Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
1
Artikel Penelitian
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
Nur Arif Dwi Humananda*) Puji Pranowowati**), Yuliaji Siswanto**)
*)
Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo **)
Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Lembaga Pemasyarakatan adalah satuan usaha pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana.Masalah kesehatan pada narapidana di lembaga pemasyarakatan diperkirakan karena beberapa faktor salah satunya kelebihan kapasitas yang meningkatkan resiko penyakit menular.Dampak kelebihan penghuni di lapas, salah satunya buruknya kondisi kesehatan narapidana/tahanan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana pada bulan Maret 2014 di Lembaga Pemasyarakatan.Teknik sampel dalam penelitian ini yaitu quota sampling narapidana berjumlah 71 sampel.Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner.Kondisi lingkungan fisik menggunakan alat ukur seperti spygmomanometer, luxmeter, hygrometer, rollmeter dan thermometer. Hasil penelitian diketahui bahwa semua kamar dikategorikan padat, ventilasi dikategorikan memenuhi syarat, suhu ruangan normal. Kelembaban udara kamar memenuhi syarat 75,0% (3 kamar). Pencahayaan ruangan dikategorikan memenuhi syarat 25,0% (1 kamar). Sebesar 71,8% (51 orang) dengan personal hygiene baik. Sebesar 93,0% (66 orang) mempunyai kebiasaan merokok. Sebesar 39,4% (28 orang) menderita ISPA, 59,2% (42 orang) menderita skabies dan 7,0% (5 orang) menderita hipertensi.
Diharapkan mengurangi media yang menjadi sumber maupun penularan penyakit seperti penderita ISPA dengan mengurangi konsumsi batang rokok dan puskesmas setempat diharapkan membantu menyelesaikan masalah melalui sosialisasi terhadap penyakit menular.Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan analisis bivariat yang menghubungkan penyakit yang diderita narapidana dengan kondisi lingkungan.
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
2
ABSTRACT
The correctional institute (prison) is correctional effort unit that accomodate,care for and fostering the inmates. Health problems on inmates in the prisons is estimated because of a several factors one of them is over-capacity that risk the increase of infectious disease. The impact of overcrowding in prisons, one of which is the bad health conditions of the prisoners. The purpose of this study is to know health problems and the factors influencing in prisoner at Class IIA Ambarawa Prison.
Type of the research was descriptive with cross sectional approach. The population in this study were all prioner in March 2014 at Prison. Sampling technique in this research was quota sampling with 71 samples. Data collection tools used a questionnaire. The condition of the physical environment used measuring instruments such as sphygmomanometer, lux meter, hygrometer, thermometer and roll meter.
The survey results revealed that all the rooms were crowded categorized, the ventilation are sufficient categorized, room temperatures was normal. The room air humidity are sufficient 75.0% (3 Rooms). The room lighting are not sufficient categorized 75.0% (3 Rooms). Respondents with good personal hygiene 71.8% (51 people). Respondents have smoking habit 93.0% (66 people). Amounted with 39.4% (28 people) suffered from Acute Respiratory Infections, 59.2% (42 people) suffer from scabies and 7.0% (5 people) suffer from hypertension.
It is expected to reduce the media is the source and transmission of diseases such as patients with Acute Respiratory Infections with reduced cigarette consumption and local health centers are expected to help resolve problems through socialization against infectious diseases. The next researcher is expected which connects bivariate analysis to diseases suffered prisoners with environmental conditions.
Keywords: Analysis of Health Problems, Prisoner, Prison
PENDAHULUAN
Lembaga Pemasyarakatan atau LAPAS adalah satuan usaha pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana yaitu seseorang yang sedang menjalani pidana yang hilang kemerdekaan. Narapidana juga punya hak yang sama untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.1
Masalah kesehatan pada narapidana di lembaga pemasyarakatan diperikirakan karena beberapa faktor diantaranya kelebihan kapasitas yang meningkatkan resiko penyakit menular, keterlambatan deteksi penyakit, kurangnya ruangan isolasi, ketidaktepatan pengobatan. Sementara pada sisi lain, kondisi fasilitas dan tenaga kesehatan belum sepenuhnya optimal.2
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
3
Laporan Dengar Pendapat Komisi III DPR RI mengatakan bahwa saat ini jumlah lapas dan rutan adalah 457 unit, sebagian besar dalam kondisi over kapasitas, dalam 6 tahun terakhir pertumbuhan tingkat hunian di Lapas/Rutan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Jumlah penghuni pada tahun 2008 adalah 135.985 orang, sedangkan pada saat ini berjumlah 155.914 orang.Kapasitas hunian saat ini sebesar 108.186 orang, sehingga mengalami over kapasitas sebesar 44% atau 47.728 orang.
