• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEJALA BAHASA SISWA KELAS X DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GEJALA BAHASA SISWA KELAS X DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. Oleh"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 1 GEJALA BAHASA SISWA KELAS X DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Oleh

Ika Agustina Pratiwi Mulyanto Widodo

Siti Samhati Iqbal Hilal

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung e-mail: ikaagustina37@yahoo.com

Abstract

This study is aimed at describing the linguistic phenomena among students at the first year of senior high school in academic year 2013/2014 and the implication toward Indonesian learning. The menthod is descriptive qualitative. The data collecting technique are observation, interviews, and recordings. Based on data analysis, it was found that there are fourteen linguistic phenomena: (1) afaresis, (2) syncope, (3) apocope, (4) paragoge, (5) the linguistic phenomena of language adaptation, (6) the substitution of prefix, (7) the substitution of simulfix, (8) the substitution of sufix, (9) the removal of phonemes, (10) irregularity, (11) the use of the particle, (12) contraction, (13) acronyms, and (14) abbreviation. The implication in Indonesian learning was using Indonesian appropriatly as a tool to get the purpose of practical and solve problem in a life and also to do social relationship honestly and politely.

Keywords: students, the implication of learning, the linguistic phenomena.

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan gejala bahasa siswa kelas X SMA tahun pelajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu teknik pengamatan, wawancara, dan rekaman. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan 14 gejala bahasa, yaitu (1) afaresis, (2) sinkop, (3) apokop, (4) paragog, (5) gejala adaptasi bahasa, (6) subtitusi prefiks, (7) subtitusi simulfiks, (8) subtitusi sufiks, (9) penghilangan fonem, (10) ketidakteraturan, (11) penggunaan partikel, (12) kontraksi, (13) akronim, dan (14) singkatan. Implikasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai sarana untuk mencapai tujuan praktis dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan.

(2)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 2 PENDAHULUAN

Bahasamemegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena tanpa bahasa manusia telah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa.Manusia

menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi.Melalui bahasa, manusia dapat mengutarakan pikiran serta perasaan baik secara lisan maupun tulisan.Bahasa hadir didalam masyarakat sejalan dengan sejarah masyarakat itu sendiri.Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan fungsi kultural.Sebagai fungsi sosial, bahasa merupakan alat perhubungan

antaranggota masyarakat.Sementara itu, sebagai fungsi kultural, bahasa

merupakan sarana pelestarian budaya dari satu generasi ke generasi

berikutnya.Hal ini meliputi segala aspek kehidupan manusia yang tidak terlepas dari peranan bahasa sebagai alat untuk memperlancar proses sosial manusia. Indonesia memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya.Setiap suku bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda.Bahasa yang digunakan oleh masyarakat yaitu beraneka ragam atau bervariasi.Chaer dan Agustina

(2004:61-72) mengemukakan bahwa terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.Variasi bahasa terbagi menjadi empat, yaitu (1) variasi bahasa dari segi penutur, (2) variasi bahasa dari segi keformalan, (3) variasi bahasa dari segi pemakaian, dan (4) variasi bahasa dari segi sarana. Soeparno (2002:71—78)

membagi variasi bahasa menjadi tujuh, yaitu (1) variasi kronologis, (2) variasi geografis, (3) variasi sosial, (4) variasi fungsional, (5) variasi gaya/style, (6) variasi kultural, dan (7) variasi individual.

Bahasa berkembang dari masa ke masa sesuai dengan kemajuan

ilmupengetahuan dan

teknologi.Perkembangan bahasa itu telah menghadirkan bahasa baru, yang sering kita sebut bahasa prokem,bahasa gaul atau bahasa alay. Aden R

(2010:41) mengemukakan bahwa bahasa gaul merupakan bahasa anak-anak remaja yang biasa digunakan sebagai bahasa sandi. Bahasa ini mulai dikenal dan digunakan sekitar tahun 1970.Awalnya bahasa ini dikenal sebagai “bahasanya anak jalanan atau bahasa preman” karena biasanya digunakan oleh para prokem (sebutan untuk para preman) sebagai kata sandi yang hanya dimengerti oleh kelompok mereka sendiri. Bahasa gaul terus berkembang dari masa ke masa. Dariperkembangannya itu muncullah bahasa alay, bahasa remaja sekarang ini. Kebiasaan penggunaan bahasa alay ini tentu sangat berpengaruh terhadap bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahasa alay merupakan bahasa

Indonesia yang dilebih-lebihkan, misalnya penggunaan kata serius yang diubah ke dalam bahasa alay menjadi

ciyus. Penggunaan kata ciyus tentu saja

tidak sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan demikian, bahasa alaydisebut sebagai bahasa yang merusak tatanan bahasa Indonesia dan cenderung sulit dipahami oleh orang awam.

