• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb, Cu, Cd, DAN Hg

PADA KERANG DARAH Anadara granosa (Linnaeus, 1758)

DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG

INGGAR KUSUMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian yang berjudul Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir usulan penelitian ini.

(4)

ABSTRAK

INGGAR KUSUMA. Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ETTY RIANI.

Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu sumber daya hayati yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan konsumsi, tetapi biota tersebut dapat mengakumulasi logam lebih tinggi dibandingkan dengan biota akutik lainnya karena sifatnya menetap dan filter feeder. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg yang terdapat pada kerang darah. Analisis logam berat dilakukan menggunakan Atomic

Absoption Spectrophotometry (AAS). Hasil analisis kandungan logam tertinggi

ditunjukkan oleh Pb sebesar 0,675 mg/kg pada bulan Juni dan 1,860 mg/kg pada bulan Agustus di Perairan Kronjo, diikuti oleh Cu sebesar 3,440 mg/kg di Perairan Cituis. Nilai faktor konsentrasi menunjukkan bahwa kerang darah (Anadara granosa) pada Perairan Kronjo dan Cituis memiliki daya akumulasi yang sedang terhadap logam Pb dan Cd, namun rendah terhadap logam Cu.

Kata kunci: Cituis, kerang darah (Anadara granosa), Kronjo, logam berat, PTWI

ABSTRACT

INGGAR KUSUMA. Heavy Metal Content Pb, Cu, Cd, and Hg on the Blood Cockle Anadara granosa (Linnaeus, 1758) in Coastal Tangerang Regency. Supervised by YUSLI WARDIATNO and ETTY RIANI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb, Cu, Cd, DAN Hg

PADA KERANG DARAH Anadara granosa (Linnaeus, 1758)

DI PERAIRAN PESISISR KABUPATEN TANGERANG

INGGAR KUSUMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

Nama : Inggar Kusuma

NIM : C24100089

Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Pembimbing I

Dr Ir Etty Riani, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, Msc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul

“Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara

granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang”. Karya

ilmiah ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan

2. Penelitian yang pembiayaannya bersumber dari dibiayai oleh PT Kapuk Naga Indah, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

3. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai dosen pembimbing akademik dan ketua komisi pembimbing.

4. Dr Ir Etty Riani, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

5. Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc selaku penguji tamu dan Inna Puspa Ayu, SPi, MSi selaku perwakilan komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.

6. Keluarga: Bapak (Anif Fariyanto), Mama (Syarita Hutabarat), Adik (Andika Dwi Setyawan dan Andi Alfian Kartika Aji) atas kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril ataupun materil.

7. Teman-teman penelitian Kronjo: Febi, Serli, Andin, Fani, Nina, Werdhiningtyas, Akrom, Lusita, Dito, Runi, Nisa, Ka Ana, Kang Asep dan semua yang telah membantu.

8. Teman-teman MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bentuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan. 9. Teman-teman TPB Puspa Aqmarina, Egi Puspita, Indrayu Wulan Sari

Ritonga, Mugi Lestari, Adhita Puspitasari, Viona Mandalika, Sugih Mahera. 10. Keluarga Besar ORYZA Softball Baseball IPB

11. Teman-teman NF Dita, Nanda, Eca, Ijec, Siella Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

METODE 3

Lokasi dan Waktu 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Kerja 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 12

KESIMPULAN 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan BSN (2009) dan

WHO (2011) 5

2 Nilai faktor biokonsentrasi logam (Pb, Cu, dan Cd) pada kerang darah

(Anadara granosa) 11

3 Kandungan logam berat dalam kerang darah pada beberapa perairan di

Indonesia 14

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir perumusan masalah penelitian logam berat (Pb, Cu,Cd, Hg) pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Pesisir Kabupaten

Tangerang 2

2 Lokasi pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) di Perairan

Kronjo dan Cituis 3

3 Kerang darah (Anadara granosa) 4

4 Alat tangkap garok 4

5 Hasil analisis kandungan logam berat Pb pada insang dan daging kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang 7 6 Hasil analisis kandungan logam berat Cu pada insang dan daging kerang

darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang 8 7 Hasil analisis kandungan logam berat Cd pada insang dan daging kerang

darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang 9 8 Hasil analisis kandungan logam berat Hg pada insang dan daging kerang

darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis kandungan logam berat pada kerang darah (Anadara granosa) 19 2 Perhitungan jumalah kerang yang boleh dikonsumsi oleh manusia

individu/minggu 19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Cituis dan Kronjo yang terletak di pesisir Kabupaten Tangerang merupakan suatu daerah yang keadaannya cukup rusak akibat abrasi oleh air laut. Selain itu, pencemaran juga terjadi akibat berbagai aktivitas sekitar pantai. Hal tersebut membuat keadaan lingkungan beserta biota yang berada di sekitarnya tercemar. Salah satu di antara bahan yang berpotensi mencemari adalah logam berat. Logam berat pada lingkungan perairan dapat berasal dari berbagai sumber alam dan kegiatan antropogenik (Connell dan Miller 1995). Menurut Yonvitner et al. (2007), wilayah Pesisir Tangerang banyak menerima masukan dan limpahan bahan organik yang umumnya masuk melalui sungai. Selain bahan organik, terdapat juga bahan toksik (racun) yang berbahaya bagi biota. Pencemaran lingkungan perairan oleh logam berat dapat mempengaruhi biota akuatik, menimbulkan kekhawatiran, dan menimbulkan resiko yang cukup besar terhadap kesehatan (Amisah et al. 2009). Pencemaran logam berat di Perairan Kronjo dan Cituis yang dikhawatirkan, di antaranya Pb, Cu, Cd, dan Hg.

