• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DI INDONESIA. Dalam preambule UUD 1945 Republik Indonesia telah diamanatkan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DI INDONESIA. Dalam preambule UUD 1945 Republik Indonesia telah diamanatkan bahwa"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

 

BAB III

PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DI INDONESIA

A. Sejarah Pelaksanaan Jaminan Sosial

Dalam preambule UUD 1945 Republik Indonesia telah diamanatkan bahwa tujuan negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kemudian dilanjutkan amanat tersebut dalam pasal 28 H ayat (1), (2), dan (3),250 tetapi tentang amanat untuk meneyelanggarakan jaminan sosial jelas sekali termaktub pada ayat (3) yang berbunyi, “setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Selanjutnya amanat ini dipertegas lagi dalam pasal 34 ayat (2), yang berbunyi sebagai berikut,”negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Ayat (4) pasal 34 menjelaskan bahwa segala ketentuan tentang pasal tersebut,251 akan diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Yang       

250 Keempat pasal 28H ini merupakan perubahan pada amandemen yang kedua tahun 2000. Yang mana sebelumnya pasal 28 yang terdiri dari 1 ayat saja, setelah amandemen kedua menjadi 4 ayat. Ayat (1) 28H ini membahas tentang hak hidup sejahtera setiap orang dengan berbagai pelayanan kesehatan dan sarana lainnya. Ayat (2) membahas tentang hak diperlakukan sama dalam segala hal, termasuk dalam hukum (konsep equality before the law). Ayat (3), sebagaimana telah dijelaskan dalam dalam paragraf, bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang menjadi tugas negara untuk menjalankannya. Dan terakhir ayat (4) menjelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak milik dan tidak boleh diambil alih secara tidak adil.

251 Pasal 34 diubah dalam amandemen yang keempat pada tahun 2002. Dimana sebelunya pasal ini hanya terdiri dari satu ayat, menjadi 4 ayat. Ayat (1) membahas tentang perlindungan negara terhadap fakir miskin dan anak terlantar. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial adalah suatu amanat untuk negara. selanjutnya pada ayat (3) ditegaskan lagi bahwa penyediaan fasilittas kesehatan yang layak adalah menjadi tanggung jawab negara. dan ayat (4) menjelaskan bahwa hal ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

(2)

 

artinya bahwa jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab negara tersebut akan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Rencana ini terwujud pada tahun 2004 dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Program jaminan sosial di Indonesia dilakukan dalam bentuk bantuan sosial atau dapat juga melalui bentuk asuransi. Bantuan sosial dapat diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat atau dari pengusaha kepada karyawan dengan cuma-cuma atau subsidi seperti pemeriksaan dokter, pengobatan, perawatan rumah sakit dan lain-lain. Banyak negara merasa tidak mampu memberikan bantuan sosial untuk semua jenis resiko dan banyak negara membatasi bantuan hanya untuk kejadian tertentu seperti bencana alam, wabah penyakit, wabah kelaparan dan sejenisnya. Solusinya adalah melalui program asuransi. Pada program asuransi, anggota masyarakat secara bergotong-royong diminta memberikan iuran untuk membiayai akibat resiko yang diderita oleh anggota yang lain, dan secara operasional asuransi-asuransi tersebut dapat dikelola oleh pemerintah sendiri atau pihak swasta.252

Sistem kesehatan yang berlaku di suatu negeri disebut Sistem Kesehatan Nasional (SKN),253 sedangkan programnya yang diterapkan adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pengertian dari SKN sendiri adalah254 pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara

      

252 Herman Darmawi, op.cit, hlm.166-168. 253 Hasbullah Thabrany, op.cit, hlm.10.

254 Lihat Pasal 1 (2) Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

(3)

 

terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Bahwa sesungguhnya SKN Indonesia dirumuskan dari berbagai Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku seperti UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU serta peraturan yang merupakan turunan dari UU tersebut.255

