• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa Linn, 1758) DI PERAIRAN TELUK LADA, LABUAN, BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa Linn, 1758) DI PERAIRAN TELUK LADA, LABUAN, BANTEN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (

Anadara

granosa

Linn, 1758) DI PERAIRAN TELUK LADA, LABUAN, BANTEN

YULI EKAWATI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Biologi Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa Linn, 1758) di Perairan Teluk Lada, Labuan, Banten

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010

Yuli Ekawati C24063188

(3)

RINGKASAN

Yuli Ekawati. C24063188. Biologi Reproduksi Kerang Darah (Anadaragranosa

Linn 1758) di Perairan Teluk Lada, Labuan, Banten. Dibawah bimbingan Isdradjad Setyobudiandi dan Yonvitner.

Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang bernilai ekonomis dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Salah satu daerah penghasil kerang darah adalah Teluk Lada Labuan, Banten. Permintaan masyarakat yang cenderung meningkat setiap tahun menyebabkan meningkatnya eksploitasi terhadap kerang darah. Sampai saat ini pemanfataan kerang masih mengeksploitasi sumber dari alam. Penangkapan secara terus menerus dan adanya masukan bahan pencemar dari aktivitas manusia di sekitar kawasan Teluk Lada Labuan dikhawatirkan dapat mengakibatkan menurunnya potensi reproduksi yang berpengaruh terhadap ketersediaan stok kerang diperairan. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai aspek biologi reproduksi sebagai informasi dasardalam pengambilan upaya pengelolaan di lokasi tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek reproduksi kerang darah yang meliputi pola pertumbuhan, nisbah kelamin, faktor kondisi, serta tingkat kematangan gonad dari kerang darah. Pengambilan kerang darah contoh dilakukan pada bulan Mei 2010 dan Juli 2010 di Teluk Lada, Labuan, Banten. Pengambilan contoh dilakukan di 3 stasiun yang didasarkan pada daerah tangkapan nelayan menggunakan alat tangkap garok.

Kerang darah contoh yang diamati berjumlah 143 individu yang terdiri dari 65 individu kerang darah jantan dan 78 individu kerang darah betina. Ukuran kerang darah yang tertangkap berkisar antara 11,70-27,80 mm. Pola pertumbuhan kerang darah jantan bersifat allometrik negatif, sedangkan kerang darah betina bersifat isometrik. Secara keseluruhan nisbah kelamin kerang darah di Perairan Teluk Lada Labuan adalah 1:1,2. Kerang darah jantan siap memijah sudah ditemukan pada ukuran 11,70-13,40 mm, sedangkan ukuran kerang darah betina yang sudah siap mulai pada ukuran 15,30-17,00 mm. Kondisi lingkungan yang ada masih masih mampu ditoleransi kerang darah untuk proses reproduksinya. Upaya pengelolaan yang disarankan adalah dengan memperbesar ukuran mata jaring garok yang digunakan dan pengalihan daerah tangkapan nelayan sehingga memberi kesempatan kerang darah untuk tumbuh dan bereproduksi.

(4)

BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (

Anadara

granosa

Linn, 1758) DI TELUK LADA, LABUAN, BANTEN

YULI EKAWATI C24063188

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Biologi Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa Linn, 1758) di Perairan Teluk Lada, Labuan, Banten

Nama : Yuli Ekawati

NIM : C24063188

Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. Yonvitner, S.Pi, M.Si. NIP. 19580705 198504 1 001 NIP. 19750825 200501 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa Linn, 1758) di Perairan Teluk Lada, Labuan, Banten” dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Mei–Juli 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. selaku dosen pembimbing pertama dan Yonvitner, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua serta Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberi bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian, penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Desember 2010

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. selaku ketua komisi serta Yonvitner, S.Pi., M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan dukungannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc. selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M. Samosir M.Phil selaku komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan.

3. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

4. Para staf Tata Usaha MSP, terutama Mba Widaryani atas arahan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

5. Keluargaku tercinta, Bapak, mama, dan adik-adikku (Citra dan Ayu) atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

6. Anadara crew (Frida, Siti, Intan, Yesti, Widya, Silvi, Kiki, Tyo dan Danang) atas kerja sama, bantuan, dan masukan yang telah diberikan.

7. Rekan-rekan MSP 43 (khususnya Chika, Elin, Bakti, Novi, Pandu, Oktadya, Wulan, Ilmi, Danto, Febri dan Friska) atas doa, dukungan, bantuan, kerjasama dan semangatnya kepada penulis selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes, pada tanggal 23 April 1988 dari pasangan Bapak Oman dan Ibu Casyanti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di TK Mekar (1993), SDN Gunung Batu 1 (1994), SLTPN 7 Bogor (2000), dan SMAN 9 Bogor (2003).

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan diterima pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Biologi Perikanan (2008/2009) dan Sumberdaya Perikanan (2009/2010). Penulis juga aktif sebagai anggota Divisi Sosial dan Lingkungan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2007/2008 dan 2008/2009).

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Biologi Reproduksi Kerang Darah

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Manfaat ... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Klasifikasidan Morfologi Kerang Darah (A. granosa) ... 4

2.2. Distribusi dan Habitat A. granosa ... 6

2.3. Hubungan Panjang- Bobot ... 6

2.4. Faktor Kondisi ... 7

2.5. Reproduksi A.granosa ... 7

2.5.1. Nisbah Kelamin ... 8

2.5.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ... 8

2.5.3. Indeks Kematangan Gonad (IKG) ... 9

3. METODE PENELITIAN ... 10

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2. Alat dan Bahan ... ... 11

3.3. Metode Kerja ... 11

3.3.1. Pengambilan dan penanganan sampel kerang, air dan substrat ... 11

3.3.2. Pengukuran panjang kerang ... 11

3.3.3. Pengukuran berat ... 12

3.3.4. Penentuan jenis kelamin ... 12

3.3.5. Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) ... 12

3.4. Analisis data ... 14

3.4.1. Sebaran frekuensi panjang ... 14

3.4.2. Nisbah kelamin ... 15

3.4.3. Hubungan panjang-bobot ... 15

3.4.4. Faktor kondisi ... 16

3.4.5. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Lada ... 18

4.2. Sebaran Frekuensi Panjang Kerang Darah (A. granosa) ... 21

4.3. Hubungan Panjang-Bobot ... 22

4.4. Faktor Kondisi Kerang Darah (A. granosa) ... 23

4.5. Nisbah Kelamin ... 25

4.6. Tingkat Kematangan Gonad ... 26

(10)

xii

4.7. Saran Pengelolaan ... 33

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1. Kesimpulan ... 32

5.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Deskripsi tingkat kematangan gonad (A.granosa) ... 13 2. Parameter fisika-kimia yang diamati di perairan Teluk Lada, Labuan ... 18 3. Kandungan logam berat di Perairan Teluk Lada, Labuan Banten

berdasarkan bulan pengamatan ... 20 4. Faktor kondisi kerang darah berdasarkan bulan pengamatan ... 24 5. Nisbah kelamin kerang darah (A.granosa) berdasarkan selang kelas

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan alir perumusan masalah ... 2

2. Anadara granosa (Dokumentasi pribadi) ... 4

3. Anatomi kerang darah (A. granosa) (Sumber: Bunje 2001) ... 6

4. Peta lokasi penelitian ... 10

5. Morfometri panjang kerang ... 12

6. Tingkat kematangan gonad A. granosa jantan secara histologi (A= resting stage, B-C= developing stage, D= maturestage, E= spent ) (Sumber : Suwanjarat et al. 2009) ... 14

7. Tingkat kematangan gonad A. granosa betina secara histologi (A= resting stage, B= developing stage, C= maturestage, D= spent, E= hermaphrodite) (Sumber : Suwanjarat et al. 2009)... 14

8. Sebaran frekuensi kerang darah (A. granosa) berdasarkan selang kelas ukuran panjang ... 21

9. Hubungan panjang-bobot kerang darah jantan ... 23

10. Hubungan panjang-bobot kerang darah betina ... 23

11. Tingkat kematangan gonad kerang darah (A.granosa) jantan setiap selang kelas ukuran panjang ... 26

12. Tingkat kematangan gonad kerang darah (A.granosa) betina setiap selang kelas ukuran panjang. ... 26

13. Visualisasi tingkat kematangan gonad kerang darah berdasarkan perbedaan suhu (a) suhu 31 oC dan (b) 33 oC ... 28

14. Perbedaan tingkat kematangan gonad kerang darah jantan berdasarkan luasan gonad terhadap rongga tubuh (a=TKG I, b = TKG II, c = TKG III, d = TKG IV ... 29

