• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN AIR MINUM DEPOT ISI ULANG DAN

A. Pengertian Perlindungan Konsumen

Dalam memenuhi berbagai jenis dan macam kebutuhan maka setiap manusia perlu berusaha untuk memenuhinya. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha. Aneka ragam barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen adalah sebagai bentuk hubungan timbal balik. 77

Dalam sejarah perkembangan pola pemenuhan kebutuhan manusia yang saling membutuhkan satu sama lain, terdapat dua posisi yang saling berhadapan antara produsen dan konsumen. Pihak pembuat atau penghasil suatu barang disebut dengan produsen atau pelaku usaha. Pihak yang membutuhkan sesuatu barang yang dihasilkan oleh produsen disebut konsumen. Baik produsen atau pelaku usaha maupun konsumen berada dalam hubungan yang mutlak bersifat interpenden atau saling membutuhkan.

Pelaku usaha membutuhkan konsumen sebagai pihak yang menerima atau membutuhkan barang-barang yang dihasilkan, sebaliknya pula konsumen

77

membutuhkan pelaku usaha untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkannya. Hubungan pelaku usaha dan konsumen dalam kepentingan suatu barang yang bersumber dari pelaku usaha dan dibutuhkan oleh konsumen atas dasar suatu harga disebut dengan pasar (market). 78

Hal inilah yang kemudian menyebabkan adanya saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha berada pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berada pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. 79

Seiring dengan makin berkembangnya media-media promosi iklan, dan penawaran yang canggih, konsumen dihadapkan pada situasi yang sulit. Konsumen hanya menjadi objek, yang tidak mempunyai kekuatan mandiri untuk menimbang suatu barang dan/atau jasa yang akan dikonsumsi. Ketika mendapati masalah pada barang dan/atau jasa tersebut, biasanya konsumen tidak bisa berbuat apa-apa, hanya diam seribu bahasa.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan posisi konsumen melemah. Menurut hasil penelitian Badan dan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),

78

Loc.Cit.

79

Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, cet. I, (Jakarta : Puspa Swara, 1996), hal.11.

sebagaimana dikutip N.H.T. Siahaan, ada lima faktor yang melemahkan konsumen : 80

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya

2. Belum terkondisikannya “masyarakat konsumen” karena memang sebagian masyarakat ada yang belum mengetahui tentang apa saja hak-haknya dan kemana hak-hak-haknya dapat disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang atau jasa yang sewajarnya. 3. Belum terkondisikannya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang

mempunyai kemampuan untuk menuntut hak-haknya.

4. Proses peradilan yang pelik dan memakan waktu yang berkepanjangan. 5. Posisi konsumen yang selalu lemah.

Menurut Penjelasan Umum UUPK, faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, keberadaan UUPK adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Dalam memberikan pengertian perlindungan konsumen, terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Pengertian hukum konsumen menurut Az. Nasution adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat”.81 Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal

80

Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta : Transmedia Pusaka, 2008), hal. 30.

81

Az Nasution, Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU No. 8/1999, (Jakarta : Daya Widjaja, 1995), hal. 23.

yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. 82 Perlindungan konsumen juga merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. 83

Pengertian Perlindungan Konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UUPK adalah :

“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.” 84

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua aspeknya itu, dapat dijelaskan sebagai berikut : 85

1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkannya kepada konsumen barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau

82

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 17.

83

Sofya Lubis dan Muhammad Harry, Konsumen dan Pasien dalam Hukum Indonesia, (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta), hal. 5.

84

Harnita Dewi Ginting, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Depot Air Minum”, Skripsi, (Jakarta : Universitas Katolik Atma Jaya, 2006), hal. 25.

85

tidak. Juga persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengkonsumsi produk yang tidak sesuai.

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan, purnajual dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

Menurut Hans W. Micklitz, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan, yaitu :

1. Kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi).

2. Kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan keamanan).

Kedua kebijakan ini harus seimbang, dimana selain memberikan informasi yang jelas kepada konsumen juga meminimalisasi resiko yang harus ditanggung konsumen. Misalnya mencegah beredarnya produk yang belum dinyatakan lulus pengujian oleh lembaga perizinan pemerintah atau menarik produk berbahaya yang terlanjur beredar di masyarakat. 86

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materil maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya

86

dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam hal ini maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya mengingat demikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen. 87

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih dalam hal pembangunan Indonesia.88 Hal ini dikarenakan pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional sebagai salah satu sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen. Adapun sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen kurang lebih bisa dijabarkan sebagai berikut :” 89

1. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha. 2. Konsumen mempunyai hak.