Program jaminan sosial di Indonesia sebenarnya telah dikenal sejak tahun 1936 yang saat itu pemerintah Hindia Belanda memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh pegawai pemerintahannya dan berlangsung sampai tahun 1945.256 Pada tahun 1947, dua tahun sejak Indonesia merdeka, pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk mengasuransikan karyawannya terhadap kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Tetapi program ini tidak berjalan dengan baik karena faktor situasi kemanan dan politik yang belum pulih. Lagi-lagi tahun 1960 pemerintah memperkenalkan konsep asuransi kesehatan dalam bentuk “dana sakit” untuk seluruh rakyat melalui UU Pokok Kesehatan tahun 1960, tetapi gagal dilaksanakan. Selanjutnya tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja melalui Surat Keputusan untuk mewujudkan UU Pokok Kesehatan tahun 1960, menetapkan iuran sebesar 6% dengan rincian 5% dibayar oleh majikan dan 1% dibayar oleh

      

255 Hasbullah Thabrany, op.cit, hlm.11 256 Sulastomo, op.cit, hlm.28

(4)

 

karyawan. Tapi sayangnya SK tersebut tidak cukup kuat mewajibkan program ini dengan hasil kegagalan pada penerapannya.257

Tahun 1968, Menteri Tenaga Kerja saat itu Awaludin Djamin mengupayakan asuransi kesehatan sosial (lebih dikenal dengan sebutan Askes) yang lebih sistematis bagi pegawai negeri dan keluarganya, yang mana program ini kemudian menjadi skema asuransi sosial pertama di Indonesia. Program Askes ini diterapkan dengan mewajibkan mengiur pada pegawai negeri sebesar 5% yang kemudian turun menjadi 2% dari upah. Sementara pemberi kerja, yaitu pemerintah, tidak membayar selayaknya pegawai negeri. Tahun 2004, pemerintah kemudian ikut mengiur sebesar 0,5% dari upah dan naik menjadi 2% saat akan memulai penerapan UU SJSN, yang totalnya hingga 4% sampai tahun 2013.258

Sedangkan dalam bidang asuransi kecelakaan kerja, pada tahun 1971 didirikan Perusahaan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Program ini diuji coba pada lima provinsi dan menjamin sekitar 70.000 tenaga kerja. Setelah uji coba selama lima thaun tersebut, program ini dianggap layak untuk masuk dalam bidang program jaminan sosial. Februari tahun 1992, UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) disetujui oleh DPR. UU Jamsostek mencakup empat program jaminan sosial, yaitu; Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang diberikan pada karyawan dan keluarganya, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kematian hanya diberika kepada karyawan saja.259

      

257 Hasbullah Thabrany, op.cit, hlm. 56-57 258 Ibid, hlm. 57

(5)

 

Saat krisis nilai tukar rupiah yang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan 1999, menyebabkan harga-harga barang semakin mahal dan akses pelayanan kesehatan semakin menurun. Pada tahun 1999, negara-negara Uni Eropa menawarkan bantuan untuk memperkuat sektor sosial dengan mendorong reformasi sistem jaminan sosial. Tahun 2000, Kepala Biro Kesehatan dan Gizi menugaskan Tim Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia untuk melakukan telaah komprehensif tentang jaminan kesehatan di Indonesia. Kemudian Kementerian Koordinator dan Perekonomian juga menugaskan timnya sendiri untuk melakukan penelaahan tentang sistem jaminan sosial. Hasil dari telaah tim tersebut kemudian menjadi dasar konsep dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pada tahun 2002, melalui Keputusan Presiden No. 20 Tahun 2002, presiden Megawati membentuk Tim SJSN dengan tugas menyusun naskah akademik dan rancangan UU SJSN.260

