FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARSOBURAN
KECAMATAN SIANTAR MARIHAT PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh:
071000126
MARGARET ELISABETH MANIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARSOBURAN
KECAMATAN SIANTAR MARIHAT PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 071000126
MARGARET ELISABETH MANIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,70%. Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58%. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi terkait dengan beberapa faktor yaitu pendidikan, riwayat keluarga, dan aktivitas fisik.
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 dilakukan penelitian survei analitik melalui pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua lansia yang berkunjung di tiga posyandu lansia pada Agustus 2011 yang berjumlah 105 orang (total sampling). Analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh point prevalence rate hipertensi 30,50%, proporsi responden hipertensi tertinggi pada kelompok umur ≥60 tahun (31,70%), jenis kelamin perempuan (31,60%), pendidikan SD (54,50%), pensiunan/ tidak bekerja (33,30%), ada riwayat keluarga (70,60%), obesitas (34,40%), aktivitas fisik tidak cukup (47,60%), dan merokok (32,40%). Hasil analisis bivariat terdapat 3 variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan hipertensi lansia yaitu pendidikan (p=0,016), riwayat keluarga (p=0,000; RP=3,106), dan aktivitas fisik (p=0,002; RP=2,500).
Kepada petugas posyandu lansia agar terus menggalakkan kegiatan senam lansia setiap minggunya sehingga risiko terjadinya hipertensi pada lansia dapat dihindari, dan agar lebih memberdayakan kader posyandu guna penyuluhan yang lebih baik kepada lansia tentang faktor-faktor risiko hipertensi.
ABSTRACT
Nowadays, hypertension is still become the health problem because it is always found as The Silent Killer disease (oftenly found without any symptom). The result of the Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas) Balitbangkes in 2007 shown that the prevalence rate of hypertension reached 31,70% nation-wide. According to the research by Yulia in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Sering (2011), as put it, by using the design of the cross sectional research, the proportion of the elderly hypertension was 35,58%. Hypertension was the number three cause of the mortality after stroke and tuberculosis, with PMR (Proportional Mortality Rate) to 6,70% of the population mortality of all agings in Indonesia. Hypertension associated with several factors, i.e. education, history of family, and physical activities.
To determine factors associated with elderly hypertension in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Parsoburan in 2011 conducted an analytic survey research by using cross sectional approach. Population is all elderly who visit three Elderly Integrated Service in August 2011, amounting to 105 people (total sampling). Data analysis performed by univariate and bivariate.
Based on the results of the research shown that point prevalence rate of hypertension was 30,50%, the highest proportion of hypertension of the respondents at the category ages of ≥60 years old (31,70%), female gender (31,60%), education SD (54,50%), retired/ unemployed (33,30%), family history (70,60%), obesity (34,40%), inadequate physical activity (47,60%), and smoking (32,40%). The results of bivariate analysis shown that 3 variables had a significant association with the elderly hypertension, i.e. education (p=0,016), history of family (p=0,000; RP=3,106), and physical activities (p=0,002; RP=2,500).
The officials of the Elderly Integrated Service Post would have to carry out an adequate physical activities once a week so that the risk of elderly hypertension could be avoided, and to enhance the capacity of the Integrated Service Post cadres for better health promotion about the risks factor of hypertension.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Margaret Elisabeth Manik
Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar/ 13 Juni 1989
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Anak ke : 2 dari 3 Bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Jamin Ginting Gg. Sarmin No. 71 Medan 20155
Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Kristen Kalam Kudus P. Siantar 1995
2. SMP Swasta Kristen Kalam Kudus P. Siantar 2001
3. SMA Negeri 3 P. Siantar 2004
4. FKM USU Medan 2007
Riwayat Organisasi : 1. Pengurus POMK FKM USU 2010
KATA PENGANTAR
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku.” Puji syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan kekuatan yang
daripadaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar Tahun 2011. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan FKM USU.
2. Ibu dr. Rusmalawaty selaku dosen pembimbing akademik.
3. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes. selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU
dan dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak drs. Jemadi, M.Kes. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu drh. Hiswani, M.Kes. dan Bapak dr. Heldy B.Z., MPH selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk penyempurnaan skripsi
ini.
7. Kepala Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat dan penanggungjawab
posyandu lansia yang telah memberikan izin penelitian.
8. Keluarga tersayang, Papa dan Mama, Kak Mega, Bang Agus, Marissa, Helena,
Uda dan semua keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat.
9. Teman-teman di pengurus UKM KMK USU (Bang Candra, Meylona, Rani, Trya,
dan Sandy), adik-adik kelompok (Sailent, Siti, Putri, Vebri, Novtalin, Stephanie,
dan Windy), teman-teman KTB (Kak Decy, Lia, Melda, Berlina, dan Kak
Eriama), teman-teman satu kost (Agustini, Lia, Rani, dan Rotua), yang telah
memberikan dukungan doa dan semangat.
