• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang Di Kota Medan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Sy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang Di Kota Medan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Sy"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI AIR MINUM DEPOT ISI ULANG DI KOTA MEDAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR

907/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

KARTINI ELISABET PURBA NIM : 070200188

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI AIR MINUM DEPOT ISI ULANG DI KOTA MEDAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR

907/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

KARTINI ELISABET PURBA NIM : 070200188

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Disetujui oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. HASIM PURBA, S.H., M.Hum. NIP. 19660303 198508 1 004

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

PROF. Dr. TAN KAMELLO, S.H., M.Sc. NIP. 19620421 198803 1 004

Dr. DEDI HARIANTO, S.H., M.Hum. NIP. 19690820 199512 1 001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah

memberikan Penulis kekuatan dan kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam

Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang Di Kota Medan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum”.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib untuk meraih

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis

menyadari bahwa ide-ide yang Penulis tuangkan dalam penulisan skripsi ini

tidaklah datang dengan begitu saja, tetapi melalui proses pembelajaran yang

panjang yang Penulis telah lewati pada bangku perkuliahan di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, perkenankanlah Penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh dosen atau

staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memandu

jalan Penulis di dalam hukum yang serba abstrak ini. Selain itu Penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih secara khusus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) , selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

(4)

3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Departemen

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I;

5. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II;

6. Bapak Mulhadi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali selama Penulis menjadi

mahasiswa di Fakultas Hukum USU;

7. Bapak Edy Ikhsan, S.H selaku Dosen yang selama ini memberikan wejangan

dan nasehat-nasehat yang membangun dalam menjalani perkuliahan.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen beserta staf di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara;

9. Kedua orang tua Penulis, Ayahanda Digdo P. Siboro dan Ibunda Emilia

Korniati,S.Pd., yang tak henti-hentinya mencurahkan segala perhatian dan

kasih sayang kepada Penulis hingga saat ini. Semoga mereka selalu diberikan

kesehatan dan kemurahan dalam segala hal oleh Bapa di Surga;

10.Kakak Penulis yang berada jauh dari Penulis saat ini, Desi Arisanti P. Siboro,

S.E. berserta suaminya Bang Mekson Simatupang, serta adik-adik Penulis

tersayang, Bernardus Saud P. Siboro, Eldo Immanuel Siboro, dan Kristian

Jossi Dominanda Siboro;

11.Rekan-rekan di Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI)

Cabang Medan, seperti Bang Hamdani Parinduri,S.H., Bang Jontri Situmorang

S.H., Kiki Fitri, S.H., Theresia Simanjuntak,S.H., Lestari Sinaga,S.H, Sarah

Simanjuntak,S.H., Arif Iskandar, Nawir Hasibuan, Alboin Pasaribu, dan

(5)

sebutkan satu per satu. Biarlah PERMAHI Cabang Medan menjadi kenangan

dan pengalaman yang tak terlupakan sepanjang hidup. Hidup PERMAHI!!

Jaya PERMAHI!!!;

12.Teman spesial Penulis, Andres Willy Simanjuntak, S.H., yang selalu

memberikan dorongan, masukan, dan menemani hari-hari Penulis selama

pengerjaan skripsi ini dalam suka dan duka;

13.Rekan-rekan stambuk 2007, yang merupakan teman kuliah, teman berbagi dan

teman seperjuangan Penulis selama berada di Kampus, yakni Steffi Seline M.

Ginting, Chairani Putri “Mak Etek”, Diannovi Opi, Syahnida Maharani

Chacha, Indi Fandaya Nasution, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat

Penulis sebutkan satu-persatu;

Penulis tidak dapat membalas segala kebaikan pihak-pihak yang telah

membantu Penulis selama Penulis mengecap pendidikan di Fakultas Hukum USU

ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat membalas budi baik mereka.

Semoga ilmu yang telah Penulis peroleh selama ini dapat bermanfaat,

bermakna, serta dapat Penulis terapkan dalam kehidupan bemasyarakat.

Medan, Januari 2011

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK .... vi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang Penulisan ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 12

D. Keaslian Penulisan ... 14

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PENGATURAN AIR MINUM DEPOT ISI ULANG DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI AIR MINUM DEPOT ISI ULANG ... 24

A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha ... 29

B. Jalinan Transaksi Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha 34 C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 45

D. Pengaturan dan Persyaratan Air Minum Isi Ulang ... 52

1. Pengaturan Air Minum Depot Isi Ulang Dalam Rangka Undang-undang Perlindungan Konsumen ... 54

2. Pengaturan Air Minum Depot Isi Ulang Dalam Berbagai Peraturan Perundang-undang lainnya ... 57

3. Penetapan Persyaratan Kualitas Air Minum ... 59

E. Permasalahan Yang Dihadapi Konsumen Air Minum Depot Isi Ulang ... 68

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN AIR MINUM DEPOT ISI ULANG SERTA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH, INSTANSI TERKAIT TERHADAP PENGELOLAAN AIR MINUM DEPOT ISI ULANG ... 77

A. Pengertian Perlindungan Konsumen ... 77

B. Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Air Minum Depot Isi Ulang ... 88

1. Menyediakan Produk Peraturan Hukum yang Mampu Melindungi Konsumen Air Minum Depot Isi Ulang... 88 2. Meningkatkan Kesadaran Hukum Konsumen Akan Hak

(7)

Depot Isi Ulang... 92

3. Mendorong Pelaku Usaha Air Minum Depot Isi Ulang Untuk Menjaga Kualitas Air Minum Depot Isi Ulang .... 94

4. Pengenaan Sanksi Bagi Pelaku Usaha Air Minum Depot Isi Ulang Yang Melakukan Pelanggaran ... 96

C. Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah dan Instansi terkait Terhadap Pengelolaan Air Minum Depot Isi Ulang ... 98

1. Pembinaan dan Pengawasan Yang Dilaksanakan Oleh Kementerian Perdagangan dan Kementrian Kesehatan .. 100

2. Pengawasan Yang Dilaksanakan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan ... 103

3. Keterlibatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Dalam Mengawasi Bisnis Air Minum Depot Isi Ulang ... 105

4. Upaya Pengawasan Yang dilakukan Oleh Asosiasi Pengusaha Air Minum Isi Ulang ... 109

BAB IV MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA ... 112

A. Pengertian Sengketa Konsumen ... 112

B. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan ... 115

1. Penyelesaian Sengketa Secara Damai ... 117

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 118

C. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan ... 128

1. Penyelesaian Melalui Mekanisme Hukum Keperdataan.. 129

2. Penyelesaian Melalui Hukum Pidana ... 138

3. Penyelesaian Secara hukum Administrasi Negara ... 146

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 150

A. Kesimpulan ... 150

B. Saran ... 153

(8)

ABSTRAK Kartini Elisabet Purba *)

Tan Kamello **) Dedi Harianto ***)

Kebutuhan masyarakat akan air minum layak dan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap hari sedangkan ketersediaan air layak minum yang berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Tingginya kebutuhan air minum bersih dan sehat serta cukup mahalnya harga produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) memunculkan inovasi baru dengan munculnya usaha air minum depot (AMD) isi ulang yang harganya jauh lebih terjangkau yang mulai booming mulai tahun 2000-an. Skripsi ini membahas beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan air minum depot isi ulang dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia serta apakah permasalahan yang dialami oleh konsumen dalam rangka mengkonsumsi air minum depot isi ulang, bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen air minum ulang serta pembinaan dan perngawasan pemerintah dan instansi terkait terhadap pengelolaan depot air minum isi ulang, serta bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran air minum isi ulang di Kota Medan.

Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis, yakni penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan lain. Sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Data dalam penulisan skripsi juga berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, internet, pendapat sarjana, dan bahan lain.

Perlindungan terhadap konsumen AMD isi ulang diatur di Indonesia dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/Menkes/SK/VII/2002, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651/MPP/Kep/10/2004 dan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995. Bentuk perlindungan lainnya dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran hukum konsumen, mendorong pelaku usaha untuk menjaga kualitas air minum dan pengenaan sanksi terhadap terjadinya pelanggaran. Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen air minum dapat dilakukan melalui pengadilan dan di luar pengadilan secara damai dan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sehubungan dengan skripsi ini ada beberapa hal yang dijadikan saran yaitu dengan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan mengenai keberadaan dan kualitas air minum dengan mengefektivitaskan pengawasan dan evaluasi secara periodik, membuat Peraturan Daerah (Perda) oleh Pemerintah Kota Medan terkait dengan keberadaan dan maraknya usaha depot tersebut sehingga dapat memberi perlindungan dan menjamin kesehatan bagi masyarakat serta menciptakan penyelesaian sengketa yang bersifat cepat, sederhana dan murah.

*)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***)

(9)

ABSTRAK Kartini Elisabet Purba *)

Tan Kamello **) Dedi Harianto ***)

Kebutuhan masyarakat akan air minum layak dan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap hari sedangkan ketersediaan air layak minum yang berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Tingginya kebutuhan air minum bersih dan sehat serta cukup mahalnya harga produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) memunculkan inovasi baru dengan munculnya usaha air minum depot (AMD) isi ulang yang harganya jauh lebih terjangkau yang mulai booming mulai tahun 2000-an. Skripsi ini membahas beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan air minum depot isi ulang dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia serta apakah permasalahan yang dialami oleh konsumen dalam rangka mengkonsumsi air minum depot isi ulang, bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen air minum ulang serta pembinaan dan perngawasan pemerintah dan instansi terkait terhadap pengelolaan depot air minum isi ulang, serta bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran air minum isi ulang di Kota Medan.

Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis, yakni penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan lain. Sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Data dalam penulisan skripsi juga berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, internet, pendapat sarjana, dan bahan lain.

Perlindungan terhadap konsumen AMD isi ulang diatur di Indonesia dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/Menkes/SK/VII/2002, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651/MPP/Kep/10/2004 dan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995. Bentuk perlindungan lainnya dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran hukum konsumen, mendorong pelaku usaha untuk menjaga kualitas air minum dan pengenaan sanksi terhadap terjadinya pelanggaran. Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen air minum dapat dilakukan melalui pengadilan dan di luar pengadilan secara damai dan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sehubungan dengan skripsi ini ada beberapa hal yang dijadikan saran yaitu dengan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan mengenai keberadaan dan kualitas air minum dengan mengefektivitaskan pengawasan dan evaluasi secara periodik, membuat Peraturan Daerah (Perda) oleh Pemerintah Kota Medan terkait dengan keberadaan dan maraknya usaha depot tersebut sehingga dapat memberi perlindungan dan menjamin kesehatan bagi masyarakat serta menciptakan penyelesaian sengketa yang bersifat cepat, sederhana dan murah.

*)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***)

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang dan/atau jasa

untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam

dan dapat dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari

tingkatannya, maka kebutuhan konsumen dapat terbagi menjadi tiga yaitu

kebutuhan primer, sekunder, dan tertier. Selain itu kebutuhan manusia juga

dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani. Dengan adanya

bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut maka setiap manusia

akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.1

Air merupakan salah satu dari sekian banyak zat yang ada di alam

yang penting bagi kehidupan manusia. Air adalah kebutuhan dasar (primer)

yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang menduduki urutan

kedua setelah udara. Kebutuhan masyarakat akan air minum layak dan aman

untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap hari sedangkan ketersediaan air

layak minum yang berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit

diperoleh. Hal ini juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang

meningkat sangat cepat serta kuantitas dan kualitas air tanah yang mengalami

penurunan yang cukup tajam yang dapat disebabkan adanya kerusakan alam

dan resiko pencemaran yang semakin tinggi.

1

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata

(11)

Semakin lama kesadaran masyarakat semakin tinggi tentang

pentingnya air minum yang sehat sebagai salah satu kebutuhan yang esensial

untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan masyarakat akan

air yang layak dan aman untuk dikonsumsi itupun setiap hari semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Adanya peningkatan konsumsi air terutama air

minum oleh masyarakat ini tidak diimbangi dengan Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM) sebagai perusahaan air minum yang belum dapat

menyediakan air bersih bagi masyarakat.

Air yang berasal dari PDAM tidak setiap hari mengalir dan

terkadang tidak bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti

mandi, mencuci dan memasak bahkan untuk minum. Ditambah lagi dengan

banyaknya keluhan masyarakat mengenai air yang berasal dari PDAM mulai

dari soal kualitas dan kuantitas seperti halnya air yang mengandung timbal

atau kasinogenik, air berwarna kecoklat-coklatan atau keruh, air berbau larutan

zat kimia atau berasa aneh hingga debit air yang kerap kali tidak mengalir

sama sekali atau sangat kecil keluarnya.2

Oleh karena itu, PDAM dinilai tidak memiliki kapasitas untuk bisa

menyediakan air bersih yang cukup bagi masyarakat. Padahal air bersih

merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi manusia sehingga air

bersih menjadi syarat utama untuk bisa hidup sehat. Berkaitan dengan

ketidakmampuan PDAM menyediakan air bersih yang berkualitas, menurut

data yang berasal dari Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air menyebutkan dari

2

(12)

353 (tiga ratus lima puluh tiga) jumlah PDAM di seluruh Indonesia, hanya 275

(dua ratus tujuh puluh lima) PDAM yang beroperasi dan hanya bisa melayani

sekitar 38% (tiga puluh delapa persen) penduduk Indonesia yang tinggal di

perkotaan.3

Rendahnya kualitas dan kuantitas air yang berasal dari PDAM

khususnya di kota Medan diakibatkan karena air yang selama ini dipenuhi

dengan sumber air sumur atau sumber air dalam tanah semakin menipis,

kerusakan alam dan percemaran serta kepercayaan masyarakat terhadap

jumlah dan kualitas air yang baik yang berasal dari PDAM. Kendala-kendala

inilah yang kemudian menjadi cikal bakal meningkatnya prospek usaha air

minum dalam kemasan (AMDK) yang memasukkan produk air minum

sehingga menjadi alternatif bagi masyarakat terutama dalam memenuhi

kebutuhan akan air bersih yang layak dan aman untuk dikonsumsi setiap hari.

