• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI MANGROVE SEBAGAI PENDUKUNG

POTENSI PERIKANAN PANTAI DI PEMALANG

Darma Yuliana1*, Johannes Hutabarat2, Rudhi Pribadi2, Jusup Suprijanto2 1

Mahasiswa Program Double Degree Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan MSDP Universitas Diponegoro Semarang

2

Staf Dosen Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan MSDP Universitas Diponegoro Semarang

*E-mail: darma.msdp2011@gmail.com Abstrak

Dalam kerangka pemetaan sumberdaya kelautan dan pengelolaan sumberdaya hasil laut menuju zero waste management Suprijanto dkk (2013) melalui penelitian Tim Hibah Pascasarjana Universitas Diponegoro, penelitian ini dilakukan. Salah satu topic yang berkaitan dengan sumberdaya kelautan dan kesuburan perairan hutan mangrove kiranya perlu diobservasi potensi perikanannya. Fenomena konversi hutan mangrove dijadikan sebagai kawasan pertambakan dan pemukiman banyak dijumpai di kawasan Kecamatan Ulujami, Pemalang sehingga teridentifikasi fenomena kerusakan yang tidak hanya mengancam kemampuan ekosistem pesisir dalam menyediakan sumberdaya alam, tapi juga telah mereduksi kemampuannya dalam mencegah bencana alam di wilayah pesisir. Hasil penelitian menunjukan potensi mangrove didaerah desa Mojo sangat besar dalam menunjang sumberdaya perikanan pantai yaitu berupa produksi serasah. Untuk mengembalikan dan melestarikan fungsi-fungsi ekosistem pesisir, maka perlu adaya upaya konservasi. Hutan mangrove di Desa Mojo, Kabupaten Ulujami, Pemalang, merupakan hutan hasil reboisasi oleh masyarakat setempat sejak tahun 1998. Rehabilitasi mangrove di desa Mojo tercatat dilaksanakan tahun 1998 seluas 25 ha, 2000 seluas 7 ha, 2002 seluas 25 ha, 2003 seluas 2 ha, 2004 seluas 75 ha, 2005 seluas 25 ha, dan 2007 seluas 80 ha. Keberlangsungan perbaikan kondisi mangrove tersebut bertujuan agar abrasi pantai, banjir tidak terjadi lagi dan mempertahankan potensi perikanan yang ada. Berdasarkan data potensi Desa Mojo tahun 2009 produksi budidaya ikan laut dan payau dengan daerah tambak seluas 310 ha menghasilkan produksi terbesar yaitu kepiting 24 ton/th.

Kata kunci: Mangrove, konservasi, perikanan pantai

Pengantar

Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam khas yang dimiliki daerah pantai tropik, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai ekosistem produktif di daerah pesisir yaitu dengan menghasilkan serasah yang tinggi sebagai potensii hara yang mendukung produktivitas primer tinggi.

Hutan mangrove di daerah Pemalang terbentuk dari hasil rehabilitasi kerjasama dengan Organization for Industrial Spiritual & Cultural Advancemen (OISCA) seluas 72 ha dengan jenis Rhizophora mucronata dan jenis Avicenniamarina yang hidup secara alami. Sejak tahun 1998 rehabilitasi mangrove di desa Mojo tercatat dilaksanakan tahun 1998 seluas 25 ha, 2000 seluas 7 ha, 2002 seluas 25 ha, 2003 seluas 2 ha, 2004 seluas 75 ha, 2005 seluas 25 ha, dan 2007 seluas 80 ha.Berdasarkan SK bupati tahun 2008, kelompok tani penghijauan Desa Mojo telah mendapat pengelolaan kawasan mangrove tersebut seluas 72 ha.

Rehabilitasi yang telah dilakukan menandakan pentingnya peranan mangrove tersebut. Konservasi terhadap mangrove untuk mendukung potensi perikanana pantai di pemalang harus dilakukan. Konservasi mangrove yang dilakukan salah satunya dengan member informasi tentang pentingnya daerah kawasan mangrove dengan mengukur besarnya potensi yang dimiliki kawasan mangrove dengan mengukur besarnya produksi serasah.