10. Teman-teman Epidemiologers yang telah membantu penulis di kala menghadapi
kesulitan dalam penyusunan skripsi.
Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
2.8.1. Distribusi Penderita Hipertensi... 17
2.8.2. Determinan Penderita Hipertensi... 19
6.2.8. Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi ... 62
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
7.1. Kesimpulan ... 64
7.2. Saran... ... 65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Kuesioner
2. Formulir Pengukuran TD, TB, dan BB Lansia 3. Master Data
4. Output Data
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 42
Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 43
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 44
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Gizi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 45
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 45
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 46
Tabel 5.7. Hubungan Umur ≥60 Tahun dan <60 Tahun dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011... ... 47
Tabel 5.8. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 48
Tabel 5.9. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 48
Tabel 5.10. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 49
Tabel 5.12. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 50
Tabel 5.13. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 51
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 53
Gambar 6.2. Hubungan Umur ≥60 Tahun dan <60 Tahun dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011... ... 54
Gambar 6.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 55
Gambar 6.4. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 56
Gambar 6.5. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 57
Gambar 6.6. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 58
Gambar 6.7. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 59
Gambar 6.8. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 61
ABSTRAK
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,70%. Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58%. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi terkait dengan beberapa faktor yaitu pendidikan, riwayat keluarga, dan aktivitas fisik.
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 dilakukan penelitian survei analitik melalui pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua lansia yang berkunjung di tiga posyandu lansia pada Agustus 2011 yang berjumlah 105 orang (total sampling). Analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh point prevalence rate hipertensi 30,50%, proporsi responden hipertensi tertinggi pada kelompok umur ≥60 tahun (31,70%), jenis kelamin perempuan (31,60%), pendidikan SD (54,50%), pensiunan/ tidak bekerja (33,30%), ada riwayat keluarga (70,60%), obesitas (34,40%), aktivitas fisik tidak cukup (47,60%), dan merokok (32,40%). Hasil analisis bivariat terdapat 3 variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan hipertensi lansia yaitu pendidikan (p=0,016), riwayat keluarga (p=0,000; RP=3,106), dan aktivitas fisik (p=0,002; RP=2,500).
Kepada petugas posyandu lansia agar terus menggalakkan kegiatan senam lansia setiap minggunya sehingga risiko terjadinya hipertensi pada lansia dapat dihindari, dan agar lebih memberdayakan kader posyandu guna penyuluhan yang lebih baik kepada lansia tentang faktor-faktor risiko hipertensi.
ABSTRACT
Nowadays, hypertension is still become the health problem because it is always found as The Silent Killer disease (oftenly found without any symptom). The result of the Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas) Balitbangkes in 2007 shown that the prevalence rate of hypertension reached 31,70% nation-wide. According to the research by Yulia in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Sering (2011), as put it, by using the design of the cross sectional research, the proportion of the elderly hypertension was 35,58%. Hypertension was the number three cause of the mortality after stroke and tuberculosis, with PMR (Proportional Mortality Rate) to 6,70% of the population mortality of all agings in Indonesia. Hypertension associated with several factors, i.e. education, history of family, and physical activities.
To determine factors associated with elderly hypertension in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Parsoburan in 2011 conducted an analytic survey research by using cross sectional approach. Population is all elderly who visit three Elderly Integrated Service in August 2011, amounting to 105 people (total sampling). Data analysis performed by univariate and bivariate.
Based on the results of the research shown that point prevalence rate of hypertension was 30,50%, the highest proportion of hypertension of the respondents at the category ages of ≥60 years old (31,70%), female gender (31,60%), education SD (54,50%), retired/ unemployed (33,30%), family history (70,60%), obesity (34,40%), inadequate physical activity (47,60%), and smoking (32,40%). The results of bivariate analysis shown that 3 variables had a significant association with the elderly hypertension, i.e. education (p=0,016), history of family (p=0,000; RP=3,106), and physical activities (p=0,002; RP=2,500).
The officials of the Elderly Integrated Service Post would have to carry out an adequate physical activities once a week so that the risk of elderly hypertension could be avoided, and to enhance the capacity of the Integrated Service Post cadres for better health promotion about the risks factor of hypertension.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu dengan adanya
transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah
terjadinya perubahan pola penyakit dan kematian yang ditandai dengan beralihnya
penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke
penyakit non-infeksi. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh
keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini
juga telah terjadi di negara Indonesia sehingga menjadi salah satu tantangan dalam
pembangunan bidang kesehatan.