Untuk saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah tidak

asing lagi dengan AMDK dan mengkonsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari

sebagai air minum. Pada saat itu, seakan-akan kehidupan manusia tidak lepas

dari AMDK. AMDK ini dikenal berbagai macam jenis kemasan. Mulai dari

kemasan 240 (dua ratus empat puluh) ml, 600 (enam ratus) ml, 1 (satu) liter

hingga galonan. Hal ini dianggap sangat wajar karena selain praktis dan

efisien, produk AMDK terjaga kebersihan dan keamanannya yang ditunjukkan

dengan label Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terdapat dalam kemasan.

Pemerintah mewajibkan label SNI produk AMDK tersebut dan telah tertuang

3

(13)

dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 69 tahun 2009

tertanggal 3 Juli 2009 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia

(SNI) AMDK secara wajib yang berlaku sejak 6 bulan ditetapkan. Adapun

untuk produk AMDK yakni SNI No. 01.3553.2006. Tujuannya adalah

melindungi masyarakat dan juga untuk mendorong peningkatan persaingan

usaha yang sehat, keselamatan konsumen dan melestarikan fungsi lingkungan

hidup.4 Oleh karena itu AMDK merupakan produk yang aman untuk

dikonsumsi dan telah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen.

Menurut data dari Indonesian Bottled Drinking Water Association,

perkembangan produksi AMDK dalam kurun waktu tahun 1994 hingga tahun

2002 mencapai pertumbuhan sebesar 24% (dua puluh empat persen) pertahun

(lihat tabel 1) diringi juga dengan perkembangan konsumsinya yang semakin

meningkat (lihat tabel 2).

Tabel 1

Perkembangan Produksi AMDK (1997-2002) 5

No Tahun Produksi

(Liter Pertahun)

Pertumbuhan (%)

1 2002 6,693,671,000 18.91

2 2001 5,629,173,000 37.39

3 2000 4,097,356,000 29.36

4

Faizal, “AMDK Wajib SNI, Melanggar Kena Sanksi”, dikutip dari <http://klm-micro.com/blog/air%20minum/amdk-wajib-sni-melanggar-kena-sanksi>, pada tanggal 2 September 2010.

5

(14)

4 1999 3,167,474,000 48.96

5 1998 2,126,393,000 12.68

6 1997 2,435,062,000 -

Rata-Rata 4,024,854,833

Sumber : Deperindag (2003)

Dari tabel di atas, dapat dilihat perkembangan produksi AMDK dari

tahun 1998 hingga tahun 1999 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu

sebesar 36,28% (tiga puluh enam koma dua puluh delapan persen). Sedangkan

mulai pada tahun 2000 hingga tahun 2002 mengalami dinamika kenaikan dan

penurunan rata-rata 15% (lima belas persen) setiap tahunnya.

Tabel 2

Perkembangan Konsumsi AMDK di Indonesia Tahun 1997-2004 6

Tahun Konsumsi

(Kilo Ltr/tahun)

Konsumsi Perkapita (Liter) 2004 10,200,000* 47.66

2003 8,200,000* 38.86

2002 6,435,705 31.47

2001 5,600,555 27.16

2000 4,068,963 20.04

1999 3,142,845 15.64

1998 2,124,907 10.71

1997 2,417,342 12.31

Sumber : Riset Frontier dalam Irawan (2005)

6

(15)

Dari tabel perkembangan konsumsi AMDK diatas, dapat dilihat

bahwa selalu terjadi kenaikan tingkat konsumsi setiap tahunnya yang

mencapai angka rata-rata 5% (lima persen) per tahun. Penurunan konsumsi

terdapat pada tahun 1997 ke tahun 1998 dimana terjadi penurunan sebesar

1,6% (satu koma enam persen). Angka penurunan ini tidak terlalu besar

dibandingkan kenaikan di tahun-tahun berikutnya ditambah lagi dengan faktor

krisis moneter yang terjadi pada saat itu.

Produksi AMDK untuk sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai

13,7 (tiga belas koma tujuh) miliar liter atau tumbuh 7,03% (tujuh koma nol

tiga persen) dibandingkan dengan produksi pada 2009 sebesar 12,8 (dua belas

koma delapan) miliar liter. Menurut Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam

Kemasan (Aspadin), peluang usaha air kemasan ini pun terus tumbuh setiap

tahun. 7

Perubahan perekonomian bangsa dan meningkatnya harga kebutuhan

pokok karena krisis moneter yang berkepanjangan berimbas pada naiknya

harga AMDK. Hal ini juga berkaitan dengan biaya produksinya yang semakin

tinggi terutama untuk produksi kemasan sehingga AMDK mulai tidak dapat

terjangkau oleh sebagian konsumen. Hal ini dapat terlihat dari grafik

perkembangan volume penjualan AMDK mulai dari tahun 1999 hingga tahun

2005 yang menurun sampai pada angka 11% (sebelas persen).8

7

“Produksi AMDK Tahun 2010 diperkirakan tumbuh 7,03%”, dikutip dari <http://www.airminumisiulang.com/news/63/Produksi-AMDK-tahun-2010-diperkirakan-tumbuh-7-03> pada tanggal 3 September 2010.

8

(16)

Gambar 1

Sumber : Riset Frontier dalam Irawan (2005)

Tingginya kebutuhan air minum bersih dan sehat serta cukup

mahalnya harga produk AMDK memunculkan inovasi-inovasi baru. Atau

dengan kata lain, hal ini mendatangkan peluang usaha baru di masa krisis yang

belum menampakkan adanya perbaikan. Peluang usaha tersebut adalah

munculnya usaha air minum depot (AMD) isi ulang yang mulai booming

mulai tahun 2000-an yang hingga kini terus tumbuh dan berkembang pesat di

berbagai daerah.

Peranan air minum isi ulang semakin besar, hal ini terlihat dengan

semakin bertambahnya jumlah air minum isi ulang dimana-mana. Masyarakat

diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya untuk memilih dan

menggunakan AMD isi ulang karena sesuai dengan keinginan dan

kemampuan sebagian konsumen. Para pelaku usaha kemudian melihat peluang

(17)

yaitu Air Minum Depot (AMD) isi ulang yang pertumbuhannya semakin

menjamur karena dapat dijangkau dengan harga yang lebih murah bila

dibandingkan dengan AMDK. Hal inilah yang kemudian menjadikan AMD isi

ulang lebih populer dan berkembang lebih pesat daripada AMDK.