Pemantauan dan penelitian logam di lingkungan telah banyak dilakukan karena kekhawatiran tehadap akumulasi dan efek toksikan, terutama pada organisme akuatik dan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut (Otchere 2003). Hungspreungs dan Yuangthong (1983) in Everaarts dan Swennen (1987) menyatakan bahwa salah satu organisme akutik dari filum moluska yang biasa dikonsumsi oleh manusia adalah oyster (Crassostrea commercialis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang hijau (Perna viridis). Selain itu, bivalvia sangat efektif untuk menjadi biomonitor karena kemampuannya yang dapat mengakumulasi bahan kimia, memiliki masa hidup yang lama, kepadatan yang tinggi, dan sesil (menetap) (Otchere 2003; Rainbow 2007; Gupta dan Singh 2011). Banyak penelitian yang telah dilakukan di Pesisir Indonesia. Salah satu penelitian tersebut adalah kandungan logam berat yang terdapat di ikan (Simbolon et al. 2010) dan kerang (Wulandari 2009; Fauziah et al. 2012; Azhar et al. 2012; Suprapti 2008; Suryono 2006).

(12)

2

Kerang darah juga dimanfaatkan oleh manusia karena mengandung protein, vitamin, mineral, dan asam lemak tidak jenuh dengan nilai gizi tinggi. Apabila kerang darah yang terkontaminasi logam berat dikonsumsi oleh manusia, maka dapat membahayakan kesehatan manusia, sehingga diperlukan penelitian untuk membuktikan kandungan logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Hg) yang terdapat dalam kerang darah (Anadara granosa).

Perumusan Masalah

Aktivitas manusia di sekitar pesisir seperti kegiatan industri, rumah tangga, maupun kegiatan pertanian dapat menyebabkan tingginya masukan limbah, baik organik maupun anorganik ke wilayah pesisir tersebut. Masukan limbah tersebut dapat menyebabkan terjadinya pencemaran di udara, perairan, dan tanah. Salah satu limbah yang dapat membahayakan lingkungan, organisme, dan manusia adalah logam berat. Kerang darah merupakan biota yang dapat digunakan dalam memonitoring perairan tercemar, terutama akibat cemaran logam berat. Hal ini dikarenakan mobilitas atau pergerakan kerang darah yang rendah, sehingga memiliki potensi yang besar dalam mengakumulasi logam berat yang ada di lingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat di dalam tubuh kerang darah diduga dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada di habitatnya. Uraian tersebut secara ringkas disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah penelitian logam berat (Pb, Cu,Cd, Hg) pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

 Masukkan air yang berasal dari

allochthonous dan autochthonous  Kualitas air  Hidrodinamika

Faktor konsentrasi yang terdapat dalam organ insang

dan daging kerang darah (Anadara

granosa)

(13)

3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg yang terdapat dalam kerang darah (Anadara granosa).

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di sepanjang Pesisir Tangerang Kecamatan Cituis dan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten. Kegiatan penelitian ini meliputi pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) yang dilakukan di Perairan Cituis dan Kronjo (Gambar 2) pada bulan April 2013 sampai dengan Februari 2014, dan analisis kandungan logam berat dilaksanakan di Laboratorium Bio Mikro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Kronjo dan Cituis

Alat dan Bahan

(14)

4

granosa) yang disajikan pada Gambar 3, es batu, dan bahan kimia untuk analisis kandungan logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Hg) pada kerang darah.

Gambar 3 Kerang darah (Anadara granosa)

Prosedur Kerja

Pengambilan dan penyiapan contoh

Contoh kerang darah diambil dari Perairan Cituis dan Kronjo Kabupaten Tangerang sebanyak tiga kali. Contoh diambil menggunakan garok yang ditunjukkan pada Gambar 4 selama 15-30 menit, kemudian contoh disimpan pada plastik klip dan dimasukkan ke dalam cool box yang berisi es batu.

Gambar 4 Alat tangkap garok Analisis kandungan logam berat

(15)

5 lingkungan yang steril. Analisis logam dilakukan secara komposit dengan bobot masing-masing organ sekitar 10 gram berat basah, dan diberi label untuk mencegah tertukarnya contoh. Setelah itu, contoh organ (insang dan daging) kerang darah dimasukan ke dalam pendingin, kemudian kandungan logam beratnya dianalisis di laboratorium.

Penentuan kandungan logam berat pada biota dilakukan sesuai dengan metode Nitric Acid-Perchloric Acid Digestion, yaitu contoh dioksidasi oleh asam sehingga logam dalam keadaan terlarut. Proses ini juga disebut juga dengan destruksi. Pembuatan larutan standar dan dikalibrasi dilakukan sesuai metode Nitric Acid-Perchloric Acid Digestion. Analisis kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada contoh dilakukan di laboratorium menggunakan AAS (Atomic Absoption Spectrophotometer) sesuai dengan metode Direct Air-Acetylene Flame

Method dengan panjang gelombang masing-masing logam secara berturut-turut

adalah 283,3 nm; 324,7 nm; 228,8 nm; sedangkan logam Hg menggunakan metode Cold-Vapor Atomic Absorption Spectrometric Method dengan panjang gelombang 253,7 nm (Rice et al. 2012).

