• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI SITUBONDO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DAN

LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO,

Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam melaksanakan pembangunan secara menyeluruh di Kabupaten Situbondo, yang salah satu upayanya melalui peningkatan pelayanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Kesehatan Daerah;

b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Kesehatan Daerah perlu diganti;

c. bahwa dalam rangka upaya peningkatan aksesibilitas pelayanan kesehatan yang bermutu pada Pusat Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Kesehatan Daerah di Kabupaten Situbondo sesuai kebutuhan dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat perlu didukung sumberdaya kesehatan yang memadai;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Kesehatan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9 dan Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

(2)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomr 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459);

10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

12. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan Pemerintah Daerah Kabupaten Panarukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1972 Nomor 38);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, dan Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3456);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

(3)

16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);

22. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009 dan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah;

23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangan Seperlunya;

24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 364/MENKES/SK/III/2003 tentang Laboratorium Kesehatan;

25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;

26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :1267/MENKES/SK/XII/2004 tentang Standar Pelayanan Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;

27. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 666/MENKES/SK/VI/2007 tentang Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar;

28. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 903/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; 29. Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo (Lembaran Daerah Kabupaten Situbondo Tahun 2008 Nomor 2);

30. Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Situbondo (Lembaran Daerah Kabupaten Situbondo Tahun 2008 Nomor 3).

(4)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SITUBONDO

Dan

BUPATI SITUBONDO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DAN LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Situbondo.

2. Bupati adalah Bupati Situbondo.

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Situbondo. 4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.

5. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.

6. Kepala Puskesmas adalah Kepala Puskesmas pada Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.

7. Kepala Labkesda adalah Kepala UPTD Labkesda pada Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.

8. Kas Umum Daerah adalah Kas Umum Pemerintah Kabupaten Situbondo.

9. Kerja Sama Operasional (KSO) adalah bentuk perikatan kerja sama dalam penyediaan pelayanan kesehatan atau pemanfaatan sarana, prasarana peralatan kedokteran dalam menunjang peningkatan akses dan mutu pelayanan di Puskesmas atau di Laboratorium.

10. Pusat Kesehatan Masyarakat dengan jaringannya selanjutnya disingkat Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, meliputi Puskesmas tanpa perawatan, Puskesmas dengan perawatan, Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling, pondok bersalin desa dan pondok kesehatan desa. 11. Laboratorium Kesehatan Daerah selanjutnya disingkat Labkesda adalah

Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang fisika-kimia, mikrobiologi dan klinis yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan sebagai upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat.

12. Puskesmas dengan perawatan adalah Puskesmas yang memiliki kemampuan menyediakan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan tingkat lanjut, pelayanan rawat inap dan pelayanan gawat darurat yang dilengkapi dengan peralatan dan sarana-fasilitas pendukung lainnya.yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(5)

13. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 14. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan perorangan di Puskemas dan Labkesda yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan pemeriksaan laboratorium klinik maupun laboratorium kesehatan lingkungan.

15. Pelayanan Kesehatan Perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi

(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan

pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.

16. Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan lainnya tanpa tinggal dirawat inap.

17. Pelayanan Rawat Darurat adalah pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah/menanggulangi resiko kematian/cacat dan bersifat penyelamatan (life saving).

18. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan kepada pasien observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan lainnya dengan menginap di Puskesmas dengan perawatan.

19. Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar selanjutnya disingkat PONED adalah pelayanan terpadu ibu dan bayi dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan/atau kematian ibu atau bayi pada persalinan kehamilan risiko tinggi di Puskesmas yang memerlukan tindakan medik dasar oleh tenaga medik yang terlatih atau dokter spesialis obstetri ginekologi.

20. Unit Pelayanan Farmasi yang selanjutnya disebut UPF adalah unit layanan (depo) Intalasi Farmasi Puskesmas yang memberikan pelayanan obat, alat kesehatan dan/atau sediaan farmasi lainnya diluar komponen jasa sarana tarif retribusi.

21. Pemeriksaan Kesehatan Umum adalah pelayanan kesehatan meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik sampai terapi definitif (pemberian resep obat) tanpa tindakan medik dan/atau pemeriksaan penunjang medik pada pasien rawat jalan atau pasien rawat darurat.

22. Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Masyarakat adalah pemeriksaan fisik, kimia, mikrobiologi atas spesimen (bahan sampel) air minum, air bersih, air limbah, makanan/minuman, atau usap (hapusan) alat tertentu dalam rangka kepentingan kesehatan lingkungan, sanitasi atau kesehatan masyarakat.

23. Persalinan adalah pelayanan proses melahirkan dari ibu hamil oleh tenaga kesehatan terlatih (bidan, dokter, dokter spesialis) baik dengan atau tanpa penyulit di Puskesmas dengan jaringannya.

24. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Public Health Nursing) adalah pelayanan kesehatan dalam bentuk kunjungan rumah (home visit) dan/atau perawatan di rumah (home care) bagi pasien yang tidak memungkinan dirawat di Puskesmas atau karena atas pertimbangan tertentu.

25. Visite adalah kunjungan tenaga medis ke ruang rawat inap (on site) dalam rangka proses observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medis dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.

26. Pelayanan Kunjungan Rumah (home visit) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seseorang dalam bentuk pemeriksaan kesehatan umum dan konsultasi di rumah pasien.

(6)

27. Pelayanan Perawatan di Rumah (Home Care) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan dalam bentuk pengobatan, observasi, tindakan medik terbatas, tindakan keperawatan rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya di rumah penderita sesuai permintaan atau kebutuhan 28. Pelayanan Perawatan Pemulihan adalah perawatan di ruang pulih sadar

(Recovery Room) untuk mengembalikan kesadaran pasien setelah menjalani pembiusan dan/atau kondisi medik lainnya.

29. Pelayanan Rawat Isolasi adalah perawatan di ruang isolasi bagi pasien yang menderita atau diduga menderita penyakit menular yang membahayakan .

30. Pelayanan Rawat Intensif adalah pelayanan pada pasien dengan observasi dan terapi yang intensif untuk penyelamatan jiwa pasien dan/atau mencegah komplikasi atau penyulit.

31. Pelayanan Akupungtur adalah pelayanan kesehatan tradisional komplementer yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dengan menggunakan jarum khusus akupungtur dalam rangka diagonosa, terapi, atau rehabilitasi medik.

32. Pelayanan Penyegeraan atau Cito adalah suatu pelayanan kesehatan di luar kegawat daruratan bagi pasien rawat inap dalam rangka penegakan diagnosa dan terapi yang memerlukan tindakan medik dan/atau pemeriksaan penunjang medik sesegera mungkin.

33. Pelayanan Medik adalah pelayanan kesehatan terhadap pasien yang dilaksanakan oleh tenaga medis sesuai standar profesi.

34. Pelayanan Medik Gigi adalah pelayanan paripurna meliputi upaya penyembuhan dan pemulihan yang selaras dengan upaya pencegahan penyakit gigi pada pasien di Puskesmas.

35. Pelayanan Penunjang Medik adalah pelayanan untuk menunjang penegakan diagnosa dan terapi meliputi pelayanan radiodiagnostik dan pelayanan patologi klinik.

36. Pelayanan Rekam Medik adalah pelayanan penyediaan, penyiapan dan penyimpanan dokumen medik yang bersifat rahasia berisi data demografi, catatan riwayat perjalanan penyakit pasien, diagnosa dan terapi tindakan medik, penunjang medik, serta asuhan keperawatan selama menjalani rawat jalan, rawat darurat dan/atau rawat inap di Puskesmas.

