• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT ASAM URAT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIR PUTIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT ASAM URAT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIR PUTIH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT ASAM URAT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIR PUTIH

Fitri Rachmillah Fadmi Fitri.rachmillahfadmi@gmail.com

Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Mandala Waluya Kendari

ABSTRAK

Salah satu penyakit degeneratif yang sering dialami oleh golongan lansia yaitu penyakit asam urat atau gout. Asam urat merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat. Meningkatnya kadar asam urat dipengaruhi oleh asupan makanan tinggi purin dan kurangnya berolahraga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko kebiasaan berolahraga dan asupan purin terhadap kejadian asam urat pada lansia. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian case control study. Populasi dalam penelitian adalah seluruh penderita asam urat pada lansia yang berkunjung di posyandu lansia yang ada di wilayah kerja Puskemas Pasir Putih tahun 2017 dengan jumlah sampel yang terdiri dari sampel kasus dan kontrol. Penetapan sampel kontrol dilakukan dengan cara melihat kesamaan (matching) karakteristik responden yaitu jenis kelamin dan umur. Hasil penelitian pada kebiasaan berolahraga diperoleh nilai Odds Rasio diperoleh OR > 1 yaitu 5.635 Lower limit=1.838 dan Upper limit=17.278 dan nilai Odds Rasio diperoleh OR > 1 yaitu 6.677 Lower limit=2.531 dan Upper limit=17.612 pada asupan purin. Dengan demikian disimpulkan bawha kebiasaan olahraga dan asupan purin merupakan faktor risiko kejadian penyakit asam urat pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Putih.

Kata kunci : Risiko, olahraga, purin, asam, urat PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, harapan hidup orang Indonesia di atas 60 tahun mencapai 20,7 juta orang lalu bertambah 36 juta orang. Peningkatan usia harapan hidup (UHH) menyebabkan populasi lanjut usia (lebih dari 75 tahun) meningkat secara pesat di negara berkembang serta akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degenerative (Kinsella, 2014). Salah satu penyakit degenerative yang sering

dialami oleh golongan lansia yaitu asam urat atau gout.

Asam urat atau gout merupakan penyakit kelainan metabolisme akibat produksi asam urat berlebihan yang atau penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan yang menyebabkan peradangan sendi dan pembengkakan sendi. Asam urat adalah zat hasil metabolisme purin didalam tubuh. Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah dan urin. Kadar darah asam urat normal pada jenis kelamin laki-laki yaitu

(2)

3,6–8,2 mg/dl, sedangkan pada perempuan yaitu 2,3–6,1 mg/dl (Suiraoka, 2012).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi asam urat di Amerika Serikat mencapai 13,6 kasus per 1000 laki-laki dan 6,4 kasus per 1000 perempuan. kondisi ini berbeda di tiap negara, berkisar antara 0,27% di Amerika hingga 10,3% Selandia Baru (Kydd, Seth, Buchbinder, Edwards, & Bombardier, 2014). Penelitian di Thailand pada bulan Juli tahun 1999 sampai dengan Februari 2000 terhadap 1381 pasien diperoleh prevalensi peningkatan kadar serum asam urat pada pria sebesar 18,4% dan wanita 7,8%. Sedangkan Di Cina pada tahun 2011, diperoleh prevalensi peningkatan kadar serum asam urat pada pria sebesar 21,6% dan wanita sebesar 8,6% (Karimba, Kaligis, & Purwanto, 2013).

