• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO3 dengan Metode Kopresipitasi

Nurul Fitriyah a, Darmintoa, Malik Anjelh Baqiyaa

a

Jurusan Fisika , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya 60111 Indonesia

email : beauty.safitri@gmail.com Abstrak

Metode kopresipitasi sederhana dilakukan untuk mensintesis serbuk multiferoik BiFeO3 berukuran nano. eksperimen dilakukan dengan mengontrol pH level dan lama

pemanasan dari temperatur kalsinasi. Metodologi percobaan adalah dengan menyiapkan pasir besi yang dilarutkan dalam larutan HCl 12 M, kemudian dicampur dengan larutan Bi dan ditambahkan larutan NH4OH secara perlahan sampai memperoleh endapan

BiFeO3 berwarna coklat. Karakteristik dari serbuk BiFeO3 diamati dengan

XRD,DTA-TGA dan SEM. Kelebihan sedikit Bi kontent memegang peranan penting selama proses sintesis. Fasa BiFeO3 dapat disintesis menggunakan metode kopresipitasi dengan bahan

dasar pasir besi. ukuran butir dari serbuk BiFeO3 sekitar 14 Amstrong hingga 2012,01

angstrong (1,4 nm- 201nm) yang diperoleh dari penggunaan rumus Scherer. Kata kunci: metode kopresipitasi , BiFeO3,XRD,DTA,SEM

I . PENDAHULUAN

Bahan multiferoik belakangan ini

menjadi topik penelitian para ahli yang intensif. Salah satu kajian tentang bahan magnetik adalah menghasilkan bahan multiferoik, yang pemanfaatannya sangat diharapkan dalam dunia industri, misalnya pemanfaatan untuk sebuah memori serta digunakan untuk filter, osilator dan lain-lain. Selain memiliki aplikasi potensial untuk bahan-bahan yang berbasis magneto dielektrik , bahan multiferoik sangat menarik untuk dikaji, baik dari ilmu pengetahuan maupun teknologi(Hua et al,2010).

Sejauh ini ada sejumlah senyawa yang menunjukan sifat multiferoik. Pertama kali bahan multiferoik ditemukan adalah berupa bahan feromagnetik Ni3B7O13I (Nickel Iodone

Baracite) (Hill et al,2004). Selanjutnya ditemukan bahan multiferoik seperti (1-x)Pb(Fe1/3W1/3)O xPb(Mg1/2W1/2)O3,

Pb(CoW)O7, BiFeO3, YMnO3 dan

RMn2O5 (Hill et al, 2004) serta RMn2O5

(Hill et al, 2004). Penelitian tentang bahan multiferoik akhir-akhir ini serta

terfokus untuk aplikasi dalam rangkaian elektronika(Hua et al,2010).

Fasa tunggal BiFeO3 yang

diperoleh dari sintesis akan menjadi bahan yang memiliki keunggulan lebih dalam aplikasi di bidang bahan kedepan (Wang et al, 2003). Penggunaan BiFeO3

tidak lepas dari beberapa permasalahan diantaranya bagaimana mensintesis bahan

multiferoik BiFeO3 dengan sedikit

pengotor dan merupakan fasa tunggal yang berukuran nanopartikel (Kumar et al,2000). Sintesis fasa tunggal multiferoik BiFeO3 dapat mengalami kegagalan

karena adanya impuritas -impuritas dalam sampel yang semakin meningkat. Banyaknya impuritas ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama saat evaporasi atom Bi akan mudah terbentuk jika suhu dalam pembuatan senyawa dari garam bismuth semakin rendah sehingga senywa Bi2O3 akan terbentuk kembali di

akhir proses (Clark et all,2009 and Ederer et all,2005).

Penelitian tugas akhir ini dilakukan untuk mengkaji lebih jauh lagi tentang

(2)

bahan multiferoik BiFeO3. Berdasarkan

latar belakang diatas penelitian ini bertujuan untuk mensintesis dan mengkarakterisasi bahan multiferoik

BiFeO3 menggunakan metode

kopresipitasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasir Besi di Indonesia

Di Indonesia, pasir besi adalah salah satu material tambang yang banyak digunakan dan mudah ditambang. Pasir besi biasanya ditambang di pesisir pantai dan sungai-sungai di bawah gunung berapi. Melimpahnya kandungan pasir di Indonesia membuat bahan pasir sangat murah, bahkan di Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor pasir. Gambar 2.1 merupakan salah satu tempat penambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang jawa Timur Indonesia.