(3)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 3 Ragam bahasa terbagi menjadi dua,

yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan terdiri atas bahasa baku dan bahasa tidak baku. Penggunaan ragam bahasa seperti bahasa lisan tidak baku dalam kegiatan berkomunikasi harus memperhatikan situasi dan konteks. Selama penggunaan ragam bahasa tersebut bisa disesuaikan maka tidak akan terjadi suatu

masalah.Sekolah merupakan salah satu tempat di mana remaja bebas bertemu dan berinteraksi dengan anggota kelompoknya. Di sekolah itulah remaja lebih sering menggunakan bahasa Indonesia tidak baku. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa, penggunaan bahasaIndonesia tidak baku di lingkungan sekolah sebagai sarana komunikasi tidak disalahkan jika siswa memperhatikan dengan siapa, kapan, di mana, dan apa yang mereka bicarakan. Banyak terdapat gejala bahasa di dalambahasa lisan yang tidak baku. Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala proses pembentukannya (Badudu, 1985: 47).Edi Suyanto (2011: 81—86) mengatakan bahwa beberapa gejala bahasa ternyata banyak ditemukan di dalam bahasa gaul yang digunakan remaja-remaja yaitu berupa

penghilangan fonem (afaresis, sinkop, apokop), penambahan fonem (protesis, epentesis, paragog), metasis, gejala adaptasi, akronim, dan singkatan. Menurut Masnur Muslich (2009: 101— 108) pada umumnya perubahan bentuk kata itu disebabkan oleh adanya

perubahan beberapa kata asli karena pertumbuhan dalam bahasa itu sendiri, atau karena memang adanya perubahan bentuk dari kata-kata pinjaman.Macam-macam gejala bahasa menurut Masnur Muslich (2009: 101—108), yaitu analogi, adaptasi, kontaminasi,

hiperkorek, varian, asimilasi, disimilasi,adisi, reduksi, metatesis, diftongisasi, monotongisasi, anaptiksis, dan haplologi.

Pengaruh gejala bahasa dalam kegiatan pembelajaran akan terlihat ketika siswa memperkenalkan diri sendiri maupun orang lain, menceritakan tentang pengalaman hidup, dan membuat sebuah karangan, dan lain-lain. Berikut ini adalah salah satu contoh gejala bahasa pada tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A:Becek(1)banget(2)tau(3)nggak(4)hari (5)ini(6).Gua(7)bawa(8)motor(9)jadi(1 0) becek-becek banget tau gak(11). B:Eh(12) tau nggak sih(13)baju(14) gua ni(15)basah(16), gua nyampe(17) nyeker kaki(18) gua.

Gimana(19)bok(20).

Fenomena kebahasaan di atas adalah penggalan beberapa gejala bahasa pada bahasa lisan yang tidak bakuyang digunakan oleh siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro. Guru memiliki peranan penting dalam mengarahkan dan

menjadi teladan yang baik bagi siswa agar siswa mampu menerapkan dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembelajaran bahasa Indonesia juga

memilikiperananpentingdalammenanam kan rasa cinta siswa terhadap bahasa Indonesia.Dengan

demikian,kebiasaanberbahasaIndonesia lebih ditingkatkan lagi dalam kegiatan berkomunikasi agar terhindar dari interferensi bahasa.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang telah diuraikan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti gejala bahasa pada bahasa lisan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014.

(4)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 4 METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X6SMA Negeri 5 Metro yang berjumlah 44 siswa.Metode penelitian deskriptif kualitatif

merupakan penelitian yang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya (Arikunto, 2006:12).

