• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN IIAK ASASI MAIIUSIA MENURUT findai{g. UNDANG DASAR 1945 DENGA}{ UNDANG-IJNDANG NO.39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN IIAK ASASI MAIIUSIA MENURUT findai{g. UNDANG DASAR 1945 DENGA}{ UNDANG-IJNDANG NO.39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN IIAK ASASI MAIIUSIA MENURUT fINDAI{G.

UNDANG DASAR 1945 DENGA}{ UNDANG-IJNDANG NO.39

TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA

AZMI SYAIIPU'IRA

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro, Jl. Ki Hajar Dewantara I 5A Kota Metro, Lampung Abstract

The Comparison ofHuma Rights ih Indonesiak Cokstitution year 1945 r4ith Human Rights Law No.39/1999, Huhan Rights ik lkdokesia alrcady exists in the Indonesian Constitution Year 1945 (original manuscript) Iong before the formulaled in the ikterhatio al legal instrument. In the refom regime, which one way is to ame ded the Indonesia Constitution Year 1945. Amended constitulion have been accommodated human lights, not only the basic norms as contained in several articles in Universal Declaration of Human Rights, b t also incorporcted norms of Human Rights Obligations, this can be seenfrom Artiele 28 A up to 28 J of the Indonesia Constitution. Morcoye\ Hunan Rights Law No,39/ 1999 to legimimized ofindependent institutions (Human Rights Commission). Ldw En/orcenent of human rights in h?do4esia are still very apprehensive, eyen many cases unesolved.

Kelword : Comparison, Human Rights, Law

I. PENDAHULUAN Adanya keinginan masyarakat

internasional unnrk memoerhatikan oenoalan HakAsasi Manusia (IIAM) yang pada HAM bagi seluruh bangsa, mengalami awalnya muncul dan berkembang di negara- perdebatan yang panjang, terutama dalam negara maju (Barat) telah mengalami pelakanaamya. Hal inidianggap wajaroleh perjalanan sejarah yang panjang dalam karemnegara-negaraberkembangyangingin perkembanga.nnya. Sejak zaman para filsuf menerapkan HAM (bahkan dalam beberapa hingga pada masa revolusi yang terjadi di kesempatar telal/ pemah melanggar HAIr4) Eropa dan Amerika, HAM dijadikan isu tidak ingin melaksanakan HAM secara sentral yang terus dibicarakan dan rmivenal lang dianggap sebagaiprodukBarat pe4uangkaqhinggaakhimyadimrmculkandan yang lebih menonjolkan kepentingan dikuatkan kembali setelah terjadinya Perang individual, sedangkan mereka (negara-negara Dunia kc-II, kembali dikuatkan oleh berkembangyang berpaham ketimuran) lebih masyarakat intemasional (terutama oleh mementingkan kepentingan bersama (serse negara-negara pemenang Perang Dunia ke- communal)yangstdahlama diterapkan dan II) dengan membentr-rk organisasi bangsa- dilaksanakan dalam sistem tatanan ba\gsa (.United Naliol,s/ Perserikatan kemasyarakatainya (Pafiikuladstik HAM). Bangsa-Bangsa). Hal ini disebabkan setelah Perdebatan ini akhimya dapat diatasi setelah terjadinya Perang Dunia ke-II tersebut, adanyakonferensi duniatentang HAM yarg masyarakat intemasional melihat betapa dilaksaoakan di Wina (Austria) pada tahun hancurnya nilai-nilai kemanusiaan dan 1993 yangmenghasilkanKonvensiWina dan peradabannya sebagai akibat dari perang. Prograrn Aksi dalam menerapkan llAM.

(2)

Perdebatan tentang IIAM temyata tidak hanya terjadi pada masyarakat intemasional, yang mulai sadar akan pentingnya I-IAM perlu diperhatikan oleh masyamkat bangsa-bangsa demi terciptanya penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia (digrt4,) yang hancur selama perang, juga terjadi dalam sejarah panja[g Bangsa Indonesia yang dimulai ketika pada awal tcrbennrlctya negam Indonesia setelah Iepas dari belenggu penjajahan Belanda pada tahun 1945.

Sehari setelah menyatakan kemcrdekaannya pada tanggal l7 Agustus

1945, bangsa Indonesia kemudial menlusun konstittui, yang akan dijadikan pedoman atau atumn dasar dalam rangka menjalankan pemerintahannya kc depan. Pada waktu pen),usunan konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945), tcJah terjadi perdcbatan panjang tentang pcrlu tidaknya memasl*kan norma FIAM ke da lam konstinrsi (UUD1945) tersebtlt. Perdebatan tcntang pcrlu tidaknya konscpsi IIAM dimasukkan ke dalam Konstitusi Ncgara Republik Indonesra dilatar belakangi oleh pendapat Supomo yang mengatakan, "..-bahwa negara yang akan dibentuk adalah negara yang bersifat kekeluargaa.n (paham integralistik), sehingga HAM tidak diperlukan dalam naskah LUD", dan pcndapat Soekamo yang menginghkan perlunya kepcntingan kolektif di atas kepentingan perseorangan (individu). Pendapat ini dibantah oleh Muh.Yamin dan Hatta agar memasukkan HAM ke dalam naskah lruD, HAM yang dimakudkan Hatta adalah IIAM dalam arti luas, bukan HAM dalam arti sempit scbagaimana yang dimaksudkan Supomo dan Soekamo (Muh. Yamin. 1959: ll4).

Sctelah terjadi kesepakatan di antara "the founding father" (pendiri negara) tersebut, maka norma HAM dapat diterima dan dimasukkan dalam lruD 1945, namun belum mencakup kcseluruhan hak yang menjadi bagian dan melekat pada diri manusra-Norma I{AM yang terdapat di dalam [I[tD

I 945 masih bersifat terbatas, dengan catatan

akan dikaji lagi untuk dikemudian hari sesuar dengan perkembangan masyarakat bangsa Indonesia. Hal ini tedadi dikarenakan pada waktu pembentukan UUD 1945 te6ebut, pcndin negam (the foundi gIa|her)beiartji bahwa lruD 1945 yang dibentuk ini hanya beNifat semental4 yang penting tprcipta suatu aturan dasar yang akan dijadikan pedoman untuk menjalankan roda pemerintahan yang baru ini.

