengaruh terhadap kualitas perairan dari habitat ikan lemeduk. Pengaruh nyata dampak dari kegiatan tersebut adalah terjadinya perubahan kondisi lingkungan.

(23)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

1. Bagaimana aspek biologi reproduksi (Nisbah kelamin, IKG, TKG Ukuran pertama kali matang gonad, Fekunditas dan Diameter telur) ikan lemeduk di Sungai Belumai?

2. Bagaimana pertumbuhan ikan lemeduk (Sebaran Frekuensi Panjang, Hubungan Panjang dan Bobot Ikan, dan Pendugaan Parameter Pertumbuhan) di Sungai Belumai?

3. Mengetahui pengaruh parameter fisika kimia perairan terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan lemeduk di Sungai Belumai?

Sungai Belumai

Penangkapan PDAM,

Industri

Rumah Tangga

Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii)

Pertumbuhan Reproduksi

Parameter Fisika Kimia Air

(24)

Manfaat Penelitian

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologis Ikan Lemeduk

Klasifikasi ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Barbodes

Spesie : Barbodes schwanenfeldii

Ikan Lemeduk mempunyai sinonim nama seperti Barbonymorus schwanefeldii, Barbus pentazona schwanefeldii, Barbus schwanefeldii, Puntius schwanefeldii (Fishbase, 2014). Ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii) mempunyai nama lokal yang sering disebut ikan kapiek, lempam, lempem, lampam, tenadak merah (Gambar 2).

(26)

Ikan Lemeduk mempunyai ciri-ciri seperti bentuk tubuh pipih melebar dengan badan berwarna perak dan kuning keemasan, sirip punggung berwarna merah dengan bercak hitam pada ujungnya, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur berwarna merah, sirip ekor berwarna oranye atau merah dengan pinggiran garis hitam dan putih sepanjang cuping sirip ekor. Garis rusuk dengan sisik garis rusuk 35-36, terdapat 13 sisik sebelum awal sirip punggung dan 8 sisik antara sirip punggung dan gurat sisi (Kottelat dan Whitten, 1993). Ukuran rata-rata ikan ini antara 10-25 cm dan berat sekitar 200-600 g. Ikan ini dapat mencapai ukuran maksimal 30 cm dan berat lebih dari 1 kg (Christensen, 2007 dalam Isa, dkk., 2012).

Distribusi Habitat

Ikan lemeduk merupakan ikan yang hidup di sungai dan danau. Pada musim banjir ikan ini masuk ke rawa-rawa dan tempat-tempat yang baru tergenang. Ikan-ikan ini sering tertangkap di tempat-tempat yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan pada malam hari berada di daerah pinggir dan tempat yang bervegetasi (Setiawan, 2007). Distribusi ikan Lemeduk ini mulai dari Sumatra, Borneo, Malaya dan Indochina. Ikan ini merupakan ikan konsumsi penting, terutama di Sumatera Barat yang secara umum dipelihara di kolam-kolam (Kottelat dan Whitten, 1993).

(27)

Di daerah Riau, ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii) merupakan salah satu spesies ikan hasil utama Sungai Kampar dan perairan umum lain sekitarnya. Ikan lemeduk tertangkap dengan alat tangkap seperti rawai, jala, jaring insang dan pancing. Penangkapan ikan dilakukan sepanjang tahun, namun khusus ikan Lemeduk, puncak penangkapannya adalah musim kemarau yaitu pada saat permukaan air di sungai mencapai titik paling rendah. Pada waktu tersebut kadang-kadang penangkapan dilakukan beramai-ramai dengan menggunakan jaring atau alat penangkap yang terbuat dari daun kelapa (Siregar, 1989).

Pertumbuhan

Pola pertumbuhan dapat memberikan informasi tentang hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan, merupakan langkah utama yang penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Pola pertumbuhan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan sangat bermanfaat dalam penentuan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Mulfizar, dkk., 2012).

Pertumbuhan merupakan proses utama dalam hidup ikan, selain reproduksi. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, bobot maupun volume. Ikan bertumbuh terus sepanjang hidupnya, sehingga dikatakan bahwa ikan mempunyai sifat pertumbuhan tidak terbatas (Rahardjo, dkk., 2011).

(28)

diantaranya ialah keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Dalam suatu kultur, faktor keturunan mungkin dapat dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali kiranya mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi sedikit lambat. Sebagian dari makanan yang dimakan tertuju kepada perkembangan gonad. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan. Namun dari kedua faktor itu belum diketahui faktor mana yang memegang peranan lebih besar (Effendie, 2002). Royce (1973) dalam Febriani (2010) menyatakan kombinasi dari kedua faktor ini biasanya sangat berpengaruh di daerah perairan temperate atau wilayah artik yang membeku pada musim dingin. Hal ini dikarenakan ketika suhu mendekati 0°C maka aktivitas metabolisme dan pertumbuhan bersifat minimal.

Pada awalnya ikan tumbuh lambat, karena pada saat itu masih dalam fase perkembangan hidup awal ketika pertumbuhan lebih dipusatkan pada penyempurnaan organ-organ tubuh. Ketika organ tubuh telah sempurna berkembang, maka pertumbuhan dalam panjang menjadi pesat sampai mencapai kedewasaan. Selanjutnya jumlah energi yang masuk dialihkan dari pertumbuhan jaringan somatik kepada pertumbuhan jaringan gonad. Sebagai konsekuensinya laju pertumbuhan ikan dewasa lebih lambat daripada ikan belum dewasa (Rahardjo, dkk., 2011)

(29)

menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan dan perubahan dari lingkungan (Effendie, 2002).

Hubungan panjang dan beratnya ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu menduga bobot ikan dari panjang untuk individu ikan atau untuk kelas panjang ikan, menduga biomassa ikan jika sebaran frekuensi panjang diketahui, dan mengubah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dalam panjang menjadi pertumbuhan dalam bobot (Rahardjo, dkk., 2011). Hubungan panjang antara variabel panjang dan bobot ikan dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Rumus umum mengenai hubungan panjang bobot adalah W=aLb, dengan a dan b adalah konstanta yang diperoleh dari perhitungan regresi antara W (bobot) dan L (panjang) (Effendie, 1997). Semakin berat tubuh ikan akan linear dengan tingkat kematangan gonad (TKG) dan nilai indeks gonad somatik (Azrita, dkk., 2010).