Seiring dengan semakin populer dan menjamurnya usaha AMD isi

ulang ini, timbul beberapa permasalahan terutama mengenai kualitas AMD isi

ulang. Kualitas dari AMD isi ulang ini yang menjadi tolak ukur apakah air

minum yang berasal dari AMD isi ulang layak dikonsumsi atau tidak. Selain

itu juga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi atau yang dilakukan

oleh depot-depot air minum isi ulang khususnya di kota Medan. Pelanggaran

tersebut sebagian besar mengenai perizinan serta pelaporan secara berkala

(enam bulan sekali) mengenai kualitas terkait higienitas serta sanitasi

lingkungan depot air isi ulang yang akan dijual ke masyarakat. 9

Permasalahan-permasalahan lain yang muncul pada umumnya

berkaitan dengan pemberian label merk serta segel pada kemasan produksi air

minum isi ulang, pemasangan label SNI pada kemasan padahal kenyataannya

belum mendapatkan SNI, tidak memenuhi standar sanitasi yang baik dalam

proses produksinya, 10 serta penjualan keliling air minum isi ulang dengan

mobil terbuka karena rentan terhadap pencemaran kimia. Khusus mengenai

larangan dengan mobil terbuka dengan rasionalisasi bahwa jika terkena

matahari dalam waktu lama maka akan terjadi pemanasan zat kimia yang

9

“Masih Banyak Pengusaha Depot Air Isi Ulang di Deli Serdang Belum Taat Uji Kelayakan”, Harian SIB Medan 17 Juli 2009.

10

(18)

terkandung oleh galon (yang terbuat dari plastik) sehingga menyebabkan air

minum tercemar. 11

Permasalahan mengenai AMD isi ulang ini terkait dengan

perlindungan konsumen karena masyarakat sebagai konsumen merupakan

elemen yang paling erat dengan konsumsi AMD isi ulang yang harus

diperhatikan oleh para pihak yang terkait baik oleh pelaku usaha maupun

pemerintah. Upaya perlindungan konsumen yang dapat dilakukan adalah

dengan memperhatikan dan menjamin keselamatan dan keamanan dalam

mengkonsumsi AMD isi ulang tersebut.

Konsumen dalam berbagai kondisi seringkali ditempatkan pada

posisi yang lemah, bila dibandingkan dengan pelaku usaha. Kedudukan

konsumen dan pelaku usaha tidak seimbang dimana konsumen menjadi objek

aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku

usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar

yang merugikan konsumen. 12 Hal tersebut menyebabkan hukum perlindungan

konsumen dianggap penting keberadaannya. 13 Sudah menjadi hal yang umum

pada saat sekarang hak-hak konsumen sering kali terabaikan. Banyak orang

yang tidak menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen yang

dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen cenderung mengambil sikap

“diam”. Hukum perjanjian yang seharusnya dapat diasumsikan berlaku

11

“Dinkes Solok Selatan Tetapkan Regulasi Air Minum Isi Ulang”, Harian Antara Sumbar 7 Agustus 2009.

12

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal.12

13

(19)

seimbang dalam kenyataannya terkadang sulit untuk disamakan karena posisi

tawar konsumen biasanya selalu lebih rendah daripada pelaku usaha.

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan.

Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan

perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan,

masalah tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan

konsumen perlu diperhatikan. Permasalahan mengenai perlindungan

konsumen mengenai hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha serta jalinan

transaksi antara konsumen dan pelaku usaha akan dikaji lebih mendalam

terutama kaitannya dengan perlindungan konsumen terhadap usaha AMD isi

ulang. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana Undang-Undang Nomor 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan peraturan lain yang

terkait berpengaruh dalam rangka melindungi masyarakat yang mengkonsumsi

AMD isi ulang.

Selain itu, permasalahan-permasalahan tersebut dapat juga

disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai hak-haknya sebagai

konsumen.14 Minimnya pengetahuan konsumen sering dimanfaatkan oleh

pelaku usaha sebagai celah untuk mengelabui konsumen. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu landasan hukum untuk melindungi konsumen sehingga

hak-haknya dapat dilindungi dan tidak diabaikan oleh pelaku usaha. UUPK

merupakan landasan hukum bagi penyelenggaraan perlindungan konsumen di

Indonesia.

14

(20)

Sebagai konsumen, masyarakat juga harus mengerti benar bagaimana

AMD isi ulang yang dikonsumsinya, apakah depot air minum isi ulang

tersebut telah menggunakan sanitasi yang baik, apakah air tersebut telah

memenuhi syarat dan kualitas air sesuai dengan peraturan yang berkaitan yaitu

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang

Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum serta peranan pemerintah dalam

rangka pengawasan untuk melindungi konsumen dan pembinaan terhadap

depot-depot air minum isi ulang yang dinyatakan melakukan

pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut khususnya depot-depot air

minum isi ulang yang ada di Kota Medan.

Tulisan ini akan menyajikan pembahasan tentang bagaimana

sebenarnya perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi air

minum isi ulang di depot-depot yang ada di Kota Medan ditinjau dari

aturan-aturan yang telah berlaku dan berkaitan dengan air minum isi ulang. Oleh

karena itu, penulisan skripsi ini diberi judul “Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang di Kota

Medan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan

(21)

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang penulisan dan judul skripsi ini

yaitu, maka yang jadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan air minum depot isi ulang dalam hukum

perlindungan konsumen di Indonesia serta apakah permasalahan yang

dialami oleh konsumen dalam rangka mengkonsumsi air minum depot isi

ulang?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen air minum

isi ulang serta pembinaan dan pengawasan pemerintah dan instansi terkait

terhadap pengelolaan depot air minum isi ulang?

3. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang dapat

ditempuh untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran air minum depot isi

ulang di Kota Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan dalam rangka penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan

yang hendak dicapai, sehingga penulisan ini akan lebih terarah serta dapat

mengenai sasarannya. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan air minum depot isi ulang dalam hukum

perlindungan konsumen di Indonesia serta permasalahan yang dialami

(22)

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen air

minum isi ulang serta pembinaan dan pengawasan pemerintah dan instansi

terkait terhadap pengelolaan depot air minum isi ulang.

3. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang

dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran air minum

depot isi ulang di Kota Medan.

Dari pembahasan skripsi ini, diharapkan juga dapat memberikan

manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoretis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan,

masukan atau tambahan dokumentasi karya tulis dalam bidang hukum

perdata pada umumnya. Secara khusus, skripsi ini juga diharapkan dapat

memberikan masukan terutama bagi penyempurnaan perangkat ketentuan

perlindungan konsumen dalam kaitannya dengan usaha AMD isi ulang.