Berdasarkan data Riskesdas (2013) Prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis nakes di Indonesia 11,9 persen dan berdasar diagnosis atau gejala 24,7 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%). Sedangkan prevalensi penyakit sendi di Sulawesi Tenggara (20,8%). Penyakit sendi

meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (33% dan 54,8%). Penyakit ini banyak ditemukan di pedesaan dibanding perkotaan. Prevalensi penyakit sendi di pedesaan (13,8%) lebih tinggi dari perkotaan (10,0%) yang terdiagnosis nakes (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muna tahun 2016 jumlah penduduk sebanyak 279,928 jiwa, proporsi penderita penyakit sendi sebanyak 3,179 (1,13%), pada tahun 2017 dengan jumlah penduduk 208,916 jiwa, proporsi penderita penyakit sendi sebanyak 3.236 (1,54%), dan Tahun 2018 jumlah penduduk 215,439 jiwa dengan proporsi penderita penyakit sendi sebanyak 3.476 (1,61%) (DK.Muna, 2019). Data yang diperoleh dari Puskesmas Pasir Putih penyakit asam urat meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016 jumlah penduduk sebanyak 4.338 dengan jumlah penderita penderita asam urat sebanyak 132 (3,0%), sedangkan pada tahun 2017 jumlah penduduk sebanyak 4.393 penderita asam urat sebanyak 147 (3,3%) yang diperiksa oleh tenaga kesehatan dan pada tahun 2018 jumlah penduduk sebanyak 4.472 dengan jumlah penderita asam urat pada bulan januari sebanyak 11 orang, bulan februari sebanyak 13 orang dan bulan maret sebanyak 17 orang (0,9%) (P.PasirPutih, 2019).

(3)

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa mempengaruhi peningkatan kadar asam urat. Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat, adalah genetik/riwayat keluarga, asupan senyawa purin berlebihan, konsumsi alkohol berlebih, kebiasaan berolahraga, hipertensi, asupan purin yang tinggi, gangguan fungsi ginjal dan obat obatan tertentu (terutama diuretika). METODE

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian case control study yaitu penelitian yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian adalah seluruh penderita asam urat pada lansia yang berkunjung di posyandu lansia yang ada di wilayah kerja Puskemas Pasir Putih tahun 2017 berjumlah 41 orang. Sampel terdiri dari kelompok kasus dan kelompok control dengan jumlah masing-masing sebanyak 41 sehingga total sebanyak 82 sampel. Penetapan sampel kontrol dilakukan dengan cara melihat kesamaan (matching) karakteristik responden yaitu jenis kelamin dan umur yang mendekati atau sama dengan umur pada kelompok kasus. Cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuisioner untuk mendapatkan data tentang kejadian asam urat, pbseitas dan asupan purin. Pengolahan data

yang diperoleh dari kuesioner dan hasil pengamatan di lapangan diolah menggunakan program computer dengan langkah-langkah editing, coding, entry dan tabulating. Analisis data penelitian terdiri dari analisis univariat dan bivariate. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristrik setiap variabel penelitian yang menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel atau proporsi. Sedangkan analisis bivariate bertujuan untuk mengukur besar risiko variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan Odds Ratio (OR). Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi yang disertai dengan narasi yang menjelaskan isi tabel tersebut.

HASIL

Hasil analisis terhdap karakteristik responden baik pada kelompok kasus maupun kontrol menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan dengan jumlah masing-masing sebanyak 28 responden (68.3%). Berdasarkan kelompok umur terbanyak adalah 59-68 tahun yaitu sebanyak 17 responden (41,5%). Berdasarkan jenis pekerjaan terbanyak adalah petani sebanyak 16 responden (39%). Dan berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak adalah SD sebanyak 19 responden (46,3%).

(4)

Variabel

Kejadian Asam Urat

OR LL - UP Kasus Kontrol n % n % Kebiasaan Olahraga Berisiko 36 87.8 23 56.1 5.635 LL = 1.838 Tidak Berisiko 5 12.2 18 43.9 UL = 17.278 Asupan Purin Berisiko 31 75.6 13 31.7 6.677 LL = 2.531 Tidak Berisiko 10 24.4 28 68.3 UL = 17.612

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 41 responden yang menderita penyakit asam urat (kasus) berdasarkan kebiasaan berolahrga terdapat 36 responden (87.8%) berisiko dan 5 responden (12.2%) yang tidak berisiko. Sedangkan berdasarkan asupan purin teradapat 31 responden (75.6%) yang berisiko dan 10 responden (24.4%) yang tidak berisiko. Selanjutnya dari 41 responden yang tidak menderita penyakit asam urat (kontrol) berdasarkan kebiasaan olahraga terdapat terdapat 23 responden (56.1%) yang berisiko dan 18 responden (43.9%) yang tidak berisiko. Sedangkan berdasarkan asupan purin terdapat 13 responden (31.7%) yang berisiko dan 28 responden (68.3%) yang tidak berisiko.