37. Pelayanan Transfusi Darah adalah pelayanan medik pemberian transfusi darah sesuai jenis dan golongan darah yang diperlukan meliputi penyiapan, pemasangan dan monitoring pemberian transusi. Pelayanan transfusi darah tidak termasuk penyediaan (harga) komponen darah. 38. Pelayanan Konsultasi adalah pelayanan advis (saran) dan pertimbangan

dalam bidang tertentu oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dalam bidangnya terhadap kondisi pasien untuk proses diagnosis, terapi, rehabilitasi medis dan pelayanan kesehatan lainnya.

39. Pelayanan Konsultasi Medis adalah pelayanan advis (saran) dan pertimbangan medis oleh tenaga medis dalam bidangnya terhadap kondisi pasien untuk proses diagnosis, terapi, rehabilitasi medis dan pelayanan medis lainnya baik dengan datang ke ruang rawat pasien (on

site) atau melalui telepon (on call/by phone).

40. Pelayanan Konsultasi Gizi adalah pelayanan konsultasi oleh tenaga ahli gizi, meliputi konsultasi diet makanan, asupan nilai gizi, dan/atau masalah gizi pasien.

(7)

41. Pelayanan Konsultasi Sanitasi adalah pelayanan konsultasi oleh tenaga sanitarian dalam bidang sanitasi atau masalah kesehatan lingkungan. 42. Pelayanan Konsultasi Obat adalah pelayanan konsultasi oleh tenaga

farmasi/apoteker dalam rangka pemberian informasi obat dan/atau masalah penggunaan obat.

43. Pelayanan Administrasi Rawat Inap adalah pelayanan administrasi yang meliputi pelayanan rekam medik, pelayanan administrasi keuangan dan/atau pelayanan pengkabaran selama pasien rawat inap di Puskesmas. 44. Pelayanan Mediko-Legal adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan

dengan kepentingan hukum.

45. Pelayanan Visum et Repertum, adalah pelayanan pemeriksaan medik untuk mencari sebab kesakitan, jejas, atau sebab kematian yang dilaksanakan oleh tenaga medis sesuai bidang keahliannya yang hasilnya digunakan untuk keperluan medico legal atau penegakkan hukum. 46. Pelayanan Pendidikan dan Penelitian adalah pelayanan dibidang

pendidikan, pelatihan dan/atau penelitian oleh pihak lain yang melakukan kegiatan tersebut dengan menggunakan fasilitas Puskesmas atau Labkesda.

47. Pelayanan Pembakaran Sampah Medis adalah pelayanan pemusnahan sampah hasil kegiatan medis Pihak Ketiga melalui pembakaran pada suhu yang terkendali menggunakan incinerator.

48. Pelayanan Keperawatan adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga keperawatan (perawat/bidan) dalam melaksanakan tugas mandiri maupun tugas limpah dari tenaga medis, yang meliputi asuhan keperawatan, tindakan keperawatan sesuai standar profesi.

49. Akomodasi adalah penggunaan fasilitas rawat inap termasuk makan di Puskesmas.

50. Ruang VIP adalah ruangan rawat inap yang dilengkapi dengan beberapa fasilitas tambahan seperti 1 (satu) tempat tidur pasien dan 1 (satu) tempat tidur penjaga, kamar tamu lengkap dengan sofa, AC, kamar mandi dalam, dan atau TV

51. Ruang Utama adalah ruangan rawat inap yang dilengkapi dengan beberapa fasilitas tambahan seperti 2 (dua) tempat tidur pasien, AC, kamar mandi dalam, dan atau TV.

52. Ruang Kelas I adalah ruangan rawat inap yang dilengkapi 2 (dua) tempat tidur pasien dan kamar mandi dalam.

53. Ruang Kelas II adalah ruangan rawat inap yang dilengkapi 2 (dua) atau lebih tempat tidur pasien dan kamar mandi luar.

54. Ruang kelas III adalah ruangan rawat inap yang dilengkapi 5 (lima) atau lebih tempat tidur pasien dan kamar mandi luar.

55. Ruang Perinatologi adalah ruang tempat perawatan bayi baru lahir yang belum bisa dirawat dengan digabungkan bayi lainnya, bayi yang lahir prematur, brat bada lahir rendah, dan/atau bayi baru lahir dengan penyulit.

56. Hari Rawat adalah lamanya penderita dirawat yang jumlahnya dihitung berdasarkan tanggal masuk dirawat mulai jam 00 (nol nol) hingga tanggal keluar rumah sakit/meninggal. Untuk hari rawat kurang dari 24 (dua puluh empat) jam dihitung sama dengan 1 (satu) hari rawat inap. 57. Pengujian Kesehatan atau General/Medical check Up adalah

pemeriksaan kesehatan guna mendapatkan status kesehatan seseorang untuk berbagai keperluan.

(8)

58. Tindakan Medik Operatif adalah tindakan pembedahan kepada pasien yang disertai tindakan anastesi atau tanpa anastesi, di kamar operasi atau kamar tindakan berdasarkan kriteria durasi waktu operasi, kompleksitas, resiko, penggunaan alat canggih dan profesionalisme, dikelompokkan dalam tindakan medik operatif kecil, sedang, besar.

59. Tindakan Medik Non Operatif adalah tindakan medik yang dilakukan tanpa pembedahan.

60. Tindakan Anastesi adalah tindakan medik yang menggunakan peralatan medik dan obat anastesi sehingga terjadi kondisi anastesia baik secara menyeluruh (general anastesi) atau pada sebagian tubuh pasien (regional anastesi) maupun tindakan resusitasi yang diperlukan.

61. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan dan memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, antara lain: Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, Apoteker, Bidan, Perawat, Fisioterapis, Nutrisionis, Asisten Apoteker.

62. Tenaga Medis adalah tenaga profesional dibidang kedokteran meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang memiliki ijin praktek. 63. Dokter Spesialis Tamu adalah dokter spesialis dari Rumah Sakit Lain

yang atas dasar perjanjian kerjasama diberikan ijin melaksanakan pelayanan medik spesialis sesuai kewenangannya (priviledged) di Puskesmas.

64. Penata Anestesi adalah tenaga perawat anestesi atau tenaga perawat yang memperoleh pendidikan pelatihan anestesi (bersetifikat), yang diberikan kewenangan melakukan tindakan anestesi terbatas dibawah tanggung jawab dokter operator atau dokter spesialis anestesi yang mendelegasikan kewenangannya.

65. Pembimbing adalah suatu tim ataupun perorangan di Puskesmas atau di Labkesda yang diberikan kewenangan sebagai pembimbing klinik atau pembimbing penelitian dalam rangka pelayanan pendidikan dan penelitian sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

66. Tarif Pelayanan Pendidikan dan Penelitian adalah besaran tarif layanan dibidang pendidikan dan penelitian meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan (bimbingan) yang terkait dengan kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian, atau studi banding yang dilaksanakan di Puskesmas.

67. Instituional Fee adalah imbalan pemanfaatan institutional brand name (nama lembaga) Puskesmas atau Labkesda oleh pihak lain sebagai salah satu jaminan mutu dan/atau kepercayaan masyarakat.

68. Pelayanan transportasi pasien (Ambulans) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seseorang dengan mobil khusus (ambulance) baik dengan disertai kru (crew) kesehatan maupun tanpa disertai kru kesehatan.

69. Pelayanan transportasi jenazah adalah pelayanan penghantaran pasien yang meninggal di Puskesmas maupun di luar Puskesmas ke wilayah lain yang telah disepakati.