Pengumpulan data

dilakukanmenggunakan metode

pengamatan, rekaman, dan wawancara. Teknik pengamatan dilakukan dengan cara pengamatan nonpartisipasi. Peneliti tidak terlibat dalam percakapan siswa namun hanya sebagai pengamat.Hal ini dilakukan agar data yang didapat alami dari tuturan siswa itu sendiri.Rekaman digunakan untuk merekam semua komunikasi yang terjadi antarsiswa di lingkungan sekolah.Wawancara

digunakan untuk mengetahui lebih jelas tentang gejala bahasa pada bahasa lisan yang tidak baku siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data, yaitu pertama

mentranskripsi semua tuturan yang muncul dalam komunikasi lisan siswa.Kedua, data yang telah dikumpulkan kemudian

diidentifikasikanberdasarkan ragam bahasa.Ketiga, data yang telah

diidentifikasi kemudian diklasifikasikan ke dalam jenis gejala bahasa.Keempat, data dideskripsikan ke dalam bab hasil dan pembahasan. Kelima, membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah dideskripsikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian berupa deskripsitentang gejala bahasa pada bahasa lisan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014. Gejala bahasa yang banyak ditemukan, yaitu: penghilangan fonem (afaresis, sinkop, dan apokop),

penambahan fonem (paragog), gejala adaptasi bahasa, subtitusi prefiks, subtitusi simulfiks, subtitusi sufiks, penghilangan fonem, ketidakteraturan, penggunaan partikel, kontraksi,

akronim, dan singkatan. PEMBAHASAN Pada bagian ini akan

disajikanpembahasan tentang hasil penelitian yang meliputi deskripsi gejala bahasa pada bahasa lisan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014.

Gejala Bahasa Penghilangan Fonem Fonem adalah satuan terkecil dari bunyi-bunyi bahasa yang dapat

membedakan arti atau makna,sementara itu penghilangan fonem adalah tindakan menghilangkan fonem dari suatu kata. Banyak ditemukan penghilangan fonem pada sebuah kata yang biasanya terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir sebuah kata dalam bahasa lisan yang tidak baku siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro.Pembentukan kata dengan cara menghilangkan fonem pada awal kata dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah afaresis. Sementara itu, proses penghilangan fonem pada pertengahan kata disebut dengan istilah

sinkop.Selanjutnya proses penghilangan

fonem pada akhir kata disebut istilah

(5)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 5 Gejala Afaresis

Afaresis adalah penghilangan fonem pada awal kata

(Badudu,1985:64).Bentuk afaresis dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

B:Ehtau nggak sihbajugua ni(15) basah, gua nyampenyeker kakigua. Gimana bok. [1.2]

A :Alah, lo tu(37) sms gua aja(39) gak dibales. Hehehe Sabar sabar sabar [2.6] Gejala Sinkop

Sinkop adalah proses penghilangan fonem di tengah kata.Bentuk sinkop dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Becek bangettau(3)nggak hari ini. Gua bawa motor jadi becek-becek banget tau gak. [1.1]

A :Cumananehnya ya. Motor, motor yang kotor-kotor bener kenahujanderes, bersihnyatu bersih mengkilapkayak habisdisteam.Percayagak. Kalodisteam tarok keujanan(82) meneh udahbintik-bintiknyaitu ya. [2.22]

Gejala Apokop

Apokop yaitu proses penghilangan fonem pada akhir kata.Bentuk apokop dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A : Ah lo ini masih mending, gua. Androk gua basah tao(25). [1.3]

B :Logat gak bisa dia, gigi sampe(64) item-item itu lho.[2.20]

Gejala Bahasa Penambahan Fonem Fonem adalah satuan terkecil dari bunyi-bunyi bahasa yang dapat

membedakan arti atau makna,sementara itu penambahan fonem adalah tindakan menambahkan fonem dari suatu kata. Banyak ditemukan penambahan fonem pada sebuah kata yang biasanya terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir sebuah kata dalam bahasa lisan yang tidak baku siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro. Pembentukan kata dengan cara menambahkan fonem pada awal kata dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah protesis. Sementara itu, proses penambahan fonem pada pertengahan kata disebut dengan istilah epentesis. Selanjutnya proses penambahan fonem pada akhir kata disebut istilah paragog. Penambahan fonem yang muncul pada tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah gejala paragog.Contoh gejala paragog adalah sebagai berikut ini.