(2)

Produktifitas mangrove merupakan sumber bagi produktifitas perikanan di estuari dan penyumbang unsur hara pada perairan pantai terdekat (Boonruang, 1984). Mangrove memegang peranan dalam mata rantai siklus unsur hara bagi organisme perairan (Kathiresan, 2001). Bengen (2004) mendefinisikan hutan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut – pantai berlumpur.

Sumbangan unsur hara di daerah perairan mangrove akan berfluktuasi seiring dengan dinamika produktifitas dan dekomposisi serasah mangrove di suatu perairan. Produksi serasah akan memperlihatkan besarnya potensi bahan yang akan di dekomposisi untuk dijadikan sumber nutrien. Estimasi besarnya nutrien yang dihasilkan ini yang akan menjadi acuan pengelolaan ekosistem mangrove di daerah Pemalang. Akibat adanya ekploitasi yang berlebihan dan aktifitas manusia lainnya, menyebabkan penurunan kuantitas maupun kualitas ekosistem mangrove tersebut. Hal ini disebabkan adanya banyak perbedaan persepsi diantara masyarakat dalam hal pengelolaan kawasan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan menyeluruh terhadap penataan ruang dan pengelolaan kawasan yang berimbang.

Fungsi dan Potensi Mangrove

Ekosistem Mangrove mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning

ground) bagi aneka biota perairan. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan

rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan sumber makanan Bengen (2000).

Ekosistem mangrove mempunyai manfaat ganda baik aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan yang dapat bertahan hidup di sekitarnya serta ketergantungan manusia terhadap ekosistem mangrove tersebut (Harahab, 2010).

Bengen (2000) menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki fungsi antara lain : 1. pelindung pantai dari gempuran ombak, arus dan angin,

2. tempat berlindung, berpijah atau berkembang biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota 3. penghasil bahan organik yang sangat produktif (detritus),

4. sumber bahan baku industri bahan bakar,

5. pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya,serta 6. tempat pariwisata.

Secara fisik ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai hutan lindung yang dapat mempengaruhi ketersediaan massa air di dalam tanah. Sistem perakaran yang khas pada tumbuhan mangrove dapat menghambat arus air dan ombak, sehingga menjaga garis pantai tetap stabil dan terhindar dari pengikisan (abrasi). Keadaan ekosistem rnangrove yan grelatif lebih tenang dan terlindungi dan sangat subur juga aman bagi biota laut pada umumnya.

Bahan dan Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan survey. Metode dengan pendekatan survey digunakan agar mendapatkan data dari tempat yang ditentukan yang sesuai dan alamiah dengan perlakuan dalam mengumpulkan data- data kondisi mangrove.

Metode yang paling umum digunakan untuk mengukur produksi serasah di dalam ekosistem mangrove yaitu menggunakan litter-trap.

(1) Pengukuran produktivitas serasah dilakukan dengan litter-trap berukuran 1 × 1 m. Pemasangan

litter-trap pada masing - masing stasiun, dimana masing – masing stasiunnya terdapat 3 sub

stasiun. Litter-trap dipasangkan dengan posisi 1 m dari lantai permukaan agar tidak terkena langsung pengaruh pasang, litter-trap di beri penyanggah pada masing – masing sudutnya agar dapat terpasang tegak.

(3)

(2) Dibiarkan selama 14 hari agar serasah terkumpul. Serasah yang dikumpulkan berasal dari daun, buah, bunga dan ranting yang jatuh dari vegetasi yang ada di lokasi penelitian.

(3) Pengambilan sampel serasah di lakukan selama 14 hari sekali selama 4 bulan.

(4) Komponen serasah yang tertampung selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dibersihkan dan dipisahkan setiap bagian (daun, ranting, buah dan bunga) dan dikeringkan dalam oven pengering selama 48 jam pada suhu 80° C sampai beratnya konstan. Serasah kering kemudian ditimbang dengan alat timbang yang mempunyai ketelitian 0,05 g.