Sebelum Rancangan Undang-Undang (RUU) SJSN, Departemen Kesehatan (Kemenkes) menyiapkan RUU Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), PT. Askes Indonesia menyiapkan RUU Asuransi Kesehatan Sosial Nasional, dan PT. Jamsostek mempersiapkan RUU perubahan Jamsostek. Pada saat penyusunan RUU SJSN, tim SJSN mendapat bantuan teknis dari beberapa organisasi dan lembaga, seperti mendapatkan hibah dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Selain ADB, Tim SJSN juga dibantu oleh pemerintah Jerman (GTZ, sekarang menjadi GIZ), Organisasi Kesehatan Dunia, Organisasi Tenaga Kerja Dunia (ILO). Lebih dari 3 tahun Tim SJSN menyusun RUU SJSN bersama DPR       

(6)

 

hingga akhirnya berhasil diundangkan oleh Presiden Megawati saat itu pada tanggal 19 Okotber 2004.261

Sebuah lembaga konsultan Jerman (GTZ, saat ini menjadi GIZ) bekerja sama dengan Bappenas, menyimpulkan dari melakukan studi penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia dan UU No.40 Tahun 2004, bahwa Indonesia adalah negara yang menerapkan prinsip social state model dengan mengakomodasi elemen werlfare state model di dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Social state model adalah model kesejahteraan melalui penyelengaraan program jaminan sosial yang diperkenalkan Kanselir Jerman Otto von Bismarck sejak tahun 1883. Intinya adalah penyelengaraan program kesejahteraan melalui mekanisme asuransi sosial, manfaatnya sesuai dengan kebutuhan dasar hidup yang layak, dan kepesertaannya bersifat wajib. Sedangkan welfare state model atau dapat juga disebut Beveridge yang diperkenalkan oleh Menteri Urusan Jaminan Sosial Inggris setelah Perang Dunia II. Manfaatnya adalah untuk dapat menjamin kebutuhan dasar hidup minimal, dan biaya berasal dari pajak.262

Setelah UU SJSN diundangankan, terjadi masalah dalam penerapannya, khususnya adalah terkait tentang badan penyelenggara jaminan sosial sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 5. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa;

(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.

      

261 Ibid, hlm. 223-224

(7)

 

(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini.

(3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

(a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);

(b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);

(c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan

(d) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).

(4) Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.

Saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Kesehatan menjalankan program jaminan sosial dengan merangkul PT. ASKES, yaitu dengan memberikan pelayanan gratis di kelas III Rumah Sakit dan iuran bagi penduduk miskin dibayarkan oleh pemerintah, konsep ini diberi nama Askeskin. Karena konsep Askseskin berbeda jauh dengan apa yang diamanatkan oleh UU SJSN, karena memang Menkes saat itu tidak benar-benar ingin menjalankan UU SJSN tersebut, maka beberapa Badan Pengelola JPKM yang lain mengajukan uji materi pada UU SJSN yaitu tepatnya Pasal 5 ke Mahkamah Konstitusi pada 1 Februari 2005.263 Dari hasil pengajuan uji materi ini, MK memutuskan bahwa adanya keempat badan penyelenggara yang tertulis pada Pasal 5 ayat (3) tersebut untuk mengisi kekosongan hukum sebagai pelaksana jaminan sosial sebelum dibentuknya badan pelaksana yang benar-benar memenuhi

      

(8)

 

UU SJSN sebagaimana diamanatkan pada ayat (1), hal ini dikuatkan pula dalam Pasal 52 yang menyatakan eksistensi keempat badan penyelenggara tersebut.264

UU SJSN memang tidak menyebutkan secara jelas bentuk dari perusahaan yang ideal menjalankan program jaminan sosial ini. Keempat perusahaan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) (JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI, dan ASKES) adalah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), menyebutkan bahwa;

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Jelas disebutkan dalam Pasal tersebut bahwa tujuan dibentuknya perseroan yaitu melakukan kegiatan usaha. Adapun unsur-unsur yang harus terpenuhi agar dapat disebut sebagai persuhaan adalah; (1) bentuk usaha, baik dijalan oleh perorangan maupun badan usaha, (2) melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus, dan (3) tujuannya adalah untuk mencari keuntungan atau laba.265 Kegiatan usaha yang dimaksud bisa dalam bentuk apa saja, seperti bidang perbankan dan perasuransian. Dengan melakukan kegiatan usaha, maka para pemegang saham bermaksud untuk mengambil keuntungan dari perseroan.

Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UUBUMN) menyebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) bahwa       

264 Ibid, hlm. 227-229

265 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014) hlm. 58-60

(9)

 

“Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.” Lebih tegasnya lagi, menurut Moleengraf, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Kemudian Polak juga berpendapat bahwa baru ada perusahaan jika diperlukan adanya perhitungan laba-rugi yang dapat diperkirakan dan segala sesuatu dicatat dalam pembukuan.266 Selain itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja juga mengharuskan pelaksanaan asuransi sosial dikelola oleh BUMN.267

Jelas bahwa tujuan dari suatu perusahaan berbentuk persero adalah untuk mencari keuntungan dari kegiatan usaha yang secara terus menerus dilakukan dalam suatu bentuk usaha tertentu. Hal tersebut jauh dari prinsip UU SJSN yang seharusnya bertujuan nirlaba. Tujuan jaminan sosial adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sakit sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk memenuhi hak rakyatnya. Berbeda jauh dengan tujuan persero yaitu       

266 H.M.N Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jilid I, (Jakarta: Djambatan, 1981) hlm. 12. Lihat Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum dagang Indonesia, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014) hlm. 160

267 Lihat pasal 14 ayat (1) UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang berbunyi “Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara”. lihat juga Pasal 25 UU No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, “(1)Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara. (2) Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..”.

(10)

 

mencari keuntungan dari kegiatan usaha. Maka solusinya adalah mengubah perseroan tersebut menjadi Badan Hukum Publik268.

Pasal 5 ayat (1) UU SJSN menjelaskan bahwa “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan undang-undang”. Badan hukum publik yang dibentuk dengan undang-undang adalah Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah.269 Sedangkan perseroan terbatas dibentuk dengan akta notaris, atau dapat juga disebut dibentuk dalam UUPT.270 Dengan begitu, dorongan untuk memposisikan program jaminan sosial agar dijalankan oleh badan hukum publik sangat kuat, sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU SJSN.

Tujuan jaminan sosial adalah bukan untuk menjadikan pemegang saham mendapatkan laba dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh badan usaha tersebut, sebagaimana tujuan BUMN. Program jaminan sosial adalah program kewajiban negara sebagaimana menjalankan amanat konstutusi, bukan program negara untuk mendapatkan keuntungan disamping mensejahterakan masyarakatnya. Sedangkan badan hukum publik bersifat nirlaba, artinya tujuan didirikannya badan hukum

      

268 Badan hukum adalah suatu persekutuan yang beranggota atau suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia (persoon) sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat menggugat dan digugat di pengadilan. Dalam ilmu hukum dikenal badan hukum privat dan badan hukum publik. Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan untuk maksud dan tujuan tertentu oleh orang perseorangan yang keabsahannya sebagai badan hukum ditentukan oleh instansi pemerintah yang berwenang. Sedngkan badan hukum publik adalah badan hukum yang mempunyai kekuasaan sebagai penguasa, dan keberadaannya dalam lalu lintas hukum dapat mengambil keputusankeputusan dan membuat peraturan-peraturan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut. Lihat Qomaruddin, Badan Hukum Publik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dan Transformasinya Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jurnal Legislasi

Indonesia, Vol. 9, No. 2, Juli 2012, hlm. 223-226.