3. Pelaku usaha mempunyai kewajiban.

4. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional.

5. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat. 6. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa.

7. Pemerintah perlu berperan aktif. 8. Masyarakat perlu berperan serta.

9. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang.

10.Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.”

Batasan hukum perlindungan konsumen sebagai bagian khusus dari hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan

87

. Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Mandar Maju 2000), hal.1.

88

Ibid., hal. 33

89

dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. 90 Jadi, pembahasan tentang hukum perlindungan konsumen terdapat beberapa istilah dan para pihak yang terkait dengan perlindungan konsumen yaitu barang dan/atau jasa, konsumen, pelaku usaha dan pemerintah.

Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan cara : 91

1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin adanya kepastian hukum 2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan

seluruh pelaku usaha

3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa

4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan

5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.

Upaya perlindungan konsumen didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Adapun asas-asas yang termuat dalam Pasal 2 UUPK merupakan prinsip yang dapat dikaitkan dengan pembangunan nasional dan tujuan tersebut terdapat dalam Pasal 5 UUPK ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen dan dorongan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen

90

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta : Diadit Media), hal. 22

91

selama hidupnya. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. 92

Walaupun demikian, adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. UUPK justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang dan/atau jasa yang berkualitas dan tetap memperhatikan hak dan kepentingan pelaku usaha kecil dan menengah. 93

Hal ini juga didasarkan pada konsep perlindungan konsumen yang tidak hanya berisi rumus-rumus tentang hak-hak dan kepentingan konsumen, tetapi juga hak-hak dan kepentingan pelaku usaha yang berimbang, proporsional, adil dan tidak diskriminatif. 94 Dalam hal ini juga berkaitan dengan rasio adanya UUPK dimana tidak hanya menyeimbangkan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha juga sejalan dengan mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya 95

92

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008), hal. 9.

93

Happy Susanto, Op.Cit., hal. 2.

94

N.H.T Siahaan, Op.Cit., hal. 22.

95

A.Z. Nasution, “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999-L.N 1999 No. 42 “dikutip dari <http://www.pemantauperadilan.com/ index.php?option=com_content&task=view&id=121&Itemid=12> pada tanggal 8 Desember 2010.

Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adapun anggapan ketidakseimbangan tersebut menyangkut bidang pendidikan dan posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen sehingga diharapkan konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha.

UUPK tidak memberikan perumusan maupun pengelompokkan yang jelas mengenai macam dan jenis barang yang dilindungi dan sangat menekankan pada pentingnya arti dari konsumen sebagai konsumen akhir. Undang-undang ini juga diharapkan memberikan perlindungan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh konsumen dan bukan hanya semata-mata perlindungan yang dikehendaki oleh pelaku usaha dan/atau the rulling class untuk kepentingan mereka sendiri. 96

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

4. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

96

5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.235/DJPDN/VII/2001 tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang Ditujukan kepada Seluruh Dinas Prop/Kab/Kota

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

Dari apa yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi mereka. Konsumen perlu dilindungi karena konsumen dianggap memiliki suatu “kedudukan” yang tidak seimbang dengan para pelaku usaha. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 97 Ketidakseimbangan ini juga menyangkut bidang pendidikan dan posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen. Seringkali konsumen tidak berdaya menghadapi posisi yang lebih kuat daripada pelaku usaha.

Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha inilah yang menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu UUPK sehingga konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan

97

Lihat Paragraf Ketiga Penjelasan Umum Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

kedudukan pelaku usaha, karena perlindungan konsumen dapat dilakukan jika adanya masalah pada hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha.

Walaupun demikian, suatu hal yang tidak dapat dikesampingkan adalah banyaknya konsumen kita yang kurang peduli akan hak-haknya. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, dimana banyak konsumen yang walaupun telah dirugikan oleh pelaku saha, namun tidak memiliki niat sedikitpun untuk melakukan klaim ataupun melakukan gugatan kepada pelaku usaha. Ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain, malasnya atau enggannya mereka berperkara di Pengadilan, ketidakberdayaan mereka menghadapi pelaku usaha yang besar, ataupun mereka tidak mengetahui bahwa hak-haknya tersebut dilindungi oleh Undang-undang.

B. Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Air Minum Depot Isi Ulang