Serambi Journal of
Agricultural Technology (SJAT)
http://ojs.serambimekkah.ac.id/index.php/sjatVol. 2 No. 2 Thn. 2020 E-ISSN: 2684-9879
S J
A T
Improvement of Gayo Lues Patchouli Oil Alcohol Quality
With Absorbent Variations of Juice And
Purut Orange Peel (Citrus hystrix)
Diana Patra1), Vera Viena1)*, Elvitriana1), Zulhaini Sartika2)1Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah 2Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas serambi Mekkah
Jl. Tgk Imum Lueng Bata Batoh Banda Aceh Indonesia *Email: vera.agussalim@gmail.com Article Info Article history: Received : 12/05/2020 Received in revised: 12/0/2020 Accepted: 2/06/2020 Abstract
Patchouli oil refinery in Gayo Lues Aceh Indonesia commonly used evaporation process in an old drums at high temperature which decreased the quality of oil produced. The research to enhance the quality of patchouli alcohol of Gayo Lues patchouli oil using Citrus hystrix absorber has been done.The juice from kaffir lime (1 – 10 % v/v) used as chelating agent, and the kaffir peels powder (2,5 - 7 gr) used as bio sorbent. The highest patchouli alcohol (P.A) both resulted at T=50 oC and 60 minutes
heating. Kaffir bio sorbent at 7,5 gr usage, gave 40,37% P.A and Fe reduction of 77,67%; while kaffir lime juice at 4% v/v usage, gave P.A 39,90% and Fe reduction of 78,25%. Purified patchouli oil also characterized by its light yellow color, density and refractive index based on SNI.06-2385-2006. It’s concluded that kaffir peels bio sorbent purification has superior P.A quality than kaffir lime juice.
Key words: patchouli oil, kaffir lime, chelating agent, bio
sorbent, patchouli alcohol (P.A)
ABSTRAK
Penyulingan minyak nilam di Gayo Lues Aceh-Indonesia umumnya menggunakan proses penguapan di dalam drum bekas pada suhu tinggi, sehingga dapat menurunkan kualitas minyak hasil produksi. Penelitian untuk meningkatkan kualitas minyak nilam asal Gayo Lues menggunakan penyerap jeruk purut (Citrus hystrix) telah dilakukan. Jus jeruk purut (1 – 10 % v/v) digunakan sebagai agen proses chelasi, dan bubuk kulit jeruk purut (2,5 - 7 gr) digunakan sebagai biosorben. Patchouli alcohol (P.A) terbaik keduanya diperoleh pada proses reaksi T=50 oC dan pemanasan 60 menit. Biosorben 7,5 gr
menghasilkan P.A tertinggi 40,37% dan reduksi Fe sebesar 77,67%, sedangkan jus jeruk purut 4% menghasilkan P.A tertinggi sebesar 39,99% dan reduksi Fe 78,25%. Produk permurnian minyak nilam juga dikarakterisasi dari warna kuning cerah, densitas, indeks refraksi berdasarkan SNI.06-2385-2006. Dapat disimpulkan bahwa pemurnian dengan biosorbent kulit jeruk purut menghasilkan kualitas P.A yang lebih tinggi dari pada jus jeruk purut.
1. PENDAHULUAN
Tanaman nilam (Pogostemon
cablin Benth.) memiliki kandungan
minyak didalamnya yang disebut minyak nilam. Tanaman ini umumnya tumbuh secara liar dikawasan Sumatera, Indonesia, Malaysia, Cina dan India. Indonesia sebagai penghasil terbesar minyak nilam di dunia memiliki produk patchouli alcohol sebesar 1200-1300 ton per tahun. Produksi ini mencakup 90% dari total produksi di dunia (Rifai et al., 2019). Sebuah review oleh (van Beek & Joulain, 2018) meneliti komponen utama daun nilam yang
digunakan sebagai sumber produksi
minyak nilam dan diketahui terdapat 72 konstituen yang telah dipastikan sebagai komponen utama minyak nilam dan 58 komponen tambahan. Komponen utama minyak nilam tersebut adalah sesquiterpen patchoulol.