269 Hasbullah Thabrany, op.cit, hlm. 229

270 Lihat Bab II tentang Pendirian, Anggaran Dasar Dan Perubahan Anggaran Dasar, Daftar Perseroan Dan Pengumuman. Pasal 7 ayat (1) berbunyi “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang

(11)

 

tersebut bukan mencari keuntungan untuk si pemegang saham. Ketika BPJS sudah terbentuk, sebagai badan hukum publik, yang menjadi pemegang saham adalah rakyat sebagai peserta, karena disitu rakyat menyetorkan dana, sedangkan BPJS hanya mengelola dana tersebut.

Oleh karena itu, DPR mengambil alih amanat UU SJSN tersebut untuk merancang UU BPJS, karena pemerintah saat itu tidak berbuat apapun untuk menjalankan perintah UU SJSN dan Keputusan MK. Dengan kesungguhan DPR dan didukung oleh Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), maka akhirnya pemerintah menyerah dan menyetujui pengundangan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.271

B. Program BPJS Kesehatan merupakan Asuransi Sosial

Program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS dimulai beroprerasi sejak tanggal 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagarkerjaan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Juli 2014.272 BPJS merupakan Badan Usaha Milik Negara yang telah menjadi badan hukum publik yang ditugaskan pemerintah untuk menyelenggarakan program JKN yang diperuntukan bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan amanat UUD’45.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, sesuai amanat Pasal 5 ayat (1) UU SJSN, bahwa BPJS dibentuk dengan undang-undang yaitu UU BPJS.273 BPJS yang dibentuk adalah BPJS Kesehatan yang       

271 Hasbullah Thabrany, op.cit, hlm. 230

272 Lihat Pasal 60 ayat (1) UU No.24 Tahun 2014 tentang BPJS 273 Lihat Pasal 5 ayat (1) UU No. 24 tahun 2014 tentang BPJS

(12)

 

menyelenggarakan program jaminan kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program; (a) jaminan kecelakaan kerja, (b) jaminan hari tua, (c) jaminan pensiun, dan (d) jaminan kematian.274 BPJS Kesehatan merupakan perubahan wujud dari PT. ASKES yang dulunya menjalankan program jaminan sosial, dan BPJS Ketenagakerjaan merupakan perubahan dari PT. JAMSOSTEK yang dulunya menjalankan program jaminan kecelakaan kerja.275 Kedua perusahaan ini menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional yang disahkan sejak tanggal 31 Desember 2013.276 Prinsip penyelenggaraan BPJS ini mengacu pada:277

1) Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan asas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang,

2) Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial

3) Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care, yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

4) Program dilaksanakan denan prinsip nirlaba, dan

5) Menjamin adanya portabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

Jika dilihat lebih seksama, cara kerja program yang dijalankan oleh BPJS sama dengan cara kerja asuransi, dan lebih tepatnya lagi adalah asuransi sosial. Hal ini didasari pada pertimbangan bahwa iuran premi yang murah, tidak mengambil

      

274 Lihat Pasal 6 UU No.24 tahun 2014 tentang BPJS

275 Lihat Pasal 60 dan Pasal 61 UU No.24 tahun 2014 tentang BPJS 276 Kuat Ismanto, op. Cit., hlm. 272

(13)

 

keuntungan atau nirlaba, dan melayani rakyat.278 Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, dalam konsep hukum Islam, para ulama lebih cocok dan membolehkan bentuk konsep asuransi sosial daripada bentuk asuransi komersil.

C. Operasional BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 UU BPJS, menyelenggarakan program jaminan kesehatan saja. Berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan empat program, yaitu; (1) jaminan kecelakaan kerja, (2) jaminan hari tua, (3) jaminan pensiun, dan (4) jaminan kematian.279 Tetapi secara umum, BPJS menyelenggarakan SJSN berdasarkan beberapa asas, yaitu; (1) asas kemanusiaan, (2) asas kemanfaatan, dan (3) asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.280