Berdasarkan hasil uji statistik Odds Rasio pada variable kebiasaan berolahraga diperoleh OR > 1 yaitu 5.635 dengan Lower limit = 1.838 dan Upper limit = 17.278. demikian pada variable asupan purin diperoleh

OR > 1 yaitu 6.677 dengan tingkat kepercayaan CI 95% Lower limit = 2.531 dan Upper limit = 17.612. Hal tersebut menunjukkan bahwa uji OR signifikan atau bermakna yang berarti kebiasaan olahraga dan asupan purin merupakan faktor risiko kejadian penyakit asam urat pada lansia. Artinya bahwa responden yang memiliki kebiasaan olahraga kurang baik berisiko menderita penyakit asam urat 5.635 kali lebih besar di banding dengan responden yang memiliki kebiasaan olahraga yang baik. Dan responden yang memiliki asupan purin berlebih berisiko menderita penyakit asam urat 6.677 kali lebih besar di banding dengan responden yang memiliki asupan purin tidak berlebih.

PEMBAHASAN

Salah satu hal yang dapat mempengaruhi kadar asam urat adalah olahraga atau aktifitas fisik. Olahraga merupakan gerakan fisik yang akan menyebabkan peningkatan kadar asam

(5)

laktat. Asam laktat yang terbentuk dari proses glikolisis terjadi di otot. Jika otot berkontraksi dalam media anaerob, yaitu media yang tidak memiliki oksigen maka glikogen yang menjadi produk akhir glikolisis akan menghilang dan muncul laktat sebagai produksi akhir utama (Yenrina, Krisnatuti, & Rasjmida, 2014). Menurut hasil penelitian Prayoga olahraga sangat diperlukan untuk mencegah atau menunda penyakit penyakit degeneratif dan penyakit kelainan metabolisme. Upaya-upaya baik besifat perawatan, pengobatan, pola hidup sehat dan juga upaya lain, diperlukan untuk mempertahankan kesehatan lansia seperti senam lansia (Prayoga, Asrizal, Anggraini, & Silalahi, 2016).

Responden yang menderita penyakit asam urat tetapi memiliki kebiasaan olahraga yang tidak berisiko disebabkan karena responden memiliki pola makan yang tinggi purin sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya penyakit asam urat, selain itu faktor lain pun menjadi pemicu timbulnya penyakit asam urat seperti keengganan responden untuk mengikuti senam lansia. Dari pekerjaan yang responden lakukan sebagian besar responden tidak berolahraga seperti senam namun responden banyak melakukan aktifitas fisik seperti berjalan kaki dan bertani. Senam Lansia yang ada di wilayah Puskesamas pasir putih juga belum lama di jalankan dan hanya

sebagian lansia yang mengikuti olahraga tersebut. Sedangkan pada lansia yang tidak menderita penyakit asam urat tetapi memiliki kebiasaan olahraga berisiko hal ini karena faktor kesibukan dan usia menjadi faktor penyebab kurangnya responden dalam berolahraga. Hasil penelitian yang sejalan mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian arthritis gout adalah kebiasaan olahraga, dimana untuk mencegah terjadinya serangan arthritis gout dianjurkan untuk dapat memodifikasi gaya hidup dengan cara mengatur pola makan, menjaga berat badan agar tidak berlebih dan berolahraga yang teratur serta mengendalikan hipertensi dengan terapi disertai pengukurang kadar asam urat darah secara berkala (Fauzan & Yuli Kusumawati, 2017). Olahraga mempunyai banyak manfaat bagi tubuh dan pikiran. Salah satu diantaranya dapat mencegah dan mengatasi penyakit asam urat. Relaksasi saraf penderita asam urat yang terjadi saat olahraga dapat bermanfaat untuk mengatasi nyeri akibat asam urat, memperbaiki kekuatan dan kelenturan sendi dan memperkecil risiko kerusakan sendi akibat radang sendi. Olahraga yang dilakukan secara rutin dan tertaur dapat memperlancar sirkulasi darah dan mengatasi penyumbatan pada pembuluh darah. Dengan demikian, kondisi ini akan berpengaruh positif bagi tubuh, karena