Hasil dan Pembahasan

Potensi Perikanan di Desa Mojo

Desa Mojo merupakan salah satu desa di Kecamatan Ulujami yang paling banyak membudidayakan kepiting. Desa ini memiliki tambak seluas 327,22 Ha. Budidaya kepiting dilakukan di daerah ini sebagian besar adalah Kepiting sokka (soft cells crab), tetapi ada juga yang budidaya penggemukan dan pembesaran. Berdasarkan data BAPPEDA (2008) Untuk budidaya kepiting sokka,per-hari per orang menghasilkan rata – rata 5 – 6 kg per Ha siap jual dengan harga jual sekitar Rp.40.000,- per kg.

Desa Mojo di kenal memiliki potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Tahun 2010 nilai transaksi di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) mencapai nilai 2,5 M, kemudia pada KPD (Koperasi Perikanan Darat) tempat pelelangan perikanan air payau dari hasil panen ikan bandeng sebesar 489 ton.

Vegetasi Mangrove

Tabel 1. Rehabilitasi kawasan mangrove di Desa Mojo Tahun Luasan Rehabilitasi (ha)

1998 25 2000 7 2002 25 2003 2 2004 75 2005 25 2007 80

Kawasan mangrove di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang tumbuh secara semi buatan yang menempati areal seluas 23 ha. Jenis mangrove yang ditemukan pada daerah penelitian yaitu Avicennia marina, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Daerah pantai didominasi oleh Avicennia marina dan Avicennia alba sedangkan di daerah sekitar tambak banyak dijumpai Rhizophora

mucronata. Secara keseluruhan, jenis yang paling dominan di daerah penelitian adalah Avicennia marina.

Melihat kondisi kawasan mangrove yang terus mengalami konversi menjadi infrastruktur lain seperti tambak, rehabilitasi terus dilakukan pemerintah dan lembaga masyarakat setempat. Untuk memberikan informs tentang pentingnya daerah kawasan mangrove dan untuk membantu kegiatan konservasi mangrove, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui besarnya potensi yang dimiliki kawasan mangrove dengan mengukur besarnya produksi serasah.

Lokasi penelitian terdiri dari 3 stasiun dengan karakteristik daerah yang berbeda. Karakteristik stasiun 1 adalah daerah muara sungai dimana termasuk daerah sedimentasi, yang dekat dengan aliran air yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambak-tambak yang ada disekitarnya. Karakteristik pada stasiun 2 adalah daerah tepi laut, dimana daerah yang dipengaruhi langsung oleh laut. Stasiun 3 memiliki ciri yaitu sebagai daerah dekat pertambakan.

Kerapatan pohon mangrove di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang disajikan pada Gambar 1.

(4)

Gambar 1. Tingkat Kerapatan Pohon Mangrove pada Masing – Masing Stasiun Pengamatan

Produksi Serasah Mangrove

Produksi serasah merupakan guguran struktur vegetatif yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, faktor umur, stress oleh faktor mekanik (angin), faktor iklim, dan kematian (Soenardjo, 1999). Daun mangrove yang jatuh ke tanah merupakan salah satu cara pohon mangrove mengurangi kandungan garam dalam jaringannya, karena daun yang jatuh tersebut membawa konsentrasi garam yang tinggi. Produksi serasah yang tinggi akan memberikan keuntungan bagi vegetasi karena akan meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang cukup. Nilai produksi serasah yang tinggi pada daerah sungai dipengaruhi oleh masuknya tinggi nutrisi dan air tawar (Bernini, 2000).

Tabel 2. Hasil produksi serasah mangrove (g/m2/2minggu) di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang.