Seiring perjalanan panjang bangsa Indonesia, terutama dalam rangka untuk mencapai tujuannya sebagaimana yang tertem d a l a m P e m b u k a a n U U D I 9 4 5 . y a k n i memajukan kesejahteraan umum, mcncerdaskan kehidupal bangsa, sena ikut menjaga perdamaian dunia. dan dengan siruasi polidk pada waku iru. maka bangsa lndonesia mencoba merumuskan kembali konstitusinya dengan membentuk konstitusi baru pada tahun

1950 dan mencoba m€mbcntuk sisterr pemcrintahanyang berbentuk federal (serikat) dengan menerapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat Ti*ltlrr 1950 Konstitusi RIS

1950). dalam Konstitusi RIS ini. norma IIAM juga dimasukkan di dalamnya, bahkan lebih

maju daripada truD 1945.

Oleb karena adanya kritikan terhadap Konstitusi RIS yang dibuat berdasarkan paksaan Pemerintah Beland4 maka satu tahun kemudian Konstitusi RIS diganti menjadi Undang-undang Dasar Sementara 1950 (L,tlDS 1950) sebagai akibat adanya hxtutan masyarakat Indonesi4 bahwa konstihrsi han-rs dibuatbaogsa Indonesia sendiri, bukan karena pengamh dari bangsa lain. Jika diperhatikan, UUDS 1950 justru lebih maju dalam hal memasukkan norma-norma HAM ke dalam konstitusi ini, semua norma-norma IIAM yang ada di dalam Universal Declarction of Human Rights (UDllR) 1948 hasil bentukan PBB diatur didalamnya. Bahkan, menurut Adnan Bulung Nasution ditambah 2 norma HAM lagi dalam konstitusi tersebut, yaitu: hak untuk mogok dan hak untuk bcrdemonstrasi (E.Shobirin Nadj & Naning Madiniah (Ed.), 2000:27).

(3)

Dalam perj alanan selanjutnya, setelah dilaksanakan Pemilihan Umum (PEMILU) p€rtama kali pada talun 1955 oleh bangsa lndonesia guna memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Koristituante, perdebatan tentang konsep pemerintalnn dan IIAM dalam pembenhrkan konstitusi yang dilakukan oleh Dewan Konstituante kembali mencuat, akibatnya perdebatan panjang sebagai akibat dari situasi politik yang teq'adi pada saat itu merimbulkan pemasalahan intemal Dewan Konstituante. Akhimya untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini, maka Presiden Soekarno membubarkan Dewan Konstituante dari hasil Pemilu, dalam penilaian Sukamo bahwa Dewan Konstitua[te tidak sangggup mengemban pembenhrkan konstih$i baru,

Perdebalan atas pembubaran ini membuat pam kaum cendekia dan elit politik pada waktu itu semakin gerah dan berusaha memmuskan kembali konstitusi sebagai aturan yang membawa arah masa depan ba[gsa. Pada walitu itu mcmang situasi politik semakm memanas, sehingga sangat sulit terjadi kesepakatan antar elit politik guna mengambil kebijakan bersama dalam menentukan nasib kelangsungan hidup bangsa dan negara ini.

Kondisi politik yang carut marut dan ketidaknampuan Dewan Konstituante dalam membuat konstitusi barq memaksa Presiden

Soekamo mengeluarkan Dekit PrEsiden yang intinya membubarkan Dewan Konstituante dan kembali ke Undang-undang Dasar I 945 (naskah asli) pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dalam perspektif hak asasi manusiajustu merupakan langkah mundur, dimana scbelumnya konsep-konsep dasarhak asasi amnusia yang telah dinormakanjauh lebih baik di dalam UIIDS I 950. Dengan adanya Dehit Presiden tcrsebut bukannya situasi negara semakin baik, malah semakin memburuk hingga sampai padatahun 1966, sebagai akibat situasi politik yang tidak menentu pada waktu itu. Keadaan ini terus berlangsung hingga tedadinya terjadinya peristiwa Gerakan 30

September 1965 yang dimotori Partai Komunis Indonesia @KI).

Setelah berakiimya pcri.riwa tragis yang pemah dialami bangsa Indonesia dalam sejarah perjalananny4 dimana setelah banyak ko6an )"ng mininggal, tidak saja dari kalangan TNI (Jenderal TM), juga warga masyarakat sebagai akibat dari kekejaman PKl, maka hseiden Soekamo yang pada waktu inr dalarn "posisi terjepit" mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) kepada. Kekuasaan Soeharto menjadi L-uat setelah diri.nya dipilii sebagai Presidcn oleh Vajclis Permusyawaratar Rakyat hasil Pemilihan Umum Tahun 1967. Sejak tahun 1967, Pr€siden Soehafio memimpin bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik dengar jalan menstrabilkan situasi politik dalam negcri dan mengejar pembangunan guna mengejar ketertinggalan Indonesia dari dengan baagsa-bangsa laia era inilah yang disebut dengan Em Orde Baru (ORBA) sebagai pengganti Era Orde Lama (ORLA) di bawah pimpinan Presiden Soekamo.

KeberadaaD IIAM pada era ORBA tidak menunjukkan perkembangan yang berdrti, s€bab padawaktu itu pimpinan ORBA lebih memfokuskan diri kepada pcmbangunan bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia, walaupun beberapa norma HAM dijamin di dalam1JUD l945,namun kenyataaimyatidak demikian. Semua hak-hak mendasar manusla dibungkam walaupun dijamin oleh konstitusr. Keadaan ini terus berlangsung hampir selanl 32 tahun kepemimpinan Soeharto di Republik ini. Bant pada tahun 1998 sctclah nrntuhnya era ORBA dengan munculnya Lra Rc[onnc!i. baru perhatian terhadap HAM kembali mencuatr yang salah satunya mclahirkan undang-undang kiusus tcntang HAM. yakni Udang-undang No.3 9 Tahun 1999.

Ihl ini @adi karena selama ini Frhatian t€.hadap HAM, terutama hak-hak masyarakat bangsa Indoncsia tidak pcmah tcrlaksana, w a l a u p u n d i j a m i n U U D 1 9 4 5 , ti d a k diindahkan oleh rezim otoriter ORBA. di samping itu tentunya sebagar pengaruh dari Perbandinsatl HAM Menurut UUD 1945 dan UU No.39 Tahun 1999 (Azni Syahputta) 93

(4)

situasi politik intemasional yang pada masa itu seda[g giat-giatnya mempromosikan untuk menghormati, memajukan dan menegakkan HAM.