Gejala Paragog

Paragog adalah peristiwa penambahan fonem di akhir kata.Bentuk paragog dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Cuman(69) anehnya ya. Motor, motor yang kotor-kotor bener kena hujan deres, bersihnyatu

bersihmengkilap kayak habis disteam.Percaya

gak.Kalodisteamtarokkeujanan meneh udah bintik-bintiknyaitu ya. [2.22] B :Ayok(240)ayok. [3.97]

(6)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 6 Gejala Adaptasi Bahasa

Adaptasi artinya penyesuaian.Kata-kata serapan yang diambil dari bahasa asing berubah bunyinya sesuai dengan pendengaran atau ucapan orang

Indonesia.Bentuk gejala adaptasi bahasa dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Cumananehnya ya. Motor, motor yang kotor-kotor bener kenahujanderes, bersihnyatu bersih mengkilapkayak habisdisteam(79).Percayagak. Kalodisteam tarok keujanan meneh udahbintik-bintiknyaitu ya. [2.22] A:Makanya tiap malemtu kalo gak ujan ke rumah gua aja di depan itu. Motor lo tarok samping, helem(188) lo tarok dalem. Kita ngerokok-ngerokok. Nah, kita makan apa itu? Sukro. [2.71] Gejala Bahasa Subtitusi Prefiks Subtitusi prefiks adalah pembubuhan imbuhan pada awal kata. Proses pembentukan subtitusi prefiks tidak didasarkan kaidah yang mengikatdalam bahasa lisan yang tidak bakusiswa kelas X SMA Negeri 5 Metro,

pembentukannya hanya mengandalkan enak atau tidak untuk diucapkan dan didengarkan. Bentuk subtitusi prefiks dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

B: Apalo diajakin(34) kayakgitu. [2.5] A :Lampunyaketutupan(122)debu adaairnyadikit-dikit, males bener-bener.[2.34]

Gejala Bahasa Subtitusi Simulfiks

Subtitusi simulfiks adalah afiks yang tidak berbentuk suku kata dan yang ditambahkan atau dileburkan pada dasar; misal {n}.Proses pembentukan subtitusi simulfiks tidak didasarkan kaidah yang mengikatdalam bahasa lisan yang tidak bakusiswa kelas X SMA Negeri 5 Metro, pembentukannya hanya mengandalkan enak atau tidak untuk diucapkan dan

didengarkan.Bentuk subtitusi simulfiks dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Yangada gua. Oya, kitakapan ngerjain(30) biologiitu. [2.4]

B :Eh enggak woy, elo. Gua lagi tidur itu.Halo. Kan hpnya dimainin(139) ma adek gua itu. Halo kata gua.Ini siapa? [2.41]

Gejala Bahasa Subtitusi Sufiks Subtitusi sufiks adalah pembubuhan imbuhan pada akhir kata. Proses pembentukan subtitusi sufiks tidak didasarkan kaidah yang mengikatdalam bahasa lisan yang tidak bakusiswa kelas X SMA Negeri 5 Metro,

pembentukannya hanya mengandalkan enak atau tidak untuk diucapkan dan didengarkan. Bentuk subtitusi sufiks dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Sendang. Paspertama kali MOSitu. Gua bawa motor ke sana, yang di depannya itu.Kena embuntu kan di depannya lagi ada

mobelbayangin(115)cobakena asepnya itu.Begitu sampe itu wih gak karuan bener motor gua, matek. [2.30]

(7)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 7 B:Yaudahlah, gua pulangin(179). Jahat

juga. Halah, bete gua daripada gak ada temen. [2.70]

Gejala Bahasa Perubahan Fonem Fonem adalah satuan terkecil dari bunyi-bunyi bahasa yang dapat membedakan arti atau makna,

sementara itu perubahan fonem adalah tindakan mengubah fonem dari suatu kata.Bentuk perubahan fonem dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A : Alah,lotusmsgua ajagak dibales(40).

HeheheSabarsabarsabar[2.40]

B :Logatgak bisa dia, gigisampeitem-item(65) itulho. [220]

Gejala Bahasa Ketidakteraturan Ketidakteraturan memiliki ciri tidak ada pola pembentukan kata yang baku dan bersifat semena-mena sesuai dengan keinginan dari penutur. Bentuk ketidakteraturan dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Becekbanget(2)taunggak(4)hari ini.Gua(7)bawamotorjadibecek-becek banget tau gak. [1.1]

B :Ehtau nggak sih baju gua ni basah, gua nyampenyeker kakigua.