Seksualitas Ikan

Dilihat dari fungsi reproduksinya, ikan terbagi menjadi dua yakni jantan dan betina. Sebagian besar jenis ikan tidak menunjukkan perbedaan tubuh luar antara jantan dan betina. Kondisi ini dinamakan monomorfisme. Perbedaan kedua jenis kelamin ini secara nyata hanya dapat dilakukan dengan membedah ikan dan melihat ciri seksual primer. Ciri seksual primer ditandai oleh organ yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi, yaitu testis dan salurannya pada ikan jantan dan ovarium dan salurannya pada ikan betina. Ciri ini tampak dengan jelas dan pasti pada ikan yang dewasa (Rahardjo, dkk., 2011).

(30)

morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina, maka spesies itu mempunyai seksual dimorfisme. Apabila yang menjadi tanda tadi itu warna, maka ikan itu mempunyai sifat seksual dikromatisme. Pada ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarik dari pada ikan betina (Effendie, 2002).

Menurut Haryono (2006) ciri kelamin sekunder berguna untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan terhadap organ reproduksinya. Pada ikan lemeduk tidak ditemukannya adanya tanda-tanda luar (ciri seksual sekunder) (Siregar, 1989). Berdasarkan tipe reproduksinya, ikan dapat dibagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama adalah gonokhorisme (gonochorism), yaitu memiliki jenis kelamin yang terpisah. Tipe kedua adalah hermaprodit (hermaphroditism), yaitu kedua jenis kelamin berada pada individu yang sama. Tipe ketiga adalah uniseksualitas (unisexuality), yaitu spesies yang semua individunya betina (Zairin, 2002).

(31)

awalnya ikan jantan lebih banyak dari pada ikan betina, kemudian rasio kelamin berubah menjadi 1:1 diikuti dengan dominasi ikan betina. Namun pada kenyataannya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi dan keseimbangan rantai makanan (Effendie, 2002).

Reproduksi Ikan

Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup organisme, dengan mengetahui biologi reproduksi ikan dapat memberikan keterangan yang berarti mengenai tingkat kematangan gonad, fekunditas, frekuensi dan musim pemijahan, serta ukuran ikan pertama kali matang gonad (Nikolsky, 1963 dalam Setiawan, 2007).

Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terdapat perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan betina 10-25 % dan pada ikan jantan 5-10% dari bobot tubuh. Pengetahuan tentang perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Pengetahuan tentang kematangan gonad juga didapatkan keterangan bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya matang, ada hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tang dan Affandi, 2004).

(32)

dengan berkembangannya gonad. Saat mulai berkembang, gonad ikan betina (telur) mulai terlihat dan akan memenuhi rongga tubuh saat memasuki tahap matang dan gonad jantan (testis) akan berwarna pucat saat mulai matang (Bakhris, 2008).

Banyak jenis ikan terutama yang hidup di daerah tropis, bereproduksi sepanjang tahun. Tetapi, kebanyakan jenis ikan mempunyai waktu memijahnya sendiri-sendiri. Ada yang biasa memijah pada bulan purnama, dan ada pula yang memijah ketika terjadi air pasang (Patent, 1976 dalam Fahmi, 2001).

Yustina dan Arnentis (2002) berpendapat ikan kapiek (B. schwanenfeldii) bereproduksi disekitar bulan September. Pada bulan September jumlah ikan semakin berkurang, disebabkan oleh permukaan air yang naik dan merupakan stimulus bagi ikan untuk bereproduksi. Berarti ikan pada bulan September sudah mulai melakukan perjalanan (ruaya) ke daerah pemijahan. Ikan dalam melakukan ruaya ke daerah pemijahan antara ikan jantan dan ikan betina masing-masing membuat kelompok sendiri. Umumnya jadwal pemijahan pada ikan berhubungan dengan penyesuaian terhadap keadaan yang menguntungkan, terutama yang berhubungan dengan persediaan makanan yang diambil dari luar setelah persediaan kuning telurnya habis (Elrifadah dan Rimalia, 2013).

(33)

Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan ialah tahap tertentu dari perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Kematangan gonad merupakan berbagai tahap kematangan gonad sampai dengan kematangan akhir (final maturation) dari kematangan sperma atau ovum. Pengetahuan ini untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau belum melakukan proses reproduksi. Di samping itu untuk mendapat keterangan bilamana ikan akan memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak ada hubungan dengan pertumbuhan ikan, faktor lingkungan yang mempengaruhinya yaitu suhu, makanan, dan hormon (Tang dan Affandi, 2004).

Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies. Pengetahuan tentang pertama kali ikan matang gonad dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam seperti perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat-sifat fisiologis ikan tersebut. Sedangkan faktor luar adalah makanan, suhu dan arus (Setiawan, 2007). Pengetahuan tentang kematangan gonad diperlukan antara lain untuk mengetahui perbandingan ikan yang matang gonad dan yang belum dari stok yang ada dalam perairan, ukuran atau umur pertama kali ikan matang gonad, waktu pemijahan, lama dan frekuensi pemijahan.

(34)

dan warna serta perkembangan isi gonad. Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari anatomi perkembangan gonadnya. Dalam proses reproduksi, awalnya ukuran gonad kecil, kemudian membesar dan mencapai maksimal pada waktu akan memijah, kemudian menurun kembali selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Dengan memperhatikan perkembangan histologisnya gonad, akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan mendetail (Effendie, 1979). Secara histologis perkembangan gonad pada ikan jantan (spermatogenesis) ditandai dengan perbanyakan spermatogonia melalui pembelahan mitosis. Perkembangan awal ovarium, oogonia masih sangat kecil, berbentuk bulat dengan inti sel yang besar dibandingkan dengan sitoplasmanya (Gromann, 1982 dalam Sar, 2007).

(35)

Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii) menurut pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin.