Salah satu ciri kependudukan abad ke-21 antara lain adalah meningkatnya
pertumbuhan penduduk lanjut usia yang sangat cepat. Jumlah penduduk lansia (≥65
tahun) akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2025 yaitu menjadi sekitar
828 juta jiwa atau sekitar 9,70% dari total seluruh penduduk dunia. 1
2
Menurut Badan
Pusat Statistik Republik Indonesia (2011), jumlah penduduk yang berusia ≥45 tahun
ada 45.123.871 jiwa (21,14%).
Gejala menuanya struktur penduduk (aging population) juga terjadi di
Indonesia, karena kini berada dalam tahapan transisi domografi, epidemiologi,
ekonomi, dan sosial budaya sebagai akibat keberhasilan pembangunan nasional. Hal
ini memberi dampak pada semakin meningkatnya umur harapan hidup. Peningkatan
umur harapan hidup ini terutama disebabkan oleh menurunnya angka kematian bayi
cukup, ditingkatkannya teknologi persalinan, meningkatnya teknologi diagnostik, dan
terapi. Di samping itu, pengetahuan tentang teknologi promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit semakin meningkat, misalnya dalam hal gizi, imunisasi, cara
menghindari faktor risiko penyakit, dan ditemukannya teknologi untuk menurunkan
angka kelahiran.
Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu indikator keberhasilan
pembangunan selama ini membawa pula akibat semakin banyaknya penduduk berusia
lanjut. Dampak meningkatnya jumlah lansia ini dapat dilihat pada pola penyakit yang
semakin bergeser ke arah penyakit-penyakit degeneratif di samping masih adanya
penyakit-penyakit infeksi. Kemunduran fungsi organ pada lansia menyebabkan
kelompok ini rawan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti diabetes melitus,
stroke, gagal ginjal, dan hipertensi. 2
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The
Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala).
4
5
Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara
nasional mencapai 31,70%.6 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 khusus penyakit tidak menular, prevalensi hipertensi di Provinsi Sumatera
Utara ada di urutan keempat yaitu sebesar 5,80% setelah sakit persendian, jantung,
dan gangguan mental emosional. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias
Selatan 9,60% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,40%.
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia.
7
5
sejalan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut.8 Prevalensi hipertensi di
kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di
atas umur 60 tahun.9 Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah
Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross
sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58%.
Di Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Kota Pematangsiantar,
hipertensi ada di urutan kedua dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2010.
Jumlah kunjungannya yaitu sebesar 1.362 kunjungan (18,50%). Proporsi penderita
hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Parsoburan selama tahun 2010
adalah 12,03% (61 orang dari 507 orang).
10
Berdasarkan laporan bulanan posyandu lansia bulan April 2011 diketahui
bahwa ada 122 lansia yang berkunjung ke posyandu lansia (51 orang dari Posyandu
Lansia Fatmos HKBP, 21 orang dari Posyandu Lansia Senja Bahagia, dan 50 orang
dari Posyandu Lansia Senja Tertawa). Proporsi penderita hipertensi pada lansia yang
berkunjung ke posyandu lansia selama bulan April 2011 adalah 26,23% (32 orang
dari 122 orang).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di
Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada
lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Prevalence Rate (PR) hipertensi pada lansia di posyandu
lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011
b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor intrinsik (umur, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga) dengan kejadian hipertensi pada lansia di
posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011
c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor ekstrinsik (pendidikan,
pekerjaan, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok) dengan
kejadian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas
Parsoburan tahun 2011
d. Untuk mengetahui Ratio Prevalence (RP) umur, jenis kelamin, pekerjaan,
riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas
Parsoburan tahun 2011.
1.4. Manfaat
a. Masukan bagi Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat
b. Masukan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan dan dapat dijadikan
referensi
c. Bagi penulis adalah sebagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan
dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tekanan Darah dan Hipertensi 2.1.1. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip dengan
tekanan dari air (darah) di dalam pipa air (arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari
keran (jantung) makin besar tekanan dari air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk
atau mengecil diameternya (seperti pada atherosklerosis), maka tekanan akan sangat
meningkat.
Pada umumnya tekanan darah bergantung pada beberapa faktor berikut: 11
1. Banyaknya darah yang dialirkan
12
2. Banyaknya darah yang ada di perifer
3. Elastisitas pembuluh darah
4. Kepekatan darah (viskositas)
5. Tekanan darah di perifer.
Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan
darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan
aktivitas fisik. Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali menjadi
normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi, maka disebut sebagai hipertensi atau
tekanan darah tinggi.
Sesuai dengan kebiasaan yang dikerjakan di praktek klinik dan laboratorium,
raksa atau mmHg.13 Pengukuran tekanan darah menggunakan alat yang disebut
sfignomanometer. Manset dari sfignomanometer diletakkan di atas arteri brakialis.