Hasil studi terhadap minyak nilam
Indonesia menggunakan alat Gas
Chromatography (GC) and Gas
Chromatography/Mass Spectroscopy
(GC/MS) menunjukkan kandungan
senyawa berupa; α-pinene, δ-patchoulene, β-pinene, aciphyllene, limonene, δ-guaiene, δ-elemene, 7-epi-selinene, α-copaene, norpatchoulenol, α-patchoulene,
1,10-epoxy-11-bulnesene, β-elemene,
caryophyllene oxide, cycloseychellene,
nortetrapatchoulol, β-caryophyllene,
patchouli alcohol, α-guaiene,
patchoulenone, seychellene,
9-oxopatchoulol, humulene, pogostol,
α-patchoulene, isopatchoulenone,
γ-gurjunene, and germacrene D (Swamy & Sinniah, 2015). Para petani nilam di Gayo Lues umumnya masih menggunakan alat yang terbuat dari drum-drum bekas sehingga minyak nilam yang dihasilkan
berwarna coklat tua karena proses
menggunakan suhu tinggi dan uap air panas untuk melarutkan ion logam seperti magnesium, besi , mangan, tembaga, plumbum, dan seng yang dapat terlarut di dalam minyak.
Penelitian pada minyak nilam dari Aceh Selatan yang berwarna coklat menunjukkan bahwa proses pemurnian dengan menggunakan senyawa pengkelat Na-EDTA sebagai senyawa pengkelat dapat menurunkan kandungan Fe (besi) secara signifikan sebesar 60%. Minyak yang diperoleh juga menjadi lebih cerah (Alam, 2007). Penelitian penggunaan modified karbon aktif dari cangkang sawit untuk pemurnian minyak nilam yang
mengandung Fe dan Cu. Hasil
menunjukkan bahwa penurunan Fe dapat mencapai 94.96 % and Cu sebesar 76.39 %
(Allwar*, 2015). Penelitian lainnya
menyimpulkan bahwa kemampuan
adsorbsi dari adsorben abu sekam padi dalam menyerap logam Fe dan Zn dalam minyak nilam dapat dinyatakan ke dalam
adsorbtivitas. Semakin tinggi
adsorptivitasnya, semakin baik adsorben
tersebut digunakan karena mampu
menyerap adsorbat dalam jumlah banyak (Said et al., 2014).
Selain itu, penelitian tentang
pemurnian minyak menggunakan metode redestilasi juga dapat meningkatkan kadar PA dan penggunaan asam sitrat dan natrium sitrat dari kadar PA 29% menjadi 30% (Nurjanah et al., 2016). Riset tentang kondisi optimum penggunaan unit destilasi untuk pemurnian minyak nilam juga telah dilakukan, yaitu pada suhu 100 0C dan 70
rpm dengan tingkat kemurnian patchouli alcohol sebesar 73,37 %. Namun hasil GC-MS yang sebelumnya umumnya masih menunjukkan adanya komponen impuritis yang harus dihilangkan, maka dengan
proses distilasi dapat diturunkan
impuritisnya (Laksmono et al., 2007). Pemurnian komponen minyak atsiri dapat dilakukan dengan cara destilasi, fraksinasi, ekstraksi pelarut superkritis
CO2, dan kromatografi kolom. Kelemahan
dari metode tersebut diantaranya
memerlukan pelarut dalam jumlah banyak, memerlukan alat khusus, dan proses yang lama. Metode kimia merupakan alternatif karena memerlukan bahan dalam jumlah
sedikit dan reaksi berlangsung cepat (Hafidloh et al., 2017). Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini akan mengkaji proses
pemurnian untuk peningkatan mutu
minyak nilam asal Gayo Lues Aceh dengan penambahan bahan penyerap dari jus sebagai bahan pengkelat, dan kulit jeruk purut sebagai biosorbent, dan membandingkannya dengan standar SNI 06 - 2385-2006.
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan
Minyak Nilam yang diguankan sebagai sampel penelitian diperoleh dari pasar Desa Padang, Teragun, kabuapaten Gayo Lues Aceh Indonesia. Bahan kimia
dan aquades juga diperoleh secara
komersil dari suplayer local Aceh.