Pemanfaatan pasir residu dari proses pemisahannya sebagai bahan bangunan tidak mengurangi nilai kekuatan beton secara signifikan , namun justru menambah keunggulan beton dari proses ini yaitu beton bersifat lebih tahan korosi karena memiliki laju korosi yang rendah.

Tabel 2.1 Kandungan Fasa Magnetit di Pantai Bambang, Lumajang

(Sumber: Fitriyah, 2010)

2.2 Material Magnet

2.2.1. Hematite (Fe2O3)

Fe2O3 termasuk dalam besi oksida.

Mineral ini mempunyai warna abu-abu (grey shade), putih dan coklat. Mineral ini struktur kristalnya isometrik.Fasa-fasa pada (Fe2O3) (www.wikipedia.com)

antara lain :

 Fasa alpha

α-Fe2O3 memiliki struktur

rhombohedral. Itu terjadi secara alami sebagai mineral hematit yang merupakan hasil utama dari penambangan, dan memiliki sifat antiferomagnetic hingga mencapai suhu kritis 950 K. Itu mudah dibuat menggunakan thermal decomposition dan presipitasi pada fasa cair. Sifat magnetiknya bergantung pada beberapa factor yaitu tekanan, ukuran partikel, dan intensitas medan magnetik.

 Fasa beta

β-Fe2O3 memiliki struktur kristal

FCC, bersifat metastabil, pada suhu 500oC berubah menjadi fasa alpha. Dapat dibuat dengan mereduksi hematite dengan menggunakan karbon, pyrolysis dari larutan besi (III) klorida, atau thermal decompotition dari besi (III) sulfat.

 Fasa Gamma

γ- Fe2O3 memiliki struktur kristal

kubik, bersifat metastabil, berubah menjadi fasa alpha pada temperatur yang tinggi. Di alam berbentuk sebagai maghemite. Bersifat ferrimagnetik, dan pada ukuran partikel yang ultra halus yang lebih kecil daripada 10 nm bersifat superparamagnetik.

 Fasa Epsilon

ε- Fe2O3 memiliki struktur kristal

rhombik, menunjukkan sifat antara fasa alpha dan gamma, sehingga tidak dapat dibuat dari bentuk murni; itu selalu merupakan campuran antara fasa alpha dan fasa gamma. Bahan dengan perbandingan fasa epsilon yang tinggi dapat dibuat dengan thermal transformation dari fasa gamma. Fasa epsilon bersifat metastabil, berubah menjadi fasa alpha pada suhu antara 500 -750oC.

 Fasa lainnya

No. Kandungan Alami (%)

1 Fe2O3 13.628

2 Fe3O4 33.878

(3)

Pada tekanan yang tinggi, membentuk amorf .

Tabel 2.2 Distribusi Momen Magnetik Spin pada Ion Fe2+ dan Fe3+ dalam Satu

Unit Sel Fe3O4

Gambar 2.1 Struktur Kristal Hematit Struktur kristal hematit (Fe2O3)

ditunjukkan seperti Gambar 2.3 di atas. Berdasarkan Gambar 2.2 struktur Kristal hematit sama dengan struktur kristal corundum yaitu Trigonal R dengan space group R-3c dan tergolong dalam sistem kristal hexagonal.

2.2.2. Bahan Ferimagnet

Bahan Ferimagnet merupakan bahan magnetit dengan sifat kemagnetan berada di antara bahan feromagnet dan antiferomagnet. Material ini memiliki struktur spinel seperti pada MgAl2O4.

Ferimagnet memiliki interaksi lemah terhadap medan magnet

. Hal ini disebabkan karena pada bahan ferimagnet memiliki momen magnetik yang berlawanan tetapi besarnya tidak sama, sehingga sifat magnetnya merupakan resultan momen magnetnya.