Gonad berupa sepasang benang tetapi jauh lebih pendek dibandingkan ovarium ikan betina pada stadium yang sama pada stadium yang sama dan berwarna jernih belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang.

Gonad berwarna putih susu dan terlihat lebih besar dibandingkan pada gonad telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa susu dan mengisi sebagian besar peritoneum. kecoklatan dan lebih gelap. Telur-telur jelas terlihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III

Gonad makin besar dan pejal berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum.

V (Mijah)

Gonad masih seperti pada tingkat IV, sebagian telur telah mengalami oviposisi (Mijah)

Gonad bagian anal telah kosong dan lebih lembut.

Indeks Kematangan Gonad

(36)

dengan kisaran IKG ikan jantan (Effendie, 2002). Individu ikan yang sudah matang gonad sempurna umumnya mengalami pertambahan bobot gonad, pada ikan betina sekitar 10-25 %, sedangkan pada ikan jantan sekitar 5-10 % dari bobot tubuh (Tang dan Affandi, 2004).

Proses pematangan gonad sangat erat kaitannya dengan sinyal-sinyal lingkungan seperti ketersediaan makanan untuk anak-anak ikan nantinya. Selain itu, adanya substansi petrichor ketika permukaan perairan naik (flood) yang membasahi dataran yang kering setelah musim kemarau merupakan trigger untuk proses pemijahan (Van der Wall, 2006 dalam Elvyra, 2009).

IKG ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii) di Sungai Rangau, Riau berkisar antara 0,013% sampai 3,078%. Dari persentase tersebut mengindikasikan bahwa ikan Lemeduk termasuk ikan yang mempunyai nilai IKG kecil sekali (Yustina dan Arnentis (2002).

Fekunditas dan Diameter Telur

Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan (Effendie, 2002).

(37)

berdasarkan Setiawan (2007) sebesar 5.096 butir telur. Jumlah telur minimum ikan lampam ditemui pada TKG III sebanyak 1.393 butir telur dan jumlah telur maksimum ditemukan pada TKG IV sebanyak 7.825 butir.

Moyle dan Cech (1988) dalam Sari (2007) menyatakan bahwa fekunditas merupakan ukuran yang umum dipergunakan untuk mengetahui potensi reproduksi suatu jenis ikan. Secara umum, fekunditas akan meningkat sesuai dengan ukuran tubuh ikan. Lagler et al. (1962) dalam Haryono (2006) menyatakan bahwa jumlah telur yang diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk, ukuran, kondisi dan jenis ikannya, serta pola pemijahannya dispersal atau dierami.

Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (Effendie, 1997). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa telur yang berukuran besar menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi. Sementara itu ukuran larva lebih besar yang berasal dari telur besar daripada yang berasal dari telur kecil merupakan fenomena yang telah diketahui dengan baik. Ini terwujud baik pada tingkat intra maupun interspesifik dengan kekecualian viviparitas pada beberapa teleostei. (Tang dan Affandi, 2004).

Kualitas Air

(38)

atau mati. Sebaliknya, bila perubahan faktor lingkungan suatu daerah berubah dan sangat opimal bagi suatu jenis organisme yang dulunya disana kepadatannya rendah maka akan menyebabkan kepadatannya meningkat. Faktor abiotik yang merupakan faktor pembatas dapat hidupnya suatu organisme di suatu habitat adalah faktor fisika dan kimia antara lain adalah suhu, cahaya, pH, oksigen, nutrien didalamnya dan kecepatan arus. Bila ada satu faktor saja yang tidak cocok bagi kehidupan organisme disuatu habitat, maka organisme itu tidak akan dapat hidup di habitat itu (Suin, 2003).

Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimia dan biologis berperan dalam pengaturan hemoestatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Perubahan-perubahan faktor tersebut hingga batas tertentu dapat menyebabkan stres dan timbulnya penyakit (Irianto, 2005). Faktor lingkungan yang mempengaruhi daur reproduksi ikan antara lain suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, CO2, pH (Tang dan Affandi, 2001).

(39)

Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) (Salmin, 2005).

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga (Salmin, 2005).

(40)

perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003). Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan pada suhu di lingkungan sekelilingnya. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan dengan lainnya berbeda (Irianto, 2005).

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003).

(41)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel ikan dan pengukuran parameter fisika kimia perairan akan dilakukan pada bulan Mei-Juni 2014. Analisis sampel diameter telur ikan dilakukan di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan I dan analisis sampel kekeruhan air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan dan Lingkungan, Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian di lapangan dan laboratorium adalah GPS (Global Positioning System), jala, jaring insang, penggaris, cool box, toples, cawan petri, timbangan analitik, kertas milimeter blok, botol film, satu set alat bedah, mikroskop stereoscopic, object glass, kamera, dan alat tulis. Adapun bahan yang digunakan adalah ikan Lemeduk (B. schwanfeldii).

Alat untuk mengukur parameter kualitas air berupa secchi disk, termometer raksa, current meter, botol sampel, botol reagen, pipet tetes, jarum suntik, pH meter, tongkat skala, tali rafia, stopwatch dan bola duga. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sampel air, es, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3,

(42)

Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian yang akan dilaksanakan dimulai dari mengambil ikan lemeduk di habitatnya yaitu Sungai Belumai. Kemudian dilakukan pengukuran parameter fisika dan kimia air. Parameter fisika yang diukur berupa suhu, kedalaman, kekeruhan dan kecepatan arus. Pengukuran ini dilakukan secara langsung (in situ) di perairan Sungai Belumai. Sementara itu parameter kimia yang diukur berupa pH dan DO serta dilakukan secara langsung.

Setelah itu sampel ikan yang sudah didapat diteliti. Adapun dua aspek yang diteliti tersebut yaitu aspek pertumbuhan dan aspek reproduksinya. Untuk meneliti aspek pertumbuhannya dilakukan pengukuran panjang serta bobot dari ikan sampel. Pengukuran ini bertujuan untuk dapat mendapatkan nilai dari sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang dan bobot ikan, faktor kondisi, koefisien pertumbuhan serta pola pertumbuhan dari ikan lemeduk.