Peralatan yang dipergunakan pada proses pemurnian minyak meliputi beaker gelas 1000 ml, 500 ml, 250 ml (Pyrex), magnetic stirrer, filter paper (Whatman) , botol sampling (pyrex), Hot plate (wisd), gelas ukur (Pyrex), corong pisah (Pyrex), GC-MS Spektrofotometre (lansida), AAS (Shimadzu AA 7000.
2.2 Metode
Pembuatan Biosorbent Dari Kulit Jeruk Purut
Pembuatan biosorbent
menggunakan kulit jeruk purut yang telah dikeringkan selama 3 hari dan
kemudian dioven pada suhu 105 0C
selama 1,5 jam untuk mengurangi kadar air bahan. Kulit jeruk kering dimasukkan
kedalam furnace pada suhu 300 0C
selama 3 jam untuk menghasilkan bahan aktif biosorbent, lalu didinginkan dan dihaluskan dengan ukuran 100 mesh. Serbuk bubuk biosorbent selanjutnya
dapat digunakan dalam penelitian
pemurnian minyak nilam.
Proses Pemurnian Minyak Nilam Proses pemurnian minyak nilam yang dilakukan menggunakan bahan penyerap berupa jeruk purut (Citrus
histrik) sebagai zat pengkelat dengan variasi konsentrasi jus jeruk purut 1%, 4%, dan 10% dan biosorbent dari bubuk kulit jeruk purut dengan variasi massa 2,5; 5; dan 7,5 gr pada suhu operasi 50
0C selama 60 menit. Minyak nilam
dimasukan kedalam beker glass sebanyak 50 ml dan kemudian ditambah bahan pengkelat berupa jus jeruk purut (Citrus
histrik) dengan variasi konsentrasi
pengkelat dan bubuk biosorbent
kemudian dicampurkan minyak nilam dengan jus jeruk purut tersebut dan
dipanaskan dengan suhu operasi 500C
dan setelah itu diaduk dengan magnetic
stirrer selama 60 menit. Proses
pemurnian yang sama juga delakukan dengan penambahan biosorbent dari kulit jeruk purut.
Pengujian Mutu Hasil Pemurnian Minyak Nilam
Kualitas minyak nilam didasarkan pada tingkat kejernihan setelah pemurnian
yang dinyatakan dalam efisiensi
penyerapan, kandungan besi (Fe) setelah
proses pemurnian, dan kandungan
komponen utama Patchouli alcohol dalam
minyak nilam setelah pemurnian.
Pengukuran kecerahan, masa jenis dan
densitas dilakukan dengan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang tertentu. Berdasarkan Wibowo et al (2017), penentuan kadar besi (Fe) menggunakan spektrofotometer serapan
atom (SSA). Sedangkan pengukuran
konsentrasi patchouli alkohol nilam
menggunakan gas chromatography (GC). Analisa Kandungan patchouli Alkohol dengan GC-MS Spectrofotometry
Sampel minyak nilam sebanyak 1 mL diinjeksikan dalam spektrofotometer kromatografi gas massa (tipe Shimadzu GC-MS-QP2010) dengan kondisi operasi
sebagai berikut: tipe kolom yang
digunakan adalah HP-5ms, suhu kolom diatur pada 80 ℃ selama 30 menit dan kecepatan kenaikan suhu meningkat 50
menit sampai suhu 200℃ dan dibiarkan selama 25 menit. Suhu detektor suhu injektor dilakukan pada 310 secara bersamaan. Gas pembawa yang digunakan adalah helium. Detektor digunakan FID (Flame Ionization Detector) (Wibowo et al., 2017).