Di samping itu Undang-Udang Dasar 1945 juga mengalami proses amandemen sebagai salah satu tuntutan reformasi.Namun porlu dicatat, pada waktu rezim ORBA berkuasa, negara Indonesia sudah memiliki komisi nasional menya.ogkut FIAM. Komisi iri disebut dengan Kornnas HAM yang pada tahun 1993 yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.50 Tahun 1993, pembentukan Komisi Nasional Hak Asasr Manusia (Komnaas HAM) irli merupakan politik hukum Ofde baru yang memberikan kontribusi bagi perlindungan HAM di Indonesia (Saafioedin Bahar, 1997:34-5 I ).

Berdasarkan waian di atas, penulis mencoba untuk memaparkan pengaturan HAM yang terdapat di dalam UUD 1945, Konstitusi RIS 1950, UUDS 1950danLru No.39 Tahun 1999. Dari hrlisan ini tentunya akan dapat dilihat perbandingan pengatuan HAM sebagaimana yang terdapat di dalam konstitusi (terutarna di dalam ULID I 945, baik sebelum dan sesudah amandemen) dan di dalam Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang HakAsasi Manusia.

II. PEMBAHASAN

Perdebatan Masalah HAM Pada Waktu Pembentukan Konstitusi

Perdebatan masalah HAM yang tqjadi di Indonesia, khususnya pada waktu pembenmkan konsrirusi dapar dilihar dari empat (4) pcriodesasi, sebagaimana yang dikatakan Todung Mulya Lubis (dalam E. ShobidnNadj. & Naning Mardiniah (Ed.), 2000: I 4- I 9) sebagai berikut:

l Periode Pcrtama (1945)

Perdebatan tentang HAM yang paling inten terjadi pada tahun 1945,pada saat merumu$kan Undang Undang Dasaf I 945 yang akan dijadikan dasar hukum negara. 94 PRANATA HUKUM Volume 6 Nonor l

Pada saat ini perdcbatan Hatta dan Yamin terjadi, upaya gigih memperjuangkan konsep HAM yadg dalam terminologi Hatta disebut warga negara pada saat iru s€bagias didasarkan pada ketcntuan yang besar yang berbahaya dan akan memunculkan pemerintahan yang otoriter, karena melihat pengalaman Jepang dan Nazi pada waktu itu. Di sisi lain, ada paham yang dekat dengan alam kultural kita yang dikembaogkan oleh Supomo yang menekankan pada komunalitas atau kolektivitas.

Teori yang tidak mcngakui pemisahan anlara " sta|e" dan"society" (negara dan individu) karcna negara adalah penjelmaan dari masyankat. Berkaitan dengan hal ini, apakah perlu kita mengatur yang bersifat individual, apa itu bukan merupakan hal yang niscaya, karena negara menurut Supomo sebetulnya tidak perlu bcrbcntuk republik, karena bisa pula berbentuk monarki, sejauh dipimpn oleh " E n I i gh t en

Young Leaders Benevolent Fathers", maka negara tersebut dengan sendinnya akan memperhatikan seluruh hak-hak warga negara. Jadi, tidak relevan lagi membicarakan hak-hak warga negara karena pada akhimya akan menimbulkan situasi korflik.

Di sini sebenamya kita dapat melihat karena Supomo menolak ide uji hak material karcna menganggap hak uji pada dasamya dilandasi oleh sikap yang curiga antara satu dengan yang laimya, padahal hak uji tersebut merupakan salah satu implementasi perlindungan hukum bagi warga masyarakat akibat penyalahgmaan penyelcnggara negara, penolakan tersebut didasari pandangan bahwa dalam negara yang integralistik tidak ada alasan untuk saling curiga.

Dalarn teori hukum modem kf,uldna dalam konteks HAM, "jutlicial review" merupakan senjata ',uridis negara unnrk lebih melindungi HAM, karena di sinrlah produk-produk legislasi yang anti HAM Janua 20l I

(5)

dapat diuji dan dibatalkan. Di negeri ini, produk-produk legislasi yang tidak ramah terhadap HAM dapat dilahirkan tanpa dapat diuji dan dibatalkrn oleh Mabkarnah Agung. Kondisi seperti ini merupakan konsekuensi dari sikap penganutan atas paham integrdhstjk sepem yang dipelopori Supomo.

Walau demikian, perlu dicatat pula bahwa konsep Hatta tentang hak-hak warga negara pada waktu itujuga memiliki bahaya sendiri karena dalam kousepsi tersebut Hatta mengandaikan bahwa negara yang memiliki hak. Pada waktu itu, konsepsi universal HAM yang mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki hak terlepas dari apakah negara mengakui atau tidak atas hak ters€bul tidak sepenuhnya diadopsi dalamperdebatan waktu penyusunan kotrstitusi 1945. Walaupun Hatta sendiri menyakini paham itu, namun karena istilah pada waktu itu tidak begitu penting karena yang penting kita merdeka lebih dahulu, maka perumusan lebih jauh mengenai HAM dianggap dapat diperdebatkan kemudian. Perdebatan mengenai hak asasi manusia pada saat ihr tidak berlangsung terlalu lama. 2. Periode Kedua (1957-1959)

P a d a p e r i o d e k o n s t i t u a n t e . perdebatan mengenai HAM sangat inten, boleh dikatakan, pada periode ini kita memiliki kiasanah perdebatan HAM yang sangat kala. Narnun demikiaq oleh banyak pihak inteNitas perdebatan saat itu tidak banyak diakui. Bahkan periode tersebut malah dianggap sebagai cacat sejarah karena banyak membawa malapetaka. Intensitas dan kekayaao p€debatan HAM pada periode te$ebut dapat dibuktikan pada risalah konstituante, yang secara ekspliris sudah mengakui bahwa hak asasi merupakan bagian hukum positif

Terlepas dari ada tidaknya 24 rumusan hak asasi yang disepakati oleh Komisi IIAM di Dewan Konstituaniedan masih adanya beberapa pasal yang

dipendilg kar€na me[unggu perbaikatr redaksi, namun memang ada beberapa pasal IIAM yang kontroversial. Dari sini ini, kita melihat bahwa sesuqguhnya sikap pro hak asasi pada zaman konstituante te$ebut salgatkuat. Sayangnya, jika PBB pada tahun 1959 marnpu melahirkan dua konvensi yang kemudian dimtifikasi pada tahun 1966 (Konvensiltuk Sipil dan Politik dan Konvensi Hak Ekonomi, Sosialdan Budaya), konstituante hta tidak melahirkan apa-apa.