(6)

dengan berolahraga pikiranpun akan menjadi rileks sehingga dapat mengurangi hal-hal yang dapat memicu stress antara lain menemui masalah yang sulit untuk diatasi dan pada saat stress dapat meningkat sehingga rennin, angiotensis, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat (Buton, Fadmi, & Mulyani, 2018). Selain itu menurut Komariah, kebiasaan olahraga dapat memperlancar sistem metabolisme sehingga proses distribusi dan penyerapan nutrisi didalam tubuh menjadi lebih efektif dan efisien. Sistem metabolisme yang berjalan lancar akan dapat mengurangi risiko menumpuknya asam urat di dalam tubuh (Komariah, 2015).

Selain kebiasaan olahraga, hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan purin juga merupakan faktor risiko kejadian asam urat pada lansia. Secara ilmiah, purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada semua makanan sari sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) ataupun hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Mengonsumsi purin berlebihan dapat mengakibatkan munculnya kristal-kristal purin itu berkumpul dan bertumpuk di dalam sendi. Hal ini mengakibatkan rasa nyeri yang sangat menyakitkan (Fitriana, 2015).

Responden yang menderita penyakit asam urat tetapi memiliki asupan purin yang tidak berisiko disebabkan karena kurang bergerak

dan tidak mengikuti senam lansia, Selain itu beberapa lansia yang usianya sudah mencapai > 75 tahun tidak lagi mengkonsumsi makanan yang tinggi purin, daging dan jeroan serta beberapa diantaranya menjadi vegetarian. Responden juga mengolah makanan dari hasil laut maupun tanaman sayuran diolah dengan cara di goreng, tumis atau disantan meskipun ada pula responden yang menjawab makanan tersebut diolah dengan tidak menggunakan minyak dan santan. Kopi dan minuman manis kadang-kadang diminum responden sebagai sarapan pagi sebelum beraktifitas serta adapula responden yang berjenis kelamin laki-laki meminum minuman alcohol karena mereka menganggap bahwa alcohol dapat menghilangkan rasa letih. Makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan tekanan darah sehingga responden meminum obat anti hipertensi. Sedangkan responden yang tidak menderita penyakit asam urat namun memiliki asupan purin berisiko disebabkan karena asupan tinggi purin yang dikonsumsi sehari-hari masih dalam batas normal sehingga tidak menimbulkan penyakit asam urat. Terdapat beberapa responden yang sudah tidak pernah mengkonsumsi daging dan jeroan, serta makanan dari hasil laut, sedangkan jenis sayur-sayuran dan kacang-kacangan responden menjawab jarang, kadang-kadang dan sering mengkonsumsinya

(7)

hal ini sama seperti pada kelompok kasus karena ketersediaan bahan makanan tersebut. Purin terdapat pada makanan yang banyak mengandung senyawa nitrogen, baik dilakukan didalam sel-sel tubuh atau dibawah kedalam tubuh dengan makanan. Kelebihan purin akan dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat yang dapat terakumulasi didalam jaringan dan membentuk Kristal sehingga menyebabkan tingginya kadar asam urat dalam darah (Diantari & Kusumastuti, 2013). Makanan dengan kandungan purin yang tinggi seperti daging dan seafood dapat meningkatkan risiko peningkatan kadar asam urat. Purin yang bersumber dari hewani memberikan pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan asam urat dibandingkan purin yang berasal tanaman seperti sayuran (Sari & Probosari, 2015).

KESIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Kebiasaan olahraga merupakan faktor risiko kejadian penyakit asam urat pada lansia di wilayah kerja puskesmas pasir putih dengan nilai Odds Rasio diperoleh OR > 1 yaitu 5.635. Asupan purin merupakan faktor risiko kejadian penyakit asam urat pada lansia di wilayah kerja puskesmas pasir putih dengan nilai Odds Rasio diperoleh OR > 1 yaitu 6.677.

DAFTAR PUSTAKA

Buton, L. D., Fadmi, F. R., & Mulyani, S. (2018). The Relation between Knowledge, Stress and Salt Consumption with Incidence of Hypertension in Elderly Woman Out Patients in General Hospital of Bahteramas Southeast Sulwesi Province. Indian Journal of Public Health Research & Development, 9(6), 385-389.

Diantari, E., & Kusumastuti, A. C. (2013). Pengaruh Asupan Purin dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun di Kecamatan Gajah Mungkur, Semarang. Journal of nutrition college, 2(1), 44-49.

DK.Muna. (2019). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Muna.

Fauzan, A., & Yuli Kusumawati, S. (2017). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Asupan Purin dan Olahraga dengan Kejadian Gout Arthritis pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fitriana, R. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika.

Karimba, A., Kaligis, S., & Purwanto, D. (2013). Gambaran Kadar Asam Urat Pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan Indeks Massa Tubuh≥ 23 kg/m2. eBiomedik, 1(1).

Kemenkes, R. (2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Kemenkes RI. Jakarta.

Kinsella, S. (2014). Human Services: A Student-centered Approach: Pearson Higher Ed.

Komariah, A. (2015). Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Kadar Asam Urat Pada Lansia Dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.

(8)

Kydd, A. S., Seth, R., Buchbinder, R., Edwards, C. J., & Bombardier, C. (2014). Uricosuric medications for chronic gout. Cochrane Database of Systematic Reviews(11).

P.PasirPutih. (2019). Profil Puskesmas Pasir Putih

Prayoga, P. R., Asrizal, A., Anggraini, D. I., & Silalahi, T. H. (2016). Penatalaksanaan Hipertensi dan Arthritis Gout pada Laki-laki Usia 64 Tahun melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga. Jurnal Medula, 6(1), 121-129.

Sari, D. S., & Probosari, E. (2015). Hubungan Asupan Protein Nabati dengan Kadar Asam Urat di Puskesmas Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara. Diponegoro University.

Suiraoka, I. P. (2012). Penyakit degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika, 45-51.

Yenrina, I. R., Krisnatuti, I. D., & Rasjmida, D. (2014). Diet Sehat Untuk Penderita Asam Urat: Penebar Swadaya Grup.

Gambar

Tabel  1  menunjukkan  bahwa  dari  41  responden yang menderita penyakit asam  urat  (kasus)  berdasarkan  kebiasaan  berolahrga  terdapat  36 responden  (87.8%) berisiko  dan 5  responden  (12.2%)  yang  tidak  berisiko

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Status Gizi Ibu dan Anak dengan Kejadian Penyakit Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Teras Kabupaten Boyolali... Hubungan Antara Status Imunisasi

hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian penyakit campak di Wilayah Kerja Puskesmas Teras Kabupaten Boyolali..

dan olahraga dengan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja. Puskesmas

Faktor risiko apakah yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. di wilayah kerja

Antara Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Lansia dalam Upaya Pencegahan. Penyakit Asam Urat” belum

Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gout Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa lansia

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2011.. ix+ 74 halaman, 6 tabel, 3 gambar,

Dikarenakan banyaknya keluhan masyarakat di wilayah kerja Poskesdes Salo Dua terkait dengan penyakit asam urat yang dialami bukan hanya pada lansia saja namun juga dialami oleh