Stetoskop juga digunakan untuk mendengar denyut. Tekanan dinaikkan hingga tidak
terdengar denyut lagi. Hal ini terjadi karena tekanan manset melebihi tekanan darah
sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Kemudian,
secara perlahan-lahan tekanan manset dikurangi sehingga terdengar bunyi “dup”
pertama (Korotkoff I). Denyut pertama ini menggambarkan tekanan darah sistolik
dan pada saat ini pembuluh darah yang sebelumnya tidak teraliri darah mulai
mengalirkan darah kembali. Denyutan terdengar disebabkan penyempitan pembuluh
darah mengakibatkan aliran laminar/ turbulen dari darah yang perlahan memasuki
pembuluh darah. Ketika tekanan manset terus diturunkan secara perlahan, bunyi
denyut juga akan terdengar menurun sehingga akhirnya menghilang. Bunyi denyut
terakhir menggambarkan tekanan darah diastolik (Korotkoff V). Bunyi denyut
akhirnya menghilang karena tekanan manset telah turun di bawah tekanan pembuluh
darah sehingga tidak ada tahanan lagi. Tekanan darah ini sangat penting dalam sistem
sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam
arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga terbentuklah suatu aliran darah
yang menetap.14
Tekanan normal darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah
terdiri dari tekanan sistolik yang berkisar antara 95 sampai dengan 140 mmHg, dan
tekanan ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia. Di lain pihak tekanan
diastolik berkisar antara 60 sampai dengan 90 mmHg. Walaupun demikian tekanan
tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik. Kedua tekanan tersebut
merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung sebagai pompa dan
menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri secara terus-menerus tiada
henti-hentinya.
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai
hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada
umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah
hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok. 13
2.1.2. Pengertian Hipertensi
13
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik, atau kedua-duanya
secara terus-menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada
arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan darah diastolik berkaitan
dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara
dua denyutan.11
Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai
dalam praktek klinik sehari-hari.15 Menurut Joint National Committe on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure tahun 2003, hipertensi adalah
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah tinggi sampai maligna.
atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering
kali dapat diperbaiki.16
Peningkatan tekanan darah memberikan gejala yang akan berlanjut ke suatu
organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh
darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung). Hipertensi
menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi, dengan target
organ di otak yang berupa stroke.
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara:
17
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya. 18
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan
kaku karena atherosklerosis.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
Batasan hipertensi sulit untuk dirumuskan, biasanya secara arbitrary. Karena
bentuk kurva seperti bel dan kontinyu, maka tidak ada batas jelas antara normotensi
dan hipertensi. Batasan (definisi) hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional.
Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Commitee (JNC) VII:
19
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi
20
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 ≥160 atau ≥100
2.2. Lanjut Usia 2.2.1. Pengertian Lansia
Proses menua adalah proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah,
dimulai sejak lahir dan umum dialami pada semua makhluk hidup. Lansia bukanlah
suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia (bayi, kanak-kanak,
dewasa, tua, lanjut usia).
Batasan-batasan lansia menurut WHO, meliputi: 21
a. Usia pertengahan (middle age), antara 45 sampai 59 tahun 16
b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old), antara 75 dan 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun.
2.2.2. Kesehatan Lansia
Pada umumnya usia tua penuh dengan berbagai gangguan kesehatan. Hal itu
muda tetapi masa tua memang ditandai dengan berbagai kemunduran fungsi tubuh.
Kemunduran itu bersifat fisiologis dan berjalan secara alamiah. Hingga saat ini belum
ada obat atau cara pencegahan penurunan fisiologis pada lansia. Tapi tetap saja
mungkin untuk sehat pada lansia. Hal-hal yang bisa dilakukan dan harus senantiasa
dilakukan untuk tetap sehat pada lansia adalah menjaga kesehatan dengan baik,
mengonsumsi makanan yang bergizi, berolahraga teratur sesuai usia, menjauhkan
pikiran dari pengaruh lingkungan yang negatif, dan secara periodik berkonsultasi
pada dokter minimal 3 bulan sekali.22
2.3. Posyandu Lansia
Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Posyandu direncanakan dan dikembangkan
oleh kader bersama Kepala Desa dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD). Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat
setempat yang disetujui oleh LKMD dengan syarat mau dan mampu bekerja secara
sukarela, dapat membaca dan menulis huruf latin, dan mempunyai cukup waktu untuk
bekerja bagi masyarakat.
Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan
terhadap lansia di tingkat desa/ kelurahan di masing-masing wilayah kerja puskesmas.
dilatarbelakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar
pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama lansia.