70. Biaya Satuan (Unit cost) adalah metode penghitungan jasa sarana per unit layanan, meliputi biaya umum (fix cost), biaya pemeliharaan, biaya investasi/biaya modal, maupun biaya variabel (variable cost). Untuk Jasa Sarana Kelas III biaya/gaji pegawai PNS, biaya investasi/belanja modal yang merupakan subsidi pemerintah atau pemerintah daerah tidak diperhitungkan.

(9)

71. Biaya Akomodasi adalah biaya penggunaan sarana dan fasilitas rawat inap, pelayanan umum, termasuk makan di Puskesmas dengan Perawatan. biaya akomodasi dihitung berdasarkan hari rawat.

72. Penjamin adalah seseorang atau badan hukum sebagai penanggung biaya pelayanan kesehatan dari seseorang yang menggunakan/mendapat pelayanan di Puskesmas, meliputi PT. Askes, PT. Astek, PT. Jasaraharja, Asuransi Swasta, dan/atau asuransi kesehatan lainnya. 73. Peserta tertanggung PT (Persero) Asuransi Kesehatan (ASKES) adalah

Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pensiunan PNS dan TNI Polri, Veteran, Perintis Kemerdekaan yang memiliki tanda pengenal peserta (kartu Askes) beserta keluarganya yang tercantum dalam tanda peserta tersebut.

74. Jasa Pelayanan adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan kesehatan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan/atau pelayanan pemeriksaan laboratorium kesehatan.

75. Jasa Sarana adalah imbalan yang diterima oleh Puskesmas atau Labkesda atas pemakaian sarana, peralatan, fasilitas rumah sakit, biaya bahan dan alat kesehatan pakai habis dasar (BBA) yang digunakan langsung dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan/atau pelayanan lainnya dan termasuk komponen tarif.

76. Obat-obatan adalah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan dan meringankan atau mencegah penyakit atau gejala-gejalanya.

77. Biaya Bahan dan Alat Kesehatan Dasar yang selanjutnya disebut BBA Dasar adalah biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan bahan dan alat kesehatan pakai habis untuk mendukung tindakan keperawatan dan tindakan medis atau pelayanan lainnya serta merupakan bagian dari komponen tarif.

78. Kejadian Luar Biasa selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu

79. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal maupun horisontal kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional.

80. Rujukan Kasus adalah rujukan yang menyangkut masalah pelayanan medik perorangan untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasi dan lain-lain.

81. Rujukan Bahan (Spesimen) adalah rujukan yang menyangkut masalah pelayanan medik perorangan untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.

82. Pasien adalah seseorang yang membutuhkan dan memperoleh pelayanan kesehatan.

83. Pasien Baru adalah pasien yang baru pertama kalinya mendapatkan perawatan dan pengobatan di Puskesmas ditandai dengan diberikan kartu identitas pasien sekaligus nomor rekam medik yang berlaku seumur hidup.

84. Pasien Lama adalah pasien yang sudah pernah dirawat di Puskesmas dengan menunjukkan bukti kartu identitas pasien dan diberlakukan sebagai kunjungan ulang. Dalam hal pasien tidak bisa menunjukan bukti kartu identitas pasien, maka diberlakukan sebagai pasien baru dengan identitas baru. Risiko riwayat perjalanan perawatan/pengobatan sebelumnya tidak terlacak menjadi tanggungjawab pasien manakala kartu identitasnya hilang.

(10)

85. Dokumen Medik adalah dokumen rawat jalan dan dokumen rawat inap yang berisi data-data pasien.

86. Program Jaminan Kesehatan Daerah yang selanjutnya disingkat Program Jamkesda adalah program penjaminan biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Kabupaten Situbondo diluar yang sudah dijamin oleh Program Jamkesmas, menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dengan pembiayaan dari APBD.

87. Peserta Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin selanjutnya disingkat JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu yang terdaftar dan memiliki kartu kepesertaan Program Jamkesmas atau identitas lain yang dipersamakan dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai peraturan yang telah ditetapkan.

88. Surat Pernyataan Miskin selanjutnya disingkat dengan SPM adalah surat yang dikeluarkan oleh aparat kelurahan dan disahkan oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk bagi masyarakat miskin yang belum memiliki kartu kepesertaan Program Jamkesmas atau Program Jamkesda.

89. Orang miskin adalah orang yang tidak mampu secara ekonomi yang dibuktikan dengan identitas miskin seperti Kartu Jamkesmas atau kartu Jamkesda maupun Surat Pernyataan Miskin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

90. Kader Kesehatan adalah seseorang relawan yang dilatih khusus sebagai penggerak masyarakat di bidang kesehatan dibawah pembinaan Puskesmas setempat.

91. Resep adalah permintaan tertulis dari tenaga medik kepada Apoteker Pengelola Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

92. Alat Kesehatan adalah bahan, instrumen, apparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyerahkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk membentuk dan memperbaiki fungsi tubuh.

93. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

94. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

95. Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penyediaan pelayanan pelayanan kesehatan dan kemanfaatan umum lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang dapat dinikmati orang perorang atau badan.

96. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

(11)

97. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

98. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

99. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas umum daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

100. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

101. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

102. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga/atau denda.

103. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Situbondo yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan daerah Kabupaten Situbondo yang memuat ketentuan pidana.

104. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan retribusi daerah.

105. Sistem Remunerasi adalah sistem pembagian jasa pelayanan sebagai insentif yang diterima oleh pelaksana pelayanan dan petugas lainnya berdasarkan kriteria/indeks beban kerja, indeks risiko, dan/atau indeks lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

106. Standar Pelayanan Minimal Puskesmas selanjutnya disebut SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan kesehatan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimal yang diberikan oleh Puskesmas dengan jaringannya kepada masyarakat.

107. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

108. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Situbondo.

(12)

BAB II

ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Pengaturan pelayanan kesehatan dan penetapan retribusinya dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, keadilan (non diskriminatif), partisipatif, serta asas keamanan dan keselamatan pasien yang diselenggarakan secara transparan, efektif dan efisien serta akuntabel.

(2) Maksud pengaturan retribusi pelayanan kesehatan untuk menjamin mutu dan aksesibilitas, serta kelangsungan (sustainabilitas) pelayanan kesehatan di Puskesmas, dan Labkesda sesuai standar yang ditetapkan, agar masyarakat (pasien), pemberi pelayanan (provider) dan pengelola Puskesmas atau Labkesda dapat terlindungi dengan baik.

Pasal 3

Tujuan pengaturan dan penetapan pelayanan kesehatan dan retribusinya dalam Peraturan Daerah ini adalah :

a. terwujudnya masyarakat Kabupaten Situbondo yang sehat dan produktif;

b. terselenggaranya pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Labkesda yang bermutu sesuai standar yang ditetapkan;

c. tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di Labkesda sesuai dengan perkembangan bidang ilmu dan teknologi kedokteran, keperawatan dan bidang manajemen pelayanan kesehatan serta sesuai kebutuhan masyarakat;

d. meningkatnya kapasitas dan potensi Puskesmas dan Labkesda secara berhasilguna dan berdayaguna sesuai perkembangan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Situbondo;

e. terlaksananya program dan kegiatan operasional Puskesmas dan Labkesda sesuai dengan Rencana Strategis Dinas Kesehatan serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Situbondo;

f. terwujudnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Labkesda.