Tujuan dibentuknya BPJS sebagai badan hukum publik yang menyelenggarakan program jaminan sosial untuk meuwujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.281 BPJS dalam menyelenggarakan SJSN berdasarkan pada beberapa prinsip, dimana beberapa prinsip tersebut yang menunjukan ciri khas bentuk dari asuransi sosial yang dijalankan oleh pemerintah. Adapun prinsip-prinsip yang harus ada pada penyelenggaraan SJSN oleh BPJS adalah;282 pertama, prinsip kegotongroyongan, prinsip ini berjalan dengan pola

      

278 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah: Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 8-9

279 Pasal 6 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS 280 Pasal 2 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS 281 Pasal 3 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS 282 Pasal 4 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS

(14)

 

yang terjadi antara peserta yang mampu membantu yang kurang mampu, yang beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit.283

Yang kedua adalah, prinsip nirlaba yang menjadi tujuan dari badan hukum publik. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip kepesertaan yang bersifat wajib284. Karena jika menggunakan metode kepesertaan yang bersifat sukarela, maka perusahaan berhak mendapatkan suatu keuntungan dari hasil penjualan kegiatan usahanya. Dalam UU SJSN, dana yang terkumpul dari transaksi wajib para peserta disebut sebagai Dana Amanat yang digunakan untuk membayar biaya berobat peserta yang sakit. Dan amanat yang belum digunakan, biasanya diinvestasikan. Akan lebih mendukung bagi para peserta yang muslim, apabila dana amanat tersebut diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah.285

Yang ketiga, prinsip tata kelola yang baik (good governance) dimana prinsip ini meliputi beberapa prinsip yang lain, yaitu keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip ini juga merupakan konsekuensi dari transaksi wajib sebagaimana prinsip nirlaba. Jika semua orang mengiur, kecuali yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai golongan yang tidak mampu, maka segala kebijakan, penggunaan dana, dan investasi harus dilakukan secara terbuka. Keempat yaitu prinsip portabilitas. Prinsip ini berlaku bagi jaminan dan manfaat baik berupa uang maupun layanan yang menjadi hak peserta. Portabel artinya selalu dibawa, selalu berlaku di tanah air, dan selalu memenuhi       

283 Hasbullah Thabrany, op. Cit., hlm. 172 284 Pasal 4 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS 285 Hasbullah Thabrany, loc. Cit.,

(15)

 

kebutuhan masyarakat. Karena pada dasarnya peserta harus selalu terjamin kapan pun dan dimana pun selama masih di dalam yurisdiksi Indonesia.286

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 UU BPJS, setiap BPJS mempunyai tugas masing-masing yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial sesuai bidangnya.287 Dalam hal BPJS menjalankan fungsi-fungsi tersebut, maka tugas dari BPJS adalah sebagai berikut:288

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; 3. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;

4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;

5. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat.

Mungkin secara spesifik, tugas dari setiap badan BPJS baik itu Kesehatan atau Ketenagakerjaan ada sedikit perbedaan karena bidangnya pun berbeda. Tetapi secara umum, sebagaimana yang dijelaskan diatas, UU BPJS mengaturnya

      

286 Ibid, hlm. 173

287 Lihat Pasal 9 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS, yaitu; (1)BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Dan (2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.

(16)

 

demikian. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara umum, maka BPJS diberikan wewenang oleh undang-undang untuk:

1. Menagih pembayaran Iuran;

2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; 6. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja

yang tidak memenuhi kewajibannya;

7. Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 8. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan

program Jaminan Sosial.