Adapun tujuan umum posyandu lansia adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
24
25
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia,
mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan
(5 meja) sebagai berikut:
1. Tahap pertama: pendaftaran anggota posyandu lansia sebelum pelaksanaan
pelayanan.
25
2. Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia serta
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
3. Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan
status mental.
4. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana).
5. Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling.
2.4. Patofisiologi Hipertensi Pada Lansia
Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah
perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah
disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plague yang
darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dekompensasi
dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran
peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.
Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia lanjut
(lansia). Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang. Di sini
terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah, sehingga terjadi
kekakuan pembuluh darah. Keadaan ini diperberat dengan terjadinya penimbunan
lemak di lapisan dalam pembuluh darah. Tekanan darah tinggi pada orang lansia yang
sering tampak adalah bagian sistol, atau yang terekam paling atas dari alat pengukur
tekanan darah.
17
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik
terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya
hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor
risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. 22
26
2.5. Klasifikasi Hipertensi
Dikenal berbagai pengelompokan hipertensi:
1. Menurut kausanya
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer), adalah hipertensi yang penyebabnya
tidak diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi
esensial kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan
pembuluh darah yang kemungkinan bersama-sama menyebabkan
multifaktor yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Pengaruh
faktor gentik ini sangat bervariasi, dilaporkan sekitar 15% pada populasi
tertentu sampai dengan 60% pada populasi lainnya. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi tekanan darah antara lain obesitas, stres, peningkatan asupan
natrium, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan lain-lain.28 Pada hipertensi esensial, diastolik meninggi saat berdiri, penurunan menunjukkan hipertensi
sekunder.
b. Hipertensi sekunder, adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar
1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB). 29
27
Hipertensi sekunder juga bisa disebabkan oleh penyakit/
keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma
Conn), dan sindroma Cushing.
2. Menurut gangguan tekanan darah 28
a. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja
b. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik.
3. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah 17
a. Hipertensi ringan
b. Hipertensi sedang
2.6. Gejala Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala.30 Namun demikian, secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan
dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan
adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan
anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan
yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk
memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat
kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.
27
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, maka dapat
menunjukkan gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, dan
pandangan menjadi kabur.
27
27
2.7. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut,
yaitu:
a.. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung dan
semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang
disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan
menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan
tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut
gagal jantung.
b. Otak 5
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke.5 Tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke
iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat
pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya adalah tekanan
darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara
sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun
komplikasinya dapat menjadi lebih serius.
c. Ginjal
31
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem
penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
d. Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,
sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitif terhadap
cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vaskular retina. Penyakit ini dapat
menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal penyakit jantung.31
2.8. Epidemiologi Hipertensi
2.8.1. Distribusi Penderita Hipertensi
a. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Orang
Tekanan darah tinggi lumrah bagi pasien yang sudah berusia lanjut (lansia).
Ini karena terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah bagian dalam. Hal ini
karena sebelumnya terjadi pengendapan lemak di dinding pembuluh darah.22 Berdasarkan hasil Riskesdas Balitbangkes tahun 2007, hipertensi tampak meningkat
sesuai peningkatan umur responden. Prevalensi hipertensi pada responden yang
berumur 45-54 tahun (42,40%), 55-64 tahun (53,70%), 65-74 tahun (63,50%), dan
>75 tahun (67,30%).32
Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara
merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah
terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita
meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan
pada wanita daripada pria.17 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Balitbangkes tahun 2007, prevalensi hipertensi (pada kelompok umur >18 tahun)
Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi pada orang berkulit hitam, yaitu 3 kali
lebih sering dibandingkan orang berkulit putih. Perbedaan ini timbul akibat perbedaan
genetik kedua populasi tersebut. Hipertensi pada orang keturunan Afrika lebih sensitif
terhadap garam dalam pola makan, yang diperkirakan berkaitan dengan sistem
renin-angiotensin. Orang berkulit hitam memiliki kadar renin yang lebih rendah.31
Berdasarkan hasil penelitian Yulia (2010) yang dilakukan di Posyandu Lansia
wilayah kerja Puskesmas Sering Medan Tembung, diketahui bahwa prevalensi
hipertensi pada kelompok lansia yang bekerja (31,58%) dan pada kelompok yang
tidak bekerja (37,88%). Berdasarkan hasil penelitian yang sama, diketahui bahwa
prevalensi hipertensi pada kelompok lansia yang memiliki kebiasaan merokok
(70,97%) dan pada kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok (20,55%).
b. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat
10
Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain
dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan
risiko hipertensi seperti stres, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok,
alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup
seperti perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung
banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa
konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti
hipertensi.9 Tetapi hal ini sedikit berbeda dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi
Yulia (2010), didapatkan bahwa prevalensi hipertensi di Posyandu Lansia wilayah
kerja Puskesmas Sering Medan Tembung tahun 2010 adalah 35,58%.
c. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu
10
Di Indonesia berdasarkan hasil survei INA-MONICA (Multinational
Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease) tahun 1988
angka hipertensi mencapai 14,90%, jumlah penderita hipertensi terus meningkat
hingga 16,90% pada survei 5 tahun kemudian.34 Di Jawa Tengah, berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, proporsi kasus hipertensi dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tidak menular
secara keseluruhan, pada tahun 2004 proporsi kasus hipertensi sebesar 17,34%,
meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami
peningkatan menjadi 39,47%.
2.8.2. Determinan Penderita Hipertensi 9
Faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor risiko hipertensi adalah:
1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi.Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring
bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala umur, namun paling sering
dijumpai pada orang berumur 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan
darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Tetapi bila perubahan
Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi
pada kelompok umur 56-65 tahun jika dibandingkan dengan kelompok umur 25-35
tahun adalah 74,73.
2. Jenis Kelamin 9
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi.9 Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria.
Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah
pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak
ditemukan pada wanita daripada pria.16 Hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.35 Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada wanita jika dibandingkan dengan pria adalah
0,79.
3. Etnis 9
Penelitian klinis yang melibatkan sejumlah besar orang menunjukkan bahwa
orang keturunan Afrika atau Afro-Karibia memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan orang Kaukasia (berkulit putih). Hipertensi pada orang keturunan
Afrika lebih sensitif terhadap garam dalam pola makan, yang diperkirakan berkaitan
dengan sistem renin-angiotensin. Orang berkulit hitam memiliki kadar renin yang
lebih rendah.
4. Hereditas 31
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga
kali lipat.9 Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih
mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah
dibandingkan dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan,
dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status sosial), berperan
besar dalam menentukan tekanan darah.31 Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang memiliki riwayat
keluarga hipertensi jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga
hipertensi adalah 6,29.
5. Stres Psikologis 9
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
Berdasarkan hasil penelitian Hasurungan di Kota Depok (2002) dengan menggunakan
desain penelitian case control, menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden
yang mengalami stres psikologis jika dibandingkan dengan yang tidak stres
6. Pola Makan
a. Mengonsumsi garam dan lemak tinggi
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar,
sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian
Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang memiliki
kebiasaan mengonsumsi makanan asin jika dibandingkan dengan yang tidak adalah
4,57.9 Lemak trans (ditemukan pada makanan yang diproses, misalnya biskuit dan margarin) dan lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk
daging, dan krim) telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.
Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan dapat
menyumbat peredaran darah.31 Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007),
menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang memiliki kebiasaan
mengonsumsi lemak jenuh jika dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi
lemak jenuh adalah 2,01.
b. Jarang mengonsumsi sayur dan buah 9
Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pemakan
daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan
7. Gaya Hidup
a. Olahraga tidak terarur
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Berdasarkan
hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada
responden yang tidak memiliki kebiasaan berolah raga jika dibandingkan dengan
yang memiliki kebiasaan berolah raga adalah 2,35.
b. Kebiasaan merokok
9
Selain dari lamanya kebiasaan merokok, risiko merokok terbesar tergantung
pada jumlah rokok yang diisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat
kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang
masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri
dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau
merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama.
Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh
darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam
beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan
memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja
maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan
darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap
rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan
menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada
pada level tinggi sepanjang hari. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007),
menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden perokok berat (>20 batang/ hari)
jika dibandingkan dengan yang bukan perokok adalah 2,47.
c. Mengonsumsi alkohol
9
Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari meningkatkan
risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol
meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi
kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum minuman beralkohol berlebihan akan
merusak jantung dan organ-organ lain. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007),
menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang sering mengonsumsi
alkohol (≥3 kali/ minggu) jika dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi
alkohol adalah 4,86.
8. Obesitas 9
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan
tubuh menahan natrium dan air. Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko
relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto
(2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang obesitas jika
dibandingkan dengan yang tidak adalah 2,04.9
2.9. Pencegahan Hipertensi 2.9.1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap
hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh adanya
peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan senam
kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi.
2.9.2. Pencegahan Primer
37
Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang
menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi
terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan primer terhadap hipertensi
antara lain:
1. Pola Makan yang Baik
a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi
Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan tekanan darah
hingga ke tingkat yang membahayakan. Panduan terkini dari British Hypertension
Society menganjurkan asupan natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4 gram sehari.
Jumlah tersebut setara dengan 6 gram garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari.