Analisis Data

Analisis deskriptif

Hasil analisis kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, dan Hg pada contoh biota dibandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yang telah ditetapkan oleh BSN (2009) dan badan kesehatan dunia WHO (2011) yang ditunjukkan pada Tabel 1, yaitu batas maksimum cemaran logam berat yang diperbolehkan oleh WHO dan BSN yang diterbitkan pada SNI.

Tabel 1 Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan BSN (2009) dan WHO (2011)

Parameter Satuan Baku Mutu

Timbal (Pb) mg/kg 0,3

Kadmium (Cd) mg/kg 0,1

Merkuri (Hg) mg/kg 0,5

Tembaga (Cu) mg/kg 2-3 (WHO)

Batas aman logam berat pada manusia

(16)

6

minggu (Maximum Weekly Intake) yang diterbitkan WHO dan JEFCA (2011) untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh logam.

MWI = Berat badana) x PTWIb) Keterangan:

a)

: untuk asumsi berat badan sebesar 60 kg

b)

: PTWI (angka toleransi batas maksimum per minggu) yang dikeluarkan lembaga pangan terkait dalam satuan mg/kg berat badan

Setelah MWI dan konsentrasi logam diketahui pada masing-masing biota, selanjutnya dapat menentukan nilai maximum tolerable intake (MTI) dengan rumus (Turkemen et al. 2008 in Azhar et al. 2012)

MTI = MWI /Ct Keterangan :

MWI : Maximum Weekly Intake (orang dengan berat badan 60 kg per minggu) Ct : Konsentrasi logam berat yang ditemukan di dalam daging (mg/kg) Faktor biokonsentrasi

Faktor biokonsentrasi adalah nisbah konsentrasi rata-rata dari suatu bahan kimia uji yang terakumulasi dalam jaringan organisme yang terpapar terhadap konsentrasi bahan kimia uji yang terukur di dalam air (Tahir 2012). Faktor konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus (Carson 1962 in Fu et al. 2009).

K n entra ga erang g g K n entra ga a r g

Ket:

BCF = Faktor biokonsentrasi

Menurut Van Esch 1977 in Siregar (2013), terdapat tiga kategori faktor konsentrasi, yaitu tingkat akumulasi rendah (<100), tingkat akumulasi sedang (100-1000), dan tingkat akumulasi tinggi (>1000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Logam Pb (Timbal)

(17)

7 dan Bruce 2002). Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb yang terdapat di perairan dapat berasal dari aktivitas manusia, maupun secara alamiah terdapat di dalam kerak bumi (Palar 1994 in Widowati et al. 2008). Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun darat.

Logam Pb adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, mata, dan parenteral (Widowati et al. 2008). Hasil analisis kandungan logam Pb pada insang dan daging di Perairan Cituis pada bulan Juni dan Agustus memiliki nilai yang sama sebesar 0,030 mg/kg, Hal ini berbeda dengan hasil analisis kandungan logam Pb di Perairan Kronjo pada organ insang sebesar 0,675 mg/kg pada bulan Juni dan 1,860 mg/kg pada bulan Agustus, sedangkan pada daging di bulan Juni sebesar 0,529 mg/kg dan 0,215 mg/kg di bulan Agustus (Gambar 5).

Gambar 5 Hasil analisis kandungan logam berat Pb pada insang dan daging kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

(18)

8

Logam Cu (Tembaga)

Menurut Darmono (1995), logam tembaga (Cu) merupakan mineral esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk pembentukan hemoglobin. Secara alamiah, logam Cu masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan, ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Logam Cu yang berasal dari aktivitas manusia, kegiatan industri, pertambangan, maupun industri galangan kapal, beserta kegiatan dipelabuhan yang dapat mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu di suatu perairan (Widowati et al. 2008). Hasil analisis kandungan logam berat Cu yang terdapat pada organ insang dan daging di Perairan Cituis dan Kronjo, Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai kandungan logam Cu pada organ insang di Perairan Cituis sebesar 0,0150 mg/kg pada bulan juni dan 1,610 mg/kg pada bulan Agustus, sedangkan pada daging di bulan Juni sebesar 0,015 mg/kg dan 3,440 mg/kg di bulan Agustus. Hal ini berbeda dengan nilai kandungan logam Cu pada organ insang di Perairan Kronjo yaitu 0,015 mg/kg di bulan Juni dan 0,387 mg/kg di bulan Agustus, sedangkan 0,015 mg/kg di bulan Juni dan 0,215 mg/kg di bulan Agustus pada organ insang (Lampiran 1).

Gambar 6 Hasil analisis kandungan logam berat Cu pada insang dan daging kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

Batas maksimum logam tembaga yang dapat ditoleransi oleh tubuh per hari (Provisional Maximum Tolerable Daily Intake) berdasarkan batas yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan FAO sebesar 0,05-0,5 mg/kg per minggu per berat badan. Hal tersebut dapat diperkirakan berat maksimum kerang yang dapat dikonsumsi tidak lebih dari 1736,613-36923,076 gr per minggu per 60 kg berat badan pada Perairan Cituis dan 14925,373-260869,565 gr per minggu per 60 kg berat badan pada Perairan Kronjo. Hasil perhitungan PMTDI didapatkan jumlah kerang yang dapat dikonsumsi sebanyak 789-16783 individu kerang darah

(19)

9 per hari pada Perairan Cituis dan 6784-118577 individu kerang darah per hari pada Perairan Kronjo (Lampiran 2).