BAB III

KEBIJAKAN RETRIBUSI DAERAH Pasal 4

(1) Bagi masyarakat miskin yang dijamin dan/atau ditanggung Pemerintah Pusat (Program Jamkesmas) atau Pemerintah Daerah, Kader Pembangunan Kesehatan, anak yatim piatu yang diasuh oleh Dinas Sosial atau Badan Hukum lain dalam binaan Dinas Sosial, Gelandangan, Pengemis, Orang Gila (Program Jamkesda) maupun Siswa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dibebaskan dari seluruh retribusi pelayanan kesehatan perorangan di Puskesmas sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

(2) Penggantian pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dibebankan pada keuangan daerah sebagai subsidi pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Kepala Dinas melalui mekanisme APBD.

(13)

(3) Tatalaksana subsidi pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 5

(1) Dalam rangka melaksanakan fungsinya, Puskesmas maupun Labkesda dapat melaksanakan kerjasama operasional yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama setelah mendapatkan persetujuan Bupati.

(2) Kerjasama oprasional sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Kerjasama pelayanan kesehatan;

b. Kerjasama dokter spesialis tamu;

c. Kerjasama operasional alat medik dan/atau penunjang medik; d. Kerjasama pendidikan dan/atau penelitian.

Pasal 6

(1) Kerjasama pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) huruf a dengan penjaminan asuransi, meliputi peserta program Asuransi Kesehatan PT. ASKES, PT. ASTEK (Jamsostek), PT. JASA RAHARDJA atau perusahaan dikenakan tarif sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau sesuai Perjanjian Kerjasama.

(2) Dalam hal terjadi selisih lebih atau selisih kurang dibandingkan tarif retribusi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 7

(1) Kerjasama operasional peralatan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) huruf c berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Besaran retribusi dari penggunaan alat tersebut ditetapkan atas dasar saling menguntungkan dengan memperhatikan kemampuan masyarakat.

(2) Penetapan besaran tarif retribusi pelayanan sebagaimana ayat (1) harus menjamin mutu dan akses pelayanan pada masyarakat miskin atau kurang mampu.

(3) Kerjasama dalam penyediaan fasilitas peserta pendidikan, pelatihan dan/atau penelitian harus menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pasien.

(4) Penetapan besaran tarif kerjasama operasional peralatan dan kerjasama dalam penyediaan fasilitas pendidikan dan penelitian diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 8

(1) Dalam hal Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular dan/atau Bencana yang dinyatakan secara resmi oleh Pemerintah Daerah, masyarakat yang terkena dampak langsung dibebaskan dari retribusi pelayanan kesehatan tertentu dan dijamin oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Kebutuhan subsidi alokasi anggaran pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

(3) Tatalaksana pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

(14)

BAB IV

NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 9

Dengan nama retribusi pelayanan kesehatan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan kesehatan di Puskesmas dan pelayanan pemeriksaan laboratorium di Laboratorium Kesehatan Daerah.

Pasal 10

(1) Obyek retribusi meliputi semua jenis pelayanan kesehatan di Puskesmas dan pelayanan pemeriksaan laboratorium di Laboratorium Kesehatan Daerah.

(2) Dikecualikan dari obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pelayanan pendaftaran;

b. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, BUMD, BUMN maupun Pihak Swasta.

Pasal 11

(1) Subyek retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang mendapatkan pelayanan kesehatan perorangan di Puskesmas dan pemeriksaan laboratorium di Laboratorium Kesehatan Daerah.

(2) Wajib retribusi adalah orang atau badan yang telah menerima atau memperoleh manfaat umum dari pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas atau Labkesda yang menurut Peraturan Daerah ini diwajibkan membayar retribusi yang terutang.

Pasal 12

Retribusi Pelayanan Kesehatan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum berdasarkan Kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa pelayanan kesehatan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

BAB V

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 13

(1) Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan kelas perawatan, frekuensi, dan jenis-jenis pelayanan dan/atau parameter pemeriksaan. (2) Tingkat penggunaan pelayanan transportasi pasien (ambulan) atau

transportasi jenazah dihitung berdasarkan jarak tempuh pergi - pulang dan fasilitas, serta kru (crew) yang menyertai.

(3) Tingkat penggunaan jasa pelayanan pendidikan dan penelitian dihitung berdasarkan jumlah, kategori peserta didik dan lama pendidikan dan penelitian

(15)

BAB VI

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA RETRIBUSI

Pasal 14

(1) Prinsip penetapan besaran retribusi pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan mutu dan akses pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di Labkesda.

(2) Sasaran penetapan besaran retribusi guna menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan serta tidak mengutamakan mencari keuntungan dengan tetap memperhatikan kemampuan ekonomi sosial masyarakat dan daya saing untuk pelayanan sejenis.

(3) Struktur besaran retribusi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di Labkesda, meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

(4) Jasa sarana sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi komponen pengadaan sarana, fasilitas, biaya pemeliharaan, biaya umum dan biaya penyediaan BBA sesuai dengan jenis pelayanannya (biaya variabel) dihitung berdasarkan biaya satuan (unit cost).

(5) Jasa pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi komponen jasa pelayanan profesi (jasa medik, jasa keperawatan, jasa tenaga kesehatan lainnya) dan jasa pelayanan umum.

BAB VII

JENIS-JENIS PELAYANAN YANG DIKENAKAN RETRIBUSI Pasal 15

Pelayanan kesehatan di Puskesmas dengan jaringannya yang dapat dikenakan retribusi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, meliputi :

a. Pelayanan Rawat Jalan; b. Pelayanan Rawat Darurat; c. Pelayanan Rawat Inap; d. Pelayanan Medik;

e. Pelayanan Penunjang Medik; f. Pelayanan Keperawatan;

g. Pelayanan Kebidanan dan Penyakit Kandungan (PONED); h. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut ;

i. Pelayanan Konsultasi;

j. Pelayanan Transfusi Darah dan Terapi Oksigen;

k. Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Public Heath Nursing

/PHN)

l. Pelayanan Pengujian Kesehatan (General Check up); m. Pelayanan Farmasi;

n. Pelayanan Medico Legal; o. Pemulasaraan Jenazah;

p. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer (akupungtur); q. Pelayanan Transportasi Ambulan dan transportasi jenazah; dan r. Pelayanan Pembakaran Sampah Medik;

s. Pelayanan Sterilisasi;

(16)

Pasal 16

(1) Jenis pelayanan pemeriksaan laboratorium pada Labkesda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, meliputi :

a. Pemeriksaan Laboratorium Klinik, terdiri dari : 1) Pemeriksaan Kimia Klinik;

2) Pemeriksaan Hematologi Klinik; 3) Pemeriksaan Imuno-serologi; 4) Pemeriksaan Mikrobiologi klinik;

5) Pemeriksaan Parasitologi dan Cairan tubuh (liquor); 6) Pemeriksaan Narkoba

7) Pemeriksaan Patologi Anatomi.

b. Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Masyarakat/Kesehatan Lingkungan, meliputi :

1) Pemeriksaan fisika, kimia kesehatan, mikrobiologi, toksikologi dari sampling air bersih, air minum, air limbah, makanan dan/atau sampling dari sumber lain;

2) Pemeriksaan hapusan alat atau cairan (sekresi) tubuh manusia; 3) Pelayanan pengambilan sampling di lapangan;

4) Pelayanan konsultasi sanitasi.

(2) Kepala Labkesda dapat mengembangan pelayanan pemeriksaan laboratorium kesehatan dalam bentuk paket-paket sesuai kebutuhan atau sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.

Pasal 17

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Operating Prosedur (SOP), Tatakelola Klinik yang baik (Good Clinical

Governance), Keamanan Pasien (Patient Safety), dan/atau standar profesi

masing-masing.