15. Perbedaan tingkat kematangan gonad kerang darah betina berdasarkan luasan gonad terhadap rongga tubuh (a=TKG I, b = TKG II, c = TKG III, d = TKG IV) ... 30

16. Struktur mikroskopis gonad kerang darah (A. granosa) betina pada perbesaran 10x10 ... 31

17. Struktur mikroskopis gonad kerang darah (A. granosa) jantan pada perbesaran 10x10 ... 32

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Lokasi stasiun pengambilan kerang darah contoh ... 40 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ... 41 3. Proses pembuatan preparat histologis (Bank 1986 in

Kusumasari 2007) ... 42 4. Contoh perhitungan indeks kematangan gonad (IKG) ... 43 5. Tabel sidik ragam hasil pengujian hubungan antara panjang

dan berat kerang darah jantan (A. granosa) di Perairan Teluk Lada

Labuan dengan uji-t ... 44 6. Tabel sidik ragam hasil pengujian hubungan antara panjang

dan berat kerang darah betina (A. granosa) di Perairan Teluk Lada

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Banten. Secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak antara 6º21’- 7º10’ LS dan 104º48’- 106º11’ BT dengan luas wilayah 274.689.91 ha atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten (Pemerintah Kabupaten Pandeglang 2007). Kabupaten Pandeglang memiliki luas laut terbesar di Provinsi Banten yaitu sekitar 1.702.00 km2 dengan panjang garis pantai termasuk pulau-pulau kecil sebesar 461,80 km (DKP-Banten 2009). Perairan laut yang luas tersebut memperlihatkan bahwa Kabupaten Pandeglang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang berlimpah. Salah satu sumberdaya perikanan yang sangat potensial dan bernilai ekonomis adalah didaerah ini adalah kerang darah (Anadara granosa). Selain bernilai ekonomis, kerang darah juga mengandung protein tinggi. Nurjanah et al (2005) menyatakan kandungan proksimat kerang darah kering terdiri atas 8,74% abu, 76% protein, dan 9,75% lemak.

Salah satu pusat penghasil kerang di Kabupaten Pandeglang adalah Teluk Lada Labuan. Penangkapan kerang darah di daerah ini hampir tidak mengenal musim karena stoknya tersedia sepanjang tahun (Suwandana 2007). Produksi kerang darah sampai saat ini masih berasal dari penangkapan. Permintaan pasar yang tinggi terhadap kerang darah menyebabkan semakin meningkatnya tekanan penangkapan. Degradasi lingkungan akibat pencemaran yang berasal dari limbah hasil aktivitas masyarakat dan kehadiran PLTU dalam jangka panjang terutama yang bersumber dari buangan air limbah pendingin PLTU dengan suhu yang tinggi dapat berdampak kurang baik terhadap kelangsungan hidup organisme yang akan menyebabkan gangguan terhadap pola reproduksinya. Penggunaan alat tangkap yang tidak selektif seperti garok juga dapat mengakibatkan kerang-kerang muda ikut tertangkap sehingga akan berdampak pada penurunan potensi reproduksi. Untuk melindungi stok agar selalu terjaga kelestariannya melalui pemanfaatan yang berkelanjutan maka diperlukan kajian mengenai aspek biologi reproduksi kerang darah untuk menunjang upaya pemanfaatan dan pengelolaan kerang darah di masa mendatang.

(15)

1.2. Perumusan masalah

Kerang darah (A. granosa) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang bernilai ekonomis dan memiliki kandungan protein tinggi. Permintaan masyarakat yang tinggi dari masyarakat terhadap komoditi ini menyebabkan produksi kerang darah berfluktuasi namun cenderung meningkat sepanjang tahun. Menurut Ditjen Tangkap DKP (2004), penangkapan kerang darah Indonesia meningkat dari 47.505 ton pada tahun 2003 menjadi 64.494 ton pada tahun 2004. Meningkatnya kegiatan penangkapan dan masukan bahan pencemar dikhawatirkan akan mengganggu status sumberdaya kerang darah tersebut dan akan berpengaruh terhadap potensi reproduksinya. Oleh karena itu diperlukan kajian biologi mengenai aspek reproduksi dan kondisi lingkungan habitat kerang darah agar dapat diambil langkah pengelolaan yang tepat untuk menjamin kelestariannya. Tahapan perumusan masalah terkait kajian ini tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir perumusan masalah Masukan bahan pencemar di sekitar Teluk Lada Kegiatan penangkapan Strategi pengelolaan Kajian lingkungan (Substrat, suhu, kekeruhan, salinitas, pH, dan arus) -Rasio kelamin Status sumberdaya Kerang Darah

(Anadaragranosa) Kajian biologi

reproduksi (nisbah kelamin, TKG, IKG)

(16)

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi kerang darah (A. granosa) yang meliputi hubungan panjang-bobot, faktor kondisi, nisbah kelamin, serta tingkat kematangan gonad dari kerang darah (A. granosa) yang berasal dari Perairan Teluk Lada, Labuan.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal mengenai biologi reproduksi kerang darah (A. granosa) sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan sumberdaya kerang darah yang berkelanjutan di Perairan Teluk Lada Labuan.

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kerang Darah (A. granosa)

Menurut Linneaus (1758) in Broom (1985) kerang darah (A. granosa) diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Moluska Kelas : Pelecypoda Subkelas : Filibranchiata Ordo : Eutoxodontida Superfamili : Arcacea Famili : Arcidae Subfamili : Anadarinae Genus : Anadara

Spesies : A. granosa Linneaus (1758) Nama Lokal : Kerang darah, bukur

Nama Umum : Bloodcockle

Gambar 2. Anadara granosa (Dokumentasi pribadi)

Kelas bivalvia atau pelecypoda memiliki karakteristik yang khas yaitu memiliki tubuh pipih lateral dan seluruh tubuhnya tertutup dua keping cangkang. Kedua cangkang tersebut tergabung dibagian dorsal oleh hinge ligament yang merupakan pita elastis yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (chonchiolin) (Barnes 1987). Kedua keping cangkang tersebut ditautkan oleh otot adduktor (adduktor posterior dan adduktor anterior) yang dapat terbuka dengan

(18)

adanya ligamen dan tertutup karena adanya kontraksi dari otot adduktor. Antara otot adduktor dan hingeligament ini bekerja secara otomatis (Franklin 1972).

Bagian lunak dari tubuh bivalvia tertutup oleh dua belahan yang disebut mantel yang terletak antara tubuh dan cangkang. Cangkang tumbuh dari bagian hinge atau umbo yang merupakan bagian tertua dari cangkang. Cangkang moluska terbentuk dari deposit mineral kalsium karbonat dan berfungsi untuk melindungi diri dari perubahan lingkungan dan serangan predator. Cangkang kerang terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan periostrakum yang merupakan lapisan terluar dan melindungi dua lapisan kapur yang terdapat dibawahnya yaitu lapisan prismatik dan lapisan nacre. Pada cangkang terdapat garis lingkar yang menunjukkan adanya pertumbuhan cangkang, umur kerang dan kondisi kerang. Garis lingkar ini dihasilkan pada saat cangkang menutup dan pernafasan anaerob pada moluska akan menghasilkan asam organik yang menyebabkan terjadinya penyerapan CaCO3 dan akan membentuk material kerangka organik yang memberikan bentuk pada garis cangkang (Barnes 1987).

Famili Arcidae memiliki bentuk cangkang segitiga, persegi panjang atau oval, memiliki rib-rib (penebalan seperti sirip pendek pada permukaan cangkang) arah radial yaitu arah dari pusat umbo sampai ke bagian tepi cangkang. Warga Anadarinae mempunyai organ siphon yang tidak berkembang dengan sempurna, aliran air masuk (inhalent) dan keluar (exhalent) terjadi melalui organ yang berada di bagian butiran (posterior margin) dari cangkangnya. Dengan tipe habitat seperti disebut diatas maka lumpur dengan mudah diserap, sehingga diserapnya lumpur maka kerang darah memperoleh pakan yang terkandung dalam lumpur dapat berbentuk detritus Telelepta (1990).