Logam Cd (Kadmium)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 321oC dan titik didih 765oC. Kadmium terdapat sebagai mineral sulfida dan sering ditemukan di alam bersama logam Pb dan Zn (Hamidah 1980). Kadmium merupakan logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan cadmium oksida bila dipanaskan. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan Kobalt (Co) serta kuprum (cu), sementara dalam kadar tinggi, logam tersebut berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn), dan timbal (Pb). Sumber lain adalah dari penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk tanaman yang kemudian terbawa oleh aliran angin dan air. Kadmium bisa membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil (Widowati et al. 2008). Menurut Sorensen (1991), kadmium sebagai polutan kumulatif yang tidak dapat uraikan, dianggap mampu mengubah tingkat trofik pada air selama berabad-abad. Gambar 7 menunjukkan rata-rata nilai kandungan logam Cd pada organ insang dan daging di Perairan Cituis dan Kronjo memiliki nilai yang sama dikedua perairan dengan nilai sebesar 0,005 mg/kg pada bulan Juni dan Agustus.

Gambar 7 Hasil analisis kandungan logam berat Cd pada insang dan daging kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

Batas maksimum logam kadmium yang dapat ditoleransi oleh tubuh perminggu (Provisional Tolerable Weekly Intake) yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) sebanyak 0,007 mg/kg per minggu per berat badan. Perkiraan berat maksimum kerang darah yang dapat dikonsumsi perminggu tidak

(20)

10

lebih dari 84000 gr per minggu per 60 kg berat badan pada Perairan Cituis dan Kronjo. Hasil perhitungan PTWI didapatkan jumlah kerang yang dapat dikonsumsi sebanyak 38181 individu kerang darah pada Perairan Cituis dan Kronjo.

Logam Hg (Merkuri)

Merkuri (Hg) secara alami tersedia di alam dari hasil proses vulkanik kerak bumi (El-Moselhy 2006; Widowati et al. 2008). Hg merupakan salah satu logam yang paling beracun bagi lingkungan termasuk litosfer, hidrosfer, atmosfer, dan biosfer. Serangkaian tranformasi kimia yang rumit memungkinkan tiga siklus oksidasi merkuri (Hg0, Hg+1, Hg+2) di lingkungan (Barbosa et al. 2001). Logam Hg yang masuk ke perairan sangat mudah berikatan dengan klor yang ada dalam air laut dan membentuk ikatan HgCl yang mudah masuk ke dalam plankton dan bisa berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di dasar perairan (Widowati et al. 2008). Hasil analisis kandungan logam berat Hg yang terdapat pada insang dan daging di Perairan Cituis dan Kronjo, Kabupaten Tangerang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil analisis kandungan logam berat Hg pada insang dan daging kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

Nilai rata-rata kandungan logam Hg pada organ insang dan daging di Perairan Cituis dan Kronjo (Lampiran 1) memiliki nilai yang sama dikedua perairan sebesar 0,001 mg/kg pada bulan Juni dan Agustus. Menurut Mukhtasor (2007), ikan dan kerang mampu membuat logam Hg yang berada di dalam tubuhnya menjadi tidak beracun melalui proses methilating. Menurut El-Moselhy (2006), akumulasi Hg pada organisme laut tergantung dari faktor biotik dan abotik, seperti laju petumbuhan, stadia hidup, supply makanan, kebiasaan makan, jenis spesies, tingkat psikologi, suhu, salinitas, dan sumber pencemaran. Batas

(21)

11 pemasukkan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) pada logam merkuri perminggu (Provisional Tolerable Weekly Intake) sebesar 0,005 mg/kg per minggu per berat badan. Perkiraan berat maksimum kerang darah yang dapat dikonsumsi perminggu tidak lebih dari 300000 gr per minggu per 60 kg berat badan pada Perairan Cituis dan Kronjo. Hasil perhitungan PTWI didapatkan jumlah kerang yang dapat dikonsumsi sebanyak 136363 individu kerang darah pada Perairan Cituis dan Kronjo (Lampiran 2).

Faktor biokonsentrasi

Faktor biokonsentrasi merupakan suatu ukuran nilai kemampuan biota air dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan di sekitarnya. Faktor tersebut menunjukkan adanya kecenderungan biota dalam mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya. Nilai faktor biokonsentrasi dapat diperoleh dengan membandingkan kemampuan organisme (kerang) dalam menyerap logam dari air. Nilai faktor biokonsentrasi disajikan pada Tabel 2.

(22)

12

menunjukkan bahwa daya akumulasi kerang darah pada logam Cu dikedua perairan tergolong rendah.

Pembahasan

Kandungan logam berat pada kerang darah (Anadara granosa) dianalisis pada organ insang dan daging dari Perairan Cituis dan Kronjo. Kerang darah merupakan salah satu biota dari kelas bivalvia yang biasa digunakan sebagai indikator biologis karena dapat mengakumulasi logam berat di dalam tubuhnya (Zahir et al. 2011; Jara-Marini et al. 2013; Jolley et al. 2004; Budiawan 2013). Bioakumulasi merupakan pengambilan dan penyimpanan bahan-bahan kimia (polutan) dari sumber eksternal, seperti makanan, air, subtrat, dan udara. Bioakumulasi terjadi apabila tingkat pengambilan polutan oleh organisme lebih besar dari tingkat hilangnya polutan dari tubuh organisme (Neff 1997 in Mukhtasor 2007).