( sumber:Callister,1989)

2.3 Multiferoik BiFeO3

Multiferoik merupakan bahan yang menarik karena memiliki sifat magnet dan listrik sekaligus. Penambahan atom dopan ke dalam bahan multiferoik sangat berpengaruh pada sifat fisis yang dimiliki bahan tersebut, diantaranya adalah konstanta dielektrik. Diagram pada Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan kombinasi bahan feroelektrik dan feromagnet akan membentuk bahan multiferoik. Bahan multiferoik akan memiliki sifat listrik dan sifat magnet sekaligus.

Sifat magnetik terjadi karena adanya interaksi pertukaran antara dipol magnetik, yang berasal dari kulit orbital berisi elektron. Sifat elektrik terjadi akibat adanya dipol listrik lokal. Sifat elastis merupakan sifat hasil perpindahan atom karena strain. Terjadinya simultan magnet dan listrik sangat menarik karena menggabungkan sifat yang bisa dimanfaatkan untuk penyimpanan informasi, pengolahan, dan transmisi. Hal ini memungkinkan kedua medan magnet dan medan listrik untuk berinteraksi

Kation Ukuran Kisi Oktahedral Ukuran Kisi Tetrahedra l Momen Magnet Total Fe3+ Fe3+ _ Saling menghilangkan

(4)

dengan magnet dan listrik (Schmid,1994).

2.3.1 Preparasi dan Karakterisasi

Multiferoik BiFeO3

Gambar 2.2 di bawah ini

merupakan bentuk pola difraksi multiferoik BiFeO3 (De-Chang et al

,2009) yang dihasilkan dari sintesis dengan metode sol-gel. Pola difraksi ini merupakan bentuk pola difraksi dengan variasi suhu kalsinasi dari 450-700 oC. Terlihat dengan jelas puncak – puncak multiferoik BiFeO3 mulai terbentuk pada

rentang 20 derajat hingga 80 derajat (2θ).

Gambar 2.2 Pola difraksi sinar-X (XRD) bahan multiferoik BiFeO3 dengan variasi

suhu kalsinasi dengan metode sol-gel (sumber : De-Chang et al ,2009)

2.3.2 Struktur Kristal BiFeO3

Bismut ferit memiliki struktur perovskite rhombohedral terdistorsi dengan grup ruang R3c. Ion – ion Bi dan O secara bersama membentuk bangunan cubic close packing dengan ion Fe menempati posisi interstisial oktahedron.

Telah banyak penelitian yang

mengungkapkan bentuk kristal perovskite baik dalam bentuk kubik

maupun pseudo kubik. Namun , seiiring berjalannya waktu menuntut kesimetrisan dalam pengukuran sehingga ditemukan kesulitan untuk menetapkan secara pasti

struktur kristal dari bahan berstruktur perovskite karena semua hasil pengukuran dari sebuah eksperiment itu relatif dan bergantung pada keakuratan teknik photograp X-Ray , dan terjadilah distorsi struktur kristal yang besar kecilnya tergantung ukuran pada senyawa tersebut(Garcia et al ,1992) .

Distorsi yang lebih dikenal dan memungkinkan untuk terjadinya distorsi ini yaitu menjadi stuktur rhombohedral dengan space group R 3 c. Bentuk strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2.3 . Ukuran atom yang bertindak sebagai kation akan mempengaruhi bentuk distorsi Kristal.

Gambar 2.3 Unit sel perovskite rhombohedral R3c.Bola berwarna biru

menunjukkan kation , bola kuning sebagai kation dan bola merah sebgai

atom oksigen (sumber : Levy, 2005)

2.3.3 Diagram Fasa Bi2O3-Fe2O3

Diagram fasa Bi2O3-Fe2O3 dapat

dijadikan sebagai acuan/referensi dalam melakukan sintesis multiferoik BiFeO3.

Gambar 2.12 merupakan diagram fasa Bi2O3-Fe2O3 , berdasarkan diagram

tersebut fasa α-BiFeO3 terbentuk pada

saat konsentrasi Bi2O3 50% dan Fe2O3

(5)

β-BiFeO3 terbentuk pada suhu sinter di atas

825 0C dan di bawah 9250 C (Palai et al,2008).