BAB VIII

PELAYANAN RAWAT JALAN Pasal 18

(1) Jenis pelayanan rawat jalan terdiri dari : a. Pelayanan Poliklinik Umum;

b. Pelayanan Poliklinik Spesialis;

c. Pelayanan Poliklinik Kebidanan (KIA-KB, Kesehatan Reproduksi dan PONED);

d. Pelayanan Poliklinik Gigi dan Mulut;

e. Pelayanan Konsultasi Gizi dan Konsultasi Sanitasi.

(2) Setiap awal pemberian pelayanan rawat jalan (Poliklinik Umum, Gigi, KIA-KB, dan lainnya) dikenakan retribusi pemeriksaan kesehatan umum yang diwujudkan dalam bentuk karcis harian yang meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

(3) Bagi pasien baru dikenakan biaya kartu identitas (ID Patient Card) dan rekam medis yang berlaku seumur hidup (single numbering identity ).

(17)

(4) Dalam hal kunjungan ulang pasien lama tidak membawa kartu identitas sebagaiman dimaksud ayat (3) karena berbagai sebab, dikenakan tarif penggantian biaya kartu identitas.

(5) Kategori pasien rawat jalan diklasifikasikan dalam pelayanan klas umum (klinik umum, KIA, Gigi dan konsultasi) dan klas I (Klinik Spesialis). (6) Setiap pelayanan kesehatan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berupa tindakan medik, konsultasi, penunjang medik dan/atau pemeriksaan khusus dikenakan tarif retribusi sesuai pelayanan kesehatan yang diterima.

BAB IX

PELAYANAN RAWAT DARURAT Pasal 19

(1) Setiap awal pemberian pelayanan rawat darurat dikenakan retribusi pemeriksaan kesehatan umum yang diwujudkan dalam bentuk karcis harian yang meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

(2) Tarif retribusi layanan kegawatdaruratan dibedakan dengan tarif retribusi pelayanan non kegawatdaruratan dengan pertimbangan tingkat kesulitan, kompleksitas kondisi pasien, variabilitas resiko pada pasien, penyediaan peralatan emergensi, dan tenaga kesehatan serta layanan penyelamatan jiwa pasien.

(3) Pasien gawat darurat yang membutuhkan observasi lebih dari 6 (enam) jam harus dilakukan di rawat inap dan/atau dirujuk ke RSUD sesuai indikasi medis.

(4) Tindakan medik gawat darurat diklasifikasikan sebagai tindakan medik emergensi atau tindakan medik penyegeraan (cito).

(5) Bagi pasien baru dikenakan biaya kartu identitas dan rekam medis yang berlaku seumur hidup (single numbering identity).

(6) Pelayanan konsultasi dokter spesialis dapat dilakukan sesuai indikasi medis melalui telepon (on call) dengan persetujuan pasien atau keluarganya.

(7) Jasa pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah 50% (lima puluh per seratus) dari jasa konsultasi medik di tempat (on

site).

(8) Setiap pelayanan diluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tindakan medik (operatif atau non operatif), konsultasi, observasi intensif, penunjang medik dan/atau pemeriksaan khusus dikenakan tarif retribusi sesuai jenis pelayanan yang diterimanya.

(9) Dalam hal pasien gawat darurat membutuhkan tindakan medik operatif harus mendapatkan persetujuan pasien, keluarganya atau pengantarnya dengan mengisi lembar persetujuan tindakan medik (informed consent) setelah mendapatkan penjelasan yang cukup dari tenaga medis atau tenaga keperawatan yang merawatnya.

(18)

BAB X

PELAYANAN RAWAT INAP Pasal 20

(1) Klasifikasi akomodasi rawat inap dibedakan berdasarkan perbedaan sarana dan fasilitas ruangan, dibedakan dalam :

a. Kelas III b. Kelas II c. Kelas I d. Kelas Utama e. Kelas VIP

f. Non Kelas, terdiri dari : 1) Ruang Isolasi.

2) Ruang Rawat Bersalin. 3) Ruang Perinatologi. 4) Ruang Rawat Intensif.

(2) Akomodasi rawat inap non kelas berlaku tarif tunggal (single tarif).

Pasal 21

(1) Biaya akomodasi kamar sudah termasuk biaya makan non diet, sedangkan permintaan makan diet pasien sesuai rekomendasi dokter yang merawat diperhitungkan tersendiri.

(2) Pemakaian akomodasi dihitung berdasarkan hari rawat. Setiap pasien yang menempati tempat tidur kurang dari 24 jam (dua puluh empat jam) karena berbagai sebab, diperhitungkan 1 (satu) hari rawat.

(3) Pasien bayi rawat gabung dengan ibunya dikenakan biaya akomodasi 50% (lima puluh per seratus) dari biaya akomodasi ibunya sesuai dengan klas perawatan yang ditempati.

(4) Pasien bayi dengan penyulit yang dirawat di ruang perinatologi dikenakan biaya akomodasi penuh. Dalam membutuhkan pelayanan dengan incubator, maka dikenakan tambahan retribusi tersendiri.

(5) Tarif retribusi pelayanan tindakan medik non operatif, asuhan/tindakan keperawatan, konsultasi, visite, observasi, penunjang medik, penggunaan peralatan medik tambahan, dikenakan tarif retribusi pelayanan tersendiri sesuai pelayanan yang diterima dan kelas perawatan yang ditempati.

(6) Setiap pasien rawat inap dikenakan tarif pelayanan administrasi rawat inap 1 (satu) kali selama dirawat.

(7) Setiap pasien yang memerlukan pelayanan konsultasi dokter spesailis melalui telepon (on call) harus sepengetahuan atau mendapat persejuan dari keluarga atau pasien yang bersangkutan.

(8) Besaran tarif retribusi konsultasi ditempat (onsite) dipersamakan dengan tarif visite. Besaran tarif retribusi konsultasi melalui telepon adalah 50% (lima puluh per seratus) dari Tarif retribusi ditempat.

Pasal 22

(1) Untuk pasien rawat inap yang memerlukan pelayanan penyegeraan (cito) baik untuk tindakan medik dan/atau pemeriksaan penunjang medik harus mendapatkan persetujuan pasien atau penjamin.

(2) Retribusi pelayanan penyegeraan (cito) dipersamakan dengan pelayanan rawat darurat.

(19)

Pasal 23

(1) Pelayanan isolasi penyakit menular dikhususkan bagi pasien yang menderita penyakit menular atau diindikasikan (suspect) sebagai penyakit menular sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. (2) Akomodasi ruang isolasi dipersamakan dengan akomodasi kelas I.

(3) Tarif Tindakan medik pasien rawat isolasi dipersamakan dengan Tarif Tindakan medik rawat darurat.

BAB XI

PELAYANAN MEDIK Pasal 24

(1) Jenis Pelayanan Medik terdiri dari : a. Tindakan Medik, meliputi :

1. Tindakan Medik Operatif ; 2. Tindakan Medik Non Operatif. b. Tindakan Anestesi

c. Pelayanan konsultasi medis d. Visite.

(2) Setiap pelayanan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan berupa jasa medik. (3) Berdasarkan kriteria durasi waktu pelayanan, kompleksitas jenis

tindakan, risiko (pasien dan tenaga medik), penggunaan alat canggih dan profesionalisme tindakan medik dikelompokkan dalam klasifikasi meliputi :

a. Tindakan medik ringan; b. Tindakan medik sedang; c. Tindakan medik besar.