Kromatografi Gas - Spektroskopi
Massa (GC-MS) digunakan untuk
mengidentifikasi komponen rasa pada minyak nilam. Spektroskopi massa dapat aplikasikan untuk menentukan rumus senyawa tanpa menganalisis unsur secara
kualitatif atau kuantitatif, misalnya
C4H100 dan mengetahui rumus empiris (CxHyOz)n yang akan memungkinkan penentuan berat molekul. GC-MS juga dapat mendeteksi adanyan senyawa volatil dalam sampel.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik awal minyak nilam Gayo Lues
Minyak nilam yang berasal dari
daerah pegunungan di Gayo Lues
Kecamatan terangun. Desa Padang. Pada umumnya minyak nilam Gayo Lues masih
berwarna kecoklatan, dikarenakan
penyulingnya masih menggunakan alat penyuling dari drum bekas. Adapun karakteristik minyak nilam asal Gayo Lues terlihat pada Tabel 1. Hasil analisa
karakteristik minyak nilam awal
menunjukkan kandungan besi (Fe) sangat besar 137,09 pmm, melebihi baku mutu (25 ppm) sehingga kualitas minyak nilam yang berasal dari gayo Lues warnanya coklat tua. Indek bias minyak juga masih belum memenihi standar SNI sehingga masih perlu proses pemurnian lanjutan. Pada penelitian ini menggunakan jus jeruk purut yang mengandung asam sitrat sebagai bahan pengkelat untuk menyerap Fe dan meningkatkan mutu minyak nilam asal Gayo Lues. Selain itu juga digunakan bahan penyerap dari kulit jeruk purut yang
telah dikarbonisasi sehingga dapat
berfungsi sebagai biosorbent untuk
meningkatkan kandungan patchouli
alcohol nilam Aceh dari awalnya 36,01 ppm dapat lebih meningkat dengan penambahan bahan penyerap dari jeruk purut Citrus hystrix.
Tabel 1. Karakteristik awal Minyak Nilam Gayo Lues sebelum pemurnian
No Parameter SNI.06-2385-2006 Hasil 1 Warna Coklat kekuningan Coklat tua 2 Bobot jenis 250C/250C (mg/cm3) 0,950 – 0,975 0, 956 3 Indeks Bias (nD20) (-) 1, 507 – 1,515 1, 403 4 Kandungan Besi (Fe) (ppm) Maksimum 25 137,09 5 Patchouli Alkohol (%) Minimum 30 36,01
Sumber: Hasil Uji di Laboratorium BARISTAND Aceh, 2018
3.2 Karakteristik Minyak Nilam Gayo
Lues Setelah Pemurnian Dengan
Penambahan Penyerap Jeruk Purut Pada Tabel 2. Ditampilkan hasil
karakterisasi minyak nilam setelah
pemurnian menggunakan penyerap dari jus dan biosorbent jeruk purut. Pada Tabel
tersebut dapat kita lihat bahwa
penambahan jus jeruk purut (Citrus hystrix) sebesar 1% dengan waktu operasi 60 menit menghasilkan patchouli alkohol (P.A) 38,99 %. Sedangkan penambahan jus jeruk purut 4% menghasilkan patchouli alkohol (P.A) 39,90 %, penambahan jus jeruk purut sebesar 10% menghasilkan patchouli alkohol (P.A) 37,85 %. Hal ini menunjukkan bahwa semakin berfungsi larutan jus jeruk purut yang ditambahkan, maka nilai P.A juga meningkat.
Berdasarkan (Alam, 2007) variasi suhu penguapan menentukan kandungan patchouli alkohol, yaitu untuk minyak nilam Aceh Barat nilai P.A nya 38,55; Aceh Selatan nilai patchouli alkohol (P.A)
37,08; sedangkan Gayo Lues nilai
patchouli (P.A) nya 36,01. Pada penelitian ini, pemurnian minyak nilam Gayo Lues, dengan penambahan bahan pengkelat jus
jeruk purut telah mampu meningkatkan nilai P.A melebihi standar SNI.
Penggunaan jus jeruk purut sebagai bahan pengkelat telah terbukti dapat menurunkan kadar besi (Fe) dari 137,09 % menjadi 29,81% atau 78,25% pada pemakaian jus jeruk 1%. Sedangkan pada penggunaan biosorbent kulit jeruk purut telah mampu menurunkan Fe dari 137,09
mejadi 30,62% atau 77,67% pada
penggunaan massa serbuk sorben 7,5 gram. Hal tersebut memungkinkan untuk penggunaan lebih lanjut dari kulit jeruk
purut sebagai biosorben penyerap
kandungan logam berat dalam minyak nilam dan aplikasi khusus lainnya.