Diagram fasa binary pseudo antara serbuk Bi2O3 dengan serbuk Fe2O3 juga

diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Jua et al(2010) dengan

mengembangkannya dan membandingkan antara hasil eksperimen

dengan referensi yang sudah ada , diagram fasa tesebut ditunjukkan pada Gambar 2.13

Gambar 2.14 Diagram fasa multiferoik BiFeO3

(sumber: Palai et al,2008)

III . METODOLOGI

Bahan utama yang digunakan dalam sintesa multiferoik BiFeO3 adalah

pasir besi dari Lumajang sebagai raw material pembuatan Fe2O3 , FeCl3.6H2O,

serbuk Bi2O3 Aldrich 99,9% , larutan HCl

37% dan NH4OH 80% dipakai dalam

sintesa dengan metode kopresipitasi. Aquades DM digunakan sebagai bahan pencuci dalam proses kopresipitasi .Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah saringan, magnet permanen, gelas beker ukuran 50, 100, 250 dan500 ml; gelas ukur 5,10 dan 100 ml, pipet,pipet ukur 1 ml,labu ukur 100 ml, spatula logam dan kaca, corong, cawan keramik, mortar, aluminium foil, thermometer, kertas saring, timbangan

analitik, furnace dan magnetik stirrer.

Sedangkan untuk karakterisasi fasa

dipakai difraktometer sinar-X (XRD), dan SEM untuk mengamati morfologi ukuran parikelnya dan DTA untuk mengetahui sifat feroelektrik dengan menganalisis grafik heat flow.

Proses tahapan sintesis dengan metode kopresipitasi akan dipaparkan dalam penjelasan dibawah ini. Pertama larutan hasil reaksi dari proses pelarutan pasir besi dengan HCl dicampur dengan larutan Bi2O3 yang telah larut dalam HCl

( berdasarkan stoikiometri perbandingan mol Fe:Bi adalah 1:1). Larutan hasil pencampuran distirer selama 45 – 1 jam dengan kecepatan 700 rpm kemudian ditambahkan HCl secara perlahan hingga pH = 1. Larutan hasil reaksi ditambahkan NH4OH pekat secara perlahan dengan

volume tertentu hingga mencapai pH endapan yang diinginkan misalkan pH=9. Larutan distirer selama 30 menit pada suhu 50 C dengan kecepatan 600-700 rpm. Endapan yang terbentuk berwarna coklat. Warna endapan setiap sampel bergantung pH nya. Larutan hasil reaksi dicuci hingga mencapai pH = 7 dan setelah pH netral endapan disaring dan dikeringkan secara alami.

IV . HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian sebelumnya telah

dilaporkan masing-masing keunggulan dari teknik preparasi diatas. Untuk mendapatkan fasa tunggal BiFeO3 harus

meninjau beberapa aspek antara lain parameter-parameter langsung dalam proses sintesis seperti halnya pH, kecepatan pemanasan ( rapid sintering), kecepatan pendinginan (cooling rate), variasi suhu sintering atau kalsinasi ,konsentrasi dan variasi holding time. Dari beberapa metode diatas, metode kopresipitasi merupakan metode yang sangat sederhana dan mudah dilakukan

(6)

pada suhu ruang. Impuritas dalam setiap percobaan tidak dapat dihindari karena transformasi fasa kinetik pada sistem Bi2O3-Fe2O3 sangat memungkinkan

munculnya impuritas selama proses(Felicia et al, 2010).

4.2. Analisis Termal (Thermal Analysis)

Analisis termal dilakukan untuk mengetahui karakteristik termal dari

sampel secara fisis berdasarkan

termodinakmiknya baik meliputi reaksi ekso dan reaksi endo yang dialami. Deferensial Thermal analyzer digunakan untuk uji termal pada sampel.

Penentuan suhu pemanasan didasarkan pada hasil uji DTA-TGA seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. Berdasarkan hasil analisis pola difraksi pada serbuk BiFeO3 yang disintesis

dengan metode kopresipitasi,

disimpulkan bahwa fasa BiFeO3 belum

terbentuk sehingga perlu diberikan heat treatment . Dari Gambar 4.1 terlihat

bahwa pada suhu 7500 C terjadi

penurunan masa .

Gambar 4.1 Kurva DTA-TGA serbuk BiFeO3_9

Gambar 4.2 menunjukkan kurva analisis termal pada sampel yang disintesis dari bahan dasar pasir besi dengan pH pengendapan sama dengan 10. Kurva yang berwarna merah

menunjukkan Differential Scanning

Calorimetry(DSC) dan kurva yang

berwarna hitam adalah Thermogravimetry. Kurva DSC memberikan informasi tentang aliran panas (heat flow) yang terjadi pada serbuk serta kaitannya dengan reaksi eksoterm dan endoterm.