Secara umum, prinsip kepesertaan yang diterapkan dalam pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia adalah kepesertaan yang bersifat wajib sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14 UU BPJS. Bukan hanya masyarakat asli Indonesia yang

(17)

 

dijamin haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat konstitusi, tetapi juga warga asing yang bekerja di Indonesia minimal enam bulan.289 Konsep kepesertaan yang bersifat wajib ini merupakan sebuah representasi dari bentuk asuransi sosial yang dijalankan oleh pemerintah.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 2 menjelaskan bahwa peserta jaminan kesehatan meliputi dua golongan, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan bukan PBI Jaminan Kesehatan. Peserta PBI merupakan orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan ketentuan undang-undang.290

Sedangkan peserta yang tidak tergolong dalam PBI adalah pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah, dan bukan pekerja, masing-masing juga termasuk anggota keluarganya. Adapun pekerja penerima upah meliputi; Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non PNS, pegawai swasta, dan pekerja yang tidak termasuk dalam semua kategori tetapi menerima upah. Selanjutnya pekerja bukan penerima upah adalah; pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja lain yang bukan penerima upah. Dan kategori bukan pekerja meliputi; investor, pemebri

      

289 Lihat Pasal 14 UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS

290 Pasal 3 Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Untuk peserta PBI, lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2012 tentang Peneriman Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

(18)

 

kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, serta orang yang mampu membayar iuran.291

Peserta Penerima Bantuai Iuran (PBI) jaminan kesehatan yang dibayarkan oleh pemerintah meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu. Dana yang digunakan untuk membayarkan kebutuhan jaminan kesehatan bagi PBI adalah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).292 Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber dana pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan.atau keluarganya.293 Orang Tidak Mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya dan keluarganya.294

BPJS mengelola dua jenis aset yang diwajibkan untuk memisah keduanya, yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS). DJS diwajibkan untuk disimpan dan diadministrasikan pada bank BUMN.295 Adapun aset BPJS bersumber dari;296

1. Modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

      

291 Pasal 4 Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 292 Pasal 9 PP No.101 tahun 2012 tentang PBI

293 Ayat (5) Pasal 1 PP No.101 tahun 2012 tentang PBI 294 Ayat (6) Pasal 1 PP No.101 tahun 2012 tentang PBI 295 Pasal 40 UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS 296 Pasal 41 UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS

(19)

 

2. Hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial;

3. Hasil pengembangan aset BPJS;

4. Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau 5. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian aset BPJS tersebut digunakan untuk; (1) biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial, (2) biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan Jaminan Sosial, (3) biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan, dan (4) investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.297

Sedangkan Aset Dana Jaminan Sosial bersumber dari; (1) iuran Jaminan Sosial termasuk Bantuan Iuran, (2) hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial, (3) hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dari BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial, dan (4) sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Aset DJS tersebut digunakan untuk:298

1. Pembayaran manfaat atau pembiayaan layanan jaminan sosial; 2. Dana operasional penyelenggaraan program jaminan sosial;

3. Investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan

      

297 Pasal 41 UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS 298 Pasal 43 UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan skema di atas, Olcott (dalam Palloff dan Keith Pratt, 2001) menyajikan lima “I” dalam mengefektifkan pembelajaran berbasis online, termasuk dalam

Secara akademis, seorang guru profesional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan

service quality memiliki yang pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel customer satisfaction. Sehingga apabila terdapat peningkatan pada service quality

Elemen animasi pada aplikasi game The Exotic Indonesian Fishes digunakan pada animasi idle perahu dan pancingan, animasi air yang bergerak sebagai latar dari layar menu

Implementasi konsep merupakan suatu bentuk penerapan konsep pada media- media yang sudah ditentukan, dalam hal penciptaan motif batik sebagai ikon kabupaten Lumajang ini media

Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukkan bagi Human Resources Development (HRD) dan Manager divisi Internal Audit PT.”X” di kota Bandung diharapkan untuk

Mengetahui pentingnya kompetensi guru dalam pemanfaatan dan pengembangan sumber belajar geografi, sehingga dapat memaksimalkan segala daya dan upaya serta menjadi

Pada skripsi ini akan dijelaskan bagaimana sistem pendukung keputusan berbasis komputer dengan menggunakan fuzzy tahani untuk pengambilan keputusan, perekomendasian dan