Dampak daripada over
kapasitas/kelebihan penghuni di lapas/rutan, seperti buruknya kondisi kesehatan narapidana/tahanan, suasana psikologis narapidana/tahanan memburuk, mudah terjadinya konflik antar penghuni, meningkatnya ketidakpuasan penghuni, pembinaan tidak berjalan sesuai ketentuan dan terjadi pemborosan anggaran akibat meningkatnya konsumsi air, listrik, makanan dan pakaian.
Data angka kesakitan di lembaga pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa dalam tiga bulan terakhir tahun 2013 terdapat beberapa penyakit yaitu ISPA sebanyak 340 kasus dengan rata-rata per bulan 113 (40,5%) kasus dari 279 narapidana dan tahanan, skabies sebanyak 265 kasus dengan rata-rata per bulan 88 (31,5%) kasus, hipertensi sebanyak 14 kasus dengan rata-rata per bulan 4 (1,4%) kasus, gastritis sebanyak 24 dengan rata-rata per bulan 8 (2,8%) kasus dan sakit gigi sebanyak 15 kasus dengan rata-rata per bulan 5 (1,7%) kasus.
Selain angka kesakitan, kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa mengatakan bahwa kondisi lapas sudah melebihi kapasitas.Dari daya tampung normal berjumlah 250 narapidana dan tahanan sedangkan penghuni pada bulan maret mencapai 289 narapidana dan tahanan.Kondisi bangunan Lapas Ambarawa ini benar-benar sudah tua dan tidak standar untuk ukuran bangunan lapas.
Keadaan lembaga pemasyarakatan yang over kapasitas menyebabkan pemenuhan hak-hak mutlak dari narapidana tidak optimal. Banyak lapas yang minim fasilitas, baik sarana olah raga, bengkel, tempat ibadah, dan lainnya..Selain itu buruknya fasilitas hunian, sanitasi dan kesehatan lapas menyebabkan narapidana tidak dapat mengaktualisasikan dirinya3.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini yaitu deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh narapidana pada bulan Maret 2014 di Lembaga Pemasyarakatan dengan jumlah 235 narapidana.Sampel dalam penelitian ini adalah narapidana yang berjumlah 71 orang denganteknik pengambilan sampelquota
sampling.Alat pengumpulan data yang
digunakan yaitu kuesioner berjumlah 12 pertanyaan yang akan diberikan kepada narapidana dan untuk kondisi lingkungan fisik, menggunakan lembar observasi. Analisis datadalam penelitian ini menggunakan analisis univariat.
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
4
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden
1. Umur
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa
Variabel Median SD Min – Mak Umur 32,00 10,833 19 – 59
Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa responden mempunyai nilai tengah 32,00 tahun dengan standar deviasi 10,833 tahun. Umur minimal responden 19 tahun dan umur maksimal responden 59 tahun.
2. Pendidikan
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa Variabel Pendidikan Frekuensi (%) Pendidikan Tidak sekolah 2 2,8 SD SMP SMA Perguruan Tinggi 13 22 28 6 18,3 31,0 39,4 8,5 Total 71 100,0
Pada tabel 2 terdapat variabel pendidikan dimana sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebesar 39,4% (28 orang) dan sangat
sedikit dari responden Tidak Sekolah sebesar 2,8% (2 orang).
B. Analisis Univariat
1. Lingkungan Fisik Ruang Tahanan Tabel 3 Distribusi Frekuensi
Lingkungan Fisik Ruang Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa
Variabel Kategori Frekuensi (%)
Kepadatan Padat 4 100,0 Tidak Padat 0 0,0 Luas Ventilasi Tidak memenuhi syarat 0 0,0 Memenuhi syarat 4 100,0 Suhu Tidak normal 0 0,0 Normal 4 100,0 Pencahayaan Tidak memenuhi syarat 3 75,0 Memenuhi syarat 1 25,0 Kelembaban Tidak memenuhi syarat 1 25,0 Memenuhi syarat 3 75,0 Total 4 100,0
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
5
a. Kepadatan Hunian Kamar Dari tabel 3 didapatkan bahwa kepadatan hunian kamar responden yang menunjukkan padat yaitu sebesar 100,0% (4 kamar) dengan 1 orang mendapatkan 2m². Ruangan untuk narapidana berjumlah 4 kamar dengan jumlah penghuni 23 orang pada kamar 1, 35 orang pada kamar 2, 35 orang pada kamar 3, 31 orang pada kamar 4. Dengan jumlah tersebut, maka responden yang menempati kamar berukuran 48m² mendapatkan 2m² perorang yang seharusnya mendapatkan 4m² sehingga dinyatakan padat. Sebagai contoh kamar 1, apabila setiap 1 orang penghuni mendapatkan 4m² maka penghuni kamar 1 berjumlah 12 orang. Dalam kenyataannya, kamar 1 berpenghuni 23 orang.
Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam ruangan, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam ruangan akan mengalami pencemaran.Selain mempengaruhi kualitas udara, kepadatan hunian juga mempengaruhi kemudahan dalam proses penularan penyakit pernafasan seperti ISPA.
Semakin banyak jumlah penghuni dalam ruangan maka apabila dalam ruangan tersebut
terdapat penderita ISPA akan terjadi pencemaran udara oleh mikroorganisme penyebab ISPA yang berasal dari droplet penderita. Kepadatan merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat.4
b. Luas Ventilasi
Dari tabel 3 didapatkan bahwa luas ventilasi kamar responden yang memenuhi syarat yaitu sebesar 100,0% (4 kamar) dengan luas ventilasi per kamar 8m². Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa masing-masing ruangan terdapat 4 buah ventilasi berupa jendela dengan ukuran 2x1 meter sehingga didapatkan ventilasi per ruangan 8m² yang mana jika diukur dengan luas ruangan hasilnya 4,8m². Dengan hasil itu, 4,8m² ≥10% luas lantai.Luas ventilasi yang memenuhi syarat disebabkan karena ventilasi yang digunakan berupa jendela yang terbuat dari kaca yang dapat dibuka dan ditutup.Jendela tersebut juga dilengkapi dengan besi-besi sebagai keamanan tetapi udara bisa tetap masuk.
Fungsi ventilasi selain sebagai masuknya udara juga untuk menjaga tempat tinggal dalam tingkat kelembaban yang optimum karena kelembaban dapat menjadi
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
6
media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).5
c. Suhu
Dari tabel 3 didapatkan bahwa ruangan responden yang berada pada suhu ruangan normal yaitu sebesar 100,0% (4 kamar) dengan suhu ruangan antara 28,6º-29,6ºC. Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa suhu ruangan pada kamar 1 sebesar 29,1ºC, kamar 2 sebesar 29,6ºC, kamar 3 sebesar 29,4ºC dan kamar 4 sebesar 28,6ºC dimana dari semua kamar responden suhu ruangan berada pada kisaran 18º-30ºC. Suhu yang normal disebabkan karena dipengaruhi salah satunya suhu adalah karena ventilasi yang ada
dimana di lembaga
pemasyarakatan menggunakan ventilasi berupa jendela yang dapat dibuka dan ditutup.
Suhu juga berpengaruh pada kelembaban dimana hal itu berguna untuk membebaskan bakteri dan virus karena suhu yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor resiko terjadinya ISPA sebesar 4 kali.6
d. Pencahayaan
Dari tabel 3 didapatkan bahwa pencahayaan ruangan responden yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dengan pencahyaan <60 lux (42 lux) dan
>120 lux (130-151 lux), dan pencahayaan ruangan responden yang memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar) dengan pencahayaan 78,5 lux. Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa pencahayaan pada kamar 1 sebesar 42 lux, kamar 2 sebesar 130 lux, kamar 3 sebesar 151 lux dan kamar 4 sebesar 78,5 lux. Maka sebanyak 3 kamar dengan pencahayaan tidak memenuhi syarat karena pencahayaan <60 lux dan >120 lux.Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena sinar matahari masuk langsung melalui jendela yang ada tanpa terhalang sehingga pencahayaan cukup tinggi >120 lux.