Alam et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kerang darah (Anadara granosa) berpotensi untuk menjadi indikator pencemaran dalam lingkungan laut. Selain itu juga dapat menjadi bioindikator pada air dan sedimen yang terkontaminasi oleh Cd dan Zn (Abdullah et al. 2007; Rashid et al. 2009). Menurut Eisler (1981) in Nguyen et al. (2011), kandungan logam berat tertinggi di estuari biasanya terdapat pada bivalvia. Analisis logam berat menggunakan

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). AAS merupakan sebuah mesin

yang lebih sensitif dan dapat mengukur logam sampai tingkat ppb. Cara kerja mesin ini berdasarkan penguapan larutan contoh dan logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas yang mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan, kemudian banyaknya penyerapan radiasi diukur pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan jenis logamnya (Darmono 1995).

Hasil analisis kandungan logam Pb (Gambar 5) tertinggi terdapat pada organ insang di Perairan Kronjo sebesar 0,675 mg/kg pada bulan Juni dan 1,860 mg/kg pada bulan Agustus. Selanjutnya kandungan logam Cu tertinggi terdapat di Perairan Cituis pada organ daging sebesar 3,440 mg/kg di bulan Agustus (Gambar 6). Kandungan logam Cd dan Hg di bulan Juni dan Agustus pada organ insang dan daging memiliki nilai yang sama pada kedua daerah dan berada di bawah batas deteksi Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) sehingga nilai pada masing-masing logam sebesar 0,005 mg/kg pada logam Cd dan 0,001 mg/kg pada logam Hg (Gambar 7 dan 8). Pengambilan contoh pada bulan Juni dan Agustus tidak mempengaruhi hasil analisis kandungan logam. Hal ini disebabkan tidak adanya perbedaan musim selama pengambilan contoh.

(23)

13 maksimum dalam mengabsorbsi kontaminan yang berasal dari air, sedangkan akumulasi maksimum terhadap logam berat yang terdapat pada organ daging terjadi ketika organ insang telah melebihi batas maksimal untuk mengakumulasi logam berat (Raphael et al. 2011).

Nilai kandungan logam Pb yang tinggi dapat diakibatkan oleh limbah yang salah satunya dapat berasal dari batu bara akibat pembakaran dari pembangkit tenaga listrik tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Darmono (1995) bahwa batu bara dan minyak merupakan bahan bakar yang banyak digunakan karena harganya yang relatif murah dan mudah untuk didapatkan. Dilain pihak, limbahnya cukup berbahaya untuk makhluk hidup di sekitarnya karena dapat mengandung logam Arsen (As), Kadmium (Cd), timah hitam (Pb), dan Merkuri (Hg), sedangkan rata-rata kandungan logam Cu yang tinggi dapat disebabkan buangan limbah industri, tekstil, serta outfall dan pengecatan anti fouling pada kapal. Selain itu, menurut Mukhtasor (2007), kandungan Cu yang masuk ke laut juga diakibatkan karena adanya asap pabrik tembaga dan pelapisan logam.

Tingginya kandungan logam berat dalam tubuh kerang darah, menunjukkan bahwa tingkat akumulasi logam berat tidak terlepas dari tingginya logam berat dalam habitatnya seperti sedimen. Hal ini didukung berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muflih (2014), bahwa sebaran kandungan logam Pb dan Cd pada sedimen di Perairan Cituis dan Kronjo sebesar 0-0,017 mg/kg dan 0,0001 mg/kg, sedangkan di Perairan Cituis logam Cu dan Hg berturut-turut sebesar 0,002-0,032 mg/kg dan 0,004-0,020 mg/kg, selain itu sebaran logam Cu dan Hg yang terdapat di Perairan Kronjo masing-masing sebesar 0,002-0,062 mg/kg dan 0,004-0,091 mg/kg. Perbedaan kandungan logam berat pada sedimen dan biota dapat diketahui bahwa kerang darah memiliki daya lepas yang tinggi terhadap logam Hg dan daya lepas yang rendah terhadap logam Pb dan Cu. Daya lepas yang rendah terhadap logam Pb dan Cu ditunjukkan dengan kandungan logam yang terdapat pada biota lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen, sedangkan daya lepas yang tinggi terhadap logam Hg ditunjukkan dengan kandungan logam yang terdapat pada biota lebih rendah dibandingkan dengan sedimen.

(24)

14

salinitas perairan, sejarah geokimia sedimen (Wang 2002), kegiatan antropogenik, variasi musim untuk logam, pasokan makanan bagi biota, pertumbuhan, serapan dan tingkat ekskresi logam oleh biota, perkembangan biologi dan gonad biota (El-Moselhy dan Yassiem 2005), kebiasaan makan, dan habitat biota (Arifin et al. 2012). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Happy et al. (2012) berdasarkan penelitiannya bahwa parameter kualitas air seperti pH, suhu, dan debit air juga mempengaruhi konsentrasi logam berat yang berada di perairan.

Nilai faktor konsentrasi logam Pb di Perairan Kronjo lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Cituis, sedangkan nilai faktor konsentrasi logam Cu lebih tinggi di Perairan Cituis dibandingkan dengan Perairan Kronjo dan nilai faktor konsentrasi logam Cu tergolong rendah pada kedua perairan (Lampiran 3). Hal ini menindikasikan bahwa jenis logam Pb dan Cu lebih banyak terdapat di perairan sehingga mudah terakumulasi pada kerang darah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutagalung (1991) bahwa besar kecilnya nilai faktor konsentrasi tergantung pada jenis logam berat, organisme, lama pemaparan serta kondisi lingkungan perairan.