(43)

Gambar 3. Tahapan Penelitian

Pengambilan Sampel

Sampel diambil di Sungai Belumai yang akan dibagi menjadi 4 stasiun. Pengambilan sampel berupa ikan Lemduk (Barbodes scwhanenfeldii) dan sampel air untuk pengukuran fisika dan kimia perairan. Pengambilan sampel ikan dilakukan 4 kali dalam 2 bulan dengan interval pengambilan sampel 3 kali dalam

(44)

2 minggu, ikan diambil selama tiga hari pada masing-masing stasiun dengan menggunakan alat tangkap jala dan jaring insang (mesh size 2 inchi diameter tebar 4 meter) selanjutnya semua sampel ikan yang tertangkap diambil, kemudian sampel ikan diletakkan pada cool box yang berisi es kemudian telur yang sudah dibedah diawetkan dengan menggunakan alkohol 40 %.

Seperti halnya dengan sampel ikan pengukuran fisika kimia perairan akan dilakukan dilakukan 4 kali dalam 2 bulan dengan interval pengambilan sampel 1 kali dalam 2 minggu. Parameter fisika kimia perairan yang akan diukur berupa pengukuran suhu yang menggunakan termometer raksa, kedalaman diukur dengan menggunakan tongkat skala, kecepatan arus diukur dengan bola duga, pH diukur langsung menggunakan pH meter, DO (Dissolved Oxygen) diukur menggunakan metode winkler dan kekeruhan diukur dengan stoikiometri.

Deskripsi Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun I Berada di Perairan yang mendekati hulu Sungai Belumai tepatnya berada di Desa Bandar Labuhan dan terletak pada koordinat E 3° 29' 47,82'' N 98° 46' 5,55''. Daerah aliran sungai ini dikelilingi pepohonan (Gambar 4).

(45)

Gambar 4. Lokasi Stasiun I

Stasiun II Perairan Sungai Belumai yang berada di Kecamatan Tanjung Morawa dan terletak pada koordinat E 3° 31' 30,4'' N98° 47' 11,9''. Daerah aliran sungai ini berdekatan dengan pemukiman penduduk, PDAM dan rumah sakit (Gambar 5).

Gambar 5. Stasiun II

(46)

Gambar 6. Stasiun III

Stasiun IV Perairan Sungai Belumai yang terletak pada koordinat E 3° 38' 1,9'' N 98° 50' 6,3''. Pada daerah aliran sungai ini terdapat banyak aktivitas penangkapan yang dilakukan masyarakat

(Gambar 7).

(47)

Gambar setiap stasiun dapat dilihat pada gambar 8. Peta dibuat menggunakan software arcGIS.

Pengamatan Ikan Contoh di Laboratorium Pengukuran Panjang-Berat Total Ikan Contoh

Panjang total ikan diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor terbelakang dengan menggunakan penggaris dengan ketelitin 1 mm (Gambar 9). Berat ikan ditimbang menggunakan timbangan.

(48)

Keterangan

Pt = Panjang Total Pb = Panjang Baku

Pembedahan Ikan Contoh

Ikan contoh yang telah diawetkan didalam alkohol 40% dibedah menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut di bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis line lateralis sampai ke bagian belakang operculum kemudian ke arah central hingga ke dasar perut. Otot dibuka sehingga organ dalam ikan dapat terlihat. Kemudian gonad di ambil dan di timbang dengan menggunakan timbangan analitik (0,0001 g).

Penentuan Jenis Kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad

Jenis kelamin diduga melalui metode pemijatan (Ikan TKG IV). Ikan yang akan diperiksa, diberi tekanan sedemikian rupa pada perutnya mulai dari bagian depan ke arah anal. Dengan perlakuan seperti ini akan terlihat bahwa ikan jantan mengeluarkan cairan berwarna putih susu yaitu semen, dan pada ikan betina akan

Pt Pb

(49)

terlihat munculnya tonjolan berwarna kuning kehijauan pada kloakanya yaitu telur. Jenis kelamin juga dapat diduga melalui pembedahan (TKG I,II dan III) dengan melihat secara morfologi gonad dari masing-masing ikan contoh dan menentukan tingkat kematangan gonad ikan (Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk menurut Siregar, 1989).

Penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Berat gonad ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian sebesar 0,0001 g. Berat gonad ini diperlukan dalam penentuan IKG. Kemudian berat gonad dibandingkan dengan berat tubuh, dan hasilnya diperoleh dalam bentuk persen (%).

Perhitungan Fekunditas

Prosedur dalam penentuan fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gabungan yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama dengan mengangkat telur TKG III dan TKG IV dari dalam perut ikan. Tahap kedua diambil tiga bagian dari gonad tersebut yaitu bagian posterior, anterior, tengah gonad. Tahap ketiga gonad contoh ditimbang (berat gonad contoh) setelah itu diletakkan di dalam botol lalu diencerkan dengan air sebanyak 10 ml air kemudian sebanyak 1 ml pengenceran diambil menggunakan pipet tetes lalu dihitung jumlah telurnya.

Pengukuran Diameter Telur

(50)

diamati menggunakan mikroskop stereoscopic, micrometer okuler merk UYCP-12 (ketelitian 0,1 mm) dihitung diameter telurnya.

Analisis Data

Aspek Pertumbuhan Sebaran Frekuensi Panjang

Langkah-langkah dalam membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut (Walpole, 1992 dalam Rahmawati, 2006):

1. Menentukan banyaknya kelompok ukuran yang diperlukan dengan rumus: n = 1+3,32 Log N

Keterangan :

n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah ikan pengamatan

2. Menentukan lebar kelas setiap kelompok ukuran dengan rumus:

C =� − � �

Keterangan: C = Lebar kelas c = Kelas

a = Panjang maksimum ikan lemeduk b = Panjang minimum ikan lemeduk

3. Menentukan batas bawah kelompok ukuran yang pertama kemudian ditambahkan dengan lebar kelas dikurangi satu untuk mendapatkan batas atas kelompok ukuran berikutnya.