Dalam penggunaan jendela, sinar matahari yang masuk terlalu banyak dapat berpengaruh pada tingginya suhu ruangan namun dengan sinar matahari yang mudah masuk ke dalam ruangan juga berperan mematikan bibit penyebab penyakit.Sinar matahari yang masuk terlalu sedikit juga berpengaruh pada berkembangnya bibit penyakit. Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dapat berperan terjadinya ISPA dari faktor lingkungan.7
e. Kelembaban
Dari tabel 3 diapatkan bahwa kelambaban udara kamar
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
7
responden yang memenuhi syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dengan kelembaban antara 40% hingga 55% dan kelembaban udara kamar responden yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar) dengan kelembaban 35%.Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa kelembaban pada kamar 1 sebesar 55%, kamar 2 sebesar 35%, kamar 3 sebesar 40% dan kamar 4 sebesar 42% dimana sebanyak 3 kamar yang memenuhi syarat karena kelembaban berada pada kelembaban normal yaitu 40%-70%. Sedangkan 1 kamar dengan kelembaban <40% sehingga dikategorikan tidak memenuhi syarat.Kelembaban udara yang memenuhi syarat karena didukung oleh adanya ventilasi yang memenuhi syarat yaitu jendela yang luasnya ≥10% dari luas lantai. Dari hasil pengukuran, sebesar 25,0% (1 kamar) dengan kelembaban tidak memenuhi syarat karena salah satu jendela terhalang oleh perlengkapan dari responden yang ada sehingga udara dan cahaya matahari yang membuat kelembaban tidak memenuhi syarat.
Kelembaban udara yang <40% dari kelembaban normal dapat mempengaruhi penurunanan daya tahan tubuh seseorang dan
meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.Penurunan daya tahan tubuh terjadi ketika kondisi ruangan panas oleh pencahayaan yang berlebihan maka proses radiasi dan konduksi tubuh melalui kulit menurun serta tidak terjadi evaporasi.
2. Personal Hygienedan Kebiasaan
Merokok
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene dan Kebiasaan Merokok Responden di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa
Variabel Kategori Frekuensi (%)
Personal hygiene Buruk 20 28,2 Baik 51 71,8 Kebiasaan Merokok Ya 66 93,0 Tidak 5 7,0 Total 71 100,0 a. Personal Hygiene
Dari tabel 4 didapatkan bahwa sebagian besar responden yang personal hygiene baik yaitu sebesar 71,8% (51 orang) dan sebagian kecil responden yang personal hygiene buruk yaitu sebesar 28,2% (20 orang). Hal ini disebabkan karena kebersihan yang meliputi pakaian, badan dan
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
8
handuk sebagian besar memenuhi syarat. Dapat dilihat dari frekuensi mandi responden 2 kali sehari sebesar 66,2% (47 orang). Hal ini terjadi karena kemudahan responden dalam mengakses air untuk kebutuhan mandi. Dari kebersihan pakaian responden, sebesar 70,4% (50 orang) mencuci pakaian menggunakan air dan deterjen, dan sebesar 53,5% (38 orang) selalu dipisah dalam mencuci pakaaian dikarenakan tempat mencuci yang luas dan air yang mencukupi. Responden mendapatkan peralatan mandi seperti sabun dan deterjen melalui kantin yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan. Selain itu, di lembaga pemasyarakatan mempunyai fasilitas dimana peralatan mandi seperti sabun, deterjen, dan lain-lain diberikan selama 3 bulan sekali, namun apabila peralatan habis sebelum 3 bulan tersebut, maka kebutuhan tersebut ditanggung masing-masing penghuni.
Personal hygiene merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.8Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene adalah dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik seperti gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.9
b. Kebiasaan Merokok
Dari tabel 4 didapatkan bahwa responden yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebesar 93,0% (66 orang) dan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebesar 7,0% (5 orang).Hal ini disebabkan karena responden sudah mempunyai kebiasaan merokok sebelum
tinggal di lembaga
pemasyarakatan.Kebiasaan
merokok juga dilakukan narapidana didalam lembaga pemasyarakatan karena tidak terdapat aturan larangan merokok sehingga kebiasaan merokok narapidana tidak dibatasi waktu dan tempat.
Dalam hal ini bisa dilihat dari tingkat konsumsi rokok responden, sebesar 1,5% (1 orang) dengan tingkat konsumsi rokok tinggi, sebesar 37,9% (25 orang) dengan tingkat konsumsi rokok sedang dan sebesar 60,6% (40 orang) dengan tingkat konsumsi rokok rendah. Konsumsi rokok narapidana bisa dilakukan di dalam ataupun di luar kamar sel
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
9
dan juga secara tidak langsung terbantu oleh adanya kantin didalam lembaga pemasyarakatan yang menjual batang rokok sehingga kebutuhan akan rokok bisa terpenuhi sewaktu-waktu. Selain dari kantin, peran teman juga berpengaruhi karena kebutuhan rokok bisa jadi didapat dari sanak saudara yang berkunjung.Dengan itu, teman yang tidak mempunyai uang untuk membeli batang rokok di kantin dapat mengkonsumsi rokok dari pemberian temannya.