Tabel 2. Karakteristik minyak nilam Gayo Lues setelah pemurnian dengan jus dan biosorbent kulit jeruk purut
Sumber: Hasil Uji di Laboratorium BARISTAND Aceh, 2018
Salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas minyak nilam adalah warna. Minyak nilam yang memiliki warna coklat gelap secara umum mempunyai kualitas yang kurang baik. Oleh sebab itu kita perlu melakukan suatu upaya agar minyak nilam yang kita peroleh dari hasil penyulingan mempunyai kualitas yang lebih baik sesuai standar SNI yang berwarna kuning cerah. Dalam penelitian ini kami menggunakan biosorben yang terbuat dari kulit jeruk purut yang dikarbonisasi pada suhu 3000C selama 3 jam, dengan variasi sebanyak 2,5; 5 dan 7,5 gr dalam 50 ml minyak nilam. Hasil pada Tabel 2. memberikan penurunan warna yang siginifikan pada produk minyak nilam hasil pemurnian baik dengan jus maupun biosorben, Untuk pemakaian jus jeruk purut dapat mengubah warna awal nilam Gayo lues dari coklat tua menjadi kuning cerah pada pemakaian jus 4%. Sedangkan untuk biosorben, warna kuning cerah minyak nilam diperoleh pada pemakaian massa sorbent 7,5 gram. Untuk
bobot jenis dan indeks bias minyak nilam juga telah memenuhi standar setelah proses penyerapan dengan jeruk purut. Namun demikian, hasil pemurnian minyak nilam Gayo Lues untuk Fe masih belum
memenuhi standar SNI.06-2385-2006
yaitu maksimum 25 ppm.
Pada Gambar 1. Ditampilkan hasil pemurnian patchouli alkohol (P.A) minyak nilam Gayo Lues menggunakan bahan pengkelat jus jeruk purut pada konsentrasi awal (tanpa pemurnian) dan variasi 1 – 10% dengan suhu proses yaitu T=50 oC dan pemanasan 60 menit. Hasil penelitian Bustan (2011) menyatakan bahwa proses pengkelatan (chelating) terbaik untuk asam sitrat adalah pada kecepatan 125 rpm, suhu
50 0C. dengan warna minyak nilam
menjadi coklat terang, spesifik gravity 0,97086; refraktif indeks 1,5073 dan bilangan asam 5,8166. Riset oleh (Widayat
et al., 2014), juga menyebutkan
penambahan asam sitrat sebesar 0,6 – 10 % dapat meningkatkan perubahan warna
minyak atsiri. Selain itu, proses
No Parameter Jus jeruk purut (JJP) Biosorbent kulit jeruk purut (BKJP)
1% 4% 10% 2,5 gr 5 gr 7,5 gr 1 Warna Kuning tua Kuning terang Kuning tua Coklat kekuningan Coklat kekuningan Coklat kekuningan 2 Bobot jenis 250C/250 C (mg/cm3) 0, 969 0, 974 0, 972 0, 978 0,968 0,960 3 Indeks Bias (nD20) (-) 1, 5054 1, 5092 1, 5091 1,5091 1,5011 1,4850 4 Kandungan Besi (Fe) (ppm) 29, 81 31, 64 37, 26 101,0 48,31 30,62
pengadukan terbukti sangat penting untuk meningkatkan rendemen produk. Waktu dan suhu optimum proses pemurnian minyak atsiri yaitu pada suhu 50 oC dan waktu pemanasan 60 menit.
Pada penelitian ini, berdasarkan Gambar 1. kandungan awal P.A sudah memenuhi baku mutu SNI 06-2385-2006 yaitu 36,01% dan terus meningkat dengan penambahan bahan pengkelat 4% dan menurun kembali pada konsentrasi jus 10% v/v. Hal ini disebabkan oleh laju penyerapan asam sitrat jus jeruk purut sebagai bahan pengkelat telah mengalami tingkat kejenuhan, keasaman yang tinggi dalam minyak nilam, sehingga kadar patchouli alcohol menjadi turun setelah dianalisa dengan GC-MS.