Gimanabok(20). [1.2]

Gejala Bahasa Penggunaan Partikel Partikel adalah kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfleksikan, mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal, termasuk di dalamnya artikel, preposisi,

konjungsi, dan interjeksi. Siswa SMA Negeri 5 Metro juga

seringmenggunakan bahasa lisan yang tidak baku yang berasal dari

penggunaan partikel. Bentuk penggunaan partikel dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut. B :Eh(12) tau nggak sih(13)baju gua ni basah, gua nyampe nyeker kaki gua. Gimanabok. [1.2]

A :Ah(21)loini masih mending, gua. Androk gua basah tao. [1.3]

Gejala Bahasa Kontraksi

Kontraksi adalah proses atau hasil pemendekan suatu bentuk

kebahasaan.Proses pembentukan kontraksi tidak didasarkan kaidah yang mengikatdalam bahasa lisan yang tidak bakusiswa kelas X SMA Negeri 5 Metro, pembentukannya hanya mengandalkan enak atau tidak untuk diucapkan dan didengarkan. Bentuk kontraksi dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A :Becekbangettaunggakhariini. Gua bawa motor jadi becek-becek banget taugak(11). [1.1]

B :Eh tau nggak sih baju gua ni basah, gua nyampe nyeker kaki gua.

Gimana(19) bok. [1.2] Gejala Bahasa Akronim

Akronim adalah proses penanggalan satu atau beberapa leksem atau

kombinasi leksem sehingga bentuk baru yang berstatus kata. Akronim juga merupakan hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau suku kata dari dua kata atau lebih yang digabungkan

(8)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 8 menjadi satu.Proses pembentukan

akronim tidak didasarkan kaidah yang mengikatdalam bahasa lisan yang tidak bakusiswa kelas X SMA Negeri 5 Metro, pembentukannya hanya mengandalkan enak atau tidak untuk diucapkan dan didengarkan. Bentuk akronim dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

B :Mungkinapa terlalu ilfill(44) ma gua. [2.7]

A : Sendang. PaspertamakaliMOSitu. Gua bawa motor ke sana, yang di depannyaitu. Kena embun tu kan di depannya lagi ada mobel bayangin coba kena asepnyaitu. Begitu(118)sampe itu wih gak karuan bener motor gua, matek. [2.30]

Gejala Bahasa Singkatan

Singkatan adalah hasil menyingkat (memendekkan), berupa huruf atau gabungan huruf.Proses pembentukan singkatan tidak didasarkan kaidah yang mengikatdalam bahasa lisan yang tidak bakusiswa kelas X SMA Negeri 5 Metro, pembentukannya hanya mengandalkan enak atau tidak untuk diucapkan dan didengarkan.Bentuk singkatan dapat terlihat dalam tuturan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro adalah sebagai berikut.

A: Alah, lo tu sms(38) gua aja gak dibales. Hehehe Sabar sabar sabar [2.6] A : Sendang. PaspertamakaliMOS(110) itu. Gua bawa motor ke sana, yang di depannyaitu Kena embun tu kan di depannya lagi ada mobel bayangin coba kena asepnyaitu. Begitusampe itu wih gak karuan bener motor gua, matek. [2.30]

IMPLIKASI

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro sering menggunakan bahasa lisan yang tidak bakudalam kegiatan

berkomunikasi.Banyak gejala bahasa pada tuturan mereka.Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, peran guru sangat penting dalam membentuk karakter siswa. Guru diharapkan mampu mengarahkan serta memberi contoh kepada siswa untuk

menggunakan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya di dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran. Guru juga diharapkan mampu untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap bahasa

Indonesia.Berkaitan dengan hal tersebut, hasil penelitian kemudian diimplikasikan dengan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah atas kelas X.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa peran guru sangat penting dalam

membentuk karakter siswa. Guru diharapkan mampu memberikan dan menanamkan nilai-nilai kepribadian untuk diterapkan anak di dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aktifitas. Guru juga diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta anak terhadap bahasa Indonesia

Di dalam Kurikulum 2013 yang sedang digunakan dalam pendidikan di

Indonesia saat ini yang lebih

menekankan pada pendidikan karakter siswa terdapat komponen-komponen pembelajaran yang berhubungan dengan penggunaan ragam bahasa yang sesuai konteks dan situasi. Peneliti

mengimplikasikan hasil penelitian dengan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Berikut ini adalah kompetensi inti dan kompetensi dasar

(9)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 9 yang berkaitan dengan penggunaan

bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kelas: X Kompetensi Inti

2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotongroyong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam

pergaulan dunia. Kompetensi dasar

Kemampuan Berbahasa:

2.3 Menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan serta melakukan hubungan sosial secara jujur dan santun. Pada uraian di atas telah dipaparkan beberapa materi pembelajaran siswa kelas X SMA tentangberbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap kegiatan pembelajaran. Aplikasi pembelajaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar bertujuan agar siswa mampu memahami dan menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, siswa diberikan kepercayaan dan wawasan untuk bangga berbahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia itu merupakan hal penting yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat karena bahasa Indonesia tidak pernah terlepas dalam kehidupan kita sehari-hari untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi. Bahasa Indonesia harus terus dibelajarkan supaya bangsa kita tidak kehilangan

identitas diri sebagai bangsa Indonesia dan menjadi bangsa yang baik.