4.3. Pengaruh Variasi pH (Effect of

pH)

Pada Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa pada serbuk BiFeO3(8) terkandung 4 fasa antara lain fasa Hematit (Fe2O3) dengan

PDF No 01-1053, fasa Bismoclite (BiOCl) dengan PDF No 06-0249, fasa Bismuth Iron Oxide (Bi3.43Fe0.57O6)

dengan PDF No 43-0184, dan fasa Bismuth Oxide (Bi2O3). Fasa BiFeO3

belum terbentuk pada serbuk diatas, hal ini sesuai dengan diagram fasa Bi2O3

-Fe2O3 bahwa temperatur curie

ferroelektrik tinggi terjadi pada suhu Tc=830 0C (Felicia et al, 2010) sehingga

Gambar 4.2 Perbandingan pola difraksi Sinar-X serbuk BFO

dengan variasi pH

Seperti pada Gambar 4.2 terlihat sebagian besar posisi 2 theta untuk masing-masing sampel berada pada 2 theta yang sama ,ini menunjukkan bahwa fasa yang muncul dominan sama. Namun perbedaannya adalah intensitas dan ukuran partikel yang terbentuk(sub bab 4.4). Pengaruh pH pada serbuk dapat dihubungkan dengan evolusi dan

(7)

reaktifitas permukaan partikel serbuk (Hua et al,2010).

Dengan analisis termal dari hasil DTA-DTG ditentukan suhu pemanasan serbuk BiFeO3 sebesar 750oC. Semua sampel

yang dipreparasi dengan variasi pH yang berbeda diberikan perlakuan panas pada suhu yang sama dan holding time yang sama pula. Seperti halnya pada serbuk sebelum dipanaskan , pola difraksi dari sampel yang telah diberikan perlakuan panas selanjutnya disearch-match untuk mengetahui fasa yang terkandung.

Gambar 4.3 Perbandingan Pola difraksi Sinar-X serbuk BiFeO3 sampel 6,7,8 dan

9 dipanaskan pada T=750 oC selama 1 jam

Hasil analisis search-macth pada Gambar

4.3 menunjukkan bahwa Fasa BiFeO3

sudah mulai terbentuk di semua sampel namun jumlah kompsisinya berbeda. Fasa yang teridentifikasi selain BiFeO3 antara

lain Bi2O3 , Fe2O3 dan fasa sekunder

BFO yaitu Bi2Fe4O9. Ketiga impuritas ini

lazim muncul pada setiap sintesis

multiferoik BiFeO3 dengan metode

apapun, dan sulit dihindari ( Hua et al,2010;Yuan et al,2006).

4.4. Pengaruh Waktu Pemanasan (

Effects of Holding Time ) terhadap

Komposisi Fasa BiFeO3

Carvalho dan Tavares pada tahun 2008 melakukan penelitian tentang

kestabilan termodinamik multiferoik BiFeO3 yang disintesis dengan metode

sol-gel mengemukakan bahwa fasa

BiFeO3 mengalami dekomposisi fasa

selama holding time berlangsung sehingga komposisinya akan berubah. Berdasarkan hasil penelitiannya

komposisi BiFeO3 akan menurun dan

komposisi Bi2Fe4O9 akan meningkat

seiring semakin besar holding time. Serbuk BiFeO3 yang dipreparasi

menggunakan metode kopresipitasi dan diberi perlakuan panas pada suhu 750o C dengan variasi holding time 1 jam , 3 jam dan 5 jam menunjukkan perubahan jumlah komposisi fasa BiFeO3 dan

impuritasnya. Gambar 4.4 merupakan pola difraksi dari sampel 6 yang disintesis dari pasir besi dan dipanaskan 750oC dengan variasi holding time.