2. Secara praktis

Bagi penulis secara pribadi, hal ini merupakan salah satu bentuk latihan

menyusun suatu karya ilmiah walaupun masih sangat sederhana. Skripsi

ini ditujukan kepada kalangan penegak hukum dan masyarakat untuk lebih

mengetahui bagaimana aspek perlindungan hukum terhadap konsumen

dalam kaitannya dengan usaha air AMD isi ulang serta memberi informasi

dan masukan kepada para praktisi, civitas akademik, dan pemerintah

(23)

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Perlindungan

Hukum Terhadap Konsumen dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi

Ulang di Kota Medan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan

Pengawasan Kualitas Air Minum belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan

demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya

sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh

melalui pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, media elektronik

yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan azas-azas keilmuan

yang jujur, rasional, serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari

proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini berkisar tentang masalah Perlindungan Hukum

Terhadap Konsumen dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang di

Kota Medan Ditinjau dari UUPK dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan

(24)

Berbicara mengenai perlindungan konsumen tentunya tidak terlepas

dari peraturan-peraturan yang berlaku dalam hukum positif. Perlindungan

hukum terhadap konsumen adalah sebuah penegakan hukum yang

membutuhkan peraturan-peraturan berupa ancaman kepada si pelanggar. Hal

ini tercermin dalam UUPK yang merupakan suatu perundangan di Indonesia

dengan kepentingan pemberian perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan konsumen menyangkut banyak aspek dan salah

satunya adalah aspek hukum. Dalam berbagai kajian hukum, perlindungan

konsumen seolah-olah mengambang dan masih mengabaikan kepentingan

konsumen. Isu perlindungan hukum hanya terdengar sepintas lalu tertutup

oleh pembangunan ekonomi lainnya sementara telah banyak terjadi

pelanggaran hak-hak konsumen. Hal ini dapat terlihat dengan belum berlaku

efektifnya UUPK sejak disahkan dan diundangkan pada tanggal 20 April 1999

hingga setahun berikutnya. 15

Dalam hal perlindungan hukum kepada konsumen ini dikatakan oleh

Munir Fuady bahwa “apabila suatu hukum telah ditegakkan terhadap

seseorang, berarti suatu langkah untuk merealisasi kebahagiaan masyarakat

luas telah diambil, sekaligus pula terwujudnya suatu langkah kesengsaraan

(penggerogotan kebahagiaan) terhadap pihak melanggar ketentuan hukum”.16

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan

15

Op.Cit. hal. 52. 16

(25)

konsumen itu sendiri.17

Munculnya istilah perlindungan konsumen ini adalah

disebabkan adanya aktivitas-aktivitas perekonomian. Kesenjangan ekonomi

merugikan berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi. Konsumen

merupakan pelaku ekonomi yang paling sering dirugikan.

Secara harfiah, konsumen diartikan sebagai seseorang yang membeli

barang atau menggunakan jasa atau seseorang yang membeli barang tertentu

atau menggunakan jasa tertentu, juga seseorang atau sesuatu yang

menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. 18

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para

ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai

produksi terakhir dari benda dan jasa (uitendelijke gebruiker van goederen en

diensten). Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara konsumen

bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. 19

Dalam peraturan perundang-undangan, tidak ada pasal yang

memberikan definisi maupun pengertian mengenai AMD isi ulang. Namun

dari beberapa bahan bacaan, diperoleh beberapa definisi mengenai pengertian

usaha AMD isi ulang. Antara lain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

usaha AMD isi ulang adalah usaha industri yang melakukan proses

pengolahan air bersih menjadi air minum dan menjual secara langsung kepada

konsumen di lokasi pengolahan. Sedangkan Suprihatin, ketua tim peneliti

laboratorium teknologi dan manajeman lingkungan, Institut Pertanian Bogor

17

Janus Sidabalok, Loc.Cit

18

John Sinclair (ed), Collins Cobuild English Language Dictionary, (Glasgow : William Collins Suns&Co, 1998), hal.303.

19

(26)

dan R. Hening Darpito, direktur penyehatan air dan sanitasi, Dirjen PPM-PL

Departemen Kesehatan, memberikan definisi depot air minum adalah

penjualan air minum kepada masyarakat yang dilakukan secara perorangan,

dimana konsumen harus membawa wadah galon sendiri, baru mengisinya di

depot tersebut.20

Selain konsumen, pihak lain yang berkaitan dengan hukum

perlindungan konsumen adalah pelaku usaha dan pemerintah. Istilah pelaku

usaha umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah

setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi,

menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada

masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak

semata-mata membicarakan pelaku usaha, tetapi juga pedagang perantara atau

pengusaha. 21

Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam upaya melindungi

konsumen. Dalam hal ini, peranan pemerintah dapat berupa pembentukan

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan usaha untuk melindungi

kepentingan konsumen dan juga melaksanakan fungsi pembinaan dan

pengawasan. Dengan adanya undang-undang perlindungan konsumen, maka

akan memberikan jaminan adanya kepastian hukum terhadap segala

kepentingan konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhannya. Dalam

praktek perdagangan yang merugikan konsumen yang marak belakangan ini

20

Suprihatin dan Hening Darpito, “Air Minum Isi Ulang Layakkah Dikonsumsi”, Femina, Maret 2004, hal.83.

21

Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian Baku (Standar), Kertas

(27)

dituntut konsistensi pemerintah yang berpihak kepada masyarakat yang

kebanyakan beperan sebagai konsumen.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal utama dalam upaya mencapai

tujuan hukum tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, yakni penelitian yang

dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan

referensi lainnya. Penelitian yuridis membahas doktrin-doktrin atau

asas-asas dalam ilmu hukum. 22 Penelitian terhadap asas hukum merupakan

suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau

doktrin hukum positis yang berlaku.23

Nama lain dari penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum

doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi

dokumen. Disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini

dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau

bahan-bahan hukum yang lain. Sebagai penelitian perpustakaan atau studi

dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data

yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian perpustakaan

22

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 118.

23

(28)

demikian dapat dikatakan pula sebagai lawan dari penelitian empiris

(penelitian lapangan).

Termasuk dalam data sekunder meliputi buku-buku, buku-buku harian,

surat-surat pribadi dan dokumen-dokumen resmi dari pemerintah. Data

sekunder ini dapat bersifat pribadi dan bersifat publik. Yang bersifat

pribadi misalnya surat-surat, sejarah, kehidupan seseorang, buku-buku

harian dan lain-lain. Sedang yang bersifat publik meliputi data resmi pada

instansi pemerintah, data arsip, yurisprudensi Mahkamah Agung, dan

sebagainya. Pada penelitian hukum normatif, data sekunder sebagai

sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 24 Adapun bahan hukum primer

misalnya Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang

dan lain-lain. Bahan hukum sekunder, misalnya karya-karya ilmiah,

rancangan undang-undang dan juga hasil-hasil dari suatu penelitian.

Sedangkan bahan hukum tertier, misalnya bibliografi, kamus dan lain-lain.