Menurut Dance (1977), A. granosa memiliki ciri tubuh tebal dan menggembung, memiliki alur kurang lebih 18-20 buah dengan rusuk yang tegas, kedua cangkang equilateral dengan umbo terletak ditengah antara posterior dan anterior. Cangkang A. granosa dapat mencapai ukuran panjang 9 cm, namun biasanya hanya 4-6 cm. Struktur anatomi kerang darah (A.granosa) dapat dilihat pada Gambar 3.

(19)

Gambar 3. Anatomi kerang darah (A.granosa) (Sumber: Bunje 2001)

2.2. Distribusi dan Habitat A. granosa

Pathansali (1966) menyatakan distribusi kerang darah meliputi Laut Merah, Laut Cina Selatan, Vietnam, China, Hong Kong, Thailand, Filippina, Jepang dan Indonesia yang tersebar di kawasan pesisir pantai didaerah pasang surut. Menurut Broom (1985), kerang darah umumnya ditemukan pada lahan pantai yang berada didaerah rataan pasang dan rataan surut. Pathansali (1966) menyatakan bahwa habitat yang ideal bagi A. granosa adalah daerah pasang surut yang terlindung dari ombak dengan 90% substratnya terdiri dari lumpur halus (diameter < 0,124 mm).

A. granosa juga ditemukan pada substrat lumpur berpasir namun jumlah dan ukurannya tidak sebaik seperti yang hidup pada substrat berlumpur halus. Hasil penelitian Broom pada tahun 1982 yang dilakukan di Sungai Selangor dan Sungai Buloh di Malaysia menyatakan bahwa A. granosa yang ditemukan di tempat tersebut mendominasi daerah dengan kandungan air substrat 55-65% dan proporsi diameter partikel yang berukuran <53µm di kedua lokasi tersebut sebesar 80-90% (Broom 1985).

2.3. Hubungan Panjang-Bobot

Pertumbuhan merupakan penambahan ukuran panjang dan bobot selama waktu tertentu.Menurut Wilbur and Yonge (1964), ada dua hal yang berhubungan dengan pertumbuhan yaitu penambahan umur dan penambahan panjang tubuh. Pertumbuhan organisme dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam individu

(20)

(internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan organisme yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit, sedangkan faktor eksternalnya yaitu makanan dan suhu perairan (Wilbur 1984). Menurut Nurdin et al. (2006), pertumbuhan kerang dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu, musim, dan faktor kimia perairan lainnya yang berbeda untuk masing-masing tempat.

Pertumbuhan organisme dapat digambarkan melalui hubungan panjang, bobot, dan volume dari organisme (Sahin et al. 1999). Bobot tubuh dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan bobot mengikuti hukum kubik yaitu bobot organisme dianggap pangkat tiga dari panjangnya (Froese 2006). Setyobudiandi (2004) juga menambahkan bahwa hubungan panjang dengan bobot merupakan faktor penting dalam membandingkan pertumbuhan dan produksi.

2.4. Faktor Kondisi

Menurut Effendie (1997), faktor kondisi merupakan keadaan yang menggambarkan kemontokan yang dinyatakan berdasarkan data panjang dan bobot. Faktor kondisi menyatakan keadaan baik dari organisme dilihat dari kapasitas fisik untuk survival dan produksi. Nilai faktor kondisi sangat bervariasi tergantung pada ketersediaan makanan, umur, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad. Nilai faktor kondisi akan meningkat pada saat akan mengalami pemijahan. Broom (1985) menyatakan bahwa pada faktor kondisi kerang darah yang di temukan di Malaysia yaitu sebesar 0,17-0,18 dan menurun setelah memijah menjadi 0,13-0,14.

2.5. Reproduksi A. granosa

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Pola reproduksi pada berbeda-beda untuk setiap biota, tergantung pada kondisi lingkungan. Ada biota yang memijah setiap musim atau hanya pada kondisi tertentu setiap tahun (Fujaya 2004). Menurut Broom (1985), kerang darah termasuk dalam tipe biota yang memijah beberapa kali sepanjang tahun. Kerang darah (A. granosa) merupakan kerang yang memiliki alat kelamin terpisah (dioecious). Menurut Quaely (1943) in

(21)

Broom (1985), gonad kerang darah terletak diantara kelenjar pencernaan dan usus. Menurut Franklin (1972), pembedaan jenis kelamin antara kerang darah jantan dan betina cukup sulit dilakukan tanpa pembedahan. Menurut Afiati (2007), gonad kerang darah dapat dibedakan melalui warnanya. Kerang darah betina memiliki warna oranye kemerahan sedangkan gonad kerang darah jantan berwarna putih susu.

Pathansali (1966) in Broom (1985) menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian mengenai aspek reproduksi A.granosa yang dilakukan di Malaysia diketahui bahwa kerang darah mencapai kematangan seksual pada ukuran panjang antara 18-20 mm atau pada saat umurnya 6 bulan. Berdasarkan hasil penelitian Broom pada tahun 1983 di Pantai Barat Malaysia pada September 1977 dan November 1978 diperoleh hasil bahwa gonad A.granosa tidak akan mulai berkembang sebelum mencapai ukuran 17,5 mm dan pemijahan pertama terjadi pada ukuran panjang 24-25 mm (Broom 1983 in Prawuri 2005).

2.5.1. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara organisme jantan dan betina dalam suatu populasi. Bivalvia atau kerang-kerangan umumnya memiliki alat kelamin yang terpisah (dioecious) dan sebagian bivalvia merupakan hermaphrodit.

A. granosa termasuk bivalvia yang memiliki alat kelamin terpisah (dioecious).

Nisbah kelamin yang ideal di perairan adalah 1:1, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa rasio kelamin adalah 1,4:1 yaitu 1,4 untuk organisme jantan dan 1 untuk organisme betina (Mackenzie 1978 in Mullen dan Morning 1986 in Jamilah 2008). Hasil penelitian untuk kerang darah yang dilakukan di perairan Bojonegara, Teluk Banten memperoleh hasil bahwa nisbah kelamin kerang darah di perairan tersebut adalah 1:1,33 (Wahyuningtyas 2010). Nisbah kelamin ini penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi.

2.5.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad merupakan tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah organisme memijah (Effendie 1979). Perkembangan gonad

(22)

kerang yang semakin matang merupakan indikasi saat pemijahan. Menurut Wilbur (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad antara lain suhu, makanan, periode cahaya, dan musim. Pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad sehingga bobot gonad akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya perkembangan gonad.

Pada kerang, kelenjar genital atau gonad terletak dan menyatu di mantel di bagian dorsal tubuh, yang tersusun dari jaringan folikel, dimana ova dan sperma dibentuk tergantung kelamin induknya. Saluran gonad terbentuk dari penyatuan tiga cabang utama dibawah pericardium dan terminal dari saluran gonad berada pada tiap sisi tubuh yang berada pada dua papillae genital, berdekatan dengan otot adduktor posterior (Setyobudiandi 2000 in Jamilah 2008). Menurut Broom (1985), gonad A. granosa tidak akan mulai berkembang hingga mencapai panjang 17,5 mm dan akan mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran 18-20 mm atau pada saat umurnya 6 bulan.

2.5.3. Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh dikalikan 100% (Effendie 1979). Indeks kematangan gonad merupakan indikator untuk mengukur kematangan seksual organisme betina. Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Afiati 2007). Perubahan nilai indeks kematangan gonad berhubungan erat dengan tahap perkembangan telur. Dengan memantau perubahan IKG dari waktu ke waktu maka dapat diketahui ukuran organisme pada waktu memijah.

(23)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perairan Teluk Lada Labuan, Banten pada bulan Mei 2010 dan Juli 2010. Pengambilan contoh dilakukan di tiga stasiun secara vertikal kearah laut. Penentuan stasiun dilakukan berdasarkan daerah tangkapan nelayan. Stasiun 1 merupakan stasiun yang berjarak sekitar 1000 m dari PLTU (060 24’ 24,9” LS dan 1050 48’ 38,4 BT), stasiun 2 terletak 1500 m dari PLTU (060 25’ 48,3” LS dan 1050 49’ 0,3” BT) dan stasiun ke 3 berjarak sekitar 2000 m dari PLTU (060 25’ 12,0” LS dan 1050 47,16’ 08” BT). Analisis kerang darah contoh dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan analisis histologi gonad kerang darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Titik pengambilan contoh kerang darah di Perairan Teluk Lada Labuan dapat dilihat pada Gambar 4.