(51)

5. Masukkan frekuensi dari masing-masing kelompok ukuran yang ada kemudian menjumlahkan kolom frekuensi yang jumlahnya harus sama dengan data seluruhnya.

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan

Seringkali pertumbuhan ikan dinyatakan bukan dalam hubungan antara ukuran dengan waktu melainkan hubungan antara panjang dengan bobot. Pola pertumbuhan berawal dari anggapan bahwa ikan berbentuk kubus (tiga dimensi), maka bobot ikan dipandang merupakan fungsi panjang ikan dan secara umum dinyatakan dalam rumus (Effendie, 1979)

W= aLb Keterangan W = Bobot ikan (gram)

L = Panjang ikan (mm), a dan b = konstanta

Dari persamaan tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan panjang dan berat ikan tersebut. Jika didapatkan nilai b=3 berarti pertumbuhan ikan seimbang antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya (isometrik). Akan tetapi, jika nilai b<3 berarti pertambahan panjangnya lebih dominan dari pada pertambahan beratnya (alometrik negatif) dan jika b>3, maka pertambahan beratnya lebih dominan dari pertambahan panjangnya (alometrik positif).

Untuk mengkaji dalam penentuan nilai b maka dilakukan uji t, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang dibuat.

(52)

Keterangan:

Sβi = Simpangan Baku βi βo = Intercept (3)

βi = Slope (hubungan dari panjang berat)

Sehingga diperoleh hipotesis: H0 : b = 3 (isometrik)

H0 : b ≠ 3 (allometrik)

Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang

dapat diambil adalah sebagai berikut: Thitung > Ttabel, maka tolak H0

Thitung <Ttabel, maka gagal tolak H0

Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut:

Allometrik positif H0 : B≤ 3 (isometrik)

H1 : b>3 (allometrik)

Allometrik negatif H0 : b ≥ 3 (isometrik)

H1 : b < 3 (allometrik)

Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi

(53)

Menurut Effendie (2002) faktor kondisi relatif dihitung dengan rumus:

��= � ��� Keterangan:

K = Faktor Kondisi W = Berat Tubuh (gram)

L = Panjang total (mm), a dan b = konstanta regresi

Pendugaan Parameter Pertumbuhan

Pendugaan parameter pertumbuhan dapat dinyatakan dengan rumus yang dikemukakan oleh von Bertalanffy :

Lt = L∞ (1-e -K(t-t0)) Keterangan:

Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu)

L∞ = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)

T0 = Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol

Selanjutnya hasil perhitungan menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequency Analisis) yang terdapat dalam program FISAT II. Adapun t0 didapat dari rumus persamaan empiris Pauly (Pauly 1984), yakni: L

log(-t0) = -0,3922 – 0,2752 (Log ( L∞)) – 1,0380 (log (k)) L

Aspek Reproduksi Nisbah Kelamin

(54)

�� = � �

Keterangan:

Rk = Nisbah kelamin

M = Jumlah ikan jantan (ekor) F = Jumlah Ikan betina (ekor)

Untuk mengkaji dua proporsi apakah terdapat selisih atau tidak, maka dilakukan uji “chi-square” (Walpole 1995) dengan rumus sebagai berikut:

X2 =� (oi−ei) ei

n

i=1

2

Keterangan:

X2 = Chi-square (Nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati sebaran Chi-kuadrat

oi = Frekuensi ikan jantan atau betina ke-i yang diamati

ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina yang frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua

Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad diukur dengan membandingkan berat tubuh dengan berat gonad pada ikan (Effendie, 1979):

IKG =Bg

Bi × 100%

Keterangan:

IKG = Indeks kematangan gonad (%) Bg = Berat gonad (gram)

(55)

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Penentuan ukuran pertama kali matang gonad menggunakan metode Sperman Karber (Heltonika, 2009). Kriteria matang gonad pada TKG III, IV dan V menggunakan rumus:

Log M = � +�

2−(�Σ��)

Keterangan:

Xk = Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100 %

X = Selisih logaritma nilai tengah kelas Pi = ri/ni

ri = Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i

ni = Jumlah ikan pada kelas ke i Fekunditas dan Diameter Telur

Perhitungan fekunditas telur ikan dilakukan menggunakan metode gabungan yaitu gravimetrik dan volumetrik (Effendie, 1979):

F =G × X × V Q

Keterangan:

(56)

Pengukuran diameter telur menggunakan micrometer okuler (0,01 mm) merek UYCP-12. Kemudian jumlah sampel telur ikan contoh diukur 90 butir untuk setiap gonad yang diamati. Jumlah rata-rata dan simpangan bakunya dihitung dan dicatat. Melalui rumus perhitungan diameter telur sebagai berikut:

DT =�

�× 0,01

Keterangan:

DT = Diameter telur (mm)

(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Perairan Sungai Belumai

Tabel 2. Kisaran nilai parameter kualitas air di Sungai Belumai

Lokasi

Parameter Air Satuan Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

Fisika

Hasil pengamatan kondisi perairan di Sungai Belumai berdasarkan parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 2. Selama penelitian berlangsung terjadi perubahan kondisi perairan yang disebabkan hujan yang turun sehingga menyebabkan bertambahnya air kedalam badan sungai dan terjadi perubahan pada parameter fisika dan kimia perairan Sungai Belumai.

Hasil Tangkapan Ikan Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii)

(58)

Gambar 10. Jumlah ikan yang tertangkap berdasarkan lokasi penelitian

Jumlah ikan paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas ukuran panjang 174-194 mm dengan jumlah 17 ekor yaitu 14 ekor ikan jantan dan 3 ekor ikan betina. Selang kelas ukuran ikan paling sedikit tertangkap pada ukuran 279-299 mm berjumlah 2 ekor ikan yaitu 1 ekor ikan jantan dan 1 ekor ikan betina (Gambar 11).