Dari hasil penelitian, sebesar 45,5% (30 orang) sudah mengkonsumsi rokok pada kategori umur remaja awal yaitu pada umur 12-16 tahun dimana umur tersebut sedang aktif mencari teman dalam pergaulan. Remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mencari jati diri.10 Dalam masa remaja ini sering terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan perkembangan
sosial.Bahwasannya perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis.11
3. Masalah Kesehatan
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Masalah Kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa
Variabel ISPA Frekuensi (%)
ISPA Ya 28 39,4 Tidak 43 60,6 Skabies Ya 42 59,2 Tidak 29 40,8 Hipertensi Hipertensi 5 7,0 Tidak hipertensi 66 93,0 Total 71 100,0 a. ISPA
Dari tabel 5 didapatkan bahwa responden yang tidak menderita ISPA yaitu sebesar 60,6% (43 orang) dan responden yang menderita ISPA yaitu sebesar 39,4% (28 orang).Dari hasil crosstabs antara penderita ISPA dan kebiasaan merokok, diantara responden yang menderita ISPA terdapat 26,0% (25 orang) mengkonsumsi rokok, sedangkan responden yang menderita ISPA terdapat 2,0% (3 orang) tidak mengkonsumsi rokok.
Responden yang
mengkonsumsi rokok terdapat 35,5% (30 orang) yang telah mengkonsumsi rokok dari remaja awal, meskipun tingkat konsumi
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
10
rokok tinggi hanya sebesar 1,5% (1 orang) namun tetap memungkinkan terjadinya ISPA, hal ini dikarenakan Lembaga Pemasyarakatan membolehkan narapidana merokok dimana saja termasuk didalam kamar narapidana yang mana asap dari rokok dapat menyebabkan pencemaran udara dalam ruangan yang dapat merusak mekanisme paru-paru bagi orang yang menghisapnya.
Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi salah satunya oleh kepadatan hunian. Dari 4 kamar narapidana ada, semua masuk dalam kategori padat dimana kepadatan di dalam kamar yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan penghuninya dan akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut.
b. Skabies
Dari tabel 5 didapatkan bahwa responden yang menderita skabies yaitu sebesar 59,2% (42 orang) dan responden yang tidak menderita skabies yaitu sebesar 40,8% (29 orang). Hal ini disebabkan karena salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies yaitu buruknya personal hygiene. Salah satu
indikator personal hygiene buruk yaitu penggunaan handuk dimana sebesar 29,6% (21 orang) mandi menggunakan handuk bersama. Penggunaan handuk secara bersama diduga menjadi salah satu cara penularan skabies apabila handuk yang digunakan oleh penderita skabies membawa tungau sarcoptes scabiei
berpindah dari handuk ke tubuh penjamu (host) yang kemudian menginfeksinya.
Selain penggunaan handuk bersama, tidur dengan penderita skabies bisa menjadi faktor resiko dalam menularkan skabies dimana aktivitas tungau sarcoptes scabiei banyak lakukan dimalam hari ketika orang tidur, ditambah kondisi kamar yang padat akan memudahkan terjadinya kontak fisik sehingga penularan penyakit meningkat.
Penularan skabies terjadi ketika perlengkapan kebersihan seperti sabun dan handuk, fasilitas asrama serta fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Pemakaian alat dan fasilitas umum bersama-sama membuat kebersihan kurang maksimal salah satunya kebersihan badan.12
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
11
Dari tabel 5 didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak menderita hipertensi dengan persentase sebesar 93,0% (66 orang) dan responden sangat sedikit yang menderita hipertensi yaitu sebesar 7,0% (5 orang). Hal ini disebabkan karena salah satu faktor yang yang dapat mempengaruhi hipertensi yaitu usia. Dari distribusi umur, didapatkan bahwa nilai tengah umur responden yaitu 32,00 tahun dengan umur maksimal responden 59 tahun. Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi alami jantung, pembuluh darah dan hormon yang membuat arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan.