Penting untuk diingat bahwa banyak natrium (sodium) tersembunyi dalam makanan,
terutama makanan yang diproses.31 Mengurangi asupan garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram garam) bisa menurunkan TDS 2-8 mmHg.39 Lemak dalam
diet meningkatkan risiko terjadinya atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.9 Mengurangi diet lemak dapat
menurunkan tekanan darah TDS/TDD 6/3 mmHg.
b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah 17
Jenis makanan ini sangat baik untuk melawan penyakit hipertensi. Dengan
mengonsumsi sayur dan buah secara teratur dapat menurunkan risiko kematian
akibat hipertensi, stroke, dan penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah,
dan mencegah kanker. Sayur dan buah mengandung zat kimia tanaman
sayur dan buah dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1
mmHg.
2. Perubahan Gaya Hidup 17
a. Olahraga teratur
Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, karena kedua sifat
inilah yang dapat menurunkan tekanan darah.31 Olahraga aerobik maksudnya
olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih
dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, dan bersepeda. Aktivitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi
(pembakaran kalori). Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 30
menit perhari dengan baik dan benar. Salah satu manfaat dari aktivitas fisik yaitu
menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal. Contoh dari aktivitas fisik
yang dapat menjaga kestabilan tekanan darah misalnya turun bus lebih awal menuju
tempat kerja yang kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang
berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit berjalan kaki menuju
rumah, atau membersihkan rumah selama 10 menit, dua kali dalam sehari ditambah
10 menit bersepeda, dan lain-lain.39 Melakukan olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-8 mmHg. Latihan fisik isometrik seperti
angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari pada penderita
hipertensi.17 Di usia tua, fungsi jantung dan pembuluh darah akan menurun, demikian juga elastisitas dan kekuatannya. Tetapi jika berolahraga secara teratur,
b. Menghentikan rokok
Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan
menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah
meningkat. Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat
untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.
c. Membatasi konsumsi alkohol
38
Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari pola makan yang
sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan. Namun demikian, minum alkohol
secara berlebihan telah dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah. Pesta minuman
keras (binge drinking) sangat berbahaya bagi kesehatan karena alkohol berkaitan
dengan stroke. Wanita sebaiknya membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 14
unit per minggu dan laki-laki tidak melebihi 21 unit perminggu.31 Menghindari konsumsi alkohol bisa menurunkan TDS 2-4 mmHg.
3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan
40
Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat badan adalah
salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi. Dibandingkan dengan yang
kurus, orang yang gemuk lebih besar peluangnya mengalami hipertensi. Penurunan
berat badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui perubahan pola makan
dan olahraga secara teratur.38 Menurunkan berat badan bisa menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB.
2.9.3. Pencegahan Sekunder 40
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang sudah pernah
para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit, yaitu
melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Dalam pencegahan ini dilakukan
pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan juga kepatuhan berobat bagi orang yang
sudah pernah menderita hipertensi.
a. Diagnosis Hipertensi
38
Data yang diperlukan untuk diagnosis diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis
hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai
faktor bisa mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat, dan
tempat pengukuran. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya, apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktivitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan
faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan
fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit,
kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.
b. Penatalaksanaan Hipertensi
9
(i). Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang
nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian
penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting
diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal: 9
1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan atherosklerosis 9
2. Olahraga dan aktivitas fisik
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
b. Diet rendah lemak jenuh
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan, dan susu rendah lemak
4. Menghilangkan stres.
(ii). Penatalaksanaan Farmakologis
Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi
primer adalah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi
berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya
kerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler
atau faktor risiko lain. Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat
menurunkan sistol dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau
lebih.
2.9.4. Pencegahan Tersier 9
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat atau kematian. Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier ini yaitu
dapat memperberat hipertensi.38 Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan follow up
penderita hipertensi yang mendapat terapi dan rehabilitasi. Follow up ditujukan untuk
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat
digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Faktor intrinsik adalah ciri khas yang tidak dapat diubah dan melekat di dalam
pribadi individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas
Parsoburan tahun 2011 yang terdiri atas umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga.
3.2.2. Faktor ekstrinsik adalah ciri khas yang dapat diubah dan melekat di dalam
pribadi individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Kejadian Hipertensi 1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Riwayat Keluarga
6. Status Gizi
7. Aktivitas Fisik
Parsoburan tahun 2011 yang terdiri atas pendidikan, pekerjaan, status gizi, aktivitas
fisik, dan kebiasaan merokok.