Tabel 3 Kandungan logam berat dalam kerang darah pada beberapa perairan di Indonesia manusia dapat menggangu dan membahayakan kesehatan manusia. Salah satu cara untuk menghindari resiko keracunan logam berat adalah dengan menentukan berat maksimal asupan kerang darah dengan menghitung Provisional Toralable

Weekly Intake (PTWI) untuk logam Pb, Cd, dan Hg, dan Provisional Maximum

(25)

15 merupakan sebuah cara yang digunakan untuk mengukur kontaminan, seperti logam berat pada makanan yang sifatnya kumulatif, sedangkan PMTDI merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengukur kontaminan pada makanan yang memiliki waktu paruh yang sangat lama dalam tubuh manusia. Berat maksimum asupan kerang darah yang boleh dikonsumsi manusia setiap minggunya (PTWI) per 60 kg berat badan pada logam Pb, Cd, dan Hg pada Perairan Cituis sebesar 50000 gr; 84000 gr; dan 300000 gr, sedangkan pada Perairan Kronjo logam Pb, Cd, dan Hg nilainya sebesar 1183,432-4032,258 gr; 84000 gr; dan 300000 gr (Lampiran 2). Berat maksimum asupan kerang darah per hari per 60 kg berat badan pada logam Cu, 1736,613-36923,077 gr pada Perairan Cituis dan 14925,373-260869,565 gr pada Perairan Kronjo (Lampiran 2). Berat maksimum yang paling rendah dari keempat logam berat tersebut, yaitu logam Pb sehingga maksimum kerang darah yang dapat dikonsumsi perminggu per 60 kg berat badan sebanyak 537-1832 individu kerang darah. Batas aman dibuat sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengkonsumsi kerang.

Hasil yang diperoleh didapatkan bahwa kerang darah merupakan salah satu biota akuatik yang mampu mengakumulasi logam berat di dalam tubuhnya. Akumulasi logam berat tertinggi pada logam Pb terdapat di Perairan Kronjo dan telah melebihi baku mutu menurut SNI. Batas aman kerang darah yang boleh dikonsumsi dari Perairan Kronjo sebesar 1183,432-4032,258 gr per minggu per 60 kg berat badan. Nilai faktor konsentrasi menunjukkan bahwa kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Kronjo dan Cituis memiliki daya akumulasi yang sedang terhadap logam Pb dan Cd, namun rendah terhadap logam Cu.

KESIMPULAN

Kerang darah yang terdapat di Perairan Kronjo dan Cituis mengandung logam berat Pb, Cu, Cd dan Hg. Logam berat Pb tertinggi terdapat di Perairan Kronjo dan logam berat Cu tertinggi di Perairan Cituis, sedangkan kandungan logam berat lainnya seperti logam Cd dan Hg memiliki nilai yang rendah di kedua daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MH, Sidi J, Aris AZ. 2007. Heavy metals (Cd, Cu, Cr, Pb and Zn) in Meretrix meretrix roding, water and sediments from estuaries in Sabah, North Borneo. International J Environmental & Science Education. 2(3):69–74.

(26)

16

Anggraeny YA. 2010. Analisis kandungan logam berat Pb, Cd, dan Hg pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Amisah S, Adjei BD, Obirikorang KA, Quagrainie. 2009. Effects of clam size on heavy metal accumulation in whole soft tissues of Galatea paradoxa (Born, 1778) from the Volta estuary. Ghana International J Fisheries Aquaculture. 1(2):014-021.

Arifin Z, Puspitasari R, Miyazaki N. 2012. Heavy metal contamination in Indonesian coastal marine ecosystem: a historical perspective. Costal Marine Science. 35(1):227-233.

Barbosa AC, Jardim W, Dòrea JG, Fosberg B, Souza J. 2001. Hair mercury speciation as a functioning of gender, age, and body mass index in habitants of the Negro. Arch Environt Contam Toxicol. 40:439-444.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta (ID): BSN.

Azhar H, Widowati I, Suprijanto J. 2012. Studi kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, Cr pada kerang simping (Amusium pleuronectes), air, dan sedimen di Perairan Wedung, Demak serta analisis maximum tolerable intake pada manusia. J Marine Research. 1(2):35-44.

Brusca RC, Brusca GJ. 1983. Invertebrates. Second edition. Sunderland, Massachusetss (GB): Sinauer Associates.

Budiawan. 2013. Bioakumulasi metil merkuri oleh Perna viridis dan Anadara indica melalui jalur pakan. J Teknologi Pengelolaan Limbah. 16(2):1-16. Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Y.

Koestoer, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta (ID): UI-pr.

Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta (ID): UI-pr.

Daud A, Dullah AAM, Malongi A. 2013. Risk management of cadmium (Cd) due to Leiognathus sp, Portunus pelagicus, Anadara sp and Penaeus sp consumption among community in Tallo Subdistric, Makassar, Indonesia. International J of Scientific and Research Publication. 3(11).

Ekeanyanwu RC, Ogbuinyi AC, Etienajirhevwe FO. 2011. Trace metals distribution in fish tissues, bottom sediments and water from Okumesi River in Delta State, Nigeria. Environmental Research J. 5(1):6-10.