Jika saja, konstituante diberi waktu lebih lama, dipastilan akan marnpu pula nelahirkankonstitusi yang batangkali jauh lebih baik dari korstitusi Filipina sekarang yang disebut sebagai "Human Rights Cohstitutiotl" yang sangat kaya dengan pasal-pasal mengenai IIAM.

Dalam perdebatal di KoNtituante, pikiran-pikimn tentang hak asasi universal sangat diadoptir, sehingga dalam beberapa hal kila riasih mengarut konssp hak warga negara dalam arti yang sedikit sempit, namrm padatahun 1950-an secam umum telah ada kemjuan yang cukup besar dalafil pemikiran HAM. Pada era inilah, perdebatan internasional HAM yang menyatukan hak asasi sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya mengimbas kuat dalam perdebatan di konstituante.

Semua kategori hak itu diatur secara rinci dalam rumusan panitia pada waktu itu. Boleh dikata, perdebatan hak asasi pada era ini sangat kaya dan tidak lagi mempersoalkan dikotomi hak-hak sipil dengan hak sosial, ekonomi dan budaya. Di samping itu kontribusi pemikimn Islam pada zaman konstifuante pun sangat besar dan layaklmtuk diangkatkembali. Bila ada yang mengatakan bahwa lslam tidak simpatik pada HAM, itu tidak tepal karcna cukup banyak kalangan progrcsif Islam yang canderung menyetujui HAM. Perdebatan mengenai HAM dalam perspeldiflslam ini yang kita hidupkan kernbali karena memang ada beberapa isu Perbandinsan HAM Menunt WD 1945 dan UU No.39 Tahun 1999 (Azmi Syahputru) 95

(6)

yang sangat krusial, sep erti isn'equality' , waris, kawin campuran, dan kebebasan agama.

3. Periode Ketiga (1966-1968)

Pada masa awal orde baru, kita menemukan perdebatan hak asasi yang cukup maju. Pada waktu itu, maraloya perdebatan HAM salah satunya disebabkan oleh sikap reaktif atas penindasan yang terjadi pada demokJasi terpimpin. Dikatakan leaktif karena temyata banyak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Soekamo pada waktu itu.

Dalam pandangan Ismail Sunny, bahwa zaman awal orde baru dianggap sebagai "The Golden Years of Human Righls" ata! tahun-tahul emas HAM karena pada saat itulah ide-ide I{AM diangkat kernbali. Balkan nnnusan Piagam Hak Asasi dan Hak-hak serta kewajiban warga negara merupakan pengulangan kembali atas rumusan HAM di era konstifuante. Memangrumusantersebut tidak selengkap rurnusan konstituante. tetapi sebenamya cukup baik sendainya waktu itu ditcrima oleh MPRS untuk kemudian dinormakan dalam UUD 1 945. Tetapi ternyata piagam itu dikubur oleh Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI. Alasan yang dikemukakan sangat formalistilq stahrs Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dinilai masih bersifat serneniar4 sehingga tidak memiliki otodtas mhrkmernbuat suabr piagam lang memiliki "beyond in e.l.lbct" yang sama dengan konsdtusi.

Padahal, dibalik itu sesungguhnya ada' politik dagang sapi" antar berbagai faksi sehingga piagam tersebut akhimya tidak di bawa ke sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, piagam itu sudah dirumuskan oleh satu komisi yang diketrai oleh Mashudi. Setelrh piagarn tersebut' dibunuh", hak asasi bukan tidak ada lagi dalam diskursus pada waku itu. hanya komilmen terhadap hak asasi pada waktu ini menjadi sangat minimalis. 96 PRANATA HUKUM Volune 6 Nonor I

Hak asasi diakui secara minimal dan pada saat hendak membicarakan lebih jauh, muncul scmacam tuntutal unfuk menundapendalaman hak asasi. Hal seperti ini terus berlangsung, danpada tahun 1974 adalah puncak kekalahan diskursus HAM. Kekalahan teNebut dihndai oleh terjadinya peristiwa MALARI (Lima Belas Januari) dan pembemngusan terhadap I I media massa. Setclah itu, dimulai politik regularisasi yang sangat ketat, bila dikaitkan dengan kons€p hak warga negam yang dipcrdebatkan pada tahun 1945 antara Hatta dan Soepomo, maka bahaya terminologi hak warga negara dapat dilihat secarajelas karena negara sudah mulai mengatur IIAM.

Negara sudah punya program legislasi yang membuat pembadgunan politik merladi domina4 negara yang sama s e k a l i m e n g e s a m p i n g k a n h a k a s a s i manusia. Kalau saja kita bisa membuat partai politik, organisasi, penerbitan dan lain sebagainya, inr karena sekedar belas kasihan negara. Dalam konteks ini. pikiran integralistik sebenamya hidup kembali. Pikira[-pikiran tersebut cukup mengedepan waiaupun tidak diakui. 4. Periode Kecmpat

Pada periode keempat ini, perlu dip€rtanFk n bagaimana nasib Hak Asasi Universal, akhir-kahir ini, terjadi kemunduran dalam diskursus hak asasi. Namun. semenjak munculnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) s€bagai akibat masuknya Indonesia dalam Komite Hak Asasi PBB, muncul perdebatan baru tentang [IAM- Walauprm perdebatan tersebut masih bersifat "window shoping", namun pada saat menjelang kongres hak asasi sedunia di Wina pada tahun 1993, gerakan HAM makin tidak dapat ditoleh dan tidak dapat lagi dikesampingkan oleh pemerintah. Dari sini disadari bahwa HAM menjadi"part of t he gamd' dalankancah intemasional, sehingga negam tidak lagi dapat mcnafikan Januari 2011

(7)

HakAsasi Manusia. Kebetulan, banyak negara Asia lainnya yang sesungguhnya merupakan bentuk negasi atas tuntutan FIAM. Terakhir, di Wina dan Beilrng muncul kritik yang tajam dari para aktivis yang melihat HAM tidak lagi dalam konteks konvensional. HAM harus dtkaitkon dergan " gendef,. Menuut para aktivis perempuarl keselunrl,an premis bak asasi '"ng dibangun oleh pBB dar meniadi hukum positifinrernasional diban$m di aras gemis dasar yang dikuasai oleh sikaD atau begemoni lelaki yang didasari oleh domimsi budaya patriarki. Ini merupakan perdebatan yang menarik dalam HAM akhir-akhtu ini.