(4) Jasa medik spesialis anestesi ditetapkan maksimal 30% (tiga puluh per seratus) dari jasa medik operator sesuai dengan jenis tindakan anestesinya.

(5) Dalam hal tindakan anestesi dilakukan oleh Penata Anestesi (Perawat Anestesi), maka jasa penata anestesinya maksimal adalah 20% (dua puluh per seratus) dari jasa tenaga medis operatornya.

(6) Pengelompokan nama-nama jenis tindakan medik sesuai klasifikasinya sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Bupati .

Pasal 25

(1) Tindakan medik operatif di Puskesmas diklasifikan dalam tindakan operatif sederhana, ringan dan sedang.

(2) Dalam hal Puskesmas tersedia sarana kamar operasi, ruang rawat pulih sadar, dan/atau ruang rawat intensif, peralatan/instrumen operasi sesuai standar yang ditetapkan, maka tindakan medik operatif sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (3) dapat ditingkatkan klasifikasinya sesuai tenaga medis spesialis yang ada.

(3) Pelayanan rawat pulih sadar paska tindakan medik operatif lebih dari 2 (dua) jam dikenakan tambahan biaya tindakan anestesi sesuai yang diterimanya.

(20)

(4) Tindakan medik operatif apabila didampingi operator bidang spesialisasi berbeda (joint operation) dan/atau didamping non operator bidang spesialisasi lain, dikenakan tambahan jasa medik operator atau jasa medik spesialis non operator.

(5) Dalam hal terjadi perluasan operasi dengan melibatkan operator dari bidang lain, maka jasa medik operatornya sesuai dengan jenis klasifikasi operasinya sedangkan jasa sarananya diperhitungkan sesuai kelompok operasinya.

(6) Dalam hal tindakan medik operatif memerlukan sejumlah tindakan medik operatif yang berbeda, sepanjang dilakukan oleh operator yang sama, pada waktu yang sama jasa sarananya diperhitungkan satu tindakan medik operatif sesuai klasifikasinya, sedangkan jasa medik operatornya sesuai dengan jumlah tindakan operatif yang dilakukan. (7) Tambahan jasa medik tindakan medik penyegeraan (cito), maksimal

30% (tiga puluh per seratus) dari jasa medik tindakan elektif/terencana. (8) Tindakan operatif yang dilaksanakan oleh dokter spesialis tamu, jasa

medik operatornya disesuaikan dengan perjanjian kerjasama, sedangkan jasa sarana sesuai jenis dan klasifikasi operasi yang dilaksanakan.

BAB XII

PELAYANAN PENUNJANG MEDIK Pasal 26

(1) Pelayanan penunjang medik di Puskesmas terdiri dari : a. Jenis pelayanan laboratorium klinik, meliputi :

1) pemeriksaan hematologi; 2) pemeriksaan kimia klinik;

3) pemeriksaan parasitologi dan cairan tubuh; 4) pemeriksaan mikrobiologi klinik;

5) pemeriksaan imunologi dan serologi; 6) pemeriksan patologi anatomi.

b. Pelayanan radiodiagnostik, meliputi : 1) Radiodiagnostik dengan kontras; 2) Radiodiagnostik tanpa kontras dan; 3) Radiodiagnostik imaging;

4) Pelayanan diagnostik elektromedik.

(2) Setiap pemeriksaan penunjang medik yang membutuhkan tindakan anestesi, dikenakan tambahan tarif retribusi pelayanan tindakan anestesi sesuai dengan tindakan yang diterimanya.

(3) Setiap permintaan pemeriksaan penunjang medik penyegeraan (Cito) dikenakan tambahan jasa pelayanan maksimal 30% (tiga puluh per seratus) dan tambahan jasa sarana secara proporsional kewajaran sesuai penggunaan peralatan penunjang mediknya.

(4) Tarif retribusi pelayanan pemeriksaan penunjang medik pasien rawat darurat diklasifikasikan tarif layanan penyegeraan (Cito).

(5) Tarif retribusi pelayanan pemeriksaan penunjang medik pasien rawat jalan sesuai dengan asal klasifikasi kunjungan polinya, yaitu poli umum dan poli spesialis.

(21)

Pasal 27

(1) Tarif retribusi pelayanan laboratorium klinik dihitung per parameter pemeriksaan.

(2) Puskesmas dapat mengembangan pelayanan laboratorium klinik dalam bentuk paket pelayanan medical check up.

(3) Dalam hal terjadi pengulangan pemeriksaan laboratorium klinik karena kesalahan petugas laboratorium (human error) atau setelah divalidasi hasilnya meragukan, maka pasien dibebaskan dari tarif retribusi yang memerlukan pengulangan.

Pasal 28

(1) Tarif retribusi pelayanan setiap pemeriksaan radiodiagnostik dihitung per ekspose pemeriksaan, lokasi (regio), dan jenis alat radiologi, terdiri jasa sarana dan jasa pelayanan. Jasa sarana pemeriksaan sudah termasuk biaya bahan film, dan bahan kimia yang diperlukan, kecuali bahan kontras.

(2) Pemeriksaan radiologis yang membutuhkan bahan kontras diperhitungkan tersendiri sesuai harga yang berlaku saat itu. Dalam hal Puskesmas tidak dapat menyediakan bahan kontras, maka penyediaan bahan kontras melalui resep dokter.

(3) Pemeriksaan USG (Ultra Sono Grafi) termasuk print out (cetakan hasil) kecuali USG Monitor (Obsgyn).

(4) Pengulangan pemeriksaan radiodiagnostik karena kesalahan petugas (human error) atau setelah divalidasi (pembacaan) hasilnya meragukan, maka pasien dibebaskan dari retribusi pemeriksaan ulang.

BAB XIII

PELAYANAN KEPERAWATAN Pasal 29

(1) Pelayanan keperawatan meliputi : a. Asuhan Keperawatan;

b. Tindakan Keperawatan mandiri dan tindakan keperawatan kolaboratif (tugas limpah).

(2) Asuhan keperawatan pasien rawat inap di Puskesmas diklasifikasikan dalam :

a. Asuhan keperawatan minimal (minimum nursing care) untuk kategori pelayanan 1 sampai 3 jam/hari;

b. Asuhan keperawatan parsial (partial nursing care) untuk kategori pelayanan 4 sampai 6 jam/hari;

c. Asuhan keperawatan total (total nursing care) untuk kategori pelayanan 7 sampai 9 jam/hari;

d. Asuhan keperawatan intensif (intensive nursing care) untuk kategori pelayanan dengan beban kerja lebih dari 9 jam/hari.

(3) Setiap asuhan keperawatan sebagaimana ayat (2) dikenakan jasa pelayanan keperawatan harian sesuai Klas perawatan sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (1), dengan ketentuan :

a. Kategori pelayanan minimal, jasa pelayanan keperawatannya sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari biaya akomodasi.

(22)

b. Kategori pelayanan parsial, jasa pelayanan keperawatannya sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari biaya akomodasi.

c. Kategori pelayanan total, jasa pelayanan keperawatannya sebesar 30% (tiga puluh per seratus) dari biaya akomodasi.

d. Kategori pelayanan intensif, jasa pelayanannya sebesar 40% (tiga puluh per seratus) dari biaya akomodasi.

(4) Tindakan medik yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, dibawah supervisi dan tanggung jawab tenaga medik yang bersangkutan.

(5) Pelayanan keperawatan kolaboratif jasa pelayanan dibagi secara proporsional dengan tenaga medik yang melimpahkan kewenangannya yang diatur dalam sistem remunerasi.