2. Data dan Sumber Data

Pada umumnya, data dibagi dalam dua jenis data yakni data primer dan

data sekunder. Data primer (primary data) adalah data yang diperoleh

peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perilaku individu atau

masyarakat. Untuk memperoleh data primer, perlu dilakukan pengumpulan

data langsung kepada masyarakat dengan cara wawancara,

quisioner/angket, pengamatan (observasi) baik secara pastisipatif maupun

24

(29)

nonpastisipatif. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari

sumber pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar,

makalah, dan lain sebagainya. 25

Dalam penulisan skripsi ini, menggunakan data sekunder yaitu sebagai

materi dalam skripsi ini adalah dokumen peraturan yang mengikat dan

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain

adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan

Kualitas Air Minum. Selain itu, data sekunder diperoleh dari

dokumen-dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang air minum

depot (AMD) isi ulang seperti buku, majalah, artikel-artikel,

makalah-makalah, koran dan sumber dari internet yang berkaitan serta bahan

lainnya

3. Alat Pengumpul Data

Dalam skripsi ini menggunakan dua alat pengumpul data yaitu studi

pustaka dan wawancara. Yang dimaksud dengan studi pustaka adalah

pengumpulan data dari berbagai sumber bacaan atau data-data sekunder

dengan menggunakan metode content analysis.26 Sedangkan wawancara

adalah komunikasi verbal antara peneliti dengan responden dan/atau

informan dimana dalam hal ini responden adalah masyarakat yang

25

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, “Bahan Ajar Metode Penelitian dan Penulisan Hukum”, Fakultas Hukum USU, Medan, hal. 29.

26

(30)

mengkonsumsi air minum depot isi ulang dan informan adalah pemilik

usaha depot air minum isi ulang di kota Medan

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah disusun

secara sistematis kemudian dianalisa secara persfektif dengan

menggunakan metode kualitatif karena penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Metode kualitatif adalah

cara penelitian yang menghasilkan penelitian yang bersifat deskriptif

analitis.

G. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan skripsi sangatlah diperlukan suatu sistematika

penulisan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam melakukan

penulisan ini, dan juga untuk memudahkan pembaca untuk mengerti dan

memahami isi dari skripsi ini. Skripsi ini dibahas dalam lima bab yang terdiri

dari pendahuluan, kendala-kendala atau permasalahan-permasalahan

konsumen dalam mengkonsumsi AMD isi ulang, bentuk perlindungan

konsumen yang mengkonsumsi AMD isi ulang serta peranan dan tanggung

jawab pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam melindungi konsumen

dalam mengkonsumsi AMD isi ulang khususnya di kota Medan. Sistematika

penulisan ini adalah :

Bab I yaitu pendahuluan diuraikan latar belakang masalah yang

(31)

tersebut dibuat rumusan masalah dan tujuan penulisan. Bab ini juga

menjelaskan tentang keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan pembahasan mengenai pengaturan mengenai

AMD isi ulang dan permasalahan yang dihadapi konsumen dalam

mengkonsumsi air minum depot isi ulang. Dalam bab ini akan dibahas

mengenai pengertian konsumen dan pelaku usaha, hak dan kewajiban

konsumen dan pelaku usaha, pengaturan dan persyaratan air minum depot isi

ulang serta permasalahan yang dihadapi konsumen air minum depot isi ulang.

Bab III merupakan pembahasan mengenai bentuk perlindungan

hukum bagi konsumen yang mengkonsumsi AMD isi ulang serta pembinaan

dan pengawasan pemerintah dan instansi terkait terhadap pengelolaan depot

air minum isi ulang. Dalam bab ini ditinjau lebih jauh mengenai pengertian

perlindungan konsumen, upaya-upaya perlindungan hukum yang dapat

dilakukan bagi konsumen AMD isi ulang serta pembinaan dan pengawasan

yang dilakukan oleh pemerintah dan instansi terkait terhadap pengelolaan air

minum depot isi ulang.

Bab IV merupakan pembahasan mengenai mekanisme penyelesaian

sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai

perlanggaran air minum depot isi ulang. Mekanisme tersebut dijelaskan lebih

rinci mengenai penjelasan pengertian sengketa konsumen, penyelesaian

sengketa di luar pengadilan baik secara damai maupun melalui Badan

(32)

melalui pengadilan melalui mekanisme hukum perdata, pidana dan

administrasi negara.

Bab V yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Kesimpulan diperoleh berdasarkan uraian dan penjelasan secara keseluruhan

dari bab-bab terdahulu. Sedangkan saran-saran merupakan usul dari penulis

(33)

BAB II

PENGATURAN AIR MINUM DEPOT ISI ULANG DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI KONSUMEN DALAM

MENGKONSUMSI AIR MINUM DEPOT ISI ULANG

A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha

Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia, istilah

“konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada UUPK yang

menyatakan, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 27

Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna

dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.28 Istilah

konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu

tergantung dari posisi mana ia berada. Istilah lain yang agak dekat dengan

konsumen adalah “pembeli”. Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada

pembeli. Luasnya pengertian konsumen secara sederhana oleh mantan

27

Pasal 1 Angka 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

28

(34)

Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan mengatakan, “Consumers

by definition include us all.” 29

Berdasarkan pengertian di atas, subyek yang disebut konsumen

berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa. Istilah

“orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual

yang lazim disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum

(rechts person). Menurut AZ. Nasution, orang yang dimaksudkan adalah :

“Orang alami bukan badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan dan/atau memanfaatkan barang dan/atau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau manusia”.30

Secara harfiah arti kata konsumen itu adalah “(lawan dari pelaku

usaha) setiap orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan;

pemakai atau pembutuh”.31 Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti

menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu

pula kamus Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai

atau konsumen.32

Konsumen umumnya juga diartikan sebagai pemakai terakhir dari

produk yang diserahkan kepada mereka oleh pelaku usaha, yaitu setiap orang

yang mendapatkan barang untuk dipakai dan untuk tidak di perdagangkan atau

diperjualbelikan lagi.

29

Shidarta, Op.Cit., hal. 2.

30

Ibid., hal. 31

31

N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen (Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung

Jawab Produk), (Jakarta : Pantai Rei, 2005), hal. 22. 32

(35)

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para

ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai

produksi terakhir dari benda dan jasa (uitendelijke gebruiker van goederen en

diensten). Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara konsumen

bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir.33

Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu sedangkan konsumen

dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.

Pengertian konsumen antar negara yang satu dengan yang lain tidak

sama, sebagai contoh di Spanyol, konsumen diartikan tidak hanya invidu

(orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai

terakhir. Dan yang menarik, konsumen tidak harus terikat dalam jual beli,

sehingga dengan sendirinya, konsumen tidak identik dengan pembeli. 34

Namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW Buku IV, Pasal

236), konsumen dinyatakan sebagai orang alamiah. Maksudnya ketika

mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang mejalankan profesi

perusahaan. 35

Dalam naskah-naskah akademik dan/atau berbagai naskah

pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan, cukup banyak dibahas

dan dibicarakan tentang berbagai peristilahan yang termasuk dalam lingkup

33

Shidarta,Op.Cit., hal. 5.

34

Shidarta,Op.Cit., hal. 3.

35

(36)

perlindungan konsumen. Dari naskah-naskah akademik itu, yang patut

mendapat perhatian, antara lain : 36

1. Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman (BPHN), menyusun batasan tentang konsumen akhir, yaitu pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan.