Berdasarkan pembagian umur, sebagian besar hipertensi primer terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada 20% terjadi dibawah usia 20 tahun dan diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan karena orang pada usia produktif kurang memperhatikan kesehatan, seperti pola makan dan pola hidup yang kurang sehat seperti merokok.13
Rendahnya angka penderita hipertensi di lembaga pemasyarakatan bisa jadi disebabkan oleh rendahnya tingkat stress dimana stress merupakan salah satu faktor resiko hipertensi. Rendahnya stress bisa disebabkan
dari adanya fasilitas yang diberikan oleh lembaga pemasyarakatan seperti fasilitas makan 3 kali sehari, perlengkapan mandi yang diberikan 3 bulan sekali dan juga adanya kegiatan rutin seperti senam setiap pagi yang juga difungsikan sebagai hiburan bagi narapidana.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Nilai tengah umur responden 32,00 tahun dengan standar deviasi 10,833 tahun dan umur minimal 19 tahun dan umur maksimal 35 tahun. Responden dengan pendidikan responden paling banyak berpendidikan SMA sebesar 39,4% (28 orang).
2. Kondisi lingkungan fisik ruang tahanan, diantaranya yaitu:
a. Kepadatan hunian dikategorikan padat sebesar 100,0% (4 ruang). b. Ventilasi kamar dikategorikan
memenuhi syarat yaitu sebesar 100,0% (4 kamar).
c. Suhu ruangan berada pada suhu ruangan normal yaitu sebesar 100,0% (4 kamar).
d. Kelambaban udara kamar memenuhi syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dan kelembaban udara kamar responden yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar).
e. Pencahayaan ruangan dikategorikan tidak memenuhi
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
12
syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dan pencahayaan ruangan responden yang dikategorikan memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar).
3. Sebagian besar responden yang
personal hygiene baik yaitu 71,8% (51
orang) dan sebagian kecil responden yang personal hygiene buruk yaitu 28,2% (20 orang).
4. Sebagian besar responden yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu 93,0% (66 orang) dan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu 7,0% (5 orang).
5. Kesimpulan dari permasalahan
kesehatan di lembaga
pemasyarakatansebanyak 71responden terdapat 39,4% (28 orang) yang menderita ISPA, 59,2% (42 orang) yang menderita skabies dan 7,0% (5 orang) menderita hipertensi.
B. Saran
1. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Diharapkan mengurangi media yang menjadi sumber maupun penularan penyakit seperti penderita ISPA dengan mengurangi konsumsi batang rokok dan penderita skabies dengan bak penampungan air yang dibuat per kamar.
2. Bagi Puskesmas setempat
Diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang dialami narapidana melalui sisi kesehatan terutama sosialisasi terhadap penyakit
menular dan narapidana yang mengalami masalah kejiwaan.
3. Lagi peneliti Selanjutnya
Diharapkan melakukan analisis bivariat yang menghubungkan antara penyakit yang diderita narapidana dengan kondisi lingkungan untuk mengali permasalahan kesehatan yang ada di lembaga pemasyarakatan sehingga dapat membantu memecahkan masalah kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Margayanti, D. 2007. Hubungan Faktor
Lingkungan Hunian Perilaku Kebersihan Perorangan Dengan Kejadian Kandidiasis Kutis Intertriginosa Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Pati. Semarang
2) Depkumham RI. 2008. Data Kesehatan
LAPAS.
3) Lova, M. 2009. Over Kapasitas Di
Lembaga Pemasyarakatan Faktor
Penyebab Dan Upaya
Penanggulangannya (Studi Di LP Kelas I Tanjung Gusta Medan).
4) Stokols, D dan Altman, I. (eds). 1987.
Handbook Of Environmnental Psychology.
Volume 1. Canada: John Wiley & Sons. 5) Suhandayani, I. 2007. Faktor -Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006. Semarang.
6) Wati, E. K.2005. Hubungan Episode Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Dengan Pertumbuhan Bayi Umur 3 Sampai 6 Bulan Di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Masters thesis,
Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa
13
Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro.
7) Suhandayani, I. 2007. Faktor -Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006. Semarang.
8) Handoko, R. P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Adhi Djuanda Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9) Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperwatan. Jakarta:
Salemba Medika.
10) Gatchel, R.J.. 1989. An Introdunction to
Health Psychology. New York: Mc
Graw-Hill Book Company
11) Brigham, J. G. 1991. Social Psychology
(2nded.). New York: Harper Collins
Publishing Inc.
12) Kartika. H. 2008. Skabies. Dibuka pada Website . http://henykartika. Wordpers.com /2008/02/24/skabies. Diakses 21 Agustus 2014
13) Dhianningtyas, dkk. 2006. Risiko Obesitas, Kebiasaan Merokok, dan Konsumsi Garam terhadap Kejadian Hipertensi pada Usia Produktif. The
Indonesian Journal of Public HealthVol. 2