BAB XIV

PELAYANAN KEBIDANAN (PONED) Pasal 30

(1) Pelayanan Obsteri Neonatal Esensial Dasar (PONED) di Puskesmas,

meliputi :

a. Pelayanan Kesehatan Ibu;

b. Pelayanan Kesehatan Anak / Bayi Baru Lahir. (2) Pelayanan Kesehatan Ibu, terdiri dari :

a. Pelayanan Keluarga Berencana, antara lain pemasangan dan pelepasan IUD, pemasangan dan pelepasan Implant;

b. Pemeriksaan dan Perawatan Ibu Hamil (Ante Natal Care); c. Pertolongan Persalinan Normal dan Perawatan Nifas (PNC); dan d. Persalinan dengan tindakan medik, berupa :

1. Tindakan Pervaginam;

2. Tindakan Medik Operatif (KET/Secio Caesar).

(2) Retribusi pelayanan kebidanan terdiri dari persalinan normal, persalinan dengan penyulit atau dengan tindakan dan tindakan medik kebidanan serta kategori tenaga medik atau bidan yang melaksanakan.

(3) Retribusi tindakan medik dan keperawatan bayi baru lahir disesuaikan dengan kelas perawatan yang ditempati.

(4) Setiap tindakan persalinan operatif dikenakan jasa operator (Dokter Spesialis Obsgyn), jasa anestesi dan/atau jasa dokter spesialis anak. (5) Besaran jasa dokter spesialis anak maksimal 20% (dua puluh per

seratus) dari jasa medik operator.

(6) Pelayanan Keluarga Berencana (KB) diklasifikasikan menurut tenaga kesehatan pelaksana dan jenis alat kontrasepsi (alkon) serta ada/tidaknya penyulit.

(7) Tarif retribusi pelayanan KB sebagaimana dimaksud ayat (6) tidak termasuk biaya alkon yang diperhitungkan tersendiri. Dalam hal alkon disediakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, maka dikenakan tarif retribusi pelayanannya saja.

(23)

BAB XV

PELAYANAN MEDIK GIGI DAN MULUT Pasal 31

(1) Pelayanan Medik Gigi dan Mulut terdiri dari : a. Pencabutan gigi sulung;

b. Pencabutan gigi tetap; c. Perawatan pulpa; d. Tumpatan sementara; e. Tumpatan tetap;

f. Pembersihan karang gigi; g. Incisi abses;

h. Gigi tiruan sebagian lepasan; i. Gigi tiruan lengkap lepasan.

(2) Setiap Pelayanan Rehabilitasi Medik Gigi dan Mulut dikenakan retribusi pelayanan yang meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

(3) Pelayanan ortodonsi dan prostodonsi (gigi tiruan/plat acrylic) diperhitungkan tersendiri sesuai kebutuhan dan harga yang berlaku saat itu.

BAB XVI

PELAYANAN TRANSFUSI DARAH DAN TERAPI OKSIGEN Pasal 32

(1) Pelayanan transfusi darah dalam bentuk Pelayanan pemberian transfusi darah.

(2) Tarif retribusi pelayanan transfusi darah meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

(3) Penghitungan jasa sarana meliputi pemakaian sarana (freezer, blood

warmer), bahan habis pakai dasar. Sedangkan jasa pelayanan pemberian

transfusi darah oleh tenaga medis dan/atau tenaga keperawatan.

(4) Penghitungan tarif layanan pemberian tranfusi darah dihitung per labu/bag darah sesuai frekuensi layanan yang diterima.

Pasal 33

(1) Pelayanan terapi oksigen yang menggunakan gas medik sesuai dengan indikasi medik.

(2) Gas medik untuk keperluan pembedahan dan tindakan anestesi merupakan komponen BAHP Tindakan Medik Operatif sedangkan penggunaan gas medik untuk terapi oksigen diperhitungkan sebagai tarif retribusi tersendiri.

(3) Penyediaan BAHP berupa gas medik penetapan harga disesuaikan harga gas medik yang berlaku saat itu.

(4) Jasa sarana pemakaian gas medik meliputi sewa tabung atau instalasi sentral gas medik, serta sewa pemakaian manometer/masker oksigen. (5) Jasa pelayanan pemakaian gas medik meliputi jasa pelayanan bagi

petugas dan perawat yang melayani dan memonitor pemasangan atau pemakaian gas medik.

(24)

(6) Pengukuran pemakaian gas medik dihitung vulume (m3) atau jam pemakaian sejak manometer dan masker oksigen dikenakan pada pasien disesuaikan dengan kondisi di unit pelayanan.

BAB XVII

PELAYANAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT Pasal 34

(1) Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat diberikan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meliputi :

a. Kunjungan rumah (home visit) dan/atau b. Perawatan di rumah (home care).

(2) Pelayanan sebagaimana perawatan kesehatan masyarakat dimaksud ayat (1) diselenggarakan atas permintaan masyarakat yang tidak memungkinkan dirawat di Puskesmas dan/atau atas pertimbangan tertentu.

(3) Dalam hal perawatan di rumah (home care) memerlukan tindakan medik tertentu atau tindakan keperawatan, maka harus dijamin keamanan medis dan keselamatan pasien.

(4) Tarif tindakan medik dan/atau tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud .ayat (3) sesuai dengan jumlah dan jenis tindakan diberlakukan sama dengan tarif retribusi pelayanan di Puskesmas ditambah biaya transportasi sesuai dengan kilometer jarak tempuh dari Puskesmas.

BAB XVIII

PELAYANAN PENGUJIAN KESEHATAN (GENERAL CHECK UP) Pasal 35

(1) Pelayanan pengujian kesehatan (general check up) merupakan paket pelayanan, meliputi :

a. Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Haji. b. Pelayanan pemeriksaan kesehatan calon pengantin;

b. Pengujian Kesehatan untuk pegawai, untuk pendidikan, untuk melamar pekerjaan, atau untuk keperluan tertentu;

(2) Tarif retribusi paket pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah termasuk pemeriksaan kesehatan umum dan pemeriksaan penunjang medik, meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

(3) Tarif pelayanan pemeriksaan kesehatan calon haji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIX

PELAYANAN FARMASI Pasal 36

(1) Pelayanan farmasi merupakan bagian proses pengobatan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas untuk penyediaan obat dan sediaan farmasi lain sesuai kebutuhan serta melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaannya.

(25)

(2) Pelayanan farmasi di Puskesmas, meliputi : a. Pelayanan konsultasi/informasi obat;

b. Pelayanan resep obat jadi dan obat racikan (puyer); c. Pelayanan handling sitostatika;

d. Pelayanan/asuhan farmasi klinik.

(3) Untuk penyediaan obat dan sediaan farmasi lainnya diluar komponen jasa sarana, Puskesmas dapat membentuk unit pelayanan farmasi (depo farmasi) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Pengelolaan keuangan unit pelayanan farmasi sebagaimana dimaksud ayat (3) menggunakan sistem dana bergulir (revolving fund) dan sebagian keuntungan pengelolaannya dapat digunakan untuk pengembangan mutu pelayanan dan pos remunerasi Puskesmas.

(5) Pengelolaan dan penetapan harga jual obat dan alat kesehatan pakai habis diluar jasa sarana sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai dengan harga pasar yang berlaku ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(6) Pelayanan farmasi di Puskesmas diatur ketentuan sebagai berikut : a. Pelayanan obat rawat jalan dijamin oleh Pemerintah Daerah untuk

pemberian pengobatan sesuai indikasi medis.

b. Setiap pelayanan resep obat rawat jalan dikenakan tarif retribusi sesuai dengan jenis obat yang dibedakan menurut jenis obat puyer (racikan) dan obat jadi yang dihitung per resep.