HAM di Dalam Naskah Asli UUD 1945 HakAsasi Manusia dalam naskah asli IIUD 1 945 dapat dilihat pada Bab X tentang Warga Negara, yaitu pasal 2 I , pasal 27 ayar (l ) dan (2). Bab XI renlang Agama, yaknj: Pasal 29 ayat (2), Bab XI tentang pertahanan Negara, yakni: Pasal30 ayat (l), Bab XIII tentang Pendidikan, yakni: pasal 3 I ayat ( I ). Unhrk lebih jelasnya keseluruhan Dasal-Dasal tentang HAM di dalam naskah asli UUo 1945, lihatnaskah asli UUD 194i.

HAM dt Dalam Konstltusi RIS

I{akAsasi Manusia dalam Konstitusi RIS 1949-1950 yarg berlaku sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan lTAgustus 1950 dapat dilihat pada Bab I Bagian V tentang Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan DasarManusia, mulai dari pasal6, pasal i, Pasal S, Pasal 9, Pasal 10, pasal ll, pasal

12, Pasal 13, Pasal 14, pasal 15, pasal 16, Pasal I7. Pasal 18, Pasal I9. pasal20, pasal 2l, Pasal 22, P asal 23, Pasal 24, pasal 25, Pasal26,Pasal2'l ,Pasal 28, pasal29, pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan pasal 33 dan Konstitusi RIS 1950 tersebut. pasal-oasal tentang HAM di dalam Konstitusi RIS

i949-| 950 adalah keseluruhan rumusan pasal-Dasal IIAM sebagaimana yang diatur di d;lam Universal Declarution of Human Rights

Petbandinsan HAM Menurut UatD ts4S dan tJu No3g rahu rgss

(UDHR) 1948 sebagai produk dari masyarakat intemasional (PBB). Untuk lebih jelasnya bunl pasal-pasal ketentuan hak asasr

manusia di dalam Konstitusi ReDublik Indonesia Serikat (KRIS) 1950 itu, lihat teks lengkap dari Konsritusi RIS 1949-1950 ie$ebut.

HAM di Dalam UUDS 1950

HakAsasi Manusia dalam UUDS 1950 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 7 Agustus 1945 sampai dengao 5 Juli 1959, konstirusr ini merupakan pvrgganti Konstitusi RIS 1950 adalah keselutuhan rumusan HAM sebagaimana yang terdapat di dalam

Univercal Declaraion ol Hunan Rights (IDHR) f 948di rambah densan"hak unak mogok dan "hak untuk beidemonstasr" (Pasal 2 I Undang-undang Dasar Sementa.a

1950).

Substansi HAM di dalam L{,rD 1950 dapat dilihat pada Bab I Bagian V teDtang Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia, mulai dari Pasal 7 sampai dengan Pasal34; Bab I Bagian VI, mulai dari pasal 35 sampai dengan Pasal 43. Untuk iebih jelasnya bunyi pasal-pasal HAM di dalam UUDS 1950 rersebut, lihat teks lengkap daripada Undang-undang Dasar Semeitara (ULTDS) 1950 tenebut.

HAM dalam UUD 1945 amandemen Hak Asasi Manusia dalam Uudang-undang Dasar 1945 setelah diadakar perubahan (amandemen) dapat dilihat pada Bab XA tentang HakAsasi Marusia, mulai dari Pasal 28 A sampai dengan 28 J. Perubahan UttD 1945 menyangkut HAM ini terjadi pada proses perubahan ke dua UflD

1945, berdasarkan hasil Sidang Umum Tahunan tahun 2000, yang dimulai tanggal 7 sampai dengan l8 Agustus 2000 (Idham, 2005:3). Untuk lebih lengkapnya bunl pasal-pasal hak asasi manusia dalam uIlD 1945 setelah amandemen. lihat reks leogkap U n d a n g - U n d a n g D a s a r l9 4 5 s e r e l a h amandemen.

(8)

IIAM dalam Undang-undang No39 Tahun 1999

lahimya Undang-undang No.39 Tahun 1999 tenrang HAM ten&ujud tidak lain adalah sebagai bentuk implementasi dari adanya Ketetapan MPR No.\{LAIPPJ 1998 tentaq HAM yang substansinya tidak berMa dengan substansi IIAM sebagaimana tercanhm dalam instrumen Oukum) yang bqsifat intemasional (Suwandi, 2005: 42). Hal ini dapat dibuktikan dengan bunyi Pasal 4 TAP MPR No.VII/ MPPJI998 yang menyebulkan sebagai berikut: ".,.unhrkmenegakkandanmelindungil{AM sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokatis. maka pelaksanaan lL{M dijam;n diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-urdangan".

Undang-undang No.39 Thn 1999 merupakan atumn tertang HAM yang lebih lengkap dari aturan yang ada di lndonesla sebelum lahimya undang-undang ini, dikatakm lengkap. scbab dalam aruran (undang-urdang) initidak saja mcmaparkan ltAM saja. tetapi juga memaparkan Kewajiban Dasar Manusq

Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah (berkaitan dengan HAM), serta adanya lembaga khusus HAM, yakni: KOMNAS HAM yang sebelumnya dibentuk melalui Keppres No. 50 Tahun 1993.

Ketentuan tentang HAM di dalam Undang-undang No.39 Thn I 999 dapat dilihat dari keseluruhan pasal-pasal di dalam Undang-undang No.39 Thn I 999 teGebut yang terdid dad:

1 . Bab I tentang Ketentuan Umum, meliputi Pasal I yang memaparkan tentang pengertian-pengertian bcrkaitan dengan HAM. Pasal I angka l) menyebutkan Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung ringgi darl dilindung olch negara" hukum, Pemerintah, dan setiap orang demr kehormatan scrta perlindungan harkat dan rnartabat manusia. Pasal I angka 2) 98 PR.INATA HUKUM l/olune 6 Nonor I

menyebutkan bahwa Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memutrgldnkan terlaksana dan tegalmya hak asasi manusia, serta ketenfuan Pasal I angka seterusnya.