Gambar 11. Histogram distribusi Ikan Lemeduk jantan dan betina berdasarkan kelas ukuran panjang di Sungai Belumai, Sumatera Utara

11 11

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

J

153-173 174-194 195-215 216-236 237-257 258-278 279-299

(59)

Gambar 12. Histogram sebaran ikan lemeduk jantan dan betina pada setiap bulan pengamatan di Sungai Belumai, Sumatera Utara

Berdasarkan bulan pengamatan, untuk bulan Mei ikan paling banyak tertangkap pada selang kelas ukuran panjang 177-200 mm berjumlah 9 ekor yaitu 7 ekor ikan jantan dan 2 ekor ikan betina. Sementara tangkapan paling sedikit pada selang kelas ukuran 249-272 mm dan 273-296 mm, masing-masing berjumlah 1 ekor ikan jantan. Untuk bulan pengamatan bulan Juni, hasil tangkapan terbanyak pada selang kelas ukuran 176-198 mm berjumlah 7 ekor ikan berupa 2 ekor ikan betina dan 5 ekor ikan jantan. Sedangkan hasil tangkapan terendah terdapat pada selang kelas ukuran 268-290 mm sejunlah 2 ekor ikan jantan (Gambar 12).

153-176 177-200 201-224 225-248 249-272 273-296

F

153-175 176-198 196-221 222-244 244-267 268-290

(60)

Pertumbuhan

Hubungan Panjang-Berat Ikan Lemeduk

Dari hasil analisis hubungan panjang-berat ikan Lemeduk menghasilkan model pertumbuhan dan kurva hubungan panjang-berat (Gambar 13) dengan nilai determinasi (R2) 0,937 untuk ikan jantan dan 0,919 untuk ikan betina dan 0,924 untuk gabungan ikan jantan dan betina yang tertangkap.

Gambar 13. Grafik hubungan panjang-bobot ikan lemeduk Jantan dan betina Berdasarkan persamaan panjang-bobot ikan diperoleh nilai koefisien korelasi (r) ikan jantan dan ikan betina yang mendekati 1 yaitu masing-masing 0,967 dan 0,958 serta 0,961 untuk nilai korelasi gabungan ikan jantan dan betina.

(61)

Kisaran nilai b (α=0,05) dinyatakan mendekati 3 dan setelah uji T (α=0,05)

hasilnya allometrik negatif dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hubungan panjang-bobot ikan lemeduk

Jenis Kelamin

Persamaan Hubungan

Panjang-bobot R

2 Pola Pertumbuhan Setelah Uji T

(α=0,05)

Faktor Kondisi Ikan Lemeduk

Nilai faktor kondisi dari ikan lemeduk yang didapat berdasarkan kurva hubungan panjang-bobot memiliki rata-rata 0,946-1,059 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai faktor kondisi ikan lemeduk betina dan jantan

Jenis Kelamin Kisaran Rata-rata SD

Betina

Untuk nilai faktor kondisi ikan lemeduk gabungan perstasiun pengamatan didapatkan kisaran nilai 0,744-1,784 dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Nilai faktor kondisi ikan lemeduk berdasarkan stastiun pengamatan

Stasiun Pengamatan Kisaran Rata-rata SD

(62)

Berdasarkan nilai rata-rata faktor kondisi ikan yang didapat berdasarkan stasiun pengamatan, dapat dilihat nilai faktor kondisi ikan tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun IV (Gambar 14).

Gambar 14. Histogram nilai faktor kondisi ikan lemeduk berdasarkan stasiun pengamatan

Koefisien Pertumbuhan Ikan Lemeduk

Koefisien pertumbuhan Von Bertalanfyy ikan lemeduk didapatkan dengan metode ELEFAN 1 yang diolah dengan program FISAT II (Versi 1.2.2). Didapatkan nilai panjang asimtotik (L∞) ikan lemeduk jantan sebesar 304,50 mm dan 282,45 untuk ikan lemeduk betina. Koefisien pertumbuhan ikan lemeduk jantan yaitu 0,01 dan untuk ikan lemeduk betina 0,01 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter pertumbuhan K, L∞, dan t0 ikan lemeduk

Parameter Betina Jantan

K

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

(63)

Reproduksi

Nisbah Kelamin Ikan Lemeduk

Ikan lemeduk yang diperoleh selama penelitian berjumlah 55 ekor, terdiri dari 34 ekor ikan jantan dan 21 ekor ikan betina. Dengan nisbah kelamin 1:1,16. Nisbah kelamin ikan lemeduk berdasarkan bulan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nisbah kelamin ikan lemeduk berdasarkan bulan pengamatan.

Bulan Frekuensi Jantan Frekuensi Betina Nisbah Kelamin (J/B)

Mei 16 9 1,77

Juni 18 12 1,5

Total 34 21 1,6

Berdasarkan ikan lemeduk yang matang gonad TKG III dan TKG IV setelah dilakukan uji Khi-Kuadrat terhadap semua nisbah kelamin ikan lemeduk jantan dan ikan lemeduk betina pada semua stasiun dinyatakan seimbang dengan nilai 3,76<3,84

(64)

Beradasarkan selang kelas ukuran panjang (Gambar 16) nisbah kelamin tertinggi terdapat pada selang kelas 174-194 mm. Nisbah kelamin terendah terdapat pada selang kelas 258-278 mm.

Gambar 16. Histogram nisbah kelamin ikan lemeduk berdasarkan selang kelas ukuran panjang

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk Belum Berkembang (BB), I, II, III dan IV berdasarkan penelitian yang dilihat secara morfologi (makroskopis) dapat dilihat pada Tabel. Jumlah Ikan lemeduk pada TKG I berjumlah 8 ekor yang terdiri dari 4 ekor ikan jantan dan 4 ekor ikan betina. Pada TKG II berjumlah 8 ekor ikan yang terdiri dari 2 ekor ikan jantan dan 6 ekor ikan betina. Pada TKG III berjumlah 7 ekor ikan yang terdiri dari 6 ekor ikan jantan dan 1 ekor ikan betina. Sedangkan pada TKG IV berjumlah 6 ekor ikan yang terdiri dari 4 ekor ikan jantan dan 2 ekor ikan betina. Sebanyak 26 ekor ikan didapat dalam kondisi tingkat kematangan gonad yang belum berkembang (BB). Jumlah ikan lemeduk dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat kematangan gonad ikan lemeduk berdasarkan stasiun.