BAB XX

PELAYANAN MEDICO - LEGAL Pasal 37

(1) Pelayanan medico-legal merupakan pelayanan yang diberikan pada institusi Badan atau perorangan untuk memperoleh informasi medik bagi kepentingan hukum, terdiri dari :

a. Pelayanan visum et repertum, meliputi : 1. Visum et repertum mati;

2. Visum et repertum hidup dengan pemeriksaan luar dan/atau dengan pemeriksaan dalam.

b. Pelayanan Pemeriksaan luar jenazah (surat keterangan kematian) c. Pelayanan Resume Medik

d. Pelayanan Klaim Asuransi.

(2) Setiap pelayanan medico-legal dikenakan retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana dan jasa pelayanan.

BAB XXI

PELAYANAN PEMULASARAAN JENAZAH Pasal 38

(1) Jenis Pemulasaraan atau Perawatan Jenazah, terdiri dari :

a. Perawatan Jenazah, meliputi memandikan, membersihkan, mengkafankan, dan membungkus jenazah;

b. Penyimpanan Jenazah .

(26)

1) otopsi klinik dilaksanakan di Puskesmas

2) otopsi lapangan, dilaksanakan di luar Puskesmas

(2) Retribusi perawatan jenazah berlaku proporsional untuk semua jenazah dalam rangka pemakaman atau perabuan.

(3) Retribusi perawatan jenazah khusus, antara lain dan tidak terbatas pada kasus HIV-AIDS, diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XXII

PELAYANAN TRANSPORTASI AMBULAN DAN TRANSPORTASI JENAZAH

Pasal 39

(1) Pelayanan transportasi ambulan klasifikasikan dalam :

a. ambulan disertai kru (crew) tenaga medis dan/atau keperawatan; b. ambulan tanpa disertai kru (crew).

(2) Komponen retribusi pelayanan transportasi ambulan terdiri dari : a. Biaya pengganti bahan bakar minyak (BBM) diperhitungkan

pergi-pulang sesuai dengan jarak tempuh ke lokasi penghantaran. Tarif awal diperhitungkan untuk 10 (sepuluh) kilometer pertama, sedang kilometer tambahan selanjutnya dihitung per 1 (satu) kilometer. b. Jasa sarana yang diperhitungkan berdasarkan biaya satuan untuk

biaya pemeliharaan kendaraan, suku cadang, asuransi kendaraan, depresiasi (penyusutan) dan operasional (pajak kendaraan) yang dikonversikan dalam satuan per kilometer.

c. Jasa pelayanan, meliputi :

1) jasa pelayanan untuk sopir (pengemudi);

2) jasa medik jika disertai kru tenaga medik dan/atau jasa keperawatan jika diserta kru keperawatan sesuai dengan jumlah kru yang menyertai.

d. Untuk penghantaran luar kabupaten dan diperlukan menginap, maka diperhitungkan biaya menginap sesuai biaya penginapan yang berlaku di kota yang dituju.

e. Biaya penyeberangan dengan kapal feri diperhitungkan pulang-pergi termasuk sejumlah kru pendamping jika disertai kru.

f. Untuk ambulan yang dilengkapi dengan emergency kit dan obat-obatan emergensi besaran retribusi dan disertai tindakan medik disetarakan dengan pelayanan gawat darurat.

Pasal 40

(1) Pelayanan transportasi Jenazah dilaksanakan oleh sopir (pengemudi) dan 1 (satu) orang petugas pendamping.

(2) Komponen Retribusi pelayanan transportasi jenazah terdiri dari dari : a. Biaya pengganti bahan bakar minyak (BBM) diperhitungkan

pergi-pulang sesuai dengan jarak tempuh ke lokasi penghantaran. Tarif awal diperhitungkan untuk 10 (sepuluh) kilometer pertama, sedang kilometer tambahan selanjutnya dihitung per 1 (satu) kilometer. b. Jasa sarana yang diperhitungkan berdasarkan biaya satuan untuk

biaya pemeliharaan kendaraan, suku cadang, asuransi kendaraan, depresiasi (penyusutan) dan operasional.

(27)

c. Jasa pelayanan , meliputi :

1. jasa pelayanan untuk sopir (pengemudi), dan 2. jasa pelayanan untuk petugas pendampiing

d. Untuk penghantaran luar kabupaten dan diperlukan menginap, maka diperhitungkan biaya menginap sesuai biaya penginapan yang berlaku di kota yang dituju.

e. Biaya penyeberangan dengan kapal feri diperhitungkan pulang-pergi termasuk petugas pendamping.

BAB XXIII

PELAYANAN PEMBAKARAN SAMPAH MEDIS (INCENERATOR) Pasal 41

(1) Puskesmas wajib menyediakan fasilitas pembakaran sampah medis (Incenarator) dan pengelolaan limbah cair (I.P.A.L) serta pengelolaan sampah radioaktif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (2) Dalam rangka mengoptimalkan sarana dan peralatan incenerator

Puskesmas dapat melayani pelayanan pembakaran sampah medis dan sampah lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

(3) Pelayanan pembakaran sampah medis (Incenerator), dikelompokkan dalam :

a. pembakaran sampah medis mudah terbakar; b. pembakaran sampah medis sulit terbakar.

(4) Tarif retribusi pelayanan pembakaran sampah medis atau sampah jenis lainnya dari Pihak Ketiga ditetapkan sesuai kontrak perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan.

(5) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai jenis sampah, meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

BAB XXIV

PELAYANAN STERILISASI DAN BINATU Pasal 42

(1) Puskesmas wajib menyediakan sarana dan peralatan sterilisasi dan binatu (laundry) sesuai standar yang ditetapkan.

(2) Dalam rangka mengoptimalkan sarana dan peralatan sterilisasi dan binatu sebagaimana dimaksud ayat (1), Puskesmas dapat melayani kebutuhan sterilisasi dan binatu klinik lain atau pihak lain.

(3) Jenis Pelayanan sterilisasi dan binatu, meliputi : a. pelayanan linen bersih;

b. pelayanan sterilisasi instrumen dan linen untuk tindakan medik. (5) Tarif ratribusi pelayanan bahan linen dan alat steril untuk kepentingan

Puskesmas diperhitungkan sebagai komponen tarif pelayanan tindakan medik operatif maupun non operatif.

(6) Tarif retribusi pelayanan sterilisasi dan binatu dihitung sesuai volume, jenis dan klasifikasi bahan atau alat yang akan disterilkan meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan mengenai Keselamatan dan kesehatan kerja, Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran, keadaan darurat bencana, cara melakukan evakuasi, penanganan limbah dan B3 terlaksana 100

[r]

Kategorisasi versi al-Manawy di atas ditolak dan tidak diakui oleh Syaikh Shiddiq al-Ghumary, beliau mengatakan bahwa klasifikasi dan kriteria yang diberikan

Tujuan penelitian ini mengamati dan menganalisis 4 faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat yaitu: modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian tentang penentuan kadar xantol total dalam kulit buah manggis menggunakan metode ekstraksi yang berbeda dengan

Berisi tentang cara perancangan soft sensor menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dengan mengambil data dari proses kolom distilasi yang akan divariasi nilai temperatur

Bentuk sediaan obat herbal bermacam-macam, sama halnya seperti obat-obatan sintetis.Adapun sediaan cair atau bisa juga disebut dengan sediaan galenika