2. Bab II tentangAsas-asas Dasar, meliputi Pasal2, Pasal3, Pasal4, Pasal5, Pasal6, Pasal T, dan Pasal8.

3. Bab III tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia, meliputi: Bagian Kesatu, menyangkut tenta[g Hak untuk Hidup (Pasal 9); Bagian Kedua, menyangkut tentang Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturuan (Pasal 10.)i Baglan Ketiga, menyangkut tentang Hak untuk Mengembangkan Diri (mulai dari Pasal 1 1 s/d Pasal 16); Bagian Keempat, menyangkut tentang Hak Memperoleh Keadilar (mulaidari Pasal l7 s/d Pasal l9): Bagian Kelima, menyangkut tentang Hak atas Kebebasan Pribadi (mulai dari Pasal 20 s/d Pasal 27); Bagian Keenam, menyangkut tentang Hak atas RasaAman (mulai dari Pasal 28 s/d Pasal35): Bagian Ketujuh, menyangkut tentang Hak atas Kesejahteraan (mulai dari Pasal 36 s/d Pasal 42); Bagian Kedelapar! menyangkut tentang Hak Turut Sera dalam Pemerintahan (mulai dari Pasal 43 s/d Pasal 44); Bagian Kesembilan, menyangkut tentang Hak Wanita (mulai dari Pasal 45 V d P a s a l 5 1 ) ; B a g i a n K e s e p u l u h , men]angkut tentang HakAnak (mulai dari Pasal 52 s/d Pasal 66).

4. Bab [V lanlang Kewaj iban Dasar Manusia-meliputi Pasal 67, Pasal 68, Pasal69, dan PasalTOj

5. BabVtentang Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah, meliputi Pasal 71 dan PasalT2;

6. Bab VI tentang Pembata-san dan t rangarL meliputi Pasal 73 dan Pasal 74;

7. Bab VIJ ten tang K om isi Nasional Hak A sasi Manusia, milai Pasal 75 s/d Pasal 99; 8. Bab VIII tentang Partisipasi Masyarakat,

meliputi Pasal 100, 101, 102, 103. Jahuari 2011

(9)

9. Bab D( tentang Pengadilan HAM (Pasal 104)

10. Bab X tentang KetsnhEn Peralihan (Pasal 105)

I I . Bab X tentang Ketentuan Penutup (Pasal 106).

Analisis Perbaldingan HAM

Jika disimak dalam hukum positif Indonesia, khususnya dalam atuan dasar ftonstitusi) negam Republik Indonesia, HAM sudah ada dan diakomodir dalam aturan yang jelas. Hal ini bisa dilihat dari beberapa ketentuan pasal-pasal dalam UUD 1945 (naskah asli), Konstitusi zuS 1949-1950 dan UTJDS I950.

Jika diperhatikan dari 3 (tiga) naskah konstitusi tersebut, hanya Konstitusi RIS 1949-1950 dan Lt rDS 1950 memuat pasal-pasal HAM yang luas (komprehensif), jika dibandingkan UL'D 1945. Namun dalam implementasinya belum terlaksana secara maksimal. apalagi dua naskah konstitusi tersebut (Konstitusi RIS 1949-1950 dan LIUDS 1950) masa berlakunya tidak terlalu Iama yang disebabkafl karena sihrasi politik dan keamanan dalam neged yang tidak kondusil maka usia naskah konstitusi te$ebut berakhir dengan sendirinya dengan jalan diberlakrkannya kembali UUD 1945 (naskah asli) setelah keluamya Delcit Presiden 5 Juli

1959.

Secara hukum. dalam arti bahwa substansi hukum (legal substance) menyangkut HAM di dalam Konstitusi RIS dan ULID 1950 sudah lebih baik dan maju, karena sudah merumuskan pasal-pasal HAM secara komprehensii namun berkaitan dengan struldur hukum (/egal s tructuA da/]bludaya h*M (legal culture) menyangkut HAM belum memadai atau sesuai dengan harapan. Parameter ini di dasari teori penegakan hukum Lawrenc€ M. Friedman sebagaimana yang dikutip AchmdAli (2005: l-2), menyebutkan 3 unsur dalam penegakan hukum, yakni I ( I ) legal substance;(2) legal shltcture; dan(3) legal culture.Dengan kembalinya ke UUD

1945 ters€but msrupakan langkah mundur bagi bangsa lndonesia dalam hal penghormatan, pemajua[ dan p€negakan HAM, padahal dua konstitusi s€belum kembali ke UUD 1945 @ekrit Presiden), penghormatan, pemajuan dan penegakan HAM yang dijamin di dalam dua konstitusi Konstitusi RIS 1949-1950 dan LfIJDS lq50) sudab lebih baik dan maju. karena sudah mengadopsi pasal-pasal darr

Uniwrsal Declaration of Human Rights (UDHR)/ DUHAM 1948 yang sudah diietapkan masyarakat intemasional melalui PBB.

Setelah tidak berlaku 2 { dua ) konsd tusi negara Republik Indonesia (Konstitusi RIS dan ULIDS 1950) yang telah mengakomodir norma-norma HAM yang luas, maka konstitusi yang berlaku setelah dua konstitusi teNebut adalah IJUD I 945 yang kalau dilihat hanya memuat beber:apa pasal saja. Keadaan ini berlangsung hingga tedadinya pergantian rezim dari Orde Lama ke rezim Orde Ban

Selama masa Rezim Orde Baru, walaupun dala.rn U[tD 1945 HAM dijarnindan diakui, narnun pelaksananya tidak demikian, tidak ada yang berani dari segenap elemen masyarakat bangsa Indonesia yang mau Micara HAM apalagi mernpeduangkannya. Ha1 ini diakibatkan karam sistem otoriter yang selama ini dimainkan rezim ORBA hrnF salu kemajuan dalam bidang HAM selama orde baru berkuasa, yakni lahir dan berdirinya Komnas HAM melalui Kepprcs No. 50 Tahun

1993.

Lahimya Komnas HAM ini tidak t€rlepas dari sibasi politik intemasional, dirnam masyarakat intemasional sedang gencar-gencamya memperjuangkan penghormatan, pemajuan dan penegakan HAM bagi selunrh bangsa yang ada di drmia ini. Pada tahun 1998 rezim ORBA runruh scbagai akibat dari keteryuukan bangsa Indonesia, baik dalam bidang hukum. sosial-politik. dan ekonomi, yang menyebabkan mahasiswa (dengan didukung seluruh masyarakat bangsa lodorcsia) merobot*an rezim orde baru yang b€rkuasa selama 32 tahw. Persantian rezim Pefianllinsan HAM Menurut UUD 1945 datl UU No.39 Tahun 1999 (Azmi Syahpun4 99

(10)

dari orde baru ke era refonnasi, pemajuan p e n g h o r m a t a n H A M d i l n d o n e s i a menunjukkan kemajuan yang be.ati delgan lahimya Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Adanya undang-undang rnr maka ahrran hukum positiftcntang l{AM di Indonesia semakin lengkap, selain sudah ada di dalam UUD 1945. Hanya saja rorma-norma hukum tentang HAM di dalam UU No.39 Tahun 1999lebih luas dibandingkan norma-noma HAM di dalam UUD 1945.