2. Batasan konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia :

Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

3. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) bekerja sama dengan Departemen Perdagangan RI, berbunyi :

Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat dan Masyarakat

Ekonomi Eropa (MEE), kata “konsumen” yang berasal dari consumer

sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di Amerika Serikat kata ini diartikan

lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban

tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang

bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh

korban yang bukan pemakai. 37

Dalam hukum positif terlihat untuk pengertian konsumen digunakan

istilah-istilah antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

36

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta : Diadit Media, 2001), hal. 9-10.

37

(37)

Konsumen menurut undang-undang ini adalah setiap pemakai atau

pengguna barang dan jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun

kepentingan orang lain.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dalam undang-undang ini terdapat beberapa istilah tentang konsumen

antara lain : pembeli (koper Pasal 1457), penyewa (huurdeer Pasal Pasal

1548), penerima hibah (Pasal 1666), penitip barang (berwaargever, Pasal

1694), peminjam pakai (Pasal 1743 jo. Pasal 1740), peminjam

(verbruiklener Pasal 1744) dan sebagainya. 38

3. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

disebutkan : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.”

Dari definisi konsumen menurut Undang-Undang perlindungan

Konsumen diatas dapat diperoleh unsur-unsur konsumen antara lain39:

1. Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus

sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya

menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut

natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon).

Yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas

38

Az. Nasution, Op.Cit., hal. 43.

39

(38)

pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan

usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum.

2. Pemakai

Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka 2 UUPK, kata pemakai

menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer).

Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan

tersebut sekalipun menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak

serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai

konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara

membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa. Dengan kata

lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu

harus kontraktual (the privity of contract). Konsumen memang tidak

sekedar pembeli (buyer atau koper), tetapi semua orang (perorangan atau

badan usaha) yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa, termasuk

peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Mengartikan konsumen

seperti hanya sebagai orang yang mempunyai hubungan kontraktual

pribadi (in privity of contract) dengan produsen atau penjual adalah cara

pendefinisian konsumen yang paling sederhana. Tetapi dalam

perkembangannya konsumen bukan hanya diartikan sebagai pembeli dari

suatu barang dan/atau jasa melainkan bukan pemakai langsung, asalkan ia

(39)

3. Barang dan/atau jasa

UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun

tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat

dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan,

dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. UUPK tidak

menjelaskan perbedaan istilah-istilah dipakai, dipergunakan, atau

dimanfaatkan. Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai

pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk yang sekarang ini

sudah berkonotasi dengan barang dan/atau jasa. Kata produk itu sendiri

berasal dari bahasa Inggris yaitu “product”. Menurut Philip Kotler, bahwa

produk terdiri dari dua macam, yaitu berupa produk fisik (atau barang) dan

jasa (kadang-kadang disebut produk jasa). Yang dimaksud dengan produk

adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk

diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat

memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan.40 Dalam penulisan ini, istilah

produk yang digunakan adalah barang dan/atau jasa yang terdapat dalam

UUPK.

Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap layanan berbentuk pekerjaan

atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh

konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa

itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, pihak yang ditawarkan

40

Philip Kotler, Manajemen Pemasaran ; Analisis, Perencanaan, Implementasi dan

Pengendalian (Marketing Management ; Analysis, Planning Implementation, and Control),

(40)

harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat

khusus (tertutup) dan individual, tidak temasuk dalam pengertian tersebut.

4. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus

tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang semakin kompleks dewasa

ini syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.

Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah biasa

mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi.

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi ini

mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak

sekadar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang dan/atau

jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan

keluarganya).

6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Berpijak dari pengertian yang dimaksud sebagai konsumen adalah

pemakai terakhir, maka barang dan atau jasa yang digunakan, dipakai,

dimanfaatkan tidak untuk tujuan komersil.

Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian,

terdiri atas : 41

41

(41)

a) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna barang dan/atau

jasa pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu;

b) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang

dan/atau jasa untuk diproduksi (pelaku usaha) menjadi barang dan/atau

jasa lain untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan

komersil;

c) Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna barang dan/atau jasa,

pemanfaat barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri,

keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Selanjutnya, istilah konsumen yang digunakan dalam bab ini dan

bab-bab selanjutnya adalah konsumen dalam pengertian konsumen akhir.

Istilah pelaku usaha umumnya lebih dikenal dengan sebutan

pengusaha. Pengusaha adalah “setiap orang atau badan usaha yang

menjalankan usaha memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau

mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen”.

Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan pelaku

usaha, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha. 42 Sedangkan pengertian

pelaku usaha menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah

“Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

42

Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian Baku (Standar, Kertas

Kerja pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, (Jakarta :

(42)

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.43

Bila dilihat dari pengertian di atas, maka terdapat 4 (empat) unsur

yang terkandung dalam pengertian pelaku usaha yaitu :

1) Setiap orang perseorangan atau badan usaha

Yang termasuk badan usaha menurut pengertian ini adalah badan

usaha yang berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum.

2) Secara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian.

Beberapa macam pelaku usaha yaitu :

a) Orang perorangan

b) Badan usaha

c) Orang perseorangan dengan orang perseorangan lain

d) Orang perseorangan dengan badan usaha

e) Badan usaha dengan badan usaha

3) Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

Terdapat batasan yang membedakan antara pelaku usaha dengan

pelaku usaha kegiatan lain, yaitu yang dimaksud dengan pelaku

usaha adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha

dalam berbagai bidang ekonomi.

4) Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia

Maksudnya adalah orang perseorangan atau badan hukum tersebut

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

43

(43)

negara Republik Indonesia. Khusus badan usaha, tidak harus

didirikan dan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.

Pelaku usaha dan konsumen merupakan para pihak yang saling

membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pelaku usaha menyadari bahwa

kelangsungan hidup usahanya tergatung pada konsumen. Demikian juga

halnya konsumen yang tergantung pada pelaku usaha dalam pemenuhan

kebutuhannya. Oleh karena itu, keseimbangan dalam berbagai segi

menyangkut kepentingan kedua belah pihak merupakan hal yang ideal.

B. Jalinan Transaksi Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha

Transaksi konsumen di sini adalah proses terjadinya peralihan

kepemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang atau

penyelenggara jasa kepada konsumen.44 Peralihan hak terjadi karena adanya

suatu hubungan tertentu sebagaimana diatur dalam KUHPerdata atau

peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan peralihan hak

atau penikmatan barang atau jasa. Peralihan hak dapat terjadi antara lain

karena adanya jual beli atau sewa menyewa barang seperti rumah, mebel,

mobil, perlengkapan dapur dan sebagainya, atau penyelenggaraan jasa

asuransi, konstruksi, perbankan, pariwisata dan sebagainya. 45

Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan

hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut

44

Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal.37 45

(44)

terjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat

ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain.

Purba dalam menguraikan konsep hubungan pelaku usaha dan

konsumen mengemukakaan sebagai berikut : 46

“Kunci pokok perlindungan hukum bagi konsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha saling membutuhkan. Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pelaku usaha”

Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di

Indonesia membagi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hubungan antara

konsumen dan pelaku usaha ke dalam 3 (tiga) tahapan, yakni tahap pra

transaksi, tahap transaksi yang sesungguhnya dan tahap purna transaksi.