Stasiun BB TKG I TKG II TKG III TKG IV

153-173 174-194 195-215 216-236 237-257 258-278 279-299

(65)

Stasiun I 3 - 2 3 3

Stasiun II 6 - 2 2 1

Stasiun III 9 7 4 2 1

Stasiun IV 8 1 - - 1

Gambar 17. Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemeduk berdasarkan bulan pengamatan

Indeks Kematangan Gonad Ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii)

Berdasarkan nilai rata-rata indeks kematangan gonad ikan lemeduk terlihat bahwa semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka nilai dari indeks kematangan gonad meningkat pula. IKG tertinggi pada ikan lemeduk betina yang didapat selama penelitian terdapat pada bulan Mei yaitu sebesar 9,66 %. Sementara pada ikan lemeduk jantan IKG tertinggi terdapat pada bulan juni yaitu sebesar 9,75% dapat dilihat pada Gambar 17.

(66)

Gambar 18. Histogram indeks kematangan gonad ikan lemeduk

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Lemeduk

Ukuran pertama kali matang gonad dari ikan lemeduk jantan dapat dilihat dari hubungan panjang total dengan tingkat kematangan gonad ikan lemeduk jantan pada TKG III dan TKG IV yaitu terdapat pada ukuran 193 mm. Sementara pada ikan lemeduk betina tidak dapat diketahui, hal ini dikarenakan jumlah tangkapan yang tidak memadai.

Fekunditas Ikan Lemeduk

Fekunditas ikan lemeduk didapatkan dari ikan lemeduk yang memiliki TKG III dan TKG IV yang terdiri dari 1 ekor ikan lemeduk TKG III dan 2 ekor ikan lemeduk TKG IV dapat dilihat pada Tabel 9. Fekunditas dari ikan lemeduk berkisar antara 5.345 sampai 54.372 butir.

Tabel 9. Fekunditas telur ikan lemeduk berdasarkan ukuran tubuh

TKG Panjang Total

(mm)

(67)

Gambar 19. Grafik hubungan fekunditas dengan panjang total dan bobot ikan lemeduk

Diameter Telur Ikan Lemeduk

Diameter telur ikan lemeduk yang diamati berasal dari telur ikan lemeduk betina yang berada pada TKG III dan TKG IV. Pengukuran dilakukan dengan mengukur garis tengah telur menggunakan mikroskop okuler dengan perbesaran 4x10µm. Hasil dari distribusi diameter telur ikan yang diperoleh berdasarkan TKG III dan TKG IV dibagi berdasarkan kelas ukuran. Untuk grafik sebaran diameter telur ikan lemeduk dapat dilihat pada Gambar 19.

(68)

Gambar 20. Sebaran telur ikan lemeduk 0

5 10 15 20 25 30 35 40

F

rek

u

en

si

Kelas Ukuran (mm)

(69)

Pembahasan

Kondisi Umum Stasiun Pengamatan Di Sungai Belumai, Sumatera Utara

Wilayah Kabupaten Deli Serdang terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi pegunungan dengan luas ± 2.497.72 Ha terdiri dari 22 kecamatan, 380 desa dan 14 kelurahan. Secara topografi, sebagian besar dari wilayah Deli Serdang adalah dataran rendah dan pantai di sisi utara serta dataran

tinggi/pegunungan di sisi selatan. Daratan pantai terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan dan Pantai Labu). Di Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 (lima) sungai besar, yaitu Sungai Belawan, Deli, Belumai, Percut dan Ular dengan luas DAS 378.841 Ha, yang kesemuanya bermuara ke Selat Malaka dengan hulunya berada di Kabupaten Simalungun, dan Karo (deliserdangkab.go.id, 2014).

Sungai belumai merupakan salah satu dari sungai terbesar yang ada di kabupaten Deli Serdang. Daerah aliran sungai ini mempunyai luas 78.624,55 Ha. Aliran Sungai Belumai melintasi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Tanjung Morawa dan Kecamatan Beringin.

Kondisi umum perairan Sungai Belumai selama penelitian digambarkan melalui informasi nilai parameter kualitas air. Kisaran masing-masing nilai parameter fisika dan kimia lingkungan perairan Sungai Belumai meliputi suhu, kedalaman, arus, kekeruhan, pH dan DO (oksigen terlarut) disajikan pada Tabel 2.

Suhu

(70)

pada saat musim kemarau dan musim penghujan sehingga didapatkan kisaran nilai yang berbeda. Perubahan suhu ini dapat terjadi secara harian, musiman, tahunan atau dalam jangka waktu panjang (Romimohtarto, 2001). Menurut Heltonika (2009) ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003).

Perubahan suhu yang cepat dan besar akan berakibat fatal bagi ikan. Menurut (Jangkaru, 2002 dalam Tafrani, 2010) bahwa enzim dalam tubuh ikan yang berfungsi merangsang metabolisme hidup dalam batas suhu tertentu, akan berhenti beraktivitas jika terjadi perubahan suhu yang besar dan terjadi dalam waktu singkat. Pada saat penelitian perubahan nilai kisaran suhu tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Semakin tinggi suhu semakin meningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik yang selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen.

Peningkatan suhu sebesar 1-2°C dapat berdampak subletal terhadap reproduksi dan rekrutmen ikan perairan umum. Seperti sudah diketahui, hampir semua ikan perairan umum di wilayah tropis melakukan pemijahan karena rangsangan peningkatan kedalaman perairan begitu memasuki musim hujan. Oleh sebab itu pengaruh peningkatan suhu dan perubahan faktor hidrologis menjadi faktor penentu (Kamal, dkk., 2011). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003).

(71)

maksimal yang dapat diikuti oleh perubahan suhu tubuh ikan adalah 40°C (Jangkaru 2002 dalam Tafrani, 2010). Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan pada suhu di lingkungan sekelilingnya. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan dengan lainnya berbeda (Irianto, 2005). Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995 dalam Mulya, 2004) kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah antara 25-35°C.