Gambar 4.4 Pola XRD BIFeO3_6 yang

disintesis

dari pasir besi dipanaskan 750oC dengan variasi holding time

Kenaikan jumlah komposisi impuritas dalam hal ini Bi2O3 disebabkan

oleh beberapa hal, diantaranya: Pertama, evaporasi komponen Bi terjadi sangat mudah terbentuk diawal sintesis karena suhu dekomposisi garam bismuth sangat

rendah sehingga komponen Bi2O3

muncul kembali di akhir produksi sebagai impuritas . Kedua , elektron valensi dari ion Fe yang dipengaruhi oleh oksigen dan

(8)

atmosfer sehingga dengan mudahnya bereaksi menimbulkan muatan Fe2+ yang akan membentuk Fe2O3. Ketiga , area

syinthesis fasa BiFeO3 berdasarkan

diagram fasa sangat beda tipis sekali dari pint thermodinamik , dimana ada dua impuritas Bi2Fe4O9 dan Bi25FeO39 yang

biasanya merupakan fasa subtitusi sebelum membentuk fasa BiFeO3( Hua et

al, 2010).

Gambar 4.5 Grafik hungan antara holding time

dengan komposisi fasa BiFeO3 pada

sampel 6 dipanaskan 750 C

Ada perbedaan antara sampel 6 dan sampel 7 terkait pola grafik hubungan holding time dengan komposisi fasa BiFeO3. Pada Gambar 4.5 pada sampel 6

seiiring bertambahnya holding time komposisi fasa BiFeO3 meningkat dan

Bi2Fe4O9 menurun.

Gambar 4.6 Grafik hungan antara holding timedengan komposisi fasa BiFeO3 pada sampel 7(FeCl3.6H2O)

dipanaskan 750 C

Sedangkan Gambar 4.6 untuk sampel 7 komposisi BFO meningkat namun turun pada saat holding 5 jam. Jika kedua grafik ini dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Calvaharo dan Tevares bisa dikatakan sesuai karena rentang range holding time yang dilakukan oleh Calvaharo sangat besar, sehingga penurunan komposisi secara signifikan dapat teramati dengan jelas. Beda halnya dengan ekperimen ini yang hanya mengambil rentang holding time yang sangat kecil.

4.6. Identifikasi Ukuran Partikel

BiFeO3

4.6.1. Analisis Hasil Scanning

Electron Microscope (SEM)

Partikel BiFeO3 bersifat aglomerasi

sehingga kristalnya menggumpal. Ukuran yang teramati berkisar 10 µm Jika material yang bersifat isolator dikarakterisasi dengan SEM, maka hasilnya akan kabur dan mungkin akan hitam. Hal ini dapat dilakukan dengan melapisi isolator tersebut dengan logam.

(9)

Gambar 4.7 Hasil SEM

BiFeO3_7(FeCl3.6H2O) dipanaskan 750

selama 3 jam langsung (komposisi BiFeO3 terbesar)

Gambar 4.7 menunjukkan bentuk kristal BiFeO3 kubik perovskite sudah

mulai terbentuk. Ukurannya berkisar 10 µm. Secara morfologi masih ada partikel yang beraglomerasi dan diperkirakan berukuran nano. Terdapat pula partikel berbentuk bola .

4.6.2. Analisis Ukuran Partikel Menggunakan Software FIT-YK

Ukuran paertikel dari serbuk yang dikarakterisasi dengan SEM dibandingkan dengan hasil analisa perhitungan menggunakan rumus Scherer, dan diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Ukuran partikel BiFeO3 dengan metode FIT YK

No Sampel d

rata-rata(Angstrong)

1 BiFeO3(7) 115,59

2 BiFeO3(6) 2102,01

3 BiFeO3(9) 14

Analisis ini menggunakan program MAUD (Material Analysis Using Diffraction) dimana mengkombinasikan metode Rietvield dan analisis transformasi Fourier . Struktur perovskite dengan space group R 3 c ( JCPDS No 14-0181) menjadi model. Berdsarkan hasil refinement menggunakan MAUD dapat diketahui grafik distribusi ukuran partikel dalam serbuk sampel BiFeO3 sampel 4. Dari

gambar terlihat bahwa ukuran partikel yang dominan dimiliki oleh mayoritas serbuk adalah 700 Angstrong atau sekitar 70 nm. Hasil ini mendekati range nilai ukuran dari hasil perhitungan

menggunakan software FIT-YK.. Dari analisis dan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa pada dasarnya konsep dasar (basic of knowledge) dari metode kopresipitasi adalah dengan adanya perbedaan massa jens endapan yang terbentuk berkaitan dengan berat fasa yang terkandung di dalamnya sehingga jika fasa yang kita inginkan memiliki berat molekul yang besar maka akan mudah mengendap dengan cepat sehingga impuritas yang mengotori dapat diminimalisir dengan membuang bagian atas (layer) pada saat proses pengendapan dan pencucian.