Pada Gambar 2. ditampilkan hasil pemurnian minyak nilam menggunakan bahan biosorben dengan variasi massa 2,5; 5 dan 7,5 gram. Hasil Patchouli alcohol terbaik diperoleh pada penggunaan massa
biosorbent 7,5 gram, T=50 oC dan
pemanasan 60 menit, yaitu 41,37% dan telah meningkat jauh dari nilai P.A awal sebesar 36,01. Warna minyak setelah pemurnian berubah menjadi coklat terang dan indek bias telah memenihi standar SNI 06-2385-2006. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemurnian minyak nilam dengan biosorben dari kulit jeruk purut memiliki potensi yang luas untuk dipergunakan dalam menyerap warna dan meningkatkan mutu P.A minyak nilam asal gayo Lues.
Gambar 1. Hasil pemurnian patchouli
alcohol minyak nilam menggunakan
pengkelat jus jeruk purut pada konsentrasi berbeda
Gambar 2. Hasil pemurnian patchouli
alcohol minyak nilam menggunakan
biosorbent kulit jeruk purut pada variasi massa berbeda.
Pada Gambar 3 dan 4 ditampilkan hasil uji GC-MS kandungan komponen utama minyak nilam Gayo Lues pada penggunaan jus jeruk purut 4 % dan biosorbent 7,5 gram sebagai rujukan untuk mengetahui komponen utama penyusun Patchouli oil yaitu patchouli alcohol.
Gambar 3. Hasil GC-MS komponen minyak nilam menggunakan bahan pengkelat jus jeruk purut 4% 36,01 38,99 39,99 37,86 35 37 39 41 0 2 4 6 8 10 Pa tch o u li a lko h o l (% ) Konsentrasi Jus JP (%) 36,01 38,15 39,8 41,37 35 36 37 38 39 40 41 42 0 2 4 6 8 Pa tco u li a lko h o l (% )
Gambar 4. Hasil GC-MS komponen minyak nilam menggunakan biosorbent kulit jeruk purut 7,5 gram
Proses pengkelat metode sama dengan adsorben, akan tetapi senyawa
adsorben diganti dengan senyawa
pengkelat. Senyawa pengkelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri antara lain EDTA, asam sitratt, asam mallat, dan asam tartarrat (Manalu et al., 2019). Minyak Nilam Indonesia kaya akan sesquiterpenes, yang berupa kandungan patchouli alcohol (patchoulol), tricyclic sesquiterpene yang dipakai secara luas sebagai produk parfum, sabun, dan produk kosmetik lainnya (Swamy & Sinniah, 2015).
Gambar 3 menunjukkan analisa GC-MS untuk pemurnian dengan jus jeruk purut 4 % dan diperoleh 25 puncak komponen. Lima (5) puncak komponen utama berupa Patchouli alkohol 39,90 %,
Alpha-guaiene (15,1%), Delta-guaiene
(15,64%), alpha-patchouline (6,17%), dan beta-patchouline (1,99%). Pada Gambar 4
menunjukkan analisa GC-MS pada
penggunaan biosorbent kulit jeruk juga diperoleh hasil 25 puncak komponen
penyusun minyak nilam. Lima (5)
komponen puncak utama terdiri dari Patchouli alkohol 41,37%, Alpha-guaiene (14,86%), Delta-guaiene (17,81%), alpha-patchouline (6,65%), dan beta-alpha-patchouline (2,12%). Berdasarkan termuan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa proses pemurnian menggunakan bahan penyerap dari jus sebagai pengkelat, dan kulit jeruk purut sebagai biosorben terbukti telah
mampu meningkatkan kualitas minyak nilam asal Gayo Lues.
4. KESIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Variasi penggunaan bahan pengkelat dari jus jeruk purut telah mampu
meningkatkan kualitas warna
minyak nilam Gayo Lues menjadi kuning cerah pada penggunaan jus 4%, kadar patchouli alcohol menjadi 39,90% dan penurunan Fe sebesar 78,67%.
2. Variasi penggunaan biosorben dari bahan serbuk kulit jeruk purut telah meningkatkan warna minyak nilam
menjadi coklat terang, kadar
patchouli alcohol menjadi 41,37% dan penurunan Fe sebesar 77,67%. DAFTAR RUJUKAN
Alam, P. . (2007). Aplikasi Proses Pengkelatan untuk Peningkatan Mutu
Minyak Nilam Aceh. Jurnal
Rekayasa Kimia & Lingkungan, 6(2), 63–66.
Allwar*, L. N. S. K. M. D. R. (2015). Removal of Fe and Cu Ions from
Using\nZnCl2-Activated Carbon
Adsorbent Modified With
Ammonia\n. IOSR Journal of Applied Chemistry (IOSR-JAC), 8(2), 17–23.
https://doi.org/10.9790/5736-08211723
Hafidloh, D., Warsito, & Utomo, E. P. (2017). Pengaruh Katalis Basa pada Pemurnian Sitronelal dalam Minyak Jeruk Purut Diendapkan oleh NaHSo 3 Dan Na2So3. 28(1), 145–152. Laksmono, J. A., Agustian, E., & Adilina,
I. B. (2007). Patchouli Alcohol Enrichment From Patchouli Oil using molecular distillation unit. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 17(3), 74–79.
Manalu, R. A., Patria, A., & Rohaya, S. (2019). Peningkatan Mutu Minyak Nilam (Pogostemon cablin) dalam Proses Pemurnian Minyak Nilam Aceh Jaya dan Aceh Selatan dengan
Metode Kompleksometri. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian.
https://doi.org/10.17969/jimfp.v4i4.1 2768
Nurjanah, S., Zain, S., Rosalinda, S., & Fajri, I. (2016). Kajian Pengaruh Dua
Metode Pemurnian Terhadap
Kerjernihan Dan Kadar Patchouli Alcohol Minyak Nilam (Patchouly
Oil) Asal Sumedang. Jurnal
Teknotan, 10(1), 24–29.
https://doi.org/10.24198/jt.vol10n1.4 Rifai, A., Firdaus, & Soekamto, N. H.
(2019). Purification and analysis of patchouli alcohol from patchouli oil by vacuum fractionation distillation.
Journal of Physics: Conference
Series, 1341(5).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1341/5/052016
Said, A., Fatimah, I., & Rubianto, D. (2014). Effect of Temperature on Rice Husk Asing and Its Application on Adsorbing Fe and Zn Metal in Patchouli Oil. Jurnal Eksakta, 14(2), 71–86.
https://doi.org/10.20885/eksakta.vol1 4.iss2.art7
Swamy, M. K., & Sinniah, U. R. (2015). A
comprehensive review on the
phytochemical constituents and
pharmacological activities of
Pogostemon cablin Benth.: An
aromatic medicinal plant of industrial importance. Molecules, 20(5), 8521– 8547.
https://doi.org/10.3390/molecules200 58521
van Beek, T. A., & Joulain, D. (2018). The essential oil of patchouli, Pogostemon cablin: A review. Flavour and Fragrance Journal, 33(1), 6–51. https://doi.org/10.1002/ffj.3418 Wibowo, A. ., Emas Mauliani, F.,
Nofitasari, U., Setyani, A., & Widiarti, N. (2017). Comparative Analysis of Chemical Components of Purified Essential Oil from Nilam Plants using Gas Chromatography. The Journal of Pure and Applied
Chemistry Research, 6(1), 1–6.
https://doi.org/10.21776/ub.jpacr.201 7.006.01.270
Widayat, Cahyono, B., Hadiyanto, & Ngadiwiyana. (2014). Improvement of clove oil quality by using
adsorption-distillation process.
Research Journal of Applied
Sciences, Engineering and
Technology, 7(18), 3867–3871.
https://doi.org/10.19026/rjaset.7.744