Salah satu nrtutan dari rcformasi yang terjadi di Indonesia adalah mewujudkan supremasi hukum yang salah satunya adalah mengamandemen [IUD 1945. Maka mulai tanggal 14 sainpai dengan 2l Okober 1999 telah diadakan pgrubahan (amandemcn) pertarna UUD I 945 berdasarkan hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999. Kemudian dilaqjutkan lagi pada tanggal 7 sampai dcngan 1 8 Agustus 2000, yang merupatan perubahan ( a m a n d e m e n ) k e d u a U U D 1 9 4 5 , berdasarkan hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Terus dilanjutkan lagi pada targgal I sampai dengan 9 Nopember 2001, yang merupakan perubahan ketiga Undang-udang Dasar I 945, berdasarkan hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2001 . Dan teraldur dilanjutkan lagi pada tanggal I sampai 1l Agustus 2002, yang merupakan perubahan keempat LrUD 1945.

Berdasarkan hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. hasil Derubahan (amandemer) truD 1 945 tersebut tepatnya pada perubahan kedu4 temyata norma-norma HAM yang ada jauh lebih luas jika dibandingkan dcngan norma IIAM yang t e r d a p a t d a l a m U U D 1 9 4 5 s e b e l u m diamandemen. Perubahan itu dapat dilihat dalam Bab X mulai dariPasal 28A sampai dengan Pasal28J, norma-norma IIAM yang dulunya tidak temasuk di dalam UUD I 945 sebelum amandcmen, malah sudah terakomodir di dalam amandemen kedua [ilJD 1945. Malah setelah diamandemennya ULID 1945 melalui amandemen kedua pada Agustus 2000, bangsa Indonesia telah meniliki

lagi undang-undang mcnyaqkut HAN{. yalor dengan tahimya Undang-undang No.26 Talun 2000 tentang Peradilan HAM yang disyahkan pada tanggal 23 November 2006. Dengan demikian atui'an-aturan menyangkut dengan HAM sudah semakin maju dan benambah, selain ada di l,[,rD 1945 baik sebelum dan sesudah hasil amandemeqjuga ada W No.39 tahun 1999 yang lebih lengkap jika dibandingkan denghan UDHR 1948 yang memuar l0 Pasal, maka lru No.39 memilikr

| 06 Pasal (Muhamad Amin Suma 2002: I 56), dan l,[J No.26 Tahun 2006 tentang Peradilan HAM.

Jika disimak dengan sekama, bahwa rumusan HAM yang telah dinormakan sebagaimana yarg terdapat di dalam UUD I 945 setelah amandemen delgan UU No.39 Tahun 1999, maka rumusan HAM yang telah dinormakan didalam UU No.J9Tahun 1999 jauh lebii lengkap jikadibandingkan dengan norma HAM yang tcrdapat di dalam UUD

1945 setelah amandcmen. Hal ini dapal dibuktikan dengan ban) aknya pasal-pasat (sebanyak 106 Pasal) yang tidak saja berkaitan deng'an llAM. tetapiluga Kewajiban Asasi Manusia, juga adanya pcngaturan

lembaga indcpenden yang dianggap sebagai pengawal dari HAM, yakni Komnas I-tAM. yang diah.r di dalam LIU No.39 Tahun 1999, sedangUllD 1945 sctclah arnandemen hanya memuat satu pasal saja (yaitu Pasal 28) dengan memiliki ayat dari(A) sarnpai dengan

(r).

Norma-norma HAM yang dirumuskan di dalam UUD 1945 setelah diamandemen merupakan norma-noma dasar HAM yang dijamin dan dirumuskanjuga di dalam UDHR

1948 dan Kcwaj iban Asasi Manusia, sepeni hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan molanjutkan kehnuran, t€rmasuk

anak. hak untuk mengembangkan diri. hak unn* mempcroleh keadilan dan perlindungan hukurn sefla turut sena di dalam pemerintahan, hak kebebasan beragama, bcrserikat dan bcrkumpul serta mengcluarkan pcndapat, hak kebebasan pribadi. hak atas rasa aman. hak

(11)

kesejahteraan, hak untuk mendapatkan perlindungan dari diskriminatif negara serta tugas negara untuk melindungi IIAM warga negara. dan Kewajiban Asasi Manusia. Sedang norma-norma llAM yang ada di UU No.39 Thn I 999 selain menomakan norma dasar HAM, juga Kewajibar HAM seda menormakan kmbaga Komas IIAM.

Maju[ya bangsa Indonesia dalam menyadari pentingnya HAM untuk dinormakan dapat dirandai dengan semakin lengkapnya atuan hukum tentang IIAM di Indonesia. Namur! noma HAM yang sudah diundangkan tersebut perlu dilihat dalam pelaksanaannya (implementasinya), sebab sampai sekarang implementasinya masih sangatjauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari ketiga rezim yang selama berkuasa di Indonesia untuk melaksanakan penegakan HAM, sebagaimana yang dikatakan Muladi sebagai berikut (Muladi, 2002:49-50): 1. Penegakan HAM pada Orde Lama

Orde lama lebih menitik beratkan pada peduangan revolusibangs4 sehingga banyak peraturafi perundang-undangan yang dibuat atas nama revolusi yang telah dikooptasi oleh kekuasaan eksekutif, seperti: LrUNo. 1964 yang mernungkinkan campur tangan Presiden terhadap kekuasaan kehakiman dan UU No,ll/ PNPS/1 963 tentang pembelatrtasan kegiatan subversi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan HAM.

2. Penegakan HAM pada Orde Baru

Nuansa demolcasi dan perlindungan HAM banyak menyimpang.Ilal ini ditandai dengan maralmya praktik KKN (Korupsi. Kolusi dan Nepotismc), p€merintah di masa orde baru sering melakukan tindakan "cri es by goverhment", seperti penculikan terhadap paru aktivis yang pro-demokrasi denganmelakukan penghilangan orang secara paksa (mas sacred dissaprcance) yarry jelas bertentangan dengan HAM, sekalipun pada tahun 1993 pemerintah sudah mendirikan Komnas HAM.

3. Penegakan HAM pada Era Reformasi Pemerintah berusaha m€negakkan HAM dsnganjalannenbuat a[rran-atrrran yang memadai tentang HAM, seperti lahimya UU No.39 Thn 1999 dan UU No.26 Thn 2000 tentang Pengadilan HAM, di samping banyak ratifikasi instumen-instumetr hukum internasional p4menyangkuttlAM, seperti: Konverui Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat atau biasa disebut dengan C.4 ? (Conventiott Againts Tortfe) diratifikasi melalui truNo.5 Tahun 1998, Konvetrsi Internasional Penghapusan Semua Bentuk DiskimirasiRasial, dir*ifikasimelaluiUU No.29 Tahun I 999 dan lain sebagainya.