Ada ikan yang mempunyai suhu optimum 15°C, ada yang 24°C dan ada yang 32°C. Ikan ini dapat menenggang perbedaan suhu sedikit, bahkan dapat mengaklimatisasi diri. Tetapi jika suhu berbeda jauh dari optimumnya, ikan akan mati atau bermigrasi ke daerah baru (Sastrawijaya, 1991).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus selama penelitian berkisar antara 0,095-1,25 m/det. Nilai kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 1,25 m/det dan kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun IV yaitu 0,095 m/det. Hal ini terjadi diduga karena letak dari stasiun I yang mendekati daerah hulu dari Sungai Belumai. Faktor gravitasi, lebar sungai dan material yang dibawa oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling besar (Siahaan, dkk., 2011).

Hulu sungai umumnya memiliki jeram dan riam dengan karakteristik lebar sungai yang kecil, kedalaman sungai yang dangkal dan adanya gesekan keras yang terus menerus antara air dan bebatuan besar. Sungai dengan kecepatan arus yang kuat jarang ditemukan adanya tumbuhan air (Kottelat, dkk., 1993).

(72)

ikan, berdasarkan pengamatan selama penelitian ikan lemeduk banyak tertangkap pada stasiun III dengan nilai kisaran kecepatan arus 0,15-0,39 m/det dengan jumlah tangkapan 23 ekor ikan. Tingginya jumlah tangkapan selama penelitian di stasiun III ini diduga karena letak dari stasiun III yang merupakan daerah pertemuan antara Sungai Kualanamu dengan Sungai Belumai dan pada daerah aliran sungai ini terdapat lubuk-lubuk. Menurut Huwoyon, dkk., (2010) ikan lemeduk dapat dijumpai pada tempat-tempat yang merupakan lubuk yang banyak ditumbuhi tanaman air. Ikan Kapiek biasanya memijah pada aliran sungai yang tenang dan banyak tanaman air, pada saat permukaan air mulai naik (Yustina dan Arnentis, 2002).

Menurut Kordi (2004) kecepatan arus yang ideal untuk sungai mencapai 0,2-0,5 m/det. Saat permukaan air di sungai naik, arus cenderung lebih kuat, sehingga ikan akan cenderung menghindar dan mencari tempat yang lebih tidak terlalu kuat arusnya, atau lebih tenang atau dengan kata lain mereka berlindung. Bersamaan dengan mengihindari arus kuat secara alamiah ikan bermigrasi untuk mencari makan dan melakukan pemijahan (Handayani, dkk., 2009).

Kedalaman

(73)

turun selama penelitian berlangsung sehingga menyebabkan bertambahnya debit air ke badan sungai.

Semakin dangkal perairan maka ikan yang tertangkap semakin sedikit, sebaliknya jika kedalaman tinggi maka kelimpahan jenis ikan yang tertangkap semakin banyak. Adanya perbedaan nilai kedalaman sangat dipengaruhi oleh ketinggian permukaan air dan pengaruh dari musim hujan (Zulfikar, dkk., 2013). Secara umum ikan lemeduk dapat dijumpai hidup pada kedalaman 1-4 m (Huwoyon, dkk., 2010). Namun pada stasiun IV dengan kedalaman 261,6-314,6 cm ikan lemeduk yang tertangkap sangat jarang dan jumlahnya sedikit ini diduga karena kondisi perairannya yang tidak terdapat lubuk dan memiliki salinitas yang tidak bisa ditolerin oleh ikan lemeduk.

Kekeruhan

Kekeruhan air sungai ditujukan oleh banyaknya material yang tersuspensi di dalam air sungai. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun IV dengan nilai kekeruhan 36,5 NTU sedangkan nilai kekeruhan terendah berada di stasiun I dengan nilai 2,29 NTU. Tingginya nilai kekeruhan di stasiun IV diduga karena letak stasiun IV yang berada di dekat muara. Dimana banyak material padatan yang berpindah dari daerah hulu menuju ke daerah hilir yang disebabkan oleh arus air sungai.

(74)

Walaupun demikian tingkat kekeruhan di kawasan hulu sungai tidak berlangsung lama.

Kekeruhan yang terjadi diduga disebabkan oleh adanya pencampuran massa air oleh angin dan arus pada saat terjadi banjir (Effendie 1979). Sedimen tersuspensi dari daratan dibawa oleh aliran permukaan saat hujan turun. Kekeruhan air sungai ditunjukkan oleh banyaknya material yang tersuspensi di dalam air sungai. Sedimen tersuspensi dari daratan dibawa oleh aliran permukaan saat hujan turun. Pada musim hujan, kekeruhan semakin meningkat dengan nilai TSS yang semakin besar (Siahaan, dkk., 2011).

Kekeruhan dapat mempengaruhi proses fotosintesis karena bisa menghambat intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air. Selanjunya dapat mempengaruhi pandangan dan pergerakan ikan sehingga ikan kesulitan untuk mencari makan, memijah, ataupun beruaya (intensitas cahaya matahari berperan sebagai perangsang alami untuk ikan dalam melakukan ruaya) yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ikan itu sendiri (Effendie 1979).

Oksigen Terlarut (DO)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii)
Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lemeduk (B. schwanenfeldii)  menurut Siregar (1989)
Gambar 3. Tahapan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek-aspek yang bertalian dengan biologi reproduksi ikan-ikan dominan di Delta Sungai Cimanuk, seperti nisbah kelamin, indeks

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi ikan layang yang meliputi pola pertumbuhan alami (hubungan panjang berat), faktor kondisi, jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi reproduksi ikan sikuda (Lethrinus ornatus) yang meliputi pola pertumbuhan, faktor kondisi, nisbah kelamin,

Aspek pertumbuhan dan biologi reproduksi yang akan dianalisis terkait dengan hubungan panjang berat, faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad

Aspek pertumbuhan dan biologi reproduksi yang akan dianalisis terkait dengan hubungan panjang berat, faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui beberapa aspek biologi ikan tenggiri papan meliputi sebaran ukuran panjang, hubungan panjang-bobot, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad

hubungan panjang berat, faktor kondisi, ukuran pertama kali matang gonad, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG),

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi kerang darah ( A. granosa ) yang meliputi hubungan panjang-bobot, faktor kondisi, nisbah