El-Moselhy KM. 2006. Bioaccumulation of mercury in some marine organisms from Lake Timsah and Bitter Lakes (Suez Canal, Egypt). Egyptian J of Aquatic Research. 32(1):124-134.

El-Moselhy KM, Yassiem M . 2005. Accumulation patterns of heavy metals In venus clams, Paphia undulata (Born, 1780) and Gafrarium pectinatum (Linnaeus, 1758), from Lake Timsah, Suez Canal, Egypt. Egyptian J of Aquatic Research. 31(1).

(27)

17 Fauziah AR, Rahardja BS, Cahyoko Y. 2012. Korelasi ukuran kerang darah (Anadara granosa) dengan konsentrasi logam berat merkuri (Hg) di Muara sungai Ketingan, Sidoarjo, Jawa Timur. J of Marine Science. 1(1):34-44. Fu W, Franco A, Trapp S. 2009. Methods for estimating the bioconcentration

factor of ionizable organic chemicals. Environmental Toxicology and Chemistry. 28(7):1372-1379.

Gupta SK, Singh J. 2011. Evaluation of mollusc as sensitive indicatior of heavy metal pollution in aquatic system [a review]. The IIOAB J. 2(1):49-57. Hamidah. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Pewarta Oseana.

4(2).

Happy AR, Masyamsir, Dhahiyat Y. 2012. Distribusi kandungan logam berat Pb dan Cd pada kolom air dan sedimen daerah aliran Sungai Citarum Hulu. J Perikanan dan Kelautan. 3(3):175-182.

Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Logam Berat dalam Status Pencemaran Laut Indonesia dan Teknik Pemantauannya. Jakarta (ID): LIPI.

Hayton WL, Baron MG. 1990. Rate limiting barriers to xenobiotic uptake by the gill. Environ Toxicol Chem. 9:151-157.

Jara-Marini ME, Tapia-Alcarax JN, Dumer-Gutierrez JA, Rico L, Garcia-Hernandez J, Paez-Osuna F. 2013. Comparative bioaccumulation of trace metals using six filter feeder organisms in a coastal lagoon ecosystem (of the central-east Gulf of California). Environ Monit Assess. 185:1071-1085. Jolley DF, Maher WA, Kyd J. 2004. Selenium accumulation in the cockle

Anadara trapezia. Environmental Pollution. 132:203-212.

Laws EA. 1981. Aquatic Pollution. New York (US): John Wiley and Sons. Muflih A. 2014. Sebaran logam berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada sedimen di Perairan

Pesisir Kabupaten Tangerang [belum dipublikasikan]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran pesisir dan laut. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Nguyen TPC, Nguyen HN, Agusa T. 2011. Trace elements in Anadara Spp.

(Mollusca: Bivalva) collected along The Coast of Vietnam, with emphasis on regional differences and human health risk assessment. Fish Sci. 77:1033-1043.

Otchere FA. 2003. Heavy metals concentrations and burden in the bivalves (Anadara (Senilia) senilis), Grassostrea tulipa and Perna perna) from lagoons in Ghana: Model to describe mechanism of accumulation/excretion. African J Biotechnol. 2(9):280-287.

Putri FI. 2010. Kandungan logam berat Hg, Cd, Dan Pb pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Teluk Lada, Kabupaten Pandeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rainbow PS. 2007. Trace metal bioaccumulation: models, metabolic availability and toxicity. Environment International. 33:576-582.

Raphael EC, Augustina OC, Frank EO. 2011. Trace metals distribution in fish tissues, bottom sediments and water from Okumeshi River in Delta State, Nigeria. Environmental Research J. 5(1):6-10.

(28)

18

Rice EW, Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS. 2012. Standard Method for The Examination of Water and Wastewater. Ed ke-22. New York (US): APHA. Salman JM. 2011. The Clam Pseudodontpsis euphraticus (Bourguignat, 1852) as

a bioaccumulation indicator organism of heavy metals in Euphrates River-Iraq. J of Babylon University. 19(3).

Simbolon D, Simage SM, Wulandari SY. 2010. Kandungan merkuri dan sianida pada ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, Halmahera Utara. Ilmu kelautan. 15(3):126-134.

Siregar NMA. 2013. Analisis kandungan logam berat Pb dan Cd pada keong tutut (Bellamya javanica v.d Bush 1884) di Waduk Saguling, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sorensen EMB. 1991. Metal Poisoning in Fish. Boston (US) : CRC Pr.

Suprapti NH. 2008. Kandungan chromium pada perairan, sedimen dan kerang darah (Anadara granosa) di wilayah pantai sekitar Muara Sungai Sayung Desa Morosari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. BIOMA. 10(2):36-40 Suryono CA. 2006. Bioakumulasi logam berat melalui sistim jaringan makanan

dan lingkungan pada kerang bulu Anadara inflata. Ilmu Kelautan. 11(1):19-22.

Tahir A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut. Bandung (ID): Karya Putra Darwati.

Wang WX. 2002. Interactions of trace metals and different marine food chains. Marine Ecology Progress Series. 243:295-309.

[WHO] World Health Organization. 2011. Joint FAO/WHO Food Standart Programme Codex Committee on Contramination in Foods. Fifth Session. Netherland (NL): WHO.