III PENUTUP Kesimpulan

I . HAM di lndonesia telah dinormakan dalam konstitusi negara Republik Indonesia, yakni: UUD 1945 (naskah asli) jauh sebelum adanya semangat masyankat intemasional untuk m€mformulakan rumusan HAM dalam suatu instrumcn hukum internasional yang akan diberlahrkan terhadap sehuuh bangsa dan negara yang ada di dunia ini.

2. Seiring perubahan konstitusi dari UUD 1g4s-Konstitusi RIS-UUDS. HAMtelah dinormakan dalam Konstitusi zuS 1949 yang mengadopsi rumusan HAM di dalam Universal Declaratioh of Human Righl 1948, UUDS 1950 yang menormakan rumusan IIAM sebagaimana yang terdapat di dalam Universal Declaration of Hutkah Right 1948 dengan menambah pasal unruk mogok dan demonstrasi, Namun karena situasi politilg norma liAM tgrsebut minim implementasi.

3. Era reformasi, norma HAM telah diakomodir dalam UUD amandemen, norma LIAM yang diakomodir tidak saja Perbandinsah HAM Menurut WD 1945 dan W No.39 Tahun 1999 (Azni Srahputra) 101

(12)

norma-norma dasar sebagaimana yang terdapat di dalam beberapa pasal IJTDHR I 948, namun juga memasukkan noma Kewajiban Asasi Manusia. UU No.39 Tahun I 999 tidak hanya mengakomodir nofina-nonna dasar HAM, kewajiban Asasi Manusi4 dan menormakan lembaga independen Komnas IIAM.

4. Penegakan HAM di Indonesia masih sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilihat mulai dari rezim orde lama. orde baru. bahkan em reformasi sekarang, walaupun instnrrnen hukunnya $dah lengkap masih belum bisa ditegakan sebagairnana mestinya.

Saran

Perlu penegakan hak asasi manusra terhadap pelanggaran-pelanggaran sejak masa orde lama, orde baru, dan ordc reformasi, sehingga menuntut p€merintah yang berkuasa sekamng agar segera menyelesaikannya, hal ini dilakukan agar bangsa ini bercermin dan berbagai pelalggamn hak asasi manusia yang pernah dilakukan oleh penguasa sebelumnya, sehingga kedepan tidak ada lagi pelarggaran hak asasi manusia.

DAFTARPUSTAKA Buku:

Adnan Buyung Nasution, "Sejara, Perdebatan HAM Di Indonesia " dalam E. Shobirin Nadj. & Naning Mardiniah (Ed.), Diseminasi Hak Asas i Manusia, Perspektif dan Aksi,2000, CESDA-LP3ES, Jakarta.

Achmad Ali, Keterputukdh Hukum Di Indonesia (Penyebab dan Solus inya), Ghalia lndonesfu, Bogor, 2005.

Firdaus, "Implikasi Pengahran HAM Dalam lruD Terhadap 1r.! Constituendum", dalam Muladi (Ed.). Hal Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyalakat, 2005, Refika Aditama, Bandug.

102 PRANATA EAKAM Volume 6 Nomor I Januari 2011

Lawrence M. Friedman , The Legal Systerh: A Social Science Perspective, New York: Russel Sage Foundation, 1975. -..., American Lav) an Introduclion,

WW. No.ton Company London, 1998. Muh. Yamin, rVaska& Pe rsiapan UUD 1945,

J i I id I, 19 59, y^y asarrPrapantj4 Jakaft a. Muhamad Amin Sum4 "HAM dan KAM

Dalan Perspektif Hukum Islam dalam Gogasan Dan Pemikiran Tedang Pembaharuan Hukum Nasional, Tim Pakar Hukum Depanemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2002, tanpa pcoerbit, Jakarta.

Muladi, 'Demohasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia", dalam Jurnal Denokrasi & HAM,2002, the Ha b ie b ie Ce n tre, J akart^.

Saafroedin Bahar, Hak Asasi Manusia, Analisis KOMNAS HAM dan Jajaran

Hankan'ABRI, 1q97, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Suwandi, "Inshumen dan Penegakan HAM di Indonesia" dalam Muladi, @d.), Ila& Asasi Man sia, HakekaL Konsep dart Implikasinya Dalam Perspektif Hukun dan l4a:y ar a ka t, 200 5, Refi ka Aditama, Bardu$g.

Todung Mulya Lubis, "Perkembangan Pemikiran dan Perdebatan HAM" dalam E. Shobirin Nadj. & Naning Mardiniah (Ed.)- Diseniaosi Hak Avsi Manusia, Perspektd dan Aksi, 2000, CESDA-LP3ES, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan: Undaog-undang Dasar 1 945

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) Undang-undang Dasar Sementara 1 950 Undang-undnag No.39 Tahun 1999 tentang

HakAsasi Manusia

Undang-undang No.26 Tahun 2000 tentang Peradilan HakAsasi Manusia

Referensi

Dokumen terkait

5.1 Kesimpulan Setelah dilakukan uji coba, aplikasi identifikasi lalu-lintas data Skype khususnya VoIP ini serta dilakukan evaluasi hasil penelitiannya, maka dapat diambil

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XII TPHP SMK Putra Wilis Kecamatan Sendang

Dalam metodologi Penulisan akan diuraikan langkah-langkah dalam pembuatan peta laut kertas menggunakan perangkat lunak CARIS PCC 2.1 yang memiliki standar S-4 dan S-57,

Adapun tumbuhan yang paling disukai diantaranya yaitu sianik/cantel (Sorgum halepense), jampang pait (Paspalum conjugatum), jukut pait (Axonopus compressus), dan jukut

Teori akuntansi positif dapat digunakan dalam menjelaskan dan memprediksi mengenai konsekuensi yang akan terjadi ketika manajer telah memilih kebijakan akuntansi

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud

Proses drawing dilakukan dengan menekan material benda kerja yang berupa lembaran logam yang disebut dengan blank sehingga terjadi peregangan mengikuti bentuk dies, bentuk

Setelah dilakukan reduksi derau, maka citra hasil penapisan perlu dilakukan penghitungan validitas dengan metode PSNR dan MSE yang bertujuan untuk mengetahui