Stasiun Komponen

2 Minggu ke-

1 2 3 4 5 6

Desember 2012 Januari 2013 Februari 2013

1 Total 209 148 329 352 174 163 Rata –rata /m2 /minggu 34.85 24.65 54.85 58.65 29 27.15 2 Total 199 143 263 301 133 122 Rata –rata /m2 /minggu 33.2 23.8 43.8 50.2 22.2 20.3 3 Total 91 97 164 272 83 64 Rata –rata /m2 /minggu 15.17 16.17 27.33 45.3 13.83 10.7

Total produksi serasah mangrove di stasiun I memiliki nilai terbesar pada 2minggu ke-4 tinggi, hal ini disebabkan oleh faktor cuaca. Saat pengambilan serasah pada tanggal 24 Januari 2013 terjadi hujan. Berdasarkan data dari BMG, pada bulan tersebut nilai curah hujan tercatat paling besar satu tahun terakhir yaitu sebesar 459. Hal ini sejalan dengan pendapat Aksornkoae, (1993) menyatakan bahwa produksi serasah tertinggi terjadi pada saat musim hujan/ pada saat curah hujan mencapai tinggi.

(5)

Gambar 2. Diagram Perbandingan Produksi Serasah antar Stasiun

Produksi serasah terbanyak terdapat pada stasiun 1 dengan jumlah 38.2 g/m2/minggu sedangkan produksi serasah terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 21.4 g/m2/minggu. Perbedaan yang didapatkan untuk tiap stasiun diakibatkan adanya perbedaan kerapatan, umur dari tumbuhan, dan kesuburan yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung.

Kerapatan pohon juga dapat mempengaruhi produksi serasah, menurut Soeroyo (2003) menyatakan bahwa Semakin tinggi kerapatan pohon, maka semakin tinggi pula produksi serasahnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah kerapatan pohon maka semakin rendah produksi serasahnya. Kerapatan pohon tertinggi dimiliki stasiun 1 yaitu 21pohon/100m2 dan kerapatan pohon terendah dimiliki stasiun 3 dengan kerapatan 18 pohon/100m2. Hal ini seiring dengan besarnya produksi serasah yang tertinggi dimiliki stasiun 1, dan terendah dimiliki stasiun 3.

Pelestarian Mangrove mendukung potensi perikanan

Desa Mojo yang memiliki kawasan mangrove seluas 23 ha bila dibandingkan dengan tambak seluas 310 ha tahun 2009 dan menjadi 327,22 ha tahun 2012 yang terbentuk di daerah kawasan mangrove, sangat memperlihatkan gambaran kebutuhan masyarakat lebih besar dari pelestarian yang dilakukannya. Daerah pantai termasuk mangrove mendapat tekanan yang tinggi akibat perkembangan infrastuktur, pemukiman, pertanian, perikanan, dan industri, karena 60% dari penduduk Indonesia bermukim di daerah pantai. Mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter serta agen pengikat dan perangkap polusi dan juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, ikan, kepiting pemakan detritus dan bivalvia juga ikan pemakan plankton sehingga mangrove berfungsi sebagai biofilter alami. Berbagai jenis ikan, baik yang bersifat

herbivora, omnivora, maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama ada waktu air pasang.

Produksi serasah merupakan pendukung utama potensi perikanan, dari suatu produksi serasah daun sebagian kecil terbawa arus dan sebagian besar tetap di daratan atau di hutan. Serasah daun yang tertinggal di daratan menjadi makanan binatang dan sebagian besar akan mengalami penguraian sebagian atau sepenuhnya yang dilakukan oleh jasad-jasad renik maupun bakteri. Semakin tinggi produksi serasah maka semakin tinggi pula produktivitas di hutan mangrove. Sehingga dengan melestarikan keberadaan mangrove berarti memperbesar potensi perikanan yang ada di daerah tersebut.

(6)

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Produksi serasah terbanyak terdapat pada stasiun 1 dengan jumlah 38.2 g/m2/minggu sedangkan produksi serasah terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 21.4 g/m2/minggu, Hal ini dipengaruhi oleh niali kerapatan terbesar dimiliki stasiun 1 dan terendah pada stasiun 3.