Whitaker MH, Bruce AF. 2002. "Heavy Metals" Encyclopedia of Public Health. Ed Lester Breslow. Volume 2. New York: Macmillan Reference USA. Gale Virtual Reference Library [17 September 2013].

Widowati W, Sastiono A, R Raymond J. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta (ID): Andi.

Wulandari SY, Yulianto B, Santosa G W, Suwartinah K. 2009. Kandungan logam berat hg dan cd dalam air, sedimen dan kerang darah (Anadara granosa) dengan menggunakan metode analisis pengaktifan neutron (APN). Ilmu Kelautan. 14(3):170-173

Yonvitner, Sukimin S, Praptokardiyo K, Setyobudiandi I, Dahuri R.. 2007. Distribusi spasial populasi simping (Placuna placenta) di Pesisir Tangerang. J Ilmu Pertanian Indonesia. 12(1):22-2.

(29)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis kandungan logam berat pada kerang darah (Anadara granosa)

Lokasi Organ Bulan Logam (mg/kg)

Pb Cu Cd Hg

Cituis Insang Juni 0,030 0,015 <0,005 <0,001 Agustus 0,030 1,610 <0,005 <0,001

Rata-rata 0,030 0,812 <0,005 <0,001

Kronjo Insang Juni 0,675 0,015 <0,005 <0,001 Agustus 1,860 0,387 <0,005 <0,001

Rata-rata 1,267 0,201 <0,005 <0,001

Cituis Daging Juni 0,030 0,015 <0,005 <0,001 Agustus 0,030 3,440 <0,005 <0,001

Rata-rata 0,030 1,727 <0,005 <0,001

Kronjo Daging Juni 0,529 0,015 <0,005 <0,001 Agustus 0,215 0,215 <0,005 <0,001

Rata-rata 0,372 0,115 <0,005 <0,001

Lampiran 2 Perhitungan jumalah kerang yang boleh dikonsumsi oleh manusia individu/minggu

Berat maksimum kerang yang dapat dikonsumsi (MWI) MWI = Berat badana) x PTWIb) Keterangan:

a)

: untuk asumsi berat badan sebesar 60 kg

b)

: PTWI (angka toleransi batas maksimum per minggu) yang dikeluarkan lembaga pangan terkait dalam satuan mg/kg berat badan

MTI= MWI /Ct Keterangan :

MWI : Maximum Weekly Intake (orang dengan berat badan 60 kg per minggu) Ct : Konsentrasi logam berat yang ditemukan di dalam daging (mg/kg) Jumlah kerang yang dapat dikonsumsi (individu/minggu) atau (individu/hari) (E)

(30)

20

1 Logam Pb (25 µg/kg/minggu)

MWI = 60 kg × 25 µg/kg/minggu = 1500 µg/minggu

T g g gr gr nggu

gr nggu gr n v u n v u nggu

2 Logam Cu (50-500 µg /kg/minggu) MWI = 50 µg/kg × 60 kg = 3000 µg/hari

T g g ar g gr gr ar

gr n v u gr ar n v u ar

3 Logam Cd (7 µg /kg/minggu)

MWI = 7 µg /kg/minggu × 60 kg = 420 µg /kg/minggu

T

gr gr nggu

gr n v u gr nggu n v u nggu

4 Logam Hg (5 /kg/minggu)

MWI = 5 /kg/minggu × 60 kg = 300 /minggu

T

gr gr nggu

gr nggu gr n v u n v u nggu

Lampiran 3 Faktor biokonsentrasi

(31)

21 1 Logam Pb

g g g g

2 Logam Cu

g g g g

3 Logam Cd

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Inggar Kusuma, lahir di Tangerang 19 Maret 1992, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Anif Fariyanto dan ibu bernama Syarita Hutabarat. Penulis mulai mengikuti pendidikan di TK Assyukriyah dan lulus tahun 1998 dilanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Tangerang 6 dan lulus pada tahun 2004. Melanjutkan di SMP Negeri 1 Tangerang lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Tangerang lulus pada tahun 2010. Penulis lulus menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir perumusan masalah penelitian logam berat (Pb, Cu,Cd,
Gambar 2  Lokasi pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) di
Gambar 4  Alat tangkap garok
Gambar 5  Hasil analisis kandungan logam berat Pb pada insang dan daging
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pengaruh faktor predisposing (pengetahuan, sikap dan kepercayaan), enabling

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan ekstrak buah dengan kuncup ciplukan, konsentrasi penstabil serta interaksi antara

Menurut Sugiyono, (2013:15) penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang meneliti objeknya secara alamiah, sehingga data penelitian meliputi: hasil

Penerapan silabus dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). silabus yang digunakan oleh guru sudah sesuai dengan

Bahan yang dipakai pada pengujian peluahan sebagian merupakan bahan baru yang terbuat dari bahan dasar polietilen kerepatan rendah (LDPE) dan karet alam (NR) yang

Azizah Syabibi, Analisis Yuridis Kekuatan Surat Keterangan Ahli Waris Dari Kelurahan Dalam Menetapkan Ahli Waris Bagi Orang Islam, Karya Ilmiah Program pascasarjana

Perhitungan biaya instalasi kedua metode pengendali buoyancy dilakukan untuk menentukan metode yang paling efisien.Perhitungan manual metode concrete weight coating

Pengadilan Negeri Pangkalpinang dalam memeriksa dan mengadili perkara atas nama Terdakwa Terdakwa I Andi Rozano bin Bastian dan Terdakwa II Rudi Burnama bin Nurdin