Guru hendaknya mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik pada saat bertutur kepada siswa maupun dengan yang lainnya baik di dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran. Secara tidak langsung hal ini akan menstimulus siswa untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh guru karena pada dasarnya guru adalah sosok yang diteladani dan dihormati siswa. Hal ini akan berdampak pada kelangsungan kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa.

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian gejala bahasa pada bahasa lisan siswa kelas X SMA Negeri 5 Metro dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian terdapat kata baku dan tidak baku pada tuturan siswa kelas X SMA negeri 5 Metro.

2. Ditinjau dari kata tidak baku telah ditemukan 14 gejala bahasa, yaitu 1). afaresis, 2). sinkop, 3). apokop, 4). paragog, 5). gejala adaptasi bahasa, 6). subtitusi prefiks, 7). subtitusi simulfiks, 8). subtitusi sufiks, 9). penghilangan fonem, 10).

ketidakteraturan, 11). penggunaan partikel, 12). kontraksi, 13). akronim, dan 14). singkatan.

3. Implikasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah atas kelas X yaitu

(10)

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 10 menggunakan bahasa Indonesia yang

baik dan benar sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan serta melakukan hubungan sosial secara jujur dan santun.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian sebelumnya, peneliti

menyarankan hal-hal sebagai berikut. 1. Seluruh warga sekolahkhususnya

guru harus lebih memperhatikan lagibahasa yang digunakan oleh siswa dalam kegiatan berkomunikasi. 2. Guru hendaknya mampu

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik pada saat bertutur kepada siswa maupun dengan yang lainnya baik di dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran.

3. Sebaiknyasiswa menggunakan bahasa Indonesia dalam

berkomunikasi dengan sesama siswa, guru, maupun dengan yang lainnya di sekolah, jika siswa ingin

menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku sebaiknya memperhatikan kapan mereka berbicara, di mana mereka berbicara, dengan siapa mereka berbicara, dan apa yang mereka bicarakan.

4. Bagi peneliti di bidang kajian yang sama sebaiknya lebih memperluas dan menindaklanjuti tentang gejala

bahasa yang muncul pada tuturan siswa maupun guru dalam kegiatan berkomunikasi di lingkungan sekolah baik dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan

pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto,Suharsimi. 2010.Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa

Indonesia.Jakarta: Gramedia.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995.Sosiolinguistik: Perkenalan

Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Muslich, Masnur. 2009. Tatabentuk

Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta:

Bumi Aksara.

R, Aden. 2010. Loe Harus Gaul:

Smart-Kunci Anak Gaul dan Fungky.

Yogyakarta: Hanggar Kreator. Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik

Umum. Yogyakarta: PT Tiara

Wacana Yogya.

Suyanto, Edi. 2011. Membina,

Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar.

Referensi

Dokumen terkait

orientalis tergolong jenis fast growing species dan dapat membentuk kolonisasi yang baik pada areal kritis sehingga potensial dimanfaatkan sebagai tanaman pionir pada

Konsep tentang Kepala Madrasah Sebagai Supervisor .... Pengertian Kepala

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan desain reaktor gasifikasi sekam padi tipe downdraft skala kecil yang terbaik dari beberapa skenario sudut throat dan sudut nozel

Pangruwating Diyu adalah sebuah ilmu sebagai kunci orang dapat memahami isi indraloka pusat tubuh manusia yang berada di dalam rongga dada yaitu pintu gerbang atau kunci rasa

Sedangkan penyelesaian Sengketa Internasional yang dijalankan oleh PPB berkaitan dengan tujuan PBB seperti yang diamatkan dalam Pasal 1 Piagam PBB, adalah untuk menciptakan

Berdasarkan hasil uji simultan (uji F) dari ketiga tahun tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara simultan dan konsisten variable independent (ROA,

Untuk itu sistem pendidikan formal yang ada saat ini harus segera diperbaiki dengan tidak hanya mementingkan hasil, tetapi juga proses agar tercipta orang pintar yang mempunyai

 Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada : badan usaha;