3.2.3. Tekanan darah diperiksa melalui manset di sekitar lengan, khususnya lengan
bagian atas. Selain itu juga digunakan alat bantu dengar seperti stetoskop. Tekanan
darah dikelompokkan atas:
1. TDS ≥140 mmHg dengan TDD ≥90 mmHg atau TDS ≥140 mmHg dengan TDD <90 mmHg (Hipertensi Sistolodiastolik atau Hipertensi Sistolik Terisolasi)
2. TDS <140 mmHg dan TDD <90 mmHg (Bukan Hipertensi).
3.2.4. Umur adalah usia individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja
Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan menurut WHO:
1. Usia pertengahan, antara 45-59 tahun 2. Lanjut usia, antara 60-74 tahun 3. Lanjut usia tua, antara 75-90 tahun.
Untuk tabulasi silang, variabel umur dikategorikan menjadi:
1. Umur ≥60 tahun 2. Umur <60 tahun.
3.2.5. Jenis kelamin adalah jenis kelamin individu penduduk lansia di posyandu
lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:
1. Laki-laki 2. Perempuan.
3.2.6. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh individu
penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun
2011, dikategorikan atas:
1. Tidak tamat SD/ tidak sekolah 2. SD
3. SLTP 4. SLTA
3.2.7. Pekerjaan adalah pekerjaan individu penduduk lansia di posyandu lansia
wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:
1. Pensiunan/ tidak bekerja 2. Bekerja.
3.2.8. Riwayat keluarga adalah riwayat penyakit hipertensi pada orang tua individu
penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun
2011, dikategorikan atas:
1. Ada 2. Tidak ada.
3.2.9. Status gizi adalah keadaan gizi pada individu penduduk lansia di posyandu
lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 yang diukur dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi
badan (m2
1. Kurus bila IMT ≤18,5 kg/m ), dikategorikan atas:
2. Normal bila IMT 19,0-25,0 kg/m 2
3. Obesitas bila IMT >25,0 kg/m 2 2
.
Untuk melihat Ratio Prevalence, variabel status gizi dibagi atas:
1. Obesitas
2. Bukan obesitas (kurus dan normal).
3.2.10. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran
tenaga dan energi (pembakaran kalori) yang dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit
perhari (misalnya berjalan kaki, membersihkan rumah, menyetrika, menyuci pakaian,
dan lain-lain) yang dilakukan oleh individu penduduk lansia di posyandu lansia
wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:
3.2.11. Kebiasaan merokok adalah kebiasaan merokok individu penduduk lansia di
posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan
atas:
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Observasional Analitik menggunakan Desain Cross
Sectional. Studi Cross Sectional merupakan sebuah studi yang meneliti hubungan
antara penyakit (atau karakteristik lain berkaitan kesehatan) dan variabel-variabel
lainnya yang menarik perhatian dan terdapat dalam suatu populasi tertentu pada suatu
waktu.42
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di posyandu lansia yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar. Posyandu lansia
terdiri dari Posyandu Lansia Fatmos HKBP, Posyandu Lansia Senja Bahagia, dan
Posyandu Lansia Senja Tertawa.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan November 2011.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berkunjung di tiga
posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan pada Agustus 2011 yang
Posyandu Lansia Fatmos HKBP sebanyak 31 lansia, Posyandu Lansia Senja Bahagia
sebanyak 28 lansia, dan Posyandu Lansia Senja Tertawa sebanyak 46 lansia.
, 4.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berkunjung di tiga
posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan pada Agustus 2011, besar
sampel sama dengan besar populasi (total sampling).
4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lansia dengan
metode wawancara langsung yang dilakukan di posyandu lansia dengan
menggunakan kuesioner tertutup. Data-data tersebut adalah data karakteristik lansia
(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), riwayat keluarga, status gizi, aktivitas
fisik, dan kebiasaan merokok.
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari posyandu lansia berupa
hasil pengukuran tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan lansia pada Agustus
2011.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
1. Kuesioner, yang berisi data karakteristik lansia (umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan), dan pertanyaan tentang riwayat keluarga, status gizi,
2. Timbangan dan meteran.
3. Tensimeter dan stetoskop.
4.6. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan
komputer yaitu program SPSS (Statistical Product and Service Solution) melalui
tahapan editing, coding, dan entry data. Jenis analisis yang dilakukan adalah:
4.6.1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau
besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.
4.6.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi, aktivitas
fisik, dan kebiasaan merokok) dan variabel terikat (hipertensi), dengan menghitung
ratio prevalence (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi,
aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok). Untuk mengetahui kemaknaan dilakukan uji
chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
Pengukuran ratio prevalence dilakukan dengan menggunakan rumus:
RP = A/(A+B) : C/(C+D)
43
Keterangan:
A/(A+B) = proporsi (prevalens) subjek yang mempunyai faktor risiko yang
C/(C+D) = proporsi (prevalens) subjek tanpa faktor risiko yang mengalami
hipertensi.
4.7. Penyajian Data