V. KESIMPULAN

Fasa BiFeO3 dapat

disintesis menggunakan metode kopresipitasi dengan bahan dasar pasir besi lumajang. Variasi pH berpengaruh terhadap kemurnian fasa dan holding time berpengaruh terhadap jumlah komposisi fasa BiFeO3 yang dihasilkan

dimana semakin besar holding time komposisi BFO semakin kecil . Ukuran partikel yang dianalisa dari pola difraksi

menunjukkan bahwa serbuk BiFeO3

berukuran nano dalam rentang 10-90 nm , dan karena partikel serbuk BiFeO3

bersifat aglomerasi mengakibatkan morfologi yang teramati oleh SEM menunjukkan partikel berukuran mikro yaitu dalam rentang 10-50 µm.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,(2011),http://www.wikipedia .com/Fe3O4 ,Diakses : 27 Februari 2011.

,(2011),http://www.geocities.jp/oh ba_lab_ob_page/structure6.html, Diakses 10 Maret 2011.

Bibes,Stone Braker A.,(2009), “Nature Materials ,Vol.7, p.425,”

(10)

( http : // physics.aps.org / articles/ v2/20 diakses:7 Maret 2011)

Callister, William J.,(1989),” Material

Science and Engineering”,Addison-Wesley

publishing company , Inc.

Carvalho, P.B. Tavares,(2008),"Synthesis and

Thermodynamic Stability of Multiferroic BiFeO3",Materials Letters 62 (2008) 3984–3986

Clark S.J., J. Robertson, (2009), “Applied Physics Letter”,Vol. 94,rev.022902.

Day , Jr, R.A. Underwood,A.L.,

(1989),”Analisis Kimia Kuantitatif”, Erlangga : Jakarta.

De-Chang Jia et al ,(2009), “Structure And Multiferroic Properties Of BiFeO3 Powders”, Journal of the

European Ceramic Society,Vol.29,p.3099–3103.

Dunlop J.D, (1971), “Magnetic

Properties of Fine-particles

Hematite”, Ann. Géophysics

,Vol.27, p. 269–293.

Ederer, N.A. Spaldin,(2005), “Physics”. Rev. B 71 224103.

Felicia et al,(2010), “Preparation and Properties of (1-x) BiFeO3 -xBaTiO3 Ceramics”, journal of alloy and coumpound506.862-867.

Fitriyah,N,(2010),” Karakterisasi Kandungan Magnetik (Fe2O3/Fe3O4) Pada Pasir Besi

(Irond Sand) Lumajang dan Pengaruhnya Terhadap Mutu

Beton Bertulang”, Fisika

ITS,Surabaya

Garcia et al,(1992),”Neutron-difraction Study of RNiO3 (R=La,Pr,Nd,Sm)-Electronically Induced Structural-Changes Across The Metal-Insulator Transition”,Physical Review B-CondensedMatter,Vol.46,p.4414– 4425.

Hill A., Nicola,(2004), “First Principles

Study of Multiferroic

Magnetoelectric Manganites”, University of California Santa Barbara, Materials Department: California.

Howard et al. ,(2000), “Neutron Powder

Diffraction Study Of Rhombohedral Rare-Earth

Aluminates And The Rhombohedral Cubic Phase Transition”, Journal of Physics-Condensed Matter, Vol.12,p.49– 365.

Hua et al.,(2010),”Factors Controlling Pure-phase Multiferroic BiFeO3 Powders Synthesized by Chemical

Co-precipitation”, Journal of

Alloys and Compounds Vol.509,p.2192–2197.

Hur .N. et all,(2004),”Electric Polarization Reversal And Memory In A Multiferroic Material Induced By Magnetic Fields “,Nature ,Vol.429, p.392-395.

Iida, K. Takayanagi, T. Nakanishi, T. Osaka, (2007), “Journal of Colloid and Interface Science”, Vol.314, p.274–280.