Total produksi serasah mangrove di stasiun I memiliki nilai terbesar pada 2minggu ke-4 tinggi, hal ini disebabkan oleh faktor cuaca. Saat pengambilan serasah pada tanggal 24 Januari 2013 terjadi hujan. Berdasarkan data dari BMG, pada bulan tersebut nilai curah hujan tercatat paling besar satu tahun terakhir yaitu sebesar 459.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk melakukan penelitian lanjut dan pengawasan lajut tentang kelestarian mangrove dan produksi serasah agar dapat memperlihatkan secara jelas kepada masyarakat kontribusi yang besar untuk potensi perikanan daerah tersebut .

Daftar Pustaka

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangroves. The IUCN Wetlands Programme. Bangkok. Thailand.

Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Laut IPB, Bogor, 88 hlm.

Bengen DG. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Laut IPB. Bogor. 56 hlm.

Bernini, L., et al., Litterfall in a mangrove in Southeast Brazil. Pan-American Journal of Aquatic Sciences (2010), 5(4):508-519

Boonruang P. 1984. The Rate of Degradation of Mangrove Leaves, Rhizhophoraapiculata BL and

Avicennia marina (FORSK) VIERH at Phuket Island,Western Peninsula of Thailand. In

Soepadmo, E., A.N. Rao and D.JMacintosh. 1984. Proceedings of The Asian Symposium on MangroveEnvironment Research and Management. University of Malaya andUNESCO. Kuala Lumpur. Page 200-208.

Bunyavejchewin, S. dan T. Nuyim. 2001. Litterfall production in a primary mangrove Rhizophora apiculata forest in Southern Thailand. Silvicultural Research Report: 28-38.

Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam

Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Ito, T. dan A. Nakagiri. 1997. Mycoflora of the Rhizospheres of Mangrove Trees. IFO Res. Commun. 18: 40 - 44.

Kathiresan, K. dan B.L. Bingham. 2001. Biology of Mangrove and Mangrove Ecosystems. Centre of advanced Study in Marine Biology, Annamalai University. Huxley College of Environmental Studies, Western Washington University. Annamalai, India.

(7)

Kavvadias, V.A., D. Alifragis, A. Tsiontsis, G. Brofas, and G. Stamatelos. 2001. Litterfall, litter accumulation and litter decompotion rates in four forest ecosystem in Notern Greece. Forest

Ecology and Management. Oxford: Blackwell Scientific.

Soenardjo, N. 1999. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove dan Hubungannya dengan Struktur Komunitas Mangrove di Kaliuntu Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Tesis. Ilmu Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

Soeroyo. 2003. Pengamatan gugur serasah di hutan mangrove Sembilang Sumatra Selatan. P3O-LIPI: 38-44

Gambar

Tabel 2.  Hasil produksi serasah mangrove (g/m 2 /2minggu) di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami,  Kabupaten Pemalang
Gambar 2. Diagram Perbandingan Produksi Serasah antar Stasiun

Referensi

Dokumen terkait

Media massa adalah alat yang digunakan untuk penyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar,

Keluarga besar HMP PPKn periode 2015 dan BEM FKIP UMS periode 2016 terima kasih atas dukungan semangat, doa serta ilmu dan pengalaman yang luar biasa ini semoga

Tinjauan Tanah Asli dan Tanah + Pasir Vulkanik Merapi 88 Gambar 5.19 Grafik Hasil Pengembangan Pada CBR Rendaman dengan. Tinjauan Tanah Asli dan Tanah + Gipsum +

Penelitian yang dilakukan oleh purba (2011) dengan menggunakan enam variabel independen yaitu kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan,

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai media yang bisa digunakan dalam materi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan

Hasil penelitian layanan penguasaan konten berbantuan Mind Map pada siswa kelas X SMA NU Al Ma’ruf Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015, dalam menerapkan kemampuan membacanya

Dan karena seperti itu realitanya secara metafisika (yang paling asli/tinggi/ mendalam) , maka akhirnya bisa terjadi "breakthrough". Bisa kesadaran yang sebenarnya

Target yang diharapkan dari program pengabdian masyarakat IbM Peningkatan Pelayanan, Pemasaran dan Keselamatan Penyedia Jeep Wisata di Kawasan Wisata Kaliurang ini