Adapun tahap-tahap tersebut diuraikan sebagai berikut : 47

1. Tahap Pra Transaksi

Adalah tahapan yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk

membeli dan memakai produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Pada tahap ini, pelaku usaha melakukan penawaran (offer) kepada

konsumen. Penawaran ini dapat dilakukan secara langsung kepada

konsumen (misalnya sales door to door), maupun dengan

memanfaatkan berbagai sarana, seperti brosur, spanduk, maupun iklan

di media cetak dan elektronik. Dalam proses penawaran ini, pelaku

46

A. Zen Umar Purba, “Perlindungan Konsumen : Sendi-sendi Pokok Pengaturan”,

Hukum dan Pembangunan, Tahun XXII, Agustus 1992 dalam Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2010) hal. 14.

47

(45)

usaha menyediakan informasi agar konsumen tertarik untuk

menggunakan barang dan/atau jasa. Informasi yang diberikan tersebut

harus dilandasi itikad baik dan tidak disertai dengan kebohongan,

sehingga konsumen tidak merasa diperdaya atau ditipu oleh pelaku

usaha. Bila dikemudian hari terbukti bahwa konsumen membeli karena

paksaa, kekhilafan atau penipuan, konsumen memiliki hak untuk

memmbatalkan transaksi (Pasal 1321 KUH Perdata).

2. Tahap Transaksi yang Sesungguhnya

Bila calon konsumen menerima penawaran, maka terjadilah transaksi,

atau menurut bahasa hukum terjadi perjanjian. Syarat terjadinya

perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah :

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. kecakapan untuk membuat perikatan

3. ada suatu hal tertentu 4. suatu sebab yang halal

Pada tahap ini para pihak menyepakati apa yang menjadi hak dan

kewajiban masing-masing pihak. Kesepakatan ini kemudian dapat

dituangkan ke dalam suatu perjanjian tertulis. Kata “dapat” berarti

kesepakatan tidak harus dituangkan ke dalam bentuk tertulis, kecuali

dikehendaki oleh para pihak atau diwajibkan oleh peraturan yang

berlaku (misalnya jual beli tanah harus dibuat secara tertulis oleh

Perjabat Pembuat Akta Tanah). Keunggulan dari kesepakatan yang

dibuat tertulis terletak pada pembuktiannya. Bila nantinya terjadi

(46)

dibuktikan dibanding kesepakatan yang tidak dibuat secara tidak

tertulis.

3. Tahap Purnatransaksi

Tahap ini merupakan realisasi dari tahap transaksi. Pada tahap ini para

pihak harus melaksanakan semua kewajiban yang telah disepakati

sebelumnya. Menurut bahasa hukum, kewajiban yang harus dipenuhi

adalah prestasi, dan pihak yang tidak memenuhi kewajibannya

dianggap melakukan wanprestasi. Dengan adanya wanprestasi, pihak

yang telah memenuhi kewajibannya memiliki hak untuk menuntut

pihak yang melakukan wanprestasi agar melakukan prestasinya.

Seringkali pihak memiliki pemahaman berbeda mengenai isi

perjanjian. Adanya perbedaan pemahaman akan menimbulkan

perbedaan penafsiran, yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik.

Penyebab konflik biasanya menyangkut tiga hal, yakni harga, kualitas

dan kegunaan produk, serta layanan purna jual.

Selain harga, kualitas dan kegunaan barang juga dapat memicu konflik.

Pemicu konflik ini terbagi menjadi tiga kategori :

a. Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yang

diharapkan konsumen. Hal ini seringkali disebabkan karena

pelaku usaha melakukan tipu daya kepada konsumen.

b. Produk menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan dan

keselamatan pada konsumen. Penyebabnya adalah adanya cacat

(47)

dengan bahan yang terkandung di dalam produk (sering

terdapat pada produk obat-obatan atau makanan yang

mengandung seafood).

c. Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan.

Konflik ini kerap dikaitkan dengan monopoli atau pemalsuan

barang. Sehingga barang yang dibeli nilainya sangat mahal

dibanding nilai sebenarnya.

Pemicu konflik yang terakhir adalah layanan purna jual, yang sering

dikaitkan dengan hadiah dan garansi. Pemicu konflik ini pun dapat

dibedakan menjadi : apa yang dijanjikan tidak ada karena pelaku usaha

tidak jujur, tidak sesuai dengan harapan konsumen karena janji pelaku

usaha yang terlalu berlebihan serta halangan di luar kekuasaan pelaku

usaha yang menyebabkan janji tidak dapat terpenuhi walaupun pelaku

usaha telah berusaha memenuhi apa yang dijanjikannya tersebut

(peristiwa ini sering disebut force majeur).

Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat bergantung pada

dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen tidak

mungkin pelaku usaha dapat mempertahankan kelangsungan usahanya.

Sebaliknya kebutuhan konsumen sangat bergantung dari hasil produksi pelaku

usaha.

Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen yang berkelanjutan

terjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran hingga penawaran.

(48)

mempunyai akibat hukum, baik terhadap semua pihak maupun hanya kepada

pihak tertentu saja.

Hal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha dalam suatu sistem

distribusi dan pemasaran produk barang guna mencapai suatu tingkat

produktifitas dan efektifitas tertentu dalam rangka mencapai sasaran usaha.

Pada tahap hubungan penyaluran dan distribusi tersebut menghasilkan suatu

hubungan yang sifatnya massal. 48

Pelaku usaha memiliki kecenderungan “melecehkan

Gambar

Tabel 1 Perkembangan Produksi AMDK (1997-2002)
Tabel 2 Perkembangan Konsumsi AMDK di Indonesia Tahun 1997-2004
Gambar 1
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan galon air minum merek AQUA oleh pelaku usaha depot air minum isi ulang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek apabila galon

Banyaknya depot air minum isi ulang yang tidak memenuhi syarat pengawasan internal mengindikasian bahwa pengelola depot air minum isi ulang belum mampu untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pekerja depot air minum isi ulang dalam menjaga kualitas air minum isi ulang di Kabupaten Dairi.. Metode yang dipakai

Ada, pemilik hanya mengajarkan menggunakan alat-alat depot air minum isi ulang tetapi tidak memberitahukan bagaimana menjaga kualitas air minum isi ulang yang baik (1)b.

Banyaknya depot air minum isi ulang yang tidak memenuhi syarat pengawasan internal mengindikasian bahwa pengelola depot air minum isi ulang belum mampu untuk

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan galon air minum merek AQUA oleh pelaku usaha depot air minum isi ulang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek apabila galon

Penelitian yang dilakukan oleh Sari Ramadhana, Sri Walny Rahayu tahun 2017 yang berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Depot Air Minum dalam penerapan kualitas standar

Hal ini kurangnya pengawasan dan dan pembinaan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Kesehatan terhadap pengusaha depot air minum isi ulang sehingga standar air minum