Jua et al.,(2010), “Phase Equilibrium of Bi2O3–Fe2O3 Pseudo-Binary System and Growth of BiFeO3

(11)

Single Crystal”, Journal of Crystal Growth, Vol.10,p.1016.

Khomskii D. ,(2009), “Classifying

Multiferroics: Mechanisms and Effects”,Physics Vol.2, p.20.

Kimura et al.,(2003),”Magnetic Control Ferroelectric Polarization”, Nature ,Vol.426,p.55 .

Kumar M.M , V.R. Palkar, K. Srinivas, S.V. Suryanarayana, (2000),” Applied Physics Letter”, Vol.76, p. 2764–2766

Lanculescu et al,(2008), “Journal

Optoelectronics Advance Mater”,vol 10.p 1805-1809

Levy Mark,(2005),”Crystal Structure and Defect Property Predictions in Ceramic Materials”, Department of Materials Imperial College of Science,Technology and Medicine : London.

Palai et al.,( 2008), “ Physics”,Rev.B-7,Vol. 014110.

Selbach et al,(2007), “American Ceramics Society”,90,3430-3434

Schmid.H,(1994), “Chemical Physics; Materials Science Taylor & Francis Ferroelectrics”,Vol.162, Issue 1 1994 , p. xix – xxv.

Spaldin N.A,Fiebig ,(2005),”The Renaissance of Magnetoelectric Multiferroics”, Science ,Vol.309, p.391.

Wang et al.,(2003),”Epitaxial BiFeO3 Multiferroic Thin Film Heterostructures”, Science Vol .299, p. 1719-1722

Wang P.Y, L. Zhou,M.F. Zhang, X.Y. Chen, J.-M. Liu, Z.G. Liu, “Applied Physics Letter”, Vol.84,p. 1731– 1733.

Xian-Zhi Chen et al,(2011)," Large-scale Growth and Shape Evolution of Bismuth Ferrite Particles with a Hydrothermal Method",Materials Chemistry and Physics 126 (2011) 560–567

Yuan et al ,(2006), “Preparation and Multi-properties of Insulated Single-phase BiFeO3 ceramics”, Solid State Communications . Vol.138 ,p.76–81.

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan Fasa  Magnetit di Pantai Bambang, Lumajang
Tabel 2.2 Distribusi Momen Magnetik  Spin pada Ion Fe 2+  dan Fe 3+  dalam Satu
Gambar 2.2  di bawah ini  merupakan bentuk pola difraksi  multiferoik BiFeO 3   (De-Chang et al  ,2009) yang dihasilkan dari sintesis  dengan metode sol-gel
Diagram fasa binary  pseudo antara  serbuk Bi 2 O 3   dengan serbuk Fe 2 O 3   juga  diungkapkan dalam penelitian yang  dilakukan oleh Jua et al(2010) dengan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk pola difraksi penambahan BT 12%, puncak – puncak yang dihasilkan sudah menunjukkan pola difraksi dari bahan piezoelektrik dengan struktur perovskite,

Gambar 4.13 Pola XRD zirkonia hasil sintesis dari zirkon yang melalui proses alkali fusion dengan NaOH pada suhu 700°C selama 3 jam

Pola difraksi pada Gambar 6 adalah pola difraksi dari hidroksiapatit yang sudah berpori, dengan porogen kitosan, ternyata keberadaan kitosan selama proses terjadinya

Hasil pengukuran dengan XRD terhadap endapan putih, diperoleh pola difraksi dengan nilai 2 theta (2θ) yang mendekati nilai 2θ untuk senyawa TiO 2 (Gambar 8). Nilai 2θ

Sedangkan untuk pola difraksi penambahan BT 12%, puncak – puncak yang dihasilkan sudah menunjukkan pola difraksi dari bahan piezoelektrik dengan struktur perovskite,

Pola difraksi pada Gambar 6 adalah pola difraksi dari hidroksiapatit yang sudah berpori, dengan porogen kitosan, ternyata keberadaan kitosan selama proses terjadinya

Pola difraksi pada Gambar 6 adalah pola difraksi dari hidroksiapatit yang sudah berpori, dengan porogen kitosan, ternyata keberadaan kitosan selama proses terjadinya

Pola-pola hasil difraksi sinar-x serbuk titanium dioksida yang didapatkan dari hasil kopresipitasi menggunakan serbuk titanium yang terlarut dalam HCl dengan