(24)

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat bedah, alat tulis, jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm, timbangan digital, GPS, cool box, kamera digital, plastik, baki, dan alat tangkap garok dengan ukuran mata jaring sebesar 1 inchi, lebar bukaan mulut 70 cm, dan bobot 30 kg. Bahan yang digunakan untuk analisis histologi gonad adalah kerang darah (A. granosa) larutan bouin’s, alkohol 50%, 70%, 80%, 85%, 90%, dan alkohol 100%, xylol, paraffin, larutan haematoxilin dan eosin (HE) untuk pembuatan preparat histologi.

3.3. Metode Kerja

3.3.1 Pengambilan dan penanganan sampel kerang, air dan substrat

Pengambilan contoh kerang dilakukan menggunakan alat tangkap garok yang ditarik menggunakan kapal motor. Garok diturunkan dari bagian sisi kapal dan disapukan pada substrat sekitar 15 menit dengan arah mengelilingi stasiun pengambilan contoh. Individu yang tertangkap hanya diambil kerang darah saja. Contoh kerang darah yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam cool box dan diawetkan menggunakan es untuk kemudian diamati di laboratorium.

Pengambilan contoh air dilakukan menggunakan van dorn water sampler. Parameter yang diukur secara in situ terdiri dari suhu, salinitas, DO, dan pH. Air contoh yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diberi label untuk dilakukan pengukuran secara ex situ di laboratorium yang akan digunakan dalam analisis logam berat (Pb, Cd, dan Hg). Pengambilan contoh substrat dilakukan menggunakan eikman grab. Substrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label untuk dianalisis di laboratorium.

3.3.2. Pengukuran panjang kerang

Barnes (1987) menyatakan bahwa umbo merupakan bagian tertua dari cangkang yang merupakan awal terjadinya pertumbuhan. Berdasarkan asumsi tersebut maka pengukuran panjang kerang dilakukan dari bagian dorsal hingga ventral. Pengukuran panjang kerang dilakukan menggunakan jangka sorong yang memiliki ketelitian 0,01 mm. Pengukuran panjang cangkang dilakukan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

(25)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Cara pengukuran panjang kerang darah tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5. Morfometri panjang kerang

3.3.3. Pengukuran berat

Pengukuran bobot total, bobot daging dan bobot gonad dilakukan menggunakan timbangan digital. Bobot yang diukur adalah bobot kering pada suhu kamar. Bobot total kerang diukur dengan cara menimbang kerang secara keseluruhan berserta cangkangnya. Bobot daging diukur dengan cara menimbang daging kerang yang telah dipisahkan dari cangkang.

3.3.4. Penentuan jenis kelamin

Penentuan jenis kelamin kerang darah jantan dan betina dilakukan melalui pembedahan. Kerang darah contoh yang dibedah, diamati bagian gonadnya dengan cara melihat morfologi gonad dari masing-masing kerang contoh. Kerang betina dicirikan dengan warna gonad oranye kemerahan dan terdapat butiran telur, sedangkan kerang darah jantan memiliki warna gonad putih susu (Afiati 2007).

3.3.5. Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG)

Pengamatan TKG dilakukan melalui dua cara yaitu secara morfologi dan histologi. Pengamatan secara morfologi dilakukan melalui pembedahan gonad kerang contoh. Pengamatan gonad secara histologi dilakukan dengan membuat preparat histologi gonad. Pembuatan preparat histologi gonad A. granosa dilakukan menggunakan metode paraffin blok dengan pewarnaan haematoxilin dan eosin (HE).

p a n j a n g

(26)

Kerang darah contoh yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi gonad ini sebanyak 6 individu. Gonad kerang yang dibuat preparat histologinya yaitu kerang darah jantan dan kerang darah betina untuk setiap TKG. Prosedur pembuatan preparat histologi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Klasifikasi TKG hasil histologi dilakukan dengan membandingkan preparat hasil histologi gonad kerang darah yang diperoleh dengan karakteristik TKG yang telah dilakukan oleh Suwanjarat et al. (2009). Klasifikasi tingkat kematangan gonad kerang darah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi tingkat kematangan gonad A. granosa

Stadium Karakteristik histologi

Jantan Betina

Resting Luminal folikel sempit dan

kosong,terdapat jaringan penghubung antar folikel

Folikel kecil, oogonia mulai terlihat disepanjang dinding folikel

Developing Spermatogonia berada di dinding folikel, spermatocytes dan spermatid mulai melimpah, spermatozoa sedang berkembang

Berisi oocytes yang relatif belum matang, perkembangan sel oocytes masih terus berlangsung

Mature Rongga folikel dipenuhi spermatozoa Berisi oocytes yang relatif belum matang, perkembangan sel oocytes masih terus berlangsung Spawning Sebagian spermatozoa telah

dikeluarkan sehingga tampak rongga folikel mulai mengosong

Sebagian oocytes telah

dikeluarkan, separuh dari rongga folikel telah kosong, jumlah telur yang tersisa tinggal sedikit Spent Beberapa spermatozoa masih tersisa

namun folikel mulai kosong

Folikel mulai terdegenerasi sehingga dindingnya mulai kosong Sumber : Suwanjarat et al. (2009)

Pada penelitian tersebut juga diperlihatkan penampakan preparat histologi gonad A. granosa jantan (Gambar 6) dan A. granosa betina (Gambar 7) yang akan digunakan sebagai perbandingan dan referensi dalam mempelajari tingkat perkembangan gonad A. granosa.

(27)

Gambar 6. Tingkat kematangan gonad A. granosa jantan secara histologi (A= resting stage, B-C= developing stage, D= mature stage, E= spent ) (Sumber : Suwanjarat et al. 2009)

Gambar 7. Tingkat kematangan gonad A. granosa betina secara histologi (A= resting stage, B= developing stage, C= mature stage, D= spent, E=

hermaphrodite) (Sumber : Suwanjarat et al. 2009)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Sebaran frekuensi panjang

Langkah-langkah yang digunakan dalam membuat sebaran frekuensi adalah sebagai berikut (Walpole 1995):

1. menentukan wilayah kelas (WK) = db-dk, db = data terbesar; dk = data terkecil 2. menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3.32 log N; N = jumlah data

(28)

3. menghitung lebar kelas ( L) = WK/JK 4. memilih ujung kelas interval pertama

5. menentukan frekuensi jumlah untuk masing-masing kelas

3.4.2. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin ditentukan dengan melihat perbandingan antara frekuensi kerang darah (A. granosa) jantan dan betina yang tertangkap selama pengamatan. Perhitungan rasio kelamin dilakukan menggunakan rumus :

𝑅𝐾 = 𝐽 𝐵

Keterangan: J = Frekuensi kerang darah jantan (ind) B = Frekuensi kerang darah betina (ind) RK = Rasio kelamin

Untuk menguji keseimbangan nisbah kelamin digunakan uji chi kuadrat (Steel and Torrie 1980) :

𝑋2 = (𝑜𝑖 − 𝑒𝑖)2

𝑒𝑖

Keterangan : 𝑜𝑖 = Frekuensi kerang darah jantan atau betina yang dianalisa 𝑒𝑖 = Frekuensi harapan (frekuensi kerang jantan + kerang betina)/2

𝑥2 = Chi-square

Dalam pengujjian ini hipotesis yang akan dibuktikan adalah: H0 : J=B

H1 : J≠B

3.4.3. Hubungan panjang - bobot

Berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Analisis panjang dan bobot bertujuan untuk mengetahui pola hubungan panjang dan bobot yang diketahui dari persamaan sebagai berikut (Park and Oh 2002) :

𝑊 = 𝑎𝐿𝑏

(29)

𝐿 = Panjang total (mm) 𝑎 = Intersep

𝑏 = Slope

Persamaan diatas dapat diubah kedalam bentuk linear, yaitu sebagai berikut :

log 𝑊 = log 𝑎 + 𝑏 log 𝐿

Hasil regresi panjang dan bobot menggambarkan kesesuaian hubungan antara panjang dan bobot, kesesuaian tersebut dapat dilihat dari koefisien b. Menurut Effendie (1979) apabila koefisien b=3 berarti hubungan yang terbentuk isometrik, dan bila b≠3 maka hubungan panjang dan bobot bersifat allometrik. Untuk menguji nilai b tersebut, maka digunakan pengujian secara statistika menggunakan uji-t dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : 𝑏=3 H1 : 𝑏≠3 Dimana :

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑏−𝑏1

𝑠𝑏1

Keterangan : b1 = Nilai b (dari hubungan panjang berat) b0 = 3

Sb1 = Simpangan koefisien b

3.4.4. Faktor kondisi

Faktor kondisi dihitung berdasarkan pada panjang dan bobot kerang contoh. Apabila pertumbuhan kerang isometrik (b=3), maka faktor kondisi dihitung menggunakan rumus (Effendie, 1979) :

Kn = 𝑊. 105 𝐿3

Jika nilai b≠3 (tipe pertumbuhan allometrik) maka rumus yang digunakan adalah :

Kn = 𝑊 𝑎𝐿𝑏

(30)

Keterangan : K = Faktor kondisi relatif 𝑊 = Bobot kerang (gram)

L = Panjang cangkang (mm) a dan b = Konstanta

3.4.5. Indeks kematangan gonad (IKG)

Effendie (1997) menyatakan bahwa perubahan kondisi gonad dapat dinyatakan dalam suatu indeks yang disebut indeks kematangan gonad. Nilai indeks kematangan gonad tersebut dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

IKG = 𝐵𝐺

𝐵𝑇× 100%

Keterangan : IKG = Indeks kematangan gonad BG = Bobot gonad (gram)

(31)

18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Lada

Kondisi lingkungan dan habitat kerang darah sangat berperan dalam menunjang kehidupan kerang baik untuk pertumbuhan maupun kehidupan biologinya. Salah satu indikator habitat kerang tersebut dapat dilihat dari kondisi kualitas perairan. Parameter fisika dan kimia lingkungan perairan Teluk Lada yang dianalisis terdiri dari suhu, kekeruhan, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO) seperti yang tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2. Parameter fisika-kimia yang diamati di Perairan Teluk Lada, Labuan

Waktu Pengamatan Parameter Suhu (°C) Kekeruhan (NTU) Salinitas (ppt) pH DO (mg/L) Mei 33 15 35 7,5 4,76 Juli 31 6.8 30 7,5 6,78 Baku Mutu* 28-30 <5 0,5-30 7-8,5 >5

Keterangan: *Baku Mutu Air Laut (KepMen LH No.51 Tahun 2004 untuk Biota Laut)

Suhu merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan dan penyebaran organisme di perairan. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme dan pemijahan biota akuatik. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan aktifitas makan kerang. Jika makanan yang tersedia dialam cukup maka kerang akan mempunyai kelebihan energi bagi pertumbuhan dan energi itu akan dipakai untuk pematangan gonad. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa suhu berkisar antara 31-330C. Bila dibandingkan dengan baku mutu, suhu yang diamati telah melebihi baku mutu akan tetapi suhu tersebut masih termasuk suhu optimal bagi pertumbuhan kerang darah. Menurut Broom (1985), A. granosa dapat hidup pada kisaran suhu antara 29-32,8oC.

Hasil pengukuran kekeruhan menunjukkan bahwa kekeruhan di Perairan Teluk Lada Labuan termasuk tinggi karena telah melebihi baku mutu. Kekeruhan yang tinggi tersebut diduga disebabkan karena limpasan bahan-bahan organik dari muara sungai Cibama dan aktivitas persawahan disekitar lokasi penelitian. Salinitas merupakan konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Berdasarkan waktu

(32)

19 pengamatan, salinitas berkisar antara 30-35 ppt dan salinitas tertinggi terdapat pada bulan Mei. Hal ini diduga karena adanya penguapan yang cukup tinggi yang diindikasikan dengan suhu yang tinggi pada waktu pengamatan yang sama. Menurut Taufiq dan Hartati (2000), kerang darah dapat hidup pada kisaran salinitas antara 10-33 ppt, namun salinitas optimum bagi pertumbuhannya berkisar antara 14-19 ppt. Kelarutan oksigen (DO) terendah selama pengamatan terdapat pada bulan Mei yang diduga karena pengaruh suhu dan salinitas. Kelarutan oksigen akan semakin rendah seiring meningkatnya suhu dan salinitas. Menurut Broom (1985), kerang darah merupakan biota oxyregulator yang baik, sehingga ia mampu bertahan hidup pada kadar oksigen rendah. Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter tersebut dapat diketahui bahwa secara umum kondisi lingkungan Perairan Teluk Lada Labuan masih memenuhi baku mutu atau masih sesuai untuk kehidupan biota laut.

Selain parameter kualitas air tersebut, penyebaran kerang darah juga dipengaruhi oleh substrat dan arus. Kerang darah umumnya banyak ditemukan didaerah pantai berlumpur. Tipe substrat di lokasi pengamatan adalah pasir dengan komposisi 92,73%, debu 3,84% dan liat 3,43%. Tipe substrat pasir umumnya menyebabkan bivalvia memiliki kepadatan yang rendah. Hal tersebut karena nutrien tidak dapat mengendap dengan sempurna pada substrat pasir sehingga kandungan nutriennya menjadi lebih sedikit daripada substrat berlumpur akibatnya suplai makanan untuk biota terbatas. Kecepatan arus di perairan Teluk Lada Labuan pada saat penelitian berkisar antara 2,81 – 20,53 cm/detik. Menurut Wood (1987) arus tersebut termasuk kategori arus sedang. Arus tersebut cukup menguntungkan bagi organisme dasar karena terjadi pencampuran dan pembauran antara bahan organik dan anorganik.

Teluk Lada Labuan merupakan perairan yang banyak mendapat masukan bahan organik maupun anorganik dari aktivitas manusia disekitarnya. Aktivitas tersebut antara lain PLTU, perkebunan kelapa dan kegiatan masyarakat lainnya yang memungkinkan adanya masukan bahan pencemar terutama logam berat ke perairan. Hasil analisis logam berat di Perairan Teluk Lada Labuan disajikan pada Tabel 3.

(33)

20 Tabel 3. Kandungan logam berat di Perairan Teluk Lada, Labuan Banten

berdasarkan bulan pengamatan

Waktu Parameter

Pengamatan Hg (ppm) Cd (ppm) Pb (ppm)

Mei 0,0003 0,0140 0,0300

Juli <0,0002 0,0070 0,0120

Baku Mutu (ppm)* 0,0010 0,0010 0,0080

Keterangan: *Baku Mutu Air Laut (KepMen LH No.51 Tahun 2004 untuk Biota Laut)

Berdasarkan pengujian kadar logam berat Hg, Cd, dan Pb di air diperoleh hasil bahwa menunjukkan bahwa kadar logam berat Hg memiliki kisaran <0,0002-0,0003 ppm. Kandungan Hg tersebut masih berada dibawah baku mutu, sehingga dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut belum tercemar Hg. Masukan Hg atau merkuri di perairan diduga berasal dari batu bara yang digunakan dalam aktivitas PLTU. Bilad (2010) menyatakan bahwa salah satu logam berat yang dihasilkan oleh batubara dan produk buangannya adalah merkuri. Selain itu, aktivitas manusia seperti pembuatan cat, pembuangan baterai, dan pembuatan alat elektronik juga merupakan penyumbang kadar merkuri di perairan (Effendi 2003).

Kadmium (Cd) merupakan salah satu logam berat yang bersifat tidak larut dalam air. Sumber alami kadmium adalah dari proses metalurgi, pelapisan logam, baterai, pelumas, tekstil dan plastik (Effendi 2003). Menurut Darmono (1995) kadmium juga dapat bersumber dari kandungan batu bara. Berdasarkan hasil analisis kadmium diperoleh hasil bahwa kadar kadmium di perairan telah melebihi baku mutu sehingga dapat membahayakan bagi kelangsungan hidup kerang darah. Kadar timbal terkecil terdapat pada bulan Juli yaitu sebesar 0,0120 ppm. Hal ini dikarenakan terjadi hujan sebelum pengamatan sehingga diduga konsentrasi timbal di perairan telah mengalami pengenceran. Timbal di perairan dapat bersumber dari bahan bakar kapal motor yang banyak digunakan nelayan untuk menangkap kerang. Bila dibandingkan dengan baku mutu, maka kadar timbal di perairan cukup membahayakan bagi kehidupan kerang darah. Akan tetapi menurut Effendi (2003), toksisitas timbal terhadap biota akuatik akan berkurang dengan meningkatnya kelarutan oksigen.

(34)

21

4.2. Sebaran Frekuensi Panjang Kerang Darah (A. granosa)

Kerang darah contoh yang diperoleh selama penelitian berjumlah 143 individu yang terdiri dari 65 individu kerang darah jantan dan 78 individu kerang darah betina. Hasil tangkapan yang diperoleh pada masing-masing bulan pengamatan yaitu bulan Mei berjumlah 43 individu (19 jantan dan 24 betina) dan pada bulan Juli kerang darah yang tertangkap berjumlah 100 individu (46 jantan dan 54 betina). Sebaran frekuensi kerang darah yang dikelompokan berdasarkan selang kelas panjang total dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Sebaran frekuensi kerang darah (A.granosa) berdasarkan selang kelas ukuran panjang

Berdasarkan kisaran panjang total, kerang darah yang diperoleh selama penelitian berada pada kisaran 11,70–27,80 mm. Jumlah kerang darah jantan dan betina terbesar terdapat pada selang kelas panjang 13,50-15,20 mm yang terdiri dari 26 individu kerang darah jantan dan 27 individu kerang darah betina. Berdasarkan grafik sebaran frekuensi panjang kerang darah diatas diketahui bahwa kerang yang tertangkap umumnya merupakan kerang yang berukuran kecil. Penggunaan alat tangkap garok yang tidak selektif dalam menangkap kerang darah menyebabkan kerang-kerang kecil ikut tertangkap. Tertangkapnya kerang-kerang kecil tersebut juga merupakan indikasi bahwa jumlah kerang darah dewasa di perairan semakin sedikit. 0 5 10 15 20 25 30 J um la h (ind )

Selang Kelas Ukuran Panjang (mm)

Jantan Betina

(35)

22 Perairan Bojonegara Teluk Banten ukuran kerang darah yang tertangkap berkisar antara 18,70-44,99 mm (Wahyuningtyas 2010). Jika dibandingkan dengan ukuran kerang yang tertangkap di daerah Teluk Lada, kerang didaerah Bojonegara memiliki ukuran yang lebih besar. Salah satu penyebab perbedaan ukuran kerang darah tersebut diduga karena adanya perbedaan kondisi lingkungan, ketersediaan makanan di perairan, perbedaan jumlah contoh yang diambil, dan perbedaan tekanan penangkapan.

Menurut Nurdin et al. (2006), spesies yang sama pada lokasi yang berbeda akan memiliki pertumbuhan yang berbeda karena adanya perbedaan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut. Pertumbuhan kerang dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu, musim, dan faktor kimia perairan lainnya yang berbeda untuk masing-masing tempat.

4.3. Hubungan Panjang-Bobot

Makhluk hidup akan terus mengalami pertumbuhan sepanjang hidupnya. Pertumbuhan pada bivalvia dapat dilihat berdasarkan pertambahan panjang cangkang. Hubungan antara panjang dengan bobot dapat memberikan informasi tentang kondisi biota. Pertambahan panjang cangkang pada bivalvia akan berpengaruh terhadap pertambahan bobotnya. Analisis hubungan panjang bobot juga dapat digunakan untuk melihat pola hubungan panjang bobot. Hasil analisis hubungan panjang bobot kerang darah di Teluk Lada Labuan menunjukkan bahwa pola hubungan panjang bobot kerang darah jantan berdasarkan panjang total mengikuti persamaan W= 0,0050L2,4346 (Gambar 9). Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai b sebesar 2,4346, setelah melakukan uji-t terhadap nilai b yang diperoleh (α = 0,05) didapatkan hasil thit 3,2688 lebih besar daripada ttabel sebesar 1,9983 sehingga diambil keputusan bahwa tolak H0 (b≠3) maka dapat disimpulkan bahwa pola hubungan panjang bobot kerang darah jantan di perairan Teluk Lada Labuan bersifat allometrik negatif yang berarti pertumbuhan panjang pada kerang darah jantan lebih cepat daripada pertambahan bobotnya.

Pada kerang darah betina hubungan panjang bobot mengikuti persamaan W = 0,0013L2,9550 (Gambar 10). Berdasarkan pengujian terhadap nilai b (α = 0.05) dengan uji-t diperoleh nilai thit sebesar 0,3871 dan ttabel sebesar 1,9917 sehingga

(36)

23 diambil keputusan gagal tolak H0 (b=3) sehingga dapat simpulkan bahwa pola hubungan panjang-bobot kerang darah betina bersifat isometrik. Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan panjang pada kerang darah betina sama dengan pertambahan bobotnya.

Gambar 9. Hubungan panjang bobot kerang darah jantan

Gambar 10. Hubungan panjang bobot kerang darah betina

4.4. Faktor Kondisi Kerang Darah (A.granosa)

Faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menggambarkan kemontokan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan bobot. Faktor

W= 0,0050L2,4346 R² = 0,7588 n=65 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 5 10 15 20 25 30 B er a t To ta l (g r) Panjang Total (mm) W = 0,0013L2,9550 R² = 0,8950 n=78 0 5 10 15 20 25 0 5 10 15 20 25 30 B er a t T o ta l (g r) Panjang Total (mm)

(37)

24 kondisi dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisik dari suatu biota baik dari segi kemontokan maupun kualitas pertumbuhan. Faktor kondisi kerang darah jantan betina dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Faktor kondisi kerang darah berdasarkan bulan pengamatan Waktu Pengamatan Jantan Betina n Kisaran nilai faktor kondisi Rata-rata Sb n Kisaran nilai faktor kondisi Rata-rata Sb Mei 19 0,1671-0,2765 0,2315 0,0314 24 84,4445-138,9687 108,3228 11,1430 Juli 46 0,1520-0,5801 0,2492 0,0710 54 65,4333-196,6018 119,5796 29,6416

Keterangan : n = jumlah contoh Sb = simpangan baku

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa faktor kondisi kerang darah betina lebih besar daripada kerang darah jantan. Nilai faktor kondisi kerang darah jantan pada bulan Mei berkisar antara 0,1671-0,2765 sedangkan pada bulan Juli berkisar 0,1520-0,5801. Pada kerang darah betina faktor kondisi pada bulan Mei berkisar antara 84,4445-138,9687 dan pada bulan Juli memiliki kisaran 65,4333-196,6018. Faktor kondisi kerang darah pada bulan Juli umumnya lebih besar daripada bulan Mei hal ini diduga karena curah hujan yang cukup tinggi yang terjadi pada bulan tersebut. Hujan akan membawa limpasan-limpasan bahan organik dari sungai dan persawahan yang ada di sekitar lokasi penelitian ke perairan Teluk Lada. Secara tidak langsung nilai faktor kondisi ini menunjukkan kondisi fisiologis kerang baik dari segi nutrisi maupun tingkat perkembangan gonad. Semakin meningkatnya tingkat perkembangan gonad kerang maka ukuran diameter telur akan semakin membesar. Penambahan ukuran diameter telur tersebut akan mengakibatkan bobot kerang bertambah sehingga faktor kondisinya akan semakin besar.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ramesha dan Thippeswamy (2009) yang mengatakan bahwa peningkatan nilai faktor kondisi pada bivalvia berkaitan erat dengan tahap perkembangan gonad. Selain itu, nilai faktor kondisi juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan diperairan. Nutrien yang ada diperairan akan

(38)

25 digunakan kerang untuk melakukan pertumbuhan dan kelebihan energi yang ada akan digunakan untuk tahap perkembangan gonad.

4.5. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin kerang adalah perbandingan antara jumlah kerang jantan dan kerang betina yang berada perairan. Jumlah kerang darah contoh yang diamati selama penelitian sebanyak 143 individu yang terdiri dari 65 individu kerang darah jantan dan 78 individu kerang darah betina. Nisbah kelamin kerang darah untuk setiap selang kelas panjang berbeda-beda. Nisbah kelamin tertinggi terdapat berbeda untuk setiap selang kelas panjang 18,90-20,60 dengan perbandingan 1:4,50 yang artinya pada selang kelas tersebut jumlah kerang darah betina 4,5 kali lebih banyak daripada kerang darah jantan. Nisbah kelamin kerang darah yang berdasarkan selang kelas panjang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nisbah kelamin kerang darah (A.granosa) berdasarkan selang kelas ukuran panjang

Jenis Kelamin

Selang Kelas Jantan Betina Nisbah Kelamin

11,70-13,40 10 4 1:0,40 13,50-15,20 26 27 1:1,03 15,30-17,00 16 15 1:0,94 17,10-18,80 6 9 1:1,50 18,90-20,60 2 9 1:4,50 20,70-22,40 3 4 1:1,30 22,50-24,20 1 0 - 24,30-26,00 0 6 - 26,10-27,80 1 4 1:4,00 Total 65 78 1:1,20

Secara keseluruhan nisbah kelamin antara kerang darah jantan dan betina adalah 1:1,20 atau 45,45% terdiri dari kerang darah jantan dan sisanya sebesar 54,55% merupakan kerang darah betina. Berdasarkan uji lanjut menggunakan uji 𝑥2 (Chi-kuadrat) pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai 𝑥2hit 16,62 lebih besar daripada nilai 𝑥2tabel sebesar 15,50 sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan antara jumlah kerang darah jantan dan kerang darah

(39)

26 betina di perairan Teluk Lada. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Wahyuningtyas 2010 di perairan Bojonegara Teluk Banten yang memperoleh hasil bahwa jumlah kerang darah betina yang ada di perairan tersebut lebih besar daripada kerang darah jantan dengan rasio 1:1,33. Menurut Fretter dan Graham (1964) in Minch (2000), pada hampir sebagian besar bivalvia yang bersifat dioecious jumlah biasanya jantan lebih banyak daripada jumlah betina. Sampai saat ini belum ada kajian lebih lanjut mengenai nisbah kelamin yang seimbang untuk kerang darah yang ada di perairan.

4.6. Tingkat Kematangan Gonad

Selama proses reproduksi, hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad kerang darah dilakukan dengan mengamati kerang darah contoh yang tertangkap selama penelitian. Jumlah kerang darah jantan yang diamati yaitu 65 individu sedangkan jumlah kerang darah betina yang diamati sebanyak 78 individu. Tingkat kematangan gonad tersebut dikelompokkan berdasarkan selang kelas ukuran panjang. Pada kerang darah jantan (Gambar 11), diduga bahwa kerang darah jantan yang pertama kali siap untuk memijah (TKG IV) berada pada ukuran 26,10-27,80 mm, sedangkan kerang darah betina siap untuk memijah (TKG IV) pada selang kelas 15,30-17,00 mm. Ukuran kerang darah siap untuk memijah tersebut relatif kecil, hal ini diduga karena adanya tekanan penangkapan yang tinggi didaerah Perairan Teluk Lada Labuan dan penggunaan alat tangkap garok yang tidak selektif sehingga kerang darah akan matang gonad lebih cepat demi mempertahankan keberadaannya di perairan tersebut.

Tekanan penangkapan yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya stok kerang diperairan. Hal ini akan mengakibatkan kompetisi kerang dalam memperebutkan ruang dan makanan akan semakin berkurang akibatnya ketersediaan makanan di perairan melimpah. Ketersediaan makanan yang melimpah di perairan tersebut digunakan untuk proses pertumbuhan dan sisa kelebihan energi hasil metabolisme akan digunakan untuk perkembangan gonad sehingga kerang-kerang muda akan mengalami kematangan gonad lebih cepat. Namun, meningkatnya kerang-kerang muda yang matang gonad lebih awal tersebut akan berdampak pada

(40)

27 penurunan tingkat kesuburan dan fertilisasi. Induk kerang akan menghasilkan telur-telur berukuran kecil dan larva yang dihasilkan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang rendah.

Gambar 11. Tingkat kematangan gonad kerang darah (A.granosa) jantan setiap selang kelas ukuran panjang

Gambar 12. Tingkat kematangan gonad kerang darah (A.granosa) betina setiap selang kelas ukuran panjang

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% P er sent a se T K G

Selang kelas ukuran panjang (mm)

TKG IV TKG III TKG II TKG I 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% P er sent a se T K G

Selang kelas ukuran panjang (mm)

TKG IV TKG III TKG II TKG I

(41)

28 Proses perkembangan gonad juga tergantung pada suhu perairan. Suhu akan berpengaruh terhadap proses metabolisme dan kelarutan oksigen diperairan. Jika proses metabolisme terganggu maka proses reproduksi juga akan terhambat. Untuk mengetahui keterkaitan antara perbedaan suhu dan tingkat perkembangan gonad kerang darah maka dilakukan visualisasi hubungan tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Visualisasi tingkat kematangan gonad kerang darah berdasarkan perbedaan suhu (a) suhu 31 oC dan (b) 33 oC

Berdasarkan gambar 13 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang signifikan tingkat kematangan gonad kerang darah pada suhu 31 oC dan 33 oC. Pada suhu 33 oC jumlah kerang darah yang siap memijah (TKG 4) lebih besar daripada saat suhu 31 o

C. Hal ini dikarenakan suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan proses metabolisme sehingga gonad dapat berkembang lebih cepat. Akan tetapi, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses pembuahan telur, bahkan suhu yang ekstrem atau berubah secara mendadak dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam proses fertilisasi (Affandi dan Tang 2002).

Secara morfologi, gonad kerang darah cukup sulit untuk dibedakan. Hal ini terkait karena letak gonad yang berdekatan dengan saluran pencernaan sehingga pengidentifikasian cukup sulit untuk dilakukan tanpa pembedahan. Penentuan tingkat kematangan gonad kerang darah secara morfologi dilakukan dengan membandingkan warna dan ukuran gonad terhadap rongga tubuh. Perbedaan gonad

6% 47% 42% 5% (a) 7% 30% 49% 14% (b) TKG I TKG II TKG III TKG IV

(42)

29 kerang darah jantan berdasarkan luasan rongga tubuh ditunjukkan oleh yang bertanda panah (Gambar 14).

Gambar 14. Perbedaan tingkat kematangan gonad kerang darah jantan berdasarkan luasan gonad terhadap rongga tubuh (a = TKG I, b = TKG II, c = TKG III, d = TKG IV)

Kerang darah betina memiliki gonad yang berwarna oranye kemerahan. Seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad maka luasan gonad terhadap rongga tubuh juga akan semakin meningkat. Umumnya kerang darah betina memiliki bobot yang lebih besar daripada kerang darah jantan terutama pada fase menjelang pemijahan. Hal tersebut dikarenakan kerang darah betina mengandung butiran telur yang akan semakin membesar pada saat akan memijah. Pada waktu pemijahan, sel telur tersebut akan dikeluarkan ke perairan dan dibuahi oleh sel sperma dan akan menjadi calon individu baru. Perbedaan tingkat kematangan gonad kerang darah betina tersaji dalam Gambar 15.

(43)

30

Gambar 15. Perbedaan tingkat kematangan gonad kerang darah betina berdasarkan luasan gonad terhadap rongga tubuh (a = TKG I, b = TKG II, c = TKG III, d = TKG IV)

Selain berdasarkan luasan gonad terhadap rongga tubuh, pengamatan tingkat kematangan gonad juga dapat dilakukan secara mikroskopis. Metode pengamatan gonad secara mikroskopis dilakukan dengan cara histologis. Pengamatan tingkat kematangan gonad secara histologis ini bertujuan untuk melihat perkembangan gonad secara lebih jelas dan lebih detail. Gambar 16 menjelaskan anatomi perkembangan gonad kerang darah jantan tiap TKG.

Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa gonad kerang darah betina TKG I didominasi oleh oogonium, nukleus atau inti sel belum terlihat jelas. Gonad kerang darah betina pada tahap TKG II mulai berkembang (developing) dengan oogonium yang mulai memperbanyak diri secara mitosis menjadi oosit. Sel telur pada tahap ini belum matang. Pada TKG III (mature) sel telur berkembang menjadi ootid, diameter telur terlihat lebih besar dan mulai terlihat butiran kuning telur. Pada tahap ini, seluruh rongga folikel terisi oleh sel telur yang mulai matang. Pada gonad TKG IV telah mengalami perkembangan yang lebih jelas dibandingkan TKG I, TKG II, dan TKG III. Pada gonad TKG IV ootid telah berkembang menjadi ovum dengan butiran

(44)

31 kuning telur semakin besar. Sebagian telur pada tahap ini telah dikeluarkan sehingga tampak rongga folikel mulai kosong.

Keterangan : a = TKG I, b = TKG II, c = TKG III, d = TKG IV,Fo (Folikel), Oo (Oogonium), Ot (Ootid), Os (Oosit), Ov (Ovum)

Gambar 16. Struktur mikroskopis gonad kerang darah (A. granosa) betina pada perbesaran 10x10

Pada kerang darah jantan TKG I, luminal folikelnya sempit dan kecil dan terdapat jaringan penghubung tipis pada folikel. Spermatogonium mulai berkembang menjadi spermatosit primer dalam jumlah banyak. Spermatosit primer ini banyak ditemukan pada kerang darah TKG II. Pada TKG III, dinding folikel didominasi oleh spermatosit sekunder dan mulai terdapat individu pada lumen. Spermatosit sekunder tersebut semakin berkembang yang akan menjadi spermatozoa yang siap dikeluarkan pada saat pemijahan. Hasil awetan histologis gonad kerang darah jantan dapat dilihat pada Gambar 17.

(45)

32

Keterangan : a = TKG I, b = TKG II, c = TKG III, d = TKG IV, Fo (Folikel), Sg (Spermatogonium), Sp (Spermatosit primer), Ss (Spermatosit sekunder), Sz (Spermatozoa)

Gambar 17. Struktur mikroskopis gonad kerang darah (A. granosa) jantan pada perbesaran 10x10

4.7. Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan nilai yang memberikan informasi mengenai perubahan yang terjadi dalam gonad. Nilai IKG rata-rata kerang darah jantan TKG I yaitu sebesar 2,1%, TKG II 3%, TKG III 5,2% dan TKG IV 9,9%, sedangkan untuk kerang darah betina nilai IKG rata-rata pada TKG I yaitu 5,2%, TKG II 3,8%, TKG III 5,8%, dan TKG IV 8,9%. Nilai IKG rata-rata kerang darah tersaji dalam Gambar 18.

(46)

33

Gambar 18. Indeks kematangan gonad kerang darah (A.granosa)

Secara keseluruhan indeks kematangan gonad kerang darah betina memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan kerang darah jantan. Hal ini diduga terkait karena kerang betina lebih memacu pertumbuhan pada perkembangan gonad sehingga bobotnya lebih besar dari bobot gonad kerang jantan. Perubahan IKG sangat berkaitan dengan tahap perkembangan telur. Umumnya bobot gonad akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya TKG dan perkembangan diameter telur. Peningkatan bobot gonad tersebut juga akan meningkatkan bobot kerang. Menurut Effendie (1997) bobot gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum kerang memijah dan nilai IKG akan juga akan mencapai maksimum pada kondisi tersebut.

4.8. Saran Pengelolaan

Kerang darah (A. granosa) merupakan salah satu kerang yang bernilai ekonomis tinggi. Permintaan masyarakat terhadap kerang darah cenderung semakin meningkat sepanjang tahun. Hal ini disebabkan karena harga kerang darah yang relatif lebih murah daripada komoditas laut lainnya. Meningkatnya permintaan terhadap kerang darah ini membuat para nelayan terus meningkatkan jumlah produksinya. Hal ini tentu berdampak kurang baik terhadap stok kerang darah

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 TKG I TKG II TKG III TKG IV IK G ra ta -ra ta ( %) TKG Jantan Betina

(47)

34 diperairan, karena sampai saat ini pemenuhan produksi kerang darah masih memanfaatkan hasil penangkapan dialam.

Adanya tekanan penangkapan yang tinggi dengan alat tangkap yang tidak selektif tersebut mengakibatkan keberadaan kerang darah dialam semakin mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan penurunan ukuran individu, mengubah struktur umur sumberdaya dalam satu populasi, dan berkurangnya kelimpahan. Tingkat eksploitasi yang tinggi pada awalnya akan membuat stok kerang dewasa yang ada diperairan semakin sedikit, sehingga rekruitmen menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian kerang darah di perairan maka perlu dilakukan berbagai upaya pengelolaan diantaranya yaitu memperbesar ukuran mata jaring garok yang digunakan agar kerang-kerang muda tidak ikut tertangkap sehingga memberi kesempatan kerang darah untuk tumbuh dan bereproduksi. Selain itu, pengalihan daerah tangkapan nelayan juga menjadi hal yang perlu diperhatikan sehingga memberikan kesempatan kerang darah agar dapat melakukan pemijahan.

(48)

35

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan nisbah kelamin kerang darah di Teluk Lada Labuan sangat signifikan dengan jumlah kerang darah betina lebih besar daripada kerang darah jantan. Kerang darah jantan memiliki tipe pertumbuhan allometrik negatif, sedangkan kerang darah betina memiliki tipe pertumbuhan isometrik. Tipe pertumbuhan tersebut mengindikasikan bahwa perairan tersebut kurang cocok bagi sintasan kerang darah jantan. Faktor kondisi kerang darah betina umumnya lebih besar daripada faktor kondisi kerang darah jantan hal ini memperlihatkan bahwa kerang betina lebih mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada. Berdasarkan tingkat kematangan gonad, kerang darah jantan siap memijah pada ukuran yang lebih kecil yaitu 11,70-13,40 mm, sedangkan kerang darah betina sudah siap memijah pada ukuran 15,30-17,00 mm.

5.2. Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai reproduksi kerang darah (Anadara

granosa) dengan waktu penelitian yang lebih panjang untuk mengetahui musim

pemijahan kerang darah (A. granosa) di Perairan Teluk Lada Labuan. Selain itu perlu kajian lebih lanjut mengenai nisbah kelamin kerang darah yang seimbang secara biologi di perairan.

(49)

36

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R dan , Usman M. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Riau.

Afiati, N. 2007. Hermaphroditsm in Anadara granosa (L.) and Anadara antiquate (L.) (Bivalvia : Arcidae) from Central Java. Journal of coastal development. 10(3) : 171-179.

Barnes, R.D. 1987. Invertebrate zoology. 5 th Edition. Saunders Collage. Philadelphia. 893p.

Bilad, M.R. 2010. Dampak lingkungan penggunaan batubara sebagai bahan bakar pengomporan tembakau virginia [terhubung berkala]. http://www.roilbilad.wordpress.com// [18 Agustus 2010]

Bourne, N. 2004. Hatchery culture of bivalves. Food of agriculture organization of the united nations. Roma.

Broom, M.J.1985. The biology and culture of marine bivalve molluscs of genus

Anadara. ICLARM Studies and Reviews, International Center for Living

Aquatic Resources Management. Manila.44p.

Bunje, P. 2001. The bivalvia. University of California museum of paleontology. [terhubung berkala].http://www.ucmp.berkeley.edu. [15 Maret 2010]

Dance, S.P. 1977. The collectors’s encyclopedia of shells. Australia and N.Z book company. Sydney.

Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Universitas Indonesia Press (UI-Press). Jakarta.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Banten. 2009. Rencana pengelolaan perikanan (RPP) sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP) Banten. [terhubung berkala]. http://www.dkp-banten.go.id. [10 November 2009]

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm.

Effendie, M.I. 1979. Metoda biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. ---.1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.

Franklin, A. 1972. The cockle and its fisheries laboratory leaflet (new series) no.26. Ministry of agriculture fisheries and food. London.

Gambar

Gambar 1. Bagan alir perumusan masalah Masukan bahan pencemar di sekitar Teluk Lada Kegiatan penangkapan Strategi pengelolaan  Kajian lingkungan (Substrat, suhu,  kekeruhan, salinitas, pH, dan arus) -Rasio kelamin Status sumberdaya Kerang Darah
Gambar 2. Anadara granosa (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3. Anatomi kerang darah (A.granosa) (Sumber: Bunje 2001)
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi ekspresi gen aktin dan menganalisis karakteristiknya pada kerang darah Anadara granosa terhadap induksi logam

Apakah limbah cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn. ) dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk mensintesis membuat hidroksiapatit berukuran nanometer

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi ekspresi gen aktin dan menganalisis karakteristiknya pada kerang darah Anadara granosa terhadap induksi logam

Sintesis senyawa kalsium fosfat dapat dilakukan dengan mencampurkan kalsium oksida (CaO) yang bersumber dari cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn.. Sedangkan

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai kepadatan, pola pertumbuhan dan faktor kondisi pada Kerang Darah (Anadara granosa) serta hubungan kepadatan Kerang

Berdasarkan pengamatan ukuran pertama kali matang gonad pada perairan Bondet untuk kerang darah jantan dengan panjang cangkang sebesar 27,20 mm sedangkan kerang

Anadara granosa yang sering disebut kerang darah karena adanya warna merah kecoklatan dari daging anadara. Warna ini terjadi karena adanya haemoglobia dalam darah. Penelitian

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa diperoleh total kolesterol kerang darah (Anadara granosa) berbeda sangat nyata antar lokasi pengambilan